Upload
duongnhu
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1 Pembelajaran Tematik
1.1.1 Hakikat Pembelajaran Tematik
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru, “tematik” diartikan
sebagai “berkenaan dengan tema”; dan “tema” sendiri berarti “pokok pikiran”;
dasar ceritan(yang dipercakapkan dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah
sajak, dan sebagainya)”. Pembelajaran tematiik adalah salah satu model
pembelajaran terpadu pada jenjang taman kanak-kanak (TK/RA) atau sekolah
dasar (SD/MI) untuk kelas awal yang di dasarkan pada tema-tema tertetu yang
kontekstual dengan dunia anak (Andi, 2013:122). Pembelajaran tematik diartikan
sebagai pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pelajaran bermakna kepada siswa (Mulyasa,
2014:3).
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema
tertentu untuk mengaitkan antara beberapa isi mata pelajaran dan pengalaman
hidup nyata sehari-hari siswa sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna
bagi siswa (Hadi Subroto, 2011:151). Pembelajaran terpadu menggunakan tema
sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata
pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memeberikan pengalaman
yang bermakna bagi siswa (Kemendikbud, 2014).
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah
pembelajaran yang berisi beberapa mata pelajaran dengan kehidupan sehari-hari
atau kehidupan nyata yang akan memberikan siswa pengalaman dan pengetahuan
yang baru. Dengan adanya pembelajaran tematik diharapkan siswa akan belajar
lebih baik dan bermakna.
Penelitian ini dilakukan di kelas V pada tema 8 “Lingkungan Sahabat
Kita” Subtema 2 “Perubahan Lingkungan”. Adapun kompetensi dasar pada tema
8, sub tema 2 sebagai berikut:
7
Tabel 2.1
Kompetensi Dasar Tema 8 kelas V
Tema Lingkungan Sahabat Kita Subtema Perubahan Lingkungan
Kompetensi Dasar
PPKn
1.3 Mensyukuri keberagaman sosial masyarakat sebagai anugrah Tuhan Yang
Maha Esa dalam konteks Bhinika Tunggal Ika.
2.3 Bersikap toleran dalam keberagaman sosial budaya masyarakat dalam kontek
Bhineka Tunggal Ika.
3.3 Menelaah keberagaman sosial budaya masyarakat
4.3 Menyelenggarakan kegiatan yang mendukung keberagaman sosial budaya
masyarakat.
Bahasa Indonesia
3.8 Menguraikan urutan peristiwa atau tindakan yang terdapat pada bacaan
nonfiksi.
4.8 Menyajikan kembali peristiwa atau tindakan dengan memperhatikan latar
cerita yang terdapat pada teks fiksi.
IPS
3.3 Menganalisis peran ekonomi dallam upaya menyejahterakan kehidupan
masyarakat di bidang sosial dan budaya untuk memperkuat kesatuan dan
persatuan bangsa Indonesia serta hubungannya dengan karakteristik ruang.
4.3 Menyajikan hasil analisis tentang peran ekonomi dalam upaya
menyejahterakan kehidupan masyarakat di bidang sosial dan budaya untuk
memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa.
Sumber: Buku Guru SD/MI Tema 8 Kelas V
1.1.2 Tujuan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memiliki sejumlah tujuan terurtama untuk kegiatan
belajar mengajar di SD/MI. Tujuan pembelajaran tematik menurut departemen
agama berdasarkan buku Panduan Penyusunan Pembelajaran Tematik Pendidikan
Agama Islam (PAI) Sekolah Dasar yang di terbitkan tahun 2009 adalah sebagai
berikut:
1) Agar siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema tertentu, karena materi
disajikan delam konteks tema yang jelas.
2) Agar siswa mampu mempelajarai pengetahuan dan mengembangkan berbagai
kompetensi dasar antra aspek dalam tema sama.
3) Agar pemahaman siswa terhadap materi lebih mendalam.
8
4) Agar kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik, karena mengaitkan
berbagai aspek atau topik dengan pengalaman pribadi dalam situasi nyata, yang
diikat dalam tema tertentu.
5) Agar guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara
sistematis dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga
pertemuan untuk pendalaman.
1.1.3 Landasan Pembelajaran Tematik
Secara filosofis kemunculan pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh
tiga aliran filsafat modern, yaitu progresivisme, kontruktivisme, dan humanisme
(Ibunu Hajar, 2013:26-27). Untuk memahami bagaimana padangan ketiga aliran
filsafat prendidikan tersebut akan dijelaskan pada masing-masing segmen yang
berbeda.
a. Progresivisme
Aliran progresivisme sebagai sebagai sebuat teori pendidikan, progresivitas
muncul untuk mereaksi pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode
formal pengajaran, belajar mental (kejiwaan), dan kesusastraan klasik peradaban
barat.
Aliran progresivisme memandang bahwa proses pembelajaran perlu
ditekankan pada kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah
(natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Filsafat progresivisme menekankan
pada fungsi kecerdasan siswa (Ibnu Hajar, 2013:26). Dalam proses belajar, siswa
dihadapkan permasalahan yang menuntut pemecahan dan untuk memecahkan
masalah siswa harus memilih dan menyusun ulang pengetahuan dan pengalaman
belajar yang telah dimilikainya.
b. Kontruktivisme
Kontruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan kita adalah kontruksi (bentukan) kita sendiri (Paul Suparno,
2010:18). Dalam hal ini pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas).
Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu kontruksi kognitif kenyataan melalui
kegiatan seseorang yaitu membentuk skema, katagori, konsep, dan struktur
pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.
Hal yang paling mendasar didalam teori kontruktivisme adalah memunculkan
gagasan bahwa harus siswa sendiri yang menemukan dan mentransformasikan secara
9
mandiri suatu informasi yang kompleks apabila mereka menginginkan informasi itu
menjadi miliknya (Khoirul Ahmadi & Sofan Amri, 2011:51). Dalam hal ini
pembelajaran bermakna sendiri kaitan erat dengan kontruktivisme karena
pengetahuan dibangun individu untuk mempelajari materi berikutnya, dan
pengetahuan yang sebelunya ada salam diri siswa dapat dimanfaatkan untuk
membangun pengetahuan baru, pembelajaran bermakna tidak akan bermanfaat jika
guru hanya memberikan materi secara konvensional.
c. Humanisme
Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan atau kekhasan, potensi,
dan motivasi yang dimilikinya (Rusman, 2010:256). Selain memiliki kesamaan,
setiap siswa juga memiliki kekhasan, hal ini membuat guru harus menyikapi siswa
dengan cara yang berbeda pula. Pengalaman dan aktivitas peserta didik merupakan
prinsip penting untuk menggali potensi yang ada dalam diri masing-masing siswa,
dalam pembelajaran tematik teori humanisme memainkan peran sebagai acuan
bahwa pelajaran adalah bagian dari pendidikan yang mampu memberikan bekal yang
positif bagi siswa agar terbentuk manusia seutuhnya.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa humanisme atau aliran humanisme
memberikan peran dalam pembelajaran tematik yaitu sebagai acuan pembentukan
sikap pada siswa. Karena setiap siswa memiliki karakter, keunikan, dan ras sehingga
perlu diatasi secara khusus sesuai dengan kebutuhan mereka.
1.1.4 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Tematik
Prinsip-prinsip pembelajaran temati diklasifikasikan ke dalam empat
kelompok yaitu prinsip penggalian tema, pengelolaan pembelajaran, evaluasi, dan
reaksi (Trianto, 2013:154-156). Untuk mengetahui lebih lanjut dari klasifikasi diatas
penjelasannya sebagai berikut:
1) Prinsip Penggalian Tema
Prinsip penggalian tema adalah prinsip utama dalam pembelajaran tematik.
Tema-tema yang tumpang tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama dalam
pembelajaran ini. Oleh karena itu, perhatikan persyaratan berikut ini:
a. Tema hendaknya tidak terlalu luas, akan tetapi dengan mudah dapat digunakan
untuk memadukan banyak mata pelajaran.
b. Tema harus bermakna, sehingga dapat memberikan bekal bagi siswa untuk
belajar selanjutnya.
c. Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis siswa.
10
d. Tema yang dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat siswa.
e. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa autentik
yang terjadi di dalam rentang waktu belajar.
f. Tema yang dipiih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta
harapan masyarakan (asa relevansi).
g. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
2) Prinsip Pengelolaan Pembelajaran
Seorang guru harus mampu menempatkan sebagai fasilitator dan mediator
dalam proses pembelajaran. oleh karena itu dalam pengelolaan pembelajaran
hendaklah guru dapat berlaku sebagai berikut:
a. Guru hendaknya jangan menjadi sigle actor yang mendominasi pembicaraan
dalam proses belajar mengajar.
b. Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap
tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok.
c. Guru perlu mengakomodadasi ide-ide yang terkadang sama sekali tidak
terpikirkan dalam perencanaan.
3) Prinsip Evaluasi
Evaluasi selalu menjadi fokus dalam setiap kegiatan. Oleh karena itu dalam
melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran tematik, dibutuhkan beberapa langkah
positif sebagai berikut:
a. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self-evaluation
atau self-asessment) di samping bentuk lainnya.
b. Guru perlu mengajak para siswa untuk menevaluasi perolehan belajar yang telah
dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.
4) Prinsip Reaksi
Guru dituntut untuk mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran,
sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. guru harus bereaksi
terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa, serta tidak mengarahkan aspek yang
sempit, tetapi ke sebuah kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik
memungkinkan hal tersebut dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk
memunculkan kepermukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut.
1.2 Problem-Based Learning (PBL)
1.2.1 Pengertian Problem-Based Learning (PBL)
11
Problem-Based Learning (PBL) diperkenalkan pada tahun 1969 di Fakultas
Kedokteran McMaster University di Kanada (Kelly dan Finlayson dalam Warsono
dkk, 2012:145). Model Problem-Based Learning (PBL) yaitu siswa akan belajar
masalah yang sedang hangat dan nyata yang dihadapi oleh lingkungannya, dengan
cara berorientasi pada masalah otentik dari lingkungan kehidupan siswa, maka hal
tersebut dapat merangsang siswa untuk berfikir tingkat tinggi (Bruner dam Shuhrian
(Jauhar, 2011:4-5)).
Problem-Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang
penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog
(Ridwan Abdulah Sani, 2014:127). Dengan menggunakan permasalahan yang ada di
lingkungan sekitar siswa, siswa akan belajar untuk menemukan suatu hal yang baru.
Permasalahan yang menarik akan membuat siswa menjadi aktif akan bertanya
maupun aktif mengemukakan pendapat dalam sebuah kelompok. Karena dalam
proses PBL, siswa yang aktif, siswa yang memecahkan masalah, menyelesaikan
masalah, dan membuat masalah itu menjadi sesuatu yang dapat di jadikan
pembelajaran berikutnya.
Problem-Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta memperoleh
pengetahuan dan konsep esensial dari materi kuliah atau materi pelajaran (Hamruni,
2009:148). Dengan begitu, guru memberikan kesepatan kepada siswa untuk
menetapkan masalah meskipun guru sudah menetapkan topik masalah yang akan
diberikan kepada siswa. Pada saat proses pembelajaran guru mengarahkan siswa agar
mampu menyelesaikan masalah yang telah di tetapkan secara sistematis dan logis.
Model Problem-Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang
dirancang agar siswa mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir
dalam memecahkan masalah, dan memiliki motode belajar sendiri serta memiliki
kecakapan berpartisipasi dalam tim (Kemendikbud, 2014). Model Problem-Based
Learning menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang siswa untuk belajar.
Pengalaman yang diperoleh siswa akan semakin berkesan apabila proses
pembelajaran yang diperolehnya merupakan hasil dari pemahamannya atau
penemuannya sendiri. Melalui PBL yang pengajarannya berawal dari persoalan
dalam dunia nyata diharapkan pembelajaran pada tema lingkungan sahabat kita dapat
menjadi bermakna bagi siswa, dengan demikian dapat menarik minat siswa terhadap
12
pelajaran yang disampaikan dan pada akhirnya dapat meningkatkan keaktifan dan
hasil belajarnya.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) sebagai model
pembelajaran yang di awali dengan pemberian masalah kepada siswa dimana
masalah tersebut diambil dari kehidupan nyata (pengalaman sehari-hari siswa).
Dengan menggunakan masalah yang ada di lingkungan sekitar pembelajaran yang
akan didapat akan lebih menarik dan bermakna bagi siswa.
1.2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem-Based Learning (PBL)
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang perlu dilakukan
adalah: (1) Memulai kelompok, kelompok di bentuk pada hari pertama pelajaran, (2)
Memonitor kelompok, untuk kelas sedikit kelompoknya peran guru sebagai tutor,
dan setiap tutor memandu sebuah kelompok, (3) Peranan kelompok, salah satu cara
untuk meningkatkan partisipasi siswa adalah dengan meminta siswa untuk
mengambil peranan dan tanggung jawab dalam kelompoknya, (4) Evaluasi,
memberikan kesempatan pada siswa untuk memberikan umpan balik yang
membangun secara verbal dan tertulis terhadap individu maupun kelompok
merupakan salah satu strategi untuk memaksimalkan sikap positif kelompok dan
memaksimalkan tanggung jawab individu (Barbara dalam Rusmono, 2014:75-76).
Ada lima tahapan dalam model pembelajaran berbasis masalah (Problem-
Based Learning-PBL) dan perilaku yang dibutuhkan oleh guru (Sugiyanto,
2010:159-160). Untuk masing-masing tahapannya disajikan pada tabel 2.2 di bawah
ini:
Tabel 2.2
Tahapan model Problem Based Learning(Sugiyanto, 2010:159-160)
Fase Perilaku Guru
Fase 1: Memberikan orientasi
tentang permasalahannya
kepada siswa
Guru membahas tujuan pembelajaran,
mendeskripsikan dan memotivasi siswa
untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi
masalah.
Fase2: Mengorganisasikan siswa
untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk
mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas-tugas belajar yang terkait dengan
13
permasalahannya.
Fase 3: Membantu menyelidiki
secara mandiri atau
kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mendapatkan informasi yang tepat,
melaksanakan eksperimen, dan mencari
penjelasan dan solusi.
Fase 4: Mengembangkan dan
mempresentasikan hasil
kerja
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil
yang tepat, seperti laporan, rekaman video
dan model-model yang membantu mereka
untuk menyampaikan kepada orang lain.
Fase 5: Menganalisis dan
mengevaluasi proses
mengatasi masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi terhadap investigasinya dan
proses-proses yang mereka gunakan.
Berdasarkan tabel 2.2, tahapan model PBL menurut Sugiyanto yaitu bukan
guru yang aktif tetapi siswa yang aktif. Guru berperan sebagai fasilitator pada saat
proses pembelajaran. Tabel 2.2 pada fase 4 Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman video
dan model-model yang membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.
Sedangkan menurut Arends (2009:401) telah mengemukakan sintaks
Problem Based Learningserta perilaku guru yang relevan seperti di bawah ini.
Tabel 2.3
Sintaks PBL dan Perilaku Guru yang Relevan (Arends, 2009:401)
No Fase Perilaku Guru
1. Fase 1: Melakukan orientasi
masalah kepada siswa
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik
(bahan dan alat) apa yang di perlukan
bagi penyelesaian masalah serta
memberikan motivasi kepada siswa agar
menaruh perhatian terhadap aktivitas
penyelesaian masalah.
2. Fase 2: Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan
dan mengorganisasikan pembelajaran
14
agar relevan dengan penyelesaian
masalah.
3. Fase 3: Mendukung
kelompok investigasi
Guru mendorong siswa untuk mencari
informasi yang sesuai, melakukan
eksperimen, dan mencari penjelasan dan
pemecahan masalahnya.
4. Fase 4: Mengembangkan dan
menyajikan artefak dan
memamerkannya
Guru membantu siswa dalam
perencanaan dan perwujudan artefak
yang sesuai dengan tugas yang diberikan
seperti: laporan, video, dan model-model,
serta membantu mereka saling berbagi
satu sama lain terkait hasil karyanya.
5. Fase 5: Menganalisis dan
mengevaluasi proses
penyelesaian masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi terhadap hasil penyelidikannya
serta proses-proses pembelajaran yang
telah dilaksanakan.
Tabel 2.3 menunjukan sintaks dan perilaku guru yang relevan yaitu (1)Pada
fase 1 melakukan orientasi, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, (2)Pada fase 2
mengorganisasikan siswa untuk belajar, guru membantu mendefinisikan dan
mengorganisasikan pembelajaran, (3)Pada fase 3 mendukung kelompok investigasi,
guru mendorong siswa untuk mencari informasi, melakukan eksperimen, dan
mencari penjelasan dan pemecahan masalah, (4)Pada fase 4 mengembangkan,
menyajikan, dan memamerkannya, guru membantu siswa dalam perencanaan dan
perwujudan artefak yang sesuai dengan tugas, dan (5)Pada fase 5 menganalisis dan
mengevaluasi pemecahan masalah, guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
terhadap hasil penyelidikan serta proses-proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Pada saat proses belajar mengajar dengan menggunakan metode PBL
guru sangat berperan penting, meskipun disini guru hanya sebagai fasilitator. Dengan
adanya guru sebagai fasilitator siswa dapat menyelesaikan masalah yang telah
ditetepkan.
1.2.3 Kelebihan model Problem-Based Learning (PBL)
15
Sebagai susatu strategi pembelajaranPromblem-Based Learning (PBL)
memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut, (Hamruni, 2009:157) :
1. Merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.
2. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan
pengetahuan baru bagi siswa.
3. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami
masalah dalam dunia nyata.
5. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung
jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6. Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri, baik terhadap hasil maupun
proses belajarnya.
7. Lebih menyenangkan dan banyak disukai siswa.
8. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan kemampuan
mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
9. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan
mereka miliki dalam dunia nyata.
10. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar meskipun
belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Model PBL ini memiliki kelebihan yang sangat banyak (Kurniasih dkk,
2016:49) yaitu:
1. Mengembangkan pemikiran kritis dan ketrampilan kreatif siswa.
2. Dapat meningkatkan kemampuan memcahkan masalah para siswa dengan
sendirinya.
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.
4. Membantu siswa belajar untuk menstrafer pengetahuan dengan situasi yang
serba baru.
5. Dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri.
6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelididkan masalah yang
telah ia lakukan.
7. Dengan model pembelajaran ini akan terjadi pembelajaran yang bermakna.
8. Model ini siswa mengintegrasukan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan
dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
16
9. Model pelajajaran ini dapat meningkatkan kemampun berpikir kritis,
menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal dalam belajar, dan
dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
1.2.4 Kelemahan Model Problem-Based Learning (PBL)
Sebuah model selalu ada kelebihan dan kekurangannya, kelebihan di sudah di
uraikan di atas. Sehingga kekurangan model Problem-Based Learning (PBL) sebagai
berikut, (Hamruni, 2009:156) :
1. Manakala siswa tidak minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit bisa dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk
mencoba.
2. Keberhasilan pembelajaran melali problem solving membutuhkan cukup waktu
untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan apa yang mereka ingin pelajarai.
Kekurangan model Probelem-Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut
(Kurniasih dkk, 2016:49):
1. Model ini butuh pembiasaan. Karena model ini cukup rumit dalam teknisnya
serta siswa betul-betul harus dituntut konsentrasi dan daya kreasi yang tinggi.
2. Dengan mempergunakan model ini, berarti proses pembelajaran harus
dipersiapkan dalam waktu yang cukup panjang, karena sedapat mungkin setiap
persoalan masalah yang akan di pecahkan harus tuntas, agar makananya tidak
terpotong.
3. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka
untuk belajar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman
sebelumnya.
4. Sering juga ditemukan kesulitan terletak pada guru, karena guru kesulitan
menjadi fasilitator dan mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang
tepat daripada menyerahkan mereka solusi.
1.3 Analisis Komponen-Komponen Model Pembelajaran Problem Based
Learning (PBL)
Model pembelajaran memiliki unsur-unsur berupa 1) Sintaks; 2) Prinsip
reaksi; 3) Sistem sosial; 4) Sistem Pendukung 5) Dampak Instruksional dan dampak
17
pengiring (Bruce Joyce dkk , 2009: 104-106). Berikut akan diuraikan analisis
komponen model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berdasarkan teori
Bruce Joyce di atas.
1. Sintaks
Sintaks adalah urutan langkah pengajaran yang terdiri pada fase-fase atau
tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru jika menggunakan suatu model tertentu.
1) Fase 1: memberikan orientasi tetang permasalahannya kepada siswa
Guru membahas tujuan pembelajaran, menjelaskan bahan yang
diperlukan, memotivasi siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.
Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih cepat dalam proses pembelajaran.
2) Fase 2: mengorganisasi siswa untuk meneliti
Siswa mendiskusikan masalah dalam sebuah masalahdalam sebuah
kelompok kecil. Mereka mengklarifikasi fakta-fakta suatu kasus kemudian
mendifinisikan sebuah masalah. Siswa mengidentifikasi apa yang mereka
butuhkan untuk menyelesaikan masalah serta apa yang mereka tidak ketahui.
Siswa juga mendesain suatu rencana tindakan untuk menggarap masalah. Guru
akan menfasilitasi tersebut, sehingga berjalan dengan lancar.
3) Fase 3: membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
Guru membantu siswa dengan memberi referensi-referensi buku yang di
miliki siswa atau yang berada di perpustakaan sekolah. Guru juga sebagai
fasilitator untuk membantu setiap kelompok menyeleseaikan masalah.
4) Fase 4: mengembangkan dan mempresentasikan hasil kerja
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan penyajian solusi
dari masalah, dan membantu untuk mereka berbagi tugas dengan temannya atau
kelompoknya. Serta mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
5) Fase 5: menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesain masalah
Guru melakukan refleksi dan evaluasi proses pembelajaran dari awal
sampai akhir. Evaluasi yang diberikan berupa tes tertulis dengan cara
mengarjakan secara individu, setelah dikerjakan guru dan siswa membahas hasil
tes dan guru menginput hasil tes. Tidak berdiam dengan cara begitu guru juga
melakukan tidak lanjut apabila milai siswa di bawah KKM (70). Nilai yang di
bawah 70 diberikan soal remedial dan nilai yang di atas 70 diberikan saol
pengayaan.
18
2. Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi merupakan kegiatan dimana guru sebagai fasilitator dalam
proses siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial model Problem Based Learning ini bersifat kooperatif, yaitu
siswa bekerja sama dalam sebuah team atau kelompok kecil untuk mendiskusikan
masalah yang diberikan pada saat pembelajaran. Guru dalam hal ini berupaya dengan
cara memilih proses kegiatan yang memungkinkan guru dan siswa berkolaborasi.
Guru dan siswa mempunyai peranan yang sama yaitu pemecahan masalah, dan
interaksi kelas yang dilandasi dengan kesepakatan kelas.
4. Sistem Pendukung
Sistem pendukung adalah semua sarana, bahan dan alat yang diperlukan
untuk terlaksanaannya pada proses pembelajaran. Selain itu juga penyelesain
masalah yang hangat dan menarik untuk dibahas yang sesuai dengan keadaan
lingkungan sekitar dan bermanfaat bagi kehidupan siswa.
5. Dampak Intruksional dan Dampak Pengiring
Dampak instruksional merupakan hasil belajar yang dicapai pada materi
pembelajaran. dalam hal ini dampak yang di maksud yaitu siswa merasa senang dan
di mana guru memampukan diri untuk menfasilitasi pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik siswa. Penggunaan model Problem Based Learninghasil belajar
siswa yaitu pemahaman materi, transfer pengetahuan, ketrampilan berpikir kritis,
kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan berkomunikasi.
Dampak pengiring adalah kemampuan yang didapat siswa akibatnya
terciptanya suasana belajar dengan menggunakan suatu model. Sehingga dalam
model Problem Based Learning membuat siswa mempunyai pemaham yang baru,
dapat menstransfer pengetahuan, ketrampilan berfikir kritis, kemampuan
memecahkan masalah, dan kemampuan berkomunikasi. Dampak Intruksional dan
Dampak Pengiring Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) di jelaskan
pada gambar 2.1 sebagai berikut.
19
Gambar 2.1 Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
1.4 Skenario Pembelajaran Model Problem Based Learning (PBL)
Sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru harus mempersiapkan
perencanaan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan
model-model yang sudah ada. Di dalam sebuah model selalu ada langkah-langkah
pembelajaran dan pemetaan sintak yang dibuat patokan pembuatan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Berikut adalah langkah-langkah dan pemetaan
sintak yang akan dilaksanakan dalam prose pembelajaran tema lingkungan sahabat
kita yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL).
Tabel 2.4
Skenario Pelaksanaan PembelajaranModel Problem Based Learning (PBL)
Kegiatan Guru Tahapan Kegiatan Siswa
1.1 Guru menampilkan video
tentang “Jenis-Jenis Usaha
yang Dikelola Sendiri”.
1.2 Guru bertanya jawab tentang
materi pebelajaran
pembelajaran 1 tentang
jenis-jenis usaha ekonomi
dan tanya jawab tentang
jenis usaha yang dikelola
sendiri.
Usaha apa yang
memanfaatkan alam?
Jawab: pertanian,
perikanan, dan
Fase 1:
memberikan
orientasi
permasalahan
kepada siswa
1.1 Siswa menyimak
video yang di
tampilkan.
1.2 Siswa menjawab
pertanyaan dari
guru tentang
materi
pembelajran 1
tentang jenis-jenis
usaha ekonomi
dan jenis-jenis
usaha yang
dikelola sendiri.
Model Problem Based Learning
(PBL)
Dampak Instruksional
Pemahaman dalam menerima materi
Kemampuan untuk mentransfer pengetahuan
Ketrampilan dalam berfikir kritis
Kemampuan memecahkan masalah
Kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama
Dampak Pengiring
Berpikir Kritis
Kemampuan Memecahkan Masalah
Kreatif
Kemampuan Berkomunikasi
20
perkebunan.
Dari video di atas jenis
usaha apa yang kamu
lihat?
Jawab: pertanian dan
perdagangan.
1.3 Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran.
1.4 Guru mengajak siswa untuk
membaca bacaan dibuku
paket yang berjudul “Jenis
Usaha Ekonomi yang
Dikelola Sendiri”.
1.5 Guru bertanya jawab tentang
jenis-jenis usaha ekonomi
yang dikelola sendiri atau
perorangan.
Dari bacaan di atas, apa
saja jenis usaha ekonomi
yang dikelola sendiri
atau perorangan
berdasarkan macam-
macamnya?
Jawab: usaha pertanian
(padi, sayur, palawija),
usaha perdagangan
(pedagang keliling,
pedagang di pasar,
warung, dan toko
kelontong).
1.3 Siswa
mendengarkan
tujuan
pembelajaran
yang disampaikan
oleh guru.
1.4 Siswa menbaca
bacaan di buku
paket yang
berjudul “Jenis
Usaha Ekonomi
yang Dikelola
Sendiri”.
1.5 Siswa bertanya
jawab tentang
bacaan yang
berjudul “Jenis
Usaha Ekonomi
yang Dikelola
Sendiri”.
1.1 Guru membagi siswa
menjadi 4-5 siswa/kelompok
sesuai dengan urutan absensi.
1.2 Guru membagikan tugas
masing-masing kelompok.
Fase 2:
mengorganisasi
sesama untuk
meneliti
2.1 Siswa langsung
mencari tempat
duduk sesuai
dengan
kelompoknya
(urutan absensi).
2.2 Siswa
mendengarkan
tugas-tugas yang
21
harus di kerjakan
oleh setiap
kelompok.
1.1 Guru membagi lembar kerja
pada setiap kelompok.
1.2 Guru memberikan masalah
pada setiap kelompok.
Siklus 1: Usaha Ekonomi
yang Dikelola
Perorangan.
Siklus 2: Usaha Ekonomi
yang Dikelola
Kelompok.
1.3 Guru sebagai fasilitator untuk
membantu setiap kelompok
menyelesaikan masalah yang
diberikan.
Fase 3: membantu
menyelidiki
secara mandiri
atau kelompok
3.1 siswa mengisi
nama kelompok
dan nama
anggotanya.
3.2 Siswa bersama
kelompoknya
mendiskusikan
masalah yang
telah diberikan
oleh guru.
3.3 Siswa bertanya
kepada guru
tentang kesulitan
dalam memcahan
masalah.
4.1 Guru menunjuk salah satu
kelompok untuk
mempresentasikan hasil
diskusi bersama
kelompoknya di depan kelas.
Fase 4:
mengembangkan
dan
mempresentasikan
hasil kerja
4.1 Setiap perwakilan
kelompok satu
siswa untuk
mempresentasikan
hasil diskusinya di
depan kelas.
5.1 Guru mengajak siswa untuk
menyimpulkan pelajaran hari
ini.
5.2 Guru memberikan evaluasi
tes tertulis pada siswa:
Siswa mengerjakan tes
secara individu.
Siswa dan guru bersama-
sama membahas hasil
tes.
Guru mengadakan
penilaian.
Guru menginput hasil tes
di daftar nilai.
Fase
5:menganalisi dan
mengevaluasi
proses
pembelajaran
penyelesaian
5.1 Siswa
menyimpulkan
tentang materi
yang dipelajari
hari ini.
5.2 Siswa
mengerjakan
soal evaluasi
yang diberikan
oleh guru.
22
5.3 Guru memberikan tindak
lanjut:
Siswa yang mendapat
nilai di bawah 70
diberikan soal perbaikan
dan siswa yang
mendapat nilai di atas 70
diberikan soal
pengayaan.
Guru berikan saran
untuk siswa supaya
belajar lebih baik lagi
untuk pelajaran
berikutnya.
5.3 Siswa yang
mendapat nilai di
atas 70
mengerjakan
soal perbaikan
dan siswa yang
mendapat nilai di
bawah 70
mengerjakan
soal remedial.
1.5 Keaktifan Belajar dan Hasil Belajar
1.5.1 Keaktifan Belajar
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan
kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Proses pembelajaran
yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas metransformasikan pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan (Martinis Yamin, 2007:75). Siswa yang haruskan untuk
bekerja sendiri atau menemukan masalah sendiri untu menjawab rasa ingin tahu yang
dimilikinya, sehingga posisi guru hanya sebagai fasilitator. Ketrampilan yang
dimiliki siswa dioleh sehingga menjadi karakteristik yang dapat bertanggung jawab
tentang apa yang di berikan.
Dierch yang dikutip Hanifah dan Cucu Suhana (2009:24), menyatakan bahwa
kegiatan belajar dibagi ke dalam kelompok, yaitu sebagai berikut:
1. Kegiatan-kegiatan visual yaitu membaca, melihat gambar, mengamati
eksperimen, demontrasi, pameran, dan mengamati orang lain berkerja atau
bermain.
2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral), yaitu mengemukakan suatu fakta atau prinsi,
menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,
mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi, dan interupsi.
3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yaitu ,mendengarkan penyajian bahan,
mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu
permainan, atau mendengarkan radio.
4. Kegiatan-kegiatan menulis, yairtu menulis cerita, menulis laporan, memeriksa
karangan, bahan-bahan copy, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan
mengisi angket.
23
5. Kegiatan-kegiatan menggambar, yaitu menggambar, membuat grafik, chart,
diagram, peta, dan pola.
6. Kegiatan-kegiatan metrik, yaitu melakukan percobaan, mamilih alat-alat,
melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permaian, serta
menari dan berkebun.
7. Kegiatan-kegiatan mental, yaitu merenungkan, mengingat, memecahkan
masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat
keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan emosional, yaitu minat, membedakan, berani, dan tenang.
Penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa (Oemar
Hamalik, 2011:173)adalah sebagai berikut:
1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara
integral.
3. Memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa.
4. Para siswa bekerja menurut dan kemampuan sendiri.
5. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis.
6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua
dengan guru.
7. Pengajaran diselenggarakan secara realitas dan konkret sehingga
mengembangkan pemahaman dab berpikir kritis serta menghindarkan verbalitis.
8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di
masyarakat.
Aktivitas pembelajaran merujuk pada sistem pendidikan dalam memfasilitasi
pendidik untuk menjadi agen perubahan melalui pengalaman, pengetahuan,
ketrampilan, dan kemampuan yang dilakukannya sendiri serta memperoleh metode
untuk belajare mandiri (Konzulin Gindis dkk, 2003). Sedangkan menurut European
Commission, 2006 “aktifitas pembelajaran adalah kegiatan apa saja dari individu
yang dikelola dengan maksud untuk memperbaiki ketrampilan, pengetahuan, dan
kompetensi.
Kurangnya kemampuan siswa untuk aktif saat proses belajar mengajar
berdampak pada hasil belajar siswa tersebut. Dengan menggunakan sebuah model
diharapkan terciptanya sebuah pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan dari siswa
yang muncul. Aktifitas belajar berdapampak dengan hasil belajar siswa harus di
24
rancang secara khusus yaitu dengan cara sebagai berikut : (1) penguatan dan
remediasi atau pengayaan, (2) tugas untuk menambah pemahaman terhadap konsep-
konsep yang sulit, (3) untuk menatap persiapan peserta didik dalam menerima
pembelajaran dan turorial, serta pendalaman dan penunjang bahan belajar ( Nortcote
dkk, 2001 (dalam Yaumi, 2012:33).
1.5.2 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah
mengalami aktivitas belajar (Fathurrohman dan Sutikno, 2007:180). Kemampuan
yang dimiliki antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda
karena pengalaman belajar yang dialami antara peserta didik yang satu dengan yang
lain berbeda-beda. Di sekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan peserta
didik terhadap mata pelajaran yang ditempuhnya. Selain penguasaan materi juga
dapat dilihat dari perubahan tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku yang
dialami siswa setelah mengalami aktivitas belajar akan lebih baik dari sebelumnya.
Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya
salah satu aspek potensi kemanusaiaan saja. Perubahan perilaku siswa dapat berupa
perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan (Suprijono, 2012:7). Perubahan
pengetahuan siswa biasanya akan menjadi lebih baik dari pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya misalnya siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak
mengerti menjadi mengerti dan lain sebagainya. Perubahan pengetahuan siswa
biasanya dilihat dari nilai siswa setelah mengerjakan soal evaluasi. Perubahan sikap
siswa dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya misalnya dari yang tidak sopan
menjadi sopan. Perubahan keterampilan juga dapat lebih baik dari sebelumnya
misalnya dari yang tidak bisa melakukan sesuatu menjadi bisa melakukan sesuatu.
Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.
Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension
(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), aplication (menerapkan), analysis
(menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain
afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing
(nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi) (Bloom dalam
Suprijono, 2012:6). Psikomotor juga mencakup kererampilan produktif, teknik, fisik,
sosial, manajerial dan intelektual.
Tabel 2.5
Kata Kerja Operasional (Taksonomi Bloom)
25
Berdasarkan tabel di atas, guru menggunakan Kata Kerja Operasional (KKO)
untuk membuat kisi-kisi sebelum masuk penyusunan silabus dan RPP. Menurut
Bloom, tujuan dibagi menjadi 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotor. Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar
disebut kemampuan. Hasil belajar dihasilkan dari aktivitas siswa setelah melakukan
aktivitas belajar yang berupa perubahan dalam hal kognitif yang berhubungan
dengan pengetahuan, afektif yang berhubungan dengan sikap dan psikomotorik yang
berhubungan dengan keterampilan. Masing-masing dari jenis hasil belajar dapat
diterapkan dengan bahan pembelajaran yang sesuai. Keaktifan siswa terdapat pada
saat proses pembelajaran, di harapkan dengan menggunakan model Problem Based
Learning (PBL) siswa dapat berpikir kritis dan memecahkan masalah. Kata Kerja
Operasional (KKO) yang di gunakan yaitu C4- Analisis (mengeanalisis,
26
memecahkan, dan menyimpulkan) dan C5- Evaluasi (menyimpulkan, mengkritik,
memutuskan, dan mamilih).
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Hasil belajar siswa di dapat dari siswa setelah mengalami proses
pembelajaran (Dimyati dan Mudjiyono, 2009:3). Hasil belajar siswa dapat berupa
perubahan perilaku yang dimiliki seseorang baik berupa pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Perubahan perilaku yang dimiliki siswa akan lebih baik dari
sebelumnya misalnya perubahan dalam hal pengetahuan yaitu dari yang tidak tahu
menjadi menjadi tahu dan sebagainya. Perubahan dalam hal sikap yaitu yang yang
tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya serta perubahan dalam hal keterampilan
yaitu dari yang tidak bisa melakukan sesuatu menjadi bisa melakukan sesuatu dan
sebagainya. Merujuk pada pemikiran Gagne (Suprijono, 2012:5), hasil belajar
berupa:
1. Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri.
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani
dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian
terhadapat objek tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas hasil belajar merupakan kemampuan
yang dimiliki peserta didik setelah mengalami aktivitas belajar berupa perubahan
perilaku siswa yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Perubahan kemampuan kognitif berhubungan dengan pengetahuan, peribahan
psikomotor berhubungan dengan keterampilan dan perubahan afektif berhubungan
dengan sikap. Perubahan perilaku siswa setelah mengalami proses pembelajaran
akan lebih baik dari sebelumnya misalnya perubahan dalam hal pengetahuan dari
yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti dan
sebagainya, perubahan dalam hal keterampilam misalnya dari yang tidak bisa
melakukan sesuatu menjadi bisa melakukan sesuatu dan sebagainya serta perubahan
dalam hal sikap dari yang tidak patuh menjadi patuh dan sebagainya.
27
1.6 Penelitian yang Relevan
Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Aktivitas
dan Penguasaan Kompetensi Pengetahuan PKn Siswa SDN 22 Dauh Puri. Dalam
penelitian ini, Putu Ayu Widyasari mengatakan bahwa tujuan penelitian ini adalah
(1) meningkatkan aktivitas belajar melalui penerapan model Problem Based
Learning kelas IVB SDN 22 Dauh Puri Denpasar Utara tahun ajaran 2015/2016 dan
(2) meningkatkan penguasaan kompetensi pengetahuan PKn melalui model Problem
Based Learning kelas IVB SDN 22 Dah Puri Denpasar Utara tahun ajaran
2015/2016. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IVB SDN 22 Dauh Puri
Denpasar Utara sebanyak 36 siswa yang terdiri dari 19 laki-laki dan 17 siswa
perempuan. Data tentang aktivitas belajar dan penguasaan kompoetensi pengetahuan
PKn dikumpulkan menggunakan metode observasi dan metode tes. Data yang
terkumpul kemudian dianalisis dengan statis deskriptif dan deskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) terjadi peningkatan aktivitas belajar dari
persentase rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 68,6% yang tergolong sedang
pada siklus I, meningkat menjadi 80% yang tergolong tinggi pada siklus II; dan (2)
terjadi peningkatan penguasaan kompetensi PKn pada siklus I sebesar 71,02% yang
berada pada katagori sedang dengan ketuntasan belajar secara klasikal 47,22% atau
sebanyak 17 siswa yang tuntas dari 36 siswa. Sedangkan pada siklus II rata-rata
persentase pengasaan kompetensi PKn sebesar 83% yang berada pada katagori tinggi
dengan ketuntasan belajar secara klasikal 94,44% atau sebanyak 34 siswa yang
tuntas dari jumlah siswa yaitu 36 siswa. Derdasarkan hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan
aktivitas belajar dan penguasaan kompetensi PKn siswa kelas IVB SDN 22 Dauh
Puri Denpasar Utara tahun ajaran 2015/2016 (Putu Ayuna Widyasari, 2015)
Penerapan Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada mata
pelajaran Matematika melalui penerapan model pembelajaran Problem Based learnig
(PBL). Subjek pada penelitian ini berjumlah 28 orang. Data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah data tentang kemampuan pemecahan masalah matematika
dengan metode observasi dan tes. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan
model pembelajaran Problem Based learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah yakni dari siklus I ke siklus II sebesar 16,42% dari kriteria
sedang menjadi tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran
28
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah pada mata pelajaran Matematika (Gede Gunantara dkk, 2014)
Penerapan model problem based learning (PBL) untuk meningkatkan
pembelajaran IPA siswa kelas V SDN Pringapus 2 kecamatan Dongko Kabupaten
Trenggalek. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan (1) penerapan model
PBL untuk meningkatkan pembelajaran IPA, (2) aktivitas siswa selama pembelajaran
dengan model PBL, (3) hasil belajar siswa setelah diterapkan model PBL. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Jenis Penelitian Tindakan
Kelas ini menggunakan model kolaboratif partisipatoris. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, tes, dokumentasi dan catatan
lapangan. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu lembar observasi
penyusunan RPP, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran model PBL, lembar
observasi aktivitas siswa, soal tes, dan lembar catatan lapangan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran PBL untuk meningkatkan
pembelajaran IPA siswa kelas V SDN Pringapus 2 dapat dilaksanakan sesuai harapan
peneliti. Hal ini ditunjukkan dengan adanya skor keberhasilan guru dalam penerapan
model PBL, pada siklus I yaitu 76,65 dan meningkat pada siklus II menjadi 93,3.
Aktivitas siswa meningkat, siklus I diperoleh 58,6 dan pada siklus II menjadi 71,4.
Hasil belajar juga meningkat dari rata-rata 63,4 pada siklus I menjadi rata-rata 80,94.
Kesimpulan penelitian menyatakan bahwa penerapan model PBL dapat
meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa di SDN Pringapus 2. Hasil penelitian
ini memiliki saran agar model PBL dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi
guru dalam penilaian untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar khususnya pada
mata pelajaran IPA di SD (Rahmawati Linda, 2011)
Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran IPA (Studi Pada
Siswa Kelas V SDN Pengambangan 6 Bajarmasin). Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar IPA dengan menggunakan model Problem Based
Learning dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning. Jenis penelitian ini
adalah penelitian tindakan kelas dengan pendekatan kualitatif yang dilaksanakan
dengan dua siklus dengan dua pertemuan di setiap siklusnya. Subjek penelitian
adalah siswa kelas V SDN Pengambangan 6 Banjarmasin tahun ajaran 2014/2015.
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar observasi aktivitas siswa dan tes
tertulis untuk mengetahui hasil belajar siswa setiap akhir pertemuan. Hasil penelitian
29
menunjukan 1) keaktifan siswa selalu meningkat hingga mencapai kriteria aktif, 2)
hasil belajar siswa terus meningkat mencapai indikator keberhasilan (Dede
Dewantara, 2016).
Rini, R., & Mawardi, M. (2015), Peningkatan Keterampilan Proses Saintifik
dan Hasil Belajar Siswa Kelas 4 Sdn Slungkep 02 Tema Peduli Terhadap Makhluk
Hidup Menggunakan Model Problem Based Learning. Penerapan model PBL dapat
meningkatkan keterampilan proses saintifik dan hasil belajar siswa ditunjukkan pada
aktivitas mengajar guru pada siklus I mencapai kategori baik (83), dan siklus II
dengan kategori baik (90). Aktivitas belajar siswa pada siklus I mencapai Kategori
cuku baik (79) dan siklus II dengan kategori baik sekali (91). Peningkatan
keterampilan proses saintifik siklus I dengan kategori tinggi (71,6%) dan siklus II
berada pada kategori sangat tinggi (83%). Hasil belajar muatan Bahasa Indonesia
meningkat menjadi 78 pada siklus I dan 84 pada siklus II dengan ketuntasan belajar
pada kategori tinggi (74%) dan sangat tinggi (83%). Hasil belajar muatan
Matematika meningkat pada siklus I menjadi 77 dan ketuntasan belajar pada kategori
tinggi (74%). Pada siklus II hasil belajar menjadi 79 dengan ketuntasan belajar pada
kategori tinggi (78%). Hasil belajar IPA pada siklus I meningkat menjadi 77 dengan
ketuntasan belajar pada kategori tinggi (70%) dan siklus II sebesar 86 dengan
ketuntasan belajar pada kategori sangat tinggi (87%).
Asriningtyas, A. N., Kristin, F., & Anugraheni, I. (2018), Penerapan Model
Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kritis dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 Sd. Tujuan dari penelitian ini
adalah mendeskripsikan penerapan PBL untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis dan hasil belajar, mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa,
dan mengetahui peningkatan hasil belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dengan dua siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 4
SD Negeri Suruh 01 yang berjumlah 36 siswa. Teknik pengumpulan data
menggunakan tes dan non tes. Instrumen penelitian ini menggunakan soal cerita,
wawancara, lembar kuesioner dan observasi. Analisis data yang digunakan adalah
analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan hasil belajar dalam menyelesaikan soal cerita pada mata pelajaran
matematika di kelas 4 SD Negeri Suruh 01. Hal tersebut dapat dibuktikan dari
meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa dari kondisi awal (pra siklus) yaitu
60,82 (tidak kritis) menjadi 74,21 (cukup kritis) pada kondisi akhir siklus II.
30
Peningkatan juga terjadi pada hasil belajar siswa dari nilai rata-rata hasil belajar pada
kondisi awal 61,85 meningkat pada siklus I menjadi 69 dan pada siklus II menjadi
80. Persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat dari kondisi awal
44,84%, meningkat menjadi 69,44% pada evaluasi siklus I dan menjadi 88,89% pada
evaluasi siklus II.
Model Problem Based Learning (PBL) Berbasis Media Interaktif Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Pada Sub Tema
Lingkungan Tempat Tinggalku Kelas 4 Sd, jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas. Tujuan dari penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik dengan menerapkan model
Problem Based Learning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model
Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil
belajar siswa. Tingkat kemampuan berpikir kritis pada kategori cukup dengan rata-
rata pada siklus I adalah 2,71, meningkat di siklus II menjadi 2,98. Ketercapaian
ketuntasan hasil belajar siswa pada pra siklus adalah 19%, meningkat di siklus I
menjadi 50%, kembali mengalami peningkatan di siklus II menjadi 78% (Ardyanto,
Y., Koeswati, H. D., & Giarti, S. (2018)).
Wardani, F. I. P., Mawardi, M., & Astuti, S. (2018), Perbedaan Hasil Belajar
Matematika Kelas 4 SD dalam Pembelajaran Menggunakan Model Discovery
Learning dan Problem Based Learning. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk
menguji ada tidaknya perbedaan secara signifikan hasil belajar matematika kelas 4
SD dalam pembelajaran menggunakan model discovery learning dan problem based
learning di Gugus Slamet Riyadi Ampel-Boyolali. Jenis penelitian ini adalah
penelitian eksperimen semu (quasi experimental) dengan desain Nonequivalent
Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 4 SD
Gugus Slamet Riyadi Ampel-Boyolali. Sampel penelitian yang diambil yaitu siswa
kelas 4 SDN 1 Kaligentong (SD inti), siswa kelas 4 SDN 2 Urutsewu dan siswa kelas
4 SDN 3 Urutsewu. Instrumen pengumpulan data menggunakan lembar observasi
dan soal tes. Teknik analisis data menggunakan Uji-T. Berdasarkan hasil penelitian
serta analisis data, disimpulkan bahwa hasil belajar menggunakan model discovery
learning lebih tinggi secara signifikan dibanding model pembelajaran problem based
learning. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil uji thitung sebesar -2,282 dengan
diperoleh signifikasi sebesar 0,026 lebh kecil dari α = 0,05 (0,026 < 0,05), karena
nilai signifikasi (2-tailed) pada independent sample t test lebih kecil dari 0,05 maka
31
Ho ditolak dan Ha diterima. Oleh karena model discovery learning lebih efektif maka
guru disarankan mengunakan model tersebut guna meningkatkan hasil belajar siswa.
Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model
Problem Based Learning Siswa Kelas V Sd Negeri 5 Kutosari. Peningkatan
Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika melalui Model Problem Based Learning
Siswa Kelas V SD Negeri 5 Kutosari. Tujuan penelitian ini adalah (1)
mendeskripsikan langkah-langkah penerapan model Problem Based Learning, (2)
meningkatkan keaktifan, dan (3) meningkatkan hasil belajar matematika. Penelitian
ini menggunakan teknik Penelitian Tindakan Kelas kolaboratif. Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas V berjumlah 16 siswa. Prosedur penelitian tindakan kelas berupa
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan
dalam dua siklus masing-masing siklus tiga pertemuan. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah observasi, wawancara, angket, dan tes. Validitas data
menggunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Analisis data
menggunakan teknik analisis kuantitatif dan kualitatif, meliputi reduksi data, sajian
data, dan verifikasi data. Hasilnya menunjukkan bahwa penerapan model Problem
Based Leaning dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika pada
siswa kelas V Sekolah Dasar (Vitasari, R., 2013).
Gunantara, G., Suarjana, I. M., & Riastini, P. N. (2014), Penerapan Model
Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran
Matematika melalui penerapan model pembelajaran Problem Based learnig (PBL).
Subjek pada penelitian ini berjumlah 28 orang. Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah data tentang kemampuan pemecahan masalah matematika
dengan metode observasi dan tes. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan
model pembelajaran Problem Based learning (PBL) dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah yakni dari siklus I ke siklus II sebesar 16,42% dari
kriteria sedang menjadi tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah pada mata pelajaran Matematika.
Sochibin, A., Dwijananti, P., & Marwoto, P. (2009), penelitian tindakan kelas
ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa terhadap
pokok bahasan air dan sifatnya, selain itu juga untuk mengetahui pertumbuhan dan
32
perkembangan keterampilan bepikir kritis siswa kelas IV semester gasal SDN
Sekaran 01 Gunungpati Semarang tahun ajaran 2008/2009. Metode dokumentasi,
metode tes, dan metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data. Data hasil
pemahaman konsep diperoleh dengan mengadakan tes setelah selesai pembelajaran
baik siklus I maupun siklus II, sedangkan untuk data keterampilan berpikir kritis
diadakan observasi pada saat pembelajaran berlangsung. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa model pembelajaran Inquiry terpimpin dapat meningkatkan
pemahaman konsep siswa dan menumbuhkembangkan keterampilan berpikir kritis
siswa kelas IV SD pokok bahasan air dan sifatnya.
Agustin, V. N. (2013), hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 01 Wanarejan
tahun 2010/2011 masih rendah karena penyampaian materi didominasi metode
ceramah, guru kurang mengaitkan penyampaian materi dengan permasalahan nyata,
siswa kurang aktif dalam belajar. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil
dan aktivitas belajar siswa kelas IV serta performansi guru pada materi pecahan
melalui model PBL di SD Negeri 01 Wanarejan Pemalang. Penelitian ini
menggunakan desain penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus.
Setiap siklusnya terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tes (tes formatif) dan non tes
(observasi dan dokumentasi). Hasil penelitian pada siklus I, nilai rata-rata mencapai
68,14 dan persentase tuntas belajar klasikal 70,59%. Pada siklus II nilai rata-rata
meningkat menjadi 84,31 dan persentase tuntas belajar klasikal menjadi 92,16%.
Rata-rata kehadiran siswa pada siklus I 97,39% dan siklus II tetap 97,39%.
Keterlibatan siswa dalam pembelajaran siklus I 66,28% (tinggi) dan meningkat pada
siklus II menjadi 76,50% (sangat tinggi). Nilai performansi guru pada siklus I 82,25
(AB) dan meningkat pada siklus II menjadi 93,58 (A). Dapat disimpulkan bahwa
model PBL dapat meningkatkan hasil dan aktivitas belajar siswa serta performansi
guru dalam pembelajaran matematika materi pecahan di kelas IV SD Negeri 01
Wanarejan Pemalang.
Wulandari, E. (2012), tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan proses
dan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Mudal dengan
menerapkan model PBL. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas ( PTK ).
Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus, dengan tiap siklus terdiri atas perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas V
SD Negeri Mudal yang berjumlah 21 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
33
penerapan model PBL dapat meningkatkan proses dan hasil belajar IPA siswa kelas
V SD Negeri Mudal.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk meningkatkan aktivitas belajar IPA
melalui penerapan Model Problem Based Learning , siswa kelas IV SD Negeri 8
Kesiman (2) Untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui penerapan Model
Problem Based Learning , siswa kelas IV SD Negeri 8 Kesiman. Penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas (PTK). PTK atau classroom action research merupakan
penelitian yang bersifat aplikasi (terapan), terbatas, segera, dan hasilnya untuk
memperbaiki dan menyempurnakan program pembelajaran yang sedang
berjalan.Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri 8 Kesiman Tahun Ajaran
2012/2013, sebanyak 30 siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan metode (1) observasi, (2) tes. Data yang didapatkan melalui
metode observasi adalah data tentang aktivitas belajar IPA siswa. Data tersebut
kemudian dianalisis dengan teknik deskriptif-kuantitatif. Data yang didapatkan
melalui metode tes adalah data tentang hasil belajar IPA. Data tersebut kemudian
dianalisis dengan teknik deskriptif-kuantitatif. Hasil penelitian pada aktivitas dan
hasil belajar IPA menunjukkan bahwa (1) terjadi peningkatan persentase skor rata-
rata aktivitas belajar IPA sebesar 13,9% dari 57,4% pada siklus I menjadi 71,3%
pada siklus II. (2) terjadi peningkatan skor rata-rata hasil belajar IPA sebesar 30%
dari 66,33 pada siklus I menjadi 81,67 pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan Model Problem Based Learning dalam
mata pelajaran IPA khususnya di kelas IV SD Negeri 8 Kesiman dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar IPA (Manuaba, I. S., & Meter, I. G. (2013)).
Nuraini, F. (2017), tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendiskripsikan langkah-langkah penerapan model PBL dalam meningkatkan hasil
belajar IPA siswa kelas 5 SD. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) dilaksanakan dalam 2 siklus. Pengumpulan data menggunakan teknik tes dan
non tes, data dianalisis menggunakan teknik diskriptif. Subyek penelitian adalah
kelas 5 SDN Krandon Lor 01 Suruh berjumlah 16 siswa. Hasil penelitian
menunjukkan, hasil belajar kognitif yang tuntas dari pra siklus 7 siswa (44%)
meningkat menjadi 12 siswa (76%) pada siklus I dan meningkat menjadi 16 siswa
(100%) pada siklus II. Hasil belajar afektif pada siklus I dan siklus II menunjukkan
rata-rata sikap menghormati 88 meningkat menjadi 97, partisipasi 77 meningkat
menjadi 91, bekerjasama 78 meningkat menjadi 86, tanggung jawab 83 meningkat
34
menjadi 89. Hasil belajar psikomotor pada siklus I dan siklus II rata-rata aspek
ketrampilan membawa alat dan bahan 72 meningkat menjadi 89, mengoprasikan alat
81 meningkat menjadi 89, ketelitian 81 menjadi 91, dan mendemonstrasikan 83
meningkat menjadi 97. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA, baik hasil
belajar kognitif, afektif dan psikomotorik.
Lamalelang, E. (2017), bertujuan untuk menerapkan strategi pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam
pembelajaran PKn kelas IV SDN Sawit, Sewon Bantul. Penelitian ini merupakan
jenis penelitian tindakan kelas dengan model Kemmis Taggart. Subjek penelitian
adalah siswa kelas IV yang berjumlah 33 siswa. Teknik pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data
menggunakan deskripsi kuantitatif dan deskripsi kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa adanya peningkatan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran
PKN kelas IV melalui penerapan strategi pembelajaran PBL. Peningkatan tersebut
dapat dilihat dari hasil observasi dengan persentasi partisipasi aktif siswa pratindakan
42% menjadi 67% pada siklus I, kemudian meningkat pada siklus II menjadi 85%.
1.7 Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran Problem-Based Learning pada tema lingkungan sahabat kita
dapat meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar siswa. Dengan pemikiran jika
menggunakan model pembelajaran Proble-Based Learning diharapkan siswa akan
mampu meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar yang semula rendah akan
menjadi tinggi. Kemudian, siswa juga sadar akan pentingnya tujuan pembelajaran
yang akan dicapai, bukan hanya sadar namun juga harus termotivasi dalam
mengikuti pembelajaran di kelas.
Selanjutnya melalui model pembelajaran Probelm-Based Learning ini peserta
didik diharapkan dapat aktif dan bekerjasama dalam kelompok. Dalam pembelajaran
PBL siswa terlibat aktif dalam memecahkan masalah melalui kegiatan diskusi. Hal
yang paling mendasari dalam model pembelajaran Problem-Based Learning yaitu
dengan menggunakan strategi tutor sebaya, diharapkan siswa akan lebih memahami
materi pelajaran karena siswa di ajar dengan temannya sendiri menggunakan gaya
bahasa yang setara dan tidak merasa sungkan dalam bertanya tentang hal-hal yang
belum dipahami. Pembelajaran model pembelajaran Problem-Based Learningjuga
35
dapat mengaktifkan siswa sehingga siswa akan mempunyai keinginan untuk
membatu temannya sehingga akan tercipta suasana yang aktif, menyenangkan,
inovatif dan kondusif yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar. Dalam
penyampaian materi pelajaran, model pembelajaran Problem-Based Learning
diharapkan siswa akan lebih tertarik mengikuti pembelajaran tema lingkungan
sahabat kita dengan baik sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
1.8 Hipotesa Tindakan
Mengacu pada keseluruhan pemaparan kajian pustaka dan kerangka berfikir,
maka menjadi hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah:
1. Model Pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) dapat meningkatkan
keaktifan belajar siswa pada tema lingkungan sahabat kita di kelas V SD Negeri
Salatiga 10 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran
2017/2018.
2. Model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil
belajar pada tema lingkungan sahabat kita di kelas V semester SD Negeri
Salatiga 10 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun 2017/2018.