27
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika A. Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika adalah salah satu pengetahuan tertua, terbentuk dari penelitian bilangan dan ruang. Matematika adalah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam. Reys, dkk (1984) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika itu adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Menurut Herman Hudoyo (dalam Karso, dkk, 1998 : 1.41) menyatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide, konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif. Sedangkan menurut Tambunan (dalam Karso, dkk, 1998 : 1.42) menyatakan bahwa matematika adalah pengetahuan mengenai kuantiti dan ruang. Berdasarkan dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang mengenai logika dan masalah-masalah yang menarik dan sering disebut sebagai ilmu pasti. B. Pembelajaran Matematika di SD Anak usia SD adalah anak yang berada pada usia sekitar 7 sampai 12 tahun. Menurut Piaget anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap operasi konkrit artinya siswa siswa SD belum berpikir formal. Ciri-ciri anak-anak pada tahap ini dapat memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit, belum dapat berpikir deduktif, berpikir secara transitif. Sebagaimana kita ketahui, matematika adalah ilmu deduktif, formal, hierarki dan menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti yang padat. Karena adanya perbedaan karakteristik antara matematika dan anak usia SD, maka matematika akan sulit dipahami oleh anak SD jika diajarkan tanpa memperhatikan tahap berpikir anak SD. Seorang guru hendaknya mempunyai kemampuan untuk menghubungkan antara dunia anak yang belum dapat berpikir

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 A. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/835/3/T1_292008077_BAB II.pdfmerupakan hal yang tidak masuk akal dan menyulitkan bagi anak

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Matematika

A. Pengertian Matematika

Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti

belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde

atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika adalah

salah satu pengetahuan tertua, terbentuk dari penelitian bilangan dan ruang.

Matematika adalah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan

cabang dari ilmu pengetahuan alam. Reys, dkk (1984) dalam bukunya mengatakan

bahwa matematika itu adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola

berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Menurut Herman Hudoyo (dalam

Karso, dkk, 1998 : 1.41) menyatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide,

konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif.

Sedangkan menurut Tambunan (dalam Karso, dkk, 1998 : 1.42) menyatakan

bahwa matematika adalah pengetahuan mengenai kuantiti dan ruang. Berdasarkan

dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah

ilmu pengetahuan yang mengenai logika dan masalah-masalah yang menarik dan

sering disebut sebagai ilmu pasti.

B. Pembelajaran Matematika di SD

Anak usia SD adalah anak yang berada pada usia sekitar 7 sampai 12 tahun.

Menurut Piaget anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap operasi konkrit artinya

siswa siswa SD belum berpikir formal. Ciri-ciri anak-anak pada tahap ini dapat

memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit, belum dapat berpikir

deduktif, berpikir secara transitif. Sebagaimana kita ketahui, matematika adalah ilmu

deduktif, formal, hierarki dan menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti yang

padat. Karena adanya perbedaan karakteristik antara matematika dan anak usia SD,

maka matematika akan sulit dipahami oleh anak SD jika diajarkan tanpa

memperhatikan tahap berpikir anak SD. Seorang guru hendaknya mempunyai

kemampuan untuk menghubungkan antara dunia anak yang belum dapat berpikir

7

secara deduktif agar dapat mengerti matematika yang bersifat deduktif. Matematika

yang merupakan ilmu dengan objek abstrak dan dengan pengembangan melalui

penalaran deduktif telah mampu mengembangkan model-model yang merupakan

contoh dari sistem itu yang pada akhirnya telah digunakan untuk memecahkan

persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga dapat mengubah pola pikir

seseorang menjadi pola pikir yang matematiks, sistimatis, logis, kritis dan cermat.

Tetapi sistim matematika ini tidak sejalan dengan tahap perkembangan mental anak,

sehingga yang dianggap logis dan jelas oleh orang dewasa pada matematika, masih

merupakan hal yang tidak masuk akal dan menyulitkan bagi anak.

Faktor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran

matematika, selain bahwa tahap perkembangan berpikir siswa SD belum formal atau

masih konkrit adalah adanya keanekaragaman intelegensi siswa SD serta jumlah

siswa SD yang cukup banyak dibandingkan guru yang mengajar matematika.

Matematika yang dipelajari oleh siswa SD dapat digunakan oleh siswa SD untuk

kepentingan hidupnya sehari-hari dalam kepentingan lingkungannya, untuk

membentuk pola pikir yang logis, sistimatis, kritis, dan cermat dan akhirnya dapat

digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain.

C. Pembelajaran

Sebelum menggunakan kata pembelajaran, dikenal kata pengajaran. Pengajaran

bermakna kegiatan mengajar yang dilaksanakan oleh guru untuk menyampaikan

pengetahuan kepada siswa. Dalam konsep ini guru bertindak dan berperan aktif,

bahkan sangat menonjol dan bersifat menentukan segalanya. Guru lebih mendominasi

kegiatan belajar dan mengajar. Seiring berkembangnya pembaharuan dan inovasi di

bidang pendidikan, pengajaran berkembang menjadi pembelajaran. Pengajaran

memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja.

Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan

peserta didik. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Wikipedia, 2009:1). Pembelajaran

merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan

ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap

dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses

8

untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Menurut

Poerwadarminta (2005:7) menyebutkan pembelajaran merupakan terjemahan dari kata

“Instruction” yang dalam bahasa Yunani disebut “instructus” atau “instruere” yang

berarti menyampaikan pikiran. Dengan demikian arti intruksional adalah penyampaian

pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui pembelajaran. Pengertian

ini lebih mengarah kepada guru sebagai pelaku perubahan.

Menurut Darsono (2001) menyebutkan pembelajaran (pengertian secara umum)

adalah “suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah

laku siswa berubah kearah yang lebih baik”.

Pada dasarnya ada lima prinsip yang menjadi landasan pengertian pembelajaran

Sudjana (1991:2) yaitu :

1. Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku .

Prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran itu adalah

adanya perubahan perilaku dalam diri individu walaupun tidak semua perubahan

perilaku individu merupakan hasil pembelajaran.

2. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan,

Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi semua aspek

perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek saja. Perubahan itu meliputi aspek

kognitif , afektif, dan motorik.

3. Pembelajaran merupakan suatu proses.

Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu

aktivitas yang berkesinambungan di dalam aktivitas itu terjadi adanya tahapan-

tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah.

4. Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan adanya

suatu tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa

pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang harus dipuaskan dan

adanya tujuan yang ingin dicapai. Belajar tidak akan efektif tanpa adanya dorongan

dan tujuan.

9

5. Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman .

Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang ternyata

dengan tujuan tertentu, pembelajaran merupakan bentuk interaksi individu dengan

lingkungannya sehingga banyak memberikan pengalaman dari situasi nyata.

Jadi dalam pembelajaran, guru membelajarkan siswa dengan kata lain membuat siswa

belajar untuk mencapai hasil yang optimal. Selain itu, dalam pembelajaran akan terjadi

interaksi antara siswa dengan lingkungannya.

Secara umum ciri – ciri pembelajaran antara lain :

1. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis.

2. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar.

3. Pembelajaran dapat menyediakan bahan menarik dan menantang bagi siswa.

4. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik.

5. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan

bagi siswa.

6. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran baik secara fisik

maupun psikologis.

D. Belajar

Belajar merupakan salah satu bentuk perilaku yang amat penting bagi

kelangsungan hidup manusia. Belajar membantu manusia menyesuaikan diri

(adaptasi) dengan lingkungannya. Dengan adanya proses belajar inilah manusia

bertahan hidup (survived). Belajar secara sederhana dikatakan sebagai proses

perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, terjadi dalam jangka waktu

waktu tertentu. Perubahan yang itu harus secara relative bersifat menetap

(permanent) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak (immediate

behavior) tetapi juga pada perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang (potential

behavior). Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa perubahan-perubahan tersebut

terjadi karena pengalaman. Perubahan yang terjadi karena pengalaman ini

membedakan dengan perubahan-perubahan lain yang disebabkan oleh kemasakan

(kematangan). Menurut (Drs.Slameto dalam belajar dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya) belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

10

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

E. Aktivitas Belajar

Dalam setiap pembelajaran pasti melakukan aktivitas sebab aktivitas merupakan

perbuatan untuk mengubah tingkah laku. Sardiman (2008 : 95) mengatakan bahwa

belajar pada prinsipnya adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi

melakukan kegiatan. Tidak ada belajar tanpa aktivitas. Aktivitas merupakan segala

kegiatan yang dilaksanakan baik jasmani maupun rohani menurut (Sriyono, Yasa :

2008). Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas pembelajaran

itu sangat penting dalam prinsip atau asas dalam kegiatan atau interaksi belajar

mengajar.

Aktifitas merupakan hal yang dilakukan selama kegiatan belajar mengajar. Oleh

karena itu siswa dituntut aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Ada beberapa jenis

aktivitas pembelajaran menurutPaul B. Diedrich dalam sadarman (2008 : 28)

mengelompok aktivitas pembelajaran sebagai berikut :

a. Visual Activities meliputi membaca dan memperhatikan gambar demontrasi.

b. Oral Activities meliputi bertanya, memberi saran, memberi pendapat, mengadakan

diskusi, wawancara.

c. Listening Activities meliputi uraian, percakapan, dan pidato.

d. Writing Activities meliputi menulis cerita, karangan, dan laporan.

e. Drawing Activities meliputi menggambar, dan membuat grafik.

f. Motor Activities meliputi bermain, berkebun, dan bertenak.

g. Mental Aktivities meliputi mengingat, memecahkan soal, dan mengambil

keputusan.

h. Emotional Activities meliputi merasa bosan, gembira, bergairah, dan tenang.

Aktivitas-aktivitas tersebut disesuaikan dengan aktivitas yang mungkin sering muncul

berdasarkan tahapan pembelajaran interaktif antara guru dan siswa.

11

F. Hakekat Hasil Belajar

Perubahan sebagai hasil dari proses yang dapat ditunjukan dalam berbagai

bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, kecakapan serta

aspek serta aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar (Sudjana, 1989:5).

Menurut Slameto (2003:54) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu:

a. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang di sebut faktor individu (Intern),

yang meliputi :

1. Faktor biologis meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan. Jika

salah satu dari faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi

belajar.

2. Faktor Psikologis meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian

ingatan berfikir.

3. Faktor kelelahan meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani

nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk.

Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan

kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu akan

hilang.

b. Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor Ekstern, yang

meliputi:

1. Faktor Keluarga: Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan

terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat

menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar.

2. Faktor Sekolah meliputi : metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan

siswa, siswa dengan siswa, dan berdisiplin di sekolah.

3. Faktor Masyarakat meliputi : bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat

mempengaruhi prsetasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah

lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk

lebih giat belajar.

Menurut (Sudjana 1989 : 5) Perubahan sebagai hasil dari proses yang dapat

ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan, pemahaman, ketrampilan,

12

kecakapan serta aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Pendapat

lain mengatakan seorang yang telah melakukan perbuatan belajar akan terlihat

terjadinya perubahan pada pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan,

apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap

(Hamalik, 2001:30)

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas dapat dikaji

bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Aktivitas belajar individu

memang tidak selamanya menguntungkan. Kadang-kadang juga lancar, kadang

mudah menangkap apa yang dipelajari, kadang sulit mencerna mata pelajaran.

Dalam keadaan dimana anak didik/ siswa dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah

yang disebut belajar. Berdasarkan pendapat dari para ahli dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar nilai-nilai yang dicapai oleh seseorang dengan kemampuan maksimal.

2.2 Media Pembelajaran

A. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari kata latin merupakan bentuk jamak dari kata “Medium”

secara harfiah kata tersebut mempunyai arti kata perantara atau pengantar. Akan

tetapi sekarang kata tersebut digunakan, baik untuk bentuk jamak maupun mufrad.

Kemudian telah banyak pakar dan juga yang memberikan batasan mengenai

pengertian media. Beberapa diantaranya mengemukakan bahwa media adalah

sebagai berikut :

1. Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan

pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru (Scrham,1977)

2. Sarana komunikasi dalam bentuk cetak, audio-visual maupun teknologi kerasnya

(NEA,1969).

3. Alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar

(Briggs,1970).

4. Segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan

(AECT,1977).

5. Berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa

untuk belajar (Gagne,1970).

13

6. Segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat

merangsangpikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar

(Miarso,1989).

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa :

a. Media pembelajaran merupakan wadah dari pesan.

b. Materi yang ingin disampaikan adalah pesan pembelajaran.

c. Tujuan yang ingin dicapai adalah proses pembelajaran.

Selanjutnya penggunaan media secara aktif akan memperbesar kemungkinan

bagi siswa untuk belajar lebih banyak, mencamkan apa yang dipelajarinya lebih baik,

dan meningkatkan penampilan dalam melakukan ketrampilan sesuai dengan yang

menjadi tujuan pembelajaran. Rossi dan Breidle (1966:3) mengemukakan bahwa

media pembelajaran merupakan seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk

mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, komik, dan

sebagainya.

Sedangkan menurut Gerlach dan Ely (1980:224) menyatakan bahwa secara

umum media meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan

kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.

Jadi dapat disimpulkan bahwa media bukan hanya alat perantara seperti TV, radio,

slide, bahan cetak, tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau

dapat juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi, dan

lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah ketrampilan. Beberapa faktor

yang merupakan karakteristik media menurut Jerold Kemp (1986) antara lain:

1. Kemampuan dalam menyajikan gambar (Presentasion).

2. Faktor ukuran (Size); besar atau kecil.

3. Faktor warna (Colour); hitam putih atau berwarna.

4. Faktor gerak; diam atau bergerak.

5. Faktor bahasa; tertulis atau lisan.

6. Faktor keterikatan antara gambar dan suara: gambar saja, suara saja, atau

gabungan antara gambar dan suara.

14

B. Macam-Macam Media Pembelajaran

Menurut Anderson (1976) daftar kelompok media instruksional sebagai berikut:

No Kelompok Media Media Instruksional

1. Audio 1. Pita Audio (Rol atau Kaset).

2. Piringan Audio.

3. Radio (Rekaman Siaran).

2. Cetak 1. Buku Teks Terprogram.

2. Buku Pegangan Manual

3. Buku Tugas.

3. Audio - Cetak 1. Buku Latihan Dilengkapi Kaset.

2. Gambar/Poster (Dilengkapi Audio).

4. Proyek Visual Diam 1. Film Bingkai (Slide).

2. Film Rangkai (Berupa Pesan Verbal).

5. Proyek Visual Diam

Dengan Audio

1. Film Bingkai (Slide) Suara.

2. Film Rangkai Suara.

6. Visual Gerak 1. Film Bisu Dengan Judul (Caption).

7. Visual Gerak Dengan

Audio

1. Film Suara.

2. Video/VCD/DVD.

8. Benda 1. Benda Nyata.

2. Model Tiruan (Mock Up).

9. Komputer 1. Media Berbasis Komputer (CAI dan

CMI)

15

C. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Menurut Wilkinson, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih

media pembelajaran yaitu:

a. Tujuan

Media yang dipilih hendaknya menunjang tujuan pembelajaran yang

dirumuskan. Tujuan yang dirumuskan ini adalah kriteria yang paling cocok,

sedangkan tujuan pembelajaran yang lain merupakan kelengkapan dari kriteria

utama.

b. Ketepatgunaan

Jika materi yang dipelajari adalah bagian-bagian yang penting dari benda,

maka gambar seperti bagan dan slide dapat digunakan. Apabila yang dipelajari

adalah aspek-aspek yang menyangkut gerak, maka media film atau video akan

lebih tepat. Wilkinson menyatakan bahwa penggunaan bahan-bahan yang

bervariasi menghasilkan dan meningkatkan pencapaian akademik.

c. Keadaan siswa

Media akan lebih efektif digunakan apabila tidak tergantung dari beda

interindividual antara siswa. Misalnya jika siswa tergolong tipe auditif atau visual

maka siswa yang tergolong auditif dapat belajar dengan media visual dari siswa

yang tergolong visual dapatjuga belajar dengan menggunakan media auditif.

d. Ketersediaan

Walaupun suatu media dinilai sangat tepat untuk mencapai tujuan

pembelajaran, media tersebut tidak dapat digunakan jika tidak tersedia. Menurut

Wilkinson, media merupakan alat mengajar dan belajar, peralatan tersebut harus

tersedia ketika dibutuhkan untuk memenuhi keperluan siswa dan guru.

e. Biaya

Biaya yang dikeluarkan untukmemperoleh dan menggunakan media,

hendaknya benar-benar seimbang dengan hasil-hasil yang akan dicapai. Menurut

Canei, R. Springfield, dan Crack, C (1998:62) dasar pemilihan alat bantu visual

adalah memilih alat bantu yang sesuai dengan kematangan, minat, dan

kemampuan kelompok, memilih alat bantu secara tepat untuk kegiatan

pembelajaran, mempertahankan keseimbangan dalam jenis alat bantu yang

16

dipilih, menghindari alat bantu yang berlebihan, serta mempertanyakan apakah

alat bantu tersebut diperlukan dan dapat mempercepat pembelajaran atau tidak.

Salah satu dari media pembelajaran adalah alat peraga.

D. Fungsi Media Pembelajaran

Fungsi media, khususnya media visual juga dikemukakan oleh Levie dan Lentz,

seperti yang dikutip oleh Arsyad (2002) bahwa media tersebut memiliki empat fungsi

yaitu: fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Dalam

fungsi atensi, media visual dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk

berkonsentrasi kepada isi pelajaran. Fungsi afektif dari media visual dapat diamati dari

tingkat “kenikmatan” siswa ketika belajar (membaca) teks bergambar. Dalam hal ini

gambar atau simbol visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa.

Berdasarkan temuan-temuan penelitian diungkapkan bahwa fungsi kognitif media

visual melalui gambar atau lambang visual dapat mempercepat pencapaian tujuan

pembelajaran untuk memahami dan mengingat pesan/ informasi yang terkandung

dalam gambar atau lambang visual tersebut. Fungsi kompensatoris media

pembelajaran adalah memberikan konteks kepada siswa yang kemampuannya lemah

dalam mengorganisasikan dan mengingat kembali informasi dalam teks. Dengan kata

lain bahwa media pembelajaran ini berfungsi untuk mengakomodasi siswa yang lemah

dan lambat dalam menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dalam bentuk

teks (disampaikan secara verbal).

Dengan menggunakan istilah media pengajaran, Sudjana dan Rivai (1992)

mengemukakan beberapa manfaat media dalam proses belajar siswa, yaitu:

a. Dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa karena pengajaran akan lebih

menarik perhatian mereka;

b. Makna bahan pengajaran akan menjadi lebih jelas sehingga dapat dipahami siswa

dan memungkinkan terjadinya penguasaan serta pencapaian tujuan pengajaran

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata didasarkan atas

komunikasi verbal melalui kata-kata; dan

d. Siswa lebih banyak melakukan aktivitas selama kegiatan belajar, tidak hanya

mendengarkan tetapi juga mengamati, mendemonstrasikan, melakukan langsung,

dan memerankan.

17

2.3 Penggunaan Komik Dan Permainan Kartu Bilangan Dalam Pembelajaran

Matematika

A. Pengertian Komik

Komik adalah sebuah media yang menyampaikan cerita dengan visualisasi

atau ilustrasi gambar, dengan kata lain komik adalah cerita bergambar, dimana

gambar berfungsi untuk pendeskripsian cerita agar si pembaca mudah memahami

cerita yang disampaikan oleh si pengarang. Biasanya komik sangat digemari oleh

orang-orang yang mempunyai tipe belajar visual karena dalam komik suatu cerita

disampaikan dengan dominasi gambar yang sangat menonjol. Kadang komik

bersifat menghibur sehingga kalangan penggemar komik adalah anak-anak dan

remaja.

Komik yang sering kita temukan adalah komik-komik yang bercerita superhero,

cerita kartun dan legenda. Akan tetapi komik pun dapat dirancang dengan gagasan

yang berisi materi atau nilai-nilai yang positif yaitu berisi tentang nilai-nliai sosial,

budaya, agama dan ekonomi. Komik mempunyai unsur dasar visual yaitu komik

dapat dipakai sebagai alat penyampai pesan yang berisi arti dan makna sehingga

terjadi komunikasi visual antara pesan yang disampaikan oleh komik tersebut

dengan si pembaca melalui daya imajinasinya.

B. Jenis Komik

a. Komik karikatur

Komik karikatur biasanya hanya berupa satu tampilan saja, dimana di

dalamnya bisa terdapat beberapa gambar yang dipadu dengan tulisan-tulisan.

Biasanya komik tipe kartun/ karikatur ini berjenis humor (banyolan) dan editorial

(kritikan) atau politik (sindiran) dapat menimbulkan sebuah arti sehingga

pembaca dapat memahami maksud dan tujuannya. Bisa dilihat pada surat

kabar maupun majalah yang menampilkan gambar kartun/karikatur dari sosok

tokoh tertentu.

18

b. Komik Strip

Komik Strip (Strip comic) adalah sebuah gambar atau rangkaian gambar

yang berisi cerita. Komik Strip ditulis dan digambar oleh seorang kartunis, dan

diterbitkan secara teratur (biasanya harian atau mingguan) di surat kabar dan di

internet. Biasanya terdiri dari 3 hingga 6 panel atau sekitarnya. Penyajian isi

cerita juga dapat berupa humor/ banyolan atau cerita yang serius dan menarik

untuk disimak setiap periodenya hingga tamat.

c. Buku Komik

Rangkaian gambar-gambar, tulisan, dan cerita dikemas dalam bentuk

sebuah buku (terdapat sampul dan isi). Buku Komik (Comic Book) ini sering

disebut sebagai komik cerita pendek, yang biasanya dalam buku komik

berisikan 32 halaman, 48 halaman dan 64 halaman, dimana didalamnya

berisikan isi cerita, iklan, dan lain-lain.

C. Perancangan Komik Sebagai Media Pembelajaran

Dalam kawasan desain, komik sebagai media pembelajaran termasuk ke

dalam sub kawasan desain pesan, yang meliputi proses perencanaan untuk

merekayasa bentuk fisik dari pesan. Pesan atau materi ajar yang hendak

disampaikan direkayasa sehingga dapat dirancang dalam bentuk komik

pembelajaran. Dengan adanya media komik sebagai sumber untuk belajar akan

mempermudah pembelajar dalam proses pembelajaran, khususnya dalam

merealisasi konsep-konsep pelajaran yang bersifat abstrak apabila disajikan dalam

bentuk teori saja dan perlu adanya penyajian konkrit, seperti konsep-konsep pada

ilmu sains.

Dalam hal inilah komik pembelajaran berperan besar dalam menyajikan

konsep-konsep abstrak tersebut ke dalam contoh yang konkrit dalam kehidupan

sehari-hari. Itulah yang menjadi inti penerapan dari teknologi pendidikan, yaitu

untuk memecahkan permasalahan dalam proses belajar, sehingga proses

pembelajaran dapat berjalan efektif, efisien, dan menarik. Dalam mendesain dan

mengembangkan komik pembelajaran, ada beberapa hal penting yang harus

diperhatikan, sehingga penerapan tersebut dapat dikatakan sesuai dengan prinsip

penerapan teknologi pendidikan.

19

Hal-hal yang menjadi prinsip dalam sub kawasan desain pesan, yaitu

perhatian, persepsi, dan daya serap pembelajar, yang mengatur penjabaran

bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim (pembuat komik

pembelajaran) dan penerima (pembelajar yang membaca komik pembelajaran).

Sehingga pesan yang hendak disampaikan dapat diterima dengan baik oleh

penerima pesan tersebut, serta mempertimbangkan persepsi-persepsi yang

mungkin timbul dalam benak penerima pesan.

a) Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat komik pembelajaran

1. Pesan yang didorong oleh isi

Artinya isi dari komik pembelajaran yang dikembangkan harus sesuai

dengan pesan (informasi) yang hendak disampaikan. Sehingga dengan

pengembangan media belajar berupa komik pembelajaran dapat mempermudah

peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau kompetensi tertentu.

2. Strategi pembelajaran yang didorong oleh teori

Pengembangan komik pembelajaran dalam bentuk bahan teks verbal dan

visual sangat bergantung pada teori persepsi visual, teori membaca, dan teori

belajar.

b) Karakteristik Komik Pembelajaran

a. Teks dibaca secara linier, sedangkan visual direkam menurut ruang.

b. Memberikan komunikasi satu arah ynag bersifat pasif.

c. Berbentuk visual yang statis.

d. Pengembangannya bergantung pada prinsip-prinsip linguistik dan persepsi visual.

e. Berpusat pada pembelajar.

f. Informasi dapat diorganisasikan dan distruktur kembali oleh pemakai.

Dalam perancangan sebuah komik yang akan digunakan sebagai media

pembelajaran, adapun tahap-tahap yang harus ditempuh dalam proses pembuatan

antara lain:

1. Tahap Pengidentifikasian Target

Dalam pembuatan komik, kita harus dapat mengidentifikasikan siapa yang

akan menjadi target kita. Dalam hal ini, target adalah si pembaca, kita harus

dapat mengerti selera si pembaca berdasarkan umur yaitu kalangan anak pra

20

sekolah (3-5 Tahun), pada usia ini biasanya anak lebih menyukai komik dengan

tokoh hewan, misalnya: Donal Bebek dan Doraemon, yang berpakaian dan

berbicara seperti manusia. Tetapi anak-anak diusia pra sekolah tidak menyukai

komik yang berunsur teror. Anak pada usia sekolah (6-12 Tahun) biasanya

mereka menyukai komik yang mengandung cerita petualangan,misteri dan

ketegangan. Karena pada usia ini anak lebih cenderung menyukai hal-hal yang

berbau petualangan seiring dengan perkembangan sosialnya dalam

bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Pada usia remaja (15-20 Tahun) mereka telah mengalami perkembangan

yang ketat, baik dari segi sosial, berfikir, berimajinasi dan menanggapi

rangsangan dari luar. Oleh karena itu, sebaiknya komik yang akan disajikan

untuk kalangan anak remaja yaitu hal-hal yang berhubungan dengan roman dan

percintaan. Karena pada usia ini anak mulai memperhatikan lawan jenisnya dan

saling tertarik antara satu dengan yang lain. Pada saat anak beranjak dewasa

(20-25 Tahun) terkadang selera mereka berubah,mereka cenderung menyukai

hal-hal yang berhubungan dengan humor, kejahatan dan masalah-masalah

social,budaya,ekonomi dan politik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Karena pada usia inilah anak sudah mulai berfikir luas seiring dengan

berkembangnya pengetahuan dan intelektualitasnya.

2. Tahap Pengidentifikasian warna

Warna yang akan dipilih oleh si pembuat komik haruslah menyesuaikan

dengan selera si pembaca. Dalam mengklasifikasikan selera si pembaca yaitu

dengan mengklasifikasikan umur si pembaca tersebut. Pada usia pra sekolah

(3-5 Tahun) mereka biasanya menyukai hal yang bercorak warna-warni, karena

pada usia anak mulai dikenalkan berbagai jenis warna dan pada usia inilah daya

fantasi anak sangat tinggi. Di usia sekolah (6-12 Tahun) mereka masih

cenderung menyukai berbagai jenis warna. Akan tetapi di usia 12 tahun mereka

hanya menyukai beberapa warna saja. Oleh karena itu kontras warna yang akan

dipilih sedikit sederhana. Pada usia remaja dan dewasa mereka biasanya tidak

menyukai banyak warna, mereka sudah mempunyai selera warna tersendiri.

21

Oleh karena itu pembuatan komik untuk kalangan remaja dan dewasa janganlah

didominasi corak berbagai warna.

3. Tahap Pembuatan Skenario

Skenario merupakan jantung proses pembuatan komik karena skenario

yang memberikan arah pembuatan cerita komik. Adapun hal-hal yang harus

diperhatikan dalam pembuatan skenario komik antara lain :

a. Tema

b. Alur

c. Setting dalam komik

d. Jendela

e. Halaman

f. Karakter Tokoh (Emosi)

Keenam hal tersebut sangat berperan penting dalam proses pembuatan

skenario komik karena diantara satu dengan yang lain mempunyai

ketergantungan dalam kesempurnaan pesan yang akan disampaikan. Dan

dalam proses pembuatan skenario juga harus memperhatikan selera dan minat

si pembaca. Dalam hal menentukan skenario haruslah menyesuaikan materi

yang akan disampaikan.

4. Tahap Pemilihan Gaya Bahasa

Dalam pemilihan gaya bahasa yang akan digunakan dalam pembuatan

komik harus disesuaikan dengan umur si pembaca karena setiap pembaca

mempunyai daya serap dan intelektualitas yang berbeda-beda. Untuk gaya

bahasa dalam komik yang akan dibuat untuk kalangan anak prasekolah

sebaiknya tidak terlalu sulit dan rumit akan tetapi penuh dengan fantasi atau

sesuatu yang menyenangkan. Pada usia sekolah biasanya anak cenderung

menyukai bahasa-bahasa yang penuh motivasi dan memacu andrenalin. Di usia

ini pun anak belum menguasai istilah - istilah bahasa yang sulit dan rumit

sehingga penggunaan gaya bahasa sedikit dipermudah. Pada usia remaja dan

dewasa, gaya bahasa sedikit ada istilah-istilah bahasa yang bermutu bahkan

menggunakan istilah asing karena harus menyesuaikan perkembangan-

22

perkembangan yang ada di masyarakat. Dan gaya bahasa digunakan untuk

menambah pengetahuan.

5. Tahap Pengaturan Unsur Visual

a. Huruf

Dalam hal pemilihan huruf, haruslah memperhatikan warna pada latar

belakang komik tersebut. Karena jika tidak menyesuaikan dengan warna

latar maka bisa menyebabkan efek negatif bagi si pembaca yaitu iritasi

mata. Huruf yang digunakan harus mudah dibaca dan jelas. Sebaiknya

tidak menggunakan huruf yang berbentuk latin yang rumit.

b. Bentuk dan Garis

Buatlah gambar yang sederhana tetapi jelas artinya dalam bentuk tidak

perlu bersifat naturalis. Hindari garis dan bentuk yang ruwet.

c. Keseimbangan

Dalam penggunaan bentuk, garis, warna, dan huruf harus disusun

secara seimbang, misalnya huruf yang ingin disusun secara simetris/

asimetris maka haruslah seimbang sehingga kesan yang disampaikan

dapat diterima dengan baik.

d. Kesatuan

Kesatuan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain harus

diperhatikan. Hendaknya kesatuan unsur tersebut terlihat jelas, misalnya

judul harus dibuat senyawa dengan apa yang akan dijelaskan dalam komik.

e. Penekanan

Dalam menyajikan pesan atau materi pembelajaran dalam bentuk

komik, maka diperlukan adanya penekanan pada unsur-unsur pokok pesan

yang akan disampaikan, misalnya jika si pengarang akan menjelaskan

makanan 4 sehat 5 sempurna, maka dalam menjelaskan susu sebaiknya

tampilkan gambar susu di tengah-tengah makanan lainnya karena warna

susu itu lemah (putih) bila dibandingkan dengan warna makanan lainnya.

f. Layout (susunan,tata letak)

Unsur-unsur visual seperti gambar, kata-kata, bentuk simbol dan

lainnya harus terlebih dahulu direncanakan bagaimana susunannya dalam

23

medan visual yang akan disajikan. Susunan harus dapat menempatkan

semua unsur secara harmonis (C. Asri Budiningsih, 2003: 112) dalam

proses pembuatan komik harus memperhatikan tahap-tahap tersebut

karena kesalahan atau kekurangan dari salah satu unsur dapat

mempengaruhi unsur-unsur yang lain sehingga pesan yang akan

disampaikan tidak menarik perhatian pembaca.

D. Penggunaan Komik Dalam Pembelajaran Matematika

Langkah-langkah Penggunaan Komik

1. Siswa dibagi menjadi 3 kelompok.

2. Guru membagikan komik pada tiap kelompok.

3. Siswa diminta membaca komik dan mengidentifikasi yang ada dalam bacaan

komik.

4. Tiap kelompok diminta menjelaskan kepada kelompok lain tentang materi yang

dibacanya.

24

5. Siswa diminta bertanya apabila ada yang kurang jelas.

E. Pengertian Permainan kartu bilangan

Kartu bilangan merupakan kartu yang berisi bilangan yang digunakan dalam

kegiatan pembelajaran. Untuk itu penulis menerapkan permainan menggunakan

kartu bilangan yang diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam

mata pelajaran matematika terutama dalam pelajaran pecahan. Dengan adanya

permainan kartu ini diharapkan siswa lebih aktif sehingga tercipta kegiatan belajar

mengajar yang interaktif antara siswa dan guru.

F. Penggunaan Permainan Kartu Bilangan Dalam Pembelajaran Matematika

a. Siklus Pertama

Cara Permaianan

1. Siswa dibagi menjadi 3 kelompok.

2. Setiap kelompok berbaris diantara meja.

3. Setiap kelompok dibagi 1 kardus didepan kelompok yang berisi kartu satu set

yang berupa bilangan pecahan.

4. Guru memegang bilangan pecahan.

5. Kartu pecahan diangkat keatas dan ditunjukan kepada siswa, barisan depan

setiap kelompok berlari kedepan untuk mengambil kartu pecahan dalam bentuk

persen dan desimal.

6. Setiap satu kartu yang diangkat oleh guru dua orang dalam tiap kelompok yang

maju.

25%

0,25

15%

0,15

25

7. Setiap siswa mengambil satu kartu dan menempelkan didepan kelas.

8. Siswa yang lain mengoreksi kelompok mana yang benar dan yang salah.

9. Kartu pecahan kedua diangkat oleh guru dan yang maju kedepan adalah

barisan ketiga setelah itu yang lain mengoreksi kelompok mana yang benar dan

mana yang salah.

10. Lakukan seperti itu hingga semua siswa mendapat giliran.

Kelompok yang benar semua adalah pemenangnya.

b. Siklus kedua

= =

<

Cara Permainan

1. Siswa dibagi menjadi 3 kelompok.

2. Setiap kelompok berbaris diantara meja.

3. Setiap kelompok dibagi 1 kardus didepan kelompok yang berisi kartu bilangan

4. Guru memasang bilangan pecahan dipapan tulis.

5. Siswa barisan depan setiap kelompok diminta berlari kedepan untuk mengambil

kartu dan menempelkan kartu bilangan setelah guru menyebutkan pembanding.

6. Waktu dimulai secara bersamaan.

7. Setiap siswa mengambil satu kartu dan menempelkan didepan kelas.

8. Begitu seterusnya, sampa waktu berakhir.

9. Siswa dan guru mencocokan bersama-sama.

10. Yang banyak benar yang jadi pemenang.

25%

0,25

25%

26

1. = = 50%

2. = = 80%

G. Materi Matematika

Fakta Dasar Pecahan

Pecahan merupakan bagian dari keseluruhan.

Mengubah pecahan biasa kedalam pecahan persen dan sebaliknya.

Persen kepanjangan dari perseratus. Persen digunakan untuk menyatakan bagian

dari kuantitas atau banyak benda tertentu. Lambang persen adalah %. Misalnya

sama dengan 25 persen atau 25%. Cara mengubah pecahan biasa ke persen

Ibu membeli 25 buah jeruk dipasar.

Ternyata ada 3 buah jeruk busuk.

Berapa presentase buah jeruk

punya ibu?

Mengubah persen kedalam pecahan biasa

Contoh

Contoh

Cc

45% =……?

45% = =

Contoh

Sebuah sepatu berharga Rp.50.000,00.

Jika mendapat diskon 20% berapakah

besar diskon yang diperoleh?

Diskon = 20% x 50.000,00

Contoh

27

Mengubah pecahan biasa kedalam pecahan desimal.

Langkah-Langkah

1. Ubahlah pecahan biasa ke bentuk pecahan berpenyebut 10, 100, 1.000, dan

seterusnya.

2. Pecahan yang diperoleh diubah ke bentuk desimal.

Mengubah desimal kedalam pecahan biasa.

Langkah-Langkah

1. Ubahlah bentuk desimal ke bentuk pecahanberpenyebut 10, 100, 1.000, dan

seterusnya.

2. Sederhanakan bentuk pecahan yang diperoleh tersebut.

Mengubah desimal kedalam pecahan persen.

Langkah-Langkah

1) Ubahlah desimal ke bentuk pecahan berpenyebut 100.

2) Dari bentuk pecahan diubah ke bentuk persen.

1.

Contoh

Contoh

28

Mengubah persen kedalam pecahan desimal

Langkah-langkah

1) Ubahlah persen ke bentuk pecahan berpenyebut 100.

2) Pecahan ini diubah ke bentuk desimal.

1.

2.

Contoh

1 2 5, 3 75

Perseribuan

Satuan Perseratusan

Puluhan Persepuluhan

Ratusan

Contoh

29

2.4 Kajian Hasil Penelitian yang relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Indrayani (2008) dengan judul ”upaya

peningkatan pemahaman konsep matematika tentang bilangan pecahan melalui

metode permainan kartu bilangan bagi siswa kelas V SDN Tunggulsari ”, bahwa hasil

observasi awal menunjukkan kemempuan siswa rendah rata-rata 59,17. Diberikan

tindakan pada siklus I dan II dengan menggunakan Permainan Kartu dan dari setiap

siklus diberi Lembar Kerja Siswa berupa laporan hasil kegiatan. Rata-rata nilai pada

siklus I adalah 72,92 dan pada siklus II mencapai 91,66. Dari prestasi belajar yang

dicapai siswa pada siklus I yang memenuhi ketuntasan individu terdapat 7 siswa

(58,33%) yang tuntas dan memenuhi ketuntasan individu, 5 siswa (41,67%) belum

memenuhi kriterian ketuntasan individu. Pada siklus II ada 2 siswa (16,67%) yang

belum mencapai ketuntasan individu dan yang telah mencapai ketuntasan individu 10

siswa (83,33%) menurut ketuntasan kelas sudah dinyatakan tuntas dan dapat

memotivasi siswa untuk belajar. Suasana pembelajaran jadi menyenangkan dan siswa

jadi lebih antusias dalam menerima pelajaran. Dari penelitian yang dilakukan oleh

Indrayani tersebut telah terbukti menguatkan teori bahwa dalam pembelajaran dengan

menggunakan permainan kartu bilangan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nita Nurhayati (2010) dengan judul

Peningkatan Ketrampilan Menulis Karangan Sederhana Dengan Menggunakan Media

Komik Pada Siswa Kelas III SDN Ngaglik 03 Batu”’ Setelah dilakukan analisa data

dengan perhitungan koefisien korelasi, didapatkan hasil koefisien korelasi sebesar

0,410 yang termasuk ke dalam kategori cukup kuat, koefisien determinasi sebesar

16,8%. Hal ini menunjukan bahwa prestasi belajar siswa hanya dipengaruhi oleh faktor

penggunaan komik 16,8%, sedangkan sisanya 83,2% dipengaruhi oleh faktor lain

misalnya minat, motivasi, lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, serta lingkungan

masyarakat. Melalui pengujian uji t statistik didapatkan hasil t hitung sebesar 2,241,

karena t hitung (2,241) tabel (1,699) dengan taraf signifikansi 0,05, hal ini menunjukan

bahwa kinerja penggunaan komik berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa

pada ketrampilan menulis karangan sederhana. Dengan demikian, hipotesis penelitian

yang diajukan sebelumnya yaitu: Peningkatan Ketrampilan Menulis Karangan

Sederhana Dengan Menggunakan Media Komik terbukti kebenarannya. Dari penelitian

30

yang dilakukan oleh indrayani dan nita nurhayati tersebut telah terbukti menguatkan

teori bahwa dalam pembelajaran dengan menggunakan komik dan permainan kartu

bilangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

31

2.5 Kerangka Berfikir

Skema Kerangka Pikir penggunaankomik dan permainan kartu bilangan

Tabel 2.1 Skema Kerangka Berfikir

Kondisi Awal

Tindakan

Kondisi akhir

Guru

Masih menggunakan

pembelajaran konvensional

Pembelajaran

menggunakan komik dan

permainan kartu bilangan

Penggunaan komik dan permainan kartu

bilangan diduga dapat mempengaruhi hasil

belajar siswa pada mata pelajaran matematika

dengan tuntas lebih besar dari KKM sebesar

80%.

Siswa

Hasil belajar siswa

belum memuaskan lebih

rendah dari KKM yaitu

62

Siklus 1

Ada peningkatan

hasil belajar siswa

pada pelajaran

matematika.

Siklus 2

Peningkatan hasil

belajar siswa lebih

besar dari KKM yaitu

lebih dari 62.

32

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, diduga bahwa penggunaan komik dan

permainan kartu bilangan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa pada mata pelajaran

matematika.

2.6 Hipotesis

Hipotesa penelitian berdasarkan kerangka berpikir diatas adalah penggunaan

komik dan permainan kartu bilanganmampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam

mata pelajaran matematika pokok bahasan pecahan siswa kelas V SDN Gunung

Gempol Kecamatan Jumo Kabupaten Temanggung.