Upload
dinhkhue
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan teori
dalam penelitian ini berisi tinjauan sejumlah kajian teori mengenai (1)
Model Pembelajaran, (2) Model Pembelajaran Kooperatif, (3) Model
pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT), (4) hasil
belajar, (5) keaktifan siswa, dan (6) Pembelajaran IPA .
2.1.1 Model Pembelajaran
Menurut Agus Suprijono (2010 : 46) model pembelajaran ialah
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran
di kelas maupun tutorial. Menurut Arends (dalam Agus Suprijno, 2010 :
46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan,
termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam
kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Merujuk pemikiran Joyce (dalam Agus Suprijono, 2010 : 46),
fungsi model adalah “each model guides us as we design intruction to help
students achieve various objectives”. Melalui pembelajaran guru dapat
mambantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, ketrampilan, cara
berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula
sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Berdasarkan kajian-kajian tentang model pembelajaran tersebut di
atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola atau cara
yang digunakanoleh seorang guru yang digunakan sebagai pedoman dalam
7
melaksanakan suatu pembelajaran di kelas agar informasi yang
disampaikan kepada siswa dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi
semua jenis kerja kelompok termasuk betuk-bentuk yang lebih dipimpin
oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum, pembelajaran
kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan
tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan
informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan
masalah yang dimaksud. Pembelajaran kooperatif tidak sekedar seperti
halnya belajar kelompok. Jika pembelajaran kooperatif dilakukan dengan
benar, maka akan dapat meningkatkan keefektifan belajar siswa dan dapat
membantu siswa dalam megikuti pembelajaran.
Slavin (dalam Isjoni, 2011:15) “In cooperative learning methods,
students work together in four member teams to master material initially
presented by the teacher”. Ini berarti bahwa cooperative learning atau
pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem
belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara
kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam
belajar.
Kontruktivisme sosial Vigotsky ( dalam Agus Suprijono, 2010 :
55) berpendapat bahwa penekanan pengetahuan dibangun dan dikontruksi
secara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris.
Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka untuk
mengevaluasi dan memperbaiki pengalaman. Berdasarkan pernyataan
tersebut, dengan menggunakan pembelajaran kooperatif berarti akan
memberi kesempatan siswa untuk bersosialisasi dengan teman yang
lainnya. Selain itu, dengan belajar menggunakan model kooperatif dapat
8
menumbuhkan rasa percaya diri siswa untuk mengemukakan pendapat,
menghargai pendapat orang lain.
Menurut Trianto (2007: 41) pembelajaran kooperatif adalah konsep
yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-
bentuk yanglebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara
umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru,
dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta
menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu
siswa menyelesaikan masalah yang dimaksud.
Model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam
membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna
untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kritis, bekerja sama, dan
memecahkan masalah. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif
pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap
kualitas interaksi dan komunikasi serta bekerja sama dalam satu kelompok
sehingga dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan hasil belajarnya.
Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk
kelompok-kelompok kecil yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh
guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2.1.2.1 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman,
dan mengembangkan ketrampilan sosial (Agus Suprijono, 2010 : 61).
a) Hasil Belajar Akademik
Selain mencakup beragam tujuan sosial, pembelajaran kooperatif
juga dapat memperbaiki hasil belajar siswa atau tugas-tugas akademis
penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam
9
membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.
Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik bagi siswa
kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama
menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b) Penerimaan Terhadap Keragaman
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan
secara luas dari orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, dan
tingkat kecerdasannya. Hal ini memungkinkan setiap siswa untuk belajar
menerima keberagaman yang ada pada setiap anggota kelompoknya.
c) Pengembangan Ketrampilan Sosial
Tujuan penting ketiga dalam pembelajaran kooperatif adalah
mengajarkan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilannya dalam
kegiatan belajar mengajar. Ada banyak keterampilan sosial yang bisa
dilatihkan untuk dikuasai siswa melalui model pembelajaran kooperatif,
misalnya : berbagi tugas dengan seluruh anggota kelompok (team work),
aktif bertanya, aktif mendengarkan, menghargai pendapat orang lain,
memancing teman untuk bertanya atau menjawab pertanyaan, membantu
teman, dan sebagainya.
2.1.3 Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)
Numbered Head Together merupakan salah satu inovasi dari
pembelajaran kooperatif. NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan.
Tujuan dari NHT ini adalah untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam
proses penyampaian materi pembelajaran dan untuk memeriksa
pemahaman mereka tentang isi dari pelajaran tersebut.
Menurut La Iru (2012 : 59),Numbered Head Together (NHT) atau
penomoran berfikir bersama merupakan jenis pembelajaran kooperaif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif
terhadap sumber struktur kelas tradisional. Berdasarkan pernyataan
10
tersebut, dalam NHT tujuan dari model ini adalah agar terjadi interaksi
antar siswa dalam kelompok-kelompoknya.
Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) menurut
Trianto (2007 :62) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai
alternatifterhadap struktur kelas tradisional. Model pembelajaran ini secara
tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi,
mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan,
sehingga lebih produktif dalam pembelajaran.
2.1.3.1 Langkah-langkah Pembelajaran NHT (Numbered Head Together)
Menurut Agus Suprijono (2010 : 92), pembelajaran dengan
menggunakan model Numbered Head Together diawali dengan numbering
atau penomoran. Guru membagi kelas dengan kelompok-kelomponnk
kecil. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan prtanyaan yang harus
dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Langkah berikutnya adalah guru
memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap
kelompok, mereka diberi kesempatan untuk memberi jawaban dari
pertanyaan yang diterimanya dari guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu
guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam sehingga siswa dapat
menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.
Menurut La Iru (2012 : 59) dalam mengajukan pertanyaan kepada
seluruh kelas, guru menggunakan empat fase sebagai sintaks NHT yaitu :
1. Fase 1 : Penomoran
Fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang
dan setiap anggota kelompk diberi nomor antara 1-5.
11
2. Fase 2 : pengajuan pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa atau
berbentuk arahan
3. Fase 3 : berfikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan
itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui
jawaban tim
4. Fase 4 : Menjawab
Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudia siswa yang
nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Menurut Trianto (2007: 63) dalam mengajukan pertanyaan kepada
seluruh kelas, guru menggunakan empat fase sebagai sintaks NHT yaitu :
1. Fase 1 : penomoran
Fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang
dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1
sampai 5.
2. Fase 2: pengajuan pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa atau
berbentuk arahan.
3. Fase 3 : berfikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan
itudan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui
jawaban tim.
12
4. Fase 4 : menjawab
Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang
nomornya sesuai mengacungkan tangannya danmencoba
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Sedangkan menurut Andreas Kosasih (2010: 61) mengatakan
bahwa ada 6 langkah dalam pembelajaran model NHT. Langkah-
langahnya adalah sebagia berikut:
1. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik
dalam kelompok mendapatkan nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakan.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan
memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakan/mengetahui jawabannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dengan nomor
yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
5. Tanggapan dari teman-teman yang lain, kemudian guru
menunjuk nomor lain.
6. Kesimpulan
Berdasarkan dari tahapan-tahapan di atas, bisa dibuat langkah-
langkah pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) sebagai berikut :
a. Pendahuluan
Persiapan
1. Guru melakukan apersepsi
2. Guru menjelaskan tentang model pembelajaran NHT (Numbered
Heads Together)
3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
4. Guru memberikan motivasi
13
b. Kegiatan inti
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads
Together)
Tahap pertama
Penomoran : guru membagi siswa dalam kelompok yang
beranggotakan 3-5 orang dan kepada setiap anggotanya diberi
nomor 1-5.
Tahap kedua
Mengajukan pertanyaan : guru memberikan pertanyaan kepada
semua kelompok dan diminta untuk mengerjakannya.
Tahap ketiga
Berfikir bersama : siswa berfikir bersama dan menyatukan
pendapatnya dari jawaban pertanyaan tersebut serta meyakinkan
tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tersebut.
Tahap keempat
1) Menjawab : guru memanggil siswa dengan nomor tertentu,
kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan
tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan atau
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk seluruh
kelas. Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat
dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.
2) Guru mengamati hasil yang diperoleh masing-masing
kelompok dan memberikan semangat bagi kelompok yang
belum berhasil dengan baik. Guru memberikan soal latihan
sebagai pemantapan terhadap hasil dari pekerjaan mereka.
14
c. penutup
1. Siswa bersama dengan guru menyimpulkan materi yang telah
diajarkan
2. Guru memberikan tugas rumah
3. Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi
yang telah diajarkan.
2.1.3.2 Manfaat Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together)
Ada beberapa manfaat dari model pembelajaran NHT terhadap
siswa yang hasil belajarnya rendah yang dikemukakan Ibrahim (2003)
antara lain :
1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2. Memperbaiki kehadiran
3. Penerimaan terhadap individu lebih besar
4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5. Konflik antar pribadi berkurang
6. Pemahaman yang lebih mendalam
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8. Hasil belajar labih tinggi
2.1.3.3 Kelemahan dan Kelebihan NHT (Numbered Head Together)
Model pembelajaran NHT selain memiliki kelebihan, ternyata juga
memiliki kelemahan jika diterapkan dalam proses pembelajaran. Berikut
beberapa kelemahan dan kelebihan NHT menurut La Iru (2012 : 60) :
a. Kelemahan model pembelajaran NHT :
1. Kemungkinan nomor yang sudah dipanggil guru akan
dipanggil lagi
2. Tidak semua nomor dipanggil oleh guru
15
b. Kelebihan model pembelajaran NHT :
1. Situasi belajar lebih aktif, hidup, bersemangat, dan berdaya
guna.
2. Merupakan latihan berfikir ilmiah dalam menghadapi
masalah.
3. Menumbuhkan sifat objektif, percaya pada diri sendiri,
keberanian serta tanggung jawab dalam menghadapi/
mengatasi permasalahan.
2.1.4 Hasil belajar
2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Winkel (dalam Hamdani, 2011 : 138) mengemukakan
bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh
seseorang. Dengan demikian, hasil belajar seseorang adalah keberhasilan
maksimum seseorang setelah melakukan usaha-usaha untuk mendapatkan
hasil belajar yang maksimum pula.
Sedangkan menurut Arif Gunarso (dalam Hamdani, 2011 : 138)
mengemukakan bahwa hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai
oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Berdasarkan
dua pengertian prestasi belajar tersebut, maka dapat disimpulkan untuk
mencapai hasil belajar yang maksimal harus disertai dengan usaha-usaha.
Menurut Nana Sudjana (2011: 22), hasil belajar adalah kemampuan
yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar. Hasil
belajar merupakan perubahan tingkah laku yang baru setelah melalui
proses belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut
tergatung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.
Pada umumnya hasil belajar dinilai melalui tes, baik tes uraian
maupun tes obyektif (Sudjana, 2011: 55). Hasil belajar tersebut terjadi
16
terutama berkat evaluasi guru. Sudjana (2011: 22) menyatakan bahwa
proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi
kepada guru tetang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan
belajarnya melalui kegiatan belajar. Oleh karena itu penilaian hasil belajar
mempunyai peranan yang penting dalam proses belajar.
Dari uraian tentang hasil belajar diatas semua merujuk terhadap
perubahan siswa setelah melakukan proses kegiatan belajar dimana siswa
mengalami berbagai kegiatan belajar yang menyebabkan perubahan dalam
dirinya. Pengukuran hasil belajar siswa dapat diukur dengan kriteria atau
patokan-patokan tertentu. Dalam pengukuran hasil belajar siswa dapat
menggunakan teknik tes dan hasil tes berupa nilai.
Karena hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini berupa test,
maka dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
suatu kemampuan kognitif yang dimilik setiap individu. Hasil belajar
diperoleh melalui proses belajar. Untuk mengetahui seberapa besar hasil
belajar yang dimilik seorang siswa dapat dilakukan dengan cara
memberikan tes. Hasil belajar di sekolah dinyatakan dalam bentuk angka
atau nilai.
2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Pada dasarnya, faktor yang mempengaruhi hasil belajar berasal
dari dua faktor yaitu faktor dari luar dan faktor dari dalam (Hamdani,
2011:139). Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Faktor dari dalam
Faktor dari dalam diri ini adalah berupa kecerdasan, faktor
jasmaniah atau faktor fisiologi, sikap, minat, bakat, dan
motivasi.
17
b. Faktor dari luar
Faktor dari luar diri tersebut yaitu antara lain keadaan keluarga,
keadaan sekolah, serta lingkungan masyarakat.
2.1.5 Keaktifan Siswa
2.1.5.1 Pengertian Keaktifan Belajar Siswa
Belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang
menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional
guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek koqnitif,
afektif dan psikomotor”.Menurut Sudjana ( 2006:72 ), keaktifan siswa
dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam :
1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya
2. Terlibat dalam pemecahan masalah
3. Bertanya kepada siswa lain/kepada guru bila tidak memahami
persoalan yang dihadapinya
4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk
memecahkan masalah
5. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru
6. Menilai kemampuan dirinya dari hasil hasil yang diperolehnya
dalam melaksanakan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan
interaksi yangtinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu
sendiri. Keaktifan siswa selama proses belajarmengajar merupakan salah
satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa
dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti :
sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang
diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar,
dan lain sebagainya.Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi
segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan
kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbuldari siswa
18
akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan
yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.
Suasana belajar yang dapat menciptakan siswa aktif dapat dilihat dari
beberapa aspek yaitu pengalaman siswa dalam pembelajaran akan
menjadikan siswa ikut berpartisipasi aktif, interaksi siswa dengan siswa
lain, maupun siswa dengan guru dapat meningkatkan keaktifan siswa,
komunikasi yang terjadi dalam pembelajaran akan menghidupkan suasana
belajar kondusif. Menurut Asmani (2011:92) siswa dikatakan aktif apabila
memenuhi beberapa kriteria berikut ini:
1. Membangun konsep bertanya
2. Bertanya
3. Bekerja,terlibat, dan berpartisipasi
4. Menemukan dan memecahkan masalah
5. Mengemukakan gagasan
6. Mempertanyakan gagasan
Keaktifan siswa yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tingkah laku
siswa pada saat pembelajaran atau keikutsertaan siswa dalam pembelajaran.
2.1.5.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Siswa
Muhibbin Syah (2012: 146) mengatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik dapat digolongkan menjadi
tiga macam, yaitu faktor internal (faktor dari dalam peserta didik), faktor
eksternal (faktor dari luar peserta didik), dan faktor pendekatan belajar
(approach to learning). Secara sederhana faktor-faktor yang
mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik tersebut dapat diuraiakan
sebagai berikut:
a. Faktor internal siswa, merupakan faktor yang berasal dari dalam
diri peserta didik itu sendiri, yang meliputi:
i. Aspek fisiologis, yaitu kondisi umum jasmani dan tonus
(tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-
19
organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi
semangat dan intensitas peserta didik dalam mengikuti
pelajaran.
ii. Aspek psikologis, belajar pada hakikatnya adalah proses
psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi
psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang.
Adapun faktor psikologis peserta didik yang mempengaruhi
keaktifan belajarnya adalah sbegai berikut: (1) inteligensi,
tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) peserta didik tidak
dapat diragukan lagi dalam menentukan keaktifan dan
keberhasilan belajar peserta didik. Ini bermakna bahwa
semakin tinggi tingkat inteligensinya maka semakin besar
peluangnya untuk meraih sukses, begitu juga sebaliknya;
(2) sikap, adalah gejala internal yang berdimensi afektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon
dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang,
dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif; (3)
bakat, adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa
sejak lahir yang berguna untuk mencapai prestasi sampai ke
tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing; (4)
minat, adalah kecenderungan atau kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu; dan (5)
motivasi, adalah kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi belajar
adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
belajar.
b. Faktor eksternal siswa, merupakan faktor dari luar siswa yakni
kondisi lingkungan di sekitar siswa. Adapaun yang termasuk dari
faktor ekstrenal di anataranya adalah: (a) lingkungan sosial, yang
meliputi: para guru, para staf administrasi, dan teman-teman
sekelas; serta (b) lingkungan non sosial, yang meliputi: gedung
20
sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga peserta didik
dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar
yang digunakan peserta didik.
c. Faktor pendekatan belajar, merupakan segala cara atau strategi
yang digunakan peserta didik dalam menunjang keefektifan dan
efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi keaktifan siswa dalam pemelajaran dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari
luar diri siswa.
2.1.6 Pembelajaran IPA
Menurut kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip
saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA
diharapkan dapat mejadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah.
Fowler (dalam Aly dan Rahma, 2013 : 18 ) menyatakan bahwa IPA
merupakan ilmu yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan
dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan
dan induksi.
Selanjutnya untuk memahami hakikat IPA haruslah dilandasi
dengan pengertian tentang IPA yang dikemukakan oleh para ahli :
21
a. Kemey ( Solihat, Ihat. 2006 : 19) menyatakan bahwa IPA merupakan
aktifitas dalam menemukan hukum–hukum alam dalam bentuk teori –
teori berdasarkan fakta–fakta. Keadaan ini menyebabkan hubungan timbal
balik antara teori dan fakta baru.
b. Sund ( Solihat, Ihat. 2006 : 19 ) menyatakan bahwa ” Science is both a
body of knowladge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah
bahwa yang dimaksud dengan sains (IPA) adalah kumpulan dari
pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, dan lain - lain), dan bagaimana proses
untuk mendapatkan pengetahuan itu.
c. Fisher ( Solihat, Ihat. 2006 : 19) menyatakan bahwa IPA sebagai ”body of
knowladge obtained by method based upon observation”, yaitu IPA
merupakan suatu batang tubuh pengetahuan yang diperoleh melalui
metode yang berdasarkan observasi.
d. Chalmers ( Solihat, Ihat. 2006 : 19 ) menyatakan bahwa IPA didasari oleh
hal – hal yang kita lihat, dengar, raba, dan lain-lain. Dapat dikatakan
batasan ini lebih menekankan kepada cara memperoleh IPA, yaitu melalui
observasi. IPA sebagai kumpulan konsep atau prinsip tidak secara jelas
dikemukakan.
e. Sund ( Solihat, Ihat. 2006: 19) mengemukakan batasan IPA yang lebih
lengkap. Sund menyatakan IPA sebagai bidang pengetahuan (body of
knowledge) yang dibentuk melalui proses inkuiri yang terus menerus, yang
diarahkan oleh masyarakat yang bergerak dalm bidang IPA. IPA lebih dari
sekedar ilmu pengetahuan.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembelajaran IPA adalah untuk memberikan pengalaman langsung kepada
siswa agar pembelajaran yang dilakukan dapat sepenuhnya dipahami oleh
siswa. Kegiatan-kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan cara
pengamatan dari alam sekitar, eksperimen, dan penyimpulan-penyimpulan
serangkaian proses penyelidikan.
22
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Sudah banyak sekali penelitian yang meneliti tentang model
pembelajaran kooperatif tipeNHT (Numbered Heads Together) telah
dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian tersebut berbentuk skripsi, yang
dilakukan oleh Emi Sulistiyorini (2007) yang berjudul “Keefektifan
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap
Hasil Belajar dan Pencapaian Tingkat Berfifkir Siswa SMP dalam
Geometri menurut Van Hiele”. Dalam penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar matematika materi pokok
segi empat antara siswa yang dikenai model pembelejaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) dengan siswa yang dikenai
pembelajaran konvensional, serta model pembelajaran Numbered Heads
Together (NHT) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional.
Kemudian penelitian lain yang dilakukan oleh Sitorus, Dika Imara
(2012) dengan judul penelitiannya “Pengaruh Model Koopertif Tipe
Numbered Head Together (NHT) Dengan Picture And Picture Terhadap
Hasil Belajar Siswa Tentang Sel Di Kelas XI IPA MA DAAR AL ULUM
ASAHAN T.P. 2012/2013”. Dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) bermedia Picture And
Picture dan NHT tanpa Media Tentang Sel Di Kelas XI IPA MA Daar Al
Ulum Asahan T.P. 2012/2013. Kesimpulan tersebut dapat dibuktikan
dengan melalui uji hipotesis dengan menggunakan uji-t dengan taraf
kepercayaan a= 0,05, dimana thitung < ttabel (1,674 < 2,869), yang
berarti dalam penelitian ini H0 ditolak sekaligus menerima Ha.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Purwanti, Endah Duniati
(2010) yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif NHT
(Numbered Heads Together) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar
23
Biologi Siswa Kelas XI IPA 2 SMA Batik 1 Surakarta Tahun Pelajaran
2009/2010. Hasil penelitian yang telah dilakukannya menunjukkan bahwa
penerapan pembelajaran kooperatif NHT (Numbered Heads Together)
dapat meningkatkan motivasi belajar biologi siswa. Peningkatan motivasi
belajar biologi siswa dapat dilihat melalui hasil angket dan observasi.
Rata-rata nilai persentase capaian setiap indikator dari angket motivasi
belajar biologi siswa pada pra siklus sebesar 69,40%, pada siklus I sebesar
74,88%, dan pada siklus II sebesar 79,97%. Rata-rata nilai persentase
capaian setiap indikator dari observasi motivasi belajar biologi siswa pada
pra siklus adalah 35,75%, pada siklus I sebesar 63,95% dan pada siklus II
sebesar 76,16%.
Hasil penelitian terdahulu tersebut relevan dengan penelitian yang
akan dilakukan karena sama-sama meneliti tentang keefektifan model
pembelajaran NHT (Numbered Heads Together).
2.3 Kerangka Berfikir
Keberhasilan proses pembelajaran tentunya tidak lepas dari guru
sebagi salah satu sumber belajar. Peran guru sebagai sumber belajar
sangatlah penting dimana guru harus lebih menguasai materi pelajaran
atau bahan ajar. Tidak hanya itu, guru harus lebih banyak memiliki bahan
referensi. Hal ini untuk menjaga agar guru memiliki pemahaman yang jauh
lebih baik tentang materi yang akan diajarkan.
Salah satu tipe pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPA adalah melalui tipe NHT (Numbered Heads
Together), dimana model ini didefinisikan sebagai model belajar yang
lebih menekankan pada siswa dalam kelompok dengan diskusi.
Diharapkan dengan memanfaatkan tipe NHT (Numbered Heads Together)
dalam pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Dengan
model ini siswa lebih dilatih untuk berfikir kritis karena membiasakan
24
siswa memecahkan masalah sendirimsampai siswa dapat menemukan
jawaban dari masalah itu.
Melalui pemanfaatan tipe NHT (Numbered Heads Together) ini
siswa akan lebih mudah memahami dan menguasai materi pada mata
pelajaran IPA. Siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran
dan siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga suasana
kelas menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. Dengan
diterapkannya pembelajaran yang menggunakan tipe NHT (Numbered
Heads Together) ini, suasana kelas yang tidak membosankan, siswa dapat
aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat
mempengaruhi prestasi belajarnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka
penulis menggambarkan kerangka berfikir dengan skema di bawah ini :
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis akan diuji di dalam penelitian dengan pengertian bahwa
uji statistik selanjutnya yang akan membenarkan atau menolaknya.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini :
Hipotesis I :
Ho : Tidak ada pengaruh model Kooperatif tipe NHT
(Numbered Heads Together) terhadap hasil belajar siswa
pada mata pelajaran IPA.
Kondisi Awal
Kelas Kontrol
Kelas
Eksperimen
Pembelajaran
Konvensional
Pembelajaran
Tipe NHT
Kondisi Akhir
Kondisi Akhir
25
Ha : Ada pengaruh model Kooperatif tipe NHT (Numbered
Heads Together) terhadap hasil belajar siswa pada
matapelajaran IPA.
Hipotesis II :
Ho : Tidak ada pengaruh model Kooperatif tipe NHT
(Numbered Heads Together) terhadap keaktifan siswa
pada mata pelajaran IPA.
Ha : Ada pengaruh model Kooperatif tipe NHT (Numbered
Heads Together) terhadap keaktifan siswa pada mata
pelajaran IPA.