22
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak (Permendikbud, 2013:6). Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran (Karlina, 2017:50). Kurikulum 2013 diklaim sebagai kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang teritegrasi (Kemendikbud, 2013: 4). Diharapkan dengan adanya kurikulum 2013, peserta didik dapat memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang meningkat dan berkembang sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah ditempuhnya sehingga akan berpengaruh dan menentukan kesuksesan dalam kehidupan selanjutnya (Thibatul & Huda, 2015:120). Kurikulum 2013 diimplementasikan kedalam pembelajaran tematik, dimana pembelajaran tematik tersebut merupakan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu (Akbar, 2010: 33). Tema yang ada di kelas 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kurikulum 2013repository.uksw.edu/bitstream/123456789/17129/2/T1_292014206_BAB II...8 Berdasarkan tabel 2.1 di atas dapat diketahui Kompetensi

  • Upload
    vukhue

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan

standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi

(competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan

adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warganegara yang dirinci

menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik

dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,

standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis

kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi

peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap,

berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak (Permendikbud, 2013:6).

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam

pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah

(scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi

mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata

pelajaran (Karlina, 2017:50).

Kurikulum 2013 diklaim sebagai kurikulum yang dapat menghasilkan

insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap,

keterampilan, dan pengetahuan yang teritegrasi (Kemendikbud, 2013: 4).

Diharapkan dengan adanya kurikulum 2013, peserta didik dapat memiliki

kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang meningkat dan berkembang

sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah ditempuhnya sehingga akan

berpengaruh dan menentukan kesuksesan dalam kehidupan selanjutnya (Thibatul

& Huda, 2015:120).

Kurikulum 2013 diimplementasikan kedalam pembelajaran tematik,

dimana pembelajaran tematik tersebut merupakan pembelajaran yang dirancang

berdasarkan tema-tema tertentu (Akbar, 2010: 33). Tema yang ada di kelas 2

7

semester 2 terdiri dari 4 tema yaitu Tema 5 Pengalamanku, Tema 6 Merawat

Hewan dan Tumbuhan, Tema 7 Kebersamaan, dan Tema 8 Keselamatan di

Rumah dan Perjalanan.

Tema 7 Kebersamaan merupakan tema yang akan digunakan dalam

penelitian ini. Dalam Tema 7 Kebersamaan terdiri dari empat subtema yaitu

Subtema 1 Kebersamaan di Rumah, Subtema 2 Kebersamaan di sekolah, Subtema

3 Kebersamaan di Tempat Bermain, dan Subtema 4 Kebersamaan di Tempat

Wisata. Setiap subtema terdiri dari 6 pembelajaran. Namun dari keempat subtema

tersebut yang digunakan dalam penelitian hanya Subtema 2 dan Subtema 4 pada

pembelajaran 3 dan pembelajaran 4.

Di bawah ini merupakan pemetaan pembelajaran kelas 2 Tema 7

Kebersamaan yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 2.1 Pemetaan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dalam Tema 7

Kebersamaan Subtema 2 dan Subtema 4 Pembelajaran 3 dan 4

Kompetensi Inti

Kompetensi Dasar

Bahasa

Indonesia PPKn Matematika

1. Menerima, menjalankan, dan

menghargai ajaran agama yang

dianutnya. -

1.3 Menerima

keberagaman

karakteristik individu

sebagai anugrah

Tuhan Yang Maha

Esa di sekolah.

-

2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin,

tanggung jawab, santun, peduli, dan

percaya diri dalam berinteraksi

dengan keluarga, teman, guru, dan

tetangganya, serta cinta tanah air.

-

2.3 Menampilkan

kebersamaan dalam

keberagaman

karakteristik individu

di sekolah.

-

3. Memahami pengetahuan faktual

dengan cara mengamati, dan

mencoba menanya berdasarkan rasa

ingin tahu tentang dirinya, makhluk

ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan

benda-benda yang dijumpainya di

rumah, di sekolah, dan di tempat

bermain.

3.9 Menentukan

kata sapaan

dalam dongeng

secara lisan dan

tulis.

3.3 Mengidentifikasi

jenis-jenis keragaman

karakteristik individu

di sekolah.

3.7 Menjelaskan

pecahan

menggunakan benda-

benda konkrit dalam

kehidupan sehari-hari.

4. Menyajikan pengetahuan faktual

dalam bahasa yang jelas, sistematis

dan logis, dan kritis dalam karya

yang estetis, dalam gerakan yang

mencerminkan perilaku beriman dan

berakhlak mulia.

4.9 Menirukan

kata sapaan

dalam dongeng

secara lisan dan

tulis.

4.3 Mengelompokkan

jenis-jenis

keberagaman

karakteristik individu

di sekolah.

4.7 Menyajikan

pecahan

yang besesuaian

dengan bagian dari

keseluruhan suatu

benda konkrit dalam

kehidupan sehari-hari.

8

Berdasarkan tabel 2.1 di atas dapat diketahui Kompetensi Inti yang

disebutkan dalam Tema 7 Kebersamaan Subtema 2 dan Subtema 4 terdapat

kompetensi Inti 1, Kompetensi Inti 2, Kompetensi Inti 3, dan Kompetensi Inti 4

pada kelas 2. Dengan muatan pembelajaran Bahasa Indonesia, PPKn, dan

Matematika.

2.1.2 Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik menurut Daryanto (2014:51) adalah proses

pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif

mengkontruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati

(untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah,

mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai

teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep,

hukum atau prinsip yang ditemukan.

Pendekatan saintifik antara lain meliputi komponen 1) mengamati

(observing), 2) menanya (questioning), 3) menalar (associating), 4) mencoba

(experimenting), 5) membentuk jejaring (networking). Berdasarkan masalah

tersebut maka perlu solusi pemecahan yaitu mengembangkan perangkat

pembelajaran yang mendorong aktivitas belajar dan mengarah pada kemampuan

berpikir kreatif (Rudyanto, 2016:43).

Pembelajaran yang diharapkan dalam pendekatan saintifik adalah agar

siswa mampu belajar melalui proses mengamati secara langsung, sehingga siswa

dapat menemukan masalah yang ada di lingkungan sekitar. Melalui kegiatan

mengamati, siswa dapat merumuskan masalah yang ditemukan, kemudia siswa

mengumpulkan data-data yang ada dan merumuskannya kedalam hipotesis.

Dalam proses merumuskan hipotesis secara tidak langsung siswa sudah mampu

menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep yang telah ditemukan.

Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan

pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekitar dan melibatkan siswa

secara langsung dalam proses pembelajaran.

9

2.1.3 Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah pendekatan

pembelajaran menyajikan masalah kontekstual, dan pengembangan pemahaman

tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah,

mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan

menganalisa data, menyusun fakta, mengkonstruksi argument mengenai

pemecahan masalah, bekerja secara individual atau berkolaborasi dalam

pemecahan masalah (Nuraini & Kristin, 2017:370). Pendapat lain mengenai

model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dikemukakan oleh

Anugraheni (2018:11) bahwa model pembelajaran Problem Based Learning atau

model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang

melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran serta mengutamakan

permasalahan nyata baik di lingkungan sekolah, rumah, atau masyarakat sebagai

dasar untuk memperoleh pengetahuan dan konsep melalui kemampuan berpikir

kritis dan memecahkan masalah.

Model Pembelajaran Problem Based Learning adalah model pembelajaran

berlandaskan konstruktivisme yang menekankan keterampilan pada proses

penyelesaian masalah dengan membangun mental siswa untuk berpikir kritis dan

memahami masalah serta memecahkan masalah. Langkah-langkah dalam

pembelajaran model Problem Based Learning sebagai berikut: 1) orientasi

masalah, 2) menjelaskan tujuan pembelajaran, 3) klarifikasi istilah, 4)

pengorganisasian belajar siswa, 5) penyelidikan dan diskusi, 6) melaporkan hasil

diskusi, 7) analisis proses pemecahan masalah (Vitasari, 2013:4).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran

menggunakan masalah yang memanfatkan lingkungan, dimana siswa dihadapkan

secara langsung maupun telaah kasus. Kemudian siswa bertugas untuk

memecahkan masalah yang telah dihadapi, dan itu merupakan bagian dari proses

pembelajaran.

Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) memiliki

karakteristik yang berbeda dengan model pembelajaran lainnya. Karakteristik

10

PBL menurut Rusman (2012:232) adalah sebagai berikut, karakteristik PBL

berorientasi pada permasalahan yang menjadi titik awal dalam pembelajaran.

Permasalahan yang diangkat merupakan permasalahan yang ada di lingkungan

siswa untuk kemudian dipecahkan berdasarkan pengetahuan serta pengalaman

siswa yang didukung oleh fakta yang ada. Permasalahan tersebut menantang

pengetahuan, sikap, dan kompetensi yang dimilki oleh siswa. Bagaimana siswa

berusaha menyelesaikan masalah berdasarkan ketiga hal yang dimiliki

masingmasing siswa tersebut untuk kemudian disatukan pemikirannya dan

dipecahkan secara berkelompok. Dalam prosesnya, pemecahan masalah

melibatkan berbagai sumber belajar yang nantinya diakhiri dengan evaluasi dari

informasi yang sudah didapat dari berbagai sumber belajar tersebut agar diperoleh

solusi pemecahan masalah yang paling tepat.

Karakteristik yang dimiliki model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) tersebut dapat memudahkan siswa dalam memahami pembelajaran. Materi

yang dipelajari juga memanfaatkan lingkungan, sehingga siswa dapat

merealisasikan kemampuannya semaksimal mungkin untuk menggali informasi

yang ada di lingkungan agar siswa dapat memecahakan masalah tersebut dengan

baik. Selain belajar memecahkan masalah siswa juga dapat belajar sambil

bermain dilingkungan, sehingga pembelajarannya menyenangkan.

Menurut Jatmiko (salihin, 2011:10) menegaskan ada lima tahap dalam

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yaitu; orientasi siswa pada masalah,

mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing individual maupun

kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tahap-tahap pembelajaran Problem

Based Learning (PBL) tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

11

Tabel 2.2 Langkah – langkah Model Problem Based Learning (PBL)

Langkah – langkah Tingkah Laku Guru

Tahap 1

Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,

motivasi siswa terlibat pada aktivitas

pemecahan masalah yang dipilihnya.

Tahap 2

Mengorganisasi siswa untuk

belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap 3

Membimbing penyelidikan

individu maupun kelompok

Guru mendorong siswa unutuk mengumpulkan

informasi yang sesuai, melaksanakan

eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan

pemecahan masalah.

Tahap 4

Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan

dan menyiapkan karya yang sesuai seperti

laporan, model, dan membantu mereka untuk

berbagi tugas dengan temannya.

Tahap 5

Menganalisis dan

mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan

refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan

mereka dan proses-proses yang mereka

gunakan.

Menurut Amir (2009:32-33), sebagai suatu pembelajaran berbasis

masalah, memiliki beberapa kelebihan, di antaranya:

1. Punya keaslian seperti di dunia kerja. Masalah yang disajikan, sedapat

mungkin memang merupakan cerminan masalah yang di hadapi didunia

kerja. Dengan demikian, pembelajar bisa memanfaatkan nanti bila menjadi

lulusan yang akan bekerja.

2. Dibangun dengan memperhatikan pengetahuan sebelumnya. Masalah yang

dirancang, dapat membangun kembali pemahaman pembelajar atas

pengetahuan yang sebelumnya.

3. Membangun pemikiran yang metakognitif dan konstruktif. Masalah dalam

PBL akan membuat pembelajar terdorong melakukan pemikiran yang

metakognitif.

4. Meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran. Dengan rancangan

masalah yang menarik dan menantang, pembelajar akan tergugah untuk

belajar.

12

5. Satuan Acara Pembelajaran (SAP) yang seharusnya menjadi sasaran mata

pelajaran tetap dapat terliputi dengan baik. Sasaran itu didapat pembelajar

dengan peliputan materi yang dilakukan sendiri oleh pembelajar dengan

peliputan materi yang juga dilakukan sendiri.

Menurut Trianto (2012:96-97) pembelajaran berbasis masalah juga memiliki

beberapa kelebihan sebagai berikut:

1. Realistik dengan kehidupan siswa;

2. Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa;

3. Memupuk sifat inquiri siswa;

4. Retensi konsep jadi kuat;

5. Memupuk kemampuan problem solving;

Menurut Trianto (2012:96-97) pembelajaran berbasis masalah juga memiliki

beberapa kelemahan antara lain:

1. Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks.

2. Sulitnya mencari problem yang relevan.

3. Sering terjadi miss-konsepsi.

4. Konsumsi waktu yang cukup dalam proses penyelidikan. Konsumsi waktu,

di mana model ini memerlukan waktu yang cukup dalam proses

penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita untuk proses

tersebut.

Kelebihan dan kelemahan yang telah diuraikan diatas, sebisa mungkin guru

harus mampu mengalokasikan waktu sebaik mungkin agar pembelajaran dapat

berlangsung sesuai dengan rencana dan tidak ada proses pembelajaran yang

terlewatkan. Guru juga harus pintar dalam mengemukakan permasalahan yang

relevan. Namun dibalik kelemahan tersebut model Problem Based Learning

(PBL) sesuai dengan kehidupan nyata siswa sehingga siswa dapat menemukan

sendiri informasi yang ada. Selain itu pembelajarannya juga menyenangkan

karena siswa dihadapkan denga lingkungan.

13

2.1.4 Pendidikan Karakter

Karakter pada hakikatnya adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian

seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang

diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap,

dan bertindak (Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas, 2016:2).

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan

dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan

kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan

perbuatan, berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat

istiadat (Muslich, 2011: 84)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

karakter merupakan ciri khas seseorang yang berbeda dengan orang lain. Agar

karakter seseorang berkembang dengan baik maka diperlukan pendidikan

karakter.

Pendidikan karakter di sekolah merupakan kebutuhan vital agar generasi

penerus dapat dibekali dengan kemampuan-kemampuan dasar yang tidak saja

mampu menjadikannya life-long learners sebagai salah satu karakter penting

untuk hidup di era informasi yang bersifat global, tetapi juga mampu berfungsi

dengan peran serta yang positif baik sebagai pribadi,sebagaianggota keluarga,

sebagai warga negara, maupun warga dunia (Zuchdi, Zuhdan, & Muhsinatun,

2011:1).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan dengan penanaman

nilai-nilai sesuai dengan budaya bangsa dengan komponen aspek pengetahuan

(cognitive), sikap perasaan (affection felling), dan tindakan, baik terhadap Tuhan

Yang Maha Esa (YME) baik untuk diri sendiri, masyarakan dan bangsanya

(Afandi, 2011: 88).

Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar

berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan

membangun perilaku bangsa yang multikultural; (3) meningkatkan peradaban

bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

14

Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan

peserta didik mengenal, peduli, dan mengimplementasikan nilai-nilai sehingga

peserta didik berperilaku sebagai insan kamil yang terdiri dari religius, jujur,

toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,

semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat dan

komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan

tanggung jawab (Drigjen Dikti dalam Barnawi dan M. Arifin, 2012: 24).

Berdasarkan pengertian pendidikan karakter diatas, dapat disimpulkan

bahwa pendidikan karakter adalah upaya untuk menjadikan peserta didik

berperilaku yang berdasarkan sopan santun yang mencerminkan nilai-nilai

Pancasila yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai

prestasi, bersahabat dan komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli

lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Menurut Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan

Pengembangan Pusat Kurikulum (2010: 8-10), nilai – nilai yang dikembangkan

dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dapat didentifikasikan sebagai

berikut:

1) Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Oleh

karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada

ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan

pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar

pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa

harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

2) Pancasila: Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-

prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut pancasila.

Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut

dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang

terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan

politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan

budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi

15

warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki

kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam

kehidupannya sebagai warga negara.

3) Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup

bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui

masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian

makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota

masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan

masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan

budaya dan karakter bangsa.

4) Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki

setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan

pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional

memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara

Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang

paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter

bangsa.

Berdasarkan keempat sumber nilai di atas, teridentifikasi beberapa nilai

pendidikan karakter sebagai berikut.

1. Religius berarti sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran

agama yang dianutnya, toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,

dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur berarti perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan.

3. Toleransi berarti sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,

suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari

dirinya.

4. Disiplin berarti tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada

berbagai ketentuan dan peraturan.

16

5. Kerja keras berarti perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh

dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta

menyelesaikan tugas dengan sebaikbaiknya.

6. Kreatif berarti berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara

atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri berarti sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada

orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis berarti cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai

sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa ingin tahu berarti sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,

dilihat, dan didengar.

10. Semangat kebangsaan berarti cara berpikir, bertindak, dan berwawasan

yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan

diri dan kelompoknya.

11. Cinta tanah air berarti cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi

terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik

bangsa.

12. Menghargai prestasi berarti sikap dan tindakan yang mendorong dirinya

untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan

mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/ komunikatif berarti tindakan yang memperlihatkan rasa

senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta damai berarti sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan

orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15. Gemar membaca berarti kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca

berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli lingkungan berarti sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan

17

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang

sudah terjadi.

17. Peduli sosial berarti sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan

pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung jawab berarti sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan

tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri

sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan

Tuhan Yang Maha Esa.

2.1.5 Tanggung Jawab

Penelitian ini menekankan pada nilai pendidikan karakter tanggung jawab

pada siswa kelas 2, karena tanggung jawab merupakan salah satu faktor penting

dalam membentuk kepribadian siswa. Selain itu, dengan adanya tanggang jawab

siswa akan menjadi disiplin dalam mengatur dirinya sendiri.

Daryanto (2013:142) berpendapat bahwa tanggung jawab adalah sikap dan

perilaku untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan,

terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara

dan Tuhan Yang Maha Esa.

Sependapat dengan pengertian di atas, tanggung jawab merupakan sikap

dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya

dilakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan

budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa (Poerwati & Amri, 2013:4).

Tanggung jawab belajar sebagai sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam proses memperoleh suatu perubahan

tingkah laku (Islami, 2017: 458). Secara lebih singkat tanggung jawab ialah sikap

atau perilaku yang dilakukan seseorang untuk menjalankan kewajibannya (Wati &

Kristin, 2017: 761).

Menurut Aziz (2012: 4) menciptakan peserta didik menjadi orang-orang

bertanggung jawab harus dimulai dari memberikan tugas-tugas yang kelihatan

sepele. Misalnya melaksanakan piket membersihkan kelas sesuai dengan jadwal

yang telah ditentukan. Tidak perlu dikenakan sanksi bagi yang tidak

melaksanakan piket, namun hanya perlu diingatkan untuk melaksanakan tugas itu

18

secara rutin, dan akhirnya tugas tersebut akan berubah menjadi kewajiban yang

harus dilakukan.

Seseorang dikatakan bertanggung jawab apabila melaksanakan tugas

secara tepat/jujur atau dengan kata lain mengerjakan berdasarkan hasil karya

sendiri (Zuriah, 2007: 256). Karakter tanggung jawab merupakan karakter yang

harus ada di dalam diri siswa.

Menurut Direktorat Tenaga Kependidikan (2007: 6) tanggung jawab

dibagi menjadi dua, yaitu tanggung jawab individu dan tanggung jawab sosial.

Tanggung jawab individu berarti seorang yang berani berbuat, berani bertanggung

jawab tentang segala resiko dari perbuatannya yang meliputi :

1) Menyelesaikan semua tugas dan latihan yang menjadi tanggung

jawabnya.

2) Menjalankan instruksi sebaik-baiknya selama proses pembelajaran

berlangsung.

3) Dapat mengatur waktu yang telah ditetapkan.

4) Serius dalam mengerjakan sesuatu.

5) Fokus dan konsisten.

6) Tidak mencontek.

7) Rajin dan tekun selama proses pembelajaran berlangsung.

Indikator tanggung jawab dalam keberhasilan sekolah dan tanggung jawab

dalam keberhasilan siswa menurut Daryanto (2013: 142) adalah sebagai berikut:

1. Indikator tanggung jawab dalam keberhasilan sekolah antara lain:

a. Membuat laporan setiap kegiatan yang dilakukan dalam bentuk lisan

maupun tertulis.

b. Melakukan tugas tanpa disuruh.

c. Menunjukkan prakarsa untuk mengatasi masalah dalam lingkup terdekat.

d. Menghindarkan kecurangan dalam pelaksanaan tugas.

2. Indikator tanggung jawab dalam keberhasilan kelas antara lain:

a. Pelaksanaan tugas piket secara teratur.

b. Peran serta aktif dalam kegiatan sekolah.

19

c. Mengajukan usul pemecahan masalah.

Berdasarkan indikator diatas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan

indikator tanggung jawab dalam keberhasilan sekolah dan tanggung jawab dalam

keberhasilan siswa menurut Daryanto (2013: 142).

2.1.6 Hasil Belajar

Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai

hasil dari pengalaman. Dalam konteks sekolah, belajar adalah suatu proses usaha

yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman siswa sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya (Kristin, 2016: 77).

Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh individu melalui proses belajar

yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku berupa pengetahuan dan

kemampuan dalam berbagai hal (Vitasari, (2013:3). Secara lebih singkat hasil

belajar berarti hasil yang diperoleh seseorang dari aktivitas yang dilakukan dan

mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku (Kristin, 2016:78).

Pendapat lain mengenai hasil belajar dikemukakan oleh Kristin (2016: 92)

hasil belajar merupakan puncak dari keberhasilan belajar siswa terhadap tujuan

belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar siswa dapat meliputi aspek kognitif

(pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku). Sejalan dengan

hasil belajar merupakan kemampuan yang muncul pada diri siswa setelah ia

melakukan kegiatan belajar (Raharjo, 2017: 15). Selain itu, hasil belajar adalah

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya

(Sahidin & Jamil, 2017:214).

Sudjana (2010: 50) menunjukan hasil belajar mencakup tiga domain yaitu:

a. Domain kognitif, terdiri dari enam tingkatan :

1. Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan(knowledge)

2. Tipe hasil belajar pemahaman (comprehention)

3. Tipe hasil belajar penerapan(aplikasi)

4. Tipe hasil belajar analisis

5. Tipe hasil belajar sintesis

20

6. Tipe hasil belajar evaluasi

b. Domain afektif, terdiri dari lima tingkatan :

1. Receving/attending (semacam kepekaan dalam menerima

rangsangan dari luar yang dating pada siswa).

2. Responding atau jawaban (reaksi yang di berikan seseorang

terhadap stimulasi yang dating dari luar).

3. Valuing atau penilaian (berkenaan dengan nilai dan

kepercayaan terhadap gejala stimulus tadi).

4. Organisasi(pengembangan nilai kedalam satu system

organisasi).

5. Karakteristik nilai (keterpaduan dari semua system nilai yang

telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola

kepribadian dan tingkah lakunya).

c. Domain psikomotor, terdiri dari enam tingkatan :

1. Gerak refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar)

2. Keterampialn pada gerakan-gerakan dasar

3. Kemampuan perceptual termasuk di dalamnya membedakan

visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain

4. Kemampuan bidang di bidang fisik, misalnya kekuatan,

keharmonisan, ketepatan

5. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana

sampai pada keterampilan kompleks

6. Kemauan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi

seperti gerakan ekspresif, interperatif

Dari pendapat di atas, hasil belajar dapat diartikan dengan lebih singkat

menurut Anugraheni, (2017: 249) yaitu, mencakup ranah kognitif, afektif, dan

psikomotor. Ranah kognitif mengukur kemampuan siswa pada dimensi yaitu:

mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4),

mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Pada ranah afektif mengukur kemampuan

sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan pada ranah psikomotor

mengukur kemampuan siswa pada keterampilan.

21

Matematika adalah bahasa simbol yang merupakan ilmu berdasarkan pada

berpikir logis, kreatif, inovatif, dan konsisten memiliki objek tujuan abstrak, yaitu

fakta, konsep, operasi, dan prinsip (Vitasari, 2013: 3).

Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang struktur yang

terorganisasikan didasarkan pada unsur-unsur tidak terdefinisi, aksioma atau

postulat dan dapat diturunkan menjadi teorema atau dalil yang pembuktiannya

dapat diterima secara deduktif. Deduktif dalam arti mengandalkan beberapa fakta

yang sebelumnya dianggap benar dan simpulan akhir yang ditarik merupakan

konsekuensi logis dari fakta-fakta tersebut (Sunilawati, Dantes, & Candiasa,

2013: 3).

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan

kemampuan berfikir dan beragumentasi, memberikan kontribusi dalam

menyelesaikan masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja sehingga matematika

sangatlah penting untuk kita pelajari. Dalam pembelajaran matematika di SD,

diharapkan terjadi reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah

menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di

kelas, walaupun penemuan itu sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang

telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut

merupakan sesuatu hal yang baru (Rahmadani & Anugraheni, 2017: 243).

Matematika di sekolah terus berkembang, namun masih sering disajikan

sebagai bagian dari pengetahuan semata, bukan sebagai cara untuk memperoleh

pengertian. Karena itu, banyak murid memandang matematika sebagai hal yang

objektif, tidak fleksibel, datar dan edukatif, terlepas dari budaya, terpisah dari

realitas dan merupakan kebenaran mutlak (Pramudita & Anugraheni, 2017: 72).

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian pertama dilakukan oleh Nuraini & Kristin (2017), penelitian ini

merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul “Penggunaan Model

Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa

kelas 5 SD”. Hasil penelitian menunjukkan, hasil belajar kognitif yang tuntas dari

pra siklus 7 siswa (44%) meningkat menjadi 12 siswa (76%) pada siklus I dan

meningkat menjadi 16 siswa (100%) pada siklus II. Hasil belajar afektif pada

22

siklus I dan siklus II menunjukkan rata-rata sikap menghormati 88 meningkat

menjadi 97, partisipasi 77 meningkat menjadi 91, bekerjasama 78 meningkat

menjadi 86, tanggung jawab 83 meningkat menjadi 89. Hasil belajar psikomotor

pada siklus I dan siklus II rata-rata aspek ketrampilan membawa alat dan bahan

72 meningkat menjadi 89, mengoprasikan alat 81 meningkat menjadi 89,

ketelitian 81 menjadi 91, dan mendemonstrasikan 83 meningkat menjadi 97.

Penelitian kedua dilakukan oleh Gd. Gunantara , Md Suarjana , dan Pt.

Nanci Riastini pada tahun 2014, penelitian ini merupakan merupakan Penelitian

Tindakan Kelas yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based

Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa Kelas V”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan model

pembelajaran Problem Based learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah yakni dari siklus I ke siklus II sebesar 16,42% dari kriteria

sedang menjadi tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah pada mata pelajaran Matematika.

Penelitian ketiga dilakukan oleh Agustin pada tahun 2013, penelitian ini

merupakan merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul “Peningkatan

Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Problem Based Learning

(PBL)”. Hasil penelitian pada siklus I, nilai rata-rata mencapai 68,14 dan

persentase tuntas belajar klasikal 70,59%. Pada siklus II nilai ratarata meningkat

menjadi 84,31 dan persentase tuntas belajar klasikal menjadi 92,16%. Rata-rata

kehadiran siswa pada siklus I 97,39% dan siklus II tetap 97,39%. Keterlibatan

siswa dalam pembelajaran siklus I 66,28% (tinggi) dan meningkat pada siklus II

menjadi 76,50% (sangat tinggi). Nilai performansi guru pada siklus I 82,25 (AB)

dan meningkat pada siklus II menjadi 93,58 (A). Dapat disimpulkan bahwa

model PBL dapat meningkatkan hasil dan aktivitas belajar siswa serta

performansi guru dalam pembelajaran matematika materi pecahan di kelas IV SD

Negeri 01 Wanarejan Pemalang.

Penelitian keempat dilakukan oleh Listiani, (2017), penelitian ini

merupakan merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul “Upaya

23

Peningkatan Hasil Belajar Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning

pada Siswa Kelas 4”. Penggunaan model pembelajaran problem based

learningberbantu media visual dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas 4

SD Negeri Ngablak 05 Semester I Tahun Pelajaran 2017-2018. Hal ini terlihat

dari ketuntasan hasil belajar siswa yang mulanya pada pra siklus sebesar 36%.

Pada pembelajaran siklus I meningkat dengan tingkat ketuntasan sebesar 59,1%.

Kemudian meningkat lagi pada siklus II menjadi 90,9% dari keseluruhan siswa.

Penelitian kelima dilakukan oleh Rini, (2015), penelitian ini merupakan

Penelitian Tindakan Kelas yang terjudul “Peningkatan Keterampilan Proses

Saintifik dan Hasil Belajar Siswa Kelas 4 SDN Slungkep 02 Tema Peduli

Terhadap Makhluk Hidup Menggunakan Model Problem Based Learning”.

Penerapan model PBL dapat meningkatkan keterampilan proses saintifik dan hasil

belajar siswa ditunjukkan pada aktivitas mengajar guru pada siklus I mencapai

kategori baik (83), dan siklus II dengan kategori baik (90). Aktivitas belajar siswa

pada siklus I mencapai Kategori cuku baik (79) dan siklus II dengan kategori baik

sekali (91). Peningkatan keterampilan proses saintifik siklus I dengan kategori

tinggi (71,6%) dan siklus II berada pada kategori sangat tinggi (83%). Hasil

belajar muatan Bahasa Indonesia meningkat menjadi 78 pada siklus I dan 84 pada

siklus II dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (74%) dan sangat tinggi

(83%). Hasil belajar muatan Matematika meningkat pada siklus I menjadi 77 dan

ketuntasan belajar pada kategori tinggi (74%). Pada siklus II hasil belajar menjadi

79 dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (78%). Hasil belajar IPA pada

siklus I meningkat menjadi 77 dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi

(70%) dan siklus II sebesar 86 dengan ketuntasan belajar pada kategori sangat

tinggi (87%).

Berdasarkan penelitian tentang penerapan Model Problem Based Learning

(PBL) yang relevan, peneliti menggunakan Model Problem Based Learning

(PBL) untuk meningkatkan tanggung jawab dan hasil belajar siswa kelas 2.

Sehingga siswa dapat menikmati proses pembelajaran, menyelesaikan tugas tepat

pada waktunya, menerima materi pembelajaran dengan mudah, dan hal tersebut

24

berdampak pada tanggung jawab dan hasil belajar siswa yang perlu adanya

peningkatan dalam proses belajar mengajar.

2.3 Kerangka Pikir

Proses pembelajaran yang dilakukan di kelas 2 SDN Panjang 2 Ambarawa

masih menggunakan model konvensional. Guru masih menggunakan metode

ceramah, dan kurang melibatkan siswa secara aktif sehingga pembelajaran

terpusat pada guru saja. Kegiatan pembelajaran seperti ini membuat siswa merasa

bosan, sehingga siswa menjadi pasif, kurang kreatif, dan kurang peduli terhadap

tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Guru kurang melibatkan siswa secara

langsung dalam proses pembelajaran seperti meminta siswa untuk membersihan

papan tulis, menjawab pertanyaan dengan lantang, menyelesaikan tugas tepat

waktu, dan peka terhadap situasi yang ada. Kegiatan pembelajaran di dalam kelas

tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga tanggung jawab dan hasil belajar

siswa masih rendah. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal,

yaitu dengan meningkatkan tanggung jawab dan hasil belajar siswa dalam proses

pembelajaran, maka pembelajaran diupayakan dibentuk secara berkelompok dan

setiap kelompok diminta untuk bekerja sama dalam menyelesaikan tugas.

Sehingga model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dipilih untuk

memperbaiki proses pembelajaran.

Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ini adalah suatu

model pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada masalah yang nyata dan

bermakna, dengan cara siswa mengajukan hipotesis terhadap masalah yang

diberikan oleh guru mengenai keberagaman karakteristik individu, berdiskusi

dengan pasangannya dan berbagi dengan teman di kelas, dengan Tema 7.

Kebersamaan, Subtema 2. Kebersamaan di Sekolah, dan Subtema 4.

Kebersamaan di Tempat Wisata, pembelajaran 3 dan 4, pada muatan PPKn

Kompetensi Dasar 3.3 Menyebutkan perbedaan jenis kelamin dan kegemaran

teman, pada muatan Bahasa Indonesia Kompetensi Dasar 3.9 Menentukan kata

sapaan dalam dongeng yang dibacakan guru dan perwakilan siswa, dan pada

muatan Matematika Kompetensi Dasar 3.7 Menjelaskan pecahan

menggunakan gambar yang disediakan oleh guru.

25

Siswa juga diminta untuk mengisi lembar angket tanggung jawab siswa

dengan menggunakan tujuh indikator yang terbagi menjadi indikator tanggung

jawab dalam keberhasilan sekolah dan tanggung jawab dalam keberhasilan siswa

(Daryanto, 2013: 142).

Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) adalah orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa

untuk belajar, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok,

mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Proses pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) terjadi penanaman rasa tanggung jawab kepada siswa yang dapat

meningkatkan tanggung jawab dan hasil belajar siswa dengan Tema 7.

Kebersamaan, Subtema 2. Kebersamaan di Sekolah, dan Subtema 4.

Kebersamaan di Tempat Wisata, pembelajaran 3 dan 4 yang akan dilaksanakan

dalam pemeblajaran tematik kelas 2 semester 2. Secara rinci pelaksanaan

pembelajaran yang akan meningkatkan tanggung jawab dan hasil belajar siswa

disajikan dalam gambar 2.1 tentang peningkatan tanggung jawab dan hasil belajar

siswa melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai

berikut.

26

e

Gambar 2.1 Skema Upaya Peningkatan Tanggung Jawab dan Hasil Belajar

Tema 7 Kebersamaan Subtema 2 dan Subtema 4 dengan Menggunakan

Model Pembelajaran PBL

Tema 7 Kebersamaan kelas 2 semester 2

Subtema 2

Kebersamaan di

Sekolah

Subtema 4

Kebersamaan di

Tempat Wisata

Tema 6 Merawat Hewan dan Tumbuhan

Pembelajaran Konvensional Tanggung jawab dan

hasil belajar siswa masih

rendah

Model pembelajaran Problem

Based Learning (PBL)

Subtema 2 Kebersamaan di sekolah

dan Subtema 4 Kebersamaan di

Tempat Wisata

Orientasi tentang keberagaman

karakteristik individu kepada siswa

Mengorganisasi siswa untuk belajar

tentang karakteristik individu

Penyelidikan kelompok mengenai

keberagaman karakteristik individu

Membuat hasil karya berupa

laporan keberagaman karakteristik

individu

Menganalisis dan mengevaluasi

proses pemecahan masalah

Angket tanggung

jawab siswa

Soal evaluasi

hasil belajar

Nilai hasil

belajar tematik

Skor angket

tanggung jawab

siswa

Kognitif

Afektif

27

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah dipaparkan diatas,

maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

1) Melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

dengan langkah-langkah orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa

untuk belajar, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok,

mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan dapat meningkatkan tanggung jawab dan

hasil belajar siswa kelas 2 SDN Panjang 02 Ambarawa.

2) Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat

meningkatkan tanggung jawab siswa kelas 2 SDN Panjang 02 Ambarawa.

3) Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas 2 SDN Panjang 02 Ambarawa.