19
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA a. Latar Belakang Pembelajaran IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan haanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip- prinsip saja tetap juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didk untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas RI No. 22, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsIPAaja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusa melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ... II.pdf8.2. Membuat suatu karya/model yang menggunakan energi listrik (bel listrik/alarm/model lampu lalu lintas/ kapal

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    2.1.1 Pembelajaran IPA

    a. Latar Belakang Pembelajaran IPA

    Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu

    tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan haanya penguasaan

    kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-

    prinsip saja tetap juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA

    diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri

    dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya

    di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada

    pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar

    menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan

    untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didk untuk

    memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

    Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan

    yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP

    (Depdiknas RI No. 22, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu

    tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan

    pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsIPAaja tetapi juga merupakan

    suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik

    dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut

    menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini

    menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan

    pembelajaran IPA yang empirik dan faktual.

    IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

    manusa melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

    Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk

    terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran

    5

  • 6

    yang diarahkan pada pengalaman belajar bagi siswa untuk memecahkan masalah

    yang dihadapi melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah

    secara bijaksana.

    b. Tujuan

    Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki

    kemampuan sebagai berikut:

    a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan yang Maha Esa

    berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

    b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

    bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

    c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya

    hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan

    masyarakat.

    d. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar

    memecahkan masalah dan membuat keputusan.

    e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga,

    dan melestarikan lingkungan alam.

    f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya

    sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

    g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA sebagai dasar

    untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

    ( Depdiknas: 2011)

    c Ruang Lingkup

    Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:

    a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan

    interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

    b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.

    c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bumi, panas, magnet, listrik, cahaya,

    dan pesawat sederhana.

  • 7

    d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda

    langit lainnya.

    d Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

    Pencapaian tujuan IPA dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang

    standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam

    Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minium yang

    secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam

    pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD

    didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan,

    bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK

    dan KD untuk mata pelajaran IPA yang diitujukan bagi bagi siswa kelas VI SD

    disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini.

    Tabel 2.1

    SK dan KD mata pelajaran IPA Kelas VI Semester 2

    No. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

    8. Memahami pentingnya

    penghematan energi

    8.1. Mengidentifikasi kegunaan energi listrik

    dan berpartisipasi dalam penghematannya

    dalam kehidupan sehari-hari

    8.2. Membuat suatu karya/model yang menggunakan energi listrik (bel listrik/alarm/model lampu lalu lintas/ kapal terbang/mobil-mobilan/model penerangan rumah)

    (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)

    2.1.2 Hasil Belajar

    Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

    pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Hasil belajar mempunyai peranan

    penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat

    memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai

    tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut

  • 8

    guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk

    keseluruhan kelas maupun individu.

    Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat

    dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar

    merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat

    sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis

    ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar

    merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Menurut Oemar Hamalik hasil

    belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada

    orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi

    mengerti. Menurut Purwanto (1989:3), menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu

    yang digunakan untuk menilai hasil pelajaran yang telah diberikan kepada siswa

    dalam waktu tertentu. Menurut Surahmad (1997:88) berpendapat hasil belajar adalah

    hasil dimana guru melihat bentuk akhir dari pengalaman interaktif edukatif yang

    diperlihatkan adalah menempatkan tingkah laku.

    Hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah

    mengalami aktivitas belajar (Chatarina, dkk, 2004:4). Perolehan aspek-aspek perilaku

    tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Hasil belajar adalah perubahan

    tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudjana

    1999:3). Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Secara

    keseluruhan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa,

    setelah ia menerima pengalaman belajarnya

    Benyamin S. Bloom (dalam Anni 2005: 9) mengusulkan hasil belajar

    dikelompokkan ke dalam tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar yaitu

    ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkaitan dengan

    hasil belajar berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah

    kognitif mencakup kategori pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),

    penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian

    (evaluation). Kategori tujuan pembelajaran ranah afektif meliputi penerimaan

    (receiving), penanggapan (responding), penilaian (evaluing), pengorganisasian

    (organization), dan pembentukan pola hidup (organization by a value complex).

  • 9

    Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik

    seperti kemampuan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf.

    Kategori jenis perilaku untuk ranah psikomotorik menurut Elizabeth Simpson (Anni

    2005: 9) meliputi persepsi (perseption), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided

    response), gerakan terbiasa (mechanism), gerakan kompleks (complex overt

    response), penyesuaian (adaptation), dan kreativitas (creativity).

    Hasil belajar digunakan oleh guru untuk menjadikan ukuran atau kriteria

    dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar diperoleh dari aktivitas

    pengukuran. Secara sederhana, pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya

    yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa,

    atau benda. Pengukuran adalah penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk

    menyatakan keadaan individu (Allen dan Yen, 1979). Untuk menetapkan angka dalam

    pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia

    pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa

    seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.

    Tes adalah salah satu contoh instrumen atau alat pengukuran yang paling

    banyak dipergunakan untuk mengetahui kemampuan intelektual seseorang. Tes

    adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh

    informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan

    tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Suryanto Adi,

    dkk., 2009).

    Penetapan angka kemampuan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan

    berbagai cara atau model yang sistematis, baik berhubungan dengan proses belajar

    maupun hasil belajar. Model penetapan angka tersebut pada prinsipnya adalah cara

    penilaian kemajuan belajar peserta didik terhadap pencapaian standar kompetensi

    dan kompetensi dasar. Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan

    indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif,

    maupun psikomotor (Balitbang Depdiknas, 2006). Secara umum model penilaian

    dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu model tes dan nontes.

    1. Tes Tes bisa terdiri atas tes lisan (menuntut jawaban secara lisan), tes tulisan

    (menuntut jawaban secara tulisan), dan tes tindakan (menuntut jawaban dalam

  • 10

    bentuk perbuatan). Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk (a) objektif, ada

    juga yang disusun dalam bentuk (b) esai atau uraian.

    2. Bukan tes (nontes). Bukan tes sebagai alat penilaian mencakup observasi atau

    pengamatan, angket, kuesioner, interviews (wawancara), skala penilaian,

    sosiometri, studi kasus, work sample analysis (analisa sampel kerja), task

    analysis (analisis tugas), checklists dan rating scales dan portofolio

    Model penilaian juga dapat dibedakan menjadi:

    1. Tes tertulis

    Tes tertulis adalah model penilaian yang menuntut jawaban secara tertulis, baik

    berupa tes objektif dan uraian pada peserta didik di lembaga penyelenggara

    pendidikan keterampilan. Ujian tertulis, untuk memperoleh informasi tentang

    pengetahuan peserta didik berkenaan dengan tugas/pekerjaan dengan cara

    merespon secara tertulis tentang aspek-aspek yang diujikan.

    2. Tes kinerja/tindakan

    Tes kinerja adalah model penilaian yang menuntut peserta didik

    mendemonstrasikan kemahirannya dalam melakukan kegiatan atau pekerjaan

    tertentu, misalnya kemahiran mengidentifikasi kerusakan pada alat-alat yang

    diperlukan untuk melakukan kinerja tertentu, bersimulasi, ataupun melakukan

    pekerjaan yang sesungguhnya. Tes kinerja dapat dilakukan untuk menilai proses,

    produk, serta proses dan produk. Tes kinerja, untuk memperoleh data tentang

    kinerja atas bidang keterampilan tertentu yang dipertunjukkan oleh seseorang

    peserta didik. Penilai mengajukan sejumlah tugas atau pekerjaan untuk dilakukan

    oleh peserta didik dengan cara memperagakan secara psikomotor. Misal seorang

    peserta didik disuruh memperagakan cara perambatan panas melalui zat padat.

    3. Tes lisan

    Tes lisan dilaksanakan melalui komunikasi langsung tatap muka antara peserta

    didik dengan seorang atau beberapa penguji. Pertanyaan dan jawaban diberikan

    secara lisan dan spontan. Ujian lisan, untuk memperoleh data tentang performansi

    tertentu, dengan cara berkomunikasi dua arah antara penilai atau guru dengan

    peserta didik melalui tanya jawab atau wawancara langsung, berkenaan dengan

  • 11

    pemahaman, perilaku, kinerja, dan tugas tertentu yang berkaitan dengan materi

    pelajaran yang telah dipelajari.

    4. Observasi

    Observasi adalah model penilaian yang dilakukan dengan cara mencatat hasil

    pengamatan terhadap objek tertentu. Pelaksanaan observasi dilakukan dengan

    cara menggunakan instrumen yang sudah dirancang sebelumnya sesuai dengan

    jenis perilaku yang akan diamati dan situasi yang akan diobservasi, misalnya

    dalam kelas, waktu bekerja dalam bengkel/laboratorium. Metode pencatatan,

    berapa lama dan berapa kali observasi dilakukan disesuaikan dengan tujuan

    observasi. Metode ini digunakan juga untuk memeriksa proses melalui analisis

    tugas tentang beroperasinya suatu kegiatan/pekerjaan tertentu maupun produk

    yang dihasilkannya. Penilaian atau guru dapat secara langsung mengamati dan

    mencatat perilaku yang muncul, dan dapat juga menggunakan lembar observasi

    atau daftar ceklis mengenai aspek-aspek tugas atau pekerjaan tertentu yang akan

    diamati.

    5. Penugasan

    Penugasan adalah model penilaian yang menuntut peserta didik menyelesaikan

    tugas di luar kegiatan pembelajaran di kelas, laboratorium atau bengkel.

    Penugasan dapat diberikan dalam bentuk individual atau kelompok dan dapat

    berupa tugas rumah atau projek. Tugas rumah adalah tugas yang harus

    diselesaikan peserta didik di luar kegiatan kelas. Tugas projek adalah tugas yang

    melibatkan kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis

    maupun lisan dalam waktu tertentu. Proyek, untuk memperoleh data tentang

    kinerja atas suatu tugas/pekerjaan tertentu yang dikerjakan dalam jangka waktu

    tertentu, baik melalui pengawasan maupun tanpa pengawasan. Misalnya penilai

    mempersiapkan dan merancang suatu tugas/pekerjaan tertentu untuk dikerjakaan

    peserta didik kemudian hasil dari pekerjaannya dinilai.

    6. Penilaian portofolio

    Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai hasil

    karya peserta didik. Portofolio adalah kumpulan karya peserta didik dalam bidang

    tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi,

  • 12

    dan kreativitas peserta didik. Portofolio, untuk memperoleh data dengan cara

    mengumpulan bukti-bukti fisik yang bersifat pribadi, atau hasil karya dan

    pencapaian dijadikan sebagai dasar untuk menilai kinerja seseorang sebelum, dan

    setelah mengikuti pendidikan.

    7. Penilaian diri

    Penilaian diri merupakan model penilaian dengan cara meminta peserta didik

    untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya. Penilaian diri untuk

    memperoleh data tentang kelebihan dan kekurangan yang dimiliki peserta didik

    dan bersumber dari peserta didik sendiri. Dalam penilaian diri peserta didik

    menyampaikan sendiri secara jujur apa yang telah dikuasai dan yang belum

    dikuasai setelah atau sebelum mengikuti pembelajaran. Bentuk penilaian diri

    adalah laporan tentang keadaan diri peserta didik yang disusun sendiri oleh

    peserta didik. Misal laporan tentang keterampilan yang telah dikuasai dan yang

    belum dalam membuat tusuk rantai pada pelajaran keterampilan.

    8. Penilaian antar teman

    Penilaian antar teman merupakan model penilaian dengan cara meminta peserta

    didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan temannya. Model penilaian

    antar teman dilakukan dengan melalukan observasi terhadap temannya sendiri.

    Instrumen observasi, skala penilaian, dan daftar ceklist yang digunakan berisikan

    aspek-aspek kemampuan atau kelebihan dan kesulitan atau kekurangan

    temannya dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Misal peserta didik diberikan

    tugas untuk menilai kinerja temannya dalam merawat tanaman hias dengan

    menyiraminya mempergunakan skala penilaian.

    Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui model atau cara

    pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau penilaian

    portofolio. Dengan demikian, Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini

    adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes, pengamatan, diskusi, dan

    laporan.

    Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran

    dinamakan dengan alat ukur atau instrumen. Ada instrumen butir-butir soal apabila

    cara pengukurannya menggunakan tes, apabila pengukurannya dengan cara

  • 13

    mengamati atau mengobservasi akan menggunakan instrumen lembar pengamatan

    atau observasi, pengukuran dengan cara/model skala sikap akan menggunakan

    instrumen butir-butir pernyataan.

    Instrumen sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian

    tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid,

    artinya instrumen ini adalah instrumen yang dapat mengukur apa yang seharusnya

    diukur.

    Menurut Arikunto, S. dalam Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010, 4.30)

    langkah-langkah yang harus dilalui dalam menyusun instrumen adalah:

    1. Merumuskan tujuan. Contoh tujuan menyusun angket untuk mengumpulkan data

    tentang besarnya minat belajar dengan modul.

    2. Membuat kisi-kisi. Membuat kisi-kisi yang mencanangkan tentang perincian

    SK/KD dan indikator dan jenis instrumen yang akan digunakan untuk mengukur

    setiap indikator yang bersangkutan.

    3. Membuat butir-butir instrumen. Menyusun instrumen bukanlah pekerjaan yang

    mudah. Bagi penilai pemula, tugas menyusun instrumen merupakan pekerjaan

    yang membosankan dan menyebalkan. Sebelum memulai pekerjaannya, mereka

    menganggap bahwa menyusun instrumen itu mudah. Setelah tahu bahwa langkah

    awal adalah membuat kisi-kisi yang menuntut kejelian yang luar biasa. Tidak

    mengherankan kalau banyak di antara penilai yang merasa kesulitan.

    4. Menyunting instrumen Langkah ini merupakan pekerjaan terakhir dari

    penyusunan instrumen. Hal-hal yang dilakukan dalam penyuntingan instrumen

    adalah:

    a. Mengurutkan butir menurut sistematika yang dikehendaki penilai atau

    pengawas untuk mempermudah pengolahan data.

    b. Menuliskan petunjuk pengisian, identitas dan sebagainya.

    c. Membuat pengantar permohonan pengisian bagi angket yang diberikan kepada

    orang lain.

    Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau matriks

    pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau

  • 14

    pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan

    tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini dimaksudkan sebagai pedoman merakit atau

    menulis soal menjadi perangkat tes. Langkah-langkah untuk menyusun kisi-kisi soal

    menurut Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010, 3.5-3.6) adalah sebagai berikut:

    1. Pemilihan sampel atau contoh materi yang akan ditulis butir soalnya hendaknya

    dilakukan dengan mengacu pada tujuan pembelajaran atau kompetensi yang

    ingin dicapai.

    2. Jenis asesmen yang akan digunakan. Pemilihan jenis asesmen berhubungan

    erat dengan jumlah sampel materi yang dapat diukur, tingkat kognitif yang akan

    diukur, jumlah peserta tes, serta jumlah butir soal yang akan dibuat, dan juga

    sangat terkait dengan tujuan pembelajaran yang akan di ukur.

    3. Jenjang kemampuan berpikir atau perilaku yang ingin dicapai. Setiap kompetensi

    mempunyai penekanan kemampuan yang berbeda dalam mengembangkan

    proses berpikir peserta didik. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kumpulan

    butir soal yang akan digunakan dalam tes, harus dapat mengukur proses berpikir

    yang relevan dengan proses berpikir yang dikembangkan selama proses

    pembelajaran. Dalam Standar Isi, kemampuan berpikir yang akan diukur dapat

    dilihat pada "perilaku yang terdapat pada rumusan kompetensi dasar atau pada

    standar kompetensi".

    4. Indikator perilaku dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal

    yang dikehendaki. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus

    memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi

    dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara singkat

    dan jelas. Dalam hubungan ini kita mengenal ranah kognitif yang dikembangkan

    oleh Benyamin S. Bloom dan kawan-kawan yang kemudian direvisi oleh

    Krathwoll (2001). Revisi Krathwoll terhadap tingkatan dalam ranah kognitif

    adalah ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi

    (C5), dan kreasi (C6).

    5. Sebaran tingkat kesukaran butir soal. Dalam menentukan sebaran tingkat

    kesukaran butir soal dalam set soal, harus mempertimbangkan interpretasi hasil

  • 15

    tes mana yang akan dipergunakan, interpretasi hasil tes lebih kepada

    ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran.

    6. Waktu atau durasi yang disediakan untuk pelaksanaan tes. Lamanya waktu tes

    merupakan faktor pembatas yang harus diperhatikan dalam membuat

    perencanaan tes. Waktu pelaksanaan tes, disesuaikan dengan jenis tes yang

    ditentukan. Jika asesmen formatif yang akan diterapkan kepada peserta didik,

    maka asesmen dilaksanakan setelah guru selesai mengajarkan satu unit

    pembelajaran, atau diterapkan pada akhir setiap standar kompetensi ataupun

    kompetensi dasar pada setiap satuan pembelajaran (RPP), atau dilakukan di

    tengah-tengah perjalanan program pengajaran atau tengah semester.

    7. Jumlah butir soal. Penentuan jumlah butir soal yang tepat dalam satu kali tes

    tergantung pada beberapa hal, antara lain tujuan pembelajaran yang ingin

    dicapai, ragam soal yang akan digunakan, proses berpikir yang ingin diukur, dan

    sebaran tingkat kesukaran dalam set tes tersebut.

    8. Contoh format kisi-kisi soal untuk penilaian proses pembelajaran dalam tabel ini.

    Format Kisi-Kisi Soal IPA Kelas VI

    Sekolah : SDN Tumbrep 02 Jumlah soal : 10

    Kelas : VI Bentuk soal/tes : Isian

    Mapel : IPA Pengajar/guru : Dalimin

    Waktu : 20 menit Pengembang : Dalimin

    Catatan : Bentuk soal objektif, jika tujuan pembelajaran mengukur proses berfikir

    rendah dan sedang, dan bentuk uraian, jika tujuan pembelajaran mengukur proses

    berfikir tinggi (analisis, evaluasi dan kreasi). Ditentukan juga oleh jumlah soal yang

    akan diujikan.

    Kompetensi

    Dasar/

    Pokok

    Bahasan/ Proses Berfikir Tingkat Kesukaran Soal Bentuk

    Indikator

    Sub Pokok

    Bahasan

    C

    1

    C

    2

    C

    3

    C

    4

    C

    5

    C

    6 Rendah

    Sed

    ang Tinggi

    Instrumen

  • 16

    8.1

    Catatan :

    Kolom proses berfikir dan tingkat kesukaran soal diisi dengan jumlah

    soal

    Hasil dari pengukuran tersebut dipergunakan sebagai dasar penilaian atau

    evaluasi. Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris). Stufflebeam

    (Fernandes 1984) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran,

    pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil

    keputusan dalam menentukan alternatif keputusan (judgement alternative).

    Sedangkan Tyler seperti dikutip oleh Mardapi, D. (2004) menyatakan bahwa

    evaluasi merupakan proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah

    tercapai. Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010, 2.8) mengartikannya, bahwa

    evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas

    hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut

    dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil

    pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau

    ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses atau

    kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM, atau batas keberhasilan,

    dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai

    patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan

    sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan

    atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah

    kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan

    bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif

    (PAN/PAR).

    Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007

    tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria ketuntasan

    minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan

    pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata

  • 17

    pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang

    kompetensi.

    2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

    a. Pengertian

    Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran

    kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang

    bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu

    mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends,

    1997). Model mengajar jigsaw dikembangkan oleh Aronson et.al sebagai metode

    kooperatif learning. Model ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca,

    menulis, mendengarkan, dan berbicara. Dalam model ini siswa bekerja sama

    dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak

    kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan

    berkomunikasi.

    Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran kooperatif dimana

    siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang dengan

    memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota

    bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan

    dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Model

    pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung

    jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.

    Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap

    memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang

    lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus

    bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan (Lie, A.,

    1994).

    Pembelajaran kooperatif jigsaw didasari oleh pemikiran filosofis “Getting

    Better Together” yang bararti untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dalam

    belajar hendaknya dilakukan secara bersama-sama. Dalam bukunya Muhammad

    Nur (1999) juga dijelaskan bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami

  • 18

    konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut

    dengan temanya. Model kooperatif tipe jigsaw adalah suatu strategi belajar yang

    menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi

    beberapa bagian dan materi. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh

    siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain (Hizyam

    Zaini,dkk,2007). Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini memandang bahwa

    keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh oleh guru,

    melainkan bisa juga di pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman.

    Jadi keberhasilan belajar dalam pendekatan ini bukan hanya ditentukan oleh

    kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan itu akan baik bila dilakukan

    secara bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan baik.

    Jigsaw merupakan model pertukaran kelompok dengan kelompok namun ada

    perbedaan penting yakni setiap siswa mengajarkan sesuatu pada siswa yang lain.

    Tiap siswa mempelajari satu bagaian materi pelajaran , yang bila digabungkan

    dengan materi yang dipelajari siswa lain membentuk pengetahuan atau

    keterampilan yang padu.

    b. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

    Menurut Arends (1997) keunggulan kooperatif tipe jigsaw adalah:

    1. Meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan

    juga pembelajaran orang lain.

    2. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus

    siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya

    yang lain.

    3. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan

    kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan

    siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam.

    Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu

    kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang

    ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan

    tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan

    kepada anggota kelompok asal.

  • 19

    Para anggota dari kelompok-kelompok yang berbeda, tetapi mempunyai topik

    yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang

    topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka, kemudian siswa-siswa itu

    kembali pada kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang

    lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.

    Guru harus mengetahui latar belakang siswa agar tercipta suasana yang baik

    bagi setiap angota kelompok. Disini, peran guru adalah mefasilitasi dan memotivasi

    para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan.

    Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada

    kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah

    mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Para kelompok ahli harus

    mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn diskusi di

    kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada

    kelompok asal. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap

    anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus

    memiliki tanggung jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan

    untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan.

    Gambaran secara umum model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini

    adalah dalam pembelajaran berbagai materi diberikan kepada siswa dalam bentuk

    teks, dan setiap siswa dalam kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari satu

    bagian materi. Anggota kelompok yang berbeda dan memiliki materi yang sama

    berkumpul membentuk kelompok yang disebut dengan kelompok ahli, untuk belajar

    dan saling membantu mempelajari materi tersebut. Setelah mereka berdiskusi

    dalam kelompok ahli, kemudian mereka kembali ke kelompok awal yaitu kelompok

    asal mereka dan menjelaskan semua yang telah mereka diskusikan atau pelajari

    dalam diskusi kelompok ahli.

    c. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw

    Langkah-langkah penerapan model jigsaw menurut Arends (1997) antara lain

    adalah :

    1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap

    kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok

  • 20

    ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan

    dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai

    dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap

    siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut.

    Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam

    kelompok yang disebut kelompok ahli. Dalam kelompok ahli, siswa

    mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun

    rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok

    asal. Kelompok ini disebut kelompok jigsaw. Misal suatu kelas dengan jumlah 40

    siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan

    pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 20 siswa

    akan terdapat 4 kelompok ahli yang beranggotakan 5 siswa dan 4 kelompok asal

    yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke

    kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam

    kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada

    kelompok ahli maupun kelompok asal.

    2. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal,

    selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan

    pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang

    telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi

    pembelajaran yang telah didiskusikan.

    3. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.

    4. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan

    berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar

    ke skor kuis berikutnya.

    Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi

    pembelajaran. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar

    materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta

    cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Penjelasan dari langkah-

    langkah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di atas adalah :

    1. Persiapan

  • 21

    Membuat bahan ajar

    Bahan ajar pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dirancang sedemikian rupa untuk

    pembelajaran secara berkelompok sebelum menyajikan materi pembelajaran dibuat

    lembar ahli yang akan dipelajari oleh peserta didik dalam kelompok kooperatif.

    2. Tahap pembelajaran

    Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran IPA

    untuk mengetahui pengaruhnya terhadap motivasi belajar siswa maka dapat

    ditempuh dengan tahapan-tahapan berikut ini :

    a) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran pada siswa.

    b) Guru menjelaskan pada siswa bahwa akan menerapkan model pembelajaran

    kooperatif jigsaw, para siswa harus mengetahui dengan tepat tat aturan

    penerapan model pembeljaran kooperatif tipe jigsaw ini.

    c) Guru membentuk kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 siswa yang

    heterogen yang disebut dengan kelompk asal.

    d) Guru melakukan pembagian materi yang harus dipelajari pada masing-masing

    siswa dalam kelompok asal (A1, A2,A3,A4 ; B1, B2, B3, B3, dst)

    e) Guru meminta siswa yang memiliki materi yang sama untuk membentuk

    kelompok yang disebut dengan kelompok ahli. Posisi tempat duduk harus diatur

    sehingga siswa dapat saling bertatap muka.

    f) Setelah selesai diskusi, guru meminta siswa yang bekerja dalam kelompok ahli

    untuk kembali ke kelompok awal masing-masing yaitu kelompok asal.

    g) Masing-masing siswa bergantian mengajarkan teman dalam kelompok asal

    tentang materi pelajaran yang dipelajari atau didiskusikan dalam kelompok ahli

    tadi.

    h) Siswa bersama guru menyamakan persepsi dan merangkum materi yang telah

    dipelajari pada pertemuan tersebut.

    i) Guru mengadakan kuis secara individual.

    j) Guru memberikan penghargaan pada kelompokyang mendapatkan skor kuis

    tertinggi yang berupa pujian dan tepuk tangan dari semua siswa.

  • 22

    2.1.4 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan

    Ibdi (2009) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh Model

    Pembelajaran Kooperatif Terhadap Motivasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan

    Siswa Kelas III di SDN Petaonan 2 Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan tahun

    pelajaran 2007/2008.” Dari hasil analisis data statistik diperoleh nilai t kerja sebesar

    7,714 lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel sebesar 2,048 (taraf signifikasi

    5%). dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa pembelajaran kooperatif lebih

    baik dan efektif diterapkan pada mata pelajaran Pkn dibandingkan dengan

    pembelajaran secara konvensional. Di samping itu jelaslah bahwa ada perbedaan

    prestasi belajar siswa kelas III SDN Pataonan 2 antara yang diajar dengan

    konvensional dan kooperatif.

    Guru bangkit (2009) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh

    Pembelajaran Kooperatif Terhadap Motivasi Belajar Siswa” memperoleh kesimpulan

    t-hitung > t-tabel yaitu t-hitung sebesar 18,546 sedangkan t-tabel sebesar 2,67 pada

    taraf signifikansi 0.000 dengan demikian Model pembelajaran kooperatif ini cocok

    diterapkan di sekolah dasar. Sebab, pembelajaran ini mengutamakan adanya

    kerjasama dalam suatu kelompok. Antara satu individu dengan individu lainnya

    saling tergantung. Siswa dapat terlibat secara aktif dan dapat merasa puas atas apa

    yang telah dikerjakan.

    2.1.5 Kerangka Berpikir

    Segala aktivitas memerlukan motivasi agar apa yang dikerjakan mencapai tujuan

    yang diinginkan. Demikan juga dalam proses pembelajaran di sekolah, setiap siswa

    diharapkan mempunyai motivasi untuk mengikuti proses belajar mengajar dalam

    semua mata pelajaran. Hal ini bertujuan untuk mencapai kompetensi dasar yang

    ditetapkan oleh kurikulum yang berlaku.

    Model pembelajaran kooperatif jigsaw adalah model pembelajaran yang

    memfokuskan hampir semua kegiatan pembelajaran pada siswa. Siswa dituntut untuk

    bisa bertanggung jawab atas apa yang dipelajarinya bersama teman-temannya dalam

    satu kelompok. Siswa dituntut untuk aktif mengikuti proses pembelajaran dan mengerti

    materi yang akan dipelajari. Pembelajaran ini membagi siswa dalam 1 kelas menjadi

  • 23

    kelompok asal dan kelompok ahli,melakukan diskusi, presentasi,kuis, kemudian

    pemberian penghargaan bagi kelompok yang mendapatkan skor tertinggi. Dengan

    model pembelajaran seperti ini diharapkan dapat termotivasi untuk mengikuti

    pembelajaran IPA, sehingga tujuan pembelajaran IPA dapat tercapai. Uraian diatas

    dapat digambarkan dengan bagan di bawah ini :

    Gambar.2.1

    Gambar Alur Pikir Model Pembelajaran Jigsaw dan Peningkatan Hasil Belajar

    2.1.6 Hipotesis Tindakan

    Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat

    meningkatkan hasil belajar bagi siswa Kelas VI SD Negeri Tumbrep 02 Kecamatan

    Bandar Kabupaten Batang Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012. Pada materi

    penghematan energi listrik.

    Model Pembelajaran

    Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam

    Pembelajaran IPA

    1. Pembentukan 4 kelompok

    asal

    2. Penomeran

    3. Pembagian materi

    4. Diskusi kelompok ahli (

    terdiri dari 4 kelompok ahli)

    5. Presentasi kelompok asal

    6. Kuis

    1.

    1. .

    Hasil Belajar

    meningkatkan hasil belajar IPA