Upload
vodat
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray
2.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Udin dalam Endang Mulyatiningsih (2011:211), model
pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar yang akan diberikan
untuk mencapai tujuan tertentu”. Menurut Gunter dalam Santyasa (2010:7)
mendefinisikan “an instructional model is a step-by-step procedure that leads to
specific learning outcomes”. Joyce & Weil dalam Santyasa (2010:7) berpendapat
model pembelajaran sebagai “kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan pembelajaran”. Menurut Joyce & Weil dalam
Santyasa (2010:7) pembelajaran memiliki lima unsur dasar yaitu :
1. Syntax, yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran.
2. Social system, yaitu suasana dan norma yang berlaku dalam
pembelajaran.
3. Principles of reaction, yaitu menggambarkan bagaimana seharusnya
guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa.
4. Support system, yaitu segala sara, bahan, alat atau lingkungan belajar
yang mendukung pembelajaran.
5. Instructional dan nurturant effects, yaitu hasil belajar yang diperoleh
langsung berdasarkan tujuan yang disasar (instructional effects) dan
hasil belajar yang disasar (nurturant effects).
Dari pengertian diatas, penulis menyimpulkan model pembelajaran adalah
gambaran pembelajaran dari awal sampai akhir yang tersusun langkah demi
langkah untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan dapat menggunakan metode pembelajaran, salah
satunya adalah cooperatif learning.
6
2.1.1.2 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Menurut Solihatin (2008:4) cooperative learning mengandung pengertian
sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara
sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari
dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh
keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan
atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang memiliki latar
belakang kemampuan akademik, jenis kelmain, ras atau suku yang berbeda
(heterogen) menurut Sanjaya (2006: 239).
Slavin dalam Sanjaya (2006: 240) mengemukakan dua alasan, pertama
beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat
meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima
kekurangan diri sendiri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri.
Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam
belajar berpikir, memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan
keterampilan.
Roger dan David Johnson dalam Lie (2002: 54) mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil
yang maksimal lima unsur model pembelajaran cooperative learning harus
diterapkan, yaitu :
1) Saling ketergantungan positif
Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun
tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota harus menyelesaikan
tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.
2) Tanggung jawab perseorangan
Masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya
sendiri dalam menyelesaikan tugas dalam kelompok agar tugas selanjutnya
dalam kelompok bisa dilaksanakan.
7
3) Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota kelompok. Inti dari
sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan
mengisi kekurangan masing-masing.
4) Komunikasi antar anggota
Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para
anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk
mengutarakan pendapat mereka.
5) Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Penulis menyimpulkan, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
dengan memecahkan masalah yang dilakukan bersama teman terdiri dari dua
orang atau lebih. Dalam pembelajaran ini dibutuhkan komunikasi antar anggota
dan tanggung jawab. Pembelajaran ini dapat menumbuhkan hubungan sosial antar
anggota kelompok, meningkatkan bahasa siswa dan dapat meningkatkan keaktifan
siswa.
2.1.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray
Model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak macam salah satunya
adalah model pembelajaran two stay two stray. Model pembelajaran two stay two
stray ( TSTS ) dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Metode ini
dapat digunakan pada semua materi pelajaran dan tingkatan usia siswa. Struktur
dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan
hasil dan informasi dengan kelompok lain. Hal ini dilakukan dengan cara saling
mengunjungi atau bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi. Menurut Lie
(2002: 61), kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan model two stay two
stray yaitu:
8
1. Siswa bekerja dalam kelompok berempat seperti biasa.
2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing diantara dua kelompok
akan meninggalkan kelompoknya dan masing bertamu ke dua
kelompok yang lain.
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil
kerja dan informasi kepada tamu mereka.
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
5. Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Langkah-langkah model pembelajaran two stay two stray menurut Nadiya
dalam Eni (2011: 9-10) adalah sebagai berikut :
1. Pembentukan kelompok heterogen. Pembentukkan kelompok dalam
kelas ditentukkan oleh guru yang lebih mengetahui siswa yang pandai
dan siswa yang lemah. Pembentukkan kelompok ini harus bersifat
heterogen. Siswa-siswa dalam kelompok merupakan campuran siswa
dari tingkat kepandaian, jenis kelamin dan suku. Sehingga tidak akan
ditemui kelompok yang beranggotakan siswa yang pandai saja atau
sebaliknnya.
2. Penjelasan materi dan kegiatan kelompok. Guru memberikan informasi
pada siswa berkenaan dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa serta
relevansi kegiatan dengan materi pelajaran. Pada saat guru memberikan
materi pelajaran, siswa harus sudah berada dalam kelompok masing-
masing, kemudian guru memberikan tugas dan masing-masing
kelompok mengerjakannya. Apabila terdapat kesulitan dalam
intepretasi petunjuk kegiatan, siswa dapat meminta bantuan guru
3. Kelompok memutuskan jawaban yang paling benar dan memastikan
setiap anggota kelompok memahami jawaban tersebut.
4. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan
meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke dua kelompok lain. Dua
orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
dan informasi mereka kepada tamu mereka.
5. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
6. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil- hasil kerja mereka.
7. Pemberian penghargaan. Kelompok yang mempunyai nilai rata-rata tiap
anggota paling baik, pantas diberi penghargaan. Skor yang dicapai tiap
kelompok ini digunakan sebagai dasar pembentukkan kelompok baru
untuk materi berikutnya.
Dari uraian yang telah dipaparkan diatas, penulis mencoba memberikan
tentang metode pembelajaran kooperatif tipe two stay two stay. Model
pembelajaran two stay two stay adalah model pembelajaran kooperatif dengan
9
teknik setiap kelompok membagikan hasil atau informasi kepada kelompok lain.
Langkah-langkah pembelajaran two stay two stray adalah siswa berkelompok
kemudian setiap kelompok diberi permasalahan yang harus mereka diskusikan
jawabannya. Setelah diskusi dalam kelompok, dua dari anggota kelompok
bertamu ke kelompok lain untuk mendapatkan informasi. Dua anggota dari
kelompok tetap tinggal untuk membagikan informasi kepada tamu yang datang.
Setelah semua informasi didapatkan, mereka kembali ke kelompok masing-
masing untuk berdiskusi mengenai informasi yang diperoleh. Dalam proses
mencari informasi dan berbagi informasi diharapkan dapat menambah minat
siswa megikuti pelajaran matematika sehingga pembelajaran akan lebih
bermakna. Menurut Eko (http://ras-eko.blogspot.com/2011/05/model-
pembelajaran-kooperatif-tipe-two.html) kelebihan dan kelemahan dari
pembelajaran two stay two stay adalah sebagai berikut.
1. Kelebihan model pembelajaran two stay two stray
a. Pembelajaran akan lebih bermakna.
b. Pembelajarn berpusat pada siswa.
c. Siswa akan lebih aktif.
d. Siswa lebih berani mengungkapkan pendapatnya.
e. Meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
f. Dapat meningkatkan minat siswa.
2. Kelemahan model pembelajaran two stay two stray
a. Memperlukan waktu yang lama.
b. Membutuhkan banyak persiapan.
c. Siswa yang kurang akan bergantung kepada siswa yang pintar maka
ada kecenderungan siswa tidak mau belajar dalam kelompok.
Dari kekurangan model pembelajaran kooperatif two stay two stray guru
dapat mensiasatinya dengan terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk
kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan
kemampuan akademis. Berdasarkan jenis kelamin, dalam satu kelompok harus
ada siswa laki-laki dan perempuannya. Jika berdasarkan kemampuan akademis
maka dalam satu kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis
tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari orang yang
memiliki kemampuan akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen
memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehinga
10
memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang
berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu anggota
kelompok lain.
Pada tabel 2.1 di bawah ini merupakan langkah-langkah pembelajaran
yang dilakukan guru dan siswa dengan models two stay two stray berdasar teori
belajar Dienes. Pembelajaran ini akan diuji cobakan di SD Negeri Cebongan 02
Salatiga.
11
Tabel 2.1
Langkah-langkah Pembelajaran Two Stay Two Stary Berdasar Teori Dienes
No Indikator Indikator untuk Guru Indikator untuk Siswa
1 Persi-
apan
1. Guru membuka pelajaran
dengan nyanyian yang
menarik.
2. Guru membagi kelompok.
1. Siswa tertarik mengikuti
pelajaran.
2 Penje-
lasan
3. Guru menjelaskan sisi,
rusuk dan titik sudut
bangun ruang.
4. Guru menjelaskan jalannya
permainan dalam diskusi.
2. Siswa menentukan
pengertian sisi, rusuk dan
titik sudut.
3. Siswa mengajukan
pertanyaan tentang materi.
4. Siswa mengajukan
pertanyaan tentang jalannya
permainan dalam diskusi.
3 Perm-
ainan
dalam
disku-
si
5. Guru mengarahkan dan
membimbing siswa dalam
jalannya permainan dalam
diskusi.
5. Siswa mengunjungi
kelompok lain.
6. Siswa bekerjasama dalam
kelompok.
7. Siswa di dalam kelompok
berdiskusi mengerjakan
lembar kerja.
8. Siswa mencatat hasil
informasi yang didapat dari
hasil permainan.
9. Siswa mencatat hasil
informasi yang didapat dan
hasil diskusi di lembar
kerja.
4 Prese-
ntasi
6. Guru memberi kesempatan,
siswa mempresentasikan
hasil diskusi.
7. Guru memimpin presentasi
membahas hasil diskusi.
10 Siswa mempresentasikan
hasil diskusi di depan kelas.
11. Siswa menanggapi
presentasi kelompok lain.
5 Eval-
uasi
8. Guru bersama siswa
mengulas kembali sifat-sifat
bangun ruang
12. Siswa memperhatikan
penjelasan dari guru.
6 Kesi-
mpula
n
9. Guru mengarahkan siswa
untuk menyimpulkan hasil
penelitian.
10. Guru menghargai pujian
atas hasil kerja siswa.
13. Siswa tekun dalam
melakukan diskusi dan
permainan.
14. Siswa nampak gembira
dalam mengikuti pelajaran.
12
2.1.2 Teori Belajar Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang ahli matematika yang memfokuskan
perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar teorinya
bertumpu pada Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada siswa-siswa,
sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi siswa yang
mempelajarinya. Dienes dalam Aisyah (2007:2.7) berpendapat bahwa pada
dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-
misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan mengkategorikan
hubungan-hubungan di antara struktur-struktur.
Perkembangan konsep matematika menurut Dienes dalam Aisyah
(2007:2.8) dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam
rangkaian kegiatan belajar dari kongkret ke simbolik. Tahap belajar adalah
interaksi yang direncanakan antara yang satu segmen struktur pengetahuan dan
belajar aktif, yang dilakukan melalui media matematika. Konsep-konsep
matematika dapat dipelajari sesuai tahapannya, tahapan ini seperti halnya tahap
perkembangan menurut Piaget. Menurut Dienes dalam Aisyah (2007:2.8),
konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap
tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu :
1. Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari pengembangan
konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar
konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi
kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul.
Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam
mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya
dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-
konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari
benda yang dimanipulasi.
2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-
pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini
13
mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang
lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui
permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana
struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan
dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena
akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang
dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik
memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman,
dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan
permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun
yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda
berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok
bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan
merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak
merah (biru), hijau, kuning).
3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan
menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk
melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka
dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi
ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan
semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak
dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta
mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut
(anggota kelompok).
4. Permainan Representatif (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang
sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah
mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi
yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan
14
demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya
abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan
kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan
menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh,
dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut,
kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang
digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap
ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian
merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah
mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak
didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma,
harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti
membuktikan teorema tersebut. Karso dalam Aisyah (2007:2.11) menyatakan
pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan
tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu
sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-
sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, an mempunyai elemen
invers, membentuk sebuah sistem matematika. Dienes dalam Aisyah (2007:2.11)
menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama belajar.
Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi
matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan
tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai
penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan
bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik.
Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat mempermudah proses
15
pengklasifikasian abstraksi konsep. Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya
tampak berbeda antara satu dan lainya sesuai dengan prinsip variabilitas
perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik dapat melihat struktur dari
berbagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap
setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian (multiple embodiment)
juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang variabel-variabel
matematika. Variasi matematika dimaksud untuk membuat lebih jelas mengenai
sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi terhada konteks yang lain.
Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam
konsep tertentu, semakinjelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut.
Penulis menyimpulkan teori belajar dienes adalah suatu pendekatan dalam
pembelajaran matematika yang dugunakan untuk memudahkan siswa dalam
memahami konsep suatu materi. Dalam pendekatan teori belajar ini, penulis
menggunakan tahap belajar permainan mengggunakan aturan. Dalam permainan
ini, siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam
konsep tertentu. Misalnya, untuk mengetahui sifat-sifat bangun ruang, siswa
harus mengetahui pola-pola dari bangun rruang tersebut. Siswa mendefinisikan
sisi, rusuk dan titik sudut kemudian melalui analisis sisi, rusuk dan titi sudut,
siswa dapat menentukan sifat-sifat dari bangun ruang tersebut. Adapun kelebihan
dan kelemahan teori pembelajaran Dienes menurut
http://sekilaskamushidupku.blogspot.com/2011/04/teori-belajar-dienes
pembelajaran.html (8 Oktober 2011) adalah sebagai berikut :
1. Kelebihan teori belajar Dienes
a. Dengan menggunakan benda-benda konkret, siswa lebih dapat
memahami konsep dengan benar.
b. Suasana belajar akan lebih hidup, menyenangkan, dan tidak
membosankan.
c. Dominasi guru berkurang dan siswa lebih aktif.
d. Konsep yang dipahami dapat lebih tertanan dalam diri siswa karena
siswa membuktikannya sendiri.
e. Dengan banyaknya contoh permaianan, siswa dapat
menerapkannya dalamsituasi lain.
16
2. Kelemahan teori belajar Dienes
a. Tidak semua materi dapat menggunakan teori belajar Dienes,
karena teori ini lebih mengarah pada permainan.
b. Tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama.
c. Bila pengajar tidak memiliki kemampuan mengarahkan siswa maka
siswa cenderung hanya bermain tanpa berusaha memahami konsep.
Untuk mensiasati kelemahan teori belajar Dienes maka dalam permainan
setiap siswa harus mempunyai tanggungjawab perseorangan. Jadi siswa tersebut
diberi tanggungjawab atas persoalan yang dibebankan padanya secara individu.
Dengan begitu siswa tidak hanya bermain tapi berusaha memahami dari setiap
permainan karena dia harus mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya.
2.1.3 Pengertian Pembelajaran
Menurut Usman dalam Astuti (2010:30) pembelajaran adalah “inti dari
proses pendidikan secara kesuluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan
utama”. Berhasil atau tidaknya proses pembelajran tergantung dari seberapa besar
guru berperan dalam pembelajaran. Menurut Miarso dalam Eni (2011:13),
pembelajaran adalah “usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan
tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta
pelaksanaannya terkendali”. Sebelum guru melaksanakan pembelajaran di kelas,
terlebih dahulu guru membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang natinya
sebagai acuan guru dalam proses pembelajraan.
Menurut Degeng dalam Eni (2011:14), pembelajaran adalah “upaya untuk
membelajarkan siswa”. Dalam pembelajaran guru hanya sebagai fasilitator siswa
sehingga siswa dapat menganlisis suatu permasalahan. Menurut Suherman dalam
Astuti (2010:30), pembelajaran merupakan “proses komunikasi antara peserta
didik dengan pendidik serta antar peserta didik dalam rangka perubahan sikap”.
Sedangkan menurut Yamin dalam Astuti (2010:31) pembelajaran pada dasarnya
adalah “proses komunikasi sebagai rangkaian kegiatan setiap unsur yang terlibat
dalam suatu komunikasi dan bagaimana interaksi antar unsur tersebut”.
Dari pengertian pembelajaran di atas penulis mencoba menyimpulkan,
pembalajaran adalah usaha pendidikan yang dilakukan secara sengaja dan terarah
dan bertujuan oleh guru agar siswa memperoleh pengalaman yang bermakna.
17
2.1.4 Hakekat Matematika
Matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam
sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol (lambang) dan penalaran deduktif
menurut Sutawijaya dalam Aisyah (2007:1.1). menurut Hudoyo dalam Aisyah
(2007:1.1) matematika berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan,
hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan
dengan konsep-konsep abstrak.
Keabstrakan matematika karena objek dasarnya abstrak, yaitu fakta,
konsep, operasi, dan prinsip menurut Soedjadi dalam Muhsetyo (2011:1.2). Untuk
memahami konsep matematika yang abstrak Bruner dalam Muhsetyo (2011:2.6)
menyatakan, pentingnya tekanan pada kemampuan siswa dalam berfikit intuitif
dan analitik akan mencerdasakan siswa membuat prediksi dan terampil dalam
menemukan pola dan hubungan/keterkaitan. Jadi penanaman pemahaman belajar
matematika utamanya adalah menanamkan konsep-konsep dan pengetahuan
prosedural.
2.1.5 Cara Mengembangkan Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray
Berdasar Teori Dienes
Model pembelajaran kooperatif two stay two stray memiliki kelebihan dan
kelemahan masing-masing. Untuk mengembangkan metode two stay two stray,
penulis menutupi kelemahan metode pembelajaran tersebut dengan kelebihan
teori belajar Dienes. Sedangkan kelemahan teori belajar Dienes, penulis
menutupinya dengan kelebihan model pembelajaran kooparetif two stay two stray.
Jadi model pembelajaran two stay two stray akan digabungkan dengan teori
pembelajaran matematika menurut teori Dienes.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Ferdianto, Wanda. 2011. Telah melakukan penelitian tentang pengaruh
penerapan teori belajar matematika Dienes dalam metode pembelajaran kooperatif
tipe STAD terhadap peningkatan hasil belajar matematika kelas IV semester II SD
negeri Salatiga I. Setelah melaksanakan penelitian dan pengolahan data dapat
18
disimpulkan bahwa penerapan teori belajar Dienes dalam pembelajaran kooperatif
tipe STAD berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa.
Hapsah, Dewi Sufia. 2008. Telah melakuan penelitian tentang “Visualisasi
Blok Dienes sebagai Media Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan di Sekolah
Dasardengan Bantuan Komputer”. Penelitian ini menghasilkan program yang
memvisualisasikan Blok Dienes sebagai media pembelajaran operasi hitung
bilangan, yang mudah digunakan. Dengan program ini tidak perlu tersedia Blok
Dienes, selama pembelajaran berlangsung. Peragaan penggunaan Blok Dienes
untuk menanamkan konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian
dapat ditampilan setahap demi setahap. Dengan demikian pemahaman konsep
operasi hitung bilangan menjadi lebih baik dan lebih ringkas.
Susiloningtiyas, Eni. 2011. Melakukan penelitian tentang “Pengaruh
Penggunaan Model Two Stay Two Stray pada Pembelajaran Matematika terhadap
Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri Balesari Kecamatan Bansari Kabupaten
Temanggung Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011” dan hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD
Negeri Balesari Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung dengan penggunaan
model two stay two stray. Hasil belajar yang diperoleh lebih baik dibanding
pembelajaran tanpa model two stay two stray yaitu nilai rata-rata posttes kelas
eksperimen 87,20 sedangkan nilai rata-rata postes kelas kontrol 75,46.
Suhendar, Heri. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Two Stay – Two Stray dalam Pembelajaran Matematik untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA ( Studi Eksperimen
terhadap Siswa Kelas X SMAN 9 Bandung). Hasil dari penelitian ini adalah
meningkatanya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mengikuti
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe two stay
two stray lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran konvensional, kualitas
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa setelah mengikuti
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe two stay
19
two stray berada dalam kategori sedang, sedangkan respon siswa terhadap
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray adalah positif.
Penelitian sebelumnya adalah penelitian eksperimen dengan tema model
kooperatif two stay two stray dan teori belajar Dienes. Hasil penelitiannya
menunjukkan berpengaruh terhadap hasil belajar, model two stay two stray
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dan pemahaman
konsep operasi hitung bilangan menjadi lebih baik dan lebih ringkas apabila
belajar menggunakan visualisasi blok Dienes. Oleh karena penggunaan model two
stay two stray dan teori Dienes berhasil digunakan dalam pembelajaran, maka
peneliti mengembangkan model two stay two stray berdasar teori Dienes dalam
pembelajaran matematika untuk siswa kelas V SD. Hasil penelitian
pengembangan ini berupa modul pembelajaran.
2.3 Kerangka Berpikir
Dalam peningkatkan sumber daya manusia diperlukan pengembangan
dalam pendidikan untuk hasil yang optimal. Komunikasi dua arah antar guru dan
siswa atau siswa dengan siswa sangat diutamakan sehingga terjadi kerjasama yang
timbal balik. Salah satu model pembelajaran yang membutuhkan kerjasama
adalah kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS), dua orang dari kelompok akan
tinggal sebagai penunggu rumah bertugas memberikan informasi dan dua orang
bertamu ke kelompok lain untuk mendapatkan informasi. Dengan model ini
diharapkan siswa dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman
sejawat. Tetapi dalam pembelajarn siswa cenderung tidak mau belajar dalam
kelompok karena ada siswa yang tidak tanggungjawab, untuk itu diperlukan suatu
siasat agar siswa mempunyai tanggungjawab masing-masing dan siswa tidak
merasa bekerja dalam kelompok.
Sesuai Peraturan Pemerintah No.19 tentang Standar Nasional Pendidikan,
pasal 19, ayat (1) yang lebih dikenal dengan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif
Efektif Menyenangkan) dapat dijadikan siasat agar siswa tidak merasa bekerja
dalam kelompok. Pembelajarn PAKEM sesuai dengan teori pembelajaran
matematika mneurut Dienes. Pada teori belajar Dienes, ditekankan pada
pembentukan konsep yang abstrak. Dengan demikian teori belajar Dienes sangat
20
cocok diterapkan untuk menutupi kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe
TSTS. Dalam pembelajaran Dienes mempunyai kelemahan yaitu siswa cenderung
hanya bermain tanpa memahami materi. Agar dalam pembelajaran siswa tida
hanya bermain tanpa memahami maka setiap siswa perlu dibebani tanggungjawab
berupa tugas. Maka model pembelajaran kooperatif tipa TSTS perlu
dikembangkan berdasar teori belajar Dienes. Secara sistematis alur kerangka
berpikir dapat dilihat pada gambar 2.1.
21
Gambar 2.1
Bagan Alur Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah model two stay two stary berdasar
teori Dienes dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas V SD diduga
efektif dalam pembelajaran.
Uji Coba Terbatas
Produk Akhir
Validasi Praktisi
Guru
Model two stay two stray
Kelemahan dan
Kelebihan Model
two stay two stray
Teori Dienes
Kelemahan dan
Kelebihan
Teori Dienes Draft Produk Awal
Pakar Materi Pakar Modul
Revisi
Validasi Pakar