Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teori
2.1.1. Pembelajaran PKn ( Pendidikan Kewarganegaraan )
Sesuai Silabus KTSP, mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut :
a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, serta antikorupsi.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.( Permen No.22 tahun 2006 )
PKn adalah suatu pendidikan yang ingin membina seseorang yang
sudah memiliki status kewarganegaraan menjadi warga negara yang baik.
Jadi PKn bertujuan meningkatkan kualitas Warga Negara Indonesia
(WNI).
9
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
10
Dalam dunia pendidikan, di negara kita mempunyai 12 sasaran bina
aspek yaitu :
a. Pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME
b. Yang berbudi pekerti luhur
c. Yang berkepribadian
d. Berdisiplin
e. Yang bekerja keras
f. Yang tangguh
g. Yang mandiri
h. Yang bertanggung jawab
i. Yang cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani
j. Yang mampu menumbuhkan dan mempertebal rasa cinta tanah air
k. Yang mampu menumbuhkan dan mempertebal semangat kebangsaan
dan kesetiakawanan sosial
l. Yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta sikap dan perilaku
yang inofatif dan kreatif
Menurut Roobiyarto (2007 : 54) Pendidikan Kewarganegaraan tidak
dibatasi oleh lingkup tempat dan waktu. Hanya saja penyampaian
Pendidikan Kewarganegaraan itu disesuaikan dengan profesi yang ingin
dimiliki oleh peserta didik.
Objek studi Pendidikan Kewarganegaraan adalah manusia Indonesia
yaitu Warga Negara Indonesia. Status/kedudukan seseorang membawa
serta peranan seseorang. Disinilah seseorang dituntut dapat senantiasa
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
11
menampilkan dirinya sesuai dengan hakekat manusia. Pangkal tolak untuk
supaya manusia itu dapat sesuai dengan statusnya adalah pengendalian
diri.
Pendidikan kewarganegaraan adalah wahana untuk
mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang
demokratis dan bertanggung jawab ( UURI No 20 th 2003 )
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan dalam rangka “nation and character
building” :
Pertama : Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian
kewarganegaraan yang ditopang berbagai disiplin ilmu yang releven,
yaitu: ilmu politik, hukum, sosiologi, antropologi, psokoliogi dan disiplin
ilmu lainnya yang digunakan sebagai landasan untuk melakukan kajian-
kajian terhadap proses pengembangan konsep, nilai dan perilaku
demokrasi warganegara.
Kedua : Pendidikan Kewarganegaraan mengembangkan daya nalar
(state of mind) bagi para peserta didik. Pengembangan karakter bangsa
merupakan proses pengembangan warganegara yang cerdas dan berdaya
nalar tinggi. Pendidikan Kewarganegaraan memusatkan perhatiannya pada
pengembangan kecerdasan warga negara (civic intelegence) sebagai
landasan pengembangan nilai dan perilaku demokrasi.
Ketiga : Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu proses
pencerdasan, maka pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah yang
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
12
lebih inspiratif dan partisipatif dengan menekankan pelatihan penggunaan
logika dan pealaran. Untuk menfasilitasi pembelajaran PKn yang efektif
dikembangkan bahan pembelajaran yang interaktif yang dikemas dalam
berbagai paket seperti bahan belajar tercetak, terekam, tersiar, elektronik,
dan bahan belajar yang digali dari ligkungan masyarakat sebagai
pengalaman langsung (hand of experience).
Keempat: kelas Pendidikan Kewarganegaraan sebagai laboratorium
demokrasi. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, pemahaman sikap dan
perilaku demokratis dikembangkan bukan semata-mata melalui ‘mengajar
demokrasi” (teaching democracy), tetapi melalui model pembelajaran
yang secara langsung menerapkan cara hidup secara demokrasi (doing
democracy). Penilaian bukan semata-mata dimaksudkan sebagai alat
kendali mutu, tetapi juga sebagai alat untuk memberikan bantuan belajar
bagi siswa sehingga lebih dapat berhasil dimasa depan. Evaluasi dilakukan
secara menyeluruh termasuk portofolio siswa dan evaluasi diri yang lebih
berbasis kelas ( Roobiyarto,2007 : 54 )
2.1.2. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pencapaian hasil (tujuan) setelah berusaha dan
derajad keberhasilan yang dicapai dalam suatu tugas. Menurut Winkel (1984
: 64) hasil belajar adalah bukti usaha yang dapat dicapai. Sedangkan
menurut pendapat penulis hasil belajar adalah hasil yang dicapai menurut
kemampuan siswa dalam mengerjakan sesuatu. Dari pendapat-pendapat
tersebut dapat diketahui bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh
seseorang setelah melakukan usaha atau kegiatan. Untuk mengetahui hasil
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
13
dari usaha dalam pembelajaran perlu diukur secara langsung dengan
menggunakan tes atau evaluasi.
Banyak ahli pendidikan mendefinisikan pengertian belajar. Menurut
Witherington dalam Purwanto (1998 : 84) belajar adalah suatu perubahan di
dalam suatu kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru
daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau
suatu perintah. Sedangkan menurut Purwanto (1998 : 85) belajar adalah
suatu perubahan dalam tingkah laku di mana perubahan itu dapat mengarah
kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi juga ada kemungkinan mengarah
kepada tingkah laku yang lebih buruk.
Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman. Sedangkan belajar menurut Winkel (1984 : 162) adalah suatu
aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, dan nilai sikap. Belajar akan mengubah perilaku mental siswa
yang belajar.
Dari definisi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku dalam interaksinya dengan lingkungan sehingga
menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Agar
belajar dapat berkualitas dengan baik perubahan itu harus dilahirkan oleh
pengalaman dan oleh interaksi antara orang dengan lingkungannya.
Menurut Benjamin S. Bloom dalam Sudjana (2001 : 22) hasil belajar
meliputi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
14
berkenaan dengan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, sintesis, dan evaluasi.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari penerimaan jawaban
atau reaksi dan penilaian. Sedangkan ranah psikomotorik berkenaan dengan
hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
Lebih lanjut menurut Sudjana (2001 : 22) ada dua faktor yang
mempengaruhi hasil belajar. Kedua faktor tersebut adalah :
a. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri siswa. Faktor ini dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu faktor biologis dan psikologis.
Yang dapat dikategorikan faktor biologis antara lain usia, kematangan,
dan kesehatan. Sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai faktor
psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat, dan
kebiasaan belajar.
b. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri siswa. Dapat
diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia dan faktor
nonmanusia seperti alam benda, hewan, dan lingkungan fisik.
2.1.3. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan
lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka
saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam
kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang
kompleks. Jadi hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi
aspek utama dalam pembelajaran kooperatif ( Trianto, 2007:41)
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
15
Menurut Syukur Ghazali (2002:123) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah sejenis cara belajar berkelompok yang
melibatkan empat sampai enam siswa. Di dalam kelompok ini, siswa
bekerja bersama-sama yang lain di bawah pengawasan guru. Di dalam
diskusi tersebut, siswa-siswa dapat mengemukakan pendapatnya dan
seorang siswa yang diangkat sebagai pemimpin kelompok dapat
berinisiatif untuk menyimpulkan hasil diskusi. Guru harus menempatkan
siswa sebagai insan yang secara alami memiliki pengalaman,
pengetahuan, keinginan, dan pikiran yang dapat dimanfaatkan untuk
belajar, baik secara individu maupun kelompok. Model pembelajaran
kooperatif dapat membuat siswa mempunyaui keyakinan bahwa dirinya
mampu belajar juga. Jadi model pembelajaran ini dapat memanfaatkan
potensi siswa seluas-luasnya.
Pada mulanya pembelajaran kooperatif muncul atas teori para ahli,
seperti munculnya Kelas Demokrasi oleh John Dewey pada tahun 1916
dengan konsep bahwa kelas adalah pencerminan masyarakat. Sifat
hubungan antar kelompok sebagai upaya integrasi anta ras yang
merupakan kebijakan pemerintah Amerika Serikat untuk menghilangkan
rasialisme. Perspektif ketiga munculnya Experiential Learning yang
berasumsi bahwa: belajar yang paling baik, yaitu : 1) bila kita terlibat
secara pribadi dalam pengalaman belajarnya. 2) pengetahuan harus
ditemukan anda sendiri agar memiliki arti atau dapat membuat perbedaan
pada perilaku kita, dan 3) komitmen kita terhadap belajar dalam keadaan
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
16
paling tinggi apabila kita bebas menentukan tujuan belajar kita sendiri dan
berusaha secara aktif mencapainya dalam kerangka kerja tertentu.
Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang
berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama
dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Seperti yang diungkapkan Slavin (1998: 110) several forms of cooperative
learning are designed so that students take on specific roles in
accomplishing an overall group task. Mengenai besar kecilnya kelompok
Trianto (2007:41) menyebutkan bahwa kelompok yang dibentuk dalam
pembelajaran kooperatif adalah kelompok kecil yang terdiri 4-6 orang
siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin,
suku/ras, dan dan satu sama lain saling membantu. Lebih lanjut Trianto
menyebutkan bahwa tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk
memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara
aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar.
Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif
(cooperative learning). Slavin (2007:54) menyatakan bahwa untuk
mencapai hasil yang maksimal , lima unsur model pembelajran kooperatif
harus diterapkan yaitu : (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung
jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota, dan (5)
evaluasi proses kelompok.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran kelompok
tradisional. Perbedaan tersebut dapat kita ketahui dengan melihat pada
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
17
karakteristiknya masing-masing. Menurut Slavin (1998: 12), karakteristik
pembelajaran kooperatif adalah:
a. Tujuan kelompok (group goal)
b. Tanggung jawab individu (individual accountability)
c. Kesempatan yang sama untuk meraih suksesan (equal opportunities
for success)
d. Kompetisi tim (team competition)
e. Spesialisasi tugas (task spesialization)
f. Adaptasi terhadap kebutuhan individual (adaptation to individual
needs).
Sementara itu Arends dalam (Trianto, 2007:47) menuliskan ciri-
ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut :
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajar.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah.
c. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
jenis kelamin yang beragam.
d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.
Sejalan dengan pemikiran di atas Ibrahim (2000:11) menuliskan
langkah- langkah model pembelajaran kooperatif secara umum
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
18
Tabel : 1 Langkah-langkah Model Pembelajaran kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
1. Menyampaikan tujuan dan memotifasi siswa
2. Menyajikan informasi 3. Mengorganisasi sisa ke dalam
kelompok-keompok belajar 4. Membimbing kelompok
bekerja dan belajar 5. Evaluasi 6. Memberikan penghargaan
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai padapelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien Guru membimbing kelompok-kelmpok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Pembelajaran kooperatif memiliki efek yang berarti terhadap
penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama ,starta
sosial kemampuan, dan ketidakmampuan. (Ibrahim, (2000:9).
Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda
latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain
atas tugas-tugas bersama, dan melalui penghargaan kooperatif, belajar
untuk menghargai satu sama lain. Kemampuan sosial berkembang secara
signifikan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat
sangat tepat digunakan untuk melatihkan keterampilan kerja sama dan
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
19
kolaborasi, dan juga keterampilan-keterampilan tanya jawab ( Ibrahim,
2000:9).
Pembelajaran kooperatif dapat membantu mempromosikan sikap
positif tentang lingkungan dan hal yang lain, meningkatkan daya kritis dan
pemikiran kreatif, serta membantu mengangkat harga diri secara positif
dan penghargaan karena keteladanan. Salah satu manfaat pembelajaran
kooperatif di samping mencapai menguasai materi pelajaran adalah
menjadi pendukung interaksi terhadap teman di sekolah.
Pembelajaran model kooperatif sudah membuktikan efektifitas
dalam meningkatkan motivasi belajar dan pengakuan diri, artibut langsung
untuk sukses atau gagal, pengembangan perasaan ke arah positif terhadap
teman sekelas dan capaian terus meningkat pada test pengertian,
pemikiran, dan pemecahan masalah. Pola belajar kelompok dengan cara
kooperatif selain dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu
dan motivasi, juga merupakan pengembangan nilai sosial bangsa
Indonesia. Apabila individu bekerja sama untuk mencapai tujuan, saling
ketergantungan secara timbal balik akan lebih bermakna dan lebih
termotivasi untuk bekrja sama, di mana kadang-kadang harus menolong
anggota secara khusus. Hal terebut menumbuhkan rasa kekamian dan
mencegah keakuan . Sikap toleransi dan kerja sama dapat kembangkan
dengan melatih siswa untuk bekerja sama sesuai dengan prinsip pada
pembelajaraan kooperatif (cooperative learning).
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
20
Sementara itu Marjoko (2008:65) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model
pembelajaran yang mengintegrasikan keteramplan sosial yang bermuatan
akademis untuk sampai kepada pengalaman individual dan kelompok,
saling membantu, berdiskusi, berargumentasi, dan saling mengisi untuk
memperoleh pengalaman bersama. Di sini selain terdapat tugas kelompok
juga ada tugas individual. Anggota kelompok saling membantu satu
dengan yang lain untuk melengkapi tugas individual.
Untuk mencapai efektivitas model coopertive learning di kelas
Kirshenbaun dalam Slavin (1994:56) menyebutkan beberapa elemen yang
perlu diperhatikan yaitu, “Positive interdepence, face to face interaction,
individual accauntability, interpersonal and small group processing”.
Sedangkan Johnson & Johnson (1987:125) mengemukakan bahwa
kesuksesan atau keberhasilan dalam mengimplementasikan coopertive
learning guru harus menciptakan kondisi sebagai berikut :
1. Positive interdependence, in which students recognize that: “we are all in this together, sink or swim”.
2. Individual accountability, in which every students is accountable for both learning the assigned material and helping other group members learn.
3. face to face interaction among students, includes oral summarizing and elaborating the material being learned.
4. Appropriate use of collaborative skills. 5. Processing of how well the learning groups are functioning
Dari penjelasan beberapa pendapat di atas ternyata tidak semua
pembelajaran kelompok bisa dianggap model pembelajaran kooperatif.
Dalam pembelajaran konvesional dikenal pula belajar kelompok,
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
21
meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan esensial antara kelompok
belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvesional seperti yang
ditulis oleh Tianto (2008: 43). Perhatikan tabel berikut:
Tabel 2. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Konvensional
Kelompok Belajar
Kooperatif Kelompok Belajar
Konvensional Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelalajaran tiap anggota kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlu-kan bantuan dari siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedang kan anggota kelompok lainnya hanya enak-enak saja diatas keberhasilan temannya yang di anggap “pemborong”
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlu-kan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Kelompok belajar yang homogen
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memim- pin bagi para anggota kelompok
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
22
Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah suatu pembelajaran yang membimbing siswa dalam
sebuah kelompok kecil dan terstruktur, yang dalam kelompok tersebut
siswa dapat saling membantu, saling kerja sama, dan berdiskusi untuk
menyelesaikan masalah.
Selain meningkatkan penguasaan materi, pembelajaran
kooperatif baik untuk perkembangan sosial anak, karena pembelajarn
kooperatif dirancang supaya siswa menjalankan peran–peran khusus dalam
menyelesaikan tugas kelompok. Keberhasilan pembelajaran kooperatif
tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok,
keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai tujuan yang positif
dalam belajar kelompok.
2.1.4. Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share (TPS)
Strategi Think-Pair-Share tumbuh dari penelitian pembelajaran
kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas
Maryland pada tahun 1985. Strategi ini menantang asumsi bahwa seluruh
resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam seluruh kelompok, sehingga
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
23
dianggap lebih efektif untuk mengubah pola diskusi di dalam kelas
(Ibrahim, 2000:26).
Menurut Lie (2002:57), “Think-Pair-Share adalah pembelajaran
yang memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama
dengan orang lain.” Keunggulan dari model pembelajaran ini adalah
optimalisasi partisipasi siswa.
Ibrahim, dkk (2000:26) mengemukakan bahwa, “Think-Pair-Share
memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa
waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu satu
sama lain dalam kelompok diskusi.” Andaikan guru baru saja
menyelesaikan suatu penyajian singkat, atau siswa telah membaca suatu
tugas, atau suatu situasi penuh teka-teki telah dikemukakan. Untuk proses
selanjutnya, tentu saja guru menginginkan agar siswa dapat memikirkannya
secara lebih mendalam berkenaan dengan yang telah dijelaskan atau
dialami. Guru memilih untuk menggunakan strategi Think-Pair-Share
sebagai ganti tanya jawab seluruh kelas.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pembelajaran Think-Pair-
Share ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibrahim, dkk (2000:26)
sebagai berikut:
Tahap-1 : Thingking (berfikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang
berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk
memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk
beberapa saat.
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
24
Tahap-2 : Piring (berpasangan) Guru meminta siswa berpasangan dengan
siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya
pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat
berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau
berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi.
Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap-3 : Shareing (berbagi). Pada tahap akhir, guru meminta kepada
pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang
telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara
bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai
sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk
melaporkan.
2.1. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir penelitian ini dapat peneliti uraikan sebagai berikut.
Kondisi awal sebelum dilaksanakan penelitian tindakan kelas, telah diperoleh
gambaran bahwa hasil belajar PKn siswa masih rendah. Rendahnya hasil
belajar siswa dalam pembelajaran diduga karena kurang optimalnya
Gambar 1. Model Pembelajaran TPS
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010
25
penerapan pendekatan dalam pembelajaran di kelas. Agar hasil belajar siswa
meningkat, maka dilakukan tindakan oleh guru dengan menerapkan
pendekatan kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share). Tindakan yang akan
dilakukan melalui tiga siklus.
Berikut ini kerangka berpikir yang akan ditempuh dalam penelitian.
2.3. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas dapat
dikemukakan rumusan hipotesis tindakan sebagai berikut. : Penerapan
pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa tentang menghargai dan menaati keputusan bersama pada
siswa Kelas VI SD Negeri Kalisabuk 01 Cilacap Tahun Pelajaran 2009 / 2010
Hasil
Hasil
belajar siswa meningkat
Siswa aktif
Kondisi Awal
Tindakan
Hasil
Belajar siswa rendah
Siswa pasif
1. Mencari informasi
tentang proses pengambilan keputusan dari berbagai sumber secara kelompok
2. Menyajikan
masalah berkaitan dengan menghargai dan menaati keputusan bersama
3. Siswa secara berpasangan menemukan jalan keluar terhadap masalah yang disajikan
PTK
“Peningkatan Hasil belajar Siswa Melalui
pembelajaran kooperatif tipe TPS
Gambar 2. Kerangka Berpikir
Upaya Peningkatan Hasil..., Ngamirotun, FKIP UMP 2010