Upload
hatuong
View
242
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 KETERAMPILAN SOSIAL
2.1.1 Pengertian keterampilan sosial
Keterampilan sosial (Social skills) merupakan bagian penting dari
kemampuan hidup manusia. Tanpa memiliki keterampilan ini manusia tidak
mulus dalam berinteraksi dengan orang lain, sehingga hidupnya kurang harmonis
(maladjusment).
Keterampilan sosial dijelaskan Cartledge dan Milburn (1992 : 8)
sebagai kemampuan seseorang atau warga masyarakat dalam mengadakan
hubungan interaksi dengan orang lain dan kemampuan memecahkan masalah,
sehingga memperoleh adaptasi yang harmonis di masyarakat maupun lingkungan
sekolah (Subqi Imam, 2015).
Keterampilan sosial sangat diperlukan ketika siswa memasuki
kelompok sebaya. Beberapa fakta menunjukan siswa dengan keterampilan sosial
rendah uumumnya tidak disukai, dikucilkan, atau diabaikan oleh teman-teman.
Siswa yang sering kali mengalami kegagalan dalam lingkungannya, akan
mendapatkan penilaian negatif dari lingkungannya, demikian juga siswa yang
tidak mempunyai keterampilan sosial akan sulit mempertahankan dan menjalin
hubungan dengan lain, perilakunya sering kali merugikan diri sendiri dan orang
lain sehingga menimbulkan reaksi negatif dari teman-teman lain.
Keterampilan sosial dapat membawa anak untuk lebih berani
menyatakan diri, mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang
14
dihadapi dan sekaligus menemukan penyelesaian yang adaptif, sehingga mereka
tidak mencari pelarian ke hal-hal lain yang justru dapat merugikan diri sendiri dan
orang lain (Subqi Imam, 2015).
Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan
sosial adalah suatu kehidupan manusia dalam segala aktifitas yang dilakukan
dapat terterima secara baik dilingkuungan sosial mereka.
2.1.2 Aspek-aspek keterampilan sosial
Menurut Jhon Jarolimek (1993 : 9), keretampilan sosial yang perlu
dimiliki oleh siswa tersebut yakni :
a. Bekerja sama, toleransi, menghormati hak-hak orang lain, an memiliki
kepekaan sosial
b. Memiliki kontrol diri
c. Berbagi pendapat dan pengalaman dengan orang lain
Pernyataan Jaromelik tersebut menunjukkan bahwa keterampilan sosial
itu terdiri dari aspek-aspek keterampilan untuk hidup dan bekerjasama,
keterampilan untuk mengontrol diri dan orang lain, kerampilan untuk saling
berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, saling bertukar pikiran dan
pengalaman sehingga tercipta suasana yang menyenangkan bagi setiap anggota
dari kelompok tersebut.
Maka untuk meningkatkan keterampilan sosial tersebut diperlukan
berbagai aspek-aspek keterampilan sosial, menurut janice.J Beaty (1998 : 147)
menyebutkan bahwa keterampilan sosial mencakup perilaku-perilaku sebagai
berikut :
15
a. Empati yang didalamnya anak-anak mengekspresikan rasa haru dengan
memberikan perhatian kepadaseseorang yang sedang tertekan karena suatu
masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami
konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari perasaan yang dialami orang
lain.
b. Kemurahan hati atau kedermawaan yang didalamnya anak-anak berbagi dan
memberikan suatu barang miliknya pada seseorang.
c. Kerjasama yang didalamnya anak-anak mengambil giliran atau bergantian
dan menuruti perintah secara sukarela tanpa menimbulkan pertengkaran.
d. Memberi bantuan yang didalamnya anak-anak membantu seseorang untuk
melengkapi suatu tugas dan membantu seseorang yang membutuhkan.
2.1.3 Ciri-Ciri yang Memiliki Keterampilan Sosial
Secara spesifik Elksninand dan Elksnin ( dalam Adiyanti 1999,
program PDP “Protec Ready Only”) mengidentifikasikan keterampilan sosial
dalam beberapa ciri sebagai berikut :
a. Perilaku interpersonal
Merupakan perilaku yang menyangkut keterampilan yang digunakan selama
melakukan interaksi sosial, perilaku sosial yang berlangsung antara orang
atau lebih yang mencirikan proses yang timbul sebagai satu hasil dari
interaksi secara positif.
Bentuk perilaku interpersonal antara lain :
Menerima kepemimpinan
Mengatasi konflik
16
Memberi perhatian
Membantu orang lain
Memulai percakapan
Bergaul dengan teman
Sikap positif kepada orang lain
Mampu mengorganisasikan kelompok
Menghormati privasi pribadi dan orang lain
b. Perilaku berhubungan dengan diri sendiri
Merupakan perilaku seseorang yang dapat mengatur dirinya sendiri dalam
situasi sosial, perilaku sosial yang dimunculkan karena adanya pertimbangan
dan penghayatan dalam diri. Beberapa bentuk perilaku ini antara lain :
1) Perilaku etis, yaitu perbuatan atau aktivitas yang didasarkan pada hal baik
atau buruk sesuai dengan penerimaan sosial
2) Ekspresi perasaan, yaitu ungkapan atau pernyataan perasaan yang dapat
terlihat melalui ucapan dan reaksi gerak isyarat yang menjadi ciri khas
emosi-emosi.
3) Sikap positif terhadap diri, yaitu tingkah laku untuk mereaksi keadaan
dengan menerima kelebihan dan kekurangan yang ada.
4) Perilaku bertanggung jawab
5) Menerima konsekuensi terhadap hal-hal yang telah dilakukan
6) Merawat diri
17
c. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademik
Merupakan perilaku sosial yang dimunculkan karena adanya tuntutan dan
kewajiban yang harus dilakukan untuk mendapatkan penghargaan sosial.
d. Penerimaan teman sebaya
Merupakan perilaku yang berhubungan dengan penerimaan sebaya, misalnya
memberi salam, memberi dan meminta informasi, mengajak teman terlibat
dalam suatu aktifitas dan dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain.
e. Keterampilan berkomunikasi
Merupakan keterampilan yang diperlukan untuk menjalin hubungan sosial
yang baik. Kemampuan anak dapat dilihat dari beberapa bentuk antara lain
menjadi pendengar responsive, dan mempertahankan perhatian.
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial
Menurut Davis dan Forsythe dalam Thalib (2010:159), ada delapan
faktor yang menentukan keterampilan sosial, yaitu:
a. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapat
pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat
menentukan bagaimana anak akan bereaksi terhadap lingkungannya. Anak-anak
yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis, di mana anak yang tidak
mendapatkan kepuasan psikis yang cukup, akan sulit mengembangkan
keterampilan sosialnya, kurang adanya saling pengertian, kurang mampu
menyesuaikan diri dengan tuntutan orang tua dan saudara, kurang mampu
memberi dan menerima sesama saudara, kurang mampu bekerja sama, kurang
18
mampu mengadakan hubungan yang baik. Keharmonisan dalam keluarga tidak
selalu identik dengan adanya orang tua yang utuh (ayah dan ibu), sebab dalam
banyak kasus orang tua tunggal terbukti dapat berfungsi efektif dalam membantu
perkembangan psikososial anak. Hal yang paling penting diperhatikan oleh orang
tua adalah menciptakan suasana yang demokratis di dalam keluarga sehingga
remaja dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua dan saudara-
saudaranya. Melalui komunikasi timbal-balik antara anak dan orang tua, segala
bentuk konflik yang timbul akan lebih mudah diatasi. Sebaliknya, komunikasi
yang kaku, dingin, terbatas, menekan, penuh otoritas akan memunculkan berbagi
konflik yang berkepanjangan sehingga suasana menjadi tegang, panas, emosional,
sehingga dapat menyebabkan hubungan sosial yang tidak harmonis dalam
keluarga.
b. Lingkungan
Dari lingkungan anak mengenal nilai dan norma yang berkembang. Anak
harus dididik untuk menilai mana yang baik dan yang buruk atau yang
bertentangan dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat agar
anak dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan dalam masyarakat. Jika
lingkungannya buruk, maka anak akan lebih cenderung berperilaku seperti
keadaan lingkungan tersebut. Namun, ada kasus di mana anak dari lingkungan
yang buruk mampu memiliki psikis yang baik dan mampu menyesuaikan diri
dengan nilai dan norma dalam masyarakat. Hal itu terjadi karena anak tersebut
mampu membawa diri dengan baik dan mampu menguasai keterampilan-
19
keterampilan sosial dan itu juga merupakan cermin dari pendidikan yang baik
dalam keluarga.
c. Kepribadian
Secara umum penampilan sering diidentikan dengan manifestasi dari
kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak
selalu menggambarkan pribadi yang sebenarnya. Dalam hal ini amatlah penting
bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata,
sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung dikucilkan.
Di sinilah pentingnya orang tua memberikan penanaman nilai-nilai yang
menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik
seperti materi atau penampilan.
d. Rekreasi
Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi.
Melalui kegiatan rekreasi seseorang akan merasa mendapat kesegaran baik fisik
maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa cape, bosan, monoton, serta mendapat
semangat baru.
e. Pergaulan dengan Lawan Jenis
Untuk dapat menjalankan peran menurut jenis kelamin, maka anak dan
remaja selayaknya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang
memiliki jenis kelamin yang sama. Pergaulan dengan lawan jenis akan
memudahkan anak dalam mengidentifikasi sex role behavior yang menjadi sangat
penting dalam persiapan berkeluarga maupun berumah-tangga.
20
f. Pendidikan atau Sekolah
Pada dasarnya sekolah mengajarkan berbagai keterampilan kepada anak.
Salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan sosial yang dikaitkan
dengan cara-cara belajar yang efesien dan berbagai teknik belajar yang sesuai
dengan jenis pelajarannya. Dalam hal ini, peran orang tua adalah menjaga agar
keterampilan-keterampilan tersebut tetap dimiliki oleh anak ataupun remaja dan
dikembangkan terus menerus sesuai tahap perkembangannya.
g. Persahabatan dan Solidaritas Kelompok
Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman amatlah besar.
Seringkali remaja lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan
dengan keluarganya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang normal sejauh kegiatan
yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan
orang lain. Dalam hal ini orang tua perlu memberikan dukungan sekaligus
pengawasan agar remaja dapat memiliki pergaulan yang luas dan bermanfaat bagi
perkembangan psikososialnya.
h. Lapangan Kerja
Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan
sejak anak memasuki sekolah dasar (SD). Melalui berbagai pembelajaran di
sekolah mereka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam
masyarakat. Setelah masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) mereka mendapat
bimbingan karir untuk mengarahkan karir masa depan. Dengan memahami
lapangan kerja dan keterampilan sosial yang dibutuhkan, maka remaja yang
21
terpaksa tidak dapat melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi dapat menyiapkan
diri untuk bekerja.
2.1.5 Keterampilan sosial yang perlu dimiliki siswa
Menurut Jarolimek dalam Thalib (2010:162), keterampilan yang perlu
dimiliki siswa meliputi :
a. Keterampilan untuk hidup dan bekerja sama.
b. Keterampilan untuk mengontrol diri dan orang lain, keterampilan untuk
saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.
c. Saling bertukar pikiran dan pengalaman sehingga tercipta suasana yang
menyenangkan bagi setiap anggota dari kelompok tersebut.
2.1.6 Cara Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa
Menurut Thalib (2010:163), secara singkat dapat dikemukakan bahwa
keterampilan sosial siswa dapat berkembang dengan baik, jika:
a. Interaksi antar individu dalam kelompok
Hal ini bisa terlaksana apabila individu dalam kelompok telah di bekali
dengan berbagai keterampilan sosial termasuk cara berbicara, mendengar,
memberi pertolongan, dan lain sebagainya
b. Suasana dalam suatu kelompok
Suasana kerja dalam kelompok hendaknya memberi kesan kepada semua
anggota, bahwa mereka dianggap setaraf, khususnya dalam pengembangan
keterampilan sosial.
22
2.2 SIKAP ILMIAH
2.2.1 Pengertian Sikap
Slameto (2003:188) juga mengatakan bahwa sikap merupakan sesuatu
yang dipelajari, dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap
situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Kemudian
Elmubarok (2008:47) menyimpulkan sikap adalah penjelmaan dari paradigma
yang pada gilirannya akan melahirkan nilai-nilai yang dianut seseorang. Jadi, dari
sikaplah orang bisa menentukan kualitas nilai prilaku seseorang.
Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu
kecendrungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini
perwujudaan prilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya
kecendrungan-kecendrungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas)
terhadap suatu objek, tata nilai, pristiwa dan lain sebagainya.
2.2.2 Pembentukan Sikap
Menurut Azwar (dalam Elmubarok, 2008:8), faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan,
orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan
dan lembaga keagamaan serta faktor emosi dalam diri seorang individu.
a. Pengalaman pribadi
Middlebrook (dalam Elmubarok, 2008:48) mengatakan bahwa tidak adanya
pengalaman yang dimiliki seseorang dengan suatu objek psikologis, cendrung
akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah
terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan
23
emosi, karena penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama
membekas.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu pada umumnya cendrung memiliki sifat yang konformis atau searah
dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong oleh keinginan untuk
berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik (Elmubarok, 2008:48).
c. Pengaruh kebudayaan
Burrhus Frederic Skin, seperti yang dikutip Azwar (dalam Elmubarok,
2008:48) sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam
membentuk pribadi seseorang. Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi
individu daam masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan pengarah sikap
individu terhadap berbagai masalah.
d. Media massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan
lain sebagainya mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan
kepercayaan seseorang. Media massa memberikan pesan-pesan sugestif yang
mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal
memberikan landasan koginitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut
(Elmubarok, 2008:49)
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam individu. Ajaran moral inilah yang di peroleh
24
dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sering kali menjadi determinan
tunggal yang menentukan sikap (Elmubarok, 2008:49).
f. Faktor emosional
Suatu sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam
penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap
demikian dapat merupakan sikap sementara dan segera berlalu begitu frustasi
telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan
bertahan lama (Elmubarok, 2008:49).
2.2.3 Pengertian Sikap Ilmiah
Menurut Purnama (2008:115), sikap ilmiah merupakan sikap yang
dibentuk oleh orang yang berkecimpung dalam ilmu alamiah dan bersifat ilmiah.
Salah satu aspek tujuan dalam mempelajari ilmu alamiah adalah pembentukan
sikap ilmiah. Sikap ilmiah siswa dalam proses pembelajaran kimia sangat di
perlukan. Terutama dalam penyelesaian masalah-masalah kimia yang memerlukan
pembuktian dan langkah-langkah terstrukur.
Sikap ilmiah yang muncul dari individu disebabkan adanya
rangsangan berupa suatu objek. Rangsangan itu menimbulkan respon yang
konsisten baik positif/negatif, baik setuju/tidak, baik langsung/tidak, bagi individu
yang bersangkutan sehinggga apabila seseorang atau siswa merasa tertarik,
memperoleh kesempatan dan memiliki sikap menyukai suatu mata pelajaran maka
akan belajar dengan baik. Sikap keilmuan tidak hanya mengekang kecenderungan
suatu pribadi tertentu, melainkan menunjukkan kesediaan positif pada
25
perilaku/kecenderungan perseorangan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya sikap
ilmiah ini, akan mendukung terbentuknya suatu pengetahuan yang ilmiah.
Menurut Purnama (2008:112), pengetahuan dapat dikatakan ilmiah
bila pengetahuan itu memenuhi empat syarat yaitu : objektif, metodik, sistematik,
dan berlaku umum.
a. Objektif
Artinya, pengetahuan itu sesuai sesuai dengan objeknya yaitu
kesesuaian atau dibuktikan dengan hasil penginderaan atau empiris.
b. Metodik
Artinya, pengetahuan itu diperoleh dengan menggunakan cara-cara
tertentu dan terkontrol.
c. Sistematik
Artinya, pengetahuan ilmiah itu tersusun dalam suatu system, tidak
berdiri sendiri, satu dengan yang lain saling berkaitan, saling
menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh.
d. Berlaku umum
Artinya, pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau dapat diamati oleh
beberapa orang saja, tetapi semua orang dengan cara eksperimentasi yang
sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten.
2.2.4 Komponen-komponen sikap ilmiah
Menurut Purnama (2008:115), Orang yang berkecimpung dalam ilmu
alamiah akan terbentuk sikap ilmiah yang antara lain adalah sikap jujur, terbuka,
toleran, skeptis, optimis, pemberani, dan kreatif.
26
1. Sikap Jujur (Honesty)
Menurut Uno (2008:109), kejujuran merupakan faktor penting untuk
diperhatikan dalam mendidik anak. Purnama (2008:116), mengartikan sikap
jujur sebagai suatu sikap seseorang yang dalam kesehariannya menilai suatu
objek secara objektif. Begitupun kejujuran siswa kepada diri sendiri dan orang
lain dalam menyelesaikan atau mencoba pengalaman yang baru. Melihat sesuatu
sebagaimana adanya obyek itu, menjauhkan kepentingan pribadi dan tidak
membiarkan kebohongan menguasai pikirannya sendiri. Dengan kata lain
mereka dapat mengatakan secara jujur dan menjauhkan kepentingan dirinya
sebagai subjek. Hal ini, dapat dilihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya,
tanpa diikuti perasaan pribadi.
Dalam membentuk suatu sikap jujur itu sendiri, diperlukan beberapa
hal yang dapat mendukung terciptanya kejujuran, meliputi:
a) Kesadaran Diri
Menurut Uno (2008:77), kesadaran diri yakni kemampuan untuk mengenal
dan memilah-milah perasaan, memahami hal yang sedang kita rasakan dan
mengapa hal itu kita rasakan, dan mengetahui penyebab munculnya perasaan
tersebut, serta pengaruh prilaku kita terhadap orang lain.
b) Penghargaan Diri
Penghargaan diri merupakan kemampuan untuk mengenali kekuatan dan
kelemahan kita, dan menghargai diri sendiri meskipun kita memiliki
kelemahan (Uno, 2008:78).
c) Objektif
27
Menurut Arifin (2006:5), objektif merupakan kemampuan menyatakan
sesuatu apa adanya, tanpa dibarengi oleh perasaan pribadi.
2. Sikap Terbuka
Menurut Purnama (2008:116), seseorang dikatakan mempunyai sikap
terbuka ialah seseorang yang mempunyai pandangan luas, terbuka, dan bebas
dari prasangka. Ia tidak akan meremehkan suatu gagasan baru. Ia akan
menghargai setiap gagasan baru dan mengujinya sebelum diterima atau ditolak.
Jadi, ia terbuka akan pendapat orang lain dan dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan baru. Begitu juga bagi siswa sangat penting untuk memilki sikap
terbuka. Terutama sikap anak dalam memahami konsep baru, pengalaman baru,
sesuai dengan kemampuannya tanpa ada kesulitan. Biasanya pemahaman ini
berlangsung secara bertahap. Bersedia mendengarkan argumen orang lain
sekalipun berbeda dengan apa yang diketahuinya. Tidak bosan mengadakan
penyelidikan, bersedia mengulangi eksprimen yang hasilnya meragukan dan
tidak akan berhenti melakukan kegiatan-kegiatan apabila belum selesai terhadap
hal-hal yang ingin diketahuinya ia berusaha bekerja dengan teliti.
Secara garis besar di dalam sikap terbuka terdapat unsur-unsur,
seperti:
a) Luwes (Flexibel) yaitu kemampuan untuk menyesuaikan perasaan, pikiran,
dan tindakan kita dengan keadaan yang berubah-ubah (Uno,2008:80).
b) Inovasi, yaitu mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan,
dan informasi baru. Seseorang dikatakan memiliki inovasi apabila selalu
mencari gagasan baru dari berbagai sumber dan menciptakan gagasan sendiri,
28
mendahulukan solusi-solusi yang original dalam pemecahan masalah, serta
berani mengubah wawasan dan mengambil resiko akibat pemikiran baru
mereka (Goleman, 2005:151).
3. Sikap Toleran
Sikap toleran yang dimaksud merupakan sikap seorang siswa yang
tidak merasa ia yang paling hebat. Bahkan siswa bersedia mengakui orang lain
mungkin lebih banyak pengetahuannya, bahwa mungkin pendapatnya yang
salah, sedangkan pendapat orang lain yang benar. Siswa akan menerima gagasan
orang lain setelah diuji. Dalam hal menambah ilmu siswa bersedia belajar dari
orang lain, membandingkan pendapatnya dengan orang lain. Siswa mempunyai
tengang rasa atau sikap toleran yang tinggi, jauh dari sikap angkuh.
Secara garis besar di dalam sikap toleran terdapat unsur :
a. Memahami orang lain
Menurut Uno (2008:87), memahami orang lain merupakan kemampuan
mengindra perasaan dan prepektif orang lain, serta menunjukkan sikap aktif
terhadap kepentingan mereka.
b. Mengembangkan orang lain
Menurut Uno (2008:87), mengembangkan orang lain merupakan kemampuan
merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan
kemampuan mereka.
4. Sikap Skeptis
Sikap skeptis merupakan sikap mencari kebenaran suatu kesimpulan
(Purnama, 2008:117). Siswa akan menyelidiki bukti-bukti yang
29
melatarbelakangi suatu kesimpulan. Siswa tidak akan sinis tetapi kritis untuk
memperoleh data yang menjadi dasar suatu kesimpulan itu. Ia tidak akan
menerima suatu kesimpulan tanpa didukung bukti-bukti yang kuat. Sikap skeptis
ini terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan
dengan materi pelajarannya untuk dibandingkan kelebihan-kekurangannya,
kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya
Secara garis besar di dalam sikap skeptis terdapat unsur-unsur, seperti :
a) Keingintahuan (Curiosity)
Menurut Arifin (2006:4), sikap ingin tahu diwujudkan diwujudkan dengan
bertanya-tanya tentang berbagai hal. Hal ini ditandai dengan tingginya minat
siswa. Di sini anak juga sering mencoba pengalaman-pengalaman baru. Apabila
menghadapi suatu masalah yang baru dikenalnya, maka ia berusaha untuk
mengetahuinya dan senang mengajukan pertanyaan tentang obyek dan peristiwa.
b) Sikap Kritis (Critical Reflection)
Menurut Arifin (2006:5), sikap kritis direalisasikan dengan mencari informasi
sebanyak-banyaknya, baik dengan bertanya kepada siapa saja yang diperkirakan
mengetahui masalah maupun dengan membaca sebelum menentukan pendapat
untuk ditulis. Begitupun sikap kritis pada siswa, dapat terlihat dari kebiasaan anak
untuk merenung dan mengkaji kembali kegiatan yang sudah dilakukan. Tidak
langsung begitu saja menerima kesimpulan tanpa ada bukti yang kuat, kebiasaan
menggunakan bukti-bukti pada waktu menarik kesimpulan, tidak merasa paling
benar yang harus diikuti oleh orang lain, dan bersedia mengubah pendapatnya
berdasarkan bukti-bukti yang kuat.
30
5. Sikap Optimis
Menurut Uno (2008:82), sikap optimis merupakan kemampuan untuk
mempertahankan sikap positif yang realistis, terutama dalam menghadapi masa-
masa sulit. Dalam pengertian luas, sikap optimis bermakna kemampuan melihat
sisi terang kehidupan dan memelihara sikap positif, sekalipun ketika berada
dalam kesulitan. Sikap optimis mengasumsikan adanya harapan dalam cara
menghadapi kehidupan. Begitu juga pada siswa sikap optimis yang dimaksud
merupakan sikap siswa yang selalu berpengharapan baik dan tidak mudah putus
asa. Ia tidak akan berkata bahwa sesuatu tidak dapat dikerjakan tetapi akan
mengatakan untuk memikirkan dan mencobanya terlebih dahulu. Jadi, secara
garis besar di dalam sikap optimis terdapat unsur-unsur, seperti :
a) Rasa percaya diri
Menurut Uno (2008:86), percaya diri merupakan keyakinan tentang harga diri
dan kemampuan sendiri.
b) Berpikir realistis
Menurut Uno (2008:112), berpikir realistis merupakan kemampuan manusia
untuk menerapkan cara berpikir yang berorientasi kepada realita (kenyataan).
Dalam hal ini, siswa yang berpikir realistis akan mempunyai suatu karakter
tersendiri yaitu dapat menerima kenyataan dan tidak mudah putus asa.
6. Sikap Pemberani
Menurut Purnama (2008:118), ilmu merupakan hasil usaha keras dan
sifatnya personal. Ilmuwan sebagai pencari kebenaran akan berani melawan
semua ketidakbenaran, penipuan, kepura-puraan, kemunafikan, dan kebatilan
31
yang menghambat kemajuan. Begitupun proses belajar mengajar siswa sebagai
peserta didik wajib memilki sikap berani. Dalam hal ini dapat terlihat dari cara
siswa mengambil suatu keputusan berdasarkan pemikiran yang logis dan
mempertahankan pendapatnya dengan alasan yang rasional.
7. Sikap Kreatif
Purnama (2008:119) menyatakan, seseorang dalam mengembangkan
ilmunya haruslah bersifat kreatif. Sifat-sifat kreatif menunjukkan kepada kita
arah tujuan yang hendak dicapai seseorang dalam menumbuhkan sikap ilmiah
pada dirinya. Begitu halnya dalam proses belajar mengajar, siswa sebagai
peserta didik haruslah bersifat kreatif dalam mengembangkan ilmunya. Seorang
siswa yang mempunyai sikap kreatif dapat terlihat dari bagaimana cara ia
menerapkan strategi tersendiri dalam memahami materi pelajaran dan
bagaimana siswa tersebut mendesain berbagai cara untuk menyelesaikan suatu
permasalahan.
2.3 BELAJAR
2.3.1 Pengertian Belajar
Pengertian atau konsep dasar tentang belajar memiliki tafsir dan
terjemahan yang berbeda-beda, tergantung pada siapa dan dari sudut pandang
mana menafsirkannya.Belajar merupakan sebuah peroses yang dilakukan
individu untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang diwujudkan
dalam bentuk perubahan tingka laku yang relatif permanen dan menetap
disebabkan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajarnya.Secara lebih
32
komprehensif Sugiyono dan Hariyanto (2011:9), Menjelaskan belajar sebuah
aktivitas untuk memperoleh pengetahuan ,meningkatkan keterampilan,
memperbaiki perilaku ,sikap, dan mengukuhkan keperibadian.
Menurut Nana Sudjana (2005:28) Belajar adalah suatu peroses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil
peroses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengeta
huannya, pemahamannya, siakp, dan tingka lakunya, keterampilan, kecakapan,
dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan aspek lain yang
ada pada individu (Novan Ardy Wiyani,2013:117)
2.3.2 Bentuk-Bentuk Belajar
Menurut Muhibbin Syah (Nyayu Khodijah, 2014: 53), bentuk-bentuk
belajar yang umum dijumpai dalam proses pembelajaran antara lain adalah:
1) Belajar abstrak
Belajar abstrak ialah belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak.
Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-
masalah yang tidak nyata. Dalam mempelajari hal-hal yang abstrak diperlukan
peranan akal yang kuat di samping penguasaan atas prinsip, konsep, dan
generalisasi.
2) Belajar keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan
motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat saraf. Tujuannya adalah
memperoleh dan menguasai keterampilan jasmaniah tertentu. Dalam belajar jenis
ini latihan-latihan intensif dan teratur amat di perlukan.
33
3) Belajar Sosial
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalah-masalah
dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuannya adalah untuk
menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah-masalah
sosial seperti masalah keluarga, masalah persahabatan, masalah kelompok, dan
masalah-masalah lain yang bersifat kemasyarakatan.
4) Belajar pemecahan masalah
Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan
metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya
ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan
masalah secara rasional, lugas dan tuntas. Untuk itu, kemampuan peserta didik
dalam menguasai konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi serta insight
amat diperlukan. Dalam hal ini, hampir semua bidang studi dapat dijadikan sarana
belajar pemecahan masalah. Untuk keperluan ini, pendidik sangat dianjurkan
menggunakan model dan strategi mengajar yang berorientasi pada cara
pemecahan masalah.
5) Belajar rasional
Belajar rasional ialah belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir
secara logis dan sistematis. Tujuannya ialah untuk memperoleh berbagai
kecakapan menggunakan prisip-prinsip dan konsep-konsep. Jenis belajar ini
sangat erat kaitannya dengan belajar pemecahan masalah.
34
6) Belajar kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukkan kebiasaan-kebiasaan baru
atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain
menggunakan perintah, suri teladan, dan pengalaman khusus, juga menggunakan
hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar peserta didik memperoleh sikap-sikap dan
kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras secara
kontekstual, serta selaras dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku.
7) Belajar pengetahuan
Belajar pengetahuan ialah belajar dengan cara melakukan penyelidikan
mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Tujuannya adalah agar pseserta
didik memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap
pengetahuan tertentu yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus
dalam mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat-alat labolatorium dan
penelitian lapangan.
2.3.3 Tahapan-Tahapan Dalam Belajar
Sebagai suatu proses perubahan, aktivitas belajar mengandung tahapan-
tahapan yang mengandung satu sama lain bertalian secara berurutan dan
fungsional. Menurut Albert Bandura (Nyayu Khodijah, 2014: 56), dalam proses
belajar peserta didik menempuh empat tahapan, yaitu:
1) Tahapan perhatian (attentional phase)
Pada tahap perhatian, peserta didik memusatkan perhatian pada objek
materi. Pada umumnya peserta didik lebih memusatkan perhatian mereka pada
stimulus yang menonjol atau menarik bagi mereka. Tahap ini penting karena jika
35
peserta didik tidak dapat memfokuskan perhatian mereka pada materi yang
disajikan, maka mereka akan mengalami kesulitan untuk melanjutkan ke tahap
selanjutnya. Karena itu, pendidik perlu mencari cara untuk mencari perhatian
peserta didik, misalnya dengan menggunakan intonasi suara yang dinamis dan
tidak monoton, mengekspresikan mimik tertentu, atau bila mungkin membawa
media pembelajaran yang bisa menarik perhatian peserta didik.
2) Tahap penyimpanan dalam ingatan (retention phase)
Pada tahap penyimpanan dalam ingatan, informasi materi yang disajikan
ditangkap, diproses, dan kemudian disimpan dalam memori. Mengingat struktur
memori manusia memiliki tiga lapisan yang masing-masing memiliki lama
penyimpanan dan kapasitas yang berbeda-beda, maka proses ini membutuhkan
stretegi khusus dari peserta didik. Di samping itu, setiap peserta didik juga
memiliki kemampuan yang berbeda-beda, tergantung pada modalitas belajar
masing-masing. Pendidik juga dapat membantu peserta didik dalam tahapan ini,
misalnya dengan memberikan visualisasi atau pengulangan terhadap informasi
yang dianggap penting.
3) Tahap Reproduksi (reproduction phase)
Pada tahap reproduksi, semua informasi dalam bentuk kode-kode simbol
yang tersimpan dalam memori diproduksi atau dimunculkan kembali. Sulit atau
mudahnya pemunculan kembali memori ini bukan hanya bergantung pada strategi
penyimpanan yang digunakan pada tahap penyimpanan, akan tetapi juga
bergantung pada stimulus yang digunakan untuk memunculkan informasi
tersebut. Untuk itu,dalam hal ini pendidik perlu menggunakan “isyarat” yang
36
memungkinkan peserta didik mampu memunculkan informasi materi yang telah
disimpan dalam memorinya.Misalnya, dengan mengajukan pertanyaan atau tes
yang bersifat rekognisi brgantung pada tarap usia peserta didik.
4) Tahap Motivasi (motivation phase)
Pada tahap motivasi, semua informasi yang telah tersimpan dalam memori
diberi penguatan (reinforcement). Untuk itu, pendidik dianjurkan memberikan
pujian, hadiah atau nilai tertentu pada siswa yang berprestasi, sebaliknya bagi
siswa yang kurang berprestasi perlu diberi kesadaran tentang pentingnya
penguasaan materi, dan jika diperlukan pendidik dapat memberikan hukuman
yang bersifat edukatif dengan memberikan tugas tambahan yang mendorong
mereka untuk mempelajarinya kembali.
2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Untuk mencapai hasil yang maksimal tentu ada faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-Faktor yang mempengaruhinya adalah:
1. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi peroses belajar
siswa yang bersumber dari dalam diri individu atau siswa yang belajar.Faktor
internal terdiri dari faktor fisik atau fisiologis dan faktor psikis atau psikologis.
a) Faktor fisiologis/Fisik
Faktor-faktor jasmaniah siswa yang dapat memengaruhi peroses belajar
siswa,antara lain indra,anggota badan,anggota tubuh,bentuk tubuh, kelenjar, saraf,
dan kondisi fisik lainnya.
37
b) Faktor Psikologis / Psikis
Faktor –faktor psikologis siswa yang memengaruhi peroses belajar antara lain
tingkat intelegensia,perhatian dalan belajar,minat terhadap materi dan peroses
pembelajaran,jenis bakat yang dimiliki,jenis motivasi yang dimiliki untuk
belajar,tingkat kematangan dan kedewasaan,faktor kelahaan mental atau
psikologis,tingkat kemampuan kognitif siswa,tingkat kemampuan
afektif,kemampuan psikomotorik siswa,dan keperibadian siswa,serta bentuk-
bentuk lainnya (Muhamad Irham,2013:125)
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang memengaruhi peroses belajar
siswa yang bersumber dari segala sesuatu dan kondisi diluar dari individu yang
belajar.
a) Faktor lingkungan keluarga
Faktor-faktor keluarga yang dapat memengaruhi peroses bejajar siswa antara
lain pola asuh orang tua(misalnya; Demokratis,protektif,permisif),cara orang tua
mendidik (misalnya; militer ataukah sipil),relasi antaranggota keluarga
(misalnya;akrab,saling tidak peduli,bertengkar),suasana ramah (misalnya selalu
ada keributan,damai),pengertian orang tua(misalnya;orang tua yang tidak mau
mengalah,orang tua yang mau mengalah)kebudayaan keluarga( disiplin
tinggi,kurang disiplin),serta keadaan sosial ekonomi keluarga(ekonomi
tinggi,menengah,atau bawah dan terpandang atau tidak).
38
b) Faktor lingkungan sekolah
Faktor-faktor dari lingkungan sekolah yang dapat memengaruhi peroses belajar
siswa,antara lain metode metode mengajar yang digunakan guru( misalnya
berpusat pada guru atau berpusat pada siswa),jenis kurikulum yangdikembangkan
dan digunakan,pola hubungan atau relasi antara guru dengn siswa(misalnya sangat
terbuka dan akrab atau sangat tertutup),pola relasi antar siswa antar siswa
(misalnya penuh persaingan,kerja sama,atau datar-datar saja),model disiplin
sekolah dikembangkan,jenis mata pelajaran dan beban belajar siswa,waktu
sekolah (masuk pagi dan masuk siang),keadaan gedung sekolah, kuantitas tugas
rumah,media pembelajaranyang sering digunakan.
c) Faktor lingkungan masyarakat dan Budayanya.
Faktor-faktor dari lingkungan masyarakat yang dapat memengaruhi peroses
belajar siswa,antara lain jenis kegiatan yang diikuti siswa di masyarakat (misalnya
kurang taruna,pengurus masjid,atau tidak ikut apa pun),teman bergaul siswa
(status sosial,jenjang sekolah sama lebih tinggi atau lebih rendah) ,media massa
yang dikonsumsi ( berita, gosip, solahraga) bentuk kehidupan masyarakatnya
(misalnya egois ,individualis ,penuh tenggang rasa ,harmonis ,kekeluargaan )
(Muhamad Ahmad,2013:125).
2.3.5 Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip belajar merupakan petunjuk atau cara yang perlu diikuti untuk
melakukan kegiatan belajar.
1. Ranah Kognitif
39
Ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan intelektual seseorang. Hasil
belajar kognitif melibatkan peserta didik kedalam proses berpikir seperti
menginggat, memahami, menerapkan, menganalisa sintesis dan evaluasi.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif berkaitan dengan kemampuan yang berkenaan dengan sikap,
nilai perasaan dan emosi. Tingkatan-tingkatannya aspek ini dimulai dari yang
sederhana sampai kepada tingkatan yang kompleks, yaitu penerimaan,
penanggapan penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi nilai.
3. Ranah Psikomotor
Ranah Psikomotor berkaitan dengan kemampuan yang menyangkut gerakan-
gerakan otot. Tingkatan-tingkatan aspek ini, yaitu gerakan refleks keterampilan
pada gerak dasar kemampuan perseptual, kemampuan dibidang pisik, gerakan-
gerakan skil mulai dari keterampilan sederhana sampai kepada keterampilan yang
kompleks dan kemampuan yang berkenaan dengan non discursive komunikasi
seperti gerakan ekspresif dan interpretative.
2.3.6 Ciri-Ciri Perubahan Sebagai Hasil Belajar
Dilihat dari definisi belajar di atas, maka tidak semua perubahan
perilaku yang terjadi pada individu dapat dikatakan sebagai hasil belajar. Menurut
Ahmadi dan Supriyono (Nyayu Khodijah,2014:51),suatu proses perubahan baru
dikatakan sebagai hasil belajar jika memiliki ciri-ciri :
1) Terjadi secara sadar
Artinya, individu yang mengalami perubahan itu menyadari akan perubahan
yang terjadi pada dirinya. Dengan demikian, seseorang yang tiba-tiba memiliki
40
sesuatu kemampuan karena dia dihipnotis itu tidak dapat disebut sebagai hasil
belajar.
2) Bersifat fungsional
Artinya, perubahan tersebut memberikan manfaat yang luas. Setidaknya
bermanfaat bagi peserta didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
kehidupan sehari-hari, terutama dalam menjaga kelangsungan hidupnya.
3) Bersifat aktif dan positif
Aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi memerlukan usaha dan
aktivitas dari individu sendiri untuk mencapai perubahan tersebut. Adapun positif
artinya baik, bermanfaat, dan sesuai dengan harapan.
4) Bukan bersifat sementara
Perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar itu bukan bersifat sementara,
akan tetapi bersifat rekatif permanen. Dengan demikian, seseorang yang suatu
ketika dapat melompati bara api karena ingin menyelamatkan diri dari bahaya
kebakaran, namun ketika selesai peristiwa kebakaran tersebut ia tidak mampu
melakukannya lagi, maka itu tidak dapat disebut sebagai perubahan karena
belajar.
5) Bertujuan dan terarah
Artinya, perubahan tersebut tidak terjadi tanpa unsur kesengajaan dari
individu yang bersangkutan untuk mengubah perilakunya.Karenanya,tidaklah
mungkin orang tidak belajar sama sekali akan mencapai hasil belajar yang
maksimal.
41
6) Mencakup seluruh aspek perilaku
Perubahan yang timbul karena proses belajar itu pada umumnya mencakup
seluruh aspek perilaku (kognitif, afektif, dan, psikomotorik). Ketika aspek
tersebut saling berkaitan satu sama lain, karena itu perubahan pada satu aspek
biasanya juga akan memengaruhi perubahan pada aspek lainnya.
2.3.7 Jenis-Jenis Hasil Belajar
Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono mengemukakan lima macam
kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar sehingga pada gilirannya
membutuhkan sekian macam kondisi belajar untuk pencapaiannya, kelima macam
kemampuan hasil belajar tersebut adalah:
1) Keterampilan intelektul, sejumlah pengetahuan mulai dari baca,tulis, hitung
sampai kepada pemikiran yang rumit. Kemampuan intelektual tergantung
kepada kapasitas intelektual kecerdasan seseorang dan pada kesempatan
belajar yang tersedia;
2) Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang di dalam arti
seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah
3) Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. Kemampuan
ini pada umumnya dikenai dan tidajk jarang
4) Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah, antara lain keterampilan
menulis, mengetik, menggunakan jangka dan sebagainya
5) Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang
dimiliki seseorang, sebagaimana dapat disimpulkan dari kecenderungan
bertingkah laku terhadap orang, barang atau kejadian.
42
2.4 PENDEKATAN PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING
2.4.1 Definisi Model Pembelajaran Discovery learning
Model pembelajaran Discovery Learning adalah teori yang
didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan
dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapakan mengorganisasikan
sendiri. Sebagaimana pendapat Burner, bahwa: “Discovery Learning can be
definid as the learning that takes place when the student is not presented with
subject matter in the final form, but rather is required toorganize it him self ”
(Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari
Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar dikelas.
Bruner memakai metode yang disebutnya discovery learning, dimana
murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir
(Soemanto,2012 :134). Model pembelajaran discovery learning adalah memahami
konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada
suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43).Discovery terjadi bila individu terlibat,
terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa
konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi,
pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi.
2.4.2 Konsep Discovery Learning
Dalam konsep belajar, sesungguhnya model pembelajaran discovery
learning merupakan pembentukan kategori‐kategori atau konsep‐konsep yang
dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Di dalam discovery learning, tidak
semua yang harus dipelajari dipresentasikan dalam bentuk final, beberapa bagian
43
harus dicari, diidentifikasikan oleh pelajar sendiri. Pelajar harus mencari
informasi sendiri, kemudian informasi tersebut diintegrasikan ke dalam struktur
kognitif yang telah ada, disusun kembali, diubah, untuk menghasilkan struktur
kognitif yang baru. (Struktur kognitif adalah perangkat fakta-fakta, konsep,
generalisasi-generalisasi yang terorganisasi yang telah dipelajari dan dikuasai
seseorang ) (Slameto, 2012 : 24).
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap
yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu : enactive, iconic, dan
symbolic.
Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas‐aktivitasdalam upaya untuk
memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya
anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan,
pegangan, dan sebagainya.
Tahapiconic, seseorang memahami objek‐objek atau dunianya melalui
gambar‐gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan
perbandingan (komparasi).
Tahap symbolic, seseorang telah mampu memilikiide‐ide atau
gagasan‐gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam
berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar
melalui simbol‐simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru
berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa
44
untuk belajar secaraaktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing
dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini
ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student
oriented.
Dalam discovery learning, hendaknya guru harus memberikan
kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis,
historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir,
tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,
mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
2.4.3 Kelebihan dan Kelemahan Discovery Learning
2.4.3.1 Kelebihan penerapan Discovery Learning
a) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan
ketrampilan-ketrampilan dan proses-proses kognitif.
b) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
d) Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan
sesuai dengan kecepatannya sendiri.
e) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya
sendiridengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif
45
mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak
sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
g) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena
mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
h) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
i) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi
proses belajar yang baru
j) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu(
Kemendikbud, 2103).
2.4.3.2 Kelemahan Discovery Learning
a. Model ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk
belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan
abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-
konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi.
b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak,
karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka
menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar
berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-
cara belajar yang lama.
d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan
pemahaman, sedangkanmengembangkan aspek konsep,
46
keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat
perhatian.
e. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk
mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.
f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang
akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh
guru(Kemendikbud,2013).
2.4.4 Langkah Operasional Discovery Learning
1. Langkah Persiapan
a. Menentukan tujuan pembelajaran
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal,
minat, gaya belajar, dan sebagainya)
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara
induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-
contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke
kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif,
ikonik sampai ke simbolik.
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
2. Pelaksanaan
a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
47
Pertama-tama pada tahap ini pelajar diarahkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak
memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.
Disamping itu gurudapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi
interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa
dalam mengeksplorasi bahan.
b) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah gurumemberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasisebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis
(jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
c) Data collection (Pengumpulan Data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan
kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-
banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis (Syah,2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan
demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
48
mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba
sendiri dan sebagainya.
d) Data processing (Pengolahan data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan
mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik
melalui wawancara, observasi, dansebagainya, lalu ditafsirkan. Semua
informai hasil bacaan,wawancara, observasi, dan sebagainya,
semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu.
e) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi
dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing
(Syah, 2004:244). Verificationmenurut Bruner, bertujuan agar proses
belajar akan berjalandengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatankepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturanatau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpaidalam
kehidupannya.
f) Generalisasi (Kesimpulan)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik
sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan
hasil verifikasi (Syah,2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka
49
dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah
menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi
yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan
kaidah atau prinsip‐prinsip yang luas yang mendasari pengalaman
seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari
pengalaman‐pengalaman itu.
2.5 Materi Pokok
Termokimia adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang kalor
reaksi, yaitu pengukuran kalor yang menyertai reaksi kimia. Karena dalam
sebagian besar reaksi kimia selalu disertai dengan perubahan energi yang
berwujud perubahan kalor, baik kalor yang dilepaskan maupun diserap. Kalor
merupakan salah satu bentuk dari energi. James Prescott Joule (1818-1889)
merumuskan Asas Kekekalan Energi :
A. ENTALPI DAN PERUBAHAN ENTALPI
1. Sistem dan Lingkungan
Energi dapat dapat mengalami perpindahan dari sistem ke lingkungan atau
sebaliknya. Sistem merupakan segala sesuatu yang menjadi pusat perhatian yang
diteliti perubahan energinya. Sementara lingkungan merupakan segala sesuatu
diluar sistem. Contohnya ialah air panas yang berada dalam gelas. Air panas
merupakan sistem, sementara gelas sebagai wadahnya termasuk lingkungan.
“Energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, tetapi dapat diubah
dari bentuk energi yang satu menjadi bentuk energi yang lain”.
Jadi, energi yang menyertai suatu reaksi kimia, ataupun proses fisika,
hanya merupakan perpindahan atau perubahan bentuk energi.
50
Berdasarkan interaksinya dengan lingkungan sistem digolongkan menjadi
3 macam yaitu:
1) Sistem Terbuka
Merupakan suatu sistem yang memungkinkan terjadinya
pertukaran kalor dan materi antara sistem dan
lingkungan. Contohnya air panas dalam gelas atau
wadah yang tidak tertutup.
2) Sistem Tertutup
Merupakan suatu sistem yang memungkinkan terjadinya
pertukaran kalor antara sistem dan lingkungannya, tetapi
tidak terjadi pertukaran materi. Contohnya air panas
dalam gelas atau wadah yang tertutup.
3) Sistem Terisolasi atau Tersekat
Merupakan sistem yang tidak memungkinkan terjadinya
pertukaran kalor dan materi antara sistem dan lingkungan.
Contohnya air panas dalam termos.
2. Energi dan Entalpi
Dalam setiap materi terkandung energi dengan kualitas dan kuantitas yang
berbeda-beda. Misalnya energi yang terkandung dalam suatu materi digunakan
untuk menggerakkan partikel-partikel atau energi digunakan untuk mengadakan
interaksi dalam suatu molekul. Dengan demikian energi merupakan suatu
kemampuan untuk melakukan usaha atau kerja. Melalui proses kimia, energi
dapat diudah menjadi energi bentuk lain, tetapi energi tidak dapat diciptakan
ataupun dimusnahkan sebagaimana hukum kekekalan energi. Contohnya energi
listrik yang dapat diubah menjadi energi gerak, ataupun energi gerak yang dapat
diubah menjadi energi cahaya.
Jumlah total energi kalor yang terkandung dalam suatu materi disebut juga
dengan entalpi yang dinyatakan dengan notasi H (heat contents), yang
didefinisikan sebagai kandungan kalor suatu zat. Besarnya entalpi yang
terkandung dalam setiap zat tidak dapat diukur, tetapi perubahan entalpi yang
51
menyertai suatu reaksilah yang dapat diukur. Perubahan entalpi standar yang
menyertai suatu reaksi ditanyakan dengan notasi ∆H (delta H). Dengan kata lain
∆H merupakan penambahan atau pengurangan energi suatu zat dalam proses
perubahan energi yang berlangsung pada tekanan tetap.
Perubahan entalpi yang menyertai suatu reaksi dipengaruhi oleh:
Jumlah zat
Keadaan fisis zat
Suhu (T)
Tekanan (P)
Untuk hal ini berlaku rumus:
Contoh:
1. H2O(s) → H2O (l)
∆H reaksi = H hasil – H reaktan
∆H reaksi = H H2O(l) – H H2O(s)
2. CH4 (g) + 2 O2(g) → CO2(g) + 2 H2O(g)
∆H reaksi = H hasil – H reaktan
∆H reaksi = (H CO2(g) + 2. H H2O (g) ) – (H CH4 (g) + 2. H O2(g) )
3. Reaksi Eksoterm dan Reaksi Endoterm
a. Reaksi Eksoterm
Dalam reaksi eksoterm terjadi perpindahan kalor dari sistem ke
lingkungan. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa kalor dilepas atau dibebaskan ke
lingkungan sehingga lingkungan menjadi lebih panas. Dengan demikian, reaksi
eksoterm adalah reaksi yang membebaskan atau menghasilkan kalor. Reaksi
eksoterm akan membebaskan energi atau mengalami penurunan energi kimia
sistem sehingga entalpi sistem berkurang. Oleh karena itu, ∆H reaksi eksoterm
bertanda negatif (_).
∆Hreaksi = Hhasil – Hreaktan
52
Contohnya :
Reaksi antara kalsium (CaO) dan air yang menghasilkan kalsium
hidroksida (Ca(OH)2).
Persamaan Reaksinya :
CaO(s) + H2O(l) → Ca(OH)2 (aq)
Jika reaksi dilakukan pada tabung reaksi, tangan Anda dapat
merasakan panas yang dilepaskan oleh reaksi ini. Dimana tangan
Anda yang merupakan lingkungan akan menerima panas
dari sistem yang bereaksi tersebut.
b. Reaksi Endoterm
Dalam reaksi endoterm terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke
sistem. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa kalor diserap atau diterima oleh
sistem sehingga suhu lingkungan turun dan menjadi lebih dingin. Dengan
demikian, reaksi endoterm adalah reaksi yang menyerap atau menerima kalor.
Reaksi endoterm akan menyerap sejumlah energi sehingga entalpi sistem
bertambah. Oleh karena itu, ∆H reaksi endoterm bertanda positif (+).
53
Contohnya:
Reaksi antara barium hidroksida (Ba(OH)2) dan kristal amonium
klorida (NH4Cl) dengan beberapa tetes air yang menghasilkan barium
klorida (BaCl2) dan amonium hidroksida (NH4OH).
Persamaan Reaksinya:
Ba(OH)2 + 2NH4Cl → BaCl2 + NH4OH
Jika reaksi dilakukan pada tabung reaksi, tangan Anda dapat
merasakan dinginnya tabung karena sistem menyerap kalor dari tangan
Anda yang merupakan lingkungan.
4. Diagram Reaksi
Perubahan entalpi reaksi eksoterm dapat digambarkan melalui diagram
reaksi berikut :
Pada diagram reaksi eksoterm di atas dapat dijelaskan bahwa, entalpi
hasil reaksi (produk) lebih kecil daripada entalpi pereaksi (reaktan).
Diagram untuk reaksi endoterm dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Pada diagram reaksi endoterm di atas dapat dijelaskan bahwa, entalpi
hasil reaksi (produk) lebih besar daripada entalpi pereaksi (reaktan).
54
Contoh:
A → BPereaksi produk
∆H = H produk - H pereaksi
∆H = HB – HA
Ini berarti diagram untuk reaksi eksoterm ialah :
Dan diagram untuk reaksi endoterm ialah
B. PERSAMAAN TERMOKIMIA
Persamaan termokimia merupakan persamaan reaksi yan menunjukkan
perubahan entalpi dalam reaksi kimia. Penulisan persamaan termokimia
disertakan pula jumlah mol zat yang bereaksi dan wujud fisik zat yang terlibat
dalam reaksi. Jumlah mol zat ditunjukkan oleh koefisien reaksi dan wujud zat
dinyatakan dalam huruf s untuk padat, l untuk cair, dan g untuk gas.
Contoh:
Pada pembentukan 1 mol air dari gas hidrogen dengan gas oksigen
pada 25oC(298 K), 1 atm, dilepaskan kalor sebesar 286 kJ.
Persamaan termokimia dari pernyataan di atas adalah Kata
y
x
A
B
∆H = HB - HA = X – Y =- Z
X < Y, Maka ∆H < 0
B
A
y
x
∆H = HB - HA = Y – X =+Z
Y > X, Maka ∆H > 0
55
“dilepaskan” menyatakan bahwa reaksi tergolong eksoterm. Oleh
karena itu, H = –286 kJ untuk setiap mol air yang terbentuk.
H2(g) + O2(g) H2O(l) H = –286 kJ
atau,
2H2(g) + O2(g) 2H2O(l) H = –572 kJ
Reaksi karbon dan gas hidrogen membentuk 1 mol C2H2 pada
temperatur 25oC dan tekanan 1 atm memerlukan kalor 226,7 kJ.
Persamaan termokimianya: Kata “memerlukan” menyatakan bahwa
reaksi tergolong endoterm.
2 C(s) + H2(g) C2H2(g) H = + 226,7 kJ
C. PERUBAHAN ENTALPI REAKSI
Perubahan entalpi reaksi kimia bergantung pada keadaan fisik zat (padat,
cair, atau gas) yang terlibat dalam reaksi, suhu, dan tekanan. Untuk dapat
membandingkan harga dari berbagaiperubahan entalpi, maka dibuat suatu keadaan
standar tertentu. Keadaan standar yang telah disepakati adalah pada suhu 298
Kdan tekanan 1 atm.
Beberapa jenis perubahan entalpi pada keadaan standar yaitu :
a) Perubahan Entalpi Pembentukan Standar (Hf0)
Perubahan entalpi pembentukan standar (standard enthalpy of formation)
adalah perubahan entalpi yang terjadi pada pembentukan 1 mol zat dari unsur-
unsurnya yang paling stabil pada keadaan standar. Harga perubahan entalpi
pembentukan standar untuk unsur dalam bentuk yang paling stabil atau unsur
bebas yang stabil adalah nol. Misalnya, untuk unsur oksigen yang terdapat dalam
dua bentuk, yaitu molekul oksigen (O2) dan ozon (O3). Oksigen lebi stabil
dibandingkan ozon sehingga harga Hf° untuk oksigen adalah 0 (nol). Atom perak
(Ag) yang stabil juga memiliki harga Hf°= 0.
Entalpi pembentukan standar dinyatakan dalam kilojoule per mol (kJ/mol) sesuai
satuan Sistem Internasional.
56
Contoh:
Perubahan entalpi pembentukan standar air, H2O(l) dari H2(g) dan
O2(g) adalah sebesar –283 kJ/mol. Persamaan termokimianya :
H2(g) + ½O2(g) H2O(l) Hf° = –283 kJ/mol
b) Perubahan Entalpi Penguraian Standar (d0)
Perubahan entalpi pengruraian standar (standard enthalpy of decomposition)
adalah perubahan entalpi yang terjadi pada peruraian 1 mol zat menjadi unsur-
unsurnya yang paling stabil pada keadaan standar. Reaksi peruraian merupakan
kebalikan dari reaksi pembentukan sehingga harga perubahan entalpi peruraian
standar sama dengan perubahan entalpi pembentukan standar tetapi berlawanan
tanda.
Contoh:
Pada reaksi pembentukan air, H2O(l), harga Hf° H2O = –283 kJ/mol.
Jadi, pada peruraian air, H2O(l) menjadi H2(g) dan O2(g) adalah sebesar
+283 kJ/mol. Persamaan termokimianya :.
H2O(l) H2(g) + ½O2(g) Hd° = +283 kJ/mol
c) Perubahan Entalpi Pembakaran Standar (c)
Perubahan entalpi pembakaran standar (standard enthalpy of combustion)
adalah perubahan entalpi yang terjadi pada pembakaran 1 mol zat dengan oksigen
secara sempurna.
Contoh:
Pada pembakaran 1 mol benzena, C6H6(l) dihasilkan CO2(g) dan H2O(l)
serta akan dilepaskan kalor sebesar 3271 kJ. Persamaan
termokimianya:
C6H6(l) + 7½O2 6CO2(g) + 3H2O(l) Hc° = –3271 kJ/mol
57
D. PENENTUAN PERUBAHAN ENTALPI
1. Kalorimetri
kalorimeter sederhana (kiri) dan kalorimeter bom (kanan)
Perubahan entalpi dapat ditentukan melalui percobaan dengan
mengukur perubahan kalor selama reaksi berlangsung. Alat yang digunakan untuk
mengukur kalor yang diserap atau dilepaskan dalam reaksi kimia disebut
kalorimeter. Untuk reaksi yang melibatkan gas, seperti pada reaksi pembakaran,
kalorimeter yang biasa digunakan disebut kalorimeter bom. Pada kalorimeter
bom, reaksi berlangsung dalam sebuah bom (wadah yang terbuat dari baja) yang
dibenamkan di dalam air dalam bejana kedap panas. Kalorimeter bom dirancang
secara khusus sehingga sistem berada dalam keadaan terisolasi. Oleh karena itu,
selama reaksi berlangsung dianggap tidak ada kalor yang hilang.
Kalorimeter sederhana dapat dibuat dari dua gelas gabus (Styrofoam)
atau plastik, yang dilengkapi dengan termometer dan pengaduk. Gabus dan plastik
bersifat isolator (tidak menyerap kalor) sehingga selama reaksi berlangsung
dianggap tidak ada kalor yang hilang. Perubahan kalor yang terjadi ditentukan
dari perubahan suhu ketika reaksi berlangsung. Dari pengukuran perubahan suhu,
kalian dapat menghitung perubahan kalor melalui persamaan:
Q = m × c × T atau Q = C × T
Keterangan
Q = Perubahan kalor (Joule)
m = Massa zat (gram)
c = Kalor jenis zat (J/g K)
C = Kapasitas kalor kalorimeter
58
T = perubahan suhu (K)
= Takhir – Tawal
Untuk reaksi yang melibatkan gas, seperti pada reaksi pembakaran,
kalorimeter yang biasa digunakan disebut kalorimeter bom. Pada kalorimeter
bom, reaksi berlangsung dalam sebuah bom (wadah yang terbuat dari baja) yang
dibenamkan di dalam air dalam bejana kedap panas. Kalorimeter bom dirancang
secara khusus sehingga sistem berada dalam keadaan terisolasi. Oleh karena itu,
selama reaksi berlangsung dianggap tidak ada kalor yang hilang.
Kalorimeter sederhana dapat dibuat dari dua gelas gabus (Styrofoam)
atau plastik, yang dilengkapi dengan termometer dan pengaduk. Gabus dan plastik
bersifat isolator (tidak menyerap kalor) sehingga selama reaksi berlangsung
dianggap tidak ada kalor yang hilang.
Contoh Soal :
Pada suatu percobaan direaksikan 50 cm3 larutan HCl 1 M dengan 50
cm3 larutan NaOH 1 M dalam gelas plastik yang kedap panas, ternyata
suhunya naik dari 29oC menjadi 35,5oC. Kalor jenis larutan dianggap
sama dengan kalor jenis air yaitu 4,18 Jg–1K–1 dan massa jenis larutan
dianggap 1 g/cm3. Tentukan perubahan entalpi dari reaksi:
NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l)
Jawab :
qsistem = qlarutan + qkalorimeter
karena qkal diabaikan, maka qsistem = qlarutan
massa larutan = volume larutan × massa jenis air
= 100 cm3 × 1 g/cm3
= 100 g
T = (35,5 + 273)K – (29 + 273)K
= 6,5 K
Q = m × c × T
= 100 g × 4,18 J g–1K–1 × 6,5 K
= 2717 Joule
= 2,72 kJ
59
mol NaOH = mol HCl
0,05 L × 1 mol L–1 = 0,05 mol
Jadi, pada reaksi antara 0,05 mol NaOH dan 0,05 mol HCl terjadi
perubahan kalor sebesar 2,72 KJ. Maka untuk setiap 1 mol NaOH
bereaksi dengan 1 mol HCl akan terjadi perubahan kalor = 2,72 KJ
Maka untuk setiap 1 mol NaOH bereaksi dengan I mol HCl akan
terjadi perubahan kalor = 54,4 kJ/mol
Oleh karena pada saat reaksi suhu sistem naik berarti reaksi
berlangsung eksoterm, perubahan entalpinya berharga negatif.
Persamaan termokimianya:
NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l) kJ/mol
2. Hukum Hess
Perubahan entalpi kadang sukar diukur atau ditentukan langsung
dengan percobaan. Pada tahun 1840 Henry Hess dari Jerman menyatakan,
perubahan entalpi reaksi hanya tergantung pada keadaan awal dan akhir sistem,
tidak bergantung pada jalannya reaksi.
Banyak reaksi dapat berlangsung menurut dua atau lebih tahapan.
Contoh :
Reaksi karbon dan oksigen untuk membentuk CO2 dapat
berlangsung dalam satu tahap (cara langsung) dan dapat juga dua
tahap(cara tidak langsung).
Satu tahap : C(s) + O2(g) CO2(g) H = –394 kJ
Dua tahap : C(s) + O2(g) CO(g) H = –110 kJ
CO(g) + O2(g) CO2(g) H = –284 kJ
C(s) + O2(g) CO2(g) H= –394 kJ
Jadi, jika suatu reaksi berlangsung menurut dua tahap atau lebih,
maka kalor reaksi totalnya sama dengan jumlah kalor tahap reaksinya.
Hukum Hess kita gunakan untuk menghitung H suatu reaksi,
berdasarkan beberapa harga H dari reaksi lain yang sudah diketahui.
+=
60
Hukum Hess dapat dinyatakan dalam bentuk diagram siklus atau
diagram tingkat energi.
Diagram siklus untuk reaksi pembakaran karbon pada contoh di
atas adalah sebagai berikut:
Diagram siklus reaksi pembakaran karbon.
Dari siklus reaksi di atas, pembakaran karbon dapat melalui dua
lintasan, yaitu lintasan-1 yang langsung membentuk CO2, sedangkan
lintasan-2, mula-mula membentuk CO, kemudian CO2. Jadi H1 = H2 +
H3
Diagram tingkat energi :
Diagram tingkat energi reaski karbon dengan oksigenmembentuk CO2 menurut dua lintasan.
3. Data Perubahan Entalpi Pembentukan Standar
Kalor suatu reaksi dapat juga ditentukan dari data pembentukan
zat pereaksi dan produknya. Secara umum untuk reaksi:
a PQ + b RS c PS + d QR
Reaktan Produk
maka,
H reaksi = Hfo
(produk) - Hfo
(reaktan)
= [ c. Hfo PS + d. Hf
o QR] – [ a. Hfo PQ + b. Hf
o RS
61
Contoh soal
Tentukan entalpi reaksi pembakaran etanol, jika diketahui :
Hfo C2H5OH = –266 kJ
Hfo CO2 = –394 Kj
Hfo H2O = –286 kJ
Jawab:
Reaksi pembakaran etanol :
C2H5OH + O2(g) 2CO2 + 3H2O
H reaksi = [2 × Hfo CO2 + 3 × Hf
o H2O] – [1 × Hfo C2H5OH + 1 ×
Hfo O2]
= [2 (–394) + 3 (–286)] kJ – [1 (–266) + 1 (0)] kJ
= [–1646 + 266] kJ
= –1380 kJ
4. Energi Ikatan
Pada dasarnya reaksi kimia terdiri dari dua proses, yaitu
pemutusan ikatan antar atom-atom dari senyawa yang bereaksi (proses
yang memerlukan energi) dan penggabungan ikatan kembali dari
atom-atom yang terlibat reaksi sehingga membentuk susunan baru
(proses yang membebaskan energi).
Perubahan entalpi reaksi dapat dihitung dengan menggunakan
data energi ikatan.
Energi ikatan adalah energi yang diperlukan untuk memutuskan
ikatan oleh satu molekul gas menjadi atom-atom dalam keadaan gas.
Harga energi ikatan selalu positif, dengan satuan kJ atau kkal,
serta diukur pada kondisi zat-zat berwujud gas.
62
Untuk menghitung H reaksi berdasarkan energi ikatan digunakan
rumus:
H = Energi ikatan yang diputuskan – Energi ikatan yang terbentuk
Contoh soal
Dengan menggunakan tabel energi ikatan, tentukan (ramalkan) energi
yang dibebaskan pada pembakaran gas metana.
Jawab:
Reaksi pembakaran gas metana :
CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(g)
Pemutusan Ikatan: Pembentukan ikatan:
4 mol C – H = 1652 kJ 2 mol C = O = 1598 kJ
2 mol O = O = 990 kJ 4 mol O – H = 1852 kJ
= 2642 kJ =,3450 kJ
H = Energi ikatan yang diputuskan – Energi ikatan yang terbentuk
= (2642 – 3450) kJ
= –808 kJ
H reaksi bertanda negatif, artinya ikatan dalam produk lebih kuat
dari pada ikatan dalam pereaksi. Entalpi reaksi yang dihitung
berdasarkan harga energi ikatan rata-rata sering berbeda dari entalpi
63
reaksi yang dihitung berdasarkan harga entalpi pembentukan standar.
Perbedaan ini terjadi karena energi ikatan yang terdapat dalam suatu
tabel adalah energi ikatan rata-rata. Energi ikatan C – H dalam contoh di
atas bukan ikatan C – H dalam CH4, melainkan energi ikatan rata-rata C
– H.
CH4(g) CH3(g) + H(g) H = +424 kJ/mol
CH3(g) CH2(g) + H(g) H = +480 kJ/mol
CH2(g) CH(g) + H(g) H = +425 kJ/mol
CH(g) C(g) + H(g) H = +335 kJ/mol
Jadi, energi ikatan rata-rata dari ikatan C – H adalah 416 kJ/mol.
Sedangkan energy ikatan C – H yang dipakai di atas adalah +413 kJ/mol.
E. ENERGI BAHAN BAKAR
Reaksi pembakaran adalah reaksi suatu zat dengan oksigen. Biasanya
reaksi semacam ini digunakan untuk menghasilkan energi. Bahan bakar
merupakan suatu senyawa yang bila dilakukan pembakaran terhadapnya
dihasilkan kalor yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Jenis bahan
bakar yang banyak kita kenal adalah bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil berasal
dari pelapukan sisa organisme, baik tumbuhan maupun hewan yang memerlukan
waktu ribuan sampai jutaan tahun, contohnya minyak bumi dan batu bara.
Namun selain bahan bakar fosil dewasa ini telah dikembangkan pula
bahan bakar jenis lain, misalnya alkohol dan hidrogen. Hidrogen cair dengan
oksigen cair bersama-sama telah digunakan pada pesawat ulang-alik sebagai
bahan bakar roket pendorongnya. Pembakaran hidrogen tidak memberi dampak
negatif pada lingkungan karena hasilpembakarannya adalah air.
Matahari adalah umber energi terbesar di bumi, tetapi penggunaan
energi surya belum komersial. Dewasa ini penggunaan energi surya yang
komersial adalah untuk pemanas air rumah tangga (solar water heater). Di
bawah ini adalah nilai kalor dari berbagai jenis bahan bakar yang umum dikenal:
64
Nilai kalor dari bahan bakar umumnya dinyatakan dalam satuan kJ/gram,
yang menyatakan berapa kJ kalor yang dapat dihasilkan dari pembakaran 1 gram
bahan bakar tersebut. Contoh : nilai kalor bahan bakar bensin adalah 48 kJ/g,
artinya setiap pembakaran sempurna 1 gram bensin akan dihasilkan kalor sebesar
48 kJ. Pembakaran bahan bakar dalam mesin kendaraan atau dalam industri
umumnya tidak terbakar sempurna. Pembakaran sempurna senyawa hidrokarbon
(bahan bakar fosil) membentuk karbon dioksida dan uap air. Sedangkan
pembakaran tidak sempurnanya menghasilkan karbon monoksida dan uap air.
Pembakaran tak sempurna mengurangi efisiensi bahan bakar, kalor yang
dihasilkan akan lebih sedikit dibandingkan apabila zat itu terbakar sempurna.
Kerugian lainnya adalah dihasilkannya gas karbon monoksida (CO) yang bersifat
racun. Nilai kalor bakar dapat digunakan untuk memperkirakan harga energi suatu
bahan bakar.
Contoh soal:
Misalkan harga arang adalah Rp.500/kg, dan harga LPG Rp 900/kg. Nilai kalor
bakar arang 34 kJ/gram. Dari informasi tersebut dapat diketahui yang mana harga
kalor yang lebih murah, yang berasal dari arang atau LPG.
Jawab:
Nilai kalor bakar arang = 34 kJ/gram, sehingga dengan uang Rp 500,00 dapat
diperoleh 1000 gram arang dan diperoleh kalor sebanyak = 34 × 100 kJ
= 34.000 kJ
Jadi, dari tiap rupiahnya mendapat kalor sebanyak : 68 kJ/Rupiah
Nilai kalor bakar LPG = 40 kJ/gram, sehingga dengan uang Rp 900, diperoleh
1000 gram LPG dan kalor sebanyak = 40 × 1000 kJ = 40.000 kJ
Jadi, tiap rupiahnya mendapat kalor sebanyak: 44 kJ/rupiah
65
2.6 Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Wenifrida Feka pada tahun 2016 dengan
judul “Pengaruh Keterampilan Sosial dan Sikap Ilmiah terhadap Hasil Belajar
Kimia dengan Menerapkan Model Pembelajaran Discovery Learning pada
Materi Termokimia Siswa Kelas XI IPA SMAK sint carolus penfui-kupang
Tahun Pelajaran 2016/2017”. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh
yang signifikan antara keterampilan sosial dan Sikap Ilmiah terhadap hasil
belajar siswa.
2. Berdasarkan penelitian oleh Sriyanti (2012) yang berjudul “keterampilan
sosial terhadap prestasi belajar” Peserta didik Kelas XI SMAN 1 MALANG
pada Penerapan Pembelajaran Discovery Learning Materi pokok larutan
termokimia.. Hasil penelitian ini menunjukan keterampilan sosial terhadap
prestasi belajar peserta didik pada model pembelajaran Discovery Learning
melalui tes produk diperoleh ketuntasan klasikal sebesar 80,05 %. Ketuntasan
klasikal melebihi nilai Kriteria Ketuntasan Minimal yang ada di SMAN 1
MALANG tahun ajaran 2011/2012.
3. Berdasarkan penelitian dari Wiwin (2013) dalam Penelitian yang Berjudul
“Peningkatan keterampilan proses belajar dan keterampilan sosial siswa
melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada materi pokok
Termokimia siswa kelas XI IPA SMA MUHAMMADIYAH
CONDONGCATUR Tahun Ajaran 2012/2013”. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya Peningkatan keterampilan proses belajar dan
66
keterampilan sosial siswa Peserta Didik Kelas XI
Pada materi pokok Termokimia siswa kelas XI IPA SMA MUHAMMADIY
AH CONDONGCATUR Tahun Ajaran 2012/2013.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Andrie Rissi pada tahun 2017 dengan judul
“Pengaruh Keterampilan Sosial dan Sikap Ilmiah terhadap Hasil Belajar
Siswa dengan Menerapkan model Discovery Learning pada Materi Pokok
Larutan elektrolit dan nonelektrolit Siswa Kelas XI IPA SMA
MUHAMADYA Kupang Tahun Pelajaran 2016/2017”. Hasil penelitian
menunjukan adanya pengaruh yang signifikan antara keterampilan social dan
sikap ilmiah terhadap hasil belajar siswa.
5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Vitara (2016) dengan judul
“Pengaruh pendekatan STM terhadap sikap ilmiah dan Hasil belajar” Pada
Materi Pokok Termokimia Siswa Kelas XI IPA SMA SUMBERREJO
BOJONEGORO Tahun Ajaran 2015/2016” dengan hasil penelitian yaitu:
Ada pengaruh antara sikap ilmiah siswa kelas XI IPA dengan hasil belajar
yang menerapkan model pembelajaran berbasis masalah pada materi pokok
Termokimia SMA SUMBERREJO BOJONEGORO tahun ajaran 2015/2016
dengan nilai korelasi product moment yang diperoleh sebesar 0,49.
6. Nur Choiro Siregar 2015 dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh
Pendekatan Discovery yang Menekankan Aspek Analogi Terhadap Prestasi
Belajar dan sikap ilmiah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ada
pengaruh pendekatan discovery yang menekankan aspek analogi terhadap
prestasi belajar dan sikap ilmiah di SMP Negeri 10 Yogyakarta pada
67
Pendekatan discovery yang menekankan aspek analogi lebih unggul dari
pendekatan konvensional (pembelajaran biasa) dalam hal sikap ilmiah
siswa dalam pembelajaran matematika.
7. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ikrom (2010)
tentang pengaruh sikap ilmiah dan pemahaman konsep terhadap hasil belajar
dengan menerapkkan model pembelajaran Discovery Learning pada materi
pokok Termokimia peserta didik kelas XI IPA SMA 1 PALEMBANG. Hasil
penelitian ini, menunjukkan ketuntasan indikator dan hasil belajar peserta
didik dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning
dinyatakan tuntas dengan rata-rata proporsi ketutasan indikator observasi
sikap spritual 0,86, ketuntasan indikator angket sikap spritual 0,875,
ketuntasan indikator observasi sikap sosial 0,85, ketuntasan indikator angket
sikap sosial 0,88, ketuntasan indikator kognitif 0,85, ketuntasan indikator
keterampilan unjuk kerja 0,85, THB proses 0,85.
8. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bachtiar (2013), tentang pengaruh
sikap ilmiah dan minat belajar terhadap prestasi belajar peserta didik pada
tema ekosistem dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning
di SMP Negeri 1 Medan, menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan
signifikan antara sikap ilmiiah dan minat belajar terhadap prestasi belajar
peserta didik di SMP N 1 Medan. Hal tersebut diperoleh dari hasil
perhitungan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,43. Maka dapat diambil
kesimpulan bahwa, 43,08% prestasi belajar peserta didik (Y) dipengaruhi
oleh sikap ilmiah (X1) dan minat belajar peserta didik (X2).
68
9. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Elvira Bui 2014 dengan judul “
penerapan model pembelajaran Discovery Laerning sebagai upaya
meningkatakan sikap ilmiah dan gaya belajar” peserta didik kelas XI IPA 2
SMAN 1 TASBAR KIMBANA pada materi pokok Termokimia tahun
pelajaran 2014/2015. Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan sikap
ilmah dan gaya belajar iswa dengan menerapkan model pembelajaran
Discovey Learning siswa kelas XI IPA 2 SMAN 1 TASBAR KIMBANA
tahun Ajaran 2014/2015.
2.7 Kerangka Berpikir
Berdasarkan hasil observasi selama PPL, rendahnya hasil belajar
kimia siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal yaitu tipe kepribadian setiap siswa dimana berdasarkan observasi
tersebut peneliti melihat begitu banyak perbedaan yang ada pada siswa, baik itu
perbedaan kemampuan keterampilan social maupun tipe sikap ilmiah dari setiap
siswa. Setiap siswa memiliki tipe kepribadian yang berbeda. Perbedaan
kepribadian dapat dilihat dari perbedaan sifat- sifat khas dari setiap siswa.
Menurut Hans J. Eysenck kepribadian dibedakan kedalam dua tipe, yaitu introvert
dan extrovert. Tipe kepribadian extrovert – introvert menurut Eysenck ini bertolak
ukur pada tujuh sub dimensi yaitu : aktivitas (activity), kemampuan bergaul
(socialbility), pengambilan resiko (risk taking), penurutan dorongan hati
(impulsiveness), pernyataan perasaan (expressiveness), kedalaman berpikir
(reflectiveness) dan tanggungjawab (responsibility).
69
Selain pengaruh keterampilan sosial belajar dalam diri peserta didik,
faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan belajar seorang peserta didik atau
prestasi belajar peserta didik antara lain: kemampuan pendidik dalam mengelola
pembelajaran, maupun model pembelajaran yang digunakan seorang pendidik.
Berdasarkan faktor – faktor tersebut, guru harus mampu memilih strategi, model,
atau pendekatan pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan kepribadian siswa
yang berbeda- beda. Yakni pembelajaran yang menuntut siswa terlibat aktif dalam
hal ini mengalami apa yang ia pelajari. Salah satu pendekatan pembelajaran yang
menuntut siswa untuk belajar dari apa yang ia alami/ berkaitan dengan kehidupan
nyata adalah pendekatan kooperatif. Dengan demikian siswa akan menjadi lebih
aktif dan menyadari tentang kegunaan apa yang telah mereka pelajari dalam
kehidupannya. Selain itu juga melatih siswa dalam mengembangkan dan
membangun pengetahuan yang dimilikinya.
2.8 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang, masalah, tinjauan pustaka,
penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir maka hipotesis penelitian sebagai
berikut:
1. Penerapan Model Discovery Learning efektif pada materi pokok
Termokimia Siswa kelas XI IPA SMA Muhamadya Kupang tahun ajaran
2017/2018.
Dengan ciri-ciri sebagai berikut:
70
a) Guru mampu mengelola pembelajaran dengan menerapkan Model
Discovery Learning pada materi pokok Termokimia Siswa kelas XI
IPA SMA Muhamadya Kupang tahun ajaran 2017/2018.
b) Ketuntasan indikator tercapai dengan menerapkan Model Discovery
Learning pada materi pokok Termokimia Siswa kelas XI IPA SMA
Muhamadya Kupang tahun ajaran 2017/2018.
c) Hasil belajar tuntas dengan menerapkan Model Discovery Learning
pada materi pokok Termokimia Siswa kelas XI IPA SMA
Muhamadya Kupang tahun ajaran 2017/2018.
2. Keterampilan sosial pada materi pokok Termokimia siswa kelas XI IPA
SMA Muhamadya Kupang tahun pelajaran 2017/2018 dikatakan baik
jika memenuhi kriteria ≥ 75%.
3. Motivasi belajar Siswa pada materi pokok Termokimia siswa kelas XI
IPA SMA Muhamadya Kupang tahun pelajaran 2017/2018 dikatakan
baik jika memenuhi kriteria ≥ 75%4. a. Adanya hubungan yang signifikan antara keterampilan sosial dengan
hasil belajar
dengan menerapkan Model Discovery Learning (DL) pada materi
pokok Termokimia siswa kelas XI IPA SMA Muhamadya Kupang
tahun ajaran 2017/2018
c. Adanya hubungan yang signifikan antara sikap ilmiah dengan hasil
belajar dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learninng
71
pada materi pokok Termokimia siswa kelas XI IPA SMA Muhamadya
Kupang tahun ajaran 2017/2018
d. Ada pengaruh yang signifikan antara keterampilan sosial dengan sikap
ilmiah dengan hasil belajar yang menerapkan model pembelajaran
Discovery Learning pada materi pokok Termokimia siswa kelas XI
IPA SMA Muhamadya Kupang tahun ajaran 2017/2018
5. a. Ada pengaruh yang signifikan antara keterampilan sosial dengan hasil
belajar yang menerapkan model pembelajaran Discovery Learninng pada
materi pokok Termokimia siswa kelas XI IPA SMA Muhamadya Kupang
tahun ajaran 2017/2018
b. Ada pengaruh yang signifikan antara sikap ilmiah dengan hasil belajar
yang menerapkan model pembelajaran Discovery Learninng pada
materi pokok Termokimia siswa kelas XI IPA SMA Muhamadya
Kupang tahun ajaran 2017/2018
c. Ada pengaruh yang signifikan antara keterampilan sosial dan sikap
ilmiah dengan hasil belajar yang menerapkan model pembelajaran
Discovery Learninng pada materi pokok Termokimia siswa kelas XI
IPA SMA Muhamadya Kupang tahun ajaran 2017/2018.