29
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “sama”, communico, communication, atau communicare yang berarti membuat sama. Istilah pertama (communis) adalah isyilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip (Mulyana, 2005:41). Kata komunikasi berasal dari bahasa latin Coomunicare yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Hingga sekarang, definisi komunikasi masih terus didiskusikan oleh para pakar ilmu komunikasi (Mundakir, 2006:2). Ada beberapa definisi komunikasi, menurut buku Komunikasi Keperawatan karangan Mundakir, antara lain sebagai berikut (Mundakir, 2006:3): 1) Menurut Edward Depari Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikanmelalui lambang tertentu, mengandung arti dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan. 2) Menurut James A.F. Stoner komunikasi adalah suatu rangkaian peristiwa yang terkait dalam penyampaian pesan dari pengirim ke penerima. Komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan. 3) Menurut J Seiller (1988) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah proses yang mana simbol verbal dan non verbal dikirimkan, diterima dan diberi arti. 4) Hovlan, Janis, dan Kelley adalah ahli sosiologi Amerika mengatakan bahwa „‟ Communication is the process by which an individual transmits stimuly (usually verbal) to modify the behavior of other individuals‟‟ dengan kata lain, komunikasi adalah proses individu dalam mengirim stimulus (umumnya dalam bentuk verbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain. 5) Louis Forsdale (1981), seorang ahli komunikasi dan pendidikan mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunikasi 2.1.1 ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB214113240039.pdf2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi atau communication dalam

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 13

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian Komunikasi

    2.1.1 Pengertian Komunikasi

    Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari

    kata latin communis yang berarti “sama”, communico, communication, atau

    communicare yang berarti membuat sama. Istilah pertama (communis) adalah

    isyilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang

    merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip (Mulyana, 2005:41).

    Kata komunikasi berasal dari bahasa latin Coomunicare yang berarti

    berpartisipasi atau memberitahukan. Hingga sekarang, definisi komunikasi masih

    terus didiskusikan oleh para pakar ilmu komunikasi (Mundakir, 2006:2).

    Ada beberapa definisi komunikasi, menurut buku Komunikasi Keperawatan

    karangan Mundakir, antara lain sebagai berikut (Mundakir, 2006:3):

    1) Menurut Edward Depari Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan,

    harapan, dan pesan yang disampaikanmelalui lambang tertentu, mengandung arti

    dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan.

    2) Menurut James A.F. Stoner komunikasi adalah suatu rangkaian peristiwa yang

    terkait dalam penyampaian pesan dari pengirim ke penerima. Komunikasi adalah

    proses dimana seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara

    pemindahan pesan.

    3) Menurut J Seiller (1988) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah proses yang

    mana simbol verbal dan non verbal dikirimkan, diterima dan diberi arti.

    4) Hovlan, Janis, dan Kelley adalah ahli sosiologi Amerika mengatakan bahwa „‟

    Communication is the process by which an individual transmits stimuly (usually

    verbal) to modify the behavior of other individuals‟‟ dengan kata lain,

    komunikasi adalah proses individu dalam mengirim stimulus (umumnya dalam

    bentuk verbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain.

    5) Louis Forsdale (1981), seorang ahli komunikasi dan pendidikan mengatakan

    bahwa komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan

  • 14

    tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan

    diubah.

    Sedangkan menurut Harold dan CYRIL o‟Donell, dalam buku Komunikasi

    Keperawatan, karangan Musliha dan Fatmawati, mengemukakan bahwapengertian

    komunikasi adalah pemindahan informasi dari satu orang ke orang lain terlepas

    percaya atau tidak. Tetapi informasi yang ditransfer tentulah harus dimengerti oleh

    penerima. (Musliha dan Fatmawati, 2010:1)

    Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan

    atau informasi dari seseorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tersebut

    melibatkan lebih dari sekedar kata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapi

    juga ekspresi wajah, intonasi, titik putus tidak hanya memerlukan transmisi data,

    tetapi bahwa tergantung pada ketrampilan-ketrampilan tertentu untuk membuat

    sukses pertukaran informasi (Handoko Hani, 1986:272)

    Komunikasi adalah proses interaksi atau hubungan saling pengertian satu

    sama lain antara sesame manusia. Proses interaksi atau hubungan satu sama lain

    yang dikehendaki oleh seorang dengan maksud agar dapat diterima dan dimengerti

    antara sesamanya (Handaya, 1980:94)

    Komunikasi adalah usaha mendorong orang lain untuk

    menginterprestasikan pendapat seperti apa yang dikehendaki oleh orang yang

    mempunyai pendapat tersebut serta diharapkan diperoleh titik kesamaan untuk

    pengertian (Reksohadiprojo, 1986:176)

    Dari beberapa definisi tersebut diatas secara umum dapat disimpulkan

    bahwa komunikasi merupakan proses pengiriman atau pertukaran (stimulus, signal,

    symbol, informasi) baik dalam bentuk verbal maupun non verbal dari pengirim ke

    penerima pesan dengan tujuan adanya perubahan (baik dalam aspek kognitif,

    afektif, maupun psikomotor) (Mundakir, 2006:4).

    Komunikasi merupakan suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat, dan

    pemberian nasehat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerjasama.

    Nursalam (2007), menyatakan komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat

    menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang

  • 15

    lain dapat mengerti dan menerima maksud dan tujuan pemberi pesan. (La Ode,

    2012:46).

    Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan

    memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia

    sekitarnya. Menurut Potter dan Perry dalam Nurjannah (2005), komunikasi terjadi

    pada tiga tingkatan yaitu: intrapersonal interpersonal, dan public. Komunikasi

    interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide,

    pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal (La Ode, 2012:47).

    Dalam proses komunikasi melibatkan suatu lingkungan internal dan

    eksternal dimanapun komunikasi itu terjadi. Lingkungan internal meliputi : nilai-

    nilai, kepercayaan, temperamen, dan tingkay strees pengirim pesan maupun

    penerima pesan. Sedangkan factor eksternal meliputi : keadaan cuaca, suhu, factor

    kekuasaan dan waktu. Kedua belah pihak (pengirim dan penerima pesan) harus

    peka terhadap factor internal dan eksternal, seperti persepsi dari komunikasi yang

    ditentukan oleh lingkungan eksternal yang ada (La Ode, 2012:47).

    Berikut ini merupakan gambaran bagaimana proses komunikasi dipengaruhi

    oleh lingkungan internal dan lingkungan eksternal (La Ode, 2012:48):

    Gambar 1

    Diagram Proses Komunikasi

    Faktor Eksternal

    Tertulis

    Verbal

    Non Verbal

    Faktor Internal

    KOMUNIKATOR

    Faktor Internal

    PESAN

    Faktor Eksternal

    KOMUNIKAN

  • 16

    Berikut penjelasan gambar diatas (La Ode, 2012:48):

    1. Komunikasi tertulis

    Proses penyampaian informasi dengan mengembangkan melalui suatu metode

    penulisan.

    2. Komunikasi Verbal (langsung)

    Menurut Nursalam, tujuan dari komunikasi verbal yaitu assertiveness. Dimana

    perilaku sertif adalah suatu cara berkomuniukasi yang memberikan kesempatan

    individu untuk mengekpresikan perasaanya secara langsung, jujur, dan dengan

    cara yang sesuai tanpa menyinggung perasaan orang lain yang diajak

    berkomunikasi.

    3. Komunikasi Non verbal

    Komunikasi Non verbal adalah komunikasi dengan ekspresi wajah, gerakan

    tubuh, dan sikap tubuh atau „‟body language‟‟.

    Kunci bagian komunikasi non-verbal yang dapat terjadi tanpa atau

    dengan komunikasi verbal diantaranya (La Ode, 2012:50):

    1) Lingkungan

    Tempat dimana komunikasi dilaksanakan merupakan bagian penting pada proses

    komunikasi.

    2) Penampilan

    Pakaian, kosmetik, dan sesuatu yang menarik merupakan bagian dari

    komunikasi verbal yang perlu diidentifikasi.

    3) Kontak mata

    Kontak mata memberikan makna terhadap kesediaan seseorang untuk

    berkomunikasi.

    4) Postur tubuh dan gesture

    Bobot suatu pesan dapat ditunjukan dengan orang yang menudingkan

    telunjuknya, berdiri, atau duduk.

    5) Ekspresi wajah

    Komunikasi yang efektif memerlukan suatu respon wajah yang setuju terhadap

    pesan yang disampaikan.

    6) Suara

  • 17

    Intonasi, volume, dan refleksi. Cara tersebut menandakan bahwa pesan dapat

    ditransfer dengan baik.

    Komponen dalam komunikasi dijelaskan oleh Potter dan Perry dalam

    Nurjanah, yaitu sebagai berikut (La Ode, 2012:51):

    a. Komunikator, yaitu: penyampai informasi atau sumber informasi

    b. Komunikan, yaitu: Penerima informasi atau member respon terhada stimulus

    yang disampaikan oleh komunikator.

    c. Pesan, Gagasan atau pendapat, fakta, informasi, atau stimulus yang disampaikan.

    d. Media komunikasi, Saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan.

    e. Kegiatan “encoding”, yaitu perumusan pesan oleh komunikator sebelum

    disampaikan kepada komunikan.

    f. Kegiatan “decoding”, Penafsiran pesan oleh komunikan pada saat menerima

    pesan.

    Komunikasi menjadi penting karena :

    a) Dapat merupakan sarana terbina hubungan yang baik antara pasien dan tenaga

    kesehatan.

    b) Dapat melihat perubahan perilaku yang terjadi pada individu atau pasien.

    c) Dapat sebagai kunci keberhasilan tindakan kesehatan yang telah dilakukan.

    d) Dapat sebagai tolak ukur kepuasan pasien.

    e) Dapat sebagai tolak ukur komplain tindakan dan rehabilitasi.

    2.1.2 Tujuan Komunikasi

    Adapun tujuan komunikasi antara lain (Musliha & Fatmawati 2010:5-10 ):

    1. Mampu memahami perilaku orang lain

    Bila menemukan klien marah, sikap yang diambil oleh perawat yaitu

    menenangkanya , kemudian menanyakan sebab-sebab kemarahanya, mengapa ia

    bias marah, diperoleh kejelasan klien marah karena keterlambatan perawat

    mengambilkan pot/urinal.

    Setelah masalahnya diketahui, perawat kemudian membantu pasien untuk

    beradaptasi dengan lingkungannya. Dengan member penjelasan, bila sudah terasa

  • 18

    buang air besar segera beritahukan kepada perawat sehingga tidak terlambat

    mengembalikannya, agar pasien juga merasa diperhatikan.

    2. Menggali perilaku bila setuju dan tidak setuju

    Disini kita menangkan atau mengerti tingkah laku atau reaksi nonverbal

    pasien terhadap anjuran kita. Contoh perawat akan menyuntik, lalu pasien

    menjawab „‟ya‟‟…. Tetapi kata ya tadi dari pasien seolah-olah kata “ya‟‟ yang

    tidak rela, berarti pasien terpaksa mau disuntik.

    Menghadapi hal demikian perlunya perawat berkomunikasi dengan

    pasien,sebelum perawat melakukan sesuatu kepada pasien perlu perawat

    beritahukan terlebih dahulu. Yakni menjelaskan menjelaskan terlebih dahulu

    sebelum penyuntikan dilakukan, tentang maksud pemberian suntikan serta efek

    samping yang mungkin timbul, misalnya rasa sakit (nyeri), mual dan sebagainya.

    3. Memahami perlunya memberi pujian

    Dalam menggali potensi pasien untuk memecahkan masalahnya, perawat

    perawat perlu pujian dan memberikan bantuan memecahkan masalah pasien dimana

    kurang bisa memecahkan masalahnya sendiri. Contoh : pada saat komunikasi

    dirumah pasien tentang yang punya anak balita dan kurang protein (KKP). Perawat

    menggali pendapat ibu tentang kebiasaan ibu memberikan makanan kepada

    anaknya, tetapi porsinya kurang. Disini perawat berkata “Oh ya… Susunan

    makanan itu sudah baik tetapi akan lebih baik lagi bila ibu tambahkan lauknya.‟‟

    Dengan adanya perawat memperbaiki dengan pujian demikian, ibu akan senang

    tidak merasa disalahkan.

    4. Menciptakan hubungan personal yang baik

    Dengan melakukan komunikasi yang baik, maka akan terbina hubungan

    personal yang baik.

    5. Memperoleh informasi tentang situasi atau sikap tertentu

    Untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan situasi /sikap

    tertentu dapat digali dengan mengajukan pertanyaan terbuka, karena pertanyaan

    terbuka memerlukan jawaban panjang ataupun berupa uraian.

  • 19

    Contoh : pada saat praktek lapangan di daerah binaan perawat menemukan

    anak yang sakit panas. Kemudian ajukan pertanyaan kepada ibunya/keluarganya

    sebagai berikut:

    a. Mengapa anak ibu sakit panas? (menanyakan secara kronologi atau

    runtutanya).

    b. Apa yang telah ibu lakukan dalam mengatasi anak yang sakit panas?

    6. Untuk menentukan suatu kesanggupan

    Bila merawat pasien di ruangan, banyak kita jumpai pasien pasca operasi

    tidak mau latihan jalan dengan alasan bermacam-macam. Ada yang takut jahitan

    lepas, sakit, ada yang lemas dan sebagainya. Untuk itu perlu kita tanyakan

    kesangguapannya dengan cara mengajukan pertanyaan sebagai berikut:

    a. Ibu/bapak sudah bisa mandi sendiri?

    b. Ibu/bapak sudah bisa duduk tanpa bantuan?

    Contoh: pada pasien pasca apendiktomi yang tidak bisa duduk, padahal

    seharusnya sudah boleh jalan. Disini perawat pelu menanyakan kepada pasien

    seperti diatas. Bila ditemukan alasannya, perawat harus menasehati pasien dengan

    jalan menjelaskan tentang pentingnya mobilisasi setelah operasi, karena dengan

    bergerak dapat melemaskan otot-otot dan memperlancar peredaran darah.

    7. Untuk meneliti pola kesehatan

    Ini kita lakukan bagi pasien yang baru masuk rumah sakit dengan tujuan

    untuk mengetahui kebiasaan pasien dirumah, bila mungkin perawat dapat

    menyesuaikan kebiasaan tersebut atau mengubahnya. Agar kita tahu kebiasaan itu

    kita perlu mengajukan pertanyaan, misalnya:

    a. Bagaimana kebiasaan tidurnya bu? (maksudnya berapa jam sehari,

    malam tidur jam berapa dan bangun jam berapa).

    b. Bagaimana kebiasan makananya? porsi banyak lauk atau nasinya. Makanan

    apa kesukaanya. Jam berapa biasanya makan dan apakah makanan

    kecilnya/snack. Memenuhi 4 sehat 5 sempurna atau tidak, masaknya berapa

    kali sehari.

  • 20

    c. Bagaimana tentang kebersihanya? kebiasaan mandi berapa kali sehari,

    darimana airnya. Bagaimana ganti pakaianya dan berapa kali sehari.

    Bagaimana kebiasaan dalam membersihkan rumah? siapa yang mengerjakan

    pekerjaan rumah sehari-hari?

    8. Mendorng untuk bertindak

    Mendorong atau mengarahkan pasien bertindak atau melakukan suatu

    kegiatan.

    Contoh: pada pasien pasca operasi dibimbing agar mau mobilisasi atau

    bergerak dengan, melatih duduk, makan sendiri. Bila tidak mau jalan, ajaklah

    bercerita dulu kemudian barulah alihkan untuk latihan jalan.

    9. Memberi nasehat

    Di dalam komunikasi perawat juga ada yang bersifat member nasehat

    kepada pasien/keluarga, masyarakat. Misalnya saja tindakan mobilisasi pasien

    pasca operasi, tidak jarang pasien menolak untuk jalan, turun, atau latihan duduk

    dengan berbagai jenis alasan. Mungkin juga pasien tidak mengerti pentingnya

    mobilisasi. Jelaskan pada pasien tentang tujuan mobilisasi setelah operasi antara

    lain dengan menjelaskan bahwa dengan melakukan latihan berjalan, duduk, pasien

    akan terhindar dari berbagai komplikasi misalnya, untuk menghindari kontraktur /

    kekakuan pada sendi.

    2.2 Pengertian Komunikasi Terapeutik

    Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk

    menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya,

    untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta

    kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

    Dalam memberikan asuhan keperawatan komunikasi terapeutik memegang

    peranan penting untuk membantu pasien dalam memecahkan masalah. Kemampuan

    komunikasi tidak dapat dipisahkan dari tingkah laku seseorang yang melibatkan

    aktifitas fisik, mental, disamping juga dipengaruhi latar belakan social,

    pengalaman, usia pendidikan dan tujuan yang ingin dicapai.

  • 21

    Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kedokteran serta perubahan

    konsep perawatan dari perawatan orang sakit secara individual kepada perawatan

    paripurna menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam

    memberikan asuhan keperawatan. Dalam era kemajuan seperti komunikasi dari

    erawatan sebagai orang yang terdekat dengan pasien menjadi lebih penting baik

    secara verbal maupun non verbal dalam membantu kesembuhan pasien. Sebab

    dokter zaman sekarang banyak menggunakan peralatan canggih seperti computer,

    sehingga hubungan antara dokter dengan pasien jarang dapat berjalan dengan baik.

    Untuk itulah perawat sebagai komponen penting dalam proses perawatan sangat

    dituntut untuk mampu berkomunikasi. Pandangan mata, mimic senyum, sentuhan

    tidak dapat diganti oleh peralatan canggih apapun. (Muslihah dan Fatmawati,

    2010:25)

    Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,

    bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya

    komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada

    tujuan yaitu penyembuhan pasien. (Muslihah dan Fatmawati, 2010:25).

    Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses

    penyembuhan pasien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain komunikasi

    terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang

    direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada pasien

    (Musliha dan Fatmawati 2010:111).

    Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar

    yang bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan

    merupakan komunikasi rofesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan

    pasien (Heri Purwanto, 1994:12).

    Dengan demikian komunikasi terapeutik dimaknai sebagai kegiatan

    pertukaran informasi antara perawat dan pasien yang dilakukan dengan sadar dalam

    rangka proses penyembuhan. Hal ini berarti bahwa kegiatan yang dilakukan

    perawat adalah mencari informasi tentang keluhan yang dirasakan oleh pasien

    hingga tindakan yang dilakukan berdasarkan keluhan yang dirasakan hingga

    evaluasi.kegiatan pasien adalah memberiinformasi yang sejelas-jelasnya mengenai

  • 22

    keluhan yang dirasakan agar dapat dijadikan pegangan perawat dalam menjalankan

    tindakan keperawatan. (Nasir dan Muhith, 2011:47).

    Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi

    terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi pasien dan

    dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien mencapai kondisi yang adaptif dan

    positif. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik

    tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan

    mendasar antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan kedalam

    komunikasi pribadi diantara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien

    menerima bantuan.

    2.2.1 Tujuan Komunikasi Terapeutik

    Tujuan komunikasi terapeutik dalam buku (Mundakir, 2006:117) adalah:

    a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan

    fikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang adabila

    pasien percaya pada hal yang diperlukan.

    b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif

    dan mempertahankan kekutan egonya.

    c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

    d. Mempererat hubungan atau interaksi antara pasien dengan terapis atau tenaga

    kesehatan secara professional dan proporsional dalam rangka membantu

    penyelesian masalah pasien.

    2.2.2 Fungsi Komunikasi Terapeutik

    Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan

    kerjasama antar perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat

    berusaha mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta

    mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan.

    Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku

    pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada

    tahap perawatan. Sedangkan pada preventif kegunaannya adalah mencegah adanya

  • 23

    tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien (Muslihah dan Fatmawati,

    2010:26).

    2.2.3 Komponen Komunikasi Terapeutik

    Model struktural dari komunikasi mengidentifikasikan lima komponen

    fungsional berikut (Hamid, 1998)

    a. Pengirim: yang menjadi asal dari pesan.

    b. Pesan: suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima.

    c. Penerima: yang mempersepsikan pesan, yang erilakunya dipengaruhi oleh

    pesan.

    d. Umpan balik: respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.

    e. Konteks: tatanan dimana komunikasi terjadi.

    Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima

    elemen struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang

    potensial dapat diidentifikasikan. Menurut Roger, terdapat beberapa karakteristik

    dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang

    terapeutik. Karakteristik tersebut antara lain: (Suryani, 2005:20).

    a. Kejujuran (trustworthy). Kejujuran merupakan modal utama agar dapat

    melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat

    membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula

    dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat

    dapat dipercaya.

    b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam berkomunikasi hendaknya

    perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien.

    Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang

    disampaikan. Ketidak sesuaian data menyebabkan klien menjadi bingung.

    c. Bersikap positif. Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat,

    penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger mennyatakan inti dari

    hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati

    dan sikap positif.

    d. Empati bukan simpati. Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan

    keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan

  • 24

    memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh

    klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternative

    pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan

    permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah

    tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien

    secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat

    permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut

    didalamnya.

    e. Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien. Dalam memberikan

    asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk, 1997)

    dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah

    klien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang

    klien. Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan

    kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan

    secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien

    akibatnya akan fatal, karena dapat saja di diagnose yang dirumuskan perawat

    tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat

    tidak membantu bahkan merusak klien.

    f. Menerima klien yang apa adanya. Jika seseorang diterima dengan tulus,

    seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim

    terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai

    yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa

    adanya.

    g. Sensitif terhadap perasaan klien. Tanpa kemampuan ini hubungan yan

    terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat

    saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien.

    h. Tidak mudah terengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri.

    Seseorang yang terlalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa

    lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi

    perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan

    ketidakpuasan dalam hidupnya.

  • 25

    2.2.4 Teknik Komunikasi Terapeutik

    Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik

    berkomunikasi yang berbeda pula. (La Ode, 2012:61) dalam menanggapi pesan

    yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik komunikasi

    terapeutik sebagai berikut (Mundakir, 2006: 131):

    1. Mendengar (Listening)

    Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat

    mengetahui perasaan klien, memberi kesempatan lebih banyak pada klien untuk

    bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif dengan tetap kritis dan korektif

    bila apa yang disampaikan klien perlu diluruskan. Tujuan teknik ini adalah

    memberi rasa aman klien dalam mengungkakan perasaannya dan menjaga

    kestabilan emosi/psikologis klien.

    Misalnya: “Silahkan mengungkapkan semua perasaan saudara, saya akan

    mendengarkan disini dengan baik”.

    2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)

    Teknik ini memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya

    sesuai kehendak klien tanpa membatasi, contoh: ”Apa yang sedang saudara

    pikirkan?” atau ”Apa yang akan kita bicarakan hari ini?.

    Agar klien merasa aman dalam mengungkapkan perasaannya, erawat dapat

    memberi dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan “Saya mengerti apa

    yang saudara katakana”.

    3. Mengulang (Restarting)

    Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk

    menguatkan ungkaan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan

    klien. Misalnya ”Ooh... jadi saudara tadi malam tidak bisa tidur karena…..”

  • 26

    4. Klarifikasi

    Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti

    karena malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap

    atau mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh: “Dapatkah anda menjelaskan

    kembali tentang……” gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan

    presepsi perawat-klien.

    5. Refleksi

    Refleksi merupakan reaksi perawat-klien selama berlangsungnya komunikasi.

    Refleksi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Refleksi isi, bertujuan memvalidasi

    apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan pasien dengan pengertian

    perawat, dan Refleksi perasaan, yang bertujuan memberi respon pada perasaan

    perawat terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan pasien terhadap isi

    pembicaraan agar pasien mengetahui dan menerima perasaannya. Teknik refleksi

    ini berguna untuk:

    a. Mengetahui dan menerima idea atau perasaan

    b. Mengoreksi

    c. Memberi keterangan lebih jelas.

    Sedangkan kerugiannya adalah:

    a. Mengulang terlalu sering tema yang sama

    b. Dapat menimbulkan marah, iritasi dan frustasi.

    6. Memfokuskan

    Membantu pasien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta

    menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas dan

    berfokus pada realitas.

    7. Membagi Presepsi

    Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan.

    Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi.

    Contoh: ”Anda tertawa, tetapi saya rasa anda marah kepada saya”.

    8. Identifikasi Tema

  • 27

    Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul

    selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi

    masalah yang penting.

    Misalnya: ”Saya lihat dari semua keterangan yang anda jelaskan, anda telah

    disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya?”

    9. Diam (Silence)

    Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan.

    Tujuannya untuk memberi kesempatan berfikir dan memotivasi pasien untuk

    bicara. Ada pasien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima

    pasien, misalnya:

    Pasien : saya jengkel kepada suami saya

    Perawat : diam (memberi kesempatan klien)

    Pasien : suami saya selalu telat ulang kerja tanpa alasan yang jelas, kalau

    saya tanya pasti marah

    10. Informing

    Teknik ini bertujuan memberi informasi dan fakta untuk pendidikan

    kesehatan bagi pasien, misalnya perawat menjelaskan tentang penyebab panas

    yang dialami klien

    Pasien : Suster, kenapa suhu tubuh saya masih tinggi? Padahal saya sudah

    minum obat, kira-kira kenapa ya suster?

    Perawat : baik saya jelaskan, panas tubuh atau suhu tubuh meningkat dapat

    disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena ada proses

    infeksi, dehidrasi atau karena metabolism tubuh yang meningkat.

    11. Saran

    Memberi alternative ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase

    kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan. Misalnya: kita tadi sudah cukup

    banyak bicara tentang penyebab batuk dan sesak nafas, salah satunya karena

    merokok, kami berharap anda dapat mengurangi atau berhenti merokok.

  • 28

    2.2.5 Jenis Komunikasi Terapeutik

    Menurut Potter dan Perry Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen

    (1995) dalam Purba (2003) didalam buku Musliha dan Fatmawati (20110:127),

    komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu verbal, tertulis dan nonverbal yang

    dimanifestasikan secara terapeutik.

    1. Komunikasi Verbal

    Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan

    di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan

    dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu.

    Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau

    perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi

    dan ingatan. Sering juga untuk menyampikan arti yang tersembunyi, dan menguji

    minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu

    memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

    Komunikasi verbal yang efektif harus:

    1) Jelas dan ringkas

    Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin

    sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya keracunan.

    Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya

    dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk

    dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan

    pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana.

    Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara

    sederhana.

    2) Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)

    Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu

    menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam

    keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, pasien dapat

    menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi

  • 29

    penting. Ucapan pesan dengan istilah yang dimengerti pasien. Daripada

    mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan

    lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru

    anda”.

    3) Arti Denotatif dan Konotatif

    Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang

    digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang

    terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami pasien sebagai suatu kondisi

    mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk

    menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan

    perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah

    tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan dan

    kondisi klien.

    4) Selaan dan Kesempatan Berbicara

    Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan

    komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok

    pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang

    menyembunyikan sesuatu terhadap pasien. Perawat sebaiknya tidak berbicara

    dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk

    menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk

    mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan

    memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat

    nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa

    menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat

    dan perlu untuk diulang.

    5) Waktu dan Relevansi

    Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila pasien

    sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi.

    Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat

    menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka

  • 30

    terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal

    akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan

    kebutuhan pasien.

    6) Humor

    Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu

    pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress, dan

    meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional

    terhadap pasien. Sullivan dan Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa

    humor merangsang produksi catecholamines dan hormone yang menimbulkan

    perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi anisietas,

    memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa

    takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi

    dengan pasien.

    2. Komunikasi Tertulis

    Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering

    digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan

    memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain-lain.

    Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari:

    1) Lengkap

    2) Ringkas

    3) Pertimbangan

    4) Konkrit

    5) Jelas

    6) Soan

    7) Benar

    Fungsi komunikasi tertulis adalah:

    1) Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya: persetujuan operasi.

    2) Alat pengingat/berfikir bilaman diperlukan, misalnya surat yang telah

    diarsipkan.

    3) Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali kembali

    untuk mengetahui perkembangan masa lampau.

  • 31

    4) Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.

    5) Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat

    pengangkatan.

    Keuntungan komunikasi tertulis adalah:

    1) Adanya dokumen tertulis.

    2) Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman.

    3) Dapat menyampaikan ide yang rumit.

    4) Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan.

    5) Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai.

    6) Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.

    7) Membentuk dasar kontrak atau perjanjian.

    8) Untuk penelitian dan bukti di pengadilan.

    Kerugian komunikasi tertulis adalah:

    1) Memakan waktu lama untuk membuatnya.

    2) Memaknai biaya yang mahal.

    3) Komunikasi tertulis cenderung lebih formal.

    4) Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran.

    5) Susah untuk mendapatkan umpan balik segera.

    6) Bentuk dan isi surat tidak dapat diubah bila telah dikirimkan.

    7) Bila penulisan kurang baik maka akan membingungkan si pembaca.

    3. Komunikasi Nonverbal

    Komunikasi nonverbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-

    kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan

    kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan nonverbal yang

    disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan

    keperawatan, karena isyarat nonverbal menambah arti terhadap pesan verbal.

    Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan

    keperawatan.

    2.2.6 Fase-fase dalam komunikasi terapeutik

    Di dalam buku (Musliha dan Fatmawati, 2010:136) menjelaskan ada tiga fase

    dalam komunikasi terapeutik diantaranya adalah :

  • 32

    1. Orientasi (Orientation)

    Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang

    terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan

    oleh lima kegiatan pokok yaitu: testing, building trust, identification of problems

    and goals, clarification of roles dan contract formation (Musliha dan Fatmawati

    2010:136). Didalam buku (La Ode, 2012:58) tugas perawat dalam tahap perkenalan

    adalah:

    a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi

    terbuka.

    b. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan dan topik pembicaraan)

    bersama-sama dengan pasien dan menjelaskan atau mengklarifikasi

    kembali kontrak yang telah disepakati bersama.

    c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah pasien yang

    umumnya dilakukan dengan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.

    d. Merumuskan tujuan interaksi dengan pasien sangat penting bagi perawat

    untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan

    dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dengan pasien.

    2. Kerja (Working)

    Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan

    yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerjasama dengan pasien untuk

    berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase ini

    terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan

    tindakan perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses

    perubahan (Musliha dan Fatmawati, 2010:136).

    3. Penyelesaian (Termination)

    Pada fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas

    tujuan telah dicapai, agar tujuan yang dicapai adalah kondisi yang saling

    menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian

    pencapaian tujuan dan perpisahan. (Musliha dan Fatmawati, 2010:137). Dalam

    buku (La Ode, 2012:60) tugas perawat dalam tahap terminasi adalah:

  • 33

    a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan

    (evaluasi objektif).

    b. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan pasien

    setelah berinteraksi dengan perawat.

    Faktor-faktor penghambat komunikasi

    Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah (Muslihah &

    Fatmawati, 2010:137):

    1. Perkembangan.

    2. Persepsi.

    3. Nilai.

    4. Latar belakang social budaya.

    5. Emosi.

    6. Jenis kelamin.

    7. Pengetahuan.

    8. Peran dan hubungan.

    9. Lingkungan.

    2.2.7 Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik

    Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan tersebut bersifat

    terpeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai

    dengan prinsip-prinsip berikut ini (Mundakir, 2006:121-122):

    1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya

    sendiri serta nilai yang dianut.

    2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya

    dan saling menghargai.

    3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.

    4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun

    mental.

    5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki

    motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya

    sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah

    yang dihadapi.

  • 34

    6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendirisecara bertahap untuk

    mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan

    maupun frustasi.

    7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan

    konsistensinya.

    8. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan

    sebaliknya simpati yang bukan terapeutik.

    9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan

    terapeutik.

    10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan

    meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu

    mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, social, spiritual dan

    gaya hidup.

    11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu.

    12. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas

    berkembang tanpa rasa takut.

    13. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara

    manusiawi.

    14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan

    berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.

    15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap

    dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang

    lain tentang apa yang dikomunikasikan.

    2.3 Komunikasi Interpersonal

    Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa

    orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima

    pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Hardjana 2007: 85).

    Komunikasi interpersonal adalah komunikasi langsung antara profesional-

    profesional dan professional pasien. Komunikasi ini biasannya dalam bentuk dialog,

    meskipun kondisi tertentu juga terjadi secara monolog (Mundakir 2006 :17)..

    Sifat dialogis itu ditujunjukan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang

    menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui dengan pasti

  • 35

    apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif

    atau negatif. Jika tidak diterima maka komunukator akan memberi kesempatan seluas-

    luasnya kepada komunikan untuk bertanya. (Liliweri, 1997:12).

    Sebagai makhluk sosial manusia perlu berhubungan dan bergaul dengan sesama

    manusia lain, ini merupakan sisi dimensi manusia. Hubungan yang dilakukan atau

    dijalani setiap saat merupakan kegiatan berkomunikasi.

    Dalam ilmu komunikasi dikenal dengan istilah komunikasi Intrapersonal,

    komunikasi sosial, komunikasi interpersonal, sedangkan komunikasi yang dilakukan

    seorang perawat dengan pasiennya dalam ilmu komunikasi disebut komunikasi

    Menurut Rakhmat (2000:49) komunikasi intrapersonal adalah proses pengolahan

    informasi. Proses ini melewati empat tahap: sensasi, persepsi, memori dan berfikir.

    Proses pertama dari komunikasi intrapersonal terjadi pada saat sensasi terjadi. Sensasi

    yang berasal dari kata sense, berarti kemampuan yang dimiliki manusia untuk

    menyerap segala hal yang diinformasikan oleh panca indra. Informasi yang diserap

    oleh panca indra disebut stimuli yang kemudian melahirkan proses sensasi. Dengan

    demikian sensasi adalah proses menangkap stimuli.

    Aktivitas dari komunikasi intrapersonal yang kita lakukan sehari-hari dalam

    upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah; berdoa, bersyukur, intropeksi diri

    dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan

    kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif. Pemahaman diri pribadi berkembang

    sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak terlahir

    dengan pemahaman akan siapa diri kita, tetapi perilaku kita selam ini memainkan

    peranan penting bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini.

    Komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) merupakan komunikasi

    yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara

    terorganisasi maupun pada kerumunan orang (Wiryanto,2006:32).

    Menurut Kathleen S. Verderber et al. (2007), komunikasi antarpribadi merupakan

    proses melalui mana orang menciptakan dan mengelola hubungan mereka,

    melaksanakan tanggung jawab secara timbal balik dalam menciptakan makna. Lebih

    lanjut ia menjelaskan sebagai berikut:

    Pertama, komunikasi antar pribadi sebagai proses. Proses merupakan rangkaian

    sistematis perilaku yang bertujuan yang terjadi dari waktu ke waktu atau berulang kali.

    Selama dua puluh menit percakapan telepon seorang anak dengan ibunya untuk

  • 36

    mendapatkan informasi keluarga, atau percakapan telepon secara mendadak selama

    lima menit dengan rekan kerja guna mengatasi masalah pelanggan, maka serangkain

    perilaku terjadi. Perilaku-perilaku tersebut mempunyai tujuan. Anda menceritakan

    melalui telepon mengenai latar belakang keluhan pelanggan sehingga rekan kerja

    tersebut dapat membantu anda menyelesaikan masalah keluhan pelanggan.

    Kedua, komunikasi antarpribadi bergantung pada makna yang diciptakan oleh

    pihak yang terlibat. Coba bayangkan Tina berkata kepada teman kontrakanya,

    “Bagaimana menurut anda kalau kita menjadikan sekeliling kita lebih bersih?‟‟

    Teman kontrakan Tina mungkin berpikir bahwa ucapan Tina bermakna untuk menjaga

    dapur dan kamar mandi selalu bersih. Dengan demikian, komunikasi antarpribadi yang

    terjadi antara sahabat tidak bergantung kepada apa yang dikatakan atau dilakukan,

    tetapi lebih tergantung kepada makna yang diciptakan di antara mereka.

    Ketiga, melalui komunikasi kita menciptakan dan mengelola hubungan kita.

    Tanpa komunikasi hubungan tidak akan terjadi. Hubungan dimulai atau terjadi apabila

    anda pertama kali berinteraksi dengan seseorang. Berulang kali, melalui interaksi-

    interaksi anda dengan orang itu anda menentukan secara berkelanjutan sifat yang akan

    terrjadi. Apakah hubungan tersebut akan menjadi lebih pribadi atau sebaliknya,

    menjadi lebih dekat atau lebih jauh, menjadi romantis atau platonis, sehat atau tidak

    sehat, tergantung atau saling tergantung. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan

    tersebut di atas bergantung kepada bagaimana orang-orang dalam hubungan tersebut

    berbicara dan berprilaku terhadap satu sama lain. (Budyatna dan Mona Ganiem

    2011:15).

    Sedangkan menurut Ricard L.Weaver II (1993) dalam buku teori komunikasi

    antar pribadi (karangan Budyatna dan Mona Ganien 2011:15-18) terdapat delapan

    karakteristik dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:

    a. Melibatkan paling sedikit dua orang

    Komunikasi antarpribadi melibatkan paling sedikit dua orang. Munurut

    Weaver, komunikasi antarpribadi melibatkan tidak lebih dari dua individu yang

    dinamakan a dyad. Jumlah dua individu bukanlah jumlah yang sembarangan.

    Jumlah tiga atau the triad dapat dianggap sebagai kelompok yang terkecil.

    Apakah kita mendefinisikan komunikasi antarpribadi dalam arti jumlah orang

    yang terlibat, haruslah diingat bahwa komunikasi antarpribadi sebetulnya

    terjadi antara dua orang yang merupakan bagian dari kelompok yang lebih

  • 37

    besar. Apabila dua orang dalam kelompok yang lebih besar sepakat mengenai

    hal tertentu atau sesuatu, maka kedua orang itu nyata-nyata terlibat dalam

    komunikasi antarpribadi.

    b. Adanya umpan balik atau feedback

    Komunikasi antarpribadi melibatkan umpan balik. Umpan balik melibatkan

    pesan yang dikirim kembali oleh penerima kepada pembicara.

    alam komunikasi antarpribadi hamper selalu melibatkan umpan balik langsung.

    Seringkali bersifat segera, nyata, dan berkesinambungan. Hubungan yang

    langsung antara sumber dan penerima merupakan bentuk yang unik bagi

    komunikasi antarpribadi. Ini yang dinamakan simultaneous message atau co-

    stimulation.

    c. Tidak harus tatap muka

    Komunikasi antarpribadi tidak harus tatap muka. Bagi komunikasi antarpribadi

    yang sudah terbentuk, adanya saling pengertian antara dua individu, kehadiran

    fisik dalam berkomunikasi tidaklah terlalu penting. Misalnya, interaksi antara

    dua sahabat kental, suami istri, bisa melalui telepon, e-mail, bisa dengan bahas

    isyarat kalau berada diruang terbuka tetapi masing-masing tidak berdekatan.

    Tetapi menurut Weaver komunikasi tanpa tatap muka tidaklah ideal walaupun

    tidak harus dalam komunikasi antarpribadi. Menurutnya, kehilangan kontak

    langsung berarti kehilangan faktor utama dalam umpan balik, sarana penting

    untuk menyampaikan emosi menjadi hilang. Apabila anda ingin meningkatkan

    kualitas hubungan, bagaimana anda mengomunikasikan keinginan ini tanpa

    kata-kata. Seringkali tatapan mata, anggukan kepala, dan senyuman merupakan

    faktor utama dan penting. Bentuk idealnya memang adanya kehadiran fisik

    dalam berinteraksi secara antarpribadi walaupun tanpa kehadiran fisik masih

    dimungkinkan.

    d. Tidak harus bertujuan

    Komunikasi antarpribadi tidak harus selalu disengaja atau dengan kesadaran.

    Misalnya, anda dapat mengetahui karena keseleo lidah bahwa orang itu telah

    berbohong kepada anda. Anda bisa saja mengetahui atau menyadari bahwa

    seseorang yang didekat anda begitu gelisah terlihat dari kakinya yang selalu

    bergerak dan bergeser, berkata-kata penuh keraguan, atau bereaksi secara

    gugup. Anda mungkin mengambil keputusan untuk tidak dekat-dekat dengan

  • 38

    seseorang karena sifatnya yang kasar atau tindak tanduknya yang tidak anda

    setuju. Orang-orang itu mungkin mengomunikasikan segala sesuatunya itu

    tanpa sengaja atau sadar, tetapi apa yang dilakukanya itu merupakan pesan-

    pesan sebagai isyarat yang memengaruhi anda. Dengan kata lain, telah terjadi

    penyampaian pesan-pesan dan penginterpretasian pesan-pesan tersebut.

    e. Menghasilkan beberapa pengaruh atau effect

    Untuk dapat dianggap sebagai komunikasi antarpribadi yang benar, maka

    sebuah pesan harus menghasilkan atau memiliki effect atau pengaruh. Effect

    atau pengaruh itu tidak harus segera dan nyata, tetapi harus terjadi. Contoh

    komunikasi antar pribadi yang tidak menghasilkan effect misalnya, anda

    berbicara dengan sesorang yang lagi sibuk mengeringkan rambutnya

    denganpengering rambut atau hair dryer. Hal yang sama bila anda berbicara

    dengan orang yang lagi asyik mendengarkan music stereo headphones. Contoh

    diatau bukanlah komunikasi antar pribadi jika pesan yang anda sampaikan

    tidak diterima dan tidak menghasilkan efek.

    f. Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata

    Bahwa kita dapat berkomunikasi tanpa kata-kata seperti pada komunikasi

    nonverbal. Misalnya, seorang suami telah membuat kesepakatan dengan

    isterinya pada suatu pesta, kalau suaminya mengedipkan matanya sebagai suatu

    isyarat sudah waktunya untuk pulang. Suami tidak perlu berteriak atau

    memanggil isterinya,”mari kita pulang”. Pesan-pesan verbal seperti menatap

    dan menyentuh atau membelai keada seorang anak atau kekasih memiliki

    makna yang lebih besar dari pada kata-kata.

    g. Dipengaruhi oleh konteks

    Konteks merupakan tempat di mana pertemuan komunikasi terjadi termasuk

    apa yang mendahului dan mengikuti apa yang dikatakan (Verdeber et al.,

    2007). Konteks memengaruhi harapan-harapan para partisipan, makna yang

    diperoleh para partisipan, dan perilaku mereka selanjutnya. Konteks meliputi:

    1. Jasmaniah. Konteks jasmaniah atau fisik meliputi lokasi, kondisi

    lingkungan seperti suhu udara, pencahayaan dan tingkat kebisingan, jarak

    antara para komunikator, pengaturan tempat dan waktu mengenai hari.

    Masing-masing factor ini dapat memengaruhi komunikasi. Misalnya,

    makna dalam pembicaraan dapat dipengaruhi oleh apakah pembicaraan

  • 39

    tersebut bertempat di kafetaria yang penuh sesak dan bising, atau

    direstoran yang elite dan tenang, ataukah melalui telepon, atau internet.

    2. Sosial, konteks sosial merupakan bentuk hubungan yang mungkin sudah

    diantara para partisipan. Apakah komunikasi terjadi atau mengambil

    tempat diantara anggota keluarga, teman-teman, kenalan-kenalan, mitra

    kerja, atau otrang asing dapat memengaruhi apa dan bagaimana pesan-

    pesan itu dibentuk, diberikan, dan dimengerti. Misalnya kebanyakan orang

    berubah bagaimana mereka berinteraksi ketika berbicara dengan orang tua

    mereka atau saudara kandung dibandingkan mereka berinteraksi ketika

    berbicara dengan teman-teman mereka.

    3. Historis, konteks historis merupakan latar belakang yang diperoleh melalui

    peristiwa komunikasi sebelumnya antara para partisipan. Hal ini

    memengaruhi saling pengertian pada peryemuan yang sekarang. Misalnya,

    Tono disuatu agi memberitahukan Dina bahwa dia akan mengambil

    naskah sebuah laporan yang tertinggal di meja kerjanya guna di berikan

    kepada bos untuk dibaca. Ketika Dina ke kantor di siang hari dan bertemu

    Tono ia berkata,”sudah diambil?” orang lain yang mendengarkan

    pembicaraan tersebut tidak tahu atau tidak mengerti kata “sudah diambil”.

    Tono mungkin menjawab pertanyaan Dina dengan mengatakan “ada dilaci

    meja saya.” Hanya Dina dan Tono yang mengerti isi pembicaraan mereka

    berkat pembicaraan sebelumnya.

    4. Psikologis, Konteks psikologis meliputi suasana hati dan perasaan dimana

    setiap orang membawakannya kepada pertemuan antar pribadi. Misalnya,

    Rina sedang mengalami jiwa yang tegang, selagi ia sedang belajar untuk

    menghadapi ujian besok, temannya datang dan meminta ia berhenti belajar

    untuk pergi nonton pertandingan basket bersama. Rina yang biasanya

    ramah, memarahnya meledak sambil memarahi temannya. Mengapa?

    Karena tingkat ketegangan jiwanya berkaitan dengan konteks psikologis

    dalam suasana hati dan perasaan tegang dan mendengar pesan temanya ini

    memengaruhi cara bagaimana ia merespons.

    5. Keadaan Kultural yang mengelilingi peristiwa komunikasi. Konteks

    kultural meliputi keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, sikp-sikap, makna,

    hierarki sosial, agama, pemikiran mengenai waktu, dan peran dari pada

  • 40

    partisipan (Samovar & Porter, 2000). Budaya atau kultur melakukan

    penitrasi kedalam setiap aspek kehidupan manusia, memengaruhi

    bagaimana kita berfikir, berbicara, dan berperilaku. Setiap orang

    merupakan bagian dari satu atau lebih budaya-budaya etnik, meskipun kita

    dapat berbeda dari seberapa besar kita mengidentifikasikan diri kita

    dengan budaya-budaya etnik kita. Apabila dua orang dari kultur yang

    berbeda berinteraksi, kesalah pahaman bisa terjadi karena perbedaan

    kultural.

    h. Dipengaruhi oleh kegaduhan atau Noise

    Kegaduhan atau noise ialah setiap rangsangan atau setimulus yang

    mengganggu dalam proses pembuatan pesan. Kegaduhan atau kebisingan atau

    noise dapat bersifat internal, eksternal atau semantic.

    a. Kegaduhan internal, berupa pikiran-pikiran dan perasaan-erasaan yang

    bersaing untuk mendapat perhatian dan mengganggu proses komunikasi.

    Jika anda telah mengabaikan atau memalingkan kesan dari seseorang

    dengan siapa anda sedang berkomunikasi dan asyik melamun atau sedang

    teringat pembicaraan masa lalu, maka anda sedang mengalami kegaduhan

    internal atau internal noise.

    b. Kegaduhan/kebisingan eksternal, berupa penglihatan-penglihatan, suara-

    suara, dan rangsangan-rangsangan lainnya didalam lingkungan yang

    menarik perhatian orang jauh dari apa yang dikatakan atau yang diperbuat.

    Misalnya, selagi seseorang sedang memberikan penjelasan bagaimana cara

    kerjanya MP3 player yang baru, perhatian anda tertarik pada bunyi-bunyian

    atau kegaduhan/kebisingan eksternal suara musik di radio yang menjadi

    favorit atau kesenangan anda. Kegaduhan eksternal tidak harus dalam

    bentuk suara. Barangkali, selagi seseorang sedang memberikan penjelasan

    atau arahan, sementara perhatian anda tertarik pada wanita cantik yang

    kebetulan tertangkap oleh pandangan mata anda. Gangguan visual seperti

    itu juga merupakan kegaduhan eksternal atau eksternal noise.

    2.4 Komunikasi King

    2.4.1 Tujuan Keperawatan Menurut King

    Adapun tujuan teori keperawatan pada king dalam bukunya adalah

    memperhatikan kesehatan stressor lingkungan dan kemampuan menggunakan

  • 41

    sumber daya yang ada secara optimal. Menurut king, tujuan dari teori keperawatan

    adalah untuk mengajukan kerangka konseptual referensi bagi ilmu perawatan untuk

    digunakan oleh mahasiswa dan pengajar juga peneliti dan praktisi untuk

    mengidentifikasi dan menganalisis peristiwa-peristiwa dalam situasi keperawatan

    spesifik. (muldianto-modelkeperawatanmenurutking.blogspot.com/diakses pada

    hari selasa, tanggal 10 November 2015 pukul: 20:13)

    King mengusulkan mengenai sebuah pendekatan untuk memilih konsep-

    konsep yang dirasakan menjadi pondasi bagi praktek keperawatan professional dan

    menyajikan suatu proses bagi pengembangan konsep-konsep yang melambangkan

    pengalaman.(muldianto-modelkeperawatanmenurutking.blogspot.com/diakses pada

    hari selasa, tanggal 10 November 2015 pukul: 20:15)

    Model ini menekankan pada proses komunikasi yang terjadi antara perawat-

    pasien merupakan hasil interaksi yang bertujuan untuk menentukan suatu

    keputusan dalam pelaksanaan tindakan kesehatan. Perawat tidak dapat melakukan

    tindakan kepada pasien tanpa ada proses interaksi dan komunikasi tentang

    tindakan yang akan dilakukan pada pasien. P1erawat perlu menjelaskan prosedur

    tindakan yang akan dilakukan, resiko-resiko yang mungkin terjadi pada pasien,

    akibat bila tindakan tidak dilakukan, dan biaya yang dikeluarkan dalam tindakan

    tersebut, semua harus dikomunikasikan olehb pasien agar keputusan yang dibuat

    oleh pasien merupakan keputusan yang tepat dan yang terbaik bagi pasien

    (Mundakir, 2006 : 34).