Upload
phungkien
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Rumah Sakit
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit
dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan
penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan (Depkes RI, 2004 ).
Menurut American Hospital Associaton (1974), batasan rumah sakit adalah
suatu organisasi tenaga medis professional yang terorganisasi serta sarana kedokteran
yang permanen dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan
yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh
pasien. Sementara itu Wolper dan Pena (1987), rumah sakit adalah tempat dimana
orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana
pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat, dan berbagai profesi tenaga
kesehatan lainnya diselenggarakan (dalam Adisasmito, 2009).
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan
alat ilmiah khusus dan rumit oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik
dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat
bersama-sama dengan maksud yang sama untuk pemulihan dan pemeliharaan
kesehatan yang baik (Siregar, 2004).
Sekarang ini Rumah sakit adalah suatu lembaga komunitas yang merupakan
instrumen masyarakat. Ia merupakan titik fokus untuk menghantarkan penderita
kepada komunitasnya. Berdasarkan hal tersebut, rumah sakit dapat dipandang sebagai
suatu struktur organisasi yang menggabungkan bersama-sama semua profesi
kesehatan, fasilitas diagnostik dan terapi serta fasilitas fisik kedalam suatu sistem
terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Adisasmito,
2009).
Rumah sakit berfungsi untuk menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan
penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan
rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta administrasi
umum dan keuangan. Secara tradisional, maksud dasar keberadaan rumah sakit
adalah mengobati dan perawatan penderita sakit dan terluka. Sehubungan dengan
fungsi dasar ini, rumah sakit melakukan pendidikan terutama bagi mahasiswa
kedokteran, perawat dan personel lainnya. Penelitian telah juga merupakan fungsi
penting. Dalam zaman modern ini fungsi keempat yaitu, pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan masyarakat juga telah menjadi fungsi rumah sakit. Jadi empat
fungsi dasar rumah sakit adalah pelayanan penderita, pendidikan, penelitian dan
kesehatan masyarakat (Siregar, 2004).
Berbagai kegiatan rumah sakit menghasilkan bermacam-macam limbah yang
berupa benda cair, padat, dan gas. Hal ini mempunyai konsekuensi perlunya
pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan
rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran
lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit (Adisasmito, 2009).
2.2 Sampah Rumah Sakit
Sampah adalah segala sesuatu yang tidak terpakai lagi dan harus dibuang.
Sampah ini dapat berasal dari rumah tangga, rumah sakit, hotel, restoran, industria
dan lain-lain (Yuliarsih, 2002). Sedangkan Notoatmodjo (2003), sampah adalah
sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia atau
benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang.
Sampah merupakan barang yang sudah dianggap tidak terpakai dan dibuang
oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai bila dikelola dengan
prosedur yang benar (Basriyanta, 2007).
Limbah padat (solid waste) merupakan semua bahan/ material yang dibuang
dan tidak berbentuk cair maupun gas (Soegianto, 2005).
Berdasarkan pengertian sampah tersebut dapat disimpulkan bahwa sampah
adalah suatu benda berbentuk padat yang berasal dari kegiatan manusia, yang
dibuang oleh pemiliknya karena tidak digunakan lagi, tidak disenangi dan dibuang
secara saniter yaitu dengan cara-cara yang diterima umum sehingga perlu
pengelolaan yang baik.
Sampah rumah sakit adalah bahan yang tidak terduga, tidak digunakan
ataupun yang terbuang dapat dibedakan menjadi sampah medis dan non medis dan
dikategorikan sampah radioaktif, sampah infeksius, sampah sitotoksin, dan sampah
umum atau domestik (dalam Helwi, 2002).
2.2.1 Sumber Sampah Rumah Sakit
Setiap ruangan/unit kerja di rumah sakit merupakan penghasil sampah. Jenis
sampah dari setiap ruangan berbeda-beda sesuai dengan penggunaan dari setiap
ruangan/unit yang bersangkutan.
Tabel 2.1. Sumber Sampah Menurut Jenisnya
No. Sumber/Area Jenis Sampah
1. Kantor/administrasi Kertas
2. Unit obstetric dan
ruang perawatan
obstetric
Dressing(pembalut/pakaian),sponge(sepon/peng
osok), placenta, ampul, termasuk kapsul perak
nitrat, jarum syringe (alat semprot), masker
disposable (masker yang dapat dibuang),
disposable drapes (tirai/kain yang dapat
dibuang), sanitary napkin (serbet), blood lancet
disposable (pisau bedah), disposable chateter
(alat bedah), disposable unit enema (alat suntik
pada usus) disposable diaper (popok) dan
underpad (alas/bantalan), dan sarung disposable.
3. Unit emergency dan
bedah termasuk ruang
perawatan
Dressing(pembalut/pakaian),sponge(sepon/peng
gosok), jaringan tubuh, termasuk amputasi
ampul bekas, masker disposable (masker yang
dapat dibuang), jarum syringe (alat semprot),
drapes (tirai/kain), disposable blood lancet
(pisau bedah), disposable kantong emesis, Levin
tubes (pembuluh) chateter (alat bedah), drainase
set ( alat pengaliran), kantong colosiomy,
underpads (alas/bantalan), sarung bedah.
4. Unit laboratorium,
ruang mayat,
phatology dan autopsy
Gelas terkontaminasi, termasuk pipet petri dish,
wadah specimen, slide specimen (kaca/alat
sorong), jaringan tubuh, organ, dan tulang
5. Unit Isolasi Bahan-bahan kertas yang mengandung buangan
nasal (hidung) dan sputum (dahak/air liur),
dressing (pembalut/pakaian dan bandages
(perban), masker disposable (masker yang dpat
dibuang), sisa makanan, perlengkapan makan.
6. Unit Perawatan Ampul, jarum disposable dan syringe (alat
semprot), kertas dan lain-lain.
7. Unit pelayanan Karton, kertas bungkus, kaleng, botol, sampah
dari ruang umum dan pasien, sisa makanan
buangan
8. Unit gizi/dapur Sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan
sayuran dan lain-lain
9. Halaman Rumah Sakit Sisa pembungkung daun ranting, debu.
Sumber : Depkes RI (2002)
2.2.2 Karakteristik Sampah Rumah Sakit
Karakteristik sampah rumah sakit perlu diketahui dalam kaitannya pada
pengelolaan sampah yang baik dan benar. Secara garis besar sampah rumah sakit
dibedakan menjadi sampah medis dan non medis (Wisaksono, 2001).
a. Sampah Medis
Sampah klinis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi,
veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan
yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa memba-
hayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk sampah klinis
bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Wisaksono, 2001) :
1. Sampah benda tajam
Sampah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti
jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau
bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat
menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang
terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan
mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.
2. Sampah Infeksius
Sampah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
a. Sampah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit
menular (perawatan intensif).
b. Sampah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi
dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
3. Sampah Jaringan Tubuh
Sampah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan
tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
4. Sampah Sitotoksik
Sampah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau
tindakan terapi sitotoksik.
5. Sampah Farmasi
Sampah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang
terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh
masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang
bersangkutan dan Sampah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
6. Sampah Kimia
Sampah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia
dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
7. Sampah Radioaktif
Sampah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop
yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Sampah ini
dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay
dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan
sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini
bisa berasal dari kantor/ administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng,
botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa
pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain).
2.3 Manajemen Lingkungan Rumah Sakit
Secara umum manajemen rumah sakit merupakan koordinasi antara berbagai
sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, ada kemampuan
pengendalian untuk mencapai tujuan (dalam Hapsari, 2010).
Manajemen lingkungan rumah sakit merupakan manajemen yang tidak statis
tetapi sesuatu yang dinamis sehingga diperlukan adaptasi atau penyesuaian bila
terjadi perubahan di rumah sakit, yang mencakup sumber daya, proses dan kegiatan
rumah sakit, misalnya perubahan perundang-undangan dan pengetahuan yang
disebabkan oleh perkembangan teknologi (Adisasmito, 2009 ).
Rumah sakit agar dapat memenuhi kebijakan lingkungan, maka perlu
membuat tujuan manajemen lingkungan. Tujuan harus mencakup aspek lingkungan
yang diidentifikasikan, dampak yang terkait maupun penilaian awal. Dalam
menentukan tujuan dan sasaran lingkungan perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu
kesesuaian dengan kebijakan lingkungan, hubungannya dengan aspek dan dampak
yang telah diidentifikasi dan peran serta karyawan untuk memenuhinya (Adisasmito,
2009).
Tjokroamidjojo (2009) Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk
mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 5M, yaitu man,
money, machines, method, dan markets.
1. Man (manusia / SDM)
Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia
yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai
tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia
adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-
orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.
Nawani (2005) SDM dibedakan antara pengertiannya secara makro dan
mikro. Pengertian SDM secara makro adalah semua manusia sebagai penduduk
atau warga negara suatu negara atau dalam batas wilayah tertentu yang sudah
memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah maupun belum memperoleh
pekerjaan sedangkan SDM dalam arti mikro secara sederhana adalah manusia
atau orang yang bekerja anggota suatu organisasi yang disebut personil, pegawai,
karyawan, pekerja, tenaga kerja, dan lain-lain.
2. Money (Uang)
Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang
merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat
diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu, uang
merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu
harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa
uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang
dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu
organisasi.
3. Machines (Mesin/ fasilitas)
Dalam kegiatan perusahaan, mesin sangat diperlukan. Penggunaan mesin akan
membawa kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta
menciptakan efesiensi kerja.
4. Methods (Metode)
Dalam pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja. Suatu tata cara
kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan. Sebuah metode dapat
dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan
memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-
fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha.
Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya
tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan
memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap
manusianya sendiri.
5. Market (Pasar)
Memasarkan kualitas pelayanan, kinerja kerja ke masyarakat luas sangat
penting. Sebab bila pemasaran tidak berjalan dengan baik maka akan berdampak
pada banyak tidaknya masyarakat yang menggunakan jasa dari rumah sakit
tersebut. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti mempromosikan merupakan
faktor yang menentukan keberhasilan dalam suatu produk yang dihasilkan.
Manfaat yang dapat diperoleh jika menerapkan manajemen lingkungan rumah
sakit adalah yang terpenting perlindungan terhadap lingkungan dan kesehatan
masyarakat. Dengan mengikuti prosedur yang ada dalam sistem manajemen
lingkungan rumah sakit, maka sekaligus akan membantu dalam mematuhi peraturan
perundang-undangan dan sistem manajemen yang efektif. Dengan demikian sistem
ini merupakan sistem manajemen praktis yang didesain untuk meminimalkan dampak
lingkungan dengan cara yang efektif - biaya (cost-effective).
Beberapa manfaat manajemen lingkungan rumah sakit antara lain
(Adisasmito, 2009):
1. Perlindungan terhadap lingkungan.
2. Manajemen lingkungan rumah sakit yang lebih baik.
3. Pengembangan sumber daya manusia.
4. Kontuinitas peningkatan performa lingkungan rumah sakit.
5. Kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan.
6. Baagian dari manajemen mutu terpadu.
7. Pengurangan/ penghematan biaya.
8. Meningkatkan citra rumah sakit.
Komponen-komponen penting dalam sistem manajemen lingkungan rumah
sakit antara lain sebagai berikut (Adisasmito, 2009):
1. Dukungan Manajemen
Komponen yang paling penting di dalam menjalankan sistem manajemen
lingkungan adalah dukungan dari manajemen puncak. Nilai-nilai yang ditentukan
oleh manajemen puncak di dalam kebijakan lingkungan memegang peran yang
sangat penting dalam membentuk dan menjalankan sistem manajem lingkungan
rumah sakit.
2. Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu komponen penting karena apabila gagal dalam
membuat perencanaan akan mengalami kendala dalam melakukan kegiatan
selanjutnya. Fase perencanaan dari siklus perbaikan berkelanjutan membutuhkan
perumusan perencanaan untuk memenuhi tujuan-tujuan dan sasaran kebijakan
politik. Perencanaan lingkungan seharusnya memasukkan hal-hal sebagai berikut:
a. Identifikasi aspek-aspek lingkungan dan evaluasi dampak lingkungan;
b. Persyaratan-persyaratan legal;
c. Kebijakan lingkungan dan kriteria kinerja internal;
d. Tujuan dan sasaran lingkungan;
e. Perencanaan dan program manajemen.
3. Pelaksanaan
Bila rumah sakit mengharapkan program lingkungannya berjalan dengan
sukses, rumah sakit harus mengembangkan kemampuan untuk mendukung sistem
manajemen lingkungan tersebut. Pelaksanaan sistem manajemen lingkungan
rumah sakit harus mempertimbangkan hal-hal seperti sumber daya manusia dan
biaya, menyinergikan dan mengintegrasikan sistem manajemen lingkungan ke
dalam aktivitas rutin rumah sakit, sistem lingkungan manajemen rumah sakit
harus mampu mempertanggungjawabkan dan dipertanggungjawabkan, kesadaran
mengenai lingkungan dan motivasi, pengetahuan, keterampilan, dan pelatihan,
komunikasi, informasi dan pelaporan, pengendalian operasional dan persiapan
cara penanganan darurat.
4. Pemeriksaan
Pengawasan dan pengukuran merupakan salah satu cara untuk mengukur
kesuksesan dari kinerja lingkungan diorganisasi dan untuk membuat nyata sistem
manajemen. Pemeriksaan manajemen merupakan hal yang penting sebab
mencerminkan keterlibatan manajemen untuk sistem manajemen lingkungan.
5. Tindakan
Akhirnya sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah kerangka yang
harus dikembangkan secara terus-menerus dalam suatu action. Secara periodik,
rumah sakit harus menyiapkan dokumenpencatatan dan pelaporan sistem
manajemen lingkungannya dengan faktor-faktor internal dan eksternal yang
memengaruhi kebijakan dan kegiatan lingkungan. Tindakan ini harus
mencerminkan perbaikan berdasarkan hasil audit dan dokumen sistem manajemen
lingkungan.
2.4 Pengelolaan Sampah Rumah Sakit
Pengelolaan sampah harus dilakukan dengan benar dan efektif dan memenuhi
persyaratan sanitasi. Sebagai sesuatu yang tidak digunakan lagi, tidak disenangi, dan
yang harus dibuang maka sampah tentu harus dikelola dengan baik. Syarat yang harus
dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air, atau tanah,
tidak menimbulkan bau (segi estetis) tidak menimbulkan kebakaran, dan sebagainya.
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008
pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah (Siahaan,
2010).
Menurut KepMenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit didalam pelaksanaan pengelolaan sampah setiap rumah sakit
harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber, harus mengelola dan
mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, harus melakukan
pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. Setiap peralatan yang digunakan dalam
pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan
harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang. Hal ini dapat dilaksanakan
dengan melakukan :
1. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum
membelinya.
2. Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
3. Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.
4. Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan
perawatan dan kebersihan.
5. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi
limbah bahan berbahaya dan beracun.
6. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.
7. Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari
kadaluarsa.
8. Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
9. Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor.
Hal ini dilakukan agar sampah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat
dikurangi sehingga dapat menghemat biaya operasional untuk pengelolaan sampah
(Dekpes. RI, 2004).
Tietjen dan Bossemeyer (2004) mengatakan bahwa maksud pengelolaan
sampah rumah sakit ialah :
1. Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan;
2. Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan;
3. Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya;
4. Membuang bahan-bahan berbahaya (bahan toksin dan radioaktif) dengan
aman.
2.4.1 Penanganan Awal
Penanganan awal untuk sampah rumah sakit sebagai berikut (Hapsari, 2010):
1. Pemisahan dan Pengurangan
Dalam pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus
diidentifikasi dan dipilah-pilah dan reduksi volume limbah medis merupakan
persyaratan keamanan yang penting untuk petugas pembuangan sampah, petugas
emergensi, dan masyarakat. Dalam memilah dan mereduksi volume limbah
hendaknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah.
b) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus,dengan
memisahkan limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) dannon B3.
c) Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non B3.
d) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari bebagai jenis limbahuntuk
mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.
e) Pemisahan limbah berbahaya dari semua tempat penghasil adalah kunci
pembuangan yang baik. Dengan limbah berada dalam kantongatau kontainer
yang sama untuk penyimpanan, pengangkutan danpembuangan akan
mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dalam penanganannya.
Ketentuan penanganan sampah rumah sakit (Danial, 2008):
a. Tidak boleh penuh, kantong terisi 2/3 dan dibawa ke TPA.
b. Wadah kantong plastik diikat rapat dengan tali, diberi label dan dibuang
dengan wadahnya.
c. Label bertulis tempat penghasil sampah.
d. Jangan mengeluarkan sampah dari wadahnya kegerobak sampah.
2. Penampungan
Sampah biasanya ditampung di tempat produksi di tempat produksi sampah
untuk beberapa lama. Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat
penampungan dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis
dan jumlah sampah serta kondisi setempat. Sampah sebaiknya tidak dibiarkan di
tempat penampungan terlalu lama. Kadang-kadang sampah juga diangkut
langsung ke tempat penampungan blok atau pemusnahan. Penyimpanan limbah
medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam
dan musim kemarau paling lama 24 jam (Depkes RI, 2004).
Untuk memudahkan mengenal berbagai jenis limbah yang akan dibuang
adalah dengan cara memisahkan wadah/ tempat sampah untuk setiap jenis limbah
padat dengan menggunakan kantong berkode (umumnya menggunakan kode
warna). Pewadahan atau penampungan sampah harus memenuhi persyaratan
dengan penggunaan jenis wadah sesuai kategori sebagai berikut (Depkes RI,
2004) :
Tabel 2.2. Jenis Wadah dan Label Sampah Padat Sesuai Kategorinya
No Kategori Warna
Kontainer/kantong
Plastik
Lambang
Keterangan
1. Radioaktif Merah
Kantong
boksimbale
dengan
simbol
radioaktif
2. Sangat
infeksius
Kuning
Kantong plastik
kuat, anti bocor,
atau kontainer
yang dapat
disterilisasi
dengan
otoklaf
3. Sampah
infeksius
Patologi dan
anatomi
Kuning
Kantong plastik
kuat dan anti
bocor, atau
kontainer
4. Sitotoksis Ungu Kontainer
plastik kuat dan
anti bocor
5. Sampah
Kimia dan
Farmasi
Coklat
- Kantong plastik
atau kontainer
(Sumber : Depkes RI, 2004)
Tempat-tempat penampungan sampah hendaknya memenuhi persyaratan
minimal sebagai berikut (Depkes RI, 2004) :
a. bahan tidak mudah karat ;
b. kedap air, terutama untuk menampung sampah basah ;
c. bertutup rapat ;
d. mudah dibersihkan ;
e. mudah dikosongkan atau diangkut ;
f. tidak menimbulkan bising ;
g. tahan terhadap benda tajam dan runcing.
(Sumber : Dalin Komite Medik Pengelolaan Sampah)
Gambar 2.1 : Tempat Sampah Rumah Sakit dibedakan Berdasarkan Jenis
Kantong plastik pelapis dan bak sampah dapat digunakan untuk memudahkan
pengosongan dan pengangkutan. Kantong plastik tersebut membantu membungkus
sampah waktu pengangkutan sehingga mengurangi kontak langsung mikroba dengan
manusia dan mengurangi bau, tidak terlihat sehingga memberi rasa estetis dan
Tempat Sampah Non Medis Tempat Sampah Medis
Debi Danial Debi Danial
memudahkan pencucian bak sampah. Penggunaan kantong plastik bermanfaat untuk
sampah laboratorium. Ketebalan plastik disesuaikan dengan jenis sampah yang
dibungkus agar petugas pengumpul yang selanjutnya dilakukan pengangkutan
sampah tidak cidera oleh benda tajam yang menonjol dari bungkus sampah (Hapsari,
2010).
2.4.2 Pengumpulan
Pengumpulan dilakukan setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah
terisi sampah . Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus
(safety box) seperti botol atau karton yang aman, sehingga memudahkan untuk
dilakukannya penggumpulan (Depkes RI, 2004).
Tersedia tempat penampungan sampah non medis sementara yang tidak
menjadi sumber bau dan lalat bagi lingkungan sekitarnya dilengkapi saluran untuk
cairan lindi dan dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.
Sedangkan untuk sampah medis bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di
lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam. Bagi rumah
sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah medis padatnya harus
dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang
mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya sakit kecil
mungkin cukup dengan pencuci manual, tetapi untuk rumah sakit besar mungkin 24
jam apabila disimpan pada suhu ruang (Depkes RI, 2004).
Hendaknya disediakan sarana untuk mencuci tempat penampungan sampah
yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Untuk rumah perlu disediakan alat cuci
mekanis. Pencucian ini sebaiknya dilakukan setiap pengosongan atau sebelum
tampak kotor. Dengan menggunakan kantong pelapis dapat mengurangi frekuensi
pencucian. Setelah dicuci sebaiknya dilakukan desinfeksi dan pemeriksaan bila
terdapat kerusakan dan mungkin perlu diganti.
2.4.3 Pengangkutan
Sebelum pengangkutan perlu dilakukan pengumpulan sampah yang dimulai
dari tempat sumber dimana tempat tersebut dihasilkan. Dari lokasi sumbernya
sampah tersebut diangkut dengan alat angkut sampah. Sebelum sampai ketempat
pembuangan kadang-kadang perlu adanya tempat pembuangan sampah sementara.
Dari sini sampah dipindahkan dari alat angkut yang lebih besar dan efisien (Mukono,
2006).
Depkes RI (2002) menyatakan bahwa “Pengangkutan dibedakan menjadi dua
yaitu pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik
penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke insinerator (pengolahan on-site).
Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong , dan dibersihkan
secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian
kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat
pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur
pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut
termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam
kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor. Pengangkutan biasanya dengan kereta,
sedang untuk bangunan bertingkat dapat dibantu dengan menyediakan cerobong
sampah atau lift pada tiap sudut bangunan” (dalam Hapsari, 2010).
Pengangkutan sampah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus.
Kantong sampah sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan
dalam kontainer yang kuat dan tertutup. Kantong sampah juga harus aman dari
jangkauan manusia maupun binatang (Depkes. RI, 2004).
a. Sampah medis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan.
Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke insinerator, atau
pengangkutan oleh Dinas Kesehatan hendaknya:
1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
2) Ditempatkan dilokasi yang strategis, merata dengan ukuran disesuaikan
dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah
ditentukan secara terpisah.
3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai tidak rembes, dan
disediakan sarana pencuci.
4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dari binatang dan
bebas dari infestasi serangga dan tikus.
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpulan sampah.
b. Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (bisa
digolongkan dalam sampah medis) dapat data tampungan bersama sampah lain
sambil menunggu pengangkutan.
1. Kereta
Kereta adalah alat angkut yang umum digunakan dan dalam merencanakan
pengangkutan perlu mempertimbangkan (Depkes. RI, 2004) :
a. Penyebaran tempat penampungan sampah
b. jalur jalan dalam rumah sakit
c. jenis dan jumlah sampah
d. jumlah dan tenaga dan sarana yang tersedia
(Sumber : Dalin Komite Medik Pengelolaan Sampah)
Gambar 2.2 : Pengangkutan Sampah menggunakan Kereta
Kereta pengangkut disarankan terpisah antara sampah medis dan non medis
agar tidak kesulitan didalam pembuangan dan pemusnahannya. Kereta pengangkut
hendaknya memenuhi syarat (Depkes. RI, 2004) :
a. Permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air ;
b. Mudah dibersihkan ;
c. Mudah diisi dan dikosongkan.
Debi Danial Debi Danial
(Sumber : Dalin Komite Medik Pengelolaan Sampah)
Gambar 2.3 : Troley / Kereta Sampah
2. Cerobong Sampah/Lift
Sarana cerobong sampah biasanya tersedia di gedung modern bertingkat untuk
efisiensi pengangkutan sampah dalam gedung. Namun penggunaan cerobong sampah
ini banyak mengandung resiko, antara lain dapat menjadi tempat perkembangbiakan
kuman, bahaya kebakaran, pencemaran udara, dan kesulitan lain, misalnya untuk
pembersihannya dan penyediaan sarana penanggulangan kebakaran. Karena itu bila
menggunakan sarana tersebut perlu ada perhatian khusus antara lain dengan
menggunakan kantong plastik yang kuat (Depkes. RI, 2004).
Untuk mengantisipasi proses pengangkutan yang tertunda, maka perlu
diadakan tempat pengumpulan sampah sementara tetapi tidak melewati waktu yang
telah ditentukan. Sarana ini harus disediakan dalam ukuran yang memadai dan
dengan kondisi baik (tidak bocor, tertutup rapat, dan terkunci). Sarana ini bisa
ditempatkan dalam atau di luar gedung. Konstruksi tempat pengumpul sampah
sementara bisa dari dinding semen atau container logam dengan syarat tetap yaitu
kedap air, mudah dibersihkan dan bertutup rapat. Ukuran hendaknya tidak terlalu
Debi Danial Debi Danial
besar sehingga mudah dikosongkan, apabila jumlah sampah yang ditampung cukup
banyak perlu menambah jumlah container (Depkes. RI, 2004).
2.4.4 Penanganan Akhir (Pembuangan dan Pemusnahan)
Dalam pengembangan strategi penanganan limbah, alur limbah harus
diidentifikasikan dipilah-pilah, pemisahan limbah medis padat dan Limbah padat non
medis pada tempat penghasil adalah kunci pembuangan yang baik. Dengan
tersedianya fasilitas yang dibutuhkan dalam penanganan limbah medis padat yaitu
masing-masing untuk penyimpanan, pengangkutan, dan pembuangan akan
mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dalam penanganannya (Muhajirin,
2001).
Benda-benda tajam sekali pakai (jarum suntik, jarum jahit, silet pisau skalpel)
melakukan penanganan khusus karena benda-benda ini dapat melukai petugas
kesehatan dan juga masyarakat sekitarnya jika sampah ini dibuang di tempat sampah
umum (Tietjen dan Bossemeyer, 2004).
WHO (1999), Enkapsulasi dianjurkan sebagai cara termudah membuang
benda-benda tajam. Benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan anti
bocor. Sesudah ¾ penuh, bahan seperti semen, pasir atau bubuk plastik dimasukkan
dalam wadah sampai penuh. Sesudah bahan-bahan menjadi padat dan kering, wadah
ditutup, disebarkan pada tanah rendah, ditimbun dan dapat dikuburkan. Bahan-bahan
sisa kimia dapat dimasukkan bersama dengan benda-benda tajam (dalam Tietjen dan
Bossemeyer, 2004).
Pembuangan dan pemusnahan sampah dapat ditempuh melalui dua alternatif
yaitu (Maimunnah, 2002) :
1. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dilakukan terpisah dengan
sampah non medis bila pengelola bersedia sehingga beban rumah sakit hanya
memusnahkan sampah medis saja.
2. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis dijadikan satu
dengan menggunakan incenerator atau dengan sanitary landfill (penimbunan
sampah dalam tanah).
Dalam metode penanganan sampah sebelum dibuang untuk sampah yang
berasal dari rumah sakit perlu mendapat perlakuan agar limbah infeksius dapat
dibuang ke landfill yakni (dalam Siahaan, 2010):
a. Autoclaving
Autoclaving sering dilakukan untuk perlakuan limbah infeksius. Limbah
dipanasi dengan uap dibawah tekanan. Namun dalam volume sampahyang besar saat
dipadatkan, penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak
terjadi dengan demikian tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai. Perlakuan
dengan suhu tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri vegetatif dan
mikroorganisme lain yang bisa membahayakan penjamah sampah.
Kantong limbah plastik biasa hendaknya tidak digunakan karena tidak tahan
panas dan akan meleleh selama autoclaving. Karena itu diperlukan kantong
autoclaving. Pada kantong ini terdapat indikator, seperti pita autoclave yang
menunjukkan bahwa kantong telah mengalami perlakuan panas yang cukup.
Autoclave yang digunakan secara rutin untuk limbah biologis harus diuji minimal
setahun sekali untuk menjamin hasil yang optimal.
b. Disinfeksi dengan Bahan Kimia
Peranan disinfeksi untuk institusi yang besar tampaknya terbatas
penggunanya, misalnya digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh tumpahan
dan mencuci kendaraan limbah. Limbah infeksius dengan jumlah kecil dapat
didesinfeksi (membunuh mikroorganisme tapi tidak membunuh spora bakteri) dengan
bahan kimia seperti hypochloite atau permanganate. Limbah dapat menyerap cairan
disinfeksi sehingga akan menambah masalah penanganan
Pemusnahan sampah rumah sakit dapat dilakukan dengan metode sebagai
berikut:
1. Insinerator
Insinerator bervariasi mulai dari yang sangat canggih bersuhu tinggi, sampai
kepada unit dasar yang beroperasi dengan suhu lebih rendah. Semua jenis incinerator
dapat membunuh mikroorganisme dalam sampah menjadi abu, jika dikerjakan
dengan benar (Tietjen dan Bossemeyer, 2004).
Debi Danial
(Sumber : Dalin Komite Medik Pengelolaan Sampah)
Gambar 2.4 : Pemusnahan Sampah menggunakan Insinerator
Insinerator merupakan alat yang digunakan untuk memusnahkan sampah
dengan membakar sampah tersebut dalam satu tungku pada suhu 1500-18000F dan
dapat mengurangi sampah 70 % (Arifin, 2011).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila insinerator akan digunakan di
rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume
sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan
pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur
pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta
perangkap untuk melindungi insinerator dari bahaya kebakaran (Depkes RI, 2002).
Keuntungan menggunakan insinerator adalah dapat mengurangi volume
sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik
menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif
tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat
digunakan untuk mengisi tanah yang rendah, sedangkan kerugiannya adalah tidak
semua jenis sampah dapat dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta
dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control
berupa cyclone (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran
berupa residu serta abu dikeluarkan dari insinerator dan ditimbun dilahan yang
rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui
sarana pengolah pencemar udara yang sesuai (Depkes RI, 2002).
2. Autoclave
(Sumber : Dalin Komite Medik Pengelolaan Sampah)
Gambar 2.5 : Proses Pemusnahan Sampah Menggunakan Autoclave
Autoclaving sering dilakukan untuk perlakuan limbah infeksius. Limbah
dipanasi dengan uap di bawah tekanan. Namun dalam 29 olumen yang besar saat
dipadatkan, penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak
terjadi dengan demikian tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai. Perlakuan
dengan suhu tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri vegetatif dan
mikroorganisme lain yang bisa membahayakan penjamah limbah (Arifin, 2011).
Chandra (2007) pemusnahan sampah medis juga dapat dilakukan dengan cara
sanitary landfill yang terlebih dahulu dilakukan pemilihan lokasi penguburan.
a. Lokasi Penguburan
(Sumber : IIlmu Sipil)
Gambar 2.6: Lokasi Penguburan
Debi Danial
Khusus untuk limbah medis, seperti plasenta atau sisa potongan anggota
tubuh dari ruang operasi atau otopsi yang mudah membusuk, perlu segera
dikubur.
b. Sanitary Landfill
(Sumber : IIlmu Sipil)
Gambar 2.7 : Sanitary Landfill
Pembuangan sampah medis dapat juga dibuang ke lokasi pembuangan
sampah akhir dengan menggunakan cara sanitary landfill. Sampah medis
terlebih dahulu dilakukan sterilialisasi atau disinfeksi kemudian dibuang dan
dipadatkan ditutup dengan lapisan tanah setiap akhir hari kerja.
2.5 Petugas Pengelola Sampah
Pelayanan sanitasi rumah sakit diselenggarakan dalam kaitan untuk
menciptakan kondisi lingkungan rumah sakit yang bersih, nyaman, dan
mengutamakan faktor keselamatan sebagai pendukung usaha penyembuhan
penderita, mencegah pemaparan terhadap bahaya-bahaya lingkungan rumah sakit
termasuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial, dan menghindarkan pencemaran
ke lingkungan luar rumah sakit (Siahaan, 2010).
1. Sampah dari setiap unit pelayanan fungsional dalam rumah sakit dikumpulkan
oleh tenaga perawat khususnya yang menyangkut pemilahan sampah medis
dan non-medis, sedangkan ruangan lain bisa dilakukan oleh tenaga
kebersihan.
2. Proses pengangkutan sampah dilakukan oleh tenaga sanitasi.
3. Pengawas pengelolaan sampah rumah sakit dilakukan oleh tenaga sanitasi
dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus.
Menurut KepMenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 petugas pengelola sampah
harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri :
a) Topi/helm;
b) Masker;
c) Pelindung mata;
d) Pakaian panjang (coverall);
e) Apron untuk industri;
f) Pelindung kaki/sepatu boot; dan
g) Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves).
2.6 Pengaruh Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Terhadap Masyarakat dan
Lingkungan
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh negatif
tehadap masyarakat dan lingkungannya. Adapun pengaruh-pengaruh tersebut dapat
berupa pengaruh terhadap kesehatan, pengaruh terhadap lingkungan, pengaruh
terhadap rumah sakit itu sendiri (Siahaan, 2010).
2.6.1 Pengaruh Terhadap Kesehatan Masyarakat
1. Pengelolaan sampah rumah sakit yang kurang baik akan menjadi tempat yang
baik bagi vektor-vektor penyakit seperti lalat dan tikus.
2. Kecelakaan pada pekerja atau masyarakat akibat tercecernya jarum suntik dan
bahan tajam lainnya.
3. Insiden penyakit demam berdarah dengue akan meningkat karena vektor
penyakit hidup dan berkembangbiak dalam sampah kaleng bekas ataupun
genangan air.
4. Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar
tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula
memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita
sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen
(cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah
sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya (Utama, 2006).
2.6.2 Pengaruh Terhadap Lingkungan
1. Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang.
2. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan mengjhasilkan gas-
gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.
3. Adanya partikel debu yang beterbangan akan menganggu pernapasan,
menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit
mengkontaminasi peralatan medis dan makanan rumah sakit.
4. Apabila terjadi pembakaran sampah rumah sakit yang tidak saniter asapnya
akan menganggu pernapasan, penglihatan, dan penurunan kualitas udara.
2.6.3 Pengaruh Terhadap Rumah Sakit
1. Keadaan lingkungan rumah sakit yang tidak saniter akan menurunkan hasrat
pasien berobat di rumah sakit tersebut.
2. Keadaan estetika lingkungan yang lebih saniter akan menimbulkan rasa
nyaman bagi pasien, petugas, dan pengunjung rumah sakit.
3. Keadaan lingkungan yang saniter mencerminkan mutu pelayanan dalam
rumah sakit yang semakin meningkat.
2.7 Kerangka Berfikir
2.7.1 Kerangka Teori
Dibuang
ke TPA
Dibuat
Kompos
Biogas Dibakar
Dikumpulkan dalam
wadah terpisah
Sisa Makanan Sampah Umum
SAMPAH BASAH
Darah, duh tubuh lain,
jaringan, plasenta,
bagian janin, set
transfuse
SAMPAH KERING
Jarum, kapas, kasa,
pembalut, vial, pisau,
skalpel, dan semprit
Abu (berisi gelas dan
benda-benda tidak terbakar)
ditanam dalam lubang
dalam dan tertutup
Dibuang dalam
lubang dalam
dan tertutup
Dibakar dalam
incinerator
Di Rumah Sakit
dikumpulkan dalam
wadah terpisah
Sampah Non Medis Sampah Medis
Sistem Pengelolaan Sampah Manajemen Lingkungan RS
RS
Teknis
Operasional
Aspek
Kelembagaan
Hukum dan
UU
Peran Serta
Masyarakat
Aspek
Pembiayaan
2.7.2 Kerangka Konsep
Keterangan :
= Variabel yang diteliti (Independen)
Sistem pengelolaan sampah medis dan non medis mencakup :
a. Penanganan Awal
b. Pengumpulan
c. Pengangkutan
d. Penanganan Akhir
e. APD
= Variabel terikat (Dependen)
Gambaran Pengelolaan Sampah Medis dan Non Medis.
Gambaran
Pengelolaan
Sampah Medisdan
Non Medis
Penanganan Awal
Pengelolaan
Sampah
Pengumpulan
Pengangkutan
Penanganan
Akhir
APD