15
7 BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah Daerah dalam Pelayanan Publik Dalam tata hubungan pemerintahan, terdapat tiga fungsi utama pemerintah yang bisa diwujudkan dalam kelembagaan pemerintah daerah. Ketiga fungsi dasar itu adalah fungsi pengaturan, pelayanan publik dan pemberdayaan, oleh karena itu eksistensi birokrasi sebagai aparatur pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan publik yang baik (prima), terutama yang berkaitan dengan beberapa pelayanan dasar seperti pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan sosial dan ekonomi. Seiring dengan semakin semaraknya kehidupan berdemokrasi, maka wacana tentang pelayanan publik (public service) telah menjadi issue strategis di negara ini. Karena pelayanan publik merupakan hak dasar setiap warga negara yang harus dipenuhi oleh negara. Pelayanan publik sebagai salah satu dari bagian pemenuhan kesejahteraan, maka secara otomatis menjadi bagian dalam pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) warga negara. Hal ini dilakukan karena pelayanan publik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kewajiban negara untuk mensejahterakan rakyatnya. Pelayanan publik bukan semata-mata hanya menyiapkan instrumen bagi berjalannya birokrasi untuk menggugurkan kewajiban negara, melainkan lebih dari itu, bahwa pelayanan publik merupakan esensi dasar dari terwujudnya keadilan sosial. Birokrasi sebagai abdi negara dan abdi masyarakat mesti menempatkan masyarakat warga sebagai komunitas yang dilayani, bukan sebaliknya. Pola perilaku (patern of behavior) dan budaya birokrasi yang dibangun di atas sebuah kekuatan rezim otoriter, sesungguhnya telah lama berada dan hidup di atas dasar atau fundamen yang amat rapuh. Patologi birokrasi yang oleh banyak orang disebut sebagai “bertele-tele”, minta dilayani dari pada melayani, tertutup dan arogan, dengan ciri utama ABS (asal bapak senang) adalah bagian dari kerapuhan institusi negara (Madubun, 2004). Ketidak mampuan pemerintah untuk melakukan perubahan struktur, norma, nilai dan regulasi yang berorientasi kolonial tersebut telah menyebabkan gagalnya upaya untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat (Prasojo, 2006). Dilihat dari sudut penyelenggaraan pemerintahan yang baik Uphoff (dalam Suwondo, 2005) mengemukakan tiga kaidah yang harus secara setia dijalani yaitu : 1) Accountabilitas (pertanggungjawaban); 2) Fairnes (keadilan); 3) Tranparancy atau keterbukaan, serta Suwondo (2003) mengemukakan empat kaidah yang juga harus secara setia dilaksanakan yakni: 1) Responsibility (bertanggungjawab); 2) Independency (kemandirian); 3) Freedom (kebebasan) dan 4) Efisiensi dalam alokasi sumber daya. Sementara itu dari versi UNDP juga ditetapkan beberapa karakteristik dasar dalam penyelenggaraan good governance yaitu,

BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

7

BAB II

Kajian Pustaka

2.1 Peran Birokrasi Pemerintah Daerah dalam Pelayanan Publik

Dalam tata hubungan pemerintahan, terdapat tiga fungsi utama pemerintah yang bisa

diwujudkan dalam kelembagaan pemerintah daerah. Ketiga fungsi dasar itu adalah fungsi

pengaturan, pelayanan publik dan pemberdayaan, oleh karena itu eksistensi birokrasi sebagai

aparatur pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan publik yang baik (prima), terutama

yang berkaitan dengan beberapa pelayanan dasar seperti pelayanan kesehatan, pelayanan

pendidikan, pelayanan sosial dan ekonomi. Seiring dengan semakin semaraknya kehidupan

berdemokrasi, maka wacana tentang pelayanan publik (public service) telah menjadi issue

strategis di negara ini. Karena pelayanan publik merupakan hak dasar setiap warga negara

yang harus dipenuhi oleh negara. Pelayanan publik sebagai salah satu dari bagian pemenuhan

kesejahteraan, maka secara otomatis menjadi bagian dalam pemenuhan hak-hak ekonomi,

sosial dan budaya (ekosob) warga negara. Hal ini dilakukan karena pelayanan publik

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kewajiban negara untuk mensejahterakan

rakyatnya. Pelayanan publik bukan semata-mata hanya menyiapkan instrumen bagi

berjalannya birokrasi untuk menggugurkan kewajiban negara, melainkan lebih dari itu,

bahwa pelayanan publik merupakan esensi dasar dari terwujudnya keadilan sosial.

Birokrasi sebagai abdi negara dan abdi masyarakat mesti menempatkan masyarakat warga

sebagai komunitas yang dilayani, bukan sebaliknya. Pola perilaku (patern of behavior) dan

budaya birokrasi yang dibangun di atas sebuah kekuatan rezim otoriter, sesungguhnya telah

lama berada dan hidup di atas dasar atau fundamen yang amat rapuh. Patologi birokrasi yang

oleh banyak orang disebut sebagai “bertele-tele”, minta dilayani dari pada melayani, tertutup

dan arogan, dengan ciri utama ABS (asal bapak senang) adalah bagian dari kerapuhan

institusi negara (Madubun, 2004). Ketidak mampuan pemerintah untuk melakukan perubahan

struktur, norma, nilai dan regulasi yang berorientasi kolonial tersebut telah menyebabkan

gagalnya upaya untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat (Prasojo, 2006).

Dilihat dari sudut penyelenggaraan pemerintahan yang baik Uphoff (dalam Suwondo,

2005) mengemukakan tiga kaidah yang harus secara setia dijalani yaitu : 1) Accountabilitas

(pertanggungjawaban); 2) Fairnes (keadilan); 3) Tranparancy atau keterbukaan, serta

Suwondo (2003) mengemukakan empat kaidah yang juga harus secara setia dilaksanakan

yakni: 1) Responsibility (bertanggungjawab); 2) Independency (kemandirian); 3) Freedom

(kebebasan) dan 4) Efisiensi dalam alokasi sumber daya. Sementara itu dari versi UNDP juga

ditetapkan beberapa karakteristik dasar dalam penyelenggaraan good governance yaitu,

Page 2: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

8

partisipatif, transparansi dan akuntabilitas, efektif dan berkeadilan, supremasi hukum,

orientasi konsensus, akomodatif terhadap suara penduduk miskin dan rentan dalam proses

pembuatan keputusan (Dwipayana dan Eko, 2003).

Upaya mewujudkan hak-hak tersebut terutama dalam peningkatan akses pelayanan

publik, dapat mengambil bentuk dalam hubungan komunikasi multi stakeholders atau kontrak

pelayanan (citizen charters) sebagaimana dikemukakan diatas. Kontrak pelayanan adalah

suatu pendekatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang menempatkan pengguna

layanan sebagai pusat perhatian. Dengan kontrak pelayanan, baik pengguna layanan maupun

penyedia layanan secara bersama-sama menyepakati jenis, prosedur, waktu, dana dan cara

pelayanan dengan mempertimbangkan keseimbangan hak dan kewajiban masing-masing

pihak. Kontrak pelayanan diperlukan karena beberapa hal, (1) memberikan kepastian

pelayanan dari segi waktu, dana, prosedur dan cara pelayanan; (2) memberikan informasi

mengenai hak dan kewajiban pengguna layanan, penyedia layanan dan stakeholder lainnya

dalam keseluruhan layanan; (3) mempermudah pengguna layanan, warga dan stakehorder

lain untuk mengontrol praktek penyelenggaraan pelayanan; (4) untuk mempermudah

manajemen pelayanan memperbaiki kinerja penyelenggaraan pelayanan dan (5) membantu

manajemen pelayanan mengidentifikasi kebutuhan, harapan dan aspirasi pengguna layanan.

Harapannya dengan kontrak pelayanan, prinsip-prinsip responsivitas, transparansi dan

akuntabilitas publik sebagai wujud good governance dapat ditegakan oleh birokrasi Pemda

dalam penyelenggaraan pelayanan publik (Kusumasari, dalam Purwanto dan Kumorotomo,

2005).

Salah satu segi penting dari demokratisasi pemerintahan daerah adalah upaya

mewujudkan pelayanan publik yang responsiv, transparan dan akuntabel, yang melibatkan

peran serta masyarakat (public) dalam setiap tahapan, baik perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan maupun evaluasinya. Peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka

menyelenggarakan pelayanan umum (direct public service delivery), sejalan dengan

pandangan noe-ortodoksi yang antara lain menekankan peran serta masyarakat atau

kemitraan pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pandangan

seperti itu saat ini lebih populer dengan konsep good governance (tata-kelola pemerintahan

yang baik).

Dalam perundang-undangan Indonesia, pengertian birokrasi belum didefinisikan secara

tegas. Namun hanya dikenal dalam penyebutan berkaitan dengan praktik penyelenggaraan

pemerintahan. Oleh karena itu, belum ada formulasi yang resmi mengenai birokrasi dan

birokrat. Apakah pengertian bureaucracy sama dengan civil service, juga belum jelas.

Page 3: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

9

Demikian pula, apakah birokrat sama dengan pegawai negeri, juga belum ada kesepakatan

yang resmi. Dalam terminologi birokrasi pemerintah terdapat dua suku kata birokrasi dan

pemerintah, yang masing-masing mempunyai arti yang hampir sama, bahkan Edi Setiadi

berpendapat bahwa birokrasi sama dengan pemerintah (administrasi negara secara umum)

maupun swasta. Namun di sisi lain, birokrasi itu juga bisa berupa institusi pemerintah. Oleh

sebab itu, pembahasan ini lebih ditekankan pada birokrasi pemerintah. Istilah birokrasi di

dalam masyarakat seringkali menyesatkan, yang tergambar ketika orang membicarakan

birokrasi adalah urusan-urusan yang berbelit-belit berkenaan dengan pengisian formulir-

formulir, proses perolehan izin yang melalui banyak kantor secara berantai, aturan-aturan

ketat yang mengharuskan seseorang melewati banyak sekat-sekat formalitas, dan sebagainya.

Harus diakui bahwa citra tentang konsep birokrasi memang sudah sedemikian buruk, dan

tampaknya diperlukan terminologi birokrasi untuk mendudukkan peristilahan pada proporsi

yang sebenarnya, dan dari sudut pandang mana seseorang membicarakannya.Implikasi

bentuk kelembagaan tersebut menurut Schmid, 1987 dalam Kartodihardo, 2006 )

mengakibatkan ‘siapa mendapatkan apa’ dalam suatu sistem ekonomi tertentu.

Dalam peraturan daerah (PERDA) kota Salatiga No. 5 tahun 2011 tentang penyelenggara

pelayanan publik, bagian kedua, pasal 4 menyatakan penyelenggara pelayanan publik

berasaskan: a) kepentingan umum; b) kepastian hukum; c) persamaan hak; d) keseimbangan

hak dan kewajiaban; e) keprofesionalan; f) partisipatif; g) persamaan perilaku/ tidak

diskriminasi; h) keterbukaan; i) akuntabilitas; j) fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok

rentan; k) ketepatan waktu; dan l) kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan.

2.2 Konsep Implementasi Kebijakan Publik

Menurut Pressman dan Wildaysky (dalam Abdul Wahab, 2003) implementasi adalah

sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai

tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang

diinginkan dengan mencapainya. Pendapat lain dapat dikemukakan oleh Masmanian dan

Sabatier (dalam Abdul Wahab, 2005) implementasi adalah memahami apa yang senyatanya

terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus

perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang

timbul sesudah disahkan-nya pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup baik

usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun menimbulkan akibat/ dampak nyata

pada masyarakat atau kejadian-kejadian. Kemudian Meter dan Horn (dalam Winarno,

2004:102) mengatakan bahwa implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang

dilakukan oleh individu- individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta

Page 4: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

10

yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan

keputusan kebijakan lainnya.

Menurut Grindle (dalam Haedar Akib, 2010) menyatakan bahwa implementasi

merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program

tertentu. Proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan,

program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan disalurkan untuk mencapai sasaran.

Mengacu pada pendapat Edward III (dalam Haedar Akib, 2010) mengenai kriteria penting

dalam implementasi kebijakan, dapat dikemukakan empat faktor sebagai sumber masalah

sekaligus prakondisi bagi keberhasilan proses implementasi, yakni komunikasi, sumber daya,

sikap birokrasi atau pelaksana, dan struktur organisasi, termasuk tata aliran kerja birokrasi.

Komunikasi suatu program hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para

pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan

konsistensi informasi yang disampaikan. Sumber daya, meliputi empat komponen yaitu staf

yang cukup (jumlah dan mutu), informasi yang dibutuhkan guna pengambilan keputusan,

kewenangan yang cukup guna melaksanakan tugas atau tanggung jawab dan fasilitas yang

dibutuhkan dalam pelaksanaan. Disposisi atau sikap pelaksana merupakan komitmen

pelaksana terhadap program. Struktur birokrasi didasarkan pada prosedur operasional standar

yang mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksanaan kebijakan.

Alasan lain yang mendasari perlunya implementasi kebijakan dapat dipahami dari

pernyataan Grindle dan Quade (dalam Haeder Akib, 2010) yang mengharapkan agar dapat

ditunjukkan konfigurasi dan sinergi dari tiga variabel yang menentukan keberhasilan

implementasi kebijakan, yakni variabel kebijakan, organisasi, dan lingkungan kebijakan.

Harapan itu perlu diwujudkan agar melalui pemilihan kebijakan yang tepat masyarakat dapat

berpartisipasi dalam memberikan kontribusi yang optimal untuk mencapai tujuan yang

ditetapkan. Selanjutnya, ketika sudah ditemukan kebijakan yang terpilih perlu diwadahi oleh

organisasi pelaksana, karena di dalam organisasi terdapat kewenangan dan berbagai jenis

sumber daya yang mendukung pelaksanaan kebijakan atau program. Sedangkan penciptaan

situasi dan kondisi lingkungan kebijakan diperlukan agar dapat memberikan pengaruh,

meskipun pengaruhnya seringkali bersifat positif atau negatif. Oleh karena itu, diasumsikan

bahwa jika lingkungan berpandangan positif terhadap suatu kebijakan maka akan

menghasilkan dukungan positif sehingga lingkungan berpengaruh terhadap kesuksesan

implementasi kebijakan. Sebaliknya, jika lingkungan berpandangan negatif maka akan terjadi

benturan sikap sehingga proses implementasi terancam akan gagal. Lebih dari pada ketiga

aspek tersebut perlu pula dipertahankan kepatuhan kelompok sasaran kebijakan sebagai hasil

Page 5: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

11

langsung dari implementasi kebijakan yang menentukan efeknya terhadap masyarakat.

Implementasi kebijakan di-perlukan untuk melihat kepatuhan kelompok sasaran kebijakan.

Oleh karena itu, dilihat dari perspektif perilaku, kepatuhan kelompok sasaran merupakan

faktor penting yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Pemahaman ini

sejalan dengan pandangan Ripley dan Franklin (dalam Haeder Akib, 2010) bahwa untuk

mendukung keberhasilan implementasi kebijakan perlu didasarkan pada tiga aspek, yaitu: 1)

tingkat kepatuhan birokrasi terhadap birokrasi di atasnya atau tingkatan birokrasi,

sebagaimana diatur dalam undang-undang, 2) adanya kelancaran rutinitas dan tidak adanya

masalah; serta 3) pelaksanaan dan dampak (manfaat) yang dikehendaki dari semua program

terarah.

Meter dan Horn (subarsono;2006) mengemukakan bahwa terdapat enam variabel yang

mempengaruhi kinerja implementasi, yakni;

1) Standar dan sasaran kebijakan, di mana standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan

terukur sehingga dapat direalisir apabila standar dan sasaran kebijakan kabur,

2) Sumberdaya, dimana implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya, baik

sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.

3) Hubungan antar organisasi, yaitu dalam banyak program, implementor sebuah

program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain, sehingga diperlukan

koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

4) Karakteristik agen pelaksana yaitu mencakup stuktur birokrasi, norma-norma dan

pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya itu akan

mempengaruhi implementasi suatu program.

5) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variable ini mencakup sumberdaya ekonomi

lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh

mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi

kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana

sifat opini public yang ada di lingkungan, serta apakah elite politik mendukung

implementasi kebijakan.

6) Disposisi implementor yang mencakup tiga hal yang penting, yaitu respon

implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk

melaksanakan kebijakan, kognisi yaitu pemahaman terhadap kebijakan, intensitas

disposisi implementor, yaitu preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Dari defenisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan terdiri dari tujuan atau

sasaran kebijakan, aktivitas, atau kegiatan pencapaian tujuan, dari hasil kegiatan. Sehingga

Page 6: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

12

dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana

pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan

mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan

pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu : tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin

diraih.

2.3 SOP Pelayanan KTP-EL

Kebijakan yang berkenaan dengan penerbitan kartu tanda penduduk berbasis elektronik,

diatur melalui keputusan Menteri Dalam Negeri No. 09 Tahun 2011 tentang pelayanan

pembuatan KTP-El, kemudian dalam pelaksanaan di daerah diatur berdasarkan peraturan

Walikota Salatiga. Di kota Salatiga , untuk mengiringi kebijakan Menteri Dalam Negri, telah

mengeluarkan PERWALI No. 30 tahun 2011 tentang standar pelayanan publik bidang

pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil kota Salatiga.

1. Persyaratan pelayanan:

a. fotokopi KK.

b. fotokopi Akta Nikah dan/atau Akta Cerai.

c. fotokopi Akta kelahiran.

d. Surat Keterangan Pindah Datang (bila datang dari daerah lain).

2. Prosedur pelayanan:

a. mengisi formulir permohonan KTP (F1.07) untuk selanjutnya ditandatangani dan

dibubuhi stempel oleh RT dan RW setempat.

b. mengajukan F1.07 ke Kelurahan guna Validasi, Verifikasi data dan pencatatan

kedalam Buku Harian Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting ( BHPKPP),

untuk selanjutnya mendapatkan tanda tangan dan stempel dari Lurah atau pejabat

yang berwenang;

c. mengajukan F1.07 ke Kecamatan untuk proses verifikasi;

d. pendaftaran;

e. pengambilan foto dan pencetakan KTP;

f. petugas Kecamatan membawa KTP beserta Berita Acara ke Dinas;

g. verifikasi oleh petugas Pendaftaran Penduduk;

h. KTP ditandatangani oleh Kepala Dinas kemudian dibubuhi stempel;

i. pengambilan dan verifikasi oleh Petugas Kecamatan; dan

j. penyerahan dan Pengambilan.

Page 7: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

13

3. Waktu penyelesaian pelayanan: 5 (lima) hari kerja terhitung sejak berkas permohonan

dinyatakan lengkap dan benar oleh petugas Registrasi Kecamatan.

4. Biaya pelayanan: Tidak dipungut biaya.

5. Produk pelayanan: Kartu Tanda Penduduk.

6. Sarana dan prasarana:

a. loket pelayanan;

b. ruang tunggu

c. formulir dan/atau blangko; dan

d. perangkat Teknologi Informasi.

7. Kompetensi petugas pemberi pelayanan:

a. memahami peraturan;

b. profesional;

c. integritas; dan

d. ramah.

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengarui Pelayanan E-KTP

2.4.1 Faktor-Faktor Pendukung Kualitas Pelayanan E-KTP

a. Profesionalisme kerja pegawai

Profesionalisme pegawai sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan pegawai

yang tercermin melalui perilakunya sehari-hari dalam organisasi. Tingkat

kemampuan pegawai yang tinggi akan lebih cepat mengarah kepada pencapaian

tujuan organisasi yang telah direncanakan sebelumnya, sebaliknya apabila tingkat

kemampuan pegawai rendah kecenderungan tujuan organisasi yang akan dicapai

akan lambat bahkan menyimpang dari rencana semula. Dalam hal ini kemampuan

dalam mepergunakan peralatan yang ada dalam mendukung pekerjaan yaitu proses

pembuatan KTP, kesiapan dalam pelaksanaan pelayanan pengurusan KTP yaitu

disiplin dalam memulai dan menyelesaikan pekerjaannya, mentaati segala

peraturan yang melandasi bidang pekerjaannya, sikap aparatur dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat.

b. Pelayanan yang memuaskan masyarakat.

Pelayanan yang merata dan sama tanpa membeda-bedakan status dan

kedudukan. Pelayanan pemerintah sebagai pelaku organisasi publik harus bersifat

netral dan tidak memihak. Pada dasarnya setiap orang berhak mendapatkan

kesempatan dan pelayanan yang sama. Hal ini harus perlu dilaksanakan oleh

Page 8: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

14

aparatur dalam memberikan pelayanan kepada setiap orang, dengan itu masyarakat

akan merasa puas akan pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintah.

Pelayanan dengan cepat dan tepat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan

yaitu prosedur/tata cara pengurusan KTP Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

sudah berusaha memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat kepada masyarakat

khususnya dalam pengurusan KTP dengan baik.

Biaya/tarif dalam pengurusan KTP munculnya keluhan-keluhan mengenai

kualitas pelayanan publik dan tidak beresnya penyelenggaraan pelayanan publik

disebabkan karena prosedur layanan tidak jelas atau sengaja dibuat abu-abu

sehingga menjadi area yang subur bagi tumbuhnya praktek penyelewengan.

Persoalan yang timbul di masyarakat adalah penundaan yang berlarut,

penyimpangan prosedur dan permintaan imbalan. Maka masyarakat menuntut

tanggung jawab pelayanan dan peningkatan kinerja pelayanan publik semakin baik.

Adapun biaya/tarif pengurusan Kartu Tanda Penduduk sudah ditetapkan

berdasarkan Peraturan Daerah yaitu masyarakat tidak dibebankan untuk

mengeluarkan biaya dalam pengurusan Kartu Tanda Penduduk dan KK sepeserpun

(Muin dkk, 2014).

Sedangkan menurut (Rivai Abdul, dkk, 2014) menyatakan Implementasi Kebijakan

KTP-el di Kantor Camat Melak yang diketahui dari beberapa fokus penelitian ini yaitu

sosialisasi, koordinasi antar lembaga, proses pendataan penduduk, kemampuan

sumberdaya pelaksana, sarana dan prasarana telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku dan cukup optimal.

a. Sosialisasi melalui metode tatap muka dan pemasangan baliho telah efektif dan

efisien dalam memyebarkan informasi dan memberi pemahaman kepada

masyarakat mengenai e-KTP.

b. Koordinasi telah dilakukan oleh pihak kecamatan dengan pihak lainnya seperti

Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Barat,

Lurah dan Ketua RT baik secara formal maupun tidak formal.

c. Proses pendataan penduduk telah dilakukan sesuai dengan tahapan dan

ketentuan yang berlaku.

d. Kemampuan dari unsur pelaksana kebijakan telah memadai dinilai dari jumlah

pegawai yang terlibat, pendidikan formal, pendidikan dan pelatihan dan

pengalaman kerja. Pegawai juga telah dibekali dengan pelatihan dalam

Page 9: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

15

menggunakan peralatan yang digunakan dalam pendataan, ketersediaan sarana

dan prasarana telah cukup memadai.

Faktor yang mendukung lainnya antara lain adalah Peraturan-peraturan yang

mendasari pelaksanaan program e-KTP diseluruh Indonesia termasuk yang di kantor

camat Melak, keseriusan Camat dan seluruh jajarannya dalam menjalankan tugas dan

kewajibannya dalam implementasi e-KTP ini, dukungan pendanaan yang memadai dari

Pemerintah Kabupaten Kutai Barat, sebagian besar warga masyarakat kecamatan Melak

yang menunjukkan antusiasme dalam melaksanakan kebijakan e-KTP.

2.4.2 Faktor-Faktor Penghamabat Implementasi Kebijakan

Menurut Bambang sunggono (dalam Nurdin Asrul, 2013), implementasi kebijakan

mempunyai beberapafaktor penghambat,yaitu:

a) Isi Kebijakan

Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan,maksudnya

apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci,sarana-sarana dan penerapan prioritas,atau

program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua ,karena

kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan. Ketiga,kebijakan yang akan

diimplementasikan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat

berarti. Keempat, pemyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan

public dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang menyangkut sumber daya-

semberdaya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.

b) Informasi

Implemntasi kebijakan public mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat

langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan

peranya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan

komunikasi.

c) Dukungan

Pelaksaan suatu kebijakan public akan sangat sulit apabila pada pengimplementasiannya

tidak cukup dukungan untuk pelaksaan kebijakan tersebut.

d) Pembagian potensi

Sebab musebab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan public

juga ditentukan aspek pembagian potensi diantaranya para pelaku yang terlibat dalam

implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugasdan wewenang organisasi

pelaksana. Struktur organisasi pelaksana dapat menimbulkan masalah-masalah apabila

pembagian wewenang dan tanggung jawab kuran disesuaikan dengan pembagian tugas atau

Page 10: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

16

ditandai oleh adnya pembatasanpembatasan yang kurang jelas. Adanya penyesuaian waktu

khususnya bagi kebijakan-kebijakan yang controversial yang lebih banyak mendapat

penolakan warga masyarakat dalam implementasinya.

Menurut James Andrson (dalam Nurdin Asrul, 2013), faktor-faktor yang menyebabkan

anggota masyarakat tidak mematuhi dan melaksanakan suatu kebijakan public, yaitu :

1) Adanya konsep ketidak patuhan selektif terhadap hukum, dimana terdapat beberapa

peraturan perundang-undangan atau kebijakan publik yang bersifat kurang mengikat

individu-individu.

2) Karena anggota masyarakat dalam suatu kelompok atau perkumpulan dimana mereka

mempunyai gagasan atau pemikiran yang tidak sesuai atau bertentangan dengan

peraturan hukum dan keinginan pemerintah.

3) Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat diantara anggota

masyarakat yang mencendrungkan orang bertindak dengan menipu atau dengan jalan

melawan hukum.

4) Adanya ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan “ukuran” kebijakan yang mungkin

saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidak patuhan orang

pada hukum atau kebijakan publik

5) Apa bila suatu kebijakan ditentang secara tajam (bertentangan) dengan system nilai

yang dimuat masyarakat secara luas atau kelompok-kelompok tertentu dalam

masyarakat.

Suatu kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan dan mempunyai

manfaat positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan

manusia sebagai anggota masyarakat harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh

pemerintah atau Negara, sehingga apabila prilaku atau perbuatan mereka tidak sesuai dengan

keinginan pemerintah atau Negara, maka suatu kebijakan public tidaklah efektif.

2.5 Fungsi dan Tata Kerja Kecamatan

Dalam peraturan walikota Salatiga Nomor 51 Tahun 2016 tentang kedudukan, susunan

organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja kecamatan dan kelurahan. Dimana kecamatan

dalam melaksanakan tugas sebagai menyelenggarakan fungsi: a),pelaksanaan koordinasi

penyelenggaraan Pemerintahan; b), pelaksanaan koordinasi pelayanan publik; c), pelaksanaan

koordinasi pemberdayaan masyarakat Kelurahan; d) pelaksanaan administrasi kecamatan; e)

pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota terkait dengan tugas dan fungsinya.

Menyelenggarakan pelayanan publik sesuai ketentuan yang berlaku, untuk meningkatkan

akses dan kualitas pelayanan publik. melaporkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah,

Page 11: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

17

laporan keterangan pertanggungjawaban pada Walikota, laporan penyelenggaraan

pemerintahan daerah, laporan keuangan pemerintah daerah dan pengendalian operasional

kegiatan Kecamatan sesuai ketentuan yang berlaku agar terwujud tertib pelaporan.

Menyelenggarakan e-government sesuai ketentuan yang berlaku untuk mewujudkan kinerja

yang lebih efektif dan efisien.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi sebuah acuan penulis dalam melakukan kajian ini

sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang

dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang

sama seperti judul penelitian penulis. Namun penulis mengangkat beberapa penelitian

sebagai referensi yang bertujun memperkaya bahan kajian pada penelitian penulis. Berikut

merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang

dilakukan penulis.

1. Jurnal Abdul Rivai, DB Paranoan, Jamal Amin yang di buat tahun 2014 yang berjudul

Implementasipelayanan e-ktp di kantor Camat Sanga Sanga kabupeten Kutai

Kartanegara. Penelitian ini menjelaskan Kurang efektifnya pelayanan e-KTP di

kecamatan Sangasanga dapat di ketahui dari aspek sumber daya manusia (tenaga

operator) dan sarana komputer kurang memadai, sehingga secara aplikatif, baik dalam

proses administrasi kependudukan, maupun perekaman data kurang efektif, serta

menyarankan memberikan keleluasaan dalam sosialisasi kepada petugas Kecamatan

karena kecamatan lebih tahu situasi dan kondisi wilayahnya. Antisipasi dalam hal

sarana clan prasarana pendukung lebih ditingkatkan dalam rangka meminimalkan

kendala teknis dan non teknis dalam pelayanan publik, seperti menyiapkan genset.

Perbedaan: penelitian yang dilakukan Abdul Rivai, DB Paranoan, Jamal Amin meliat

proses penyelenggaraan pelayanan e-ktp sedangkan di teliti penulis bagaimana peran

aparatur pemerintah dalam merialisasikan atau melaksanakan produk kebijakan yang

sudah disahkan ( Rivai abdul, dkk, 2014)

2. Jurnal Hermansyah yang berjudul Kualitas pelayanan pegawai dalam pembuatan

kartu tanda Penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) siak di dinasKependudukan dan

pencatatan sipil kota Tanjungpinang, menjelaskanpelaksanaan Pelayanan Pada Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Tanjungpinang Kota Tanjungpinang masih

belum baik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Dilihat dari dimensi yang

diantaranya : 1) transparan: belum transparan berbelit-belit. 2) akuntabilitas:

kurangnya kepastian waktu, 3) kondisional sudah berjalan baik damana pegawai

Page 12: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

18

sudah mampu mendengar keluahan masyarakat. 4) partisipasi kurang optimal

partisipasi dari dinas dalam hal peningkatan layanan. 5) kesamaan hak sudah berjalan

baik. 6) keseimbangan hak dan kewajiban yang harus di perhatikan dalam kaitan

dengan kepastian biaya. Perbedaan: penelitian yang dilakukan Hermansyahmeliat

Kualitas pelayanan pegawai dalam pembuatan kartu tanda Penduduk (KTP) dan kartu

keluarga (KK) siak di dinas Kependudukan dan pencatatan sipil kota

Tanjungpinangsedangkan di teliti penulis bagaimana peran aparatur pemerintah dalam

merialisasikan atau melaksanakan produk kebijakan yang sudah disahkan (

Hermansyah, 2013)

3. Skripsi Bangun Ekaprasetia yang berjudul Impelementasi pelayanan publik pada dinas

kependudukan dan catatan sipil kota Salatiga dalam pembuatan e-KTP. Menjelaskan

Peraturan mengenai pelayanan publik telah disusun secara terperinci supaya

pelaksanaan pelayanan publik berjalan dengan baik, dan penyelenggara pelayanan

publik dapat mengimplementasikan isi dari peraturan yang ada. Akan tetapi fakta di

lapangan dan dalam pelaksanaannya masih saja ditemukan penyelenggara pelayanan

publik yang belum melaksanakan ketentuan sesuai peraturan yang ada. Masih banyak

kendala yang diahadapi untuk pelayanan pembuatan e-KTP seperti kekurangan alat

pembuatan e-KTP, kurangnya informasi yang diberikan untuk warga, sering

padamnya listrik, dan kurang efektifnya pelayanan yang di berikan. Perbedaan

penelitian yang dilakukan Bangun Ekaprasetia melihat impelementasi pelayanan

publik pada dinas kependudukan dan catatan sipil kota Salatiga dalam pembuatan e-

KTP sedangkan di teliti penulis bagaimana peran aparatur kecamatan tingkir

mengimlementasikan PERWALI yang merupakan produk kebijakan pemerintahan

kota Salatiga (Ekaprasetia, 2016).

Page 13: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

19

2.7 Kerangka Pikir Penelitian

Gambar 2.1 kerangka berpikir

Dalam menjalankan tugas dan rodah pemerintahan dibutuhkan aparatur pemerintah

sebagai penyelenggara yang secara prinsip bahwa aparatur adalah abdi masyarkat untuk

mewujudkan tujuan dari sebuah kebijakan yang dalam pelaksanaannya, pelayanan sebagai

instrumen kunci pemenuhan untuk penuhan kebutuhan publik yaitu masyarakat. Perwali

merupakan produk isi kebijkan tentang standar pelayanan publik yang sudah disahkan oleh

pemerintah kota Salatiga sebagai tolak ukur atau jaminan kepastian hukum untuk masyarakat

serta sebagai pedoman bagi penyelenggara pemerintah atau instansi terkait dalam memenuhi

kebutuhan atau keingina mayarakat khususnya pelayanan KTP-El. Dalam penelitian ini di

analisis menggunakan model implementasi Model pendekatan top down atau a model of the

policy yang menggambarkan apartur sebagai penyelenggara, pelaksana tindakan-tindakan

yang harus dilakukan oleh aparatur pemerintah yang diarahkan untuk mencapai tujuan-

tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan keputusan kebijakan. Produk yang ditentukan

oleh beragam kepentingan dan keluarannya berdasarkan materi program melalui interaksi

para pembuat keputusan dalam konteks politik dan administarsi, pada akhirnya yang melihat

Page 14: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

20

bagaiamana peran aparatur dalam mewujudkan tujuan PERWALI tentang standar pelayanan

publik kota Salatiga, tercapai atau tidak?dan faktor-faktor apa saja yang mempengarui peran

apartur dalam melaksanakan tujuan PERWALI? dimana keberhasilan tujuan PERWALI

dilihat dari peran aparatur sebagai penyelenggara dan mengimlementasikan kebijakan tentang

standar pelayanan publik kota Salatiga dengan memepertanyakan apakah pelaksana program

sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu gambaran pada aktifitas program.

Page 15: BAB II Kajian Pustaka 2.1 Peran Birokrasi Pemerintah

21