BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Permainan Sepak Bola shooting ke
39
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Permainan Sepak Bola Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga populer yang digemari masyarakat pada umumnya. Olahraga ini dimainkan oleh dua tim yang berlawanan, masing-masing pemain dari kedua tim berusaha untuk memasukkan bola ke gawang tim lawan. Untuk dapat menampilkan permainan sepak bola dengan baik, diperlukan penguasaan teknik-teknik dasar bermain sepakbola, seperti menyundul bola, menggiring bola, mengontrol bola dan shooting ke gawang yang baik dari para pemain. Prinsip dari permainan sepak bola yaitu pemain selalu berusaha untuk menguasai bola, mengoper bola, menggiring bola melewati lawan, berusaha merebut bola apabila bola dikuasai oleh lawan, dan melakukan shooting ke gawang dengan tepat dan mempertahankan daerah sendiri. Penguasaan bola tersebut dapat dilakukan secara individu maupun secara tim. Menurut Muhajir (2007), sepak bola adalah suatu permainan yang dilakukan dengan jalan menyepak, yang mempunyai tujuan untuk memasukkan bola ke gawang lawan dengan mempertahankan gawang tersebut agar tidak kemasukan bola. (Roji, 2004) menjelaskan bahwa sepak bola dilakukan oleh dua kesebelasan, masing-masing kesebelasan terdiri dari sebelas pemain termasuk penjaga gawang. Pemain cadangan untuk setiap regunya berjumlah tujuh pemain dan lama permainan adalah 2 x 45 menit. Sepak bola adalah permainan beregu yang dimainkan oleh dua regu, masing-masing regu terdiri dari sebelas orang pemain termasuk seorang penjaga gawang. Permainan boleh dilakukan dengan seluruh bagian tubuh kecuali dengan kedua lengan atau tangan. Hampir seluruh permainan sepak bola dilakukan dengan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Permainan Sepak Bola shooting ke
2.1 Permainan Sepak Bola
Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga populer yang
digemari masyarakat pada
umumnya. Olahraga ini dimainkan oleh dua tim yang berlawanan,
masing-masing pemain dari
kedua tim berusaha untuk memasukkan bola ke gawang tim lawan. Untuk
dapat menampilkan
permainan sepak bola dengan baik, diperlukan penguasaan
teknik-teknik dasar bermain
sepakbola, seperti menyundul bola, menggiring bola, mengontrol bola
dan shooting ke gawang
yang baik dari para pemain. Prinsip dari permainan sepak bola yaitu
pemain selalu berusaha
untuk menguasai bola, mengoper bola, menggiring bola melewati
lawan, berusaha merebut bola
apabila bola dikuasai oleh lawan, dan melakukan shooting ke gawang
dengan tepat dan
mempertahankan daerah sendiri. Penguasaan bola tersebut dapat
dilakukan secara individu
maupun secara tim.
Menurut Muhajir (2007), sepak bola adalah suatu permainan yang
dilakukan dengan jalan
menyepak, yang mempunyai tujuan untuk memasukkan bola ke gawang
lawan dengan
mempertahankan gawang tersebut agar tidak kemasukan bola. (Roji,
2004) menjelaskan bahwa
sepak bola dilakukan oleh dua kesebelasan, masing-masing
kesebelasan terdiri dari sebelas
pemain termasuk penjaga gawang. Pemain cadangan untuk setiap
regunya berjumlah tujuh
pemain dan lama permainan adalah 2 x 45 menit. Sepak bola adalah
permainan beregu yang
dimainkan oleh dua regu, masing-masing regu terdiri dari sebelas
orang pemain termasuk
seorang penjaga gawang. Permainan boleh dilakukan dengan seluruh
bagian tubuh kecuali
dengan kedua lengan atau tangan. Hampir seluruh permainan sepak
bola dilakukan dengan
9
keterampilan kaki, kecuali penjaga gawang dalam memainkan bola
bebas menggunakan anggota
badannya dengan kaki maupun tangannya (Pandoyo dan Widiastuti,
2010).
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sepak
bola merupakan
olahraga yang dimainkan oleh dua tim yang berlawanan, masing-masing
tim memiliki sebelas
pemain dan salah satunya penjaga gawang. Permainan dilakukan dengan
menggunakan kaki,
kecuali penjaga gawang dalam memainkan bola bebas menggunakan
anggota badannya dengan
kaki maupun tangannya, yang dibatasi waktu selama 2 x 45 menit
dengan tujuan memasukkan
bola ke gawang lawan.
Ketepatan shooting adalah kemampuan seseorang melakukan shooting
yang mengarah
pada gawang sebagai sasaran dengan suatu teknik yang baik. Dalam
permainan atau
pertandingan sepak bola, ketepatan shooting sangat dibutuhkan oleh
seorang pemain, dengan
tujuan menyarangkan bola ke gawang lawan untuk memenangkan
pertandingan atau permainan
tersebut. Untuk menghasilkan ketepatan shooting yang baik, maka
setiap pemain harus melatih
ketepatan shooting, dengan cara melakukan shooting dengan sasaran
tetap dan shooting dengan
sasaran berubah arah secara bertahap sesuai dengan latihan yang
diberikan.
2.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Shooting
Beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan
ketepatan shooting,
diantaranaya:
Keunggulan genetik yang bersifat pembawaan ikut berperan dalam
penampilan fisik.
Karakteristik pembawaan atau genetik tentu diperlukan untuk
berhasil dalam cabang-
10
cabang olahraga tertentu seperti proporsi tubuh, karakter
psikologis, otot merah dan otot
putih, suku, sering menjadi pertimbangan untuk pemilihan
atlet.
2. Umur
diameter otot, kematangan seksual (Astrand dan Rodhal, 2003).
Menurut Nala (2002),
pada usia 12 tahun kekuatan otot akan terus meningkat sesuai dengan
pertambahan usia,
sehingga mencapai puncaknya pada usia 20 sampai 30 tahun. Setelah
umur ini kekuatan
akan menurun, kecuali diimbangi dengan pelatihan pembebanan
berlebihan. Pada umur
65 tahun, kekuatan akan berkurang 20% dari kekuatan maksimal dari
umur 20 sampai
30 tahun.
3. Jenis kelamin
Kekuatan otot pada pria dan wanita berbeda terutama pada akhir masa
pubertas, pria
memiliki ukuran otot lebih besar dibandingkan dengan wanita, oleh
karena itu pelatihan
untuk meningkatkan kekuatan otot akan memberi keuntungan lebih baik
bagi pria
dibandingkan dengan wanita (Sajoto, 2002). Untuk wanita dewasa,
kekuatan lebih
rendah dari pria pada umur yang sama.
4. Tingkat kesegaran jasmani.
Kesegaran jasmani (kebugaran fisik), adalah kemampuan tubuh untuk
melakukan suatu
tugas rutin dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami kelelahan
yang berarti dan
masih memiliki tenaga cadangan untuk melakukan aktivitas yang
bersifat mendadak.
Kesegaran jasmani melibatkan beberapa komponen biomotorik (Nala,
2002). Tingkat
kesegaran jasmani dapat diketahui dengan melakukan tes diantaranya
tes lari aerobik
2,4 km dengan pengukuran denyut nadi memakai stopwatch dan pulse
meter.
11
5. Kelelahan
Kelelahan adalah suatu perasaan yang secara subjektif dapat
dirasakan oleh semua
orang sebagaimana juga perasaan lapar dan haus.
Kelelahan secara subjektif orang dapat mengakibatkan:
a. Perasaan lelah pada otot yang aktif, rasa lelah di kepala, rasa
lelah di seluruh tubuh.
b. Rasa panas di belakang kepala, rasa sakit-sakit ada otot, rasa
kaku pada sendi-sendi
dan sebagainya.
a. Menjadi lambat dan menurunnya aksi-aksi motoris otot
b. Koordinasi otot-otot terganggu
d. Kehilangan insentif (rangsangan untuk sesuatu)
e. Menurunnya kekuatan fisik dan mental
6. Lingkungan cuaca (kelembaban relatif)
Faktor lingkungan, baik secara fisik maupun psikis akan
mempengaruhi kemampuan
anak dalam merespon beban latihan. Keadaan cuaca yang panas, dingin
dan polusi
udara merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap prsose
latihan. Daerah
yang cuacanya panas dan kelembaban udara yang tinggi, olahragawan
akan kesulitan
menerima intensitas latihan yang inggi. Sebaliknya di daerah yang
cuacanya sejuk
dengan tingkat kelembaban yang rendah, olahragawan akan mampu
melakukan latihan
dengan intensitas yang maksimal (Sukadiyanto, 2005).
12
7. Motivasi.
Motivasi olahraga adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri
individu yang
menimbulkan kegiatan pelatihan, menjamin kelangsungan pelatihan dan
memberi arah
pada kegiatan pelatihan untuk mencapai tujuannya.
Beberapa teknik motivasi yang dapat digunakan menurut (Mylsidayu
dan Febi,
2015) antara lain:
a. Motivasi verbal, memberi pujian terhadap pelatihan yang telah
dilakukan,
mengoreksi terhadap pelatihan yang telah dilakukan dan memberi
sugesti untuk
berbuat lebih baik, memberi petunjuk yang dapat meyakinkan bahwa
dengan
pelatihan yang baik dapat mengatasi kelemahan,
b. Motivasi perilaku (behavioral): untuk bersikap dan berperilaku
positif dalam usaha
mencapai keberhasilan dalam aktivitas berolahraga.
c. Teknik insentif (bonus): dengan cara memberi bonus yang
bertujuan untuk
menambah semanagat berlatih, menambah gairah atau ambisi untuk
berpresatasi.
d. Motivasi visualisasi (imajinasi), mempercepat proses latihan
dengan membangkitkan
semangat atlet. Membuat gerakan-gerakan pelatihan yang benar
melalui imajinasi
sebelum gerakan-gerakan dilakukan. Setelah gerakan-gerakan
dimatangkan atau
dikuasai dalam imajinasi barulah gerakan-gerakan tersebut dilakukan
untuk
dievaluasi (Gunarsa, 2000).
Ketepatan shooting merupakan kemampuan seseorang untuk mengarahkan
bola menuju
sasaran. Pelatihan ketepatan ini sangat penting bagi pemain sepak
bola untuk melakukan
shooting yang terukur ke gawang. Cara paling tepat untuk
mengembangkan teknik shooting
13
semakin bisa menjalankan keterampilan ini di dalam pertandingan dan
memanfaatkan peluang
shooting dengan baik jika semakin banyak berlatih menggunakan
situasi yang berbeda (Danny,
2007).
Beberapa teknik untuk meningkatkan ketepatan shooting pemain sepak
bola, maka latihan
yang digunakan adalah:
a. Melakukan latihan shooting dengan sasaran tetap dan sasaran
berubah.
b. Frekuensi gerakan melakukan shooting dilatih berulang-ulang agar
menjadi terbiasa
terhadap suatu rangsangan yang diberikan.
c. Jarak sasaran latihan shooting dilakukan dari jarak yang dekat
dan selanjutnya bergeser
atau dipaindahkan ke jarak yang lebih jauh.
d. Gerakan melakukan shooting dilakukan secara bertahap dari
gerakan lambat kemudian
dipercepat.
2.3.1 Pengertian Shooting
Shooting merupakan sebuah usaha seorang pemain untuk menembakkan
bola ke arah
gawang secara langsung. Shooting atau menendang bola, merupakan
faktor yang sangat penting
bagi para pemain sepak bola. Dalam permainan sepak bola menendang
bola adalah upaya untuk
memasukan bola ke gawang lawan. Tujuan utama melakukan shooting,
yaitu untuk mengumpan
(passing) dan menembak (shooting) ke gawang.
Menurut Soekatamsi (2001), menendang bola merupakan suatu usaha
untuk
memindahkan bola dari suatu tempat ke tempat lain menggunakan kaki
atau menggunakan
bagian kaki. Menendang bola merupakan kegiatan yang paling banyak
dilakukan dalam
14
permainan sepakbola. Seorang pemain sepakbola tidak menguasai
menendang dengan baik, tidak
akan menjadi pemain yang baik. Kesebelasan yang baik adalah yang
semua pemainnya
menguasai tendangan bola dengan baik, dengan cepat, cermat dan
tepat sasaran, sasaran teman
maupun dalam membuat gol ke mulut gawang. Menurut Komarudin (2011),
menendang bola ke
arah gawang atau disebut shooting adalah tendangan yang mempunyai
ciri khas yaitu laju bola
yang sangat keras dan cepat serta sangat sulit diantisipasi oleh
penjaga gawang.
2.3.2 Teknik Dasar Melakukan Shooting
Untuk bermain sepak bola dengan baik dan benar, maka para pemain
harus menguasai
teknik-teknik dasar dengan baik. Gerakan dasar menendang bola
beberapa bagian yaitu:
pengambilan awalan, ayunan kaki belakang, saat kaki kontak dengan
bola, dan gerakan lanjut
setelah menendang bola (Danny, 2007). Tanpa penguasaan teknik yang
memadai maka tujuan
permainan sepak bola cenderung tidak akan tercapai. Teknik-teknik
dasar yang baik hanya dapat
diperoleh dengan cara melakukan latihan secara rutin dan sesuai
dengan program latihan yang
sudah dirancang sebelumnya. Penguasaan keterampilan teknik dasar
bagi seorang pemain sepak
bola adalah penting, karena sangat berkaitan dengan tujuan
permainan sepak bola yaitu,
memasukkan bola ke gawang lawan dan mempertahankan gawang sendiri
dari serangan lawan.
Beberapa teknik dasar yang digunakan dalam permainan sepak bola,
yaitu:
1. Shooting dengan menggunakan kaki bagian dalam
Tahap pelaksanaannya, sebagai berikut:
a. Berdiri menghadap bola.
b. Posisi kaki yang digunakan saat menendang diayunkan dari arah
belakang ke depan
menuju bola.
c. Pergelangan kaki yang digunakan saat menendang sedikit di putar
keluar.
15
e. Posisi kedua tangan dilebarkan untuk menjaga keseimbangan
tubuh, setelah menendang bola.
Sumber: Sucipto dkk, (2000)
Tahap pelaksanaanya, sebagai berikut:
a. Posisi badan berada di samping bola ke arah bola akan
ditendang.
b. Posisi kaki tumpuan berada di belakang sejajar dengan
bola.
c. Posisi kaki untuk menendang diayunkan dari belakang menuju
bola.
d. Tempatkan kaki yang digunakan untuk menendang tepat di sisi
kanan atau kiri
bola.
e. Setelah menendang kaki tetap mengayun ke samping mengikuti arah
bola.
16
Sumber: Sucipto dkk, (2000)
Pelaksanaannya, sebagai berikut:
a. Berdidri dengan sikap tubuh menghadap ke bola.
b. Salah satu kaki tumpu berada di samping bola dengan sikap lutut
sedikit ditekuk.
c. Sikap kedua lengan berada di samping badan agak terentang
menjaga
keseimbangan
d. Pergelangan kaki yang akan dipakai menendang sedikit
ditekuk.
e. Ayunkan kaki yang akan dipakai untuk menendang dari belakang
menuju arah
bola
17
Sumber: Sucipto dkk, (2000)
2.3.3 Tujuan Melakukan Shooting
Shooting adalah suatu tendangan kearah gawang untuk mencetak gol
yang dapat
dilakukan dari berbagai posisi di lapangan. Shooting juga merupakan
salah satu karakteristik
permainan sepak bola yang paling dominan. Penguasaan keterampilan
teknik dasar bagi seorang
pemain sepak bola adalah penting, karena sangat berkaitan dengan
tujuan permainan sepak bola
yaitu memasukkan bola ke gawang lawan dan mempertahankan gawang
sendiri dari serangan
lawan. Tanpa penguasaan teknik yang memadai maka tujuan permainan
sepak bola cenderung
tidak akan tercapai.
Menendang bola merupakan salah satu teknik yang harus dikuasai oleh
seorang pemain
sepak bola, karena berdasarkan fungsinya, menendang bola dapat
digunakan sebagai cara
memberikan passing (mengoper) bola kepada teman dalam berbagai
jarak dan menembak bola
ke gawang. Jika kemampuan menendang bola ini kurang baik maka
seorang pemain dapat
dikatakan tidak dapat bermain sepak bola dengan baik.
18
Pelatihan shooting sasaran tetap merupakan suatu bentuk latihan
yang dipusatkan pada
satu titik sasaran berupa gawang yang sudah diberi tanda berupa
angka, dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat ketepatan seseorang melakukan shooting. Tujuan
dari pelatihan sasaran tetap
ini adalah untuk mengetahui ketepatan shooting pemain mengarahkan
bola pada sasaran yang
ditentukan.
Sumber: Anonim “t.t”
Penjelasan dari Gambar 2.4:
a. Bola diletakkan pada jarak 17 meter dari gawang dan tepat berada
ditengah lebar
gawang, seperti terlihat pada gambar 2.4.
b. Peserta melakukan shooting ke arah sasaran yang sudah
ditentukan, seperti terlihat
pada Gambar 2.4
c. Masing-masing peserta diberi kesempatan untuk melakukan shooting
sebanyak 10
kali.
d. Hasil yang dicatat adalah ketepatan melakukan shooting ke
sasaran yang sudah
ditentukan.
19
Nilai Kategori Bola tepat sasaran Presentasi
5 Baik sekali 9-10 81-100%
4 Baik 7-8 61-80%
3 Cukup 5-6 41-60%
2 Kurang 3-4 21-40%
Sumber: Anonim “t.t”
Pelatihan shooting sasaran berubah adalah latihan yang menggunakan
beberapa sasaran
yang sudah ditetapkan dengan melakukan shooting ke beberapa sasaran
yang berbeda-beda yang
sebelumnya sudah diberi tanda berupa angka, tetapi mempunyai tujuan
yang sama yaitu
meningkatkan ketepatan shooting yang dapat dilihat pada Gambar
2.5.
Gambar: 2.5 Gawang pelatihan shooting sasaran berubah
Sumber: Anonim “t.t”
Penjelasan dari Gambar 2.5:
a. Bola diletakkan pada jarak 17 meter dari gawang dan tepat berada
ditengah lebar
gawang, seperti terlihat pada gambar 2.5.
b. Peserta melakukan shooting ke arah sasaran yang sudah
ditentukan, seperti terlihat
pada Gambar 2.5
c. Masing-masing peserta diberi kesempatan untuk melakukan shooting
sebanyak 10
kali.
d. Hasil yang dicatat adalah arah masuknya bola pada sasaran.
Tabel 2.2 Penilaian pelatihan shooting sasaran berubah
Nilai Kategori Bola tepat sasaran Presentasi
5 Baik sekali 9-10 81-100%
4 Baik 7-8 61-80%
3 Cukup 5-6 41-60%
2 Kurang 3-4 21-40%
Sumber: Anonim “t.t”
Sendi adalah tempat pertemuan antara tulang-tulang yang dipadukan
dengan berbagai
cara, misalnya kapsul sendi, pita fibrosa, ligament, tendon, fasia
atau otot.
Secara umum, sendi dibagi atas tiga tipe (Helmi, 2012) yaitu:
1. Sendi fibrosa (Sinartrosis)
Sendi mati adalah hubungan antara tulang yang yang tidak dapat
digerakkan.Sendi
fibrosa tidak mempunyai tulang rawan.Tulang yang satu dengan tulang
yang lainnya
21
tengkorak.
2. Sendi kartilaginosa (Amflartrosis)
Sendi kaku adalah hubungan antar tulang yang dapat digerakkan,
tetapi gerakannya
terbatas atau sedikit.Sendi kartilaginosa adalah sendi dimana
ujung-ujungnya
dibungkus oleh tulang rawan hialin, dikosongkan oleh ligament dan
hanya dapat
sedikit bergerak, contohnya pada tulang pergelanggan tangan,
pergelangan kaki,
hubungan tulang rusuk dan tulang dada serta ruas-ruas tulang
belakang.
3. Sendi sinovia (diartrosis)
Sendi gerak adalah hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan
secara
bebas.Sendi ini mempunyai rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi
tulang rawan
hialin. Bagian dari cairan sinovia diperkirakan berasal dari
transudar plasma. Cairan
sinovia juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan
sendi.
Jenis-jenis sendi dapat diklasifikasikan menurut permukaannya,
(Syarifuddin dan
Hamidah, 2009) yaitu:
1. Sendi pelana
Sendi ini memiliki permukaan yang hampir datar yang memungkinkan
tulang saling
bergeser, misalnya: sendi pelana, stenoklavikular dan
akromioklavikular, persendian
yang terdapat pada bahu.
2. Sendi Engsel
Sendi engsel mirip engsel pintu, sehingga memungkinkan gerak flexi
dan ekstensi.
Suatu permukaan bundar diterima oleh yang lain sehinnga gerakan
hanya dalam satu
bidang dan dua arah, misalnya sendi siku dan sendi lutut.
22
3. Sendi Kondiloid
Permukaan sendi berbentuk konveks yang nyata dan bersendi dengan
permukaan yang
konkaf seperti sendi engsel, tetap bergerak dengan dua bidang dan
empat arah (fleksi,
ekstensi, abduksi dan adduksi) disertai dengan gerakan rotas,
misalnya
mertakarpofalange dan interfalangaeal.
4. Sendi Elipsoid
adduksi) dapat dilakukan tetapi rotasi tidak mungkin (sendi ibu
jari).
5. Sendi Peluru
Kepala sendi berbentuk bola, pada salah satu tulang cocok dengan
lekuk sendi yang
berbentuk soket. Gerakan dapat dilakukan kesegalah arah dengan
pergerakan yang
sangat bebas (fleksi, ekstensi, abduksi, rotasi dan
sirkumduksi).
6. Sendi Pasak
Pada sendi ini terdapat pasak yang dikelilingi cincin ligamentum
bertulang.Hanya satu
gerakan yang dapat dilakukan yaitu rotasi (misalnya atlas).
Berbentuk cincicn berputar
diatas prosseus adontoid dan gerakan radius disekitas ulna.
7. Sendi Pelanan (timbal balik)
Berbentuk pelanan kuda, dapat melakukan gerakan (fleksi, ekstensi,
abduksi dan
rotasi) yang dapat memberi banyak kebebasan untuk bergerak.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa, setiap aktivitas fisik
yang dilakukan oleh
setiap orang yang berlebihan pada kapsula dan ligament menimbulkan
reflek kontraksi otot
disekitar sendi. Untuk melalakukan tendangan bola, sendi sangat
berperan penting, karena
23
terjadi kontraksi otot pada tungkai maupun otot lainnya.
2.7 Pelatihan Fisik Olahraga
Pelatihan olahraga merupakan suatu proses yang sistematis dari
pengulangan suatu
kinerja progresif yang juga menyangkut proses belajar serta
memiliki tujuan untuk memperbaiki
sistim dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet menjadi
optimal. Menurut Nala (2002),
pelatihan olahraga ditujukan untuk meningkatkan pengembangan fisik,
baik menyeluruh maupun
khusus, perbaikan terhadap teknik permainan, pematangan strategi
dan taktik sesuai dengan
kebutuhan olahraganya, menanamkan kemauan dan disiplin yang tinggi,
pengoptimalan
persiapan tim pada olahraga beregu, meningkatkan serta memelihara
derajat kesehatan dan
mencegah terjadinya cedera.
Lebih lanjut Nala (2002), menjelaskan bahwa pelatihan olahraga
dapat dibagi atas:
1. Pelatihan fisik atau jasmani
2. Pelatihan teknik atau keterampilan (Skill)
3. Pelatihan taktik atau strategi
4. Pelatihan mental atau psikis
Tujuan pelatihan fisik adalah untuk memberikan tekanan dan tahanan
terhadap tubuh
secara sistematis sehingga kapasitasnya meningkat, dengan demikian
atlet mampu melakukan
suatu aktifitas gerakan yang direncanakan (Nala, 2002).
Untuk itu, pelatihan fisik merupakan suatu gerakan fisik yang
dilakukan secara sistematis dan
berulang-ulang (repetisi) dalam jangka waktu yang lama (durasi)
dengan pembebanan yang
meningkat secara progresif dan individual, yang bertujuan untuk
memperbaiki fisiologi tubuh
agar pada saat melakukan aktifitas dapat mencapai penampilan yang
optimal.
24
Nala (2002), mengatakan bahwa tujuan pelatihan fisik olahraga
berbeda dengan tujuan
berolahraga. Tujuan olahraga dibagi atas kebutuhannya, yaitu:
1. Rekreasi, bertujuan untuk bersenang-senang.
2. Pendidikan, untuk membina disiplin, kemauan, kepribadian dan
kerja sama.
3. Kesehatan, sebagai sarana pencegah agar tidak sakit jantung,
pengobatan sakit asma,
rehabilitasi dan sebagainya.
4. Kesegaran jasmani, agar mampu melakukan pekerjaan sehari – hari
dengan tingkat
efisiensi dan produktifitas yang tinggi.
5. Prestasi, bertujuan untuk menjadi juara dalam berolahraga.
Sedangkan tujuan pelatihan menurut (Sukadiyanto, 2005) tujuan
pelatihan secara garis
besar, antara lain:
Dalam setiap proses latihan selalu berorientasi untuk meningkatkan
kualitas fisik dasar
secara umum dan menyeluruh, maka kualitas fisik dasar ditentukan
oleh tingkat
kebugaran energi dan kebugaran otot. Kebugaran energi meliputi
sistem aerobik dan
anaerobik baik yang taktik maupun yang alaktik. Sedangkan energi
otot meliputi
komponen biomotorik. Untuk semua cabang olahraga, kualitas fisik
dasar yang
diperlukan hamper sama, sehingga harus ditingkatkan sebagai
landasan dasar dalam
pengembangan unsur-unsur fisik.
Latihan untuk meningkatkan potensi fisik khusus untuk setiap cabang
olahraga, setiap
latihannya berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disesuaikan
dengan kebutuhan
gerak, lama pertandingan dan predomonan sistem energi yang
digunakan pada cabang
25
menampilkan potensi yang dimiliki.
Untuk meningkatkan dan menyempurnakan teknik yang benar, dibutuhkan
latihan
secara sistematis. Teknik yang baik dari awal selain akan menghemat
tenaga untuk
gerak, sehingga mampu bekerja lebih lama juga merupakan landasan
dasar menuju
prestasi yang lebih tinggi.
d. Mengembang dan menyempurnakan strategi, taktik dan pola
bermain.
Dalam latihan selalu mengajarkan strategi, taktik dan pola bermain.
Untuk dapat
menyusun strategi, diperlukan ketajaman dan kejelihan pelatih dalam
menganalisis
kelebihan dan kekurangan anak latihnya sendiri maupun lawan. Untuk
meningkatkan
taktik harus didahului dengan penguasaan praktek mengenai pola
bermain. Dengan
latihan semacam ini akan menambah kepandaian dan membantu
olahragawan dalam
mengatasi berbagai situasi di lapangan, sehingga melatih
kemandirian olahragawan.
e. Meningkatkan kualitas dan kemampuan psikis olahragawan dalam
bertanding.
Latihan harus melibatkan dan meningkatkan aspek psikis olahragawan.
Aspek psikis
merupakan salah satu faktor pendukung dalam pencapaian prestasi
maksimal, yang
seringkali masih mendapatkan porsi latihan yang relatif sedikit
dari pada latihan teknik
dan fisik.
Prinsip-prinsip dasar pelatihan diuraikan oleh Nala (2002), terdiri
dari tujuh prinsip yaitu:
1. Prinsip aktif dan bersungguh-sungguh
26
Prinsip ini bertujuan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam
suatu pelatihan
sehingga atlet dituntut untuk selalu bertindak aktif dan mengikuti
pelatihan dengan
bersungguh-sungguh tanpa ada paksaan.
2. Prinsip pengembangan multilateral
Sebelum pelatihan mengarah kepada spesifikasi hendaknya dibekali
terlebih dahulu
pelatihan dasar-dasar kebugaran badan dan komponen biomotorik.
Selain itu
dikembangkan pula seluruh organ dan sistema yang ada dalam tubuh,
baik yang
menyangkut proses fisiologis maupun psikologisnya.
3. Prinsip spesialisasi dalam pelatihan
Setelah pelatihan pengembangan multilateral dilatih, dilanjutkan
dengan
pengembangan khusus atau spesialisasi sesuai dengan cabang olahraga
yang dilatih.
Pelatihan spesialisasi baru dimulai setelah disesuaikan dengan
dengan umur yang
cocok untuk cabang olahraga yang dipilih oleh anak atau atlet
bersangkutan.
4. Prinsip pelatihan individualisasi
olahraga, yang berbeda satu sama lainnya, sehingga cara
pelatihannya pun berbeda.
5. Prinsip variasi atau keserberagaman
Pelatihan yang bersifat manoton dan dilakukan secara terus-menerus
akan cukup
membosankan. Untuk menhindari hal tersebut maka dalam pelaksanaan
pelatihan
perlu dibuatkan variasi pelatihan, tentunya mempunyai tujuan yang
sama yaitu tetap
mengacu pada tujuan pelatihan dan tidak keluar dari program
pelatihan yang
ditetapkan, sehingga atlet tetep bergairah dan semangat dalam
berlatih.
27
6. Prinsip mempergunakan model pelatihan
Model yang dimaksud dalam prinsip ini adalah suatu simulasi dari
kenyataan yang
dibuat dari elemen atau unsur spesifik dari fenomena yang diamati
mendekati keadaan
sebenarnya.
Beban pelatihan dimulai dengan beban awal yang ringan, kemudian
ditingkatkan
secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan atlet bersangkutan,
makin lama
semakin berat atau dapat diawali dengan gerakan sederhana kemudian
ditingkatkan
menjadi gerakan yang semakin rumit. Menurut Harsono (2004), prinsip
progresif
adalah penambahan beban dengan memanipulatif intensitas, repetisi
dan lama latihan.
Penambahan beban dilakukan dengan meningkatkan beban secara
bertahap dalam
pogram latihan. Progresif artinya adalah apabila otot lelah
menunjukkan gejala
kemampuannya meningkat, maka beban ditambah untuk memberi stres
baru bagi otot
yang bersangkutan.
2.7.2 Prinsip-Prinsip Beban Latihan
Prinsip ini menyatakan bahwa beban latihan yang harus diberikan
kepada anak haruslah
cukup berat dan harus diberi berulang kali dengan intensitas yang
cukup tinggi. Johansyah
(2013), menyatakan overload adalah penerapan pembebanan latihan
yang semakin hari semakin
meningkat, atau beban yang diberikan melebihi yang dilakukan saat
itu. Sehingga dapat
disimpulkan, beban lebih artinya beban latihan harus mencapai atau
melampaui sedikit di atas
batas ambang rangsang, karena beban yang terlalu berat akan
mengakibatkan tidak mampu
diadaptasi oleh tubuh, sedangkan bila terlalu ringan tidak
berpangaruh terhadap peningkatan
kualitas fisik.
dipercepat dan diperlama. Oleh karena itu, tingkat penambahan beban
latihan berkaitan dengan
frekuensi, intensitas dan durasi. Menurut Sukadiyanto (2005),
penambahan frekuensi latihan
dapat dilakukan dengan cara menambah sesi latihan, intensitas
latihan dapat dilakukan dengan
cara meningkatkan kualitas pembebanan dan durasi dapat dilakukan
dengan cara menambah jam
latihan atau bila latihan tetap (tidak ditambah) dapat memperpedek
waktu recovery dan interval
sehingga kualitas latihan menjadi naik atau meningkat.
Pelatihan untuk meningkatkan kemampuan fungsional, perlu
menggunakan beban yang
berupa berat badan sendiri atau beban yang berasal dari luar.
Pemberian beban disesuaikan
dengan kemampuan yang dimiliki dalam menjalani pelatihan sesuai
dengan cabang olahraganya
dan kontinyu (Griwijoyo dan Sidik, 2010). Prinsip beban latihan
secara umum untuk menuju
pada suatu cabang olahraga tertentu, maka diperlukan penyesuaian.
Prinsip beban latihan
digunakan agar pemberian takaran latihan dapat dilaksanakan secara
tepat dan tidak merusak
atlet.
sebagai berikut:
1. Prinsip individu
Salah satu faktor yang turut menentukan suatu pencapaian prestasi
adalah faktor atlet
sebagai individu. Atlet harus dipandang sebagai manusia yang utuh,
sebagai kesatuan
jasmani dan rohani. Seorang pelatih harus memperhatikan
faktor-faktor individu
sebelum membentuk tim.
perhatian adalah:
b. Umur dan lamanya berlatih harus dibedakan.
c. Kesehatan dan kesegaran jasmaninya.
d. Psikologis atau mentalnya.
2. Prinsip penambahan beban
Beban latihan harus merupakan stimuli terhadap adaptasi
atlet.Penambahan beban
latihan harus dilakukan tahap demi tahap secara teratur. Perlu
diingat dan diperhatikan
juga bahwa beban latihan yang diberikan secara terus- menerus
justru akan
menghambat pencapaian prestasi, maka sebaiknya setelah dua atau
tiga kali latihan
lalu ditingkatkan beban latihannya.
(interval).Sistem latihan secara interval ini tidak hanya digunakan
dalam cabang
olahraga terntentu tetapi sudah digunakan hampir pada setiap cabang
olahraga.
4. Prinsip penekanan beban
Pemberian beban latihan pada atlet harus dilakukan dengan
memberikan penekanan
beban yang berat atau bahkan dikatakan gawat. Penekanan beban
latihan tersebut
harus menimbulkan kelelahan secara sungguh-sungguh, baik kelelahan
local maupun
kelelahan jasmani atlet. Kelelahan total yang disebabkan oleh
adanya beban latihan
dengan volume yang besar, serta intensitas maksimal dengan waktu
yang cukup lama.
5. Prinsip latihan sepanjang tahun
30
Kembali pada sistematisasi dalam latihan yang diberikan secara
teratur dilaksanakn
sepanjang tahun tanpa berseling. Hal ini bukan berarti tidak ada
istirahat sama sekali
tetapi ingat akan prinsip interval.
2.7.3 Prinsip Beban Lebih
Prinsip bebanan lebih adalah prinsip latihan yang paling mendasar
dan paling penting
oleh karena tanpa penerapan prinsip ini dalam latihan tidak mungkin
prestasi atlet akan
meningkat. Prinsip ini berlaku baik dalam pelatihan aspek-aspek
fisik,teknik dan taktik maupun
mental.Prinsip pembebanan lebih berpedoman kepada beban latihan
yang diberikan kepada atlet
haruslah cukup berat serta harus diberikan dengan berulang kali dan
dilakukan dengan intensitas
tinggi.
Apabila latihan dilakukan secara sistimatis maka diharapkan tubuh
atlet dapat
menyesuaikan diri (adaptasi) semaksimal mungkin kepada latihan
berat yang diberikan, serta
dapat bertahan terhadap stres yang ditimbulkan oleh latihan berat
tersebut baik stress fisik
maupun stress mental.
Sebelum memberikan takaran atau dosis latihan seorang pelatih harus
terlebih dahulu
memeriksa mengamati keadaan dari atletnya kemudian menyesuaikan
pula dengan tujuan
latihan. Dengan bekal pengalaman dan ilmu pengetahuan yang
dimiliki, pelatih menentukan
takaran (dosis) latihan yang tepat dan seefektif mungkin sesuai
dengan keadaan atlet dan tujuan
latihan. Harus diingat bahwa penurunan maupun penghentian prestasi
biasanya disebabkan
pemberian dosis beban latihan yang kurang tepat dan kurang efisien.
Bagi cabang olahraga yang
sifatnya individual biasanya mudah menentukan dosis latihannya.
Sedangkan olahraga yang
sifatnya beregu atau tim agak sukar menentukan dosis latihannya.
Hal ini disebabkan sulit untuk
31
membentuk regu atau tim yang terdiri dari individu-individu yang
mempunyai kemampuan yang
sama (homogen).
Untuk menyusun dan menentukan dosis latihan seorang atlet, harus
diketahui terlebih
dahulu hal-hal sebagai berikut:
a. Umur atlet
b. Jenis kelamin
a. Kemampuan melakukan latihan
b. Kematangan juara
Untuk mengetahui apakah suatu dosis latihan yang diberikan sudah
sesuai atau belum,
sudah tepat atau belum, hal ini dapat dikoreksi setelah atlet
selesai menjalankan latihan sebagai
berikut:
b. Kondisi atlet selama menjalankan latihan senang , giat dan
sebagainya.
c. Bagaimana perasaannya setelah latihan.
d. Kemampuan belajar atau bekerja setelah latihan.
e. Keadaan waktu istirahat, tidur, makan dan minum setelah
latihan.
32
Setelah data mengenai kondisi atlet di ketahui barulah seorang
pelatih menentukan dosis
latihan yang tepat bagi atlet asuhannya. Langkah pertama menentukan
dosis latihan ialah dengan
jalan melakukan percobaan pendahuluan.
2.8 Prosedur Pelatihan Olahraga
Prosedur pelatihan fisik terdiri dari tiga bagian yaitu bagian
pemanasan, bagian inti dan
pendinginan (Nala, 2011) yaitu:
Pemanasan atau warming-up yang cukup memadai sangat perlu dilakukan
dalam
melakukan aktivitas fisik, baik kerja atau olahraga. Karena ketika
beristirahat sistem tubuh
berada dalam keadaan inersia (tidak begitu aktif). Untuk itu secara
psikologis dari sikap pasif ke
sikap aktif perlu diadakan adaptasi selama beberapa menit, agar
mampu mencapai tingkat
efisiensi fisiologisnya yang tinggi. Akibat dilakukan pemanasan,
maka terjadi peningkatan suhu
tubuh terutama pada otot lurik meningkat dengan cepat. Jumlah darah
yang mengangkut oksigen
ke otot lurik meningkat pula yang akan mengaktifkan sumber energi
di dalam otot dan
merangsang keluarnya hormon serta meningkatkan kerja enzim.
Tipe pemanasan yang dilakukan selama pemanasan tergantung dari
cabang olahraga yang
dilakukan. Ada tiga macam tipe pemanasan, antara lain: 1)
peregangan yang merupakan aktivitas
otot pertama kali dilakukan dalam pemanasan, 2) kalistenik dengan
cara menggerakan
sekelompok otot yang secara aktif berulang-ulang dengan tujuan
untuk meningkatkan suhu dan
aliran darah pada otot yang bersangkutan, 3) aktivitas spesifik
yaitu aktivitas yang disesuaikan
dengan jenis olahraga yang dilatih (Nala, 2002). Tujuan dari
pemanasan adalah untuk
mempersiapkan fisik dan psikis atlet ketika memasuki latihan inti
agar terhindar dari
kemungkinan terjadinya cedera dan rasa sakit. Adapun prinsip
pemanasan adalah: aktivitas yang
33
bertujuan untuk menaikkan suhu badan, aktivitas perengangan aktif
dan pasif, aktivitas senam
khusus cabang olahraga dan aktivitasan aktif dan pasif, aktivitas
senam khusus cabang olahraga
dan aktivitas gerak teknik cabang olahraga (Mylsidayu dan Febi,
2015).
Dalam penelitian ini dilakukan pemanasan dengan berlari
mengelilingi lapangan selama
10 menit, bertujuan untuk meninghkatkan suhu tubuh dan aliran darah
ke seluruh otot lurik.
2. Pelatihan inti
Ketepatan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan bebas
menuju kesuatu
sasaran. Pelatihan komponen biomotorik ketepatan ini sangat penting
bagi para pemain atau atlet
sepak bola. Pelatihan komponen ketepatan ini sering dikatkan dengan
pelatihan teknik. Dengan
demikian tipe pelatihannya hampir sama dengan permainannya.
Sehingga menentukan takaran
pelatihan sangat penting peranannya dalam meningkatkan dan
mengembangkan fisik dan teknik
olahragawan, terutama kemampuan komponen biomotorik secara tepat
dan efisien.
Menurut Nala (2011), takaran untuk meningkatkan ketepatan dalam hal
ini permainan
sepak bola, yaitu:
c. Frekuensi
Pelatihan fisik yang dilakukan selalu akan mengakibatkan terjadinya
perubahan baik
secara anatomis, fisiologis, biokimia maupun psikologis pada yang
melakukan. Perubahan yang
terjadi selain pada prinsip pelatihan yang diberikan akan semakin
besar pula perubahan yang
terjadi, sampai suatu ambang batas tertentu. Suatu takaran
pelatihan akan mencapai sasaran atau
tujuan jika dalam program pelatihannya telah mencakup: Jenis atau
tipe pelatihan, intensitas
(persentase beban dan kecepatan), volume (durasi, jarak, jumlah set
dan repetisi) dan densitas
(kekerapan dan frekuensi) pelatihan.
sistimatika, repetitif, durasi, progresif, individual (Nala, 2002).
Merancang program pelatihan
hendaknya proporsional agar benar-benar dapat bermanfaat untuk
dapat meningkatkan ketepatan.
Program latihan yang proporsional tentunya memperhatikan takaran
pelatihan, diantaranya set
dan repetisi sesuai kemampuan maksimal. Repetisi dan set sangat
penting, karena merupakan
bagian dari volume pelatihan. Repetisi adalah pengulangan yang
dilakukan dalam satu set tanpa
diselingi waktu istirahat. Misalnya seorang atlet mengakat beban 10
kg sebanyak delapan kali
kemudian istirahat, berarti ia melakukan pelatihan delapan kali
kemudian istirahat, berarti ia
melakukan pelatihan delapan repetisi dalam satu set (Sajoto,
2002).
Dalam penelitian ini, pelatihan ketepatan shooting lima repetisi
berarti mengulangi atau
melakukan gerakan menendang sebanyak lima kali. Set adalah suatu
rangkaian kegiatan dari
suatu repetisi atau pembatasan jumlah pengulangan yang dilakukan.
Dalam batas tersebut
kegiatan dapat beristirahat atau berhenti. Perbedaan set dan
repetisi berarti membedakan jumlah
pengulangan dan banyaknya waktu istirahat.
Istirahat antar set diperlukan untuk memberikan kesempatan bagi
otot beristirahat agar
tidak terjadi kelelahan otot. Tujuan dari waktu pemulihan antar set
adalah untuk mengisi kembali
35
simpanan adenosine trifosfat (ATP) dan keratin fosfat dalam otot.
Penelitian yang dilakukan oleh
Fleck dan Kraemer dalam Sukadiyanto (2005), mengatakan bahwa waktu
istirahat 2-5 menit
antar set adalah waktu yang paling baik, sama dengan yang dikatakan
oleh Nala (2002).
Untuk meningkatkan beratnya pelatihan, dapat ditempuh dengan jalan
menambah volume
saja, sedangkan ciri beban yang lain tetap. Dapat juga istirahat
diperpendek dan intensitas
dinaikkan sedangkan yang lainnya tetap. Pemberatan beban pelatihan
dapat dicari dengan
variasi-variasi peningkatan dari volume, intensitas, ulangan dan
istirahat.
3. Pendinginan
ketegangan otot dan memperlancar pengangkatan sisa pembakaran
(Sukadiyanto, 2005). Setelah
latihan inti berakhir, dilanjutkan dengan tahap akhir latiahan
yakni penenangan (cooldown).
Tujuan dari penenangan secara fisiologis adalah untuk mengembalikan
sistem fungsi tubuh kea
rah normal, sedangkan secara psikologis bertujuan untuk menurunkan
tingkat stress. Apabila
penenangan dilakukan dengan baik, akan mempercepat proses recovery,
meminimalkan rasa
sakit atau nyeri setelah berlatih (Djoko, 2002).
Pendinginan dilakukan untuk mengembalikan kondisi tubuh ke keadaan
semula. Tujuan
utama dari pendinginan adalah menarik kembali secepatnya darah yang
terkumpul di otot
skeletal yang telah aktif sebelumnya ke peredaran darah sentral.
Selain itu berfungsi pula untuk
membersihkan asam laktat yang berada di dalam otot dan darah.
Bentuk pelatihan pendinginan
yang biasa dianjurkan adalah dengan istirahat aktif. Begitu selesai
melakukan aktivitas atau
pelatihan tidak langsung duduk tetapi melakukan gerakan-gerakan
ringan seperti jalan-jalan atau
36
menggerak-gerakan anggota tubuh mulai dari anggota gerak atas dan
dilanjutkan anggota gerak
bawah secara ringan (Nala, 2002).
2.9 Sumber Energi dan Metabolisme Energi Dalam Berolahraga
Ketika melakukan aktivitas olahraga, terdapat dua simpanan energi
utama yang akan
digunakan oleh tubuh untuk menghasilkan energi yaitu simpanan
karbohidrat dan lemak.
Simpanan karbohidrat terdapat dalam jumlah yang terbatas di dalam
tubuh yaitu sekitar 0,5 kg
dan tersimpan dalam bentuk glikogen otot, glikogen hati dan glukosa
darah. Sedangkan lemak
dalam jumlah yang besar akan tersimpan di dalam jaringan adipose
dan di dalam otot sebagai
triasilgliserol.Proses produksi energi di dalam sel otot akan
berlangsung tepatnya di dalam
mitokondria sel. Di dalam mitokondria, lemak atau karbohidrat akan
dioksidasi atau dalam
istilah yang lebih populer akan di bakar untuk menghasilkan molekul
energi ATP (adenosin
triposfat) yang merupakan sumber energi di dalam sel-sel
tubuh.
Selama berolahraga, secara ideal energi harus dapat diperoleh oleh
sel-sel otot dengan
laju yang sama dengan kebutuhannya. Adanya ketidakseimbangan antara
laju pemakaian energi
dengan pergantian atau jumlah persediaan energi akan mengurangi
kerja maksimal otot sehingga
secara perlahan intensitas olahraga akan menurun dan tubuh akan
terasa lelah akibat dari
terjadinya ketidak seimbangan neraca energi.
2.9.1 Sumber Energi Dalam Berolahraga
Kebutuhan energi pada saat berolahraga dapat dipenuhi melalui
sumber-sumber energi
yang tersimpan di dalam tubuh yaitu melalui pembakaran karbohidrat,
pembakaran lemak, serta
kontribusi sekitar 5% melalui pemecahan protein. Diantara
ketiganya, simpanan protein
bukanlah merupakan sumber energi yang langsung dapat digunakan oleh
tubuh dan protein baru
akan terpakai jika simpanan karbohidrat ataupun lemak tidak lagi
mampu untuk menghasilkan
37
energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Penggunaan antara lemak ataupun
karbohidrat oleh tubuh
sebagai sumber energi untuk dapat mendukung kerja otot akan
ditentukan oleh 2 faktor yaitu
intensitas serta durasi olahraga yang dilakukan.
Olahraga dengan intensitas rendah dengan waktu durasi yang panjang,
pembakaran lemak
akan memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan
pembakaran karbohidrat
dalam hal produksi energi tubuh.Lemak akan berfungsi sebagai sumber
energi utama tubuh
dalam olahraga dengan intensitas rendah, ketersediaan karbohidrat
tetap akan dibutuhkan oleh
tubuh untuk menyempurnakan pembakaran lemak serta untuk
mempertahankan level glukosa
darah.
Olahraga dengan intensitas moderat tinggi yang bertenaga seperti
sprint atau sepakbola,
pembakaran karbohidrat akan berfungsi sebagai sumber energi utama
tubuh dan akan
memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan
pembakaran lemak dalam
memproduksi energi di dalam tubuh. Kontribusi pembakaran
karbohidrat sebagai sumber energi
utama tubuh akan meningkat hingga sebesar 100% ketika intensitas
olahraga berada pada
rentang 70-95% VO max.
Glikogen merupakan simpanan karbohidrat dalam bentuk glukosa di
dalam tubuh yang
berfungsi sebagai salah satu sumber energi. Terbentuk dari mokekul
glukosa yang saling
mengikat dan membentuk molekul yang lebih kompleks, simpanan
glikogen memilik fungsi
sebagai sumber energi tidak hanya bagi kerja otot, namun juga
merupakan sumber energi bagi
sistem pusat syaraf dan otak.
Di dalam tubuh, jaringan otot dan hati merupakan dua kompartemen
utama yang
digunakan oleh tubuh untuk menyimpan glikogen. Pada jaringan
otot,glikogen akan memberikan
kontribusi sekitar 1% dari total massa otot sedangkan di dalam hati
glikogen akan memberikan
38
kontribusi sekitar 8-10% dari total massa hati. Walaupun memiliki
persentase yang lebih kecil
namun secara total jaringan otot memiliki jumlah glikogen 2 kali
lebih besar di bandingkan
dengan glikogen hati.
Pada jaringan otot, glukosa yang tersimpan dalam bentuk glikogen
dapat digunakan
secara langsung oleh otot tersebut untuk menghasilkan energi.
Begitu juga dengan hati yang
dapat mengeluarkan glukosa apabila dibutuhkan untuk memproduksi
energi di dalam tubuh.
Selain itu glikogen hati juga mempunyai peranan yang penting dalam
menjaga kesehatan tubuh
yaitu berfungsi untuk menjaga level glukosa darah. Sebagai sumber
energi simpanan glikogen
yang terdapat di dalam tubuh secara langsung akan mempengaruhi
kapasitas/ performa seorang
atlet saat menjalani program latihan ataupun juga saat
pertandingan.
Secara garis besar hubungan antara konsumsi karbohidrat, simpanan
glikogen dan
performa olahraga dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Konsumsi karbohidrat yang tinggi akan meningkatkan simpanan
glikogen tubuh.
b. Semakin tinggi simpanan glikogen maka kemampuan tubuh untuk
melakukan aktivitas
fisik juga akan semakin meningkat.
c. Level simpanan glikogen tubuh yang rendah menurunkan atau
membatasi
kemampuan atlet untuk mempertahankan intensitas dan waktu
latihannya.
d. Level simpanan glikogen tubuh yang rendah menyebabkan atlet
menjadi cepat
lelah jika dibandingkan dengan seorang atlet dengan simpanan
glikogen tinggi.
e. Konsumsi karbohidrat setelah latihan atau pertandingan
akan
mempercepat penyimpanan glikogen yang kemudian juga akan
mempercepat proses
pemulihan (recovery) seorang atlet.
2.9.1.1 Protein
Protein merupakan salah satu jenis nutrisi yang mempunyai fungsi
penting sebagai bahan
dasar bagi pembentukan jaringan tubuh atau bahan dasar untuk
memperbaiki jaringan-jaringan
tubuh yang telah rusak. Selain dari kedua fungsi tersebut, protein
juga akan mempunyai fungsi
sebagai bahan pembentuk hormon dan 0pembentuk enzim yang akan
kemudian juga akan terlibat
dalam berbagai proses metabolisme tubuh. Kebutuhan protein bagi
seorang atlet disebutkan
berada berada pada rentang 1,2-1,6 gr/kg berat badan per-harinya
dan nilai ini berada di atas
kebutuhan protein bagi non-atlet yaitu sebesar 0,6-0,8 gr/kg berat
badan.
Peningkatkan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh
karena atlet lebih beresiko
untuk mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani
latihan atau pertandingan
olahraga yang berat. Selain itu pada olahraga yang bersifat
ketahanan (endurance) dengan durasi
panjang sebagian kecil asam amino dari protein juga akan digunakan
sebagai sumber energi
terutama saat simpanan glikogen sudah semakin berkurang. Oleh
karena hal-hal tersebut di atas,
maka kebutuhkan konsumsi protein seorang atlet dalam kesehariannya
akan relatif lebih besar
jika dibandingkan dengan kebutuhan non-atlet.
Pengunaan protein sebagai sumber energi tubuh saat berolahraga
biasanya akan dicegah
karena hal tersebut akan menganggu fungsi utamanya sebagai bahan
pembangun tubuh dan
fungsiya untuk memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang rusak. Dan
dalam hubungannya
dengan laju produksi energi di dalam tubuh, pemecahan protein jika
dibandingkan dengan
pembakaran karbohidrat maupun lemak juga hanya akan memberikan
kontribusi yang relatif
kecil.
Pada saat berolahraga terutama olahraga yang bersifat ketahanan,
protein dapat
memberikan kontribusi sebesar 3-5% dalam produksi energi tubuh dan
kontribusinya ini dapat
40
mengalami peningkatan melebihi 5% apabila simpanan glikogen dan
glukosa darah sudah
semakin berkurang sehingga tidak lagi mampu untuk mendukung kerja
otot. Melalui asam amino
yang dilepas oleh otot atau yang berasal dari jaringan-jaringan
tubuh lainnya, liver (hati) melalui
proses gluconeogenesis dapat mengkonversi asam amino atau substrat
lainya menjadi glukosa
untuk kemudian mengeluarkannya ke dalam aliran darah agar
konsentrasi glukosa darah dapat
dipertahankan pada level normal.
Namun pengunaan protein sebagai sumber energi seperti yang telah
disebutkan akan
mengurangi fungsi utamanya sebagai bahan pembangun tubuh serta juga
fungsinya untuk
memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang rusak. Selain itu,
pembakaran protein sebagai sumber
energi juga akan memperbesar resiko terjadinya dehidrasi akibat
dari adanya produk samping
berupa nitrogen yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
urine. Oleh karena itu untuk
mencegah pemakaian protein secara berlebihan sebagai sumber energi
saat berolahraga, seorang
atlet diharapkan untuk mengkonsumsi karbohidrat yang cukup agar
dapat meningkatkan
simpanan glikogen dan juga dapat menjaga level glukosa darah di
dalam tubuh.
2.9.1.2 Lemak
Di dalam tubuh, lemak dalam bentuk trigliserida akan tersimpan
dalam jumlah yang
terbatas pada jaringan otot dan akan tersimpan dalam jumlah yang
cukup besar pada jaringan
adipose. Ketika sedang berolahraga, trigliserida yang tersimpan ini
dapat terhidrolisis menjadi
gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid / FFA) untuk
kemudian menghasilkan energi.
Olahraga dengan intensitas rendah sepeti jalan kaki atau lari-lari
kecil, ketika kebutuhan
energi rendah dan kecepatan ketersediaan energi bukanlah merupakan
hal yang penting,
simpanan lemak akan memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber
energi utama bagi
41
tubuh. Kontribusi simpanan lemak sebagai sumber energi tubuh baru
akan berkurang apabila
terjadi peningkatan intensitas dalam berolahraga.
Pada saat terjadinya peningkatan intensitas olahraga yang juga akan
meningkatkan
kebutuhan energi, pembakaran lemak akan memberikan kontribusi yang
lebih kecil jika
dibandingkan dengan pembakaran karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan
energi di dalam
tubuh. Walaupun pembakaran lemak ini memberikan kontribusi yang
lebih kecil jika
dibandingkan dengan pembakaran karbohidrat saat intensitas olahraga
meningkat, namun
kuantitas lemak yang terbakar tetap akan lebih besar jika
dibandingkan saat berolahraga dengan
intensitas rendah.
Pada saat berolahraga kompetitif dengan intensitas tinggi,
pengunaan lemak sebagai
sumber energi tubuh akibat dari mulai berkurangnya simpanan
glikogen otot dapat menyebabkan
tubuh terasa lelah sehingga secara perlahan intensitas olahraga
akan menurun. Hal ini
disebabkan karena produksi energi melalui pembakaran lemak berjalan
lebih lambat jika
dibandingkan dengan laju produksi energi melalui
pembakaran karbohidrat walaupun pembakaran lemak akan menghasilkan
energi yang lebih besa
r (9kkal/gr), jika dibandingan dengan pembakaran karbohidrat (4
kkal/gr).
Perlu juga untuk diketahui bahwa jaringan adipose dapat
menghasilkan asam lemak bebas
dalam jumlah yang tidak terbatas, sehingga kelelahan serta
penurunan performa yang terjadi
pada saat berolahraga tidak akan disebabkan oleh penurunan simpanan
lemak tubuh.
2.9.1.3 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan nutrisi sumber energi yang tidak hanya
berfungsi untuk
mendukung aktivitas fisik seperti berolahraga namun karbohidrat
juga merupakan sumber energi
utama bagi sitem pusat syaraf termasuk otak. Di dalam tubuh,
karbohidrat yang dikonsumsi oleh
42
manusia dapat tersimpan di dalam hati dan otot sebagai simpanan
energi dalam bentuk glikogen.
Total karbohidrat yang dapat tersimpan di dalam tubuh orang dewasa
kurang lebih sebesar 500
gram atau mampu untuk menghasilkan energi sebesar 2000 kalori. Di
dalam tubuh manusia,
sekitar 80% dari karbohidrat ini akan tersimpan sebagai glikogen di
dalam otot, 18-22% akan
tersimpan sebagai glikogen di dalam hati dan sisanya akan
bersirkulasi di dalam aliran darah
dalam bentuk glukosa.
energi bagi tubuh dapat terpenuhi melalui simpanan glikogen,
terutama glikogen otot serta
melalui simpanan glukosa yang terdapat di dalam aliran darah (blood
glucose) dimana
ketersediaan glukosa di dalam aliran darah ini dapat dibantu oleh
glikogen hati agar levelnya
tetap berada pada keadaan normal. Proses pembakaran 1 gram
karbohidrat akan menghasilkan
energi sebesar 4 kkal. Walaupun nilai ini relatif lebih kecil jika
dibandingkan dengan energi hasil
pembakaran lemak, namun proses metabolisme energi karbohidrat akan
mampu untuk
menghasilkan ATP (molekul dasar pembentuk energi) dengan kuantitas
yang lebih besar serta
dengan laju yang lebih cepat jika dibandingkan dengan pembakaran
lemak.
2.9.1.4 Simpanan Karbohidrat (Glikogen)
Jumlah simpanan glikogen yang terdapat di dalam tubuh merupakan
salah satu faktor
penentu performa seorang atlet. Atlet yang mengkonsumsi karbohidrat
dalam jumlah yang besar
dalam sehari-hari akan memilki simpanan glikogen yang relatif lebih
besar jika dibandingan
dengan atlet yang mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang kecil.
Dengan simpanan
glikogen yang rendah, seorang atlet dalam menjalankan
latihan/pertandingannya akan cepat
merasa lelah sehingga kemudian mengakibatkan terjadinya penurunan
intensitas dan performa
43
olahraga. Hal ini berbeda dengan seorang atlet yang akan memiliki
performa dan ketahanan yang
lebih baik apabila memiliki simpanan glikogen yang besar.
Perlu diketahui bahwa glikogen yang terdapat di dalam otot hanya
dapat digunakan
untuk keperluan energi di dalam otot tersebut dan tidak dapat
dikembalikan ke dalam aliran
darah dalam bentuk glukosa apabila terdapat bagian tubuh lain yang
membutuhkannya. Hal ini
berbeda dengan glikogen yang tersimpan di dalam hati yang dapat
dikonversi menjadi glukosa
melalui proses glycogenolysis ketika terdapat bagian tubuh lain
yang membutuhkan. Walaupun
jumlah karbohidrat yang dapat tersimpan sebagai glikogen ini
memiliki keterbatasan, namun
kapasitas penyimpanannya terutama kapasitas penyimpanan glikogen
otot dapat ditingkatkan
dengan cara mengurangi konsumsi lemak dan memperbesar konsumsi
bahan pangan kaya akan
karbarbohidrat seperti roti, kentang, jagung, singkong atau juga
pasta. Pengisian tubuh dengan
karbohidrat pada masa persiapan ini biasanya dikenal dengan istilah
carbohydrate loading dan
akan memberikan manfaat terutama bagi atlet yang akan berkompetisi
dalam cabang olahraga
endurance atau atlet yang akan melakukan latihan pertandingan
dengan durasi lebih dari 90
menit.
2.9.2 Kecepatan Produksi Energi Dalam Berolahraga
Salah satu faktor yang menjadi penyebab utama penurunan kapasitas
perfoma tubuh saat
beraktivitas fisik seperti berolahraga selain karena berkurangnya
jumlah cairan dari dalam
tubuh juga disebabkan oleh berkurangnya jumlah simpanan glukosa
(energi) tubuh.
Glukosa merupakan nutrisi karbohidrat terpenting karena mempunyai
fungsi utama
sebagai penyedia energi bagi berbagai aktivitas fisik tubuh.
Berfungsi sebagai bahan bakar
utama dalam proses metabolisme energi, menjadikan simpanannya di
dalam aliran darah (blood
glucose), otot dan hati (glikogen) menjadi salah satu faktor
penting yang menentukan performa
44
ataupun juga olahraga kombinasi keduanya seperti sepak bola.
Mengkonsumsi air putih yang telah ditambahkan karbohidrat glukosa
terbukti dapat
membantu meningkatkan performa olahraga. Karena merupakan
karbohidrat dengan bentuk
molekul yang paling sederhana, glukosa mudah diserap dan dapat
cepat menyediakan energi
bagi sel-sel tubuh.
Di dalam tubuh, konsumsi glukosa dapat menghasilkan laju produksi
energi yang besar
hingga 1 gram per menit dan manfaat lebih akan didapatkan apabila
glukosa ini dipadukan
karbohidrat jenis lain seperti sukrosa atau fruktosa, karena selain
akan membantu mempercepat
proses penyerapan cairan ke dalam tubuh kombinasi antara
glukosa-sukrosa atau glukosa-
fruktosa ini juga akan menghasilkan laju produksi energi yang lebih
besar di dalam tubuh hingga
mencapai 1,3 gram per menit.
2.9.3 Metabolisme Aerobik dan Anaerobik
Proses produksi energi di dalam tubuh dapat berjalan melalui dua
proses metabolisme
yaitu metabolisme aerobik dan metabolisme anaerobik. Metabolisme
energi pembakaran lemak
dan karbohidrat dengan kehadiran oksigen (O2) yang akan diperoleh
melalui proses pernafasan
disebut dengan metabolisme aerobik.Sedangkan proses metabolisme
energi tanpa kehadiran
oksigen (O2) disebut dengan metabolisme anaerobik.
Metabolisme energi secara aerobik dapat menyediakan energi bagi
tubuh untuk jangka
waktu yang panjang sedangkan metabolisme energi anerobik mampu
untuk menyediakan energi
secara cepat di dalam tubuh namun hanya untuk waktu yang tebatas
yaitu sekitar 5-10 detik.
Pada olahraga dengan intensitas rendah tubuh secara dominan akan
mengunakan metabolisme
aerobic untuk menghasilkan energi. Apabila terjadi peningkatan
intensitas olahraga hingga
45
mencapai titik dimana metabolisme energi aerobik tidak lagi dapat
memenuhi kebutuhan energi
sesuai dengan laju yang dibutuhkan, maka energi secara anaerobik
akan diperoleh dari
simpanan creatine phosphate (PCr) dan juga karbohidrat yang
tersimpan sebagai glikogen di
dalam otot. Metabolisme energi secara aerobik disebutkan merupakan
proses yang bersih karena
tidak menghasilkan produk samping. Hal ini berbeda dengan sistem
anaerobik yang akan
menghasilkan produk samping berupa asam laktat yang akumulasinya
akan membatasi
efektifitas kontraksi otot yang juga dapat menimbulkan rasa
nyeri.
Olahraga seperti jalan kaki, jogging, lari jarak menengah-jauh dan
bersepeda merupakan
olahraga yang cenderung dilakukan dengan intensitas rendah-sedang
pada waktu yang panjang
secara dominan akan mengunakan metabolisme aerobic untuk
menghasikan energi. Olahraga
seperti sprint, angkat berat atau jenis olahraga lain yang
membutuhkan energi besar secara
cepat merupakan olahraga yang dominan mengunakan metabolisme energi
anaerobik.
Sedangkan untuk olahraga beregu seperti sepakbola, bola basket,
hoki yang biasanya
merupakan kombinasi antara komponen intensitas rendah sampai tinggi
yang juga diselingi
dengan periode istirahat akan mengunakan kombinasi metabolisme
aerobik dan anaerobik untuk
menghasilkan energi.
2.9.3.1 Glikosis Aerob
Reaksi keseluruhan gliolisis aerob adalah: Glukosa + 2 NAD+ + 2 Pi
+ 2 ADP + 2
piruvat + 2 NADH + 4H+ + 2 ATP + 2 H2O. Bila sel mempunyai
kapasitas oksidasi yang tinggi,
dalam hal ini tersedia sejumlah mitokondria, enzim-enzim
mitokondria dan oksigen. NADH
akan ditransfer ke rantai transport elektron mitokondria dan
piruvat akan dioksidasi lengkap
menjadi CO2 via siklus asam trikarboksilat (TCA).
46
ulang-alik malat-aspartat maupun ulang-alik gliserol 3-fosfat.
Dalam oksidasi aerobik glukosa
menjadi piruvat dan subsekuen oksidasi menjadi CO2, permolekul
glukosa menghasilkan fosfat
energi tinggi sebesar 38 ATP.
2.9.3.2 Glikosis Anaerob
Pada kondisi kapasitas oksidatif oleh sel mitokondria terbatas atau
karena ketidakadaan
oksigen, NADH yang dihasilkan glikolisis direoksidasi melalui
perubahan piruvat menjadi laktat
oleh laktat dehidrogenase. Perubahan glukosa menjadi laktat
tersebut disebut glikolisis anaerob,
yang maksudnya proses ini tidak memerlukan molekul oksigen.
Reaksi keseluruhannya: Glukosa + 2 ADP + 2 Pi 2 laktat + 2 ATP + 4
H+ +2 H2O.
Energi yang dihasilkan dari glikolisis anaerobik hanya 2 molekul
ATP permolekul glukosa, jauh
lebih sedikit jika dibandingkan dengan kondisi aerobik.