17
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Pembelajaran Aktif 2.1.1.1.Pengertian Pembelajaran Aktif Menurut piaget dalam teori belajar Ratna Wilis (1988) pembelajaran aktif adalah mengkaji gagasan, mendiskusikan gagasan, memecahkan masalah, mengambil kesimpulan dan menerapkan apa yang dipelajari dengan semangat dan menyenangkan. Pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan peserta didik berperan aktif dalam proses pembelajaran, baik interaksinya sesama peserta didik maupun peserta didik dengan pengajar dalam proses pembelajaran. Pembelajaran aktif menuntut siswa untuk bersemangat, gesit, menyenangkan dan penuh gairah. Selama proses pembelajaran peserta didik dapat beraktivitas, bergerak dan melakukan sesuatu dengan aktif untuk mendapatkan informasi dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: 1. Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas. 2. Peserta didik tidak hanya mendengarkan kuliah secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pelajaran 3. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi pelajaran. 4. Peserta didik lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi. 5. Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran. Dalam pembelajaran aktif peserta didik mengambil peran yang lebih penting untuk menentukan bagaimana dan apa yang akan mereka ketahui. Melalui pembelajaran aktif peserta didik akan merasa lebih bertanggung jawab tentang apa yang mereka kerjakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1.1. belajaran Aktifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/979/3/T1_292008268_BAB II.pdf · 5. Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran

  • Upload
    donhu

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Metode Pembelajaran Aktif

2.1.1.1.Pengertian Pembelajaran Aktif

Menurut piaget dalam teori belajar Ratna Wilis (1988) pembelajaran aktif adalah

mengkaji gagasan, mendiskusikan gagasan, memecahkan masalah, mengambil

kesimpulan dan menerapkan apa yang dipelajari dengan semangat dan menyenangkan.

Pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan peserta didik

berperan aktif dalam proses pembelajaran, baik interaksinya sesama peserta didik

maupun peserta didik dengan pengajar dalam proses pembelajaran. Pembelajaran aktif

menuntut siswa untuk bersemangat, gesit, menyenangkan dan penuh gairah. Selama

proses pembelajaran peserta didik dapat beraktivitas, bergerak dan melakukan sesuatu

dengan aktif untuk mendapatkan informasi dalam proses pembelajaran di dalam kelas.

Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai

berikut:

1. Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar

melainkan pada pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap

topik atau permasalahan yang dibahas.

2. Peserta didik tidak hanya mendengarkan kuliah secara pasif tetapi mengerjakan

sesuatu yang berkaitan dengan materi pelajaran

3. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi

pelajaran.

4. Peserta didik lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan

evaluasi.

5. Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.

Dalam pembelajaran aktif peserta didik mengambil peran yang lebih penting untuk

menentukan bagaimana dan apa yang akan mereka ketahui. Melalui pembelajaran aktif

peserta didik akan merasa lebih bertanggung jawab tentang apa yang mereka kerjakan.

6

Pembelajaran aktif bertujuan untuk mengembangkan kemempuan berpikir analitis dari

peserta didik dan kapasitas peserta didik untuk menggunakan kemampuan tersebut.

Selain berpikir analitis peserta didik juga diharapkan mampu menggunakan kemampuan

mereka dalam mengikuti pembelajaran. Agar peserta didik aktif dalam pembelajaran guru

juga harus mampu mengembangkan materi pelajaran yang menarik perhatian peserta

didik.

Sehingga peserta didik akan merasa senang dan antusias dalam mengikuti

pelajaran. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru dalam upaya mengaktifan peserta

didik adalah dengan membagi siswa dalam kelompok. Ketika peserta didik dibagi dalam

kelompok akan merangsang daya pikir dan keaktifan dalam berdiskusi serta bekerja sama

sesama teman. Dengan waktu yang singkat siswa akan merasa bertanggung jawab akan

tugas yang diberikan guru. Peserta didik akan terdorong untuk membuat pertanyaan-

pertanyaan pada saat diskusi. Selain membangun kerjasama dan tanggung jawab peserta

didik juga ajarkan untuk menghargai pendapat orang lain. Pembelajaran aktif pada

dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons anak didik

dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan,

tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi

pembelajaran aktif pada anak didik dapat membantu ingatan (memory) mereka, sehingga

mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang

diperhatikan pada pembelajaran konvensional sehingga peserta didik cenderung pasif

pada saat pembelajaran.

Ketika mendengarkan secara terus-menerus dalam waktu tertentu peserta didik

akan merasa bosan dan pikiran mereka melayang kemana-mana. Sehingga kurang

menerima pelajaran, peserta didik bisa saja berada di dalam kelas dan mengikuti pelajaran

tetapi informasi yang disampaikan oleh guru tidak dapat diterima dengan baik. Penelitian

Pollio dalam Silberman (2011: 24) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran konvensional

peserta didik dalam ruang kelas tidak memperhatikan kurang lebih 40%. Sementara

penelitian Mc Keachie dalam Silberman (2011: 24) menyebutkan bahwa perhatian peserta

didik selama sepuluh menit pertama mencapai 70% dan pada sepuluh menit terakhir

perhatian mereka hanya bertahan 20%. Dari hasil penelitian di atas kita dapat mengetahui

seberapa jauh konsentrasi peserta didik dalam menerima pelajaran dan kondisi ini sering

7

terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam

dunia pendidikan, dimana pada saat belajar di sekolah peserta didik lebih banyak

menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari

di kelas cenderung terlupakan.

Pembelajaran aktif dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua

potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil

belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di

samping itu pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak

didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Dalam metode pembelajaran aktif

setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan

pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif

dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar peserta didik dapat belajar secara aktif guru

perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik

mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. (Mulyasa, 2004:241)

Berikut adalah perbedaan antara pembelajaran aktif dengan pembelajaran

konvensional:

Pembelajaran Aktif Pembelajaran Konvensional

Berpusat pada peserta didik Berpusat pada guru

Penekanan pada menemukan Penekanan pada menerima pengetahuan

Sangat menyenagkan Kurang menyenangkan

Memberdayakan semua Kurang memberdayakan semua

Menggunakan banyak metode Menggunakan metode yang monoton

Menggunakan banyak media Kurang banyak media yang digunakan

Mengaitakan dengan pengetahuan yang sudah ada

Tidak mengaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran aktif adalah

suatu metode belajar dimana peserta didik bukan hanya sekedar mendengarkan informasi

yang disampaikan oleh guru, akan tetapi peserta didik juga dapat mencari dan

menjelaskan sendiri informasi yang disampaikan oleh guru. Mereka dapat menggunakan

semua potensi yang dimilikinya untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik.

8

1.1.1.2 Quiz Team

Quiz team adalah salah satu bentuk atau bagian dari pembelajaran aktif yang

mengedepankan kegiatan yang menyenangkan, menciptakan kreativitas- kreativitas baru,

mengutamakan efektivitas dalam belajar, memobilisasi kelompok secara konsisten.

Belajar aktif melalui pendekatan kuis tim ini memiliki cirri khusus sebagai berikut:

1. Belajar dimulai dengan suatu topik

2. Pembentukan tim, untuk mengenal satu sama lain dalam menciptakan satu kerjasama

dan kesalingtergantungan.

3. Pelibatan belajar secara langsung untuk menciptakan minat awal terhadap pelajaran.

4. Penilaian serentak untuk mempelajari sikap, pengetahuan, dan pengalaman siswa.

Quiz team merupakan model pembelajaran aktif yang dikembangkan oleh Mel

Silberman, dalam tipe quiz team peserta didik di bagi menjadi tiga tim. Setiap peserta didik

dalam tim bertanggung jawab untuk menyiapkan kuis jawaban singkat, dan tim yang lain

menggunakan waktunya untuk memeriksa catatan. Setiap tim secara bergiliran menjadi

pemandu kuis, tim yang menjawab pertanyaan yang diberikan oleh tim pemandu kuis.

Dengan adanya teknik tim ini dapat meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didik atas

apa yang mereka pelajari dengan cara yang menyenangkan, tidak monoton dan tidak

membosankan.

Di dalam Quiz team guru menjelaskan materi secara klasikal, kemudian peserta

didik dibagi dalam tiga kelompok besar. Semua anggota bersama-sama mempelajari

materi tersebut, mendiskusikan materi, saling memberi masukan, saling memberikan

pertanyaan dan jawaban, setelah materi selesai diadakan suatu pertandingan akademis.

Menurut Dalvi (2006:53) metode pembelajaran aktif tipe quiz team dapat menghidupkan

suasana dan mengaktifkan peserta didik untuk bertanya ataupun menjawab pertanyaaan.

Dengan adanya pertandingan maka akan tercipta kompetisi antar kelompok,

peserta didik akan mempunyai tanggung jawab yang sama serta saling memberikan

motivasi agar dapat memporoleh hasil yang tinggi dalam pertandingan. Metode

pembelajaran aktif tipe quiz team dapat meningkatkan semangat belajar peserta didik

pada mata pelajaran PKn dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peserta didik akan

merasa senang pada mata pelajaran PKn, tidak ada yang beranggapan bahwa pelajaran

PKn itu membosankan.

9

1.1.1.3 Prosedur Quiz Team

Silberman (2007:163) mengungkapkan prosedur pembelajaran dengan

menggunakan tipe quiz team sebagai berikut :

a. Guru memilih topik yang dapat dipresentasikan dalam tiga bagian

b. Guru membagi peserta didik menjadi tiga tim

c. Guru menjelaskan skenario pembelajaran

d. Guru meminta tim A menyiapkan kuis dengan jawaban singkat, sementara tim B dan

tim C memanfaatkan waktu untuk memeriksa catatan

e. Tim A memberikan kuis kepada tim B, jika tim B tidak bisa menjawab, tim C diberikan

kesempatan untuk menjawabnya.

f. Tim A melanjutkan pertanyaan selanjutnya kepada tim C dan ulangi prosesnya

g. Ketika kuisnya selesai, lanjutkan dengan bagian kedua dan tunjuklah tim B sebagai

pemandu kuis

h. Setelah tim B menyelesaikan kuisnya lanjutkan dengan bagian ketiga dan tentukan

tim C sebagai pemandu kuis.

2.1.2 Hasil Belajar

2.1.2.1 Pengertian Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) , secara etimologis belajar memiliki

arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki pengertian bahwa

belajar adalah suatu kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Menurut Slameto

(2010:2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pangalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi

dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak

semua perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.

Sementara menurut Hamalik (2001: 27) belajar merupakan suatu proses, suatu

kegiatan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih

luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan

melainkan pengubahan tingkah laku. Menurut Purwanto, (2008: 39) belajar merupakan

proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan

10

perubahan dalam perilakunya. Menurut Winkel dalam Purwanto (2008:39) berpendapat

bahwa belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif

dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,

keterampilan dan sikap.

Jadi, melalui teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha

yang dilakukan seseorang secara sadar untuk mengubah perilaku secara berangsur-

angsur yang keadaannya berbeda dengan keadaan sebelumnya melalui informasi

sehingga menjadi pribadi yang lebih baik meliputi perubahan pengetahuan, afektif dan

psikomotorik.

2.1.2.2. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Hamalik (2001:30) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan

terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut misalnya dari yang tidak tahu menjadi

tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau

diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan

dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam

berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian

terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek

kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.

Sementara itu menurut Winkel dalam Purwanto (2008:48) hasil belajar adalah perubahan

yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah laku. Perubahan yang

terjadi pada manusia adalah hasil dari mereka belajar, selain perubahan tingkah laku

manusia juga mengalami perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut

Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah

kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya

kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan

kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang

proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi.

Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:

11

1. Pengetahuan

Kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali

kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa

mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya.

2. Pemahaman

Kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu

diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang

sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan

memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian

yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri.

3. Penerapan

Kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata

cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan

sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkrit.

4. Analisis

Kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan

menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara

bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.

5. Sintesis

Kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis

merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara

logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk

pola baru.

6. Evaluasi

Penilian/evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan

terhadap suatu kondisi, nilai atau ide.

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif

mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar

mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah

memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada

peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Sedangkan ranah psikomotor merupakan ranah

12

yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang

menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang

berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul,

dan sebagainya. Menurut Simpson (1956) hasil belajar psikomotor ini tampak dalam

bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini

sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan

hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan

berperilaku).

2.1.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil

belajar digolongkan menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah

faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern meliputi:

1. Kondisi fisiologis

Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan

belajar seseorang. Seorang siswa dalam keadaan segar jasmaninya akan

berpengaruh terhadap hasil belajarnya, sebaliknya siswa yang fisiknya lelah juga

akan mempengaruhi hasil belajarnya. Di samping kondisi tersebut yang tidak kalah

pentingnya adalah kondisi panca indera, terutama penglihatan dan pendengaran.

Sebagian besar yang dipelajari manusia adalah dengan membaca, melihat contoh

atau model, mendengarkan penjelasan guru. Sudah jelas di antara seluruh panca

indera mata dan telinga memiliki peranan yang sangat penting.

2. Minat dan perhatian

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau

aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan

suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau

dekat hubungan tersebut maka semakin besar minat yang dimilki.

Perhatian adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan

pemilihan rangsangan yang datang dari lingkungannya. Minat dan perhatian biasanya

berkaitan erat, apabila seorang siswa menaruh minat pada suatu pelajaran tertentu,

biasanya cenderung memperhatikannya dengan baik. Minat dan perhatian yang tinggi

13

pada mata pelajaran akan member dampak yang baik prestasi belajr siswa. Oleh

karena itu, seorang siswa harus menaruh minat dan perhatian yang tinggi dalam

proses pembelajaran di sekolah. Sehingga dengan minat dan perhatian yang tinggi

maka kita akan berhasil dalam pembelajaran.

3. Motivasi

Motivasi adalah kondidi psikologi yang mendorong seseorang untuk melakukan

sesuatu. Motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk

belajar. Motivasi selalu mendasari dan mempengaruhi setiap usaha serta kegiatan

seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Siswa yang memiliki motivasi

yang tinggi dalam belajar akan mencapai prestasi belajar yang tinggi, sebaliknya

siswa yang memiliki motivasi yang rendah dalam belajar akan kurang prestasinya.

4. Kesiapan

Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response atau bereaksi. Kesediaan itu

timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena

kematangan berarti kesiapan untuk melakukan sesuatu. Kesiapan ini perlu di

perhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dengan adanya kesiapan

dari dalam diri siswa maka hasil belajarnya akan lebih baik.

5. Emosi

Sebagaiman kita ketahui dalam proses belajar seorang siswa akan terbentuk

suatu kepribadian tertentu, misalnya siswa yang emosional dalam belajar akan

mudah putus asa. Hal ini mau tidak mau akan mempengaruhi bagaimana siswa

menerima, menghayati pengalaman yang didapatnya dalam suatu pembelajaran.

Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat

mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor tersebut adalah faktor lingkungan. Faktor

lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Lingkungan alami

Lingkungan alami adalah kondisi alami yang dapat berpengaruh terhadap proses dan

hasil belajar, termasuk dalam lingkungan alami yaitu suhu, cuaca, udara, pada waktu

dan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung.

14

2. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial dapat berwujud manusia, merupakan wujud lain yang dapat

mempengaruhi proses dan hasil belajar. Misalnya hubungan siswa dengan guru,

orang tua dengan anak dan lingkungan masyarakat dapat membantu tercipta

suasana belajar yang nyaman bagi siswa, sehingga dapat mempengaruhi hasil

belajar siswa.

2.2 Hakikat dan Struktur Keilmuan PKn

2.2.1 Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Secara historis-kurikuler, kemasan kurikuler pendidikan kewargaan telah

mengalami pasang surut. Dalam kurikulum sekolah sudah dikenal, mulai dari Civics tahun

1962, Pendidikan Kewargaan Negara dan Kewargaan Negara tahun 1968, Pendidikan

Moral Pancasila tahun 1975, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tahun 1994 dan

Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2004. Sementara itu diperguruan tinggi sudah di

kenal Pancasila dan Kewiraan Nasional tahun 1960-an, Pendidikan Pancasila dan

Pendidikan Kewiraan tahun 1985 dan Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2003. Di

negara lain kemasan kurikuler seperti itu dikenal sebagai civic education dalam konteks

wacana pendidikan untuk Kewarganegaraan yang demokratis menurut konstitusi

negaranya masing-masing.

Sebagaimana berkembang di berbagai belahan dunia, tercatat adanya berbagai

nomenklatuur untuk itu, yakni: “Citizenship education” (Uk), termaksud di dalamnya “Civic

education” (USA) atau disebut juga Pendidikan Kewarganegaraan (Indonesia), atau

“ta’Limatul muwwatanah/at tarbiyatul al watoniyah (Timur Tengah) atau “education civicas”

(Mexico), atau “Sachunterricht” (Jerman) atau “civics” (Australia) atau “social studies” (New

Zealand) atau “Life Orientation” (Afrika Selatan) atau “people and society” (Hungary), atau

“Civics and moral education” (Singapore) (Kerr: 1999; Winataputra: 2001). Semua itu

merupakan wahana pendidikan karakter (character education) yang bersifat

multidimensional (Cogan and Derricott: 1998) yang dimiliki oleh kebanyakan negara di

dunia.

CIVITAS International (2006) merumuskan konsep tersebut secara lebih luas

seperti berikut: “Civic education involves many things: the study of constitutions; the rule of

15

law and the operations of public institutions; the study of electoral processes; instruction in

the values and attitudes of good citizenship; the development of the skill of government

and politics; issues of human rights and intergroup relations; and conflict resolution Civic

education is pedagogy, encompassing education and training of both yauths and adults in

and outside of schools. Civic education can also take place through radio and televition

beoadcasting and other means. Distance learning teachniques are increasingly important,

particularly in the developing world.

Ditinjau dari sudut kebahasaan, ada perbedaan antara PKn (n) dengan PKN (N).

PKN (N) adalah Pendidikan Kewargaan Negara, sedangkan PKn (n) adalah Pendidikan

Kewarganegaraan. Pendidikan Kewargaan Negara adalah pendidikan yang berkenaan

dengan status seseorang sebagai warga negara suatu negara, sedangkan Pendidikan

Kewarganegaraan adalah pendidikan yang berkenaan dengan hal-ihwal

kewarganegaraan.

Berpijak dari peristilahan tersebut, dalam perkembangannya terdapat berbagai

penafsiran dan ketidak-konsistenan dalam penggunaannya. Menurut Soemantri (Mawardi,

2011:3) Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) adalah padanan civic education, yang

merupakan mata pelajaran sosial yang bertujuan untuk membentuk atau membina warga

negara yang baik, yaitu warganegara yang tahu, mau dan mampu berbuat baik. Warga

negara yang baik adalah warga negara yang mengetahui dan menyadari serta

melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara menurut Winataputra

(Mawardi, 2011:4). Sedangkan PKn (n) adalah Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu

pendidikan yang menyangkut status formal warga negara yang pada awalnya diatur dalam

Undang-Undang No. 2 th. 1949. Undang-undang ini berisi tentang diri kewarganegaraan,

dan peraturan tentang naturalisasi atau pemerolehan status sebagai warga negara

Indonesia menurut Winataputra (Mawardi, 2011:4). Undang-undang ini telah diperbaharui

dalam UU No. 62 th. 1958. Dalam perkembangannya, UU ini dianggap cukup diskriminatif,

sehingga diperbaharui lagi menjadi UU No. 12 th. 2006 tentang kewarganegaraan, yang

telah diberlakukan mulai 1 Agustus 2006. UU ini telah disahkan oleh DPR dalam sidang

paripurna tanggal 11 Juli 2006. Sedangkan R. Gultom (1992) menggunakan istilah PKn

untuk menjelaskan pendidikan yang bertujuan untuk membina warganegara memahami

16

hak dan kewajibannya. Sedangkan PKN adalah pendidikan yang berkenaan dengan

statusnya sebagai Warga Negara Indonesia.

Untuk menghindari perbedaan penafsiran, maka dalam buku ini di gunakan istilah

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai padanan dari civics education, seturut

dengan istilah yang digunakan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

(UUSPN) NO. 20 Tahun 2003, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Tahun 2006

dan Permendiknas No. 22 tahun 2006 Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah di

Indonesia. Landasan yuridis operasional eksistensi PKn dapat dicermati dari ketentuan

berikut: Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) NO. 20 Tahun 2003.

Dalam pasal 37 ayat (1) dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah

wajib memuat:

1. Pendidikan Agama

2. Pendidikan Kewarganegaraan

3. Bahasa

4. Matematika

5. Ilmu Pengetahuan Alam

6. Ilmu Pengetahuan Sosial

7. Seni dan Budaya

8. Pendidikan Jasmani dan Olah Raga

9. Keterampilan/Kejujuran dan

10. Muatan Lokal.

Pasal 37 ayat (1) dinyatakan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan

untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan

cinta tanah air”. Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan dasar

dan Menengah Jo PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Dalam pasal 1 ayat (2) Permendiknas No. 22 tahun 2006 yang merunjuk

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tantang Standar Nasional Pendidikan Pasal

6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejujuran, dan

khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;

17

3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

4. Kelompok mata pelajaran estetika;

5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.

Tentang hakikat PKn, ada berbagai pandangan mengenai apa itu PKn. Pandangan-

pandangan tersebut antara lain adalah:

1. Azyumardi Azar: “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan

membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law,

HAM, hak dan kewajiban warga negara, serta proses demokrasi”

2. Zamroni: “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan

untuk mempersiapkan masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis”

3. Sordijarto: “Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan

untuk membentu peserta didik untuk menjadi warganegara yang secara politik dewasa

dan ikut serta membengun sistem politik yang demokratis”

4. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP): mata pelajaran

Kewarganegaraan dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta

didik akan status, hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan

wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara,

penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian

lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan

pada hukum, ketaatan membeyar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi

dan nepotisme.

Berdasarkan berbagai pandangan mengenai hakikat PKn seperti tersebut di

atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa komponen penting dalam PKn,

yaitu: 1). PKn merupakan salah satu subsistem pendidikan nasional, 2). Kajian PKn

meliputi Pemerintahan, Konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak

dan kewajiban warga negara, 3). PKn merupakan alat pendidikan demokrasi, dan 4).

PKn sebagai wahana pendidikan politik warganegara.

Kesimpulan ini sejalan dengan ketentuan dalam lampiran Permendiknas No.

22 tahun 2006 yang menetapkan bahwa hakikat PKn adalah merupakan mata

pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan

18

mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara

Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila

dan UUD 1945.

2.2.2. Struktur Keilmuan PKn

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian

interdisipliner, artinya materi keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan dikembangkan dari

berbagai disiplin ilmu, antara lain ilmu politik, ilmu negara, ilmu tata negara, hukum,

sejarah, moral dan filsafat.

Struktur keilmuannya mencakup tiga dimensi, yaitu: (a) Civics Knowledge

(Pengetahuan Kewarganegaraan), (b) Civics Skill (Keterampilan Kewarganegaraan), (c)

Civics virtues (Kebajikan Kewarganegaraan). Ketiga dimensi struktur keilmuan PKn

tersebut saling terkait satu dengan yang lain.

2.3 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Dalam penelitian ini terdapat beberapa penelitian yang sesuai dengan penelitian

yang sedang dilakukan oleh peneliti. Peneliti mencantumkan 3 penelitian yang relevan

seperti di bawah ini.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah skripsi yang diteliti oleh Eva

Nurhayati dengan judul “Pengaruh Penggunaan Metode Belajar Aktif Tipe Quiz Team

Terhadap Minat Belajar dan Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas X Akuntansi SMK Negeri

3 Jepara tahun 2006/2007”. Dari hasil analisis kedua kelompok, hasil uji ketuntasan belajar

kelompok eksperimen 83.18 hasil belajarnya lebih dari 70. Sedangkan untuk kelompok

kontrol hasil belajarnya 79.60 telah mencapai ketuntasan belajar. Artinya minat belajar

kelompok eksperimen lebih tinggi daripada minat belajar kelompok kontrol.

Nita Septiningsih dalam skripsinya yang berjudul “Eksperimentasi Pembelajaran

Matematika Melalui Metode Team Quiz Dan Metode Learning Start With A Question ( LSQ

) Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa (Pada Kelas VIII Semester II MTs Negeri Surakarta II

TA 2009/ 2010)”. Dari hasil analisis data dapat disimpulkan (1) Terdapat pengaruh metode

pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa, ini berarti bahwa pembelajaran matematika

dengan menggunakan metode Team Quiz lebih baik daripada pembelajaran matematika

19

dengan metode LSQ, (2) Terdapat pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar

siswa, ini berarti bahwa semakin tinggi aktivitas belajar siswa, maka semakin baik prestasi

yang dicapai dan sebaliknya semakin rendah aktivitas belajar siswa, maka semakin rendah

pula prestasi belajarnya, (3) Tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan

aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa. Ini berarti, jika dilihat pada masing-masing

tingkat aktivitas (tinggi, sedang, dan rendah), metode pembelajaran Team Quiz memiliki

prestasi yang lebih baik daripada metode pembelajaran LSQ. Pada sisi lain, jika dilihat dari

penggunaan metode pembelajaran, pada siswa yang mempunyai aktivitas lebih tinggi

memiliki prestasi yang lebih baik.

Ayu Permata Sari dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Metode

Pembelajaran Aktif Tipe Quiz Team Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V Terhadap Hasil

Belajar Siswa di SDN 01 Karanggeneng Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora”.

Berdasarkan hasil penelitian antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

perbedaan rata-rata berkisar antara 17,43560 sampai dengan 28,87690 dengan

perbedaan rata-rata 23, 15625. Artinya dalam penelitian ini metode pembelajaran aktif tipe

quiz team berpengaruh terhadap hasil beljara siswa.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Eva Nurhayati dengan peneliti yang

sekarang adalah Eva Nurhayati meneliti tentang minat belajar dan hasil belajar siswa X

Akuntansi SMK. Perbedaan penelititian yang dilakukan oleh Nita Septinigsih dengan

peneliti yang sekarang adalah Nita Septiningsih meneliti tentang pembelajaran matematika

melalui metode Team Quiz dan metode Learning Start With A Question ( LSQ ) yang

ditinjau dari aktivitas belajar siswa kelas VIII MTs. Perbedaan Penelitian yang dilakukan

oleh Ayu Permata Sari dengan peneliti yang sekarang adalah Ayu Permata Sari meneliti

mata pelajaran IPA kelas V SD. Sedangkan peneliti yang sekarang meneliti tentang

metode pembelajaran aktif tipe quiz team pada pelajaran PKn kelas IV SD. Sedangkan

peneliti yang sekarang meneliti tentang hasil belajar siswa mata pelajaran PKn kelas IV

SD. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Ayu Permata Sari dengan peneliti yang

sekarang adalah pada mata pelajaran dan kelas yang diteliti.

20

2.4 Kerangka Berfikir

Kondisi awal kelas kontrol dan kelas eksperimen berada dalam kondisi yang

seimbang hasil belajarnya. Disini yang dijadikan kelas eksperimen adalah kelas yang

diajar dengan metode pembelajaran aktif tipe quiz team dan yang dijadikan kelas kontrol

adalah kelas yang diajar dengan metode konvensional. Kelas kontrol diberikan pretest

kemudian diajar dengan metode biasa dan posttest. Kelas eksperimen diberi pretest

kemudian diajar dengan metode pembelajaran aktif tipe quiz team selanjutnya diberikan

posttest.

Membandingkan hasil belajar siswa antara yang diajar menggunakan metode

pembelajaran aktif quiz team dengan yang hanya menggunakan metode pembelajaran

biasa adalah salah satu cara untuk mengetahui seberapa besar pengaruh metode

pembelajaran aktif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Jika siswa yang diajar dengan

metode pembelajaran aktif tipe quiz team memperoleh hasil belajar di atas rata-rata,

berarti metode pembelajaran aktif tipe quiz team benar-benar baik digunakan dalam

pembelajaran. Akan tetapi jika siswa yang diajar dengan metode pembelajaran aktif tipe

quiz team juga memperoleh hasil belajar yang sama, berarti metode pembelajaran aktif

tipe quiz team kurang baik dalam pembelajaran.

21

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah adanya perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran aktif tipe quiz

team terhadap hasil belajar siswa mata pelajaran PKn kelas IV di SDN Kecandran 01

Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Kelas Kontrol

Kelas

Eksperimen

Pretest

Pretest

Posttest

Posttest

Pembelajaran PKn

dengan metode

konvensional

Pembelajaran PKn

dengan metode

pembelajaran

aktif tipe quiz

team

Diperoleh hasil yang

homogen/sama

Adanya perbedaan yang

signifikan antara kelas

eksperimen yang

menggunakan metode

pembelajaran aktif tipe

quiz team dan kelas

kontrol yang hanya

menggunakan

pendekatan

konvensional