Upload
donhu
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Metode Pembelajaran Aktif
2.1.1.1.Pengertian Pembelajaran Aktif
Menurut piaget dalam teori belajar Ratna Wilis (1988) pembelajaran aktif adalah
mengkaji gagasan, mendiskusikan gagasan, memecahkan masalah, mengambil
kesimpulan dan menerapkan apa yang dipelajari dengan semangat dan menyenangkan.
Pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan peserta didik
berperan aktif dalam proses pembelajaran, baik interaksinya sesama peserta didik
maupun peserta didik dengan pengajar dalam proses pembelajaran. Pembelajaran aktif
menuntut siswa untuk bersemangat, gesit, menyenangkan dan penuh gairah. Selama
proses pembelajaran peserta didik dapat beraktivitas, bergerak dan melakukan sesuatu
dengan aktif untuk mendapatkan informasi dalam proses pembelajaran di dalam kelas.
Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai
berikut:
1. Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar
melainkan pada pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap
topik atau permasalahan yang dibahas.
2. Peserta didik tidak hanya mendengarkan kuliah secara pasif tetapi mengerjakan
sesuatu yang berkaitan dengan materi pelajaran
3. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi
pelajaran.
4. Peserta didik lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan
evaluasi.
5. Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran aktif peserta didik mengambil peran yang lebih penting untuk
menentukan bagaimana dan apa yang akan mereka ketahui. Melalui pembelajaran aktif
peserta didik akan merasa lebih bertanggung jawab tentang apa yang mereka kerjakan.
6
Pembelajaran aktif bertujuan untuk mengembangkan kemempuan berpikir analitis dari
peserta didik dan kapasitas peserta didik untuk menggunakan kemampuan tersebut.
Selain berpikir analitis peserta didik juga diharapkan mampu menggunakan kemampuan
mereka dalam mengikuti pembelajaran. Agar peserta didik aktif dalam pembelajaran guru
juga harus mampu mengembangkan materi pelajaran yang menarik perhatian peserta
didik.
Sehingga peserta didik akan merasa senang dan antusias dalam mengikuti
pelajaran. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru dalam upaya mengaktifan peserta
didik adalah dengan membagi siswa dalam kelompok. Ketika peserta didik dibagi dalam
kelompok akan merangsang daya pikir dan keaktifan dalam berdiskusi serta bekerja sama
sesama teman. Dengan waktu yang singkat siswa akan merasa bertanggung jawab akan
tugas yang diberikan guru. Peserta didik akan terdorong untuk membuat pertanyaan-
pertanyaan pada saat diskusi. Selain membangun kerjasama dan tanggung jawab peserta
didik juga ajarkan untuk menghargai pendapat orang lain. Pembelajaran aktif pada
dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons anak didik
dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan,
tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi
pembelajaran aktif pada anak didik dapat membantu ingatan (memory) mereka, sehingga
mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang
diperhatikan pada pembelajaran konvensional sehingga peserta didik cenderung pasif
pada saat pembelajaran.
Ketika mendengarkan secara terus-menerus dalam waktu tertentu peserta didik
akan merasa bosan dan pikiran mereka melayang kemana-mana. Sehingga kurang
menerima pelajaran, peserta didik bisa saja berada di dalam kelas dan mengikuti pelajaran
tetapi informasi yang disampaikan oleh guru tidak dapat diterima dengan baik. Penelitian
Pollio dalam Silberman (2011: 24) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran konvensional
peserta didik dalam ruang kelas tidak memperhatikan kurang lebih 40%. Sementara
penelitian Mc Keachie dalam Silberman (2011: 24) menyebutkan bahwa perhatian peserta
didik selama sepuluh menit pertama mencapai 70% dan pada sepuluh menit terakhir
perhatian mereka hanya bertahan 20%. Dari hasil penelitian di atas kita dapat mengetahui
seberapa jauh konsentrasi peserta didik dalam menerima pelajaran dan kondisi ini sering
7
terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam
dunia pendidikan, dimana pada saat belajar di sekolah peserta didik lebih banyak
menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari
di kelas cenderung terlupakan.
Pembelajaran aktif dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua
potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil
belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di
samping itu pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak
didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Dalam metode pembelajaran aktif
setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan
pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif
dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar peserta didik dapat belajar secara aktif guru
perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik
mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. (Mulyasa, 2004:241)
Berikut adalah perbedaan antara pembelajaran aktif dengan pembelajaran
konvensional:
Pembelajaran Aktif Pembelajaran Konvensional
Berpusat pada peserta didik Berpusat pada guru
Penekanan pada menemukan Penekanan pada menerima pengetahuan
Sangat menyenagkan Kurang menyenangkan
Memberdayakan semua Kurang memberdayakan semua
Menggunakan banyak metode Menggunakan metode yang monoton
Menggunakan banyak media Kurang banyak media yang digunakan
Mengaitakan dengan pengetahuan yang sudah ada
Tidak mengaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran aktif adalah
suatu metode belajar dimana peserta didik bukan hanya sekedar mendengarkan informasi
yang disampaikan oleh guru, akan tetapi peserta didik juga dapat mencari dan
menjelaskan sendiri informasi yang disampaikan oleh guru. Mereka dapat menggunakan
semua potensi yang dimilikinya untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik.
8
1.1.1.2 Quiz Team
Quiz team adalah salah satu bentuk atau bagian dari pembelajaran aktif yang
mengedepankan kegiatan yang menyenangkan, menciptakan kreativitas- kreativitas baru,
mengutamakan efektivitas dalam belajar, memobilisasi kelompok secara konsisten.
Belajar aktif melalui pendekatan kuis tim ini memiliki cirri khusus sebagai berikut:
1. Belajar dimulai dengan suatu topik
2. Pembentukan tim, untuk mengenal satu sama lain dalam menciptakan satu kerjasama
dan kesalingtergantungan.
3. Pelibatan belajar secara langsung untuk menciptakan minat awal terhadap pelajaran.
4. Penilaian serentak untuk mempelajari sikap, pengetahuan, dan pengalaman siswa.
Quiz team merupakan model pembelajaran aktif yang dikembangkan oleh Mel
Silberman, dalam tipe quiz team peserta didik di bagi menjadi tiga tim. Setiap peserta didik
dalam tim bertanggung jawab untuk menyiapkan kuis jawaban singkat, dan tim yang lain
menggunakan waktunya untuk memeriksa catatan. Setiap tim secara bergiliran menjadi
pemandu kuis, tim yang menjawab pertanyaan yang diberikan oleh tim pemandu kuis.
Dengan adanya teknik tim ini dapat meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didik atas
apa yang mereka pelajari dengan cara yang menyenangkan, tidak monoton dan tidak
membosankan.
Di dalam Quiz team guru menjelaskan materi secara klasikal, kemudian peserta
didik dibagi dalam tiga kelompok besar. Semua anggota bersama-sama mempelajari
materi tersebut, mendiskusikan materi, saling memberi masukan, saling memberikan
pertanyaan dan jawaban, setelah materi selesai diadakan suatu pertandingan akademis.
Menurut Dalvi (2006:53) metode pembelajaran aktif tipe quiz team dapat menghidupkan
suasana dan mengaktifkan peserta didik untuk bertanya ataupun menjawab pertanyaaan.
Dengan adanya pertandingan maka akan tercipta kompetisi antar kelompok,
peserta didik akan mempunyai tanggung jawab yang sama serta saling memberikan
motivasi agar dapat memporoleh hasil yang tinggi dalam pertandingan. Metode
pembelajaran aktif tipe quiz team dapat meningkatkan semangat belajar peserta didik
pada mata pelajaran PKn dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peserta didik akan
merasa senang pada mata pelajaran PKn, tidak ada yang beranggapan bahwa pelajaran
PKn itu membosankan.
9
1.1.1.3 Prosedur Quiz Team
Silberman (2007:163) mengungkapkan prosedur pembelajaran dengan
menggunakan tipe quiz team sebagai berikut :
a. Guru memilih topik yang dapat dipresentasikan dalam tiga bagian
b. Guru membagi peserta didik menjadi tiga tim
c. Guru menjelaskan skenario pembelajaran
d. Guru meminta tim A menyiapkan kuis dengan jawaban singkat, sementara tim B dan
tim C memanfaatkan waktu untuk memeriksa catatan
e. Tim A memberikan kuis kepada tim B, jika tim B tidak bisa menjawab, tim C diberikan
kesempatan untuk menjawabnya.
f. Tim A melanjutkan pertanyaan selanjutnya kepada tim C dan ulangi prosesnya
g. Ketika kuisnya selesai, lanjutkan dengan bagian kedua dan tunjuklah tim B sebagai
pemandu kuis
h. Setelah tim B menyelesaikan kuisnya lanjutkan dengan bagian ketiga dan tentukan
tim C sebagai pemandu kuis.
2.1.2 Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) , secara etimologis belajar memiliki
arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki pengertian bahwa
belajar adalah suatu kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Menurut Slameto
(2010:2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pangalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi
dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak
semua perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.
Sementara menurut Hamalik (2001: 27) belajar merupakan suatu proses, suatu
kegiatan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih
luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan
melainkan pengubahan tingkah laku. Menurut Purwanto, (2008: 39) belajar merupakan
proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan
10
perubahan dalam perilakunya. Menurut Winkel dalam Purwanto (2008:39) berpendapat
bahwa belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
keterampilan dan sikap.
Jadi, melalui teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha
yang dilakukan seseorang secara sadar untuk mengubah perilaku secara berangsur-
angsur yang keadaannya berbeda dengan keadaan sebelumnya melalui informasi
sehingga menjadi pribadi yang lebih baik meliputi perubahan pengetahuan, afektif dan
psikomotorik.
2.1.2.2. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Hamalik (2001:30) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan
terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut misalnya dari yang tidak tahu menjadi
tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau
diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan
dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam
berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian
terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek
kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
Sementara itu menurut Winkel dalam Purwanto (2008:48) hasil belajar adalah perubahan
yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah laku. Perubahan yang
terjadi pada manusia adalah hasil dari mereka belajar, selain perubahan tingkah laku
manusia juga mengalami perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut
Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya
kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan
kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang
proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi.
Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
11
1. Pengetahuan
Kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali
kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa
mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya.
2. Pemahaman
Kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang
sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan
memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian
yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
3. Penerapan
Kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata
cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkrit.
4. Analisis
Kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
5. Sintesis
Kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis
merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara
logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk
pola baru.
6. Evaluasi
Penilian/evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan
terhadap suatu kondisi, nilai atau ide.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah
memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Sedangkan ranah psikomotor merupakan ranah
12
yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang
berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul,
dan sebagainya. Menurut Simpson (1956) hasil belajar psikomotor ini tampak dalam
bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini
sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan
hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan
berperilaku).
2.1.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil
belajar digolongkan menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah
faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern meliputi:
1. Kondisi fisiologis
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan
belajar seseorang. Seorang siswa dalam keadaan segar jasmaninya akan
berpengaruh terhadap hasil belajarnya, sebaliknya siswa yang fisiknya lelah juga
akan mempengaruhi hasil belajarnya. Di samping kondisi tersebut yang tidak kalah
pentingnya adalah kondisi panca indera, terutama penglihatan dan pendengaran.
Sebagian besar yang dipelajari manusia adalah dengan membaca, melihat contoh
atau model, mendengarkan penjelasan guru. Sudah jelas di antara seluruh panca
indera mata dan telinga memiliki peranan yang sangat penting.
2. Minat dan perhatian
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan
suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau
dekat hubungan tersebut maka semakin besar minat yang dimilki.
Perhatian adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan
pemilihan rangsangan yang datang dari lingkungannya. Minat dan perhatian biasanya
berkaitan erat, apabila seorang siswa menaruh minat pada suatu pelajaran tertentu,
biasanya cenderung memperhatikannya dengan baik. Minat dan perhatian yang tinggi
13
pada mata pelajaran akan member dampak yang baik prestasi belajr siswa. Oleh
karena itu, seorang siswa harus menaruh minat dan perhatian yang tinggi dalam
proses pembelajaran di sekolah. Sehingga dengan minat dan perhatian yang tinggi
maka kita akan berhasil dalam pembelajaran.
3. Motivasi
Motivasi adalah kondidi psikologi yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu. Motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
belajar. Motivasi selalu mendasari dan mempengaruhi setiap usaha serta kegiatan
seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Siswa yang memiliki motivasi
yang tinggi dalam belajar akan mencapai prestasi belajar yang tinggi, sebaliknya
siswa yang memiliki motivasi yang rendah dalam belajar akan kurang prestasinya.
4. Kesiapan
Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response atau bereaksi. Kesediaan itu
timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena
kematangan berarti kesiapan untuk melakukan sesuatu. Kesiapan ini perlu di
perhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dengan adanya kesiapan
dari dalam diri siswa maka hasil belajarnya akan lebih baik.
5. Emosi
Sebagaiman kita ketahui dalam proses belajar seorang siswa akan terbentuk
suatu kepribadian tertentu, misalnya siswa yang emosional dalam belajar akan
mudah putus asa. Hal ini mau tidak mau akan mempengaruhi bagaimana siswa
menerima, menghayati pengalaman yang didapatnya dalam suatu pembelajaran.
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor tersebut adalah faktor lingkungan. Faktor
lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Lingkungan alami
Lingkungan alami adalah kondisi alami yang dapat berpengaruh terhadap proses dan
hasil belajar, termasuk dalam lingkungan alami yaitu suhu, cuaca, udara, pada waktu
dan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung.
14
2. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial dapat berwujud manusia, merupakan wujud lain yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Misalnya hubungan siswa dengan guru,
orang tua dengan anak dan lingkungan masyarakat dapat membantu tercipta
suasana belajar yang nyaman bagi siswa, sehingga dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa.
2.2 Hakikat dan Struktur Keilmuan PKn
2.2.1 Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Secara historis-kurikuler, kemasan kurikuler pendidikan kewargaan telah
mengalami pasang surut. Dalam kurikulum sekolah sudah dikenal, mulai dari Civics tahun
1962, Pendidikan Kewargaan Negara dan Kewargaan Negara tahun 1968, Pendidikan
Moral Pancasila tahun 1975, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tahun 1994 dan
Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2004. Sementara itu diperguruan tinggi sudah di
kenal Pancasila dan Kewiraan Nasional tahun 1960-an, Pendidikan Pancasila dan
Pendidikan Kewiraan tahun 1985 dan Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2003. Di
negara lain kemasan kurikuler seperti itu dikenal sebagai civic education dalam konteks
wacana pendidikan untuk Kewarganegaraan yang demokratis menurut konstitusi
negaranya masing-masing.
Sebagaimana berkembang di berbagai belahan dunia, tercatat adanya berbagai
nomenklatuur untuk itu, yakni: “Citizenship education” (Uk), termaksud di dalamnya “Civic
education” (USA) atau disebut juga Pendidikan Kewarganegaraan (Indonesia), atau
“ta’Limatul muwwatanah/at tarbiyatul al watoniyah (Timur Tengah) atau “education civicas”
(Mexico), atau “Sachunterricht” (Jerman) atau “civics” (Australia) atau “social studies” (New
Zealand) atau “Life Orientation” (Afrika Selatan) atau “people and society” (Hungary), atau
“Civics and moral education” (Singapore) (Kerr: 1999; Winataputra: 2001). Semua itu
merupakan wahana pendidikan karakter (character education) yang bersifat
multidimensional (Cogan and Derricott: 1998) yang dimiliki oleh kebanyakan negara di
dunia.
CIVITAS International (2006) merumuskan konsep tersebut secara lebih luas
seperti berikut: “Civic education involves many things: the study of constitutions; the rule of
15
law and the operations of public institutions; the study of electoral processes; instruction in
the values and attitudes of good citizenship; the development of the skill of government
and politics; issues of human rights and intergroup relations; and conflict resolution Civic
education is pedagogy, encompassing education and training of both yauths and adults in
and outside of schools. Civic education can also take place through radio and televition
beoadcasting and other means. Distance learning teachniques are increasingly important,
particularly in the developing world.
Ditinjau dari sudut kebahasaan, ada perbedaan antara PKn (n) dengan PKN (N).
PKN (N) adalah Pendidikan Kewargaan Negara, sedangkan PKn (n) adalah Pendidikan
Kewarganegaraan. Pendidikan Kewargaan Negara adalah pendidikan yang berkenaan
dengan status seseorang sebagai warga negara suatu negara, sedangkan Pendidikan
Kewarganegaraan adalah pendidikan yang berkenaan dengan hal-ihwal
kewarganegaraan.
Berpijak dari peristilahan tersebut, dalam perkembangannya terdapat berbagai
penafsiran dan ketidak-konsistenan dalam penggunaannya. Menurut Soemantri (Mawardi,
2011:3) Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) adalah padanan civic education, yang
merupakan mata pelajaran sosial yang bertujuan untuk membentuk atau membina warga
negara yang baik, yaitu warganegara yang tahu, mau dan mampu berbuat baik. Warga
negara yang baik adalah warga negara yang mengetahui dan menyadari serta
melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara menurut Winataputra
(Mawardi, 2011:4). Sedangkan PKn (n) adalah Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu
pendidikan yang menyangkut status formal warga negara yang pada awalnya diatur dalam
Undang-Undang No. 2 th. 1949. Undang-undang ini berisi tentang diri kewarganegaraan,
dan peraturan tentang naturalisasi atau pemerolehan status sebagai warga negara
Indonesia menurut Winataputra (Mawardi, 2011:4). Undang-undang ini telah diperbaharui
dalam UU No. 62 th. 1958. Dalam perkembangannya, UU ini dianggap cukup diskriminatif,
sehingga diperbaharui lagi menjadi UU No. 12 th. 2006 tentang kewarganegaraan, yang
telah diberlakukan mulai 1 Agustus 2006. UU ini telah disahkan oleh DPR dalam sidang
paripurna tanggal 11 Juli 2006. Sedangkan R. Gultom (1992) menggunakan istilah PKn
untuk menjelaskan pendidikan yang bertujuan untuk membina warganegara memahami
16
hak dan kewajibannya. Sedangkan PKN adalah pendidikan yang berkenaan dengan
statusnya sebagai Warga Negara Indonesia.
Untuk menghindari perbedaan penafsiran, maka dalam buku ini di gunakan istilah
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai padanan dari civics education, seturut
dengan istilah yang digunakan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN) NO. 20 Tahun 2003, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Tahun 2006
dan Permendiknas No. 22 tahun 2006 Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah di
Indonesia. Landasan yuridis operasional eksistensi PKn dapat dicermati dari ketentuan
berikut: Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) NO. 20 Tahun 2003.
Dalam pasal 37 ayat (1) dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah
wajib memuat:
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Kewarganegaraan
3. Bahasa
4. Matematika
5. Ilmu Pengetahuan Alam
6. Ilmu Pengetahuan Sosial
7. Seni dan Budaya
8. Pendidikan Jasmani dan Olah Raga
9. Keterampilan/Kejujuran dan
10. Muatan Lokal.
Pasal 37 ayat (1) dinyatakan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan
untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air”. Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan dasar
dan Menengah Jo PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Dalam pasal 1 ayat (2) Permendiknas No. 22 tahun 2006 yang merunjuk
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tantang Standar Nasional Pendidikan Pasal
6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejujuran, dan
khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
17
3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
4. Kelompok mata pelajaran estetika;
5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Tentang hakikat PKn, ada berbagai pandangan mengenai apa itu PKn. Pandangan-
pandangan tersebut antara lain adalah:
1. Azyumardi Azar: “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan
membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law,
HAM, hak dan kewajiban warga negara, serta proses demokrasi”
2. Zamroni: “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan
untuk mempersiapkan masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis”
3. Sordijarto: “Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan
untuk membentu peserta didik untuk menjadi warganegara yang secara politik dewasa
dan ikut serta membengun sistem politik yang demokratis”
4. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP): mata pelajaran
Kewarganegaraan dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta
didik akan status, hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan
wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara,
penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian
lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan
pada hukum, ketaatan membeyar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi
dan nepotisme.
Berdasarkan berbagai pandangan mengenai hakikat PKn seperti tersebut di
atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa komponen penting dalam PKn,
yaitu: 1). PKn merupakan salah satu subsistem pendidikan nasional, 2). Kajian PKn
meliputi Pemerintahan, Konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak
dan kewajiban warga negara, 3). PKn merupakan alat pendidikan demokrasi, dan 4).
PKn sebagai wahana pendidikan politik warganegara.
Kesimpulan ini sejalan dengan ketentuan dalam lampiran Permendiknas No.
22 tahun 2006 yang menetapkan bahwa hakikat PKn adalah merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan
18
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila
dan UUD 1945.
2.2.2. Struktur Keilmuan PKn
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian
interdisipliner, artinya materi keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan dikembangkan dari
berbagai disiplin ilmu, antara lain ilmu politik, ilmu negara, ilmu tata negara, hukum,
sejarah, moral dan filsafat.
Struktur keilmuannya mencakup tiga dimensi, yaitu: (a) Civics Knowledge
(Pengetahuan Kewarganegaraan), (b) Civics Skill (Keterampilan Kewarganegaraan), (c)
Civics virtues (Kebajikan Kewarganegaraan). Ketiga dimensi struktur keilmuan PKn
tersebut saling terkait satu dengan yang lain.
2.3 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Dalam penelitian ini terdapat beberapa penelitian yang sesuai dengan penelitian
yang sedang dilakukan oleh peneliti. Peneliti mencantumkan 3 penelitian yang relevan
seperti di bawah ini.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah skripsi yang diteliti oleh Eva
Nurhayati dengan judul “Pengaruh Penggunaan Metode Belajar Aktif Tipe Quiz Team
Terhadap Minat Belajar dan Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas X Akuntansi SMK Negeri
3 Jepara tahun 2006/2007”. Dari hasil analisis kedua kelompok, hasil uji ketuntasan belajar
kelompok eksperimen 83.18 hasil belajarnya lebih dari 70. Sedangkan untuk kelompok
kontrol hasil belajarnya 79.60 telah mencapai ketuntasan belajar. Artinya minat belajar
kelompok eksperimen lebih tinggi daripada minat belajar kelompok kontrol.
Nita Septiningsih dalam skripsinya yang berjudul “Eksperimentasi Pembelajaran
Matematika Melalui Metode Team Quiz Dan Metode Learning Start With A Question ( LSQ
) Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa (Pada Kelas VIII Semester II MTs Negeri Surakarta II
TA 2009/ 2010)”. Dari hasil analisis data dapat disimpulkan (1) Terdapat pengaruh metode
pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa, ini berarti bahwa pembelajaran matematika
dengan menggunakan metode Team Quiz lebih baik daripada pembelajaran matematika
19
dengan metode LSQ, (2) Terdapat pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar
siswa, ini berarti bahwa semakin tinggi aktivitas belajar siswa, maka semakin baik prestasi
yang dicapai dan sebaliknya semakin rendah aktivitas belajar siswa, maka semakin rendah
pula prestasi belajarnya, (3) Tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan
aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa. Ini berarti, jika dilihat pada masing-masing
tingkat aktivitas (tinggi, sedang, dan rendah), metode pembelajaran Team Quiz memiliki
prestasi yang lebih baik daripada metode pembelajaran LSQ. Pada sisi lain, jika dilihat dari
penggunaan metode pembelajaran, pada siswa yang mempunyai aktivitas lebih tinggi
memiliki prestasi yang lebih baik.
Ayu Permata Sari dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Metode
Pembelajaran Aktif Tipe Quiz Team Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V Terhadap Hasil
Belajar Siswa di SDN 01 Karanggeneng Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora”.
Berdasarkan hasil penelitian antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
perbedaan rata-rata berkisar antara 17,43560 sampai dengan 28,87690 dengan
perbedaan rata-rata 23, 15625. Artinya dalam penelitian ini metode pembelajaran aktif tipe
quiz team berpengaruh terhadap hasil beljara siswa.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Eva Nurhayati dengan peneliti yang
sekarang adalah Eva Nurhayati meneliti tentang minat belajar dan hasil belajar siswa X
Akuntansi SMK. Perbedaan penelititian yang dilakukan oleh Nita Septinigsih dengan
peneliti yang sekarang adalah Nita Septiningsih meneliti tentang pembelajaran matematika
melalui metode Team Quiz dan metode Learning Start With A Question ( LSQ ) yang
ditinjau dari aktivitas belajar siswa kelas VIII MTs. Perbedaan Penelitian yang dilakukan
oleh Ayu Permata Sari dengan peneliti yang sekarang adalah Ayu Permata Sari meneliti
mata pelajaran IPA kelas V SD. Sedangkan peneliti yang sekarang meneliti tentang
metode pembelajaran aktif tipe quiz team pada pelajaran PKn kelas IV SD. Sedangkan
peneliti yang sekarang meneliti tentang hasil belajar siswa mata pelajaran PKn kelas IV
SD. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Ayu Permata Sari dengan peneliti yang
sekarang adalah pada mata pelajaran dan kelas yang diteliti.
20
2.4 Kerangka Berfikir
Kondisi awal kelas kontrol dan kelas eksperimen berada dalam kondisi yang
seimbang hasil belajarnya. Disini yang dijadikan kelas eksperimen adalah kelas yang
diajar dengan metode pembelajaran aktif tipe quiz team dan yang dijadikan kelas kontrol
adalah kelas yang diajar dengan metode konvensional. Kelas kontrol diberikan pretest
kemudian diajar dengan metode biasa dan posttest. Kelas eksperimen diberi pretest
kemudian diajar dengan metode pembelajaran aktif tipe quiz team selanjutnya diberikan
posttest.
Membandingkan hasil belajar siswa antara yang diajar menggunakan metode
pembelajaran aktif quiz team dengan yang hanya menggunakan metode pembelajaran
biasa adalah salah satu cara untuk mengetahui seberapa besar pengaruh metode
pembelajaran aktif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Jika siswa yang diajar dengan
metode pembelajaran aktif tipe quiz team memperoleh hasil belajar di atas rata-rata,
berarti metode pembelajaran aktif tipe quiz team benar-benar baik digunakan dalam
pembelajaran. Akan tetapi jika siswa yang diajar dengan metode pembelajaran aktif tipe
quiz team juga memperoleh hasil belajar yang sama, berarti metode pembelajaran aktif
tipe quiz team kurang baik dalam pembelajaran.
21
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah adanya perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran aktif tipe quiz
team terhadap hasil belajar siswa mata pelajaran PKn kelas IV di SDN Kecandran 01
Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012.
Kelas Kontrol
Kelas
Eksperimen
Pretest
Pretest
Posttest
Posttest
Pembelajaran PKn
dengan metode
konvensional
Pembelajaran PKn
dengan metode
pembelajaran
aktif tipe quiz
team
Diperoleh hasil yang
homogen/sama
Adanya perbedaan yang
signifikan antara kelas
eksperimen yang
menggunakan metode
pembelajaran aktif tipe
quiz team dan kelas
kontrol yang hanya
menggunakan
pendekatan
konvensional