19
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Kurikulum Muatan Lokal Kurikulum sebagai rancangan pendidikan memiliki kedudukan yang sangat sentral dalam seluruh kegiatan pembelajaran, yang menentukan proses dan hasil belajar. Dimasukannya muatan lokal dalam kurikulum pada dasarnya dilandasi oleh kenyataan bahwa Indonesia memiliki beraneka ragam adat istiadat, kesenian, tata cara, tata krama pergaulan, bahasa dan pola kehidupan yang diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang bangsa Indonesia. Hal tersebut tentunya pelu dilestarikan dan dikembangkan, agar bangsa Indonesia tidak kehilangan ciri khas dan jati dirinya. Upaya menjaga ciri khas bangsa Indonesia harus dimulai sedini mungkin pada usia pra sekolah kemudian diintensifkan secara formal melalui pendidikan di sekolah dasar, sekolah menengah, sampai perguruan tinggi, yang akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik (Effendy Mulyasa, 2007: 271- 272). Kurikulum Muatan Lokal terdiri dari beberapa mata pelajaran yang berfungsi memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menumbuhkembangkan pengetahuan dan kompetensinya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan (Effendy Mulyasa, 2007: 272-273). 8 Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Kurikulum ...repository.ump.ac.id/6039/3/BAB II_NURAINI UMI... · kerja sama atau gotong royong. 11) Kreatif inovatif untuk hidup: karena

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Kurikulum Muatan Lokal

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan memiliki kedudukan

yang sangat sentral dalam seluruh kegiatan pembelajaran, yang

menentukan proses dan hasil belajar. Dimasukannya muatan lokal dalam

kurikulum pada dasarnya dilandasi oleh kenyataan bahwa Indonesia

memiliki beraneka ragam adat istiadat, kesenian, tata cara, tata krama

pergaulan, bahasa dan pola kehidupan yang diwariskan secara turun

temurun dari nenek moyang bangsa Indonesia. Hal tersebut tentunya pelu

dilestarikan dan dikembangkan, agar bangsa Indonesia tidak kehilangan

ciri khas dan jati dirinya. Upaya menjaga ciri khas bangsa Indonesia

harus dimulai sedini mungkin pada usia pra sekolah kemudian

diintensifkan secara formal melalui pendidikan di sekolah dasar, sekolah

menengah, sampai perguruan tinggi, yang akhirnya diarahkan untuk

meningkatkan kemampuan peserta didik (Effendy Mulyasa, 2007: 271-

272).

Kurikulum Muatan Lokal terdiri dari beberapa mata pelajaran yang

berfungsi memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

menumbuhkembangkan pengetahuan dan kompetensinya sesuai dengan

keadaan dan kebutuhan lingkungan (Effendy Mulyasa, 2007: 272-273).

8

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

9

Kurikulum Muatan Lokal khususnya Bahasa Jawa merupakan

kurikulum wajib bagi pendidikan dasar sampai menengah. Hal tersebut

berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor: 423.5/5/2010

mengenai Kurikulum Mata Pelajaran Muatan Lokal (Bahasa Jawa) untuk

Jenjang Pendidikan SD/ SDLB/ MI, SMP/ SMPLB/ MTS Negeri dan

Swasta Provinsi Jawa Tengah menjelaskan bahwa dalam rangka

meningkatkan mutu pendidikan di Jawa Tengah, terutama dalam upaya

penanaman nilai-nilai budi pekerti dan penguasaan bahasa Jawa bagi

siswa SD/ SDLB/ MI, SMP/ SMPLB/ MTS dan SMA/ SMALB/ SMK/

MA Negeri dan Swasta Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari Standar

Isi Mata Pelajaran Muatan Lokal (Bahasa Jawa) SD/MI dan Standar

Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Muatan Lokal (Bahasa Jawa) yang

sudah ditetapkan.

Ruang lingkup muatan lokal menurut Departemen Pendidikan

Nasional (2006:4), dapat berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian

daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan

tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang

dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Untuk pendidikan dasar

muatan lokal yang perlu dilaksanakan yaitu muatan lokal bahasa Jawa,

hal tersebut dikarena anak didik di zaman sekarang sudang sangat sedikit

yang mengetahui tata krama atau unggah-ungguh yang sesuai dengan tata

krama.

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

10

a. Pengertian Muatan Lokal

Pelaksanaan kurikulum muatan lokal harus melihat dan

berorientasi pada lingkungan. Lingkungan sangat mempengaruhi

keberhasilan suatu pelaksanaan kurikulum yang dilaksanakan atau

diterapkan oleh sekolah, sehingga sekolah harus melihat kebutuhan

dan kondisi dari lingkungan sekitar agar pelaksanaan kurikulum

muatan lokal khususnya bahasa Jawa dapat berjalan lancar dan sesuai

dengan yang diharapkan serta direncanakan dari pelaksanaan

kurikulum muatan lokal.

Menurut Abdullah Idi (2007: 260), Muatan Lokal adalah

program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan

dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, serta lingkungan budaya

dan kebutuhan daerah, sedangkan anak didik di daerah itu wajib

mempelajarinya.

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2006: 3), Muatan

Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan

kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah,

termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat

dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.

Depdikbud (dalam Effendy Mulyasa, 2007: 273), menjelaskan

pengertian Kurikulum Muatan Lokal adalah:

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan

pelajaran yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan

kebutuhan daerah masing-masing serta cara yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

11

Dari penjelasan tersebut kurikulum muatan lokal adalah

seperangkat rencana yang mengatur pelajaran dalam mengembangkan

kompetensi peserta didik yang dimiliki oleh suatu daerah sesuai

dengan keadaan dan kebutuhan dari masing-masing daerah yang

bertugas mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh

anak didik dengan menyesuaikan dengan kebutuhan daerahnya

dengan melihat lingkungannya. Lingkungan peserta didik menurut

Abdullah Idi (2007: 260- 261), terdiri atas:

1) Lingkungan Alam

Lingkungan alam adalah lingkungan alamiah yang ada di

sekitar kehidupan kita, berupa benda-benda mati yang terbagi

dalam empat kelompok lingkungan, yaitu:

(1) Pantai,

(2) dataran rendah termasuk di dalamnya daerah aliran sungai,

(3) dataran tinggi, dan

(4) pegunungan atau gunung.

Sedangkan menurut Dakar (2010: 112), lingkungan alam fisik

dibagi menjadi 2 yaitu:

(1) lingkungan fisik alami, misalnya: daerah rural, urban, semirural,

dan semiurban,

(2) lingkungan fisik buatan, misalnya: lingkungan dekat pabrik, pasar,

pariwisata, jalan besar, pelabuhan dan sebagainya.

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

12

2) Lingkungan Sosial

Lingkungan Sosial adalah lingkungan di mana terjadi interaksi

orang peorang dengan kelompok sosial atau sebaliknya, dan antara

kelompok sosial dengan kelompok lain. Pendidikan sebagai lembaga

sosial dalam sistem sosial diklaksanakan di sekolah, keluarga, dan

masyarakat, dan itu perlu dikembangkan di daerah masing-masing.

3) Lingkungan Budaya

Lingkungan budaya adalah daerah dalam pola kehidupan

masyarakat yang berbentuk bahasa daerah, seni daerah, adat-istiadat

daerah, serta tatacara dan tatakrama khas daerah. Lingkungan sosial

dalam pola kehidupan daerah berbentuk lembaga-lembaga

masyarakat dengan peraturan-peraturan yang ada dan berlaku di

daerah itu di mana sekolah atau peserta didik berada. Contoh

lembaga yang berada di masyarakat adalah Kelurahan, RT, RW,

LKMD, KUD Puskesma, Posyandu, dan Remaja Masjid.

Dalam pelaksanaan kurikulum muatan lokal (Bahasa Jawa)

haruslah berorientasi pada ketiga lingkungan tersebut di atas.

Sehingga harus ada faktor pendukung dalam pelaksanaan kurikulum

muatan lokal (Bahasa Jawa) sesuai dengan daerahnya.

b. Tujuan Pelaksanaan Program Muatan Lokal

Kurikulum mengembangkan kompetensi peserta didik memiliki

tujuan yang hendak dicapai dalam penyelenggarannya. Menurut

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

13

Depdiknas (dalam Effendy Mulyasa, 2007: 274) Secara umum tujuan

muatan lokal bertujuan:

untuk memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan dan sikap

hidup kepada peserta didik agar memiliki wawasan yang mantap

tentang lingkungan dan masyarakat sesuai dengan nilai yang

berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan

daerah serta pembangunan nasional.

Berdasarkan hal tersebut, tujuan kurikulum muatan lokal adalah

memberi bekal ilmu dan pengetahuan tentang nilai-nilai yang berlaku

di daerahnya atau unggah-ungguh masyarakat setempat, agar nantinya

peserta didik memiliki ketrampilan dan sikap yang baik dan sopan

sesuai dengan aturan atau cara yang berlaku di daerahnya. Hal

tersebut juga diungkapkan oleh ahli menurut Dakir (2010: 113-114)

menyebutkan bahwa muatan lokal memiliki tujuan dasar, diantaranya

ialah:

1) Berbudi pekerti luhur: sopan santun daereah di samping sopan

santun nasional.

2) Berkepribadian: punya jati diri- punya kepribadian daerah di

samping kepribadian nasional.

3) Mandiri: dapat mencukupi diri sendiri tanpa bantuan orang lain.

4) Terampil: menguasai 10 segi PKK di daerahnya.

5) Beretos kerja: cinta akan kerja, berkarya, dapat menggunakan

waktu terluang untuk berbuat yang berguna.

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

14

6) Professional: dapat mengerjakan kerajinan yang khas daerah,

misalnya: membatik, membuat wayang, anyam-anyaman, patung,

dan sebagainya.

7) Produktif; dapat berbuat sebagai produsen dan bukan hanya sebagai

konsumen.

8) Sehat jasmani rohani: karena suka bekerja dengan sendirinya akan

menjadi sehat jasmani dan rohani (men sana incorpore sano).

9) Cinta lingkungan: karena memperhatikan keadaan dan kebutuhan

lingkungan maka dengan sendirinya akan cinta lingkungan yang

akhirnya akan cinta tanah air.

10) Kesetiawanan sosial: dalam hal berkarya manusia selalu

membutuhkan teman kerja, oleh karenanya akan terjadi situasi

kerja sama atau gotong royong.

11) Kreatif inovatif untuk hidup: karena tidak pernah menyia-nyiakan

waktu terulang, yang bersangkutan selalu akan berbuat secara

ndregil, dapat rezeki, akibatnya menjadi orang yang ulet, tekun,

rajin, dan sebaginya.

12) Mementingkan pekerjaan yang praktis: menghilangkap gaps antara

lapangan teori dan praktek.

13) Rasa cinta budaya/ tanah air.

Selain itu dijelaskan tujuan pelaksanaan program muatan

lokal menurut Abdullah Idi (2006:262-263), ialah:

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

15

a) Tujuan langsung

(1) Bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh murid;

(2) Sumber belajar di daerah, dapat lebih dimanfaatkan untuk

kepentingan pendidikan;

(3) Murid dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan

yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang

ditemukan disekitarnya.

(4) Murid lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial dan

lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya.

b) Tujuan tak langsung

(1) Murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai

daerahnya;

(2) Murid diharapkan dapat menolong orangtuanya dan

menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidupnya;

(3) Murid menjadi akrab dengan lingkungan dan terhindar dari

keterasingan terhadap lingkungan sendiri.

Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa tujuan pelaksanaan

program muatan lokal khususnya bahasa Jawa yaitu untuk

melestarikan dan mempertahankan tradisi atau kebudayaan yang

sudah dimiliki oleh orang Jawa yang sudah menjadi ciri khas atau

budaya khususnya orang Jawa, dan mempersiapkan anak didik dalam

menghadapi perubahan zaman, sehingga anak didik nantinya mampu

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

16

mempersiapkan diri agar mampu bersaing dan mempertahankan apa

yang ada di daerah atau lingkungannya, karena dari lingkungan anak

didik akan banyak belajar dan menemukan informasi serta dapat

memecahkan masalah yang ada di lingkungannya.

c. Fungsi Muatan Lokal dalam Kurikulum

Sebagai komponen kurikulum, muatan lokal memiliki fungsi.

Menurut Abdullah Idi (2007: 266-267) menyebutkan ada 3 fungsi muatan

lokal, yaitu:

1) Fungsi Penyesuaian

Program sekolah harus disesuaikan dengan lingkungan dan

kebutuhan daerah dan masyarakat, sehingga setiap pribadi dapat

menyesuaikan diri dan akrab dengan daerah lingkungnnya.

2) Fungsi Integral

Muatan lokal berfungsi mendidik pribadi-pribadi peserta didik agar

dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat dan lingkungannya

atau berfungsi untuk membentuk dan mengintegrasikan pribadi

peserta didik dengan masyarakat.

3) Fungsi Perbedaan

Pengakuan atas perbedaan berarti memberikan kesempatan bagi

setiap pribadi untuk memilih apa yang sesuai dengan minat, bakat, dan

kemampuan.

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

17

2. Pembelajaran Bahasa Jawa di SD

Bahasa Jawa adalah suatu bahasa yang dimiliki suatu daerah yang

digunakan sebagai alat komunikasi, yang menjadi identitas atau ciri dari

suatu daerah tertentu. Bahasa daerah tersebut harus dilestarikan dan dijaga

agar tidak punah atau hilang keberadaanya, karena di zaman modern

seperti sekarang ini banyak bermunculan berbagai bahasa yang digunakan

oleh para generasi muda.

Pembelajaran bahasa Jawa di Sekolah Dasar meliputi

mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Kegiatan mendengarkan

berupa memahami wacana lisan yang didengar baik teks sastra maupun

nonsastra dalam berbagai ragam bahasa. Kegiatan berbicara diarahkan

kepada kemampuan dalam mengungkapkan pikiran, perasaan, baik sastra

maupun nonsastra dengan menggunakan berbagai ragam bahasa. Kegiatan

membaca diarahkan untuk memahami teks sastra maupun nonsastra dalam

berbagai ragam bahasa berupa teks bacaan, pidato, geguritan, percakapan,

dan lain sebagainya. Kegiatan menulis diarahkan pada keterampilan

menulis dalam mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi.

Pelaksanaan pembelajaran bahasa Jawa di sekolah dasar memiliki

tujuan-tujuan tertentu. Kongres Bahasa Jawa IV dalam Sudjarwadi,

menjelaskan tujuan pembelajaran bahasa Jawa di sekolah dasar sebagai

berikut:

a) Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Jawa sebagai bahasa

daerah dan berkewajiban mengembangkan serta melestarikannya,

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

18

b) Siswa memahami bahasa Jawa dari segi bentuk, makna dan fungsi

serta menggunakannya dengan tepat untuk bermacam-macam tujuan

keperluan, keadaan, misalnya di sekolah, di rumah, di masyarakat

dengan baik dan benar,

c) Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Jawa yang baik

dan benar,

d) Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Jawa yang baik

dan benar untuk meningkatkan keterampilan, kemampuan intelektual

(berfikir kreatif menggunakan akal sehat, menerapkan kemampuan

yang berguna, menggeluti konsep abstrak, dan memecahkan

masalah),kematangan emosional dan sosial,

e) Siswa dapat bersikap positif dalam tata kehidupan sehari-hari di

lingkungannya. (Aditya Hidayat, 2012: 12)

Dalam Pengembangan Bahasa Daerah dalam dunia pendidikan,

merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan bukan hanya pemerintah

daerah. Hal ini telah tertera dalam: UUD 1945 pasal 32 ayat 2: “negara

menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya

nasional.” Butir ketiga Sumpah Pemuda adalah “Menjunjung Bahasa

Persatuan Bahasa Indonesia”, dengan kata “menjunjung tinggi” dan bukan

“mengakui” sebagaimana butir pertama dan kedua Sumpah Pemuda, yang

berarti mengisyaratkan bahwa “Bahasa dan Sastra Daerah” yang

merupakan kekayaan budaya bangsa tetap dipelihara dan dikembangkan

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

19

oleh negara. Dan Politik Bahasa Nasional bahwa dalam kedudukannya

sebagai;

1) Bahasa daerah sendiri sebagai lambang kebanggaan daerah;

2) Lambang identitas daerah;

3) Alat penghubung di dalam keluarga dan masyarakat daerah;

serta fungsinya sebagai:

(1) Pendukung bahasa nasional,

(2) Bahasa pengantar di sekolah,

(3) Alat pengembang serta pendukung budaya daerah.

3. Komunikasi Bahasa

a. Hakikat Bahasa

Menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004: 11), bahasa

adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah

komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Ciri-ciri

yang merupakan hakikat bahasa itu, bersifat arbitrer, produktif,

dinamis, beragam dan manusia. Berikut dibicarakan ciri-ciri bahasa

menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004: 12), yaitu

1) Lambang bunyi bahasa bersifat arbitrer

Artinya, hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya

tidak bersifat wajib, bisa berubah, dan tidak dapat dijelaskan

mengapa lambang tersebut mengonsepsi makna tertentu.

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

20

2) Bahasa itu bersifat produktif

Artinya, dengan sejumlah unsur yang terbatas, namun dapat dibuat

satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas.

3) Bahasa itu bersifat dinamis

Maksudnya, bahasa itu tidak terlepas dari berbagai kemungkinan

perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat

terjadi pada tataran: fonologis, morfologis, sintaksis, semantik dan

leksikon.

4) Bahasa itu beragam

Artinya, meskipun sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola

tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh

penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan

kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik

dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis, maupun tataran

leksikon.

5) Bahasa itu bersifat manusiawi

Artinya, bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya dimiliki

manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa. Yang dimiliki hewan

sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau gerak isyarat,

tidak bersifat produktif dan tidak dinamis.

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

21

4. Bentuk Unggah- Ungguhing Basa Jawa

Bahasa Jawa merupakan bahasa yang dimiliki oleh suatu

daerah Jawa dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain

dalam hidup sehari-hari. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya.

Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula

jalan pikirnya. Keterampilan berbahasa diperoleh dan dikuasai dengan

jalan praktek dan banyak berlatih (Tarigan, H. G, 2008: 1). Seseorang

terampil dalam berbahasa Jawa krama inggil karena selalu

menerapkan dan berlatih berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa

krama inggil. Selain itu pendidikan dalam keluarga mempengaruhi

kemampuan anak dalam berbahasa Jawa krama inggil. Hal ini seperti

yang diungkapkan oleh Djamarah (2004: 24-25) menjelaskan bahwa :

pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam

pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah

mendapat pendidikan dari kedua orang tuanya melalui

keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dalam keluarga.

Baik tidaknya keteladanan yang diberikan dan bagaimana

kebiasaan hidup orang tua sehari-hari dalam keluarga akan

mempengaruhi perkembangan jiwa anak.

Pendidikan dalam keluarga berperan penting dalam

perkembangan dan kepribadian anak, sehingga keluarga atau orang

tua harus mengajarkan hal-hal yang baik khususnya dalam unggah-

ungguh basa, agar anak memiliki tata krama dan unggah-ungguh

dalam bertindak dan bersikap dalam bermasyarakat.

Komunikasi yang terjadi di masyarakat memiliki aturan atau

norma yang harus ditaati oleh setiap orang. Untuk orang Jawa, masih

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

22

kental dengan unggah-ungguh atau tata krama (sopan santun) dalam

berbicara dengan yang lebih tua. Orang yang lebih tua harus dihormati

yaitu dengan cara berbicara yang sopan dan halus dengan

menggunakan bahasa Jawa krama inggil sesuai dengan unggah-

ungguh basa. Bahasa Jawa krama memiliki banyak jenis dan

macamnya sesuai dengan penggunaannya.

Jenis bahasa Jawa krama diantaranya Basa Krama Inggil, Basa

Priyayi, Krama Desa, Bahasa Lokasi, dan Bahasa Bagongan. Menurut

Purwadi dkk (2005: 10-13) menjelaskan fungsi dari penggunaan

bahasa ngoko krama dalam masyarakat Jawa adalah pertama, sebagai

norma pergaulan masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat, dituntut

untuk mengikuti kaidah sosial tertentu. Salah satu yang harus

diperhatikan oleh orang dalam bermasyarakat ialah bahasa Jawa yang

dipakai. Kedua, tataran bahasa jawa dipakai sebagai tata unggah-

ungguh. Ketiga, berfungsi sebagai alat untuk menyatukan rasa hormat

dan keakraban. Keempat, berfungsi sebagai pengatur jarak sosial

(social distance). Jadi, ketika ketika berbicara dengan seseorang

terdapat kaidah-kaidah yang berlaku di dalam masyarakat.

Dalam berkomunikasi dan berbicara dengan orang yang lebih

tua memperhatikan kaidah-kaidah tata bahasa. Kaidah-kaidah

berbicara dengan orang yang lebih tua berbeda dengan berbicara

dengan teman sebaya. Menurut Purwadi dkk (2005: 14) menjelaskan

“Kata-kata atau bahasa yang ditujukan pada orang lain itulah yang

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

23

disebut unggah-ungguhing basa”. Unggah-ungguhing basa menurut

Purwadi dkk (2005: 9) “merupakan alat untuk menciptakan jarak

sosial, namun di sisi lain unggah-ungguhing basa juga merupakan

produk dari kehidupan”. Sedangkan menurut Aryo Bimo Setiyanto

(2007: 1-2) Unggah-ungguhing basa merupakan:

alat untuk menciptakan jarak sosial, namun di sisi lain unggah-

ungguhing basa merupakan produk dari kehidupan sosial.

Struktur bahasa merupakan pantulan dari struktur masyarakat.

Struktur bahasa yang mengenal unggah-ungguhing basa

merupakan pantulan dari struktur masyarakat yang mengenal

tingkatan-tingkatan sosial atau stratifikasi sosial. Makin rumit

unggah-ungguhing basa, makin rumit stratifikasi sosial.

Unggah-ungguhing basa banyak jenis dan macamnya. Menurut

Aryo Bimo Setiyanto (2007: 26) membagi unggah-ungguhing basa

Jawa menjadi tiga: basa ngoko (ngoko lugu, dan ngoko andhap), basa

madya (madya ngoko, madya krama, madyantara), dan basa krama

(mudha krama, kramantara, wredha krama, krama inggil dan krama

desa).

a. Ragam Ngoko

Yang dimaksud dengan ragam ngoko yaitu bentuk unggah-

ungguh bahasa Jawa ngoko. Bahasa Jawa Ngoko dibagi menjadi

2, yaitu ngoko lugu dan ngoko andhap.

2) Ngoko Lugu

Menurut Aryo Bimo Setiyanto (2007: 29) menjelaskan

“bahasa ngoko lugu disusun dari kata-kata ngoko semua, adapun

kata-kata ngoko: aku, kowe dan ater-ater: dak-, ko-, di-, juga

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

24

panambang: -ku, -mu, -e, - ake, tidak berubah”. Jadi ngoko lugu

kosakatanya lugu atau netral tidak tercampur krama, krama inggil

atau ngoko andhap. Bahasa ngoko lugu digunakan untuk

berbicara: Orangtua kepada anak/ yang lebih muda, atasan kepada

bawahan, percakapan orang sederajat, dipakai saat ngunandika.

Berikut disajikan beberapa contoh ngoko lugu.

(1) Bu, aku mengko arep mangkat gasik gugahen aja nganti

kerinan.

„Bu, aku nanti mau berangkat pagi bangunkan jangan sampai

kesiangan‟

(2) Mbang, kowe mau wis sarapan during?

„Mbang, kamu sudah makan pagi belum?‟

3) Ngoko andhap

Basa ngoko andhap adalah basa ngoko campur krama inggil,

digunakan atau dipakai saat berbicara dengan lawan bicaranya

yang sudah dekat atau akrab. Menurut Purwadi dkk (2005: 25)

menjelaskan “basa ngoko adhap dipakai oleh siapa saja yang telah

akrab dengan lawan bicaranya, sudah ngokon-ngokonan, tetapi

masih saling menghormati”. Berikut ini disajikan contoh ngoko

andhap.

(a) Pak, iki unjukane mengko selak adhem, arep dhahar apa ora?

„Pak, ini minumnya nanti cepat dingin, mau makan apa

tidak?‟

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

25

(b) Mbang, biasane bapakmu yen wungu sare terus mriksani TV

karo maos koran, ya to?

„Mbang, bapak kamu kalau bangun tidur terus nonton TV dan

baca koran, iya kan?‟

b. Ragam Krama

Yang dimaksud ragam krama yaitu bentuk unggah-ungguh

bahasa Jawa krama. Basa krama itu basa yang lebih menghormati

orang yang diajak berbicara. Ragam krama mempunyai dua

bentuk, yaitu krama alus dan krama inggil.

1) Krama Lugu

Basa krama lugu itu bahasanya krama semua tanpa

menggunakan basa ngoko dan krama. Ater-ater dan panambang

dikramakan, tembung aku jadi kula, kowe jadi sampeyan kepada

yang diajak bicara. Penggunaan basa krama yaitu percakapan

orangtua kepada yang lebih muda yang belum kenal, percakapan

orang sedrajat. Berikut ini disajikan contoh krama lugu.

(a) Dik Ning, kula badhe ningali pameran sampeyan tumut punapa

mboten?.

„Dik Ning, aku mau melihat pameran kamu mau ikut apa

tidak?‟.

(b) Menawi dereng mangertos kula badhe nyariosaken perkawis

ingkang saleres-leresipun.

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014

26

„walaupun belum paham saya mau mencaritahu perkara yang

sebenar-benarnya‟.

2) Krama alus/ inggil

Menurut Purwadi dkk (2005: 37) menjelaskan “basa krama

inggil kata-katanya krama semua dicampur dengan krama inggil

untuk orang yang diajak bicara”. Basa krama inggil yaiku basa

yang terbentuk dari tembung krama dan krama inggil. Ater-ater dan

panambang dikramakake. Tembung aku jadi kula (dalem), tembung

kowe jadi panjengan terhadap orang yang diajak bicara dan yang

perlu dihormati. Penggunaan basa krama inggil biasanya digunakan

oleh murid kepada guru, priyayi cilik kepada priyayi gedhe, orang

yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, anak kepada

orangtua. Berikut ini disajikan contoh krama inggil.

(a) Bu Guru, kula dipundhawuhi Pak Bambang supados

ngaturaken buku menika wonten mejanipun.

„Bu Guru, saya disuruh Pak Bambang supaya mengantarkan

buku ini dimejanya‟.

(b) Pak Lurah, rombongan saking Kecamatan sampun rawuh.

„Pak Lurah, rombongan dari Kecamatan sudah datang‟.

Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014