Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Kurikulum Muatan Lokal
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan memiliki kedudukan
yang sangat sentral dalam seluruh kegiatan pembelajaran, yang
menentukan proses dan hasil belajar. Dimasukannya muatan lokal dalam
kurikulum pada dasarnya dilandasi oleh kenyataan bahwa Indonesia
memiliki beraneka ragam adat istiadat, kesenian, tata cara, tata krama
pergaulan, bahasa dan pola kehidupan yang diwariskan secara turun
temurun dari nenek moyang bangsa Indonesia. Hal tersebut tentunya pelu
dilestarikan dan dikembangkan, agar bangsa Indonesia tidak kehilangan
ciri khas dan jati dirinya. Upaya menjaga ciri khas bangsa Indonesia
harus dimulai sedini mungkin pada usia pra sekolah kemudian
diintensifkan secara formal melalui pendidikan di sekolah dasar, sekolah
menengah, sampai perguruan tinggi, yang akhirnya diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik (Effendy Mulyasa, 2007: 271-
272).
Kurikulum Muatan Lokal terdiri dari beberapa mata pelajaran yang
berfungsi memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menumbuhkembangkan pengetahuan dan kompetensinya sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan lingkungan (Effendy Mulyasa, 2007: 272-273).
8
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
9
Kurikulum Muatan Lokal khususnya Bahasa Jawa merupakan
kurikulum wajib bagi pendidikan dasar sampai menengah. Hal tersebut
berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor: 423.5/5/2010
mengenai Kurikulum Mata Pelajaran Muatan Lokal (Bahasa Jawa) untuk
Jenjang Pendidikan SD/ SDLB/ MI, SMP/ SMPLB/ MTS Negeri dan
Swasta Provinsi Jawa Tengah menjelaskan bahwa dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan di Jawa Tengah, terutama dalam upaya
penanaman nilai-nilai budi pekerti dan penguasaan bahasa Jawa bagi
siswa SD/ SDLB/ MI, SMP/ SMPLB/ MTS dan SMA/ SMALB/ SMK/
MA Negeri dan Swasta Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari Standar
Isi Mata Pelajaran Muatan Lokal (Bahasa Jawa) SD/MI dan Standar
Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Muatan Lokal (Bahasa Jawa) yang
sudah ditetapkan.
Ruang lingkup muatan lokal menurut Departemen Pendidikan
Nasional (2006:4), dapat berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian
daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan
tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang
dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Untuk pendidikan dasar
muatan lokal yang perlu dilaksanakan yaitu muatan lokal bahasa Jawa,
hal tersebut dikarena anak didik di zaman sekarang sudang sangat sedikit
yang mengetahui tata krama atau unggah-ungguh yang sesuai dengan tata
krama.
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
10
a. Pengertian Muatan Lokal
Pelaksanaan kurikulum muatan lokal harus melihat dan
berorientasi pada lingkungan. Lingkungan sangat mempengaruhi
keberhasilan suatu pelaksanaan kurikulum yang dilaksanakan atau
diterapkan oleh sekolah, sehingga sekolah harus melihat kebutuhan
dan kondisi dari lingkungan sekitar agar pelaksanaan kurikulum
muatan lokal khususnya bahasa Jawa dapat berjalan lancar dan sesuai
dengan yang diharapkan serta direncanakan dari pelaksanaan
kurikulum muatan lokal.
Menurut Abdullah Idi (2007: 260), Muatan Lokal adalah
program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan
dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, serta lingkungan budaya
dan kebutuhan daerah, sedangkan anak didik di daerah itu wajib
mempelajarinya.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2006: 3), Muatan
Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah,
termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat
dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
Depdikbud (dalam Effendy Mulyasa, 2007: 273), menjelaskan
pengertian Kurikulum Muatan Lokal adalah:
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan daerah masing-masing serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
11
Dari penjelasan tersebut kurikulum muatan lokal adalah
seperangkat rencana yang mengatur pelajaran dalam mengembangkan
kompetensi peserta didik yang dimiliki oleh suatu daerah sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan dari masing-masing daerah yang
bertugas mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh
anak didik dengan menyesuaikan dengan kebutuhan daerahnya
dengan melihat lingkungannya. Lingkungan peserta didik menurut
Abdullah Idi (2007: 260- 261), terdiri atas:
1) Lingkungan Alam
Lingkungan alam adalah lingkungan alamiah yang ada di
sekitar kehidupan kita, berupa benda-benda mati yang terbagi
dalam empat kelompok lingkungan, yaitu:
(1) Pantai,
(2) dataran rendah termasuk di dalamnya daerah aliran sungai,
(3) dataran tinggi, dan
(4) pegunungan atau gunung.
Sedangkan menurut Dakar (2010: 112), lingkungan alam fisik
dibagi menjadi 2 yaitu:
(1) lingkungan fisik alami, misalnya: daerah rural, urban, semirural,
dan semiurban,
(2) lingkungan fisik buatan, misalnya: lingkungan dekat pabrik, pasar,
pariwisata, jalan besar, pelabuhan dan sebagainya.
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
12
2) Lingkungan Sosial
Lingkungan Sosial adalah lingkungan di mana terjadi interaksi
orang peorang dengan kelompok sosial atau sebaliknya, dan antara
kelompok sosial dengan kelompok lain. Pendidikan sebagai lembaga
sosial dalam sistem sosial diklaksanakan di sekolah, keluarga, dan
masyarakat, dan itu perlu dikembangkan di daerah masing-masing.
3) Lingkungan Budaya
Lingkungan budaya adalah daerah dalam pola kehidupan
masyarakat yang berbentuk bahasa daerah, seni daerah, adat-istiadat
daerah, serta tatacara dan tatakrama khas daerah. Lingkungan sosial
dalam pola kehidupan daerah berbentuk lembaga-lembaga
masyarakat dengan peraturan-peraturan yang ada dan berlaku di
daerah itu di mana sekolah atau peserta didik berada. Contoh
lembaga yang berada di masyarakat adalah Kelurahan, RT, RW,
LKMD, KUD Puskesma, Posyandu, dan Remaja Masjid.
Dalam pelaksanaan kurikulum muatan lokal (Bahasa Jawa)
haruslah berorientasi pada ketiga lingkungan tersebut di atas.
Sehingga harus ada faktor pendukung dalam pelaksanaan kurikulum
muatan lokal (Bahasa Jawa) sesuai dengan daerahnya.
b. Tujuan Pelaksanaan Program Muatan Lokal
Kurikulum mengembangkan kompetensi peserta didik memiliki
tujuan yang hendak dicapai dalam penyelenggarannya. Menurut
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
13
Depdiknas (dalam Effendy Mulyasa, 2007: 274) Secara umum tujuan
muatan lokal bertujuan:
untuk memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan dan sikap
hidup kepada peserta didik agar memiliki wawasan yang mantap
tentang lingkungan dan masyarakat sesuai dengan nilai yang
berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan
daerah serta pembangunan nasional.
Berdasarkan hal tersebut, tujuan kurikulum muatan lokal adalah
memberi bekal ilmu dan pengetahuan tentang nilai-nilai yang berlaku
di daerahnya atau unggah-ungguh masyarakat setempat, agar nantinya
peserta didik memiliki ketrampilan dan sikap yang baik dan sopan
sesuai dengan aturan atau cara yang berlaku di daerahnya. Hal
tersebut juga diungkapkan oleh ahli menurut Dakir (2010: 113-114)
menyebutkan bahwa muatan lokal memiliki tujuan dasar, diantaranya
ialah:
1) Berbudi pekerti luhur: sopan santun daereah di samping sopan
santun nasional.
2) Berkepribadian: punya jati diri- punya kepribadian daerah di
samping kepribadian nasional.
3) Mandiri: dapat mencukupi diri sendiri tanpa bantuan orang lain.
4) Terampil: menguasai 10 segi PKK di daerahnya.
5) Beretos kerja: cinta akan kerja, berkarya, dapat menggunakan
waktu terluang untuk berbuat yang berguna.
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
14
6) Professional: dapat mengerjakan kerajinan yang khas daerah,
misalnya: membatik, membuat wayang, anyam-anyaman, patung,
dan sebagainya.
7) Produktif; dapat berbuat sebagai produsen dan bukan hanya sebagai
konsumen.
8) Sehat jasmani rohani: karena suka bekerja dengan sendirinya akan
menjadi sehat jasmani dan rohani (men sana incorpore sano).
9) Cinta lingkungan: karena memperhatikan keadaan dan kebutuhan
lingkungan maka dengan sendirinya akan cinta lingkungan yang
akhirnya akan cinta tanah air.
10) Kesetiawanan sosial: dalam hal berkarya manusia selalu
membutuhkan teman kerja, oleh karenanya akan terjadi situasi
kerja sama atau gotong royong.
11) Kreatif inovatif untuk hidup: karena tidak pernah menyia-nyiakan
waktu terulang, yang bersangkutan selalu akan berbuat secara
ndregil, dapat rezeki, akibatnya menjadi orang yang ulet, tekun,
rajin, dan sebaginya.
12) Mementingkan pekerjaan yang praktis: menghilangkap gaps antara
lapangan teori dan praktek.
13) Rasa cinta budaya/ tanah air.
Selain itu dijelaskan tujuan pelaksanaan program muatan
lokal menurut Abdullah Idi (2006:262-263), ialah:
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
15
a) Tujuan langsung
(1) Bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh murid;
(2) Sumber belajar di daerah, dapat lebih dimanfaatkan untuk
kepentingan pendidikan;
(3) Murid dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan
yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang
ditemukan disekitarnya.
(4) Murid lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial dan
lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya.
b) Tujuan tak langsung
(1) Murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai
daerahnya;
(2) Murid diharapkan dapat menolong orangtuanya dan
menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya;
(3) Murid menjadi akrab dengan lingkungan dan terhindar dari
keterasingan terhadap lingkungan sendiri.
Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa tujuan pelaksanaan
program muatan lokal khususnya bahasa Jawa yaitu untuk
melestarikan dan mempertahankan tradisi atau kebudayaan yang
sudah dimiliki oleh orang Jawa yang sudah menjadi ciri khas atau
budaya khususnya orang Jawa, dan mempersiapkan anak didik dalam
menghadapi perubahan zaman, sehingga anak didik nantinya mampu
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
16
mempersiapkan diri agar mampu bersaing dan mempertahankan apa
yang ada di daerah atau lingkungannya, karena dari lingkungan anak
didik akan banyak belajar dan menemukan informasi serta dapat
memecahkan masalah yang ada di lingkungannya.
c. Fungsi Muatan Lokal dalam Kurikulum
Sebagai komponen kurikulum, muatan lokal memiliki fungsi.
Menurut Abdullah Idi (2007: 266-267) menyebutkan ada 3 fungsi muatan
lokal, yaitu:
1) Fungsi Penyesuaian
Program sekolah harus disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan daerah dan masyarakat, sehingga setiap pribadi dapat
menyesuaikan diri dan akrab dengan daerah lingkungnnya.
2) Fungsi Integral
Muatan lokal berfungsi mendidik pribadi-pribadi peserta didik agar
dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat dan lingkungannya
atau berfungsi untuk membentuk dan mengintegrasikan pribadi
peserta didik dengan masyarakat.
3) Fungsi Perbedaan
Pengakuan atas perbedaan berarti memberikan kesempatan bagi
setiap pribadi untuk memilih apa yang sesuai dengan minat, bakat, dan
kemampuan.
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
17
2. Pembelajaran Bahasa Jawa di SD
Bahasa Jawa adalah suatu bahasa yang dimiliki suatu daerah yang
digunakan sebagai alat komunikasi, yang menjadi identitas atau ciri dari
suatu daerah tertentu. Bahasa daerah tersebut harus dilestarikan dan dijaga
agar tidak punah atau hilang keberadaanya, karena di zaman modern
seperti sekarang ini banyak bermunculan berbagai bahasa yang digunakan
oleh para generasi muda.
Pembelajaran bahasa Jawa di Sekolah Dasar meliputi
mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Kegiatan mendengarkan
berupa memahami wacana lisan yang didengar baik teks sastra maupun
nonsastra dalam berbagai ragam bahasa. Kegiatan berbicara diarahkan
kepada kemampuan dalam mengungkapkan pikiran, perasaan, baik sastra
maupun nonsastra dengan menggunakan berbagai ragam bahasa. Kegiatan
membaca diarahkan untuk memahami teks sastra maupun nonsastra dalam
berbagai ragam bahasa berupa teks bacaan, pidato, geguritan, percakapan,
dan lain sebagainya. Kegiatan menulis diarahkan pada keterampilan
menulis dalam mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi.
Pelaksanaan pembelajaran bahasa Jawa di sekolah dasar memiliki
tujuan-tujuan tertentu. Kongres Bahasa Jawa IV dalam Sudjarwadi,
menjelaskan tujuan pembelajaran bahasa Jawa di sekolah dasar sebagai
berikut:
a) Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Jawa sebagai bahasa
daerah dan berkewajiban mengembangkan serta melestarikannya,
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
18
b) Siswa memahami bahasa Jawa dari segi bentuk, makna dan fungsi
serta menggunakannya dengan tepat untuk bermacam-macam tujuan
keperluan, keadaan, misalnya di sekolah, di rumah, di masyarakat
dengan baik dan benar,
c) Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Jawa yang baik
dan benar,
d) Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Jawa yang baik
dan benar untuk meningkatkan keterampilan, kemampuan intelektual
(berfikir kreatif menggunakan akal sehat, menerapkan kemampuan
yang berguna, menggeluti konsep abstrak, dan memecahkan
masalah),kematangan emosional dan sosial,
e) Siswa dapat bersikap positif dalam tata kehidupan sehari-hari di
lingkungannya. (Aditya Hidayat, 2012: 12)
Dalam Pengembangan Bahasa Daerah dalam dunia pendidikan,
merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan bukan hanya pemerintah
daerah. Hal ini telah tertera dalam: UUD 1945 pasal 32 ayat 2: “negara
menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
nasional.” Butir ketiga Sumpah Pemuda adalah “Menjunjung Bahasa
Persatuan Bahasa Indonesia”, dengan kata “menjunjung tinggi” dan bukan
“mengakui” sebagaimana butir pertama dan kedua Sumpah Pemuda, yang
berarti mengisyaratkan bahwa “Bahasa dan Sastra Daerah” yang
merupakan kekayaan budaya bangsa tetap dipelihara dan dikembangkan
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
19
oleh negara. Dan Politik Bahasa Nasional bahwa dalam kedudukannya
sebagai;
1) Bahasa daerah sendiri sebagai lambang kebanggaan daerah;
2) Lambang identitas daerah;
3) Alat penghubung di dalam keluarga dan masyarakat daerah;
serta fungsinya sebagai:
(1) Pendukung bahasa nasional,
(2) Bahasa pengantar di sekolah,
(3) Alat pengembang serta pendukung budaya daerah.
3. Komunikasi Bahasa
a. Hakikat Bahasa
Menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004: 11), bahasa
adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah
komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Ciri-ciri
yang merupakan hakikat bahasa itu, bersifat arbitrer, produktif,
dinamis, beragam dan manusia. Berikut dibicarakan ciri-ciri bahasa
menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004: 12), yaitu
1) Lambang bunyi bahasa bersifat arbitrer
Artinya, hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya
tidak bersifat wajib, bisa berubah, dan tidak dapat dijelaskan
mengapa lambang tersebut mengonsepsi makna tertentu.
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
20
2) Bahasa itu bersifat produktif
Artinya, dengan sejumlah unsur yang terbatas, namun dapat dibuat
satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas.
3) Bahasa itu bersifat dinamis
Maksudnya, bahasa itu tidak terlepas dari berbagai kemungkinan
perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat
terjadi pada tataran: fonologis, morfologis, sintaksis, semantik dan
leksikon.
4) Bahasa itu beragam
Artinya, meskipun sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola
tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh
penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan
kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik
dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis, maupun tataran
leksikon.
5) Bahasa itu bersifat manusiawi
Artinya, bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya dimiliki
manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa. Yang dimiliki hewan
sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau gerak isyarat,
tidak bersifat produktif dan tidak dinamis.
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
21
4. Bentuk Unggah- Ungguhing Basa Jawa
Bahasa Jawa merupakan bahasa yang dimiliki oleh suatu
daerah Jawa dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain
dalam hidup sehari-hari. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya.
Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula
jalan pikirnya. Keterampilan berbahasa diperoleh dan dikuasai dengan
jalan praktek dan banyak berlatih (Tarigan, H. G, 2008: 1). Seseorang
terampil dalam berbahasa Jawa krama inggil karena selalu
menerapkan dan berlatih berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa
krama inggil. Selain itu pendidikan dalam keluarga mempengaruhi
kemampuan anak dalam berbahasa Jawa krama inggil. Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Djamarah (2004: 24-25) menjelaskan bahwa :
pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam
pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah
mendapat pendidikan dari kedua orang tuanya melalui
keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dalam keluarga.
Baik tidaknya keteladanan yang diberikan dan bagaimana
kebiasaan hidup orang tua sehari-hari dalam keluarga akan
mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
Pendidikan dalam keluarga berperan penting dalam
perkembangan dan kepribadian anak, sehingga keluarga atau orang
tua harus mengajarkan hal-hal yang baik khususnya dalam unggah-
ungguh basa, agar anak memiliki tata krama dan unggah-ungguh
dalam bertindak dan bersikap dalam bermasyarakat.
Komunikasi yang terjadi di masyarakat memiliki aturan atau
norma yang harus ditaati oleh setiap orang. Untuk orang Jawa, masih
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
22
kental dengan unggah-ungguh atau tata krama (sopan santun) dalam
berbicara dengan yang lebih tua. Orang yang lebih tua harus dihormati
yaitu dengan cara berbicara yang sopan dan halus dengan
menggunakan bahasa Jawa krama inggil sesuai dengan unggah-
ungguh basa. Bahasa Jawa krama memiliki banyak jenis dan
macamnya sesuai dengan penggunaannya.
Jenis bahasa Jawa krama diantaranya Basa Krama Inggil, Basa
Priyayi, Krama Desa, Bahasa Lokasi, dan Bahasa Bagongan. Menurut
Purwadi dkk (2005: 10-13) menjelaskan fungsi dari penggunaan
bahasa ngoko krama dalam masyarakat Jawa adalah pertama, sebagai
norma pergaulan masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat, dituntut
untuk mengikuti kaidah sosial tertentu. Salah satu yang harus
diperhatikan oleh orang dalam bermasyarakat ialah bahasa Jawa yang
dipakai. Kedua, tataran bahasa jawa dipakai sebagai tata unggah-
ungguh. Ketiga, berfungsi sebagai alat untuk menyatukan rasa hormat
dan keakraban. Keempat, berfungsi sebagai pengatur jarak sosial
(social distance). Jadi, ketika ketika berbicara dengan seseorang
terdapat kaidah-kaidah yang berlaku di dalam masyarakat.
Dalam berkomunikasi dan berbicara dengan orang yang lebih
tua memperhatikan kaidah-kaidah tata bahasa. Kaidah-kaidah
berbicara dengan orang yang lebih tua berbeda dengan berbicara
dengan teman sebaya. Menurut Purwadi dkk (2005: 14) menjelaskan
“Kata-kata atau bahasa yang ditujukan pada orang lain itulah yang
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
23
disebut unggah-ungguhing basa”. Unggah-ungguhing basa menurut
Purwadi dkk (2005: 9) “merupakan alat untuk menciptakan jarak
sosial, namun di sisi lain unggah-ungguhing basa juga merupakan
produk dari kehidupan”. Sedangkan menurut Aryo Bimo Setiyanto
(2007: 1-2) Unggah-ungguhing basa merupakan:
alat untuk menciptakan jarak sosial, namun di sisi lain unggah-
ungguhing basa merupakan produk dari kehidupan sosial.
Struktur bahasa merupakan pantulan dari struktur masyarakat.
Struktur bahasa yang mengenal unggah-ungguhing basa
merupakan pantulan dari struktur masyarakat yang mengenal
tingkatan-tingkatan sosial atau stratifikasi sosial. Makin rumit
unggah-ungguhing basa, makin rumit stratifikasi sosial.
Unggah-ungguhing basa banyak jenis dan macamnya. Menurut
Aryo Bimo Setiyanto (2007: 26) membagi unggah-ungguhing basa
Jawa menjadi tiga: basa ngoko (ngoko lugu, dan ngoko andhap), basa
madya (madya ngoko, madya krama, madyantara), dan basa krama
(mudha krama, kramantara, wredha krama, krama inggil dan krama
desa).
a. Ragam Ngoko
Yang dimaksud dengan ragam ngoko yaitu bentuk unggah-
ungguh bahasa Jawa ngoko. Bahasa Jawa Ngoko dibagi menjadi
2, yaitu ngoko lugu dan ngoko andhap.
2) Ngoko Lugu
Menurut Aryo Bimo Setiyanto (2007: 29) menjelaskan
“bahasa ngoko lugu disusun dari kata-kata ngoko semua, adapun
kata-kata ngoko: aku, kowe dan ater-ater: dak-, ko-, di-, juga
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
24
panambang: -ku, -mu, -e, - ake, tidak berubah”. Jadi ngoko lugu
kosakatanya lugu atau netral tidak tercampur krama, krama inggil
atau ngoko andhap. Bahasa ngoko lugu digunakan untuk
berbicara: Orangtua kepada anak/ yang lebih muda, atasan kepada
bawahan, percakapan orang sederajat, dipakai saat ngunandika.
Berikut disajikan beberapa contoh ngoko lugu.
(1) Bu, aku mengko arep mangkat gasik gugahen aja nganti
kerinan.
„Bu, aku nanti mau berangkat pagi bangunkan jangan sampai
kesiangan‟
(2) Mbang, kowe mau wis sarapan during?
„Mbang, kamu sudah makan pagi belum?‟
3) Ngoko andhap
Basa ngoko andhap adalah basa ngoko campur krama inggil,
digunakan atau dipakai saat berbicara dengan lawan bicaranya
yang sudah dekat atau akrab. Menurut Purwadi dkk (2005: 25)
menjelaskan “basa ngoko adhap dipakai oleh siapa saja yang telah
akrab dengan lawan bicaranya, sudah ngokon-ngokonan, tetapi
masih saling menghormati”. Berikut ini disajikan contoh ngoko
andhap.
(a) Pak, iki unjukane mengko selak adhem, arep dhahar apa ora?
„Pak, ini minumnya nanti cepat dingin, mau makan apa
tidak?‟
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
25
(b) Mbang, biasane bapakmu yen wungu sare terus mriksani TV
karo maos koran, ya to?
„Mbang, bapak kamu kalau bangun tidur terus nonton TV dan
baca koran, iya kan?‟
b. Ragam Krama
Yang dimaksud ragam krama yaitu bentuk unggah-ungguh
bahasa Jawa krama. Basa krama itu basa yang lebih menghormati
orang yang diajak berbicara. Ragam krama mempunyai dua
bentuk, yaitu krama alus dan krama inggil.
1) Krama Lugu
Basa krama lugu itu bahasanya krama semua tanpa
menggunakan basa ngoko dan krama. Ater-ater dan panambang
dikramakan, tembung aku jadi kula, kowe jadi sampeyan kepada
yang diajak bicara. Penggunaan basa krama yaitu percakapan
orangtua kepada yang lebih muda yang belum kenal, percakapan
orang sedrajat. Berikut ini disajikan contoh krama lugu.
(a) Dik Ning, kula badhe ningali pameran sampeyan tumut punapa
mboten?.
„Dik Ning, aku mau melihat pameran kamu mau ikut apa
tidak?‟.
(b) Menawi dereng mangertos kula badhe nyariosaken perkawis
ingkang saleres-leresipun.
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014
26
„walaupun belum paham saya mau mencaritahu perkara yang
sebenar-benarnya‟.
2) Krama alus/ inggil
Menurut Purwadi dkk (2005: 37) menjelaskan “basa krama
inggil kata-katanya krama semua dicampur dengan krama inggil
untuk orang yang diajak bicara”. Basa krama inggil yaiku basa
yang terbentuk dari tembung krama dan krama inggil. Ater-ater dan
panambang dikramakake. Tembung aku jadi kula (dalem), tembung
kowe jadi panjengan terhadap orang yang diajak bicara dan yang
perlu dihormati. Penggunaan basa krama inggil biasanya digunakan
oleh murid kepada guru, priyayi cilik kepada priyayi gedhe, orang
yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, anak kepada
orangtua. Berikut ini disajikan contoh krama inggil.
(a) Bu Guru, kula dipundhawuhi Pak Bambang supados
ngaturaken buku menika wonten mejanipun.
„Bu Guru, saya disuruh Pak Bambang supaya mengantarkan
buku ini dimejanya‟.
(b) Pak Lurah, rombongan saking Kecamatan sampun rawuh.
„Pak Lurah, rombongan dari Kecamatan sudah datang‟.
Analisis Kemampuan Siswa…, Nuraini Umi Safangati, FKIP UMP, 2014