41
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hardiness 1. Pengertian Hardiness Kobasa (dalam Schellenberg, 2005) hardiness adalah definisi konstruk sebagai "konstelasi karakteristik kepribadian yang berfungsi sebagai sumber daya tahan dalam menghadapi peristiwa kehidupan yang penuh stres". Kobasa (dalam Schellenberg, 2005) menemukan bahwa orang yang memiliki kekuatan cenderung mengalami lebih sedikit stres. Penelitian telah menunjukkan bahwa individu kuat memiliki kemampuan untuk berperilaku dengan cara yang adaptif ketika stres yang dirasakan atau dialami. Individu yang memiliki sifat tahan dapat ditunjukkan dari dirinya, didalam perasaan dan perilaku yang ditandai dengan adanya komitmen, kontrol, dan tantangan. Kobasa (dalam Schellenberg, 2005) menemukan bahwa orang yang memiliki sifat-sifat hardiness jarang jatuh sakit dan memiliki kemampuan untuk mengubah peristiwa kehidupan yang penuh stres menjadi peluang untuk tumbuh menjadi pribadi yang berkembang. Ketangguhan (hardiness) adalah gaya kepribadian yang dikarakteristikkan oleh suatu komitmen (daripada keterasingan), pengendalian (daripada ketidakberdayaan) dan persepsi terhadap masalah- Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hardiness - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/3382/3/Bab II_Rahmawati.pdf · bahwa orang yang memiliki sifat-sifat hardiness jarang jatuh sakit dan

  • Upload
    dangtu

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hardiness

1. Pengertian Hardiness

Kobasa (dalam Schellenberg, 2005) hardiness adalah definisi

konstruk sebagai "konstelasi karakteristik kepribadian yang berfungsi

sebagai sumber daya tahan dalam menghadapi peristiwa kehidupan yang

penuh stres". Kobasa (dalam Schellenberg, 2005) menemukan bahwa

orang yang memiliki kekuatan cenderung mengalami lebih sedikit stres.

Penelitian telah menunjukkan bahwa individu kuat memiliki kemampuan

untuk berperilaku dengan cara yang adaptif ketika stres yang dirasakan

atau dialami.

Individu yang memiliki sifat tahan dapat ditunjukkan dari dirinya,

didalam perasaan dan perilaku yang ditandai dengan adanya komitmen,

kontrol, dan tantangan. Kobasa (dalam Schellenberg, 2005) menemukan

bahwa orang yang memiliki sifat-sifat hardiness jarang jatuh sakit dan

memiliki kemampuan untuk mengubah peristiwa kehidupan yang penuh

stres menjadi peluang untuk tumbuh menjadi pribadi yang berkembang.

Ketangguhan (hardiness) adalah gaya kepribadian yang

dikarakteristikkan oleh suatu komitmen (daripada keterasingan),

pengendalian (daripada ketidakberdayaan) dan persepsi terhadap masalah-

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

masalah sebagai tantangan (daripada sebagai ancaman) (dalam Santrock,

2002).

Menurut Funk (dalam Schellenberg, 2005) dengan memiliki

karakteristik ini individu kuat mampu tetap sehat di bawah tekanan.

Individu kuat yang aktif, berorientasi pada tujuan yang berkomitmen untuk

diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Mereka melihat diri

mereka sendiri, bukan sebagai korban dari suatu perubahan yang

mengancam, tetapi sebagai orang-orang yang merupakan penentu aktif

terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perubahan (Kobasa dalam

Schellenberg, 2005).

Sifat hardiness sudah dikemukakan sebagai suatu langkah yang

kuat untuk menghadapi tekanan (Bonanno dalam Maddi, 2013). Sifat

hardiness adalah gabungan yang terdiri dari internal locus of control (vs

ketidakberdayaan), komitmen (vs keterasingan), dan tantangan (vs

ancaman), dimensi kepribadian yang diyakini memberikan kekuatan

terhadap efek stres psikologis (Kobasa dalam Contrada, 1989). Hardiness

merefleksikan karakteristik individu yang memiliki kendali pribadi, mau

menghadapi tantangan, dan memiliki komitmen. Tingkat hardiness

seseorang mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap stresor potensial

dan respon terhadap stresnya (Maddi dalam Dewi, 2012).

Orang yang memiliki kekuatan yang rendah akan lebih rentan

terhadap faktor-faktor yang berbahaya dalam waktu jangka panjang.

Sementara orang-orang dengan sifat tahan yang tinggi memiliki keamanan

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

alami terhadap faktor stres. Sifat kuat atau tahan adalah kemampuan untuk

memahami kondisi eksternal dan keputusan yang diinginkan dalam

meningkatkan kualitan diri. Kobasa mendefinisikan tahan banting sebagai

karakteristik pribadi yang kompleks yang telah dibentuk oleh tiga

konstituen yaitu tantangan, kontrol dan komitmen. Komitmen, kontrol dan

tantangan diasumsikan sebagai satu gabungan yang menengahi efek stres

dengan mengubah persepsi situasi dan mengurangi tekanan peristiwa

kehidupan yang penuh stres (dalam Hasanvand, 2013).

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

hardiness suatu karakteristik kepribadian yang didalamnya terdapat

kekuatan dasar yang dimiliki oleh individu untuk menghadapi tekanan dan

persoalan yang menimbulkan stres. Sehingga individu dapat bertingkah

laku dan berpikir positif.

2. Aspek-aspek Hardiness

Hardiness dikemukakan oleh Kobasa (dalam Vanbreda, 2001)

sebagai mediasi stres dan penyakit, yang memiliki potensi untuk

mengurangi efek negatif stres. Hardiness itu sendiri terdiri dari tiga aspek

yaitu komitmen, kontrol dan tantangan:

a. Komitmen

Komitmen sebagai lawan keterasingan"Di antara orang-orang

yang berada di bawah tekanan, individu mampu berkomitmen untuk

berbagai bidang kehidupan individu untuk tetap sehat, daripada

mereka yang terasing". Komitmen adalah hal pertama yang terdapat

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

dalam kehidupan seseorang, diri sendiri, hubungan seseorang.Dan

yang kedua yaitu penanaman diri dalam dimensi-dimensi nilai hidup.

Komitmen berhasil dalam arti tujuan,agar dapat membawa seseorang

dapat melalui ketika memiliki masa-masa sulit.

b. Kontrol

Kontrol sebagai lawan ketidakberdayaan. "Di antara individu

yang berada di bawah tekanan, individu yang memiliki rasa yang lebih

besar terhadap kontrol mampu mengendalikan apa yang terjadi dalam

kehidupan mereka sehingga mereka bisa tetap sehat walaupun dibawah

tekanan. Sedangkan mereka yang merasa kesulitan dalam

mengendalikan apa yang terjadi dalam kehidupan mereka akan merasa

tidak berdaya.

Kontrol melibatkan aktifitas 'seolah-olah' seseorang memiliki

kontrol atas apa yang terjadi di sekitar. Hal ini memerlukan

kepercayaan (dan tindakan konsekuen) bahwa peristiwa hidup adalah

sebagian akibat dari tindakan sendiri dan sikap, dan dengan demikian

menerima perubahan. Orang-orangdengan kontrol "dapat mengartikan

dan menggabungkan berbagai macam peristiwa dalam rencana

kehidupan yang sedang berlangsung dan mengubah peristiwa ini

menjadi sesuatu yang konsisten ".

c. Tantangan

Tantangan sebagai lawan ancaman. "Di antara orang-orang

yang berada di bawah tekanan, mereka yang melihat perubahan

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

sebagai tantangan akan tetap sehat daripada mereka yang melihatnya

tantangan sebagai ancaman”. "Tantangan ini didasarkan pada

keyakinan bahwaperubahanadalah cara untuk dapat mempertahankan

hidup yang lebih baik". Dengan pandangan ini terhadap kehidupan,

peristiwa kehidupan yang penuh stres dipandang tidak dengan kejutan

(sejak mereka mengantisipasi) tidak dengan cemas karena mereka

melihat sebagai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.

Menurut Kobasa (dalam Schellenberg, 2005), Aspek-aspek yang

dibangun meliputi:

a. Komitmen

Komitmen adalah kecenderungan individu untuk melibatkan

dirinya dalam berbagai aktivitas, kejadian, dan orang-orang dalam

kehidupannya. Komitmen terhadap nilai-nilai kehidupan dan kegiatan

yang unik untuk masing-masing sebagai individu, yang

memungkinkan mereka untuk melibatkan diri secara penuh dalam

berbagai situasi yang membahayakan keberadaan mereka. Komitmen,

bukan semata-mata dari segi individu, juga mengacu pada rasa

kebersamaan individu di suatu tempat. Komitmen sebagai suatu hal

yang penting untuk mengatasi peristiwa stres karena pemahaman dan

keamanan mengenai individu di suatu tempat, seperti komunitas yang

memberikan kontribusi sumber dukungan dalam situasi stres.

Orang yang komitmen memiliki rasa umum dari tujuan itu

memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dengan menemukan

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

peristiwa bermakna, hal, dan orang-orang di lingkungan mereka.

Mereka diinvestasikan dalam diri mereka dan hubungan mereka

dengan konteks sosial. Orang berkomitmen tidak mudah menyerah di

bawah tekanan dan keterlibatan mereka mengambil pendekatan aktif

bukan pasif dan penghindaran (Kobasa dalam Schellenberg, 2005).

b. Kontrol

Kontrol adalah kecenderungan untuk menerima dan percaya

bahwa mereka dapat mengontrol dan mempengaruhi suatu kejadian

dengan pengalamannya ketika berhadapan dengan hal-hal yang tidak

terduga. Kontrol melibatkan pencarian makna, serta tanggung jawab

atas hasil, termasuk pengakuan tentang bagaimana perilaku telah

memberi kontribusi pada pencapaian tujuan atau penyelesaian

masalah. Menurut Averill (dalam Bartone, 2009) seseorang yang

memiliki kontrol dinyatakan sebagai kecenderungan untuk merasa dan

bertindak seolah-olah berpengaruh (bukan tak berdaya) dalam

menghadapi berbagai macam persoalan dari kehidupan, memberikan

rasa otonomi dan efek di masa depan.

Gagasan ini menyiratkan persepsi diri sebagai memiliki

pengaruh melalui pelaksanaan imajinasi, pengetahuan, keterampilan,

dan pilihan. Kontrol meningkatkan ketahanan stres dengan

meningkatkan kemungkinan bahwa peristiwa yang dialami sebagai

akibat dari tindakan seseorang, bukan sebagai terduga dan luar biasa.

Kontrol, muncul bertanggung jawab untuk pengembangan

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

perbendaharaan luas dan beragam tanggapan terhadap stres, bahkan

yang paling mengancam keadaan. Dalam hal mengatasi, rasa kontrol

mengarah ke tindakan yang ditunjukan untuk mengubah cara menjadi

sesuatu yang konsisten dengan rencana hidup yang berkelanjutan.

c. Tantangan

Tantangan adalah kecenderungan untuk melihat masalah bukan

sebagai ancaman atau hambatan yang tidak dapat diatasi, tetapi sebagai

kesempatan untuk pertumbuhan dan prestasi. Tantangan memerlukan

cara dalam memandang dunia yang memungkinkan untuk mencari dan

mengejar pengalaman baru yang dirasakan tidak menakutkan,

melainkan untuk memperluas pengetahuan dalam mencapai masa

depan dan pengalaman.

Dari beberapa penjabaran diatas mengenai aspek hardiness maka

dapat disimpulkan bahwa secara umum hardiness itu muncul jika individu

yakin bahwa individu ikut serta dalam melakukan aktivitas yang

dihadapinya, bahwa kehidupan itu bermakna dan memiliki tujuan.

Individu juga dapat mengendalikan apapun yang terjadi dalam

kehidupannya. Dimana individu memandang suatu perubahan sebagai

kesempatan untuk mengembangkan menjadi lebih baik bukan merupakan

suatu ancaman.

3. Faktoryang Mempengaruhi Hardiness

Menurut Warner (dalam Heriyanto, 2011) menyebutkan beberapa

faktor yang mempengaruhi hardiness seperti memiliki hubungan yang

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

menyediakan perawatan dan dukungan, cinta dan kepercayaan, dan

memberikan dorongan, baik di dalam maupun di luar keluarga. Faktor

tambahan lain yang juga terkait dengan hardiness, seperti:

a. Kemampuan untuk membuat rencana yang realistis, dengan

kemampuan individu merencanakan hal yang realistis maka saat

individu menemukan suatu masalah maka individu akan mengetahui

apa cara terbaik yang dapat dilakukan individu dalam keadaan

tersebut.

b. Memiliki rasa percaya diri dan positif terhadap citra diri, individu akan

lebih tenang dan optimis, jika individu memiliki rasa percaya diri yang

tingi dan citra diri yang positif maka individu akan terhindar dari stres.

c. Mengembangkan keterampilan komunikasi, dan kapasitas untuk

mengelola perasaan yang kuat.

Selain faktor diatas juga ditemukan bahwa menurut Sweetman

(dalam Hersen, 2006) disis lain, optimisme adalah faktor pelindung yang

berfungsi untuk meningkatkan dan sebagai sumber dasar bagi hardiness

yang dimiliki individu, yang merupakan kapasitas untuk bertahan dan

bangkit dalam menghadapi tantangan.

Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor hardiness yaitu kemampuan untuk membuat rencana yang

realistis, memiliki rasa percaya diri dan positif terhadap citra diri,

mengembangkan keterampilan komunikasi dan optimis.

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

4. Fungsi Hardiness

Menurut Florian (dalam Heriyanto, 2011) fungsi hardiness adalah:

a. Membantu individu dalam proses adaptasi dan lebih memiliki toleransi

terhadap stres.

b. Mengurangi akibat buruk dari stres kemungkinan terjadinya burnout

dan penilaian negatif terhadap suatu kejadian yang mengancam dan

meningkatkan pengharapan untuk melakukan coping yang berhasil.

c. Membuat individu tidak mudah jatuh sakit.

d. Membantu individu mengambil keputusan yang baik dalam keadaan

stres.

Berdasarkan pada penjabaran diatas mengenai fungsi hardiness

maka dapat disimpulkan bahwa hardiness dapat membantu individu dalam

proses adaptasi sehingga dapat mengurangi efek stres. Membuat individu

menjadi lebih positif dalam menghadapi suatu persoalan sehingga

mempermudah individu dalam pengambilan keputusan.

B. Optimisme

1. Pengertian Optimisme

Optimisme adalah alat untuk membantu individu dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan untuk dirinya sendiri (Seligman, 2006).

Menurut Seligman (2008) mendefinisikan optimisme sebagai suatu gaya

penjelasan yang menghubungkan peristiwa yang baik yang terjadi pada

dirinya bersifat pribadi, permanen dan pervasive, sedangkan untuk

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

kejadian buruk yang terjadi pada dirinya bersifat eksternal (bersumber dari

luar), sementara dan spesifik. Optimisme bermanfaat dalam memberikan

daya tahan terhadap depresi.

Optimisme baik untuk kesehatan, laboratorium di seluruh dunia

telah menghasilkan berbagai bukti ilmiah bahwa sifat-sifat psikologis,

terutama optimisme, dapat menghasilkan kesehatan yang baik (dalam

Seligman, 2006). Menurut Seligman(dalam Chang, 2000) optimisme

adalah cara berpikir individu dalam menghadapi keadaan yang baik (good

situation) maupun keadaan yang buruk (bad situation).

Optimisme adalah keyakinan dalam menyikapi sebuah peristiwa

baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, menempatkan

penyebab kegagalan pada keadaan di luar diri, memiliki harapan dan

ekspektasi menyeluruh bahwa akan ada lebih banyak hal baik daripada hal

buruk yang akan terjadi pada masa yang akan datang yang diukur dengan

skala oprimisme, yang disusun berdasarkan aspek-aspek ekplanatory style

yang dikemukakan oleh Seligman (2008).

Definisi kamus optimisme mencakup dua konsep terkait. Pertama

adalah disposisi harapan atau keyakinan bahwa baik pada akhirnya akan

menang. Konsepsi yang lebih luas kedua mengacu pada keyakinan, atau

kecenderungan untuk percaya, bahwa dunia adalah "terbaik dari semua hal

yang mungkin terjadi”. Dalam penelitian psikologis, optimisme telah

disebut harapan dalam situasi tertentu dan baru-baru ini disebut harapan

umum yang bersifat positif (Scheier dalam Chang, 2000).

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Definisi yang lebih luas dari optimisme, istilah optimisme dan

pesimisme baru-baru ini diterapkan pada cara-cara di mana orang secara

rutin menjelaskan peristiwa-peristiwa dalam hidup mereka (Seligman,

dalam Chang, 2000). Menurut Seligman (2008) mendeskripsikan bahwa

individu-idividu yang memiliki sifat optimis akan terlihat pada aspek-

aspek optimisme yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization.

Menurut Chang (2000) optimisme didefinisikan sebagai kecenderungan

stabil untuk "percaya bahwa hal-hal yang baik akan terjadi daripada yang

buruk".

Menurut Peterson (dalam Chang, 2000) menemukan bahwa gaya

penjelasan optimis dikaitkan dengan berbagai praktek "sehat":

berolahraga, minum secukupnya, menghindari makanan berlemak, dan

sejenisnya. Menurut Seligman (dalam Chang, 2000) mengemukakan

bahwa optimisme berhubungan dengan pola pikir tentang suatu kejadian

yang menimpa seseorang, khusunya kejadian buruk. Optimisme

merupakan kemampuan seseorang untuk menginterpretasi secara positif

segala kejadian dan pengalaman dalam kehidupannya. Segala sesuatu

dimulai dari pikiran seseorang, yang kemudian diwujudkan dalam

perilaku.

Dalam literatur optimisme disposisi, optimisme dan pesimisme

sering dipandang sebagai dua kutub kontinum yang sama. Istilah

optimisme, pesimisme, harapan, dan keputusasaan sering digunakan secara

bergantian. Asumsi yang mendasarinya adalah bahwa semakin banyak

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

orang mengharapkan peristiwa positif, semakin sedikit mereka

mengharapkan kejadian negatif terjadi. Chang (2011) menyarankan

menggunakan istilah pesimisme untuk merujuk pada harapan hasil negatif

dan optimisme untuk merujuk harapan hasil positif. Dengan demikian,

individu bisa tinggi atau rendah pada optimisme dan tinggi atau rendah

pada pesimisme. Strategi optimisme mungkin berhubungan erat dengan

jenis "ilusi positif" dijelaskan oleh Taylor (dalam Chang,2011).

Peterson(dalam Chang, 2000) menemukan bahwa orang dengan

gaya penjelasan optimis lebih mungkin dibandingkan dengan gaya

penjelasan pesimis untuk merespon sakit dengan tindakan yang tepat:

istirahat dan mengkonsumsi lebih dari sup. Menurut Seligman (dalam

Chang, 2000) telah menunjukkan bahwa normal, optimis bahagia

kurangrealistis dalam harapan mereka daripada pesimis depresi. Namun,

jika mereka bertahan cukup lama, "optimis" yang dilakukan mendapatkan

kekuatan, tidak seperti mereka pesimis yang mencoba apa-apa dan karena

itu kehilangan banyak penghargaan.

Optimisme adalah alat untuk membantu individu mencapai tujuan

yang ditetapkan pada dirinya sendiri (Seligman, 2008). Optimisme adalah

bagaimana seseorang bersikap positif terhadap suatu keadaan. Optimisme

lebih ditujukan pada bagaimana seseorang menjelaskan mengenai sebab

terjadinya suatu keadaan baik atau keadaan buruk (Seligman dalam Chang,

2000). Menurut Scheier (dalam Nurtjahjanti, 2011) menjelaskan bahwa

individu yang optimis adalah individu yang mengharapkan hal-hal yang

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

baik terjadi pada mereka, sedangkan individu yang pesimis cenderung

mengharapkan hal-hal buruk terjadi kepada mereka.

Seligman (2008), mengatakan bahwa optimisme berpengaruh

terhadap kesuksesan di dalam pekerjaan, sekolah, kesehatan, dan relasi

sosial. Dalam studinya, Seligman membuktikan bahwa sikap optimis

bermanfaat untuk memotivasi seseorang di segala bidang kehidupan.

Dalam penelitiannya selama dua puluh tahun, yang meliputi lebih dari

seribu penelitian, dan melibatkan lebih dari lima ratus ribu orang dewasa

dan anak-anak, didapatkan hasil bahwa orang pesimis memiliki prestasi

yang rendah atau kurang di sekolah maupun di pekerjaan, daripada orang

yang optimis.

Optimisme lebih ditujukan pada bagaimana seseorang menjelaskan

mengenai sebab terjadinya suatu keadaan baik atau keadaan buruk

(Seligman,2008).Menurut Corsini (dalam Waruwu, 2006) mengemukakan

bahwa optimisme adalah sikap positif yang memdanang bahwa segala

sesuatu merupakan hal yang terbaik. Menurut Seligman (2008) istilah

optimisme dan pesimisme diterapkan pada cara berpikir individu dalam

menyikapi penyebab kejadian dalam kehidupan mereka sehari-hari. Carver

(2004) optimisme adalah anggapan individu bahwa hal yang baik akan

terjadi dan pesimis merupakan anggapan bahwa hal buruk yang akan

terjadi padanya (dalam Limono, 2013)

Menurut Goleman (dalam Nurtahdjanti, 2011) terciptanya

optimisme tidak lepas dari karakter kepribadian yang dimiliki seseorang.

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Individu yang optimis akan lebih percaya diri, nyaman, ekspresif dan

memandang dunia lebih positif. Ada beberapa hal yang mempengaruhi

cara berfikir optimis dalam diri seseorang, diantaranya dari dalam dirinya

sendiri dan dari luar dirinya. Individu yang memiliki sikap optimis

memiliki harapan kuat terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam

kehidupan akan mampu teratasi dengan baik, walaupun ditimpa banyak

masalah dan frustasi.

Menurut Scheier (dalam Nurtjahjanti, 2011) optimis dalam jangka

panjang juga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kesehatan fisik dan

mental, karena membuat individu lebih dapat menyesuaikan diri dalam

kehidupan sosial, mengurangi masalah-masalah psikologis dan lebih dapat

menikmati kepuasan hidup serta merasa bahagia. Menurut Seligman

(2006), beberapa ciri individu yang optimis yaitu memiliki ciri-ciri sikap

yang khas, salah satu diantaranya menghentikan pemikiran yang negatif.

Hal tersebut sejalan dengan salah satu sikap yang terkandung dalam

kepribadian hardiness, yaitu menemukan makna positif dalam hidup

(dalam Nurtjahjanti, 2011).

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

optimisme merupakan sikap yang positif sehingga individu memandang

suata persoalan dengan pemikiran yang positif. Individu yang mempunyai

pemikiran positif dapat membantu dalam memandang persoalan untuk

menjadi lebih baik.

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

2. Faktor- faktor Optimisme

Menurut Vinacle (dalam Nurtahdjanti, 2011) menjelaskan bahwa

ada dua faktor yang mempengaruhi pola pikir pesimis-optimis, yaitu:

a. Faktor etnosentris, yaitu sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu kelompok

atau orang lain yang menjadi ciri khas dari kelompok atau jenis lain.

Faktor etnosentris ini berupa keluarga, status sosial, jenis kelamin,

agama dan kebudayaan.

b. Faktor egosentris, yaitu sifat-sifat yang dimiliki tiap individu yang

didasarkan pada fakta bahwa tiap pribadi adalah unik dan berbeda

dengan pribadi lain. Faktor egosentris ini berupa aspek-aspek

kepribadian yang memiliki keunikan sendiri dan berbeda antara pribadi

yang satu dengan yang lain.

Dari beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-

faktor dari optimisme yaitu terdiri dari faktor etnosentris dan faktor

egosentris. Faktor etnosentris yaitu sifat yang dimiliki oleh suatu

kelompok. Dan faktor egosentris yaitu sifat yang dimiliki tiap individu.

3. Dimensi-dimensi Optimisme

Menurut Seligman (2008) terdapat dimensi-dimensi optimisme

diantaranya yaitu:

a. Permanen

Permanence adalah gaya penjelasan masalah yang berkaitan

dengan waktu, yaitu temporer atau permanen. Orang yang pesimis

akan menjelaskan kegagalan atau peristiwa yang menekan sebagai

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

peristiwa permanen atau menetap. Hal ini ditandai dalam cara

menghadapi masalah atau peristiwa yang tidak menyenangkan dengan

menggunakan kata-kata “selalu” atau ‘tidak pernah”. Sebaliknya

orang-orang yang optimis akan melihat peristiwa yang tidak

menyenangkan secara temporer atau tidak menetap, biasanya ditandai

dengan kata-kata “kadang-kadang” atau “akhir-akhir ini”.

Gaya penjelasan untuk peristiwa yang menyenangkan orang

yang pesimis melihatnya sebagai sesuatu yang temporer, dan

sebaliknya oarang yang optimismemandang peristiwa yang

menyenangkan sebagai sesuatu yang permanen.

b. Pervasive

Pervasiveness adalah gaya penjelasan yang berkaitan dengan

ruang lingkup, dibedakan menjadi spesifik dan universal. Orang yang

pesimis menjelaskan peristiwa yang tidak menyenangkan dengan cara

yang universal, sedangkan orang yang optimis menjelaskan sesuatu

yang tidak menyenangkan dengan cara yang spesifik. Untuk peristiwa

yang menyenangkan orang pesimis menjelaskannya dengan cara

spesifik dan sebaliknya orang yang optimis dengan cara yang

universal.

c. Personalization

Personalization adalah gaya penjelasan yang berkaitan dengan

sumber penyebab dan dibedakan menjadi dua yaitu internal dan

eksternal. Orang yang pesimis memandang masalah yang tidak

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

menyenangkan bersumber dari dalam diri (intenal) dan peristiwa yang

menyenangkan bersumber dari luar dirinya (eksternal). Bagi orang

yang optimis memandang masalah yang tidak menyenangkan sebagai

sesuatu yang bersumber dari luar dirinya (eksternal) dan peristiwa

yang menyenagkan sebagai hasil dari usahanya sendiri (internal).

Adapun elemen optimisme bisa dilihat dari cara individu

menjelaskan kejadian, baik kejadian buruk atau baik yang menimpa diri

kita (Seligman, 2006). Tipe penjelasan yang pertama adalah: permanence.

Orang yang pesimis selalu menjelaskan peristiwa buruk yang menimpa

mereka sebagai sesuatu yang cenderung permanen dan tidak dapat diubah.

Sebaliknya orang optimis akan memandang kejadian buruk yang menimpa

mereka sebagai sesuatu yang bersifat temporer/ sementara dan bisa

dihindari di masa mendatang.

Tipe penjelasan yang kedua adalah: pervasiveness. Orang yang

pesimis cenderung memberikan penjelasan yang menggeneralisir

(pervasive) atas kejadian buruk yang ada disekeliling mereka.Pervasive

artinya kita menggeneralisasi akan sesuatu peristiwa atau kejadian.

Sebaliknya, individu yang optimis akan memberikan penjelasan yang

bernada spesifik, dan bukan sebuah generalisasi. Penjelasan yang bersifat

spesifik membuat kita mampu melihat bahwa sesungguhnya tidak semua

dimensi dalam suatu kejadian itu merugikan. Pasti masih ada celah positif

di balik beragam dimensi lainnya.

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Dari beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

aspek-aspek dari optimisme yaitu individu mempunyai sikap hidup kearah

kematangan dalam jangka waktu yang lama. Individu berpandangan secara

umum terhadap suatu kejadian sehingga individu mampu menjelaskan

penyebabnya baik dari dalam maupun dari luar.

4. Ciri-ciri Individu yang Optimis

Menurut Robinson (dalam Ghufron, 2014) menyatakan individu

yang memiliki sikap optimis jarang menderita depresi dan lebih mudah

mencapai kesuksesan dalam hidup, memiliki kepercayaan, dapat berubah

kearah yang lebih baik, adanya pemikiran dan kepercayaan mencapai

sesuatu yang lebih dan selalu berjuang dengan kesadaran penuh.

Sedangkan menurut McGinnis (dalam Ghufron, 2014) menyatakan orang-

orang optimis jarang merasa terkejut oleh kesulitan. Mereka merasa yakin

memiliki kekuatan untuk menghilangkan pemikiran negatif, berusaha

meningkatkan kekuatan diri, menggunakan pemikiran yang inovatif untuk

menggapai kesuksesan dan berusaha gembira meskipun tidak dalam

kondisi bahagia.

Menurut Scheiver (dalam Ghufron, 2014) menegaskan bahwa

individu yang optimis akan berusaha menggapai pengharapan dengan

pemikiran positif, yakin akan kelebihan yang dimiliki. Individu optimisme

biasa bekerja keras menghadapi stres dan tantangan sehari-hari secara

efektif, berdoa, dan mengakui adanya faktor keberuntungan dan faktor lain

yang turut mendukung keberhasilannya. Ghufron (2014) menyimpulkan

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

bahwa individu yang optimis memiliki impian untuk mencapai tujuan,

berjuang dengan sekuat tenaga, dan tidak ingin duduk berdiam diri

menanti keberhasilan yang akan diberikan oleh orang lain. Individu

optimis ingin melakukan sendiri segala sesuatunya dan tidak ingin

memikirkan ketidakberhasilan sebelum mencobanya. Individu yang

optimis berpikir yang terbaik, tetapi juga memahami untuk memilih bagian

masa yang memang dibutuhkan sebagai ukuran untuk mecari jalan.

Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa individu yang

memiliki optimisme yaitu memiliki keyakinan, mampu berubah ke arah

yang lebih baik. Tidak mudah putus asa atau menyerah ketika dihadapkan

pada suatu persoalan. Dan memiliki pemikiran yang positif dalam

menghadapi tantangan

C. Penyakit Jantung Koroner

1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner

Didalam kehidupan dewasa ini, penyakit pembulu darah inisudah

umum. Biasanya disebut penyakit jantung koroner. Penyakit jantung

koronerpenyebabnya beragam, kebanyakan orang pada umumnya yang

tinggal di negara-negara barat yang sudah maju cenderung mengalami

kerusakan nadi koronernya secara berangsur-angsur (Knight, 1996).

Penyakit jantung koroner (PJK = Penyakit Jantung Iskemik = PJI)

mulai dikenal sejak awal tahun 1930, dan merupakan penyebab kematian

terbanyak di negara industri, terutama pada usia relatif muda (dalam

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Poerjoto, 1992). Penyakit jantung iskemi (IHD) dan penyakit jantung

koroner (CHD) ialah pengertian umum untuk empat bentuk penyakit

jantung yang terjadi karena ketidakseimbangan antara keperluan oksigen

pada miokardium dan pembekalannya (Robbins,1995). Pada kebanyakan

penderita ketidakseimbangan disebabkan aliran darah yang tidak memadai

sebagai akibat menyempitnya arteri koroner, biasanya sering digunakan

istilah “penyakit jantung koroner” (Robbins, 1995).

Penyakit jantung koroner/CHD (coronary heart disease)

disebabkan oleh mengerasnya arteri (dikenal dengan nama

arterosklerosis), akibat banyaknya tumpukan lemak (dikenal dengan nama

plaque) di dinding arteri, secara khusus mempengaruhi arteri yang

langsung memasok darah ke jantung (Albery, 2011). Penyakit Jantung

Koroner (PJK) merupakan keadaan dimana terjadi penimbunan plak

pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner menyempit

atau tersumbat. Arteri koroner merupakan arteri yang menyuplai darah ke

otot jantung dengan membawa oksigen yang banyak. Terdapat beberapa

faktor pemicu penyakit ini yaitu gaya hidup, faktor genetik, usia dan

penyakit penyerta yang lain. (Norhasimah dalam Salim, 2013).

Penyakit jantung koroner adalah terjadinya ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard. Ketidakseimbangan ini

terjadi akibat: 1) penyempitan arteri koroner, 2) penurunan aliran

darah/curah jantung cardiae output, 3) peningkatan kebutuhan oksigen di

miokard atau, 4) spasme arteri koroner. Penyebab tersering adalah

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

aterosklerosis (Rokhaeni dalam Anggraeni, 2014). Penyakit jantung

koroner adalah penyakit yang menyebabkan otot jantung kekurangan

oksigen, memar dan kematian akibat adanya gangguan pasokan oksigen

dari pembulu darah koroner (Majid dalam Heriyanto, 2011).

Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan

oleh penyempitan atau penghambatan pembulu arteri yang mengalirkan

darah ke otot jantung. Mengerasnya dan menyempitnya pembuluh darah

oleh pengendapan kalsium dan endapan lemak berwarna kuning dikenal

sebagai aterosklerosis, bila terdapat kekurangan aliran darah ke otot

jantung, kondisi ini dikenal sebagai iskemik. Penyakit jantung iskemik

biasanya mulai nampak pada umur setengah tua ketika urat nadi koroner

mulai tersumbat, sehingga suplai darah tidak cukup untung memenuhi

keperluan otot jantung (Soeharto, 2000).

Seseorang yang meninggal secara mendadak sudah sering kita

dengar atau bahkan melihatnya sendiri secara nyata, dan setelah diperiksa,

Dokter menyimpulkan akibat serangan jantung, dan sekaligus

menakutkan, bahwa seseorang yang nampaknya sehat-sehat saja secara

tiba-tiba langsung meninggal. Demikianlah kenyataannya serangan

penyakit jantung koroner (Margatan, 1996).

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

penyakit jantung koroner merupakan suatu jenis penyakit yang berbahaya

dan mematikan. Penyakit jantung koroner yaitu adanya penyempitan

pembuluh darah yang disebabkan karena pengendapan dan penumpukan

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

lemak yang biasa disebut plak pada dinding arteri sehingga menghambat

saluran oksigen ke otot jantung, akibatnya jantung menjadi melemah

karena tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh.

2. Faktor-faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner

Menurut Djohan (2004) menyebutkan beberapa faktor penyakit jantung

koroner, yaitu:

a. Faktor Utama

1) Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko yang sangat penting terhadap

penyakit jantung koroner. Tekanan darah sering dipengaruhi oleh

beberapa keadaan misalnya postur tubuh, latihan atau kegiatan

fisik, emosi atau stres, suhu dan waktu sehingga dapat berubah

setiap saat. Apabila seorang yang menderita hipertensi mengalami

stres akan lebih mudah terkena serangan jantung karena tingginya

tekanan darah yang menyebabkan jantung sulit menyuplai darah

yang datang secara terus menerus. Studi Framingham didalam

buku Poerjoto (1992) mendapatkan, bahwa tekanan darah lebih

dari 160/95 mmHg mepunyai risiko PJK dua kali lipat daripada

tekanan darah kurang dari 140/90 mmHG.

2) Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting

karena termasuk faktor resiko utama penyakit jantung koroner

disamping hipertensi dan merokok. Kebiasaan makan individu

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

yang kurang diperhatikan kesehatannya akan membuat kadar

kolesterol darah meningkat. Selain itu keturunan, umur, jenis

kelamin, obesitas, alkohol dan stress dapat mempengaruhi juga

kadar kolesterol darah. Apabila individu memiliki kadar kolesterol

tinggi, yang menyebabkan tekan darah meningkat akibat emosi,

maka aliran darah dalam arteri yang menyuplai darah menjadi

terhambat, hal ini yang membuat seseorang terkena penyakit

jantung koroner.

3) Merokok

Meroko sudah termasuk sebagai faktor resiko utama penyakit

jantung koroner disamping hipertensi dan hiperkolesterolami.

Merokok dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan

menyebabkan darah menjadi kental, ketika individu mengalami

stres maka pembulu darah yang seharusnya berjalan cepat kini

menjadi lambat, akibatnya membuat pembuluh darah menyempit

hal ini yang menyebabkan individu mudah terkena penyakit

jantung koroner. Penelitian Framingham didalam buku Poerjoto

(1992), mendapatkan kematian mendadak akibat penyakit jantung

koroner pada laki-laki perokok 10 kali lebih besar dari pada bukan

perokok dan pada perempuan perokok 4.5 kali lebih dari pada

bukan perokok.

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

b. Faktor Resiko Lainnya

1) Umur

Seiring bertambahnya usia maka akan menghadapi berbagai

macam persoalan dan gaya hidup yang kurang sehat. Hal tersebut

membuat individu semakin bertambah umur maka individu

semakin rentan terkena penyakit jantung koroner. Apabila individu

dengan kadar kolesterol pada laki-laki dan pada perempuan

meningkat di umur 20 tahun. Pada laki-laki meningkat sampai

umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause 45 sampai 0

tahun lebih rendah daripada laki-laki, namun pada perempuan

setelah menopause akan meningkat kadar kolesterolnya jauh lebih

tinggi daripada laki-laki.

2) Jenis kelamin

Gejala penyakit jantung koroner sebelum umur 60 tahun

didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan. Hal ini

menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai resiko penyakit jantung

koroner 2-3 kali lebih besar dari perempuan.

3) Geografis

Resiko penyakit jantung koroner pada orang Jepang masih tetap

merupakan salah satu yang paling rendah di dunia. Namun akan

meningkat resiko penyakit jantung koroner pada orang jepang yang

melakukan imigrasi ke Hawai dan Califfornia. Hal ini

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

menunjukkan bahwa faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya

daripada genetik.

4) Ras

Perbedaan resiko penyakit jantung koroner antara ras didapatkan

sangat menyolok, walaupun bercampur baur dengan faktor

geografis, sosial dan ekonomi. Karena adanya perbedaan dari

faktor sosial yang berbeda menyebabkan pola perilaku dan

kebiasaan dari individu setiap ras berbeda pula, termasuk dalam

menghadapi masalah dan tekanan. Tidak hanya itu setiap ras

memiliki kepribadian dan tingkat emosi yang berbeda-beda.

5) Diet

Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak

di dalam susunan makanan sehari-hari (diet). Makanan orang

indonesia rata-rata mengandung lemak dan kolesterol tinggi

sehingga dapat memicu meningkatnya kadar kolesterol darah.

Namun pada orang jepang umumnya berupa nasi, sayur-sayuran

dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar kolesterolnya

rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa makanan yang

mengandung lemak dan kolesterol tinggi akan lebih rentan terkena

penyakit jantung koroner.

6) Obesitas

Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM,

dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

kolesterol dalam darah. Apabila individu yang memiliki obesitas

ketika mengalami tekanan dan stres akan cenderung lebih mudah

mengalami hipertensi yang akan membuat individu menjadi lebih

rentan terkena penyakit jantung koroner.

7) Perilaku dan kebiasaan lainnya

Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950

yaitu : Tipe A dan Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk

berhasil, gemar berkompetisi, agresif, ambisi, ingin cepat dapat

menyelesaikan pekerjaan dan tidak sabar.Sedangkan tipe B lebih

santai dan tidak terikat waktu. Resiko PJK pada tipe A lebih besar

daripada tipe B.

8) Perubahan Keadaan Sosial dan Stres.

Perubahan sosial menyebabkan perubahan angka kematian yang

menyolok terjadi di Inggris dan Wallas. Korban serangan jantung

terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat

stress.

Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa faktor resiko

penyakit jantung koroner yaitu hipertensi, hiperkolesterolemi, dan

merokok dimana merupakan faktor uang dapat dikontrol. Faktor resiko

lain yaitu umur, ras, jenis kelamin, keturunan, geografis, diet, obesitag,

diabetes, perilaku dan kebiasaan hidup lainnya, stress, perubahan sosial.

Dengan mengatur, berhenti merokok dan perubahan hipertensi yang

efektif dapat menurunkan resiko kematian akibat penyakit jantung koroner

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

3. Gejala Penyakit Jantung Koroner

Menurut Margatan (1996) menyebutkan gejala penyakit jantunh koroner

sebagai berikut:

a. Nyeri dada (Angina Pectoris)

Rasa sakit yang dibiasanya disebut sebagai angina, biasanya dipicu

oleh tekanan fisik dan emosional. Nyeri dada yang berlangsung antara

1 sampai 10 menit akan menghilang setelah berisitrahat. Itulah yang

disebut sebagai angina pectoris.

b. Serangan jantung (Infark myokard akut)

Serangan jantung merupakan akibat penyakit jantung koroner.

Munculnya serangan jantung disebabkan oleh gangguan pada

pembuluh darah koroner (arterosklerosis).

Gejala yang timbul seperti pada nyeri (angina), bisa disertai rasa

lemah, sesak nafas, berkeringat, mual, muntah. Rasa nyerinya bisa

berlangsung setelah hilang beberapa jam, bisa tiba-tiba tanpa pencetus

atau didahului kerja fisik, emosional, makan terlalu banyak, cuaca

dingin, kekurangan darah, atau alergi.

c. Mati Secara Mendadak

Mati secara mendadak merupakan kematian yang datang tidak diduga-

duga. Faktor pencetus kematian mendadak juga bermacam-macam,

antara lain emosi, stres, ketegangan jiwa.

Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa gejala penyakit

jantung koroner yaitu angina pektoris seperti rasa nyeri di dada sebelah

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

kanan berlangsung 1-10 menit nyeri tersebut hilang ketika individu

berhenti atau istirahat dari aktivitasnya. Selanjutnya terdapat infark

myokard atau biasa disebut dengan serangan jantung. Dan terakhir yaitu

kematian mendadak muncul dari berbagai macam faktor seperti individu

yang mempunyai penyakit jantung koroner karena stres, emosi, pekerjaan

fisik yang berat dengan berbagai macam keluhan sebelumnya.

4. Penyebab Penyakit Jantung Koroner dari Pandangan Psikologi

Riset multi budaya telah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

didalam setiap kejadian penyakit jantung koroner di negara-negara

tertentu, dan khususnya angka kematian akibat penyakit jantung koroner.

Sebagai contoh, individu di Rusia memiliki angka kematian sangat tinggi

karena penyakit jantung koroner, sedangkan mereka yang tinggal di

Prancis dan Rusia memiliki angka kematian yang sangat rendah. Di

seluruh wilayah Eropa sendiri, negara-negara di utara memiliki kejadian

kematian akibat penyakit jantung koroner lebih tinggi sedangkan di

negara-negara di selatan menunjukkan kejadian kematian yang lebih

rendah. Temuan ini menunjukkan peran penting faktor gaya hidup,

khususnya pola makan, pada kasus kematian akibat penykait jantung

koroner (Albery, 2011).

Walaupun kebanyakan studi lebih memfokuskan faktor biologis

dan gaya hidup, tapi beberapa bukti menunjukkan bahwa faktor psikologis

memiliki peran yang sangat penting dalam kemunculan, perkembangan,

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

dan hasilnya dari penyakit jantung koroner. Faktor-faktor yang paling

penting adalah depresi, kecemasan dan stres (Nekouei, 2013).

Menurut Taylor (dalam Pratiwi, 2009) mengemukakan reaksi-

reaksi yang ditimbulkan oleh individu yang menderita penyakit kronis

seperti penyakit jantung koroner, yaitu:

1. Shock

Shockmerupakan reaksi pertama individu saat mengalami

diagnosa fisik mengenai masalah kesehatan yang kronis.Rasa terkejut

dan bingung atau perilaku yang muncul secara otomatis. Shock terjadi

sebenarnya akan berlanjut beberapa minggu, shock terjadi untuk

beberapa tingkat situasi krisis yang dialami oleh seseorang, dan

ketegasan itu muncul tanpa peringatan.

2. Denail

Denail merupakan mekanisme pertahanan diri seseorang

dimana seseorang menghindari kenyataan bahwa individu menderita

suatu penyakit. Individu akan menolah kenyataan bahwa individu

menderita suatu penyakit.

3. Anxiety

Anxiety merupakan rasa kecemasan akan segera muncul setelah

adanya diagnosis penyakit kronis pada diri seseorang. Banyak pasien

yang ditakuti suatu perubahan yang potensial akan terjadi dalam hidup

mereka dan masa depan mereka adalah kematian. Masalah kecemasan

tidak hanya disebabkan oleh stres tapi juga digabungkan dalam fungsi-

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

fungsi yang baik. Kecemasan juga tinggi saat seseorang mengharapkan

perubahan gaya hidup yang muncul dari penyakit ataupun treatmen,

saat mereka tergantung dengan profesional kesehatan, saat mereka

mengalami kejadian berulang-ulang.

4. Depression

Depression yaitu kemungkinan akan terjadi setelah proses

denail dan anxiety muncul. Depresi merupakan reaksi terakhir

terhadap penyakit kronis, karena sering menghabiskan waktu pasien

untuk memahami kenyataan kondisi mereka. Depresi tidak hanya akan

menghasilkan distress tetapi juga disebabkan oleh gejala-gejala yang

dialami dan bagaimana masa depan seseorang dengan penyakitnya.

Depresi yang muncul karena penyakit dan treatmen juga dapat

dihubungkan dengan bunuh diri dan lansia.

Sudah diketahui dalam beberapa waktu kedepan faktor-faktor gaya

hidup sangat mempengaruhi resiko penyakit jantung koroner. Hal ini

meliputi sejarah keluarga tentang penyakit jantung koroner, merokok,

naiknya tekanan darah, terkait dengan meningkatnya kolesterol, kurangnya

olah raga, diabetes, obesitas dan stres (Albery, 2011).Perubahan angka

kematian yang terjadi di Inggris dan Wallas. Korban serangan jantung

terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat stress

(dalam Djohan, 2004).

Stres adalah faktor resiko lain penyakit jantung koroner yang nyata

dengan psikologi kesehatan, khususnya berdasarkan peransentral

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

psikoneuroimunologi dalam memahami pengalaman subjektif tentang stres

dan pengaruhnya bagi kesehatan. Meskipun stresor lingkungan sudah

terbukti meningkatkan resiko penyakit jantung koroner, namun sebenarnya

ini lebih banyak dipengaruhi persepsi subjektif pelaku terhadap stresor-

stresor ini. Khusunya, kurangya kontrol yang dirasakan terhadap stresor

lingkungan (contohnya akibat tuntutan kerja seseorang) nampaknya

menjadi faktor resiko yang penting bagi penyakit jantung koroner (Albery,

2011).

Dampak dari stres dapat menimbulkan gangguan detak jantung,

gangguan aliran darah koroner secara langsung maupun tidak langsung

sebagai akibat spasme pembulu darah koroner, karena stres memicu

pelepasan zat katekolamin. Stres juga lebih mudah menyerang mereka

yang berkepribadian tipe A. Stres juga erat kaitannya dengan faktor resiko

lain seperti hipertensi, merokok dan dislipidemisa (Margatan, 1996).

Serangan jantung memang memberikan efek psikologis yang besar.

Menurut Robert R. Kowalski dalam bukunya “8 Step to Health Heart”

yang paling terkena dampak penyakit jantung koroner bukanlah jantung

atau bagian lain dari sistem kardiovaskular. Organ yang paling

terpengaruh dan menentukan proses penyembuhan itu terletak dalam otak

yang muncul dalam bentuk sikap mental atau kejiwaan seseorang (dalam

Mangoenprasodjo, 2005).

Sikap mental memiliki peranan yang besar dalam proses

penyembuhan dan peningkatan harapan hidup pasien penyakit jantung

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

koroner. Menurut Prof. Dr. Harmani Kalim, MPH., Sp.jp., dari Pusat

Jantung Nasional (PJN) Harapan Kita, Jakarta, peran penderita dalam

menangani masalah psikologis sangat penting untuk mencapai hasil dari

proses penyembuhan yang maksimal. Kematangan mental selanjutnya

harus dilakukan bersamaan dengan usaha meminimalkan resiko serangan.

Faktor resiko itu antara lain hipertensi (tekanan darah), gula darah tinggi,

kadar kolesterol tinggi, obesitas, pola makan tinggi, lemak dan garam,

kurang gerak dan istirahat, stres, kebiasaan merokok dan mengkonsumsi

alkohol. Faktor-faktor tersebut dapat di kontrol atau diperbaiki (dalam

Mangoenprasodjo, 2005).

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Gambar 1: Skema depresi dengan penyakit jantung koroner

dimodifikasikan Wulsin. L. R 2007 sebuah pembaharuan untuk depresi, stres dan penyakit jantung (Vanderbilt University Press) (dalam Wulsin, 2012).

Model skema diatas menunjukkan bahwa penyakit jantung koroner

bisa ditimbulkan oleh faktor psikologis berupa depresi. Depresi akan

memunculkan gejala berupa faktor perilaku seperti merokok dan aktifitas fisik

yang berlebihan mempengaruhi faktor biologis, yang nantinya akan

menimbulkan obesitas dan tingginya kolestrol. Obesitas dapat menimbulkan

Peradangan pembuluh darah tinggi

Tekanan darah tinggi

depresi

Stres kronik:

Kemiskinan, rasa benci, tekanan pekerjaan, tekanan perkawinan, kecemasan

Merokok. Aktifitas fisik: diet kalori tinggi, diet kolesterol tinggi, rendahnya dukungan sosial, ketidak patuhan terhadap pengobatan

gen

Meningkatnya stres

Ketidak seimbangan otonom

Bahaya stres akut

obesitas

Tinggi kolesterol

Diabetes

Penyakit jantung koroner

Awal dari Penyakit

Faktor Biologis

Faktor Perilaku

Faktor Psikologis

kelelahan

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

gejala awal penyakit jantung koroner yaitu diabetes resiesen insulin.Sehingga

apabila tidak diatasi maka akan muncul jantung koroner. Begitu juga pada

tingginya kolesterol apabila tidak diperhatikan maka akan menimbulkan

penyakit jantung koroner (dalam Wulsin, 2012).

Selain itu faktor psikologis dari penyakit jantung koroner dari depresi

yangjuga akan memunculkan gejala dari faktor biologis yaitu meningkatnya

stres dan ketidak seimbangan otonom. Meningkatnya stres dan

ketidakseimbangan otonom dapat mengakibatkan munculnya awal dari suatu

penyakit berupa peradangan pembuluh darah tinggi dan tekanan darah tinggi.

Apabila tidak diatasi maka akan muncul penyakit jantung koroner (dalam

Wulsin, 2012).

Penyakit jantung koroner bisa ditimbulkan oleh faktor psikologis

berupa depresi. Depresi akan memunculkan gejala stres kronik biologis berupa

ketidakseimbangan otonomi, ketidakseimbangan ini bisa menimbulkan gejala

awal penyakit jantung koroner berupa tekanan darah tinggi, sehingga apabila

tidak dapat diatasi terus menerus akan muncul jantung koroner (dalam Wulsin,

2012).

Tidak hanya itu, faktor psikologis seperti depresijuga dapat

memunculkan gejala stres kronik, stres kronik ini bisa bersumber dari

kemiskinan, rasa benci, tekanan pekerjaan, tekanan perkawinan, dan

kecemasan. Apabila stres tersebut tidak diatasi maka akan mengakibatkan

stres akut yang berbahaya bagi kesehatan. Bahaya stres akut akan

mempengaruhi faktor bilogis yaitu individu akan mudah merasa kelelahan dan

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

ketidakseimbangan otonom. Dari munculnya faktor biologis ini dapat memicu

terjadinya awal penyakit seperti tekanan darah tinggi. Sehingga apabila tidak

ditangani dengan tepat maka akan menyebabkan penyakit jantung koroner

(dalam Wulsin, 2012).

D. Pengaruh Optimisme terhadap Hardiness pada Pasien Penyakit Jantung

Koroner

Jantung merupakan tempat untuk memompa aliran darah keseluruh

tubuh. Darah yang mengalir keseluruh tubuh melalui pembulu darah arteri.

Apabila pembulu darah arteri mengalami penyumbatan akibat tumpukan

lemak atau plak sehingga oksigen sulit masuk kejantung yang menyebabkan

aliran darah keseluruh tubuh terhambat dan akhirnya timbul penyakit jantung

koroner. Penyakit jantung koroner yang juga merupakan penyakit jantung

iskemik disebabkan oleh mengerasnya arteri akibat adanya tumpukan lemak

didinding arteri sehingga menghambat aliran darah ke jantung. Penyakit

jantung koroner merupakan penyakit yang mematikan. Dulu penyakit ini

hanya menyerang pada orang-orang berusia lanjut. Namun seiring kemajuan

zaman dan perubahan gaya hidup, penyakit jantung koroner dapat menyerang

siapa saja.

Pasien yang didiagnosis penyakit jantung koroner awalnya pasien

merasa cemas, khawatir dan shock tidak menyangka bahwa dirinya terkena

penyakit kronis. Pasien setelah terkena penyakit jantung koroner

memilikiberbagai macam permasalahan dalam kehidupannyan. Dimana

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

kehidupan pasien selanjutnya merupakan sebuah tantangan dan hal baru yang

harus dijalani setelah terkena penyakit jantung koroner. Individu yang

memiliki penyakit jantung koroner ada yang mudah melakukan perubahan

pola hidup dan perilaku yang lebih sehat, namun ada juga pasien penyakit

jantung koroner yang kesulitan.

Kondisi pasien penyakit jantung koroner berbeda-beda ada yang

masih bekerja dan ada yang sudah tidak bekerja. Pasien yang masih bekerja

terkadang merasa putus asa karena pasien sudah tidak bisa semaksimal dulu

dalam bekerja.Kemudian adanya tuntutan dalam pekerjaan dan kehidupan

yang menjadikan tekanan tersendiri bagi pasien. Pasien terkadang sulit untuk

menerima kondisi setelah terkena penyakit jantung koroner. Namun ada juga

pasien yang berusaha untuk menerima kondisi setelah terkena penyakit

jantung koroner. Aktivitas pasien menjadi terbatas, sebagai contoh ketika

pasien berjalan kaki pasien merasa nafasnya sesak dan sakit.

Rasa sakit yang timbul ketika penyakitnya kambuh dapat

mempengaruhi kondisi psikologis pasien yaitu pasien merasa tidak berdaya,

cemas, dan takut meninggal tiba-tiba.Walaupun pasien rutin melakukan

kontrol dan minum obat secara teratur namun pasien merasa penyakitnya tak

kunjung sembuh.Pasien juga merasa bosan ketika harus minum obat, karena

pasien merasa hidupnya menjadi tergantung dengan obat. Sebenarnya pasien

dapat memperbaiki kondisi penyakitnya, namun pasien sulit menjaga pola

makan yang dikonsumsi yang bisa saja memperburuk kondisi penyakitnya.

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Permasalahan-permasalahan yang dialami pasien penyakit jantung

koroner menyebabkan pasien merasa tidak berguna, khawatir dan putus asa

dalam menjalani kehidupan. Adapun usaha yang harus dilakukan agar pasien

bisa kuat dalam menjalani kehidupan setelah terkena penyakit jantung koroner

adalah dengan adanya hardiness. Menurut Kobasa (dalam Schellenberg, 2005)

hardiness adalah definisi konstruk sebagai "konstelasi karakteristik

kepribadian yang berfungsi sebagai sumber daya tahan dalam menghadapi

peristiwa kehidupan yang penuh stres".

Schultz (dalam Utami, 2010)menjelaskan bahwa individu yang

memiliki tingkat hardiness yang tinggi memiliki sikap yang membuat mereka

lebih mampu dalam melawan stres. Individu dengan hardy personality

percaya bahwa mereka dapat mengontrol atau mempengaruhi kejadian-

kejadian dalam hidupnya. Mereka secara mendalam berkomitmen terhadap

pekerjaannya dan aktivitas-aktivitas yang mereka senangi, dan mereka

memandang perubahan sebagai sesuatu yang menarik dan menantang lebih

daripada sebagai sesuatu yang mengancam. Sebaliknya, kurangnya hardiness

dalam diri individu dapat dihubungkan dengan tingkat stres yang tinggi

(Riggiodalam Utami, 2010).

Hardiness dapat diperoleh apabila individu berusaha untuk yakin dan

merasa mampu dalam menghadapi berbagai macam persoalan sekalipun

menimbulkan stress, sehingga individu dapat menemukan jalan keluar dari

setiap persoalan yang dihadapi. Hardiness bisa dikatakan penting untuk

dimiliki oleh setiap individu termasuk pada pasien penyakit jantung

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

koroner.Individu yang memiliki hardiness dalam dirinya akan mampu

bertahan menghadapi semua tuntutan dan tantangan setelah terkena penyakit

jantung koroner. Kobasa (dalam Schellenberg, 2005) hardiness adalah definisi

konstruk sebagai "konstelasi karakteristik kepribadian yang berfungsi sebagai

sumber daya tahan dalam menghadapi peristiwa kehidupan yang penuh stres".

Setiap pasien memiliki sikap yang berbeda-beda dalam menghadapi

berbagai macam persoalan setelah terkena penyakit jantung koroner. Menurut

Seligman (2006), beberapa ciri individu yang optimis yaitu memiliki ciri-ciri

sikap yang khas, salah satu diantaranya menghentikan pemikiran yang negatif.

Hal tersebut sejalan dengan salah satu sikap yang terkandung dalam

kepribadian hardiness, yaitu menemukan makna positif dalam hidup (dalam

Nurtjahjanti, 2011).

Individu dikatakan optimis jika individu memiliki ciri-ciri

kehidupannya didominasi oleh pikirannya yang positif, berani mengambil

resiko, setiap mengambil keputusan penuh dengan keyakinana dan

kepercayaan diri yang mantap (Achmad, 2013). Pasien penyakit jantung

koroner dengan adanya sikap yang optimis dapat membantu pasien untuk

mampu dalam menghadapi persoalan setelah terkena penyakit jantung

koroner, sehingga pasien dapat bertahan dengan kondisinya saat ini.

E. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan diatas maka dapat

disimpulkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini, bahwa pasien penyakit

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

jantung koroner yang disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti makanan

yang berkolestrol, merokok, usia, jenis kelamin, tekanan psikologis, dan

penyakit penyerta lainnya. Pasien setelah terkena penyakit jantung koroner ini

akan memunculkan berbagai macam permasalahan seperti mengalami rasa

sakit yang diakibatkan oleh kondisi penyakitnya. Rasa sakit yang dialami

tentu juga akan berpengaruh terhadap kondisi psikisnya, seperti mucul merasa

tidak berguna, putus asa, dan stres karena penyakitnya tidak sembuh-sembuh.

Selain itu juga aktivitas pasien menjadi terbatas seperti tidak dapat

melakukan pekerjaan yang berat bahkan ketika berjalan saja, pasien merasa

nafasnya sesak dan muncul nyeri. Kemudian pasien harus merubahpola hidup

dan perilaku lebih sehat.Pasien ada yang mudah melakukan perubahan pola

hidup dan perilaku lebih sehat, namun ada juga yang kesulitan, sehingga

memperburuk kondisi penyakitnya. Tuntutan pekerjaan yang menambah

beban bagi pasien yang terkadang membuat pasien menjadi khawatir akan

keadaannya karena pasien sudah tidak bisa bekerja semaksimal dulu.Adanya

perasaan takut meninggal ketika sedang bekerja. Selain tuntutan pekerjaan,

ada juga tuntutan kehidupan dimana pasien harus bekerja untuk keluarga.

Adapun usaha yang harus dilakukan agar pasien bisa kuat dalam

menghadapi setiap persoalan adalah dengan adanya hardiness. Kekuatan yang

muncul dari dalam diri pasien dapat membantu pasien dalam menghadapi

berbagai macam persoalan hidupnya sekalipun itu menimbulkan stres. Faktor

lain yang diperlukan yaitu optimisme, sikap yang optimis pada diri pasien

dapat membuat pasien merasa mampu, merasa yakin dan tidak mudah putus

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

asa dalam menghadapi berbagai macam persoalan hidupnya kedepan setelah

terkena penyakit jantung koroner, sehingga harapannya pasien dapat mencari

solusi dengan berfikir positif dalam menghadapi setiap persoalan yang

dihadapi.

F. Hipotesis

Berdasarkan teori diatas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa ada

pengaruh optimisme terhadap hardiness pada pasien penyakit jantung koroner

di Instalasi Rawat Jalan RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Gambar 2 Kerangka Berpikir

Pasien Penyakit Jantung Koroner

1. Rasa sakit 2. Keterbatasan aktifitas 3. Perubahan pola hidup 4. Tuntutan pekerjaan dan kehidupan

Optimisme:

1. Permanen 2. Pervasif 3. Personalisasi

Hardiness:

1. Kontrol 2. Komitmen 3. Tantangan

Optimis Pesimis Hardiness Non hardiness

1. Cemas 2. Khawatir 3. Tidak berguna 4. stres 5. Putus asa

Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015