49
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lembaga Keuangan a. Pengertian Lembaga Keuangan Lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya terutama berbentuk aset keuangan (financial assets) atau tagihan (claims) dibandingkan dengan aset non keuangan (non financial assets) (Latumaerissa, 2017). Lembaga keuangan juga menawarkan berbagai jenis jasa keuangan secara luas, diantaranya: simpanan, kredit, program pension, penyediaan mekanisme pembayaran dan mekanisme transfer dana. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, lembaga keuangan adalah sebagai lembaga yang menjembatani antara kelompok masyarakat yang kelebihan dana dan kelompok msayarakat yang kekurangan dana, atau bisa disebut juga lembaga intermediasi keuangan. b. Pengelompokkan Lembaga Keuangan Secara umum lembaga keuangan dapat dikelompokkan dalam dua bentuk, yaitu bank dan bukan bank. Melihat dari kegiatan utama dari lembaga keungan adalah menarik uang dari masyarakat dan menyalurkan kepada masyarakat, maka perbedaan bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat dilihat melalui kegiatan utama mereka tersebut. Perbedaan dari kedua bentuk lembaga keuangan tersebut dapat digambarkan dalam tabel dibawah ini:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Lembaga Keuangan

a. Pengertian Lembaga Keuangan

Lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya

terutama berbentuk aset keuangan (financial assets) atau tagihan (claims)

dibandingkan dengan aset non keuangan (non financial assets)

(Latumaerissa, 2017). Lembaga keuangan juga menawarkan berbagai

jenis jasa keuangan secara luas, diantaranya: simpanan, kredit, program

pension, penyediaan mekanisme pembayaran dan mekanisme transfer

dana.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, lembaga

keuangan adalah sebagai lembaga yang menjembatani antara kelompok

masyarakat yang kelebihan dana dan kelompok msayarakat yang

kekurangan dana, atau bisa disebut juga lembaga intermediasi keuangan.

b. Pengelompokkan Lembaga Keuangan

Secara umum lembaga keuangan dapat dikelompokkan dalam

dua bentuk, yaitu bank dan bukan bank. Melihat dari kegiatan utama dari

lembaga keungan adalah menarik uang dari masyarakat dan menyalurkan

kepada masyarakat, maka perbedaan bank dan lembaga keuangan bukan

bank dapat dilihat melalui kegiatan utama mereka tersebut. Perbedaan

dari kedua bentuk lembaga keuangan tersebut dapat digambarkan dalam

tabel dibawah ini:

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

10

Tabel 2.1

Perbandingan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank

Kegiatan

Lembaga Keuangan

Bank Bukan Bank

Penghimpunan

Dana

1. Secara langsung berupa

simpanan dana

masyarakat (tabungan,

giro, deposito), dan

2. Secara tidak langsung

dari masyarakat (kertas

berharga, penyertaan,

pinjaman atau kredit

dari lembaga lain)

1. Hanya secara

tidak langsung

dari masyarakat

(terutama

melalui kertas

berharga, dan

bisa juga dari

penyertaan,

pinjam atau

kredit dari

lembaga lain)

Penyaluran

Dana

1. Untuk tujuan modal

kerja, investasi,

konsumsi

2. Kepala badan usaha dan

individu

3. Untuk jangka pendek,

menengah, dan panjang

1. Terutama untuk

tujuan investasi

2. Terutama

kepada badan

usaha

3. Terutama untuk

jangka

menengah dan

panjang

Sumber: utamisantoso dan Nuritomo (2017)

Dalam tabel diatas menjelaskan bahwa ada dua perbedaan antara

lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank, perbedaan

yang paling utamanya yaitu pada aktivitas penghimpunan dana dan

aktivitas penyaluran dana. Dalam aktivitas penghimpunan dana, secara

jelas disebutkan bahwa bank dapat menghimpun dana baik secara

langsung maupun tidak langsung dari masyarakat, sedangkan dalam

lembaga keuangan bukan bank hanya dapat menghimpun dana secara

tidak langsung dari masyarakat. Dalam aktivitas penyaluran dana juga,

di dalam tabel diatas memberikan perbedaan, bahwa Bank dalam

menyalurkan dana itu bertujuan untuk modal kerja, investasi, dan

konsumsi, sedangkan lembaga keuangan bukan bank tujuan utamanya

yaitu untuk investasi.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

11

c. Peran Lembaga Keuangan

Lembaga keuangan baik bank maupun bukan bank mempunyai

peran penting bagi aktivitas perekonomian. Peran strategi bank dan

lembaga keuangan bukan bank tersebut sebagai wahana yang mampu

menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada

masyarakat secara efektif dan efisiens kearah peningkatan taraf hidup

rakyat, misalnya berbentuk kredit, surat-surat berharga, giro dan aktiva

produktif lainnya (Suwiknyo, 2009).

d. Fungsi Lembaga Keuangan

Dalam kenyataannya fungsi lembaga keuangan sangat luas

cakupannya namun dalam faktanya terdapat beberapa fungsi pokok

lembaga keuangan diantaranya, sebagaimana yang terlihat dalam gambar

dibawah ini:

Gambar 2.1 Fungsi-Fungsi Lembaga Keuangan

Sumber: Latumaerissa (2017)

Menurut Soemitra (2009), fungsi lembaga keuangan bisa dilihat

dari empat aspek, diantaranya:

1) Fungsi lembaga keuangan yang dilihat dari sisa jasa-jasa penyediaan

financial, diantaranya yaitu:

a) Fungsi tabungan. Sistem pasar keuangan dan lembaga keuangan

menyediakan instrumen untuk tabungan bagi masyarakat yang

kelebihan dana setelah pemenuhan kebutuhan dasar (konsumsi).

Fungsi

Asuransi

Fungsi

Kepercayaan

Fungsi

Perantara

Fungsi

Penjaminan

Fungsi

Tabungan

Fungsi

Kredit

Fungsi

Investasi

Fungsi

Manajemen

Kas

Fungsi

Pembayaran

Fungsi

Lembaga

Keuangan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

12

b) Fungsi menyimpanan kekayaan, maksudnya dengan cara menahan

nilai aset yang dimiliki di samping itu menerima pendapatan dalam

jumlah tertentu, dalam bentuk giro, obligasi dan instrumen

keuangan lainnya yang diperjual belikan di pasar uang dan di pasar

modal yang menjanjikan suntu pendapatan dengan resiko tertentu.

c) Fungsi transmutasi kekayaan, maksudnya lembaga keuangan

mempunyai aset dalam bentuk janji-janji yang memberikan

imbalan kepada pemilik dana, yang berupa pemibiayaan atau kredit

yang diberikan kepada unit deficit dalam jangka waktu tertentu

sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan.

d) Fungsi likuiditas. Likuiditas berkaitan dengan kemampuan

memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan. Kekayaan yang

disimpan dalam bentuk instrumen keuangan dapat dengan mudah

dicairkan melalui mekanisme pasar keuangan. Obligasi atau saham

dan instrumen keuangan lainnya menjanjikan keuntungan dengan

resiko relatif kecil. Pasar uang dan pasar modal menyediakan suatu

cara untuk mengubah instrumen-instrumen tersebut menjadi uang

tunai. Maka dari lembaga keuangan depositori menyediakan

berbagai alternatif instrumen simpanan yang memiliki tingkat

likuiditas yang tinggi.

e) Fungsi pembiayaan atau kredit. Pasar keuangan menyediakan

pembiayaan/kredit untuk membiayai kebutuhan konsumsi dan

investasi dalam ekonomi.

2) Fungsi lembaga keuangan yang dilihat dari sisi kedudukan lembaga

keuangan dalam sistem perbankan itu berfungsi sebagai bagian yang

terintegrasi dari unit-unit yang diberi kebebasan atau memiliki

wewenang dana mengeluarkan uang giral (penciptaan uang) atau pun

deposito (time deposits).

3) Fungsi lembaga keuangan yang dilihat dari dari sisi kedudukan

lembaga keuangan dalam sistem moneter, yang berfungsi untuk

menciptakan uang (money). Bertujuan untuk menjaga stabilitas dari

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

13

mata uang baik secara internal maupun eksternal, sehingga

pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tercapai.

4) Fungsi lembaga keuangan yang dilihat dari sisi kedudukan lembaga

keuangan dalam sistem finansial, yang berfungsi sabagai jaringan

yang terintegritas dari seluruh lembaga keuangan yang ada dalam

sistem ekonomi dan yang terdiri dari sistem perbankan, sistem

moneter dan lembaga keuangan lainnya seperti lembaga pembiayaan,

asuransi, modal ventura dan lain-lain.

2. Bank

a. Pengertian Bank

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 1, yang dimaksud dengan bank

adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk

kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak.

Bank merupakan lembaga keuangan yang fungsi utamanya

adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada

masyarakat, dan juga memberikan pelayanan-pelayanan dalam bentuk

jasa-jasa perbankan (Ismail, 2010).

Gambar 2.2

Fungsi Utama Bank

Dari gambar diatas, bank memiliki tiga fungsi utama, yaitu

melakukan aktivitas dalam menghimpun dana kepada pihak ketiga,

aktivitas penyaluran dana kepada pihak yang membutuhkan dana, dan

aktivitas bank dalam memberikan layanan jasa kepada masyarakat. Dari

BANK

Penyaluran Dana Pelayanan Jasa Penghimpunan Dana

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

14

ketiga fungsi tersebut bank dapat mengembangkan dalam berbagai

macam produk bank, yaitu (Sumar’in, 2012):

1) Produk bank yang terkait dengan penghimpunan dana, seperti dalam

bentuk simpanan dan investasi, diantaranya: giro, Tabungan, dan

Deposito berjangka.

2) Produk bank yang terkait dengan penyaluran dana dalam bentuk kredit

atau pinjaman.

3) Produk bank yang terkait dengan pelayanan jasa, berupa: jasa

pengiriman uang (transfer), pemindah bukuan, negosiasi wesel

ekspor, penagihan warkat kliring dan lain-lain.

Menurut Latumaerissa (2017) umumnya bank didefinikan

sebagai:

1) Suatu badan usaha yang kegiatan utamanya adalah menerima

simpanan dari masyarakat dan atau pihak yang lainnya, kemudian

dana tersebut dialokasikan kembali untuk memperoleh keuntungan

serta menyediakan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2) Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan mengeluarkan kepada masyarakat dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

3) Bank adalah suatu industri yang bergerak dibidang kepercayaan yang

menghubungkan debitur dan kreditur dana.

Berdasarkan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

Bank adalah badan usaha yang kegiatannya melakukan penghimpunan

dana dalam bentuk simpanan, dananya berasal dari masyarakat yang

kelebihan dana atau masyarakat yang menabung dan atau menitipkan

dananya kepada bank, dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada

masyarakat yang membutuhkan dana dalam bentuk kredit atau pinjaman

dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup

rakyat banyak.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

15

b. Fungsi Bank

Fungsi utama dari Bank yaitu sebagai penghimpun dana dan

penyaluran dana masyarakat (Tri Isma, 2016). Berikut penjelasannya

(Ismail, 2011):

1) Menghimpun Dana dari Masyarakat

Fungsi bank yang pertama adalah menghimpun dana dari

masyarakat yang berbentuk simpanan (uang), karena masyarakat

mempercai bank sebagai tempat yang aman untuk menyimpan

dananya. Keamanan atas dana (uang) yang disimpannya di bank

merupakan faktor yang penting bagi masyarakat. Selain rasa aman,

tujuan yang lainnya yaitu sebagai wadah untuk melakukan investasi.

Dengan begitu masyarakat mendapatkan keuntungan yang berupa

return dari simpanan yang besarnya tergantung pada kebijakan

masing-masing bank.

Return merupakan keuntungan yang diperoleh nasabah dari

sejumlah dana yang disimpan dibank yang diberikan oleh pihak bank

kepada msayarakat dalam bentuk bunga simpanan untuk bank

konvensional atau bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah.

2) Menyalurkan Dana dari Masyarakat

Fungsi yang kedua bank adalah menyalurkan dana kepada

masyarakat yang membutuhkan dana. Menyalurkan dana kepada

masyarakat yang membutuhkan dana merupakan aktivitas bank yang

sangat penting bagi bank, karena dengan begitu bank mendapatkan

dana dari aktivitas penyaluran dana tersebut dan merupakan

pendapatan yang terbesar dari setiap bank. Pendapatan yang diperoleh

bank berupa pendapatan bunga untuk bank konvensional, dan bagi

hasil atau lainnya untuk bank syariah.

Penyaluran dana yang diberikan oleh pihak bank itu berupa

kredit untuk bank konvensional dan atau pembiayaan untuk bank

syariah dan aktivitas tersebut menempati porsi aset yang terbesar dari

setiap bank.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

16

3) Pelayanan Jasa Perbankan

Fungsi yang ketiga bank adalah memberikan pelayanan jasa

perbankan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

dalam melakukan aktivitasnya. Produk pelayan yang diberikan oleh

bank itu dalam bentuk jasa pengiriman uang (transfer), pemindah

bukuan, penagihan surat-surat berharga, kliring, leter of Credit¸

inkaso, garansi bank dan pelayanan jasa lainnya. Dari aktivitas

tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan bank yang

berasal dari fee atas pelayanan jasa tersebut. Salah satu pelayanan

yang telah dikembangkan oleh bank diantaranya ATM bersama,

RTGS (Real Time Gross Settlement), intecity kliring, SKN (Sitem

Kliring Nasional), Internet banking, sms banking, dan produk

pelayanan jasa lainnya.

c. Jenis-jenis Bank

Menurut Darmawati (2014), apabila dilihat dari prinsip kerjanya,

maka dalam sistem perbankan Indonesia dapat dibedakan atas: Bank

konvensional meliputi bank umum dan BPR yang menggunakan sistem

“bunga uang” sebagai dasar kegiatannya, dan bank syariah meliputi bank

umum dan BPR syariah yang dalam kegiatannya menggunakan prinsip

“jual-beli” dan prinsip “bagi hasil” atau sesuai dengan akad yang

disepakati pada awal perjanjian.

Gambar 2.3

Struktur Perbankan Indonesia

Menurut Kasmir (2013), perbedaan jenis perbankan dapat

ditinjau dari segi fungsi bank, serta kepemilikan bank tersebut. Misalkan

Bank Sentral Indonesia

Bank-Bank Perkreditan Rakyat

Bank Umum Non Devisa

Bank-Bank Umum

Bank Umum Devisa

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

17

dalam segi fungsi perbedaan yang terletak pada luasnya kegiatan ataupun

jumlah produk yang ditawarkan oleh bank tersebut maupun jangkauan

wilayah operasinya. Lalu dari kepemilikan perusahaan yang dilihat dari

pemilik saham yang ada serta akte pendirinya, contohnya bank pemilik

yang dimiliki oleh pemerintah seperti Bank Negara Indonesia (BNI),

Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan bank-bank lainnya. Perbedaan yang

lainnya yaitu bisa dilihat dari segi statusnya, maksudnya siapa nasabah

yang mereka layani apakah masyarakat luas atau masyarakat dalam

lokasi tertentu (kecamatan) seperti Bank Devisa (bank yang melakukan

transksi ke luar negeri) dan Bank Non Devisa (bank yang melakukan

transaksinya di dalam negeri atau transaksinya dilakukan masih dalam

batas-batasan negara). Dan jenis perbankan juga dibagi dalam caranya

menentukan harga jual dan harga beli.

d. Sumber Dana Bank

Sumber dana bank adalah dana yang dimiliki oleh bank untuk

membiayai kegiatan operasinya, dimana kegiatan sehari-harinya adalah

bergerak dibidang keuangan, maka dari itu sumber-sumber dananya pun

berkaitan dengan bidang keuangan. Berikut adalah jenis sumber-sumber

dana bank:

1) Dana yang bersumber dari bank itu sendiri (Kasmir, 2010).

a) Setoran modal dari pemegang saham, maksudnya pemilik saham

dapat menyetorkan dana tambahannya atau membeli saham yang

dikeluarkan perusahaan tersebut.

b) Cadangan-cadangan bank, maksudnya terdapat cadangan-

cadangan laba pada tahun lalu yang tidak diberikan atau dibagikan

kepada masing-masing pemegang sahamnya. Cadangan ini sengaja

disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang akan datang atau

bisa juga disebut sebagai kas.

c) Laba bank yang belum dibagi, merupakan laba yang belum

dibagikan atau di berikan kepada pihak yang bersangkutan,

sehingga bisa dimanfaatkan sebagai modal untuk sementara waktu.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

18

Keuntungan yang diperoleh dari sumber ini yaitu tidak perlu

membayar bunga atau yang relatif besar dari pada meminjam uang

dari lembaga lainnya. Sedangkan kerugian dari sumber ini adalah

waktu yang diperlukan untuk memperoleh dana dalam jumlah yang

besar membutuhkan waktu yang cukup lama, karena untuk menjual

saham bukanlah hal yang mudah.

2) Dana yang bersumber dari masyarakat

a) Simpanan Giro

Menurut Undang-undang Bank Indonesia Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan, simpanan giro merupakan simpanan yang

penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan syarat

menggunakan cek, bilyet giro, sarana pemerintah pembayaran

lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.

Maksud dari penarikannya dapat dilakukan setiap saat

adalah uang yang sudah disimpan direkening giro tersebut dapat

ditarik berkali-kali dalam sehari dengan syarat dana yang

tersimpan masih mencukupi (Kasmir, 2012). Kemudian memenuhi

syarat yang telah ditentukan oleh bank tersebut, seperti keabsahan

alat penarikannya.

b) Simpanan Tabungan

Menurut Undang-undang Bank Indonesia Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan, bahwa simpanan tabungan adalah

simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut

syarat-syarat tertentu yang di sepakati, tetapi tidak bisa ditarik

dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan

dengan itu (Yaya at all., 2014). Namun dalam penarikannya

terdapat alat-alat tertentu sehingga masyarakat dapat mengambil

atau menyimpan atau menstransfer dana tersebut sesuai dengan

persyaratan masing-masing bank. Alat-alat yang dimaksud

diantaranya buku tabungan, slip penarikan, kartu yang tebuat dari

plastik atau yang bisa kita kenali dengan nama ATM (Anjungan

Tunai Mandiri), dan kombinasi, maksudnya penarikan tabungan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

19

dapat dilakukan dengan kombinasi antara buku tabungan dan slip

penarikan (Kasmir, 2012).

c) Simpanan Deposito

Deposito atau simpanan berjangka merupakan simpanan

dana dari masyarakat dan dalam penarikan dananya dapat

dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan tanggal yang telah

ditentukan atau yang telah disepakati antara nasabah dan pihak

bank (Sukmayani at all., 2008).

Jika nasabah menarik atau mengambil dananya tidak sesuai

dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau disepakati pada

awal akad maka nasabah akan mendapatkan denda.

3) Dana yang bersumber dari lembaga lain

Dana yang berasal atau yang bersumber dari lembaga lain

seperti lembaga keuangan bank atau pun non bank, yaitu dana yang

didapat dari pinjaman antar bank maupun pinjaman dari lembaga

keuangan non bank (Suangkupon at all., 2014).

e. Tugas Bank

Undang-undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2004 Pasal 8,

tugas bank sebagai berikut:

1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;

2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;

3) Mengatur dan mengawasi bank.

3. Bank Syariah

a. Pengertian Bank Syariah

Bank yang beroperasi berdasarkan dengan prinsip-prinsip

syariat Islam (Kurniasari, 2013), maksudnya adalah bank yang dalam

melakukan kegiatan operasinya mengikuti ketentuan hukum Islam yang

berpegang pada firman Allah dan hadist Rasulullah, khususnya dalam hal

tata cara bermuamalah secara Islam dan bank ini beroperasi dengan

prinsip bagi hasil dan menggunakan prinsip saling tolong-menolong

(ta’awun).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

20

Berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 21 Tahun 2008 pasal 1 ayat 12, tentang prinsip syariah yaitu

aturan perjanjian perdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain

untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau

kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain

pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan

berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli

dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan yang

barang modal berdasarkan prinsip sewa menyewa murni tanpa pilihan

(ijarah) atau dengan cara adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas

barang yang disewakan dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa

iqtina).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan, bank syariah

merupakan bank yang tidak menggunakan bunga atau riba melainkan

menggunakan prinsip bagi hasil, margin dan ujrahi, serta menggunakan

prinsip saling tolong-menolong (ta’awun). Seperti yang terkandung

dalam firman Allah SWT, yaitu QS. Al-Baqarah ayat 275:

“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran

(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah

disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu

sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya

larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),

Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang

larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

21

(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;

mereka kekal di dalamnya.”

b. Asas Bank Syariah

Bank syariah dalam melakukan usahanya berasaskan (Mardani,

2017):

1) Prinsip Syariah

Dalam kegiatan usanya berasaskan prinsip syariah,

diantaranya kegiatan yang tidak mengandung unsur:

a) Riba, yaitu penambahan pendapatan yang tidak sah atau batil, baik

dalam transaksi jual beli maupun pinjaman-pinjaman secara batil

atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.

b) Maisir, yaitu transaksi yang tidak pasti dan untung-untungan, bisa

disebut juga sebagai perjudian.

c) Gharar yaitu sebuah jual-beli yang mengandung unsur ketidak

pastian (jahalah) atau ketidak tahuan antara dua pihak yang

bertransakasi (Huda dan Heykal, 2010).

d) Haram yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah.

e) Zalim yaitu transaksi yang mengakibatkan ketidak adilan bagi

pihak lain atau pihak lain yang merasa di kecewakan.

2) Demokrasi Ekonomi

Demokrasi ekonomi merupakan kegiatan ekonomi syariah

yang didalamnya mengandung pemerataan, keadilan dan kemanfaatan

bagi semua orang.

3) Prinsip Kehati-hatian

Merupakan pedoman bagi yang wajib diterapkan sehingga

mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efesiensi yang sesuai

dengan ketentuan peraturan undang-undang yang berlaku.

Selain itu harus memenuhi prinsip syariah, diantaranya:

a) Prinsip keadilan (‘adl), yaitu memberikan atau menempatkan

sesuatu pada tempatnya yang memiliki haknya.

b) Prinsip keseimbangan (tawazun), yaitu yang meliputi aspek privat

dan publik, aspek bisnis dan sosial, aspek pemanfaatan dan

kelestarian, dan sebagainya.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

22

c) Prinsip kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan

yang berdimensi pada duniawi dan ukhrawi, individual dan

kolektif, material dan spiritual serta harus memenuhi tiga unsur,

diantaranya kepatuhan (halal), bermanfaat dan membawa kebaikan

(toyib), dan semua aspek yang tidak mengandung kemudharatan.

d) Prinsip universalisme (alamiyah), adalah sesuatu yang dapat

dilakukan oleh semua orang tanpa membedakan suku, agama, ras

dan golongan, yang sesuai dengan kerahmatan bagi alam semesta

(rahmatal lil ‘alamin).

c. Tujuan Bank Syariah

Menurut Undang-Undang Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 3 tentang Perbankan Syariah, tujuan bank

syariah yaitu untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional

dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan

kesejahteraan rakyat.

Tujuan lain dari bank syariah diantaranya untuk mencapai

kesuksesan yang hakiki dalam perekonomian yang dibuktikan dengan

tercapainya kesejahteraan yang mencangkup kebahagiaan serta

kemakmuran (material) pada tingkat individu dan masyarakat (Ikatan

Bankir Indonesia, 2015).

d. Fungsi Bank Syariah

Perbankan syariah memiliki tiga fungsi utama, diantaranya

(Syahputra, 2015):

1) Menghimpunan dana dari masyarakat yang kelebihan dana. Bank

syariah mengimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan

dengan menggunakan akad Al-Wadiah dan dalam bentuk investasi

dengan menggunakan akad Al-Mudharabah.

2) Menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan (user of

fund). Masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dari bank syariah

dengan syarat dapat memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang

berlaku.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

23

3) Memberikan pelayanan jasa perbankan. Pelayanan jasa yang

diberikan bank syariah ini dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat dalam menjalankan aktifitasnya. Pelayanan jasanya yang

diberikan berupa jasa pengiriman uang (transfer), pemindah bukuan,

penagihan surat berharga, kliring, letter of credit, inkaso, garansi

bank, dan pelayanan jasa bank lainnya.

e. Produk dan Jasa Bank Syariah

Menurut Karim (2013), Produk yang ditawarkan oleh bank

syariah dapat dibedakan menjadi tiga bagian, diantaranya:

1) Produk penghimpunan dana (funding)

Pada dasarnya, penghimpunan dana di Bank Syariah berupa giro,

tabungan dan deposito. Namun dalam prinsip operasionalnya dapat

diterapkan dengan prinsip sebagai berikut:

a) Prinsip wadiah

b) Prinsip mudharabah

2) Produk penyaluran dana (financing)

Dalam penyaluran dana kepada nasabah, produk pembiayaan dibagi

menjadi beberapa kategori sesuai dengan tujuan penggunaannya,

yaitu:

a) Pembiayaan dengan prinsip jual-beli (Ba’i)

Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran dan

waktu penyerahan barangnya, diantaranya (Rosyadi, 2017):

(1) Murabahah (mark-up financing), jual beli barang dengan

harga asal ditambah dengan keuntungan (margin) yang

disepakati.

(2) Salam, merupakan jual beli barang pesanan antara pembeli

(muslam) dan penjual (muslam alaihi) dimana harga dibayar

dimuka, barang penyerahannya menyusul sesuai dengan

kesepakatan.

(3) Istishna’, merupakan jual beli antara pemesan dan penerima

pesanan atas sebuah barang dengan spesifikasi tertentu.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

24

b) Pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah), merupakan jenis akad

untuk mengambil manfaat dari suatu barang dengan kompensasi

tanpa ada pemindahan kepemilikan (Muslim, 2015).

c) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (syirkah)

Produk pembiayaan syariah dalam prinsip bagi hasil atau syirkah

dibagi menjadi beberapa, diantaranya yaitu:

i) Pembiayaan Musyarakah, yaitu akad kerja sama yang

dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk melakukan suatu

usaha yang halal dan produktif yang nantinya apabila terjadi

resiko akan ditanggung oleh kedua belah pihak berdasarkan

prosi kerja samanya (Hakim, 2012).

ii) Pembiyaan Mudharabah, atau bisa disebut juga profit

sharing/trust financing. Dalam kerjasama ini keseluruhan

dana tersebut berasal dari seorang investor (shahibul maal)

atau pemilik dana yang memberikan seluruh dananya kepada

seorang pengusaha (mudharib) untuk dikelolah dengan baik.

Sedangkan kerugiannya ditanggung oleh investor (shahibul

maal), tetapi nilai kerugiannya berasal dari pengusaha maka

yang bertanggung jawab adalah pengusaha tersebut

(mudharib) (Rival at all., 2010).

d) Pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap

1) Hiwalah (Alih Utang-Piutang), maksudnya pengalihan utang

dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib

menanggung pembayaran tersebut (No.31/POJK.05/2014).

2) Rahn (Gadai), berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

tentang pergadaian bahwa gadai adalah suatu hak yang

diperoleh perusahaan pegadaian atas suatu barang bergerak,

yang diserahkan kepadanya oleh nasabahnya atau kuasanya,

sebagai jaminan atas jaminannya (No.31/POJK.05/2016).

3) Qard, merupakan akad pinjaman dana kepada nasabah dengan

ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

25

diterima pada waktu yang telah disepakati (Surat Edaran Bank

Indonesia, No.17/ 25 /DKMP tanggal 12 Oktober 2015).

4) Wakalah (Perwakilan), menurut Peraturan Otoritas jasa

keuangan bahwa pemberian kuasa dari pemberi kuasa

(muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) dalam hal yang

boleh diwakilkan, dimana penerima kuasa (wakil) tidak

menanggung resiko terhadap apa yang diwakilkan, kecuali

karena kecerobohan atau wasprestasi (No.31/POJK.05/2014).

5) Kafalah (Garansi Bank), maksudnya suatu akad yang di

dalamnya berisi tentang pihak penjamin (kafiil/guarantor) yang

melakukan perjanjian untuk memberikan jaminan kepada pihak

yang diberikan jaminan (makfuul’anhu/ashli/debitur) untuk

memenuhi kewajiban pihak yang dijamin kepada pihak lain

(Haryani dan Serfianto, 2010). Dalam akad ini jaminannya bisa

berupa jaminan kendaraan dan atau jaminan umum, seperti

jaminan perusahaan (corporate guarantee), dan jaminan pribadi

(personal guarantee).

3) Produk jasa (service)

Selain melakukan fungsinya sebagai penghubung (intermediasi),

bank juga menyediakan pelayanan jasa untuk pihak-pihak yang

membutuhkan dana (deficit unit) sehingga dari kegiatan itu bank

mendapatkan imbalan yang berupa sewa atau keuntungan. Jasa

perbankan tersebut diantaranya berupa (Karim, 2013):

a) Sharf, berupa jual beli valuta asing

b) Ijarah (Sewa), dari jenis ini bank menyewakan kontak simpanan

(safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen

(costudian) dan dari kegiatan itu bank mendapatkan imbalan dari

sewa itu.

4. Bank Konvensional

a. Pengertian Bank Konvensional

Menurut Latumaerissa (2017), Bank Konvensional merupakan

Bank yang menjalankan usahanya secara konvensional dan berdasarkan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

26

jenisnya yang terdiri atas Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank

Perkreditan Rakyat (BPR).

Bank konvensional adalah bank konvensional yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Sholihin,

2010). Dalam praktiknya, bank konvensional menganggap uang menjadi

komoditas atau objek yang diperdagangkan dengan kompensasi

berbentuk bunga (Laksmana, 2009).

Jadi bisa kita simpulkan bahwa, bank konvensional adalah bank

yang dalam kegiatan usahanya secara konvensional, yang dimana dalam

aktivitas penghimpunan dana ataupun dalam rangka penyaluran dananya

memberikan dan mengenakan imbalan berupa bungan atau sejumlah

imbalan yang dalam presentase tertentu dari dana untuk suatu periode

tertentu.

b. Aktivitas Bank Konvensional

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik

Indonesia Nomor 6/POJK.03/OJK/2016 tentang kegiatan usaha dan

jaringan kantor berdasarkan modal inti, bahwa kegiatan usaha yang

dilakukan oleh bank konvensional dikelompokan sebagai berikut:

1) Penghimpunan dana, maksudnya menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan, sertivikat

deposito, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2) Penyaluran dana, dalam bentuk memberikan kredit kepada

masyarakat yang membutuhkan dana.

3) Pembiayaan perdagangan (trade finance)

4) Kegiatan treasury atau disebut dengan kegiatan unit kerja

pendanaan, maksudnya kegiatan yang dilakukan melalui dua sisi

yang ada pada neraca bank, yaitu dari sisi pasiva dan sisi aktiva

(Leon dan Ericson, 2017).

5) Kegiatan dalam valuta asing. Valuta asing atau bisa disebut juga

valas yang artinya mata uang Negara lain (Salim, 2008).

6) Kegiatan kerjasama

7) Kegiatan pembayaran dan electronic banking

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

27

8) Kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka pemyelamatan

kredit

9) Kegiatan lainnya yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

5. Laporan Keuangan

a. Pengertian Laporan Keuangan

Menurut Wahyudiono (2014), laporan keuangan adalah sebuah

alat yang fungsi utamanya sebagai komunikasi utama sebuah perusahaan,

karena dengan begitu perusahaan dapat mengkomunikasikan kegiatan

proses prediksi ataupun bisnisnya, perusahaan dapat berusaha untuk

mencari investor perusahaan yang baru, perusahaan juga dapat

mengajukan kredit ke bank untuk mendapatkan pembiayaan baru, bagian

instansi pajak juga dapat menerima beberapa alasan perusahaan menjadi

rugi sehingga belum bisa membayar pajak alias nihil dan manajer SDM

perusahaan pun dapat meyakinkan kepada buruh atau karyawan

perusahaan kalau suatu periode perusahaan belum bisa menaikkan gaji.

Laporan keuangan adalah laporan yang menginformasikan

tentang posisi keuangan perusahaan yang tersusun sangat secara rinci dan

lengkap yang meliputi Neraca, Laba Rugi, Neraca Saldo, dan seterusnya

(Priyatno, 2009).

Jadi bisa disimpulkan, bahwa laporan keuangan merupakan

laporan yang menginformasikan segala sesuatu tentang keuangan suatu

perusahaan yang digunakan oleh pihak internal maupun pihak eksternal

perusahaan utuk menilai perkembangan perusahaan tersebut.

b. Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan dari laporan keuangan yaitu menyediakan informasi yang

menyangkut posisi keuangan, perubahan posisi keuangan, dan kinerja

suatu perusahaan yang sangat bermanfaat bagi sejumlah penggunaan

dalam pengambilan suatu keputusan ekonomi (Ikatan Akuntansi

Indonesia, 2008). Berikut tujuan lain deri lembaga keuangan (Yadiati dan

Mubarok, 2017):

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

28

1) Memberikan pelayan informasi kepada para pengguna terutama yang

memliki keterbatasan dalam wewenang, ataupun kemampuan untuk

mendapatkan informasi tentang kegiatan ekonomi suatu perusahaan.

2) Untuk membantu para investor dan kreditor dalam memberi informasi

untuk mengevaluasi arus kas potensial terkait jumlah, waktu dan

keterkaitan.

3) Menyediakan informasi untuk menilai kebaikan dari manajemen yang

terkait dengan pemanfaatan kekayaan perusahaan secara efektif

sehingga tercapai tujuan utama perusahaan.

4) Menyediakan informasi tentang aktivitas keuangan guna

mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.

5) Menyediakan informasi tentang laporan periodik untuk

membandingkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.

c. Manfaat Laporan Keuangan

Menurut Suharli (2009), manfaat laporan keuangan,

diantaranya:

1) Memberikan ataupun menyediakan informasi tentang ekonomis suatu

perusahaan yang relevan untuk mengambil keputusan untuk investasi

maupun kredit yang tepat.

2) Menyediakan informasi tentang media komunikasi bisnis antar

manajemen dan bagi pengguna eksternal mengenai posisi keuangan,

arus kas perusahaan, dan perubahan posisi keuangan.

3) Memberikan gambaran apa yang dapat diandalkan mengenai

kemampuan menghasilkan laba dan arus kas perusahaan.

4) Memberikan gambaran tentang kondisi suatu perusahaan dari satu

periode ke periode berikutnya.

Selain itu, ada juga manfaat dari laporan keuangan bagi para

investor atau penanaman modal jangka panjang, yaitu untuk melihat

peluang dari keuntungan dimasa yang akan datang dan perkembangan

usaha serta untuk melihat jaminan yang diberikan atas investasi yang

dilakukan, dan manfaat lainnya yaitu bagi masyarakat umum untuk

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

29

kesempatan kerja, pendapatan masyarakat dan fasilitas lainnya yang

bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya (Amrin, 2009).

d. Unsur-unsur Laporan Keuangan

Berikut adalah beberapa penjelasan tentang unsur-unsur yang

ada di dalam laporan keuangan (Hery, 2017):

1) Aset atau aktiva, merupakan manfaat ekonomi yang mungkin terjadi

dimasa yang akan datang, yang diperoleh atau dikendalikan oleh

entitas, sabagai dari hasil usaha.

2) Kewajiban adalah hutang masa kini dari suatu entitas yang

ditimbulkan dari peristiwa masa lalu.

3) Ekuitas, merupakan kepemilikan residu dalam aset entitas, yang

masih tersisa setelah dikurangi dengan kewajiban.

4) Pendapatan atau income, merupakan arus masuk atau peningkatan

atas aset dari kewajiban entitas dari pengiriman barang atau aktivitas

lainnya yang merupakan kegiatan sentral perusahaan.

5) Beban, merupakan arus keluar aset yang muncul disebabkan oleh

pengiriman barang atau aktivitas lainnya yang merupakan kegiatan

utama perusahaan.

6) Keuntungan, merupakan kenaikan dari aset bersih yang diakibatkan

oleh transaksi luar kegiatan utama atau transaksi yang jarang terjadi

dan dari seluruh aktivitas lainnya, dan bukan berasal dari pendapatan

atau investasi pemilik.

7) Kerugian, merupakan penurunan dari aset bersih yang diakibatkan

oleh transaksi luar kegiatan utama atau transaksi yang jarang terjadi

dan dari seluruh aktivitas lainnya, dan tidak termasuk dari beban atau

distribusi kepada pemilik.

e. Karakteristik Kualitatif Laporan Kuangan

Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok dari laporan

kuangan, diantaranya yaitu (Tambuwun dan Sondakh, 2015):

1) Dapat dipahami, maksudnya laporan kuangan yang mempermudah

pemahan penggunanya. Pengguna yang dimaksudkan adalah

pengguna yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

30

ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta memiliki kemauan untuk

mempelajari informasi dengan ketentuan yang wajar.

2) Relevan, maksudnya informasi yang dapat mempengaruhi keputusan

ekonomi pengguna dengan cara membantu mereka dalam

mengevaluasi masa lalu, masa kini, atau masa depan, serta

mengoreksi, hasil evaluasi pengguna dimasa lalu.

3) Keandalan, maksudnya informasi yang memiliki kualitas yang handal,

tidak menyesatkan, tidak memiliki kesalahan material dan bisa

diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang tulus serta jujur.

4) Dapat dibandingkan, maksudnya informasi tentang laporan

keuangannya dapat dibandingkan dengan entitas lain untuk

mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi

keuangan secara relatif.

Dapat disimpulkan, bahwa pengertian dari karakteristik

kualitatif laporan keuangan yaitu sebagai ciri khas serta kriteria yang

terdapat dalam laporan keuangan untuk membantu pengguna laporan

keuangan dalam penggunakan informasi didalamnya untuk mengambil

keputusan, sehingga pada saat disajikan tidak ada kesalahan dan secara

wajar.

f. Jenis-jenis Laporan Keuangan

Dalam praktiknya jenis-jenis laporan keuangan yang ada

sebagai berikut (Shatu, 2016):

1) Laporan laba rugi, digunakan untuk mengetahui keadaan perusahaan

apakah dalam keadaan untung atau dalam keadaan rugi.

2) Laporan perubahan modal, merupakan laporan yang

menginformasikan keadaan modal perusahaan apakah bertambah atau

tidak bertambah.

3) Neraca, merupakan laporan yang digunakan untuk mengetahui jumlah

utang, harta, dan modal perusahaan dalam satu periode tertentu.

4) Laporan arus kas, merupakan laporan yang menginformasikan kas

suatu perusahaan, apakah bertambah atau mengurangi dalam satu

periode tertentu.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

31

5) Catatan atas laporan keuangan, merupakan laporan yang digunakan

untuk menjelaskan secara detail mengenai laporan keuangan.

6. Kesehatan Bank

a. Pengertian Kesehatan Bank

Menurut Budisantoso dan Nuritomo (2017), kesehatan suatu

Bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank dalam melakukan

kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi

semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan

peraturan perbankan yang berlaku. Kegiatan bank tersebut meliputi:

1) Kemampuan dalam menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga

lain, dan dari modal sendiri.

2) Kemampuan dalam mengelolah dana.

3) Kemampuan untuk menyalurkan dana kepada msyarakat.

4) Kemampuan dalam memenuhi kewajiban kepada masyarakat,

karyawan, pemilik modal dan pihak lain.

5) Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.

Bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan

memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan intermediasi,

dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat

digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya,

terutama kebijakan moneter (Fitriana at all., 2015). Dengan menjalankan

fungsi-fungsi tersebut diharapkan bank dapat memberikan pelayanan

dengan baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian

secara keseluruhan.

Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilitian atas

berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu

bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen,

rentabilitas, likuiditas dan sensitifitas terhadap resiko pasar. Penilaian

terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif

dan atau kualitatif setelah mempertimbangkan usur judgement yang

didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilian

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

32

serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan

perekonomian nasional (Budisantoso dan Nuritomo, 2017).

Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Pasal 8 Nomor

6/10/PBI/2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum,

bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara triwulan

untuk posisi pada bulan Maret, Juni, September dan Desember. Apabila

diperlukan Bank Indonesia meminta hasil penilaian tingkat kesehatan

bank tersebut secara berkala atau secara sewaktu-waktu untuk posisi

penilaian tersebut terutama untuk menguji ketepatan dan kecukupan hasil

analisis bank. Penilaian tingkat kesehatan bank dimaksud diselesaikan

selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah posisi penilaian atau dalam

jangka waktu yang ditetapkan oleh pengawas bank terkait.

Berdasarkan Booklet Perbankan Indonesia (2016) mengenai

ketentuan Penilaian Kesehatan Bank Umum, kriteria penetapan

peringkat komposit dapat digolongkan menjadi 5 peringkat komposit,

yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.2

Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank

Peringkat

Komposit Keterangan

1

Kondisi Bank yang secara umum sangat sehat

sehingga dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh

negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis

dan faktor eksternal lainnya.

2

Kondisi Bank yang secara umum sehat sehingga

dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang

signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor

eksternal lainnya.

3

Kondisi Bank yang secara umum cukup sehat sehingga

dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif

yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan

faktor eksternal lainnya.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

33

4

Kondisi Bank yang secara umum kurang sehat

sehingga dinilai kurang mampu menghadapi pengaruh

negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis

dan faktor eksternal lainnya.

5

Kondisi Bank yang secara umum tidak sehat sehingga

dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif

yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan

faktor eksternal lainnya.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia (2007), semua bank

umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah

maka masing-masing komponen pada faktor keuangan (CAELS)

memiliki matrik bobot. Berikut adalah tabel matrik bobot penilian faktor

keuangan:

Tabel 2.3

Matrik Bobot Penilian Faktor Keuangan

Keterangan Bobot

Peringakat Faktor Permodalan 25%

Peringakat Faktor Kualitas Aset 50%

Peringakat Faktor Rentabilitas 10%

Peringakat Faktor Likuiditas 10%

Peringakat Faktor Sensitivitas

Atas Resiko Pasar

5%

Sumber: Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/24/DPbs/2007

Bank Indonesia miliki ketentuan kriteria penetapan untuk faktor

keuangan dalam metode CAMELS sebagai berikut:

1) Nilai Komposit < 1,5 = Sangat Baik

2) 1,5 ≤ Nilai Komposit < 2,5 = Baik

3) 2,5 ≤ Nilai Komposit < 3,5 = Cukup Baik

4) 3,5 ≤ Nilai Komposit < 4,5 = Kurang Baik

5) 4,5 ≤ Nilai Komposit ≤ 5 = Tidak Baik

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

34

Menurut Widari at all., (2017), kesimpulan peringkat komposit

diperoleh dengan cara memberikan cheklist pada masing-masing

peringkat. Adapun untuk penilaian peringkat sebagai berikut:

a) PK 1 = setiap 1 cheklist dikalikan dengan 5

b) PK 2 = setiap 1 cheklist dikalikan dengan 4

c) PK 3 = setiap 1 cheklist dikalikan dengan 3

d) PK 4 = setiap 1 cheklist dikalikan dengan 2

e) PK 5 = setiap 1 cheklist dikalikan dengan 1

Hasil perkalian dari tiap cheklist dibobotkan dengan cara

mempresentasekan masing-masing hasil perhitungan komponen, bobot

atau nilai komposit dapat diperoleh dari hasil pembagian dari total nilai

komposit actual terhadap total nilai komposit ideal dan dikalikan 100%.

Berikut tabel penentuan terhadap peringkat komposit seluruh komponen

penilaian digunakan bobot dalam persentase:

Tabel 2.4

Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank dengan Pendekatan

Risk-Based Bank Rating (RBBR)

Bobot (%) Peringkat Komposit Keterangan

86 – 100 PK 1 Sangat Sehat

71 – 85 PK 2 Sehat

61 – 70 PK 3 Cukup Sehat

41 – 60 PK 4 Kurang Sehat

< 40 PK 5 Tidak Sehat

Keterangan: PK = Peringkat Komposit

Sumber: Riadi at all., (2016)

b. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan CAMELS

Penilaian tingkat kesehatan bank mencangkup penilaian

terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari (Budisantoso dan

Nuritomo, 2017):

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

35

1) Permodalan (Capital)

Penilaian pendekatan kunatitatif dan kualitatif faktor

permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap

komponen-komponen, yang meliputi:

a) Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum

(KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;

b) Tren ke depan/proyeksi KPMM;

c) Aset produktif yang diklasifikasikan dibandingkan modal bank;

d) Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan yang

berasal dari keuntungan (laba ditahan);

e) Akses kepada sumber permodalan; dan

Dalam menilai aspek permodalan (capital) adalah meliputi

permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal

minimum yang dimiliki oleh bank tersebut dan penilaian tersebut

didasarkan pada CAR (Capital Adequaci Ratio) yang telah

ditetapkann oleh Bank Indonesia (Kasmir, 2013). Perbandingan rasio

tersebut dilihat dari rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut

Rasio (KPPM) dan yang sesuai dengan ketentuan pemerintah CAR

tahun 1999 minimal harus 8%.

Rasio Capital Adequaci Ratio (CAR) merupakan rasio kinerja

bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan

resiko, misalkan kredit, surat berharga dan tagihan bank lain yang

diberikan (Natalina at all., 2012). Rasio CAR merupakan indikator

terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktiva sebagai

akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang

mempunyai resiko. CAR (Capital Adequaci Ratio) dirumuskan

sebagai berikut (SEOJK No. 14/SEOJK.03/ 2017):

𝐶𝐴𝑅 =𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐵𝑎𝑛𝑘

𝐴𝑇𝑀𝑅× 100%

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

36

Adapun penilaian rasio CAR berdasarkan peraturan Bank

Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.5

Kriteria Pengukuran Rasio CAR

Kriteria Peringkat Nilai

CAR ≥ 12% 1 Sangat Sehat

9% ≤ CAR < 12% 2 Sehat

8% ≤ CAR < 9% 3 Cukup Sehat

6% ≤ CAR < 8% 4 Kurang Sehat

CAR < 6% 5 Tidak Sehat Sumber: Bank Indonesia, Kondifikasi Penilian Tingkat Kesehatan Bank Tahun

2012

2) Kualitas aset (Asset Quality)

Aspek kualitas aset ini menilai jenis-jenis aset yang dimiliki

bank (Kurniasari, 2013). Penilaian faktor kualitas aset yang

meggunakan rasio NPL (Non Performing Loan) atau NPF (Non

Performing Financing).

Rasio NPL (Non Performing Loan) merupakan rasio kualitas

aset yang digunakan oleh bank konvensional. Rasio ini yang

menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelolah kredit

bermasalah yang diberikan oleh bank (Yulianto at all., 2012). Standar

kriteria yang ditentukan oleh Bank Indonesia untuk menjalankan

kegiatan operasinya dengan baik jika NPL dibawah 5%. Rasio NPL

dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah kredit yang

bermasalah dibandingkan dengan total kredit. Berikut adalah rumus

NPL (Non Performing Loan) sesuai dengan Surat Edaran Bank

Indonesia NO. 13/30/DPNP/2011:

𝑁𝑃𝐿 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡× 100%

Keterangan:

Kredit yaitu kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dan bukan

termasuk dari kredit kepada bank lain. Sedangkan kredit bermasalah

yaitu kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet

(SEBI NO. 3/30/DPNP/2001).

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

37

Sedangkan rasio likuiditas yang digunakan oleh bank syariah

adalah NPF (Non Performing Financing). NPF merupakan

pembiayaan bermasalah yang terdiri dari pembiayaan yang

diklasifikasikan kurang lancar, diragukan dan macet (Saputra, 2016).

Semakin tinggi rasio NPF menunjukan kualitas pembiayaan bank

syariah yang semakin buruk pembiayaan yang dihadapi. Rumus NPF

(Non Performing Financing) sebagai berikut (Saputra, 2016):

𝑁𝑃𝐹 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛× 100%

Adapun penilaian rasio NPL/NPF berdasarkan peraturan Bank

Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.6

Kriteria Pengukuran Rasio NPL/NPF

Kriteria Peringkat Nilai

NPL/NPF ≤ 2% 1 Sangat Sehat

2% < NPL/NPF ≤ 5% 2 Sehat

5% < NPL/NPF ≤ 8% 3 Cukup Sehat

8% < NPL/NPF ≤ 11% 4 Kurang Sehat

NPL/NPF> 11% 5 Tidak Sehat Sumber: Bank Indonesia, Kondifikasi Penilian Tingkat Kesehatan Bank Tahun

2012

3) Manajemen (Management)

Manajemen bertujuan untuk memastikan kualitas dan tingkat

kedalaman penerapan prinsip manajemen suatu yang sehat, terutama

yang berkaitan dengan manajemen umum, manajemen resiko dan

kepatuhan bank yang mempengaruhi perolehan laba (Gustisyaf,

2017).

Menurut Kasmir (2013), bahwa menilai aspek kualitas

Manajemen (Management) bisa dilihat dari kegiatan sehari-hari yang

dinilai melalui kualitas manajemen, kualitas manusia dalam bekerja,

dan dinilai dari segi pendidikan pengalaman karyawannya dalam

menangani berbagai masalah. Aspek manajemen ini dapat diukur

dengan rasio keuangan yaitu NPM (Net Performing Margin). NPM

(Net Performing Margin) merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur seberapa besar kemampuan suatu bank dalam

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

38

menghasilkan net income (laba bersih) dari kegiatan operasional

pokoknya (Zahara, 2013).

Menurut Yulianto dan Sulistyowati (2012), mengatakan

bahwa Net Performing Margin dihitung dengan cara membagi laba

bersih atau Net Income dengan laba usaha atau pendapatan

operasional atau Operating Income. Berikut rumus untuk menghitung

Net Performing Margin (Zahara, 2013):

𝑁𝑃𝑀 =𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒

𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒× 100%

Adapun penilaian rasio NPM berdasarkan peraturan Bank

Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.7

Kriteria Pengukuran Rasio NPM

Kriteria Peringkat Nilai

NPM ≥100% 1 Sangat Sehat

81%≤ NPM < 100% 2 Sehat

66% ≤ NPM < 81% 3 Cukup Sehat

51% ≤ NPM < 66% 4 Kurang Sehat

NPM < 51% 5 Tidak Sehat Sumber: Mirdhani & Budiyanto (2014)

4) Rentabilitas (Earning)

Rasio Rentabilitas (Earning) adalah upaya bank dalam

menghasilkan laba. Suatu bank yang dikatakan sehat yaitu

mempunyai tingkat rentabilitas yang terus meningkat. (Tri Isma.,

2015).

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor

rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap

komponen-komponen meliputi (Budisantoso dan Nuritomo, 2017):

a) Imbalan hasil atas aset (Return On Assets-ROA);

ROA (Return On Assets) merupakan rasio keuangan

perusahaan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan atau laba sebelum pajak pada tingkat

pendapatan, aset dan modal saham tertentu (Novitasari, 2015). Bisa

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

39

dikatakan, bahwa ROA ini digunakan untuk megukur kemampuan

bank dalam menggunakan aset yang dimiliki untuk menghasilkan

laba kotor (SEBI No. 3/30/DPNP 2001).

Menurut Natalina at all. (2012), apabila tingkat rasio ROA

suatu bank semakin besar maka semakin besar pula tingkat

keuntungan yang diperoleh dan semakin baik pula posisi dari segi

penggunaan aset, dan hal ini bisa mencerminkan bahwa bank

tersebut semakin produktif. Rasio ROA (Return On Assets)

dirumuskan sebagai berikut (SEOJK No. 14/SEOJK.03/2017):

𝑅𝑂𝐴 =𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡× 100%

Adapun penilaian rasio ROA berdasarkan peraturan Bank

Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.8

Kriteria Pengukuran Rasio ROA

Kriteria Peringkat Nilai

ROA > 1,5% 1 Sangat Sehat

1,25% < ROA ≤ 1,5% 2 Sehat

0,5% < ROA ≤ 1,25% 3 Cukup Sehat

0% < ROA ≤ 0,5% 4 Kurang Sehat

ROA ≤ 0% 5 Tidak Sehat Sumber: Bank Indonesia, Kondifikasi Penilian Tingkat Kesehatan Bank Tahun

2012

b) Biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO);

Rasio Biaya operasional terhadap pendapatan operasional

(BOPO) ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan

kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Saputra,

2016). Rasio ini diharapkan kecil, karena biaya yang terjadi

diharapkan dapat menutupi dengan pendapatan operasional yang

dihasilkan oleh pihak bank (SEBI No.3/30/DPNP/2001). Rasio

BOPO dirumuskan sebagai berikut (SEBI NO. 13/30/DPNP/2011):

𝐵𝑂𝑃𝑂 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙× 100%

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

40

Adapun penilaian rasio BOPO berdasarkan peraturan Bank

Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.9

Kriteria Pengukuran Rasio BOPO

Kriteria Peringkat Nilai

BOPO ≤ 83% 1 Sangat Sehat

83% < BOPO ≤ 85% 2 Sehat

85% < BOPO ≤ 87% 3 Cukup Sehat

87% < BOPO ≤ 89% 4 Kurang Sehat

BOPO > 89% 5 Tidak Sehat Sumber: Bank Indonesia, Kondifikasi Penilian Tingkat Kesehatan Bank

Tahun 2012 Aspek rentabilitas merupakan ukuran untuk mengukur

kemampuan suatu bank dalam meningkatkan laba, untuk mengukur

tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang

bersangkutan, karena bank yang sehat adalah bank yang memiliki

aspek rentabilitas yang terus meningkat (Kasmir, 2013).

5) Likuiditas (Liquidity)

Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi

kewajiban (utang) jangka pendek (Tambuwun dan Sondakh, 2015).

Artinya, apabila perusahaan ditagih, maka akan mampu untuk

memenuhi utang (membayar) tersebut terutama utang yang sudah

jatuh tempo. Rasio yang digunakan adalah Rasio Loan to Deposite

Ratio (LDR) atau Financing to Deposit Ratio (FDR).

Rasio Loan to Deposite Ratio (LDR) merupakan rasio

likuiditas yang digunakan oleh bank konvensional, yang digunakan

untuk membandingkan antara total kredit dana yang diberikan bank

dengan total dana pihak ketiga atau DPK (giro, tabungan, dan jangka

pendek lainnya) yang dapat disimpan oleh bank. Maka dari itu rasio

LDR, dirumuskan sebagai berikut (SEBI NO. 13/30/DPNP/2011):

LDR =𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡

𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎× 100%

Sedangkan rasio likuiditas yang digunakan oleh bank syariah

adalah Financing to Deposit Ratio (FDR). FDR merupakan rasio

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

41

pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank,

dengan cara membandingkan antara pembiayaan yang disalurkan

dengan dana yang dihimpun dari masyarakat sehingga dapat diketahui

kemampuan bank dalam membayar kewajiban jangka pendek. Maka

Financing to Deposit Ratio (FDR) dapat dirumuskan sebagai berikut

(Tambuwun dan Sondakh, 2015):

𝐹𝐷𝑅 =𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛

𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎× 100%

Adapun penilaian rasio LDR/FDR berdasarkan peraturan

Bank Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.10

Kriteria Pengukuran Rasio LDR/FDR

Kriteria Peringkat Nilai

LDR/FDR ≤ 75% 1 Sangat Sehat

75% < LDR/FDR ≤ 85% 2 Sehat

85% < LDR/FDR ≤ 100% 3 Cukup Sehat

100% < LDR/FDR ≤ 120% 4 Kurang Sehat

LDR/FDR> 120% 5 Tidak Sehat Sumber: Bank Indonesia, Kondifikasi Penilian Tingkat Kesehatan Bank Tahun

2012 6) Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity To Market Risk)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor

sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui

penilaian terhadap komponen-komponen meliputi:

a) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengatasi fluktuasi

suku bunga dibandingakan dengan potensi kerugian sebagai akibat

fluktuasi (adverse movement) suku bunga;

b) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengtasi fluktuasi nilai

tukar dibandingkan dengan potensi kerugian sebagai akibat

fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan

c) Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.

Menurut Fitriyaningsih (2013), penilaian rasio sensitivitas

terhadap resiko pasar dilakukan dengan menilai besarnya kelebihan

modal uang digunakan untuk menutup resiko bank dibandingkan

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

42

dengan besarnya risiko kerugian yang timbul dari pengaruh perubahan

nilai tukar. Dalam menilai sensitivitas terhadap resiko pasar

menggunakan rasio MR (market risk) untuk mengukur kemampuan

modal bank dalam mengcover risiko yang muncul dari perubahan nilai

tukar. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP/2004

rasio MR (market risk) dirumuskan, sebagai berikut:

𝑀𝑅 =𝐸𝑘𝑠𝑒𝑠 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙

𝑃𝑜𝑡𝑒𝑛𝑡𝑖𝑎𝑙 𝐿𝑜𝑠𝑠 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑇𝑢𝑘𝑎𝑟× 100%

Adapun penilaian rasio MR berdasarkan peraturan Bank

Indonesia, yaitu sebagai berikut (Fitriyaningsih, 2013):

Tabel 2.11

Kriteria Pengukuran Rasio MR

Kriteria Peringkat Nilai

MR >12% 1 Sangat Sehat

10% ≤ MR < 12% 2 Sehat

8% ≤ MR < 10% 3 Cukup Sehat

6% < MR < 8% 4 Kurang Sehat

MR < 6% 5 Tidak Sehat Sumber: Bank Indonesia, Kondifikasi Penilian Tingkat Kesehatan Bank Tahun 2012

c. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan RGEC

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011

tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, bank wajib

melakukan Penilaian Tingkat Kesehatan berdasarkan resiko dengan

metode RGEC dengan pedomannya mengacu pada Surat Edaran Bank

Indonesia Nomor 13/24/DPNP/2011 yaitu:

1) Profil Resiko (Risk Profil)

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011

Pasal 7, profil resiko (risk profil) merupakan penilaian terhadap resiko

inheren dan kualitas penerapan manajemen resiko dalam operasional

bank yang dilakukan terhadap 8 resiko, yaitu resiko kredit, resiko

pasar, resiko likuiditas, resiko operasional, resiko hukum, resiko

stratejik, resiko kepatuhan, dan resiko reputasi (Santi Budi Utami,

2015). Penelitian ini mengukur faktor Risk Profile dengan dua

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

43

indikator yaitu risiko kredit dengan menggunakan rumus NPL (Non

Performing Loan) atau NPF (Non Performing Financing) dan risiko

likuiditas dengan menggunakan LDR (Loan ToDeposite Ratio) atau

FDR (Financing to Deposit Ratio). Berikut penjelasannya:

a) Risiko Akredit dengan Menggunakan Rasio NPL (Non Performing

Loan) atau NPF (Non Performing Financing)

Rasio NPL (Non Performing Loan) merupakan rasio

kualitas aset yang digunakan oleh bank konvensional. Rasio ini

yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam

mengelolah kredit bermasalah yang diberikan oleh bank (Agung Y,

2012). Standar kriteria yang ditentukan oleh Bank Indonesia untuk

menjalankan kegiatan operasinya dengan baik jika NPL dibawah

5%. Rasio NPL dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah

kredit yang bermasalah dibandingkan dengan total kredit. Berikut

adalah rumus NPL (Non Performing Loan) sesuai dengan Surat

Edaran Bank Indonesia No.13/30/DPNP/2011:

𝑁𝑃𝐿 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡× 100%

Keterangan:

Kredit yaitu kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dan

bukan termasuk dari kredit kepada bank lain. Sedangkan kredit

bermasalah yaitu kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan

dan macet (SEBI No.3/30/DPNP/2001).

Sedangkan rasio likuiditas yang digunakan oleh bank

syariah adalah NPF (Non Performing Financing). NPF merupakan

pembiayaan bermasalah yang terdiri dari pembiayaan yang

diklasifikasikan kurang lancar, diragukan dan macet (Tambuwun

dan Sondakh, 2015). Rumus NPF (Non Performing Financing)

sebagai berikut (Tambuwun dan Sondakh, 2015):

𝑁𝑃𝐹 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛× 100%

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

44

Adapun penilaian rasio NPL/NPF berdasarkan peraturan

Bank Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.12

Kriteria Pengukuran Rasio NPL/NPF

Kriteria Peringkat Nilai

NPL/NPF ≤ 2% 1 Sangat Sehat

2% < NPL/NPF ≤ 5% 2 Sehat

5% < NPL/NPF ≤ 8% 3 Cukup Sehat

8% < NPL/NPF ≤ 11% 4 Kurang Sehat

NPL/NPF> 11% 5 Tidak Sehat Sumber: Bank Indonesia, Kondifikasi Penilian Tingkat Kesehatan Bank

Tahun 2012 b) Risiko Likuiditas dengan Menggunakan Rasio LDR (Loan To

Deposite Ratio) atau FDR (Financing to Deposit Ratio)

Rasio Loan to Deposite Ratio (LDR) merupakan rasio

likuiditas yang digunakan oleh bank konvensional, yang digunakan

untuk membandingkan antara total kredit dana yang diberikan bank

dengan total dana pihak ketiga atau DPK (giro, tabungan, dan

jangka pendek lainnya) yang dapat disimpan oleh bank. Maka dari

itu rasio LDR, dirumuskan sebagai berikut (SEBI No.

13/24/DPNP/2011):

LDR =𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡

𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎× 100%

Sedangkan rasio likuiditas yang digunakan oleh bank

syariah adalah Financing to Deposit Ratio (FDR). FDR merupakan

rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh

bank, maka Financing to Deposit Ratio (FDR) dapat dirumuskan

sebagai berikut (Tambuwun dan Sondakh, 2015):

𝐹𝐷𝑅 =𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛

𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎× 100%

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

45

Adapun penilaian rasio LDR/FDR berdasarkan peraturan

Bank Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.13

Kriteria Pengukuran Rasio LDR/FDR

Kriteria Peringkat Nilai

LDR/FDR ≤ 75% 1 Sangat Sehat

75% < LDR/FDR ≤ 85% 2 Sehat

85% < LDR/FDR ≤ 100% 3 Cukup Sehat

100% < LDR/FDR ≤ 120% 4 Kurang Sehat

LDR/FDR> 120% 5 Tidak Sehat Sumber: Bank Indonesia, Kondifikasi Penilian Tingkat Kesehatan Bank

Tahun 2012

2) Good Corporate Governant

Menurut Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011, bahwa

penilaian terhadap Good Corporate Governant (GCG) merupakan

penilaian terhadap manajemen bank dilakukan oleh bank berdasarkan

sistem self assesment (penilaian sendiri) dan berdasarkan atas

pelaksanaan prinsip-prinsip GCG.

Pelaksanaan Good Corporate Governant (GCG) pada

perbankan harus berdasarkan 5 (lima) prinsip dasarnya yaitu

transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability),

pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency)

dan kewajaran (fairess) (Laporan Tahunan Perbankan, 2015).

Adapun penilaian rasio GCG berdasarkan peraturan Bank

Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.14

Kriteria Pengukuran Rasio GCG

Peringkat Nilai

1 Sangat Sehat

2 Sehat

3 Cukup Sehat

4 Kurang Sehat

5 Tidak Sehat Sumber: Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 13/SEOJK.03/2017.

3) Rentabilitas (Earning)

Rasio Rentabilitas (Earning) adalah upaya bank dalam

menghasilkan laba. Suatu bank yang dikatakan sehat yaitu

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

46

mempunyai tingkat rentabilitas yang terus meningkat (Tri Isma.,

2015).

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor

rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap

komponen-komponen meliputi (Budisantoso & Nuritomo, 2017):

a) Imbalan hasil atas aset (Return Non Assets-ROA);

ROA (Return On Assets) merupakan rasio keuangan

perusahaan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan atau laba sebelum pajak pada tingkat

pendapatan, aset dan modal saham tertentu (Novitasari, 2015). Bisa

dikatakan, bahwa ROA ini digunakan untuk megukur kemampuan

bank dalam menggunakan aset yang dimiliki untuk menghasilkan

laba kotor (SEBI No.3/30/DPNP 2001).

Menurut Ary, Widi dan Andi (2012), apabila tingkat rasio

ROA suatu bank semakin besar maka semakin besar pula tingkat

keuntungan yang diperoleh dan semakin baik pula posisi dari segi

penggunaan aset, dan hal ini bisa mencerminkan bahwa bank

tersebut semakin produktif. Rasio ROA (Return Non Assets)

dirumuskan sebagai berikut (SEOJK No.14/SEOJK.03/2017):

𝑅𝑂𝐴 =𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡× 100%

Adapun penilaian rasio ROA berdasarkan peraturan Bank

Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.15

Kriteria Pengukuran Rasio ROA

Kriteria Peringkat Nilai

ROA > 1,5% 1 Sangat Sehat

1,25% < ROA ≤ 1,5% 2 Sehat

0,5% < ROA ≤ 1,25% 3 Cukup Sehat

0% < ROA ≤ 0,5% 4 Kurang Sehat

ROA ≤ 0% 5 Tidak Sehat Sumber: Bank Indonesia, Kondifikasi Penilian Tingkat Kesehatan Bank

Tahun 2012

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

47

b) Biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO);

Rasio Biaya operasional terhadap pendapatan operasional

(BOPO) ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan

kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Saputra,

2016).

Rasio ini diharapkan kecil, karena biaya yang terjadi

diharapkan dapat menutupi dengan pendapatan operasional yang

dihasilkan oleh pihak bank (SEBI No.3/30/DPNP/2001). Rasio

BOPO dirumuskan sebagai berikut (SEBI NO. 13/30/DPNP/2011):

𝐵𝑂𝑃𝑂 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙× 100%

Adapun penilaian rasio BOPO berdasarkan peraturan Bank

Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.16

Kriteria Pengukuran Rasio BOPO

Kriteria Peringkat Nilai

BOPO ≤ 83% 1 Sangat Sehat

83% < BOPO ≤ 85% 2 Sehat

85% < BOPO ≤ 87% 3 Cukup Sehat

87% < BOPO ≤ 89% 4 Kurang Sehat

BOPO > 89% 5 Tidak Sehat Sumber: Bank Indonesia, Kondifikasi Penilian Tingkat Kesehatan Bank Tahun 2012

Aspek rentabilitas merupakan ukuran untuk mengukur

kemampuan suatu bank dalam meningkatkan laba, untuk mengukur

tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang

bersangkutan, karena bank yang sehat adalah bank yang memiliki

aspek rentabilitas yang terus meningkat (Kasmir, 2013).

4) Permodalan (Capital)

Penilaian pendekatan kunatitatif dan kualitatif faktor

permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap

komponen-komponen, yang meliputi:

a. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum

(KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

48

b. Tren ke depan/proyeksi KPMM;

c. Aset produktif yang diklasifikasikan dibandingkan modal bank;

d. Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan yang

berasal dari keuntungan (laba ditahan);

e. Akses kepada sumber permodalan;

Yang dinilai dalam aspek permodalan (capital) adalah

permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal

minimum yang dimiliki oleh bank tersebut dan penilaian tersebut

didasarkan pada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang telah

ditetapkann oleh Bank Indonesia (Kasmir, 2013). Perbandingan rasio

tersebut dilihat dari rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut

Rasio (KPPM) dan yang sesuai dengan ketentuan pemerintah CAR

tahun 1999 minimal harus 8%.

Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio kinerja

bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan

resiko, misalkan kredit yang diberikan (Natalina at all., 2012). Rasio

CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi

penurunan aktiva sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang

disebabkan oleh aktiva yang mempunyai resiko. CAR (Capital

Adequacy Ratio) dirumuskan sebagai berikut (SEOJK No.

14/SEOJK.03/2017):

𝐶𝐴𝑅 =𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐵𝑎𝑛𝑘

𝐴𝑇𝑀𝑅× 100%

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

49

Adapun penilaian rasio CAR berdasarkan peraturan Bank

Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.17

Kriteria Pengukuran Rasio CAR

Kriteria Peringkat Nilai

CAR ≥ 12% 1 Sangat Sehat

9% ≤ CAR < 12% 2 Sehat

8% ≤ CAR < 9% 3 Cukup Sehat

6% ≤ CAR < 8% 4 Kurang Sehat

CAR < 6% 5 Tidak Sehat Sumber: Bank Indonesia, Kondifikasi Penilian Tingkat Kesehatan Bank Tahun 2012

B. Kerangka Pemikiran

Kesehatan suatu Bank merupakan kepentingan bagi semua pihak yang

terkait, baik bagi pemilik bank dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa

bank, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas

bank. Penilaian tingkat kesehatan bank bertujuan untuk menentukan apakah

bank tersebut dalam kondisi sangat sehat, sehat, cukup sehat, kurang sehat dan

tidak sehat.

Dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data

sekunder yaitu dengan cara mengunduh laporan keuangan Bank Syariah dan

Bank Konvensional periode 2011-2016. Teknis analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode CAMELS dan RGEC, adapun tolak ukur untuk

menentukan tingkat kesehatan suatu bank setelah dilakukakan penilaian

terhadap masing-masing variabel, yaitu dengan menentukan hasil penelitian

yang digolongkan menjadi peringkat kesehatan bank.

Setiap faktor kesehatan bank ditetapkan peringkatnya berdasarkan

kerangka analisis yang komprehensif dan struktur dengan memperhatikan

materialitas dan signifikansi dari masing-masing faktor. Faktor-faktor yang

diukur dalam metode CAMELS, yaitu Capital, Aset, Management, Earnings,

Liquidity, dan Sensitivity to Market Risk. Sedangkan metode RGEC, yaitu

Profil Risiko, Good Corporate Governance, Earnings dan Capital.

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

50

Bank Syariah Dan Bank

Konvensional

Laporan Keuangan

Penilaian Tingkat

Kesehatan Bank

Gambar 2.4

Kerangka Pemikiran

METODE RGEC METODE CAMELS

Capital : CAR

Asset : NPL

Management : NPM

Earnings :ROA, BOPO

Liquidity : LDR

Sensitivity to Market

Risk: MR

Profil Resiko : NPL, LDR

Good Corporate

Governance

Earnings :ROA, BOPO

Capital : CAR

Analisis Data Keuangan

Kesehatan Bank : Sangat Sehat/Sehat/Cukup

Sehat/Kurang Sehat/Tidak Sehat

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

51

C. Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa studi empiris yang telah dilakukan oleh para ahli

untuk mengetahui perbedaan tingkat kesehatan bank menggunakan metode

CAMELS (Capital, Aset quality, Management, Earning, Liquidity, dan

Sensitivity to Market Risk) dan RGEC (Risk Profile, Good Corporate

Governance, Earning, Dan Capital). Dari studi empiris tersebut ditemukan

beberapa hasil atau fakta yang berbeda sebagai berikut :

No Nama Penulis, Judul

dan Tahun Publikasi Hasil Penelitian Perbedaan

1 Lotus Mega Fortrania

dan Ulfi Kartika

Oktaviana, “Tingkat

Kesehatan Bank Umum

Syariah Dan Unit Usaha

Syariah Dengan

Menggunakan Metode

CAMELS dan RGEC”,

2015.

Penilaian Tingkat

Kesehatan Bank Umum

Syariah dan Unit Usaha

Syariah dengan

menggunakan metode

CAMELS dan RGEC

untuk periode 2011-2013

yaitu menunjukan

predikat peringkat

komposit ”SEHAT”.

Studi kasus dan

Periode

penelitian.

2 Bella Puspita Sugari,

Bambang Sunarko, dan

Yayat Giyatno,

“Analisis Perbandingan

Tingkat Kesehatan

Bank Syariah Dan

Konvensional Dengan

Menggunakan Metode

RGEC (Risk Profile,

Good Corporate

Governance, Earning,

Dan Capital)”, 2015.

1. Tidak terdapat

perbedaan signifikan

dalam analisis tingkat

kesehatan bank

syariah dan bank

konvensional yang

dilihat dari Earning

dan Capital.

2. Terdapat perbedaan

signifikan dalam

analisis tingkat

kesehatan bank

Periode

penelitian dan

dalam

penelitian ini

tidak

menggunakan

metode

CAMELS,

serta rasio yang

digunakan

untuk

mengukur

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

52

syariah dan bank

konvensional dinilai

dengan metode

RGEC, yang dilihat

dari risk profile dan

GCG.

tingkat

kesehatannya

ada beberapa

yang beda.

3 Nur Fitriana, Ahmad

Rosyid, dan Agus

Fakhrina, “Tingkat

Kesehatan Bank BUMN

Syariah Dengan Bank

BUMN Konvensional:

Metode RGEC (Risk

Profile, Good

Corporate Governance,

Earning Dan Capital)”,

2015.

1. Tidak terdapat

Perbedaan Tingkat

Kesehatan Bank

BUMN Syariah dan

bank BUMN

Konvensional Pada

Faktor NPF/NPL,

faktor FDR/LDR,

faktor GCG, dan

faktor permodalan

(capital) untuk

periode 2012-2014.

2. Terdapat perbedaan

tingkat kesehatan

bank BUMN Syariah

dan bank BUMN

konvensional pada

faktor ROA dan faktor

CAR untuk periode

2012-2014.

Studi kasus,

periode

penelitian dan

dalam

penelitian ini

tidak

menggunakan

metode

CAMELS.

Serta rasio

yang

digunakan

untuk

mengukur

tingkat

kesehatannya

ada beberapa

yang beda.

4 Cahyo Budi Santoso,

“Analisa Risk Profile,

Good Corporate

Governance, Earning

dan Capital Sebagai

Alat Untuk mengukur

Berdasarkan analisa

menggunakan 7 rasio

yang ada pada aspek

metode RGEC, yaitu

rasio NPL dan LDR yang

mewakili aspek resiko

Studi kasus,

periode

penelitian dan

penelitian ini

tidak

menggunakan

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

53

Tingkat Kesehatan

Bank: Studi Kasus Pada

Bank Pemerintah Yang

Terdaftar Di BEI Tahun

2011-2013”, 2014.

profil, rasio ROE dan

NPM yang mewakili

aspek GCG, rasio ROA

dan NIM yang mewakili

aspek Earning dan rasio

CAR yang mewakili

aspek Capital dalam

menilai tingkat kesehatan

Bank pemerintah yang

terdaftar di BEI tahun

2011-2013, dapat ditarik

kesimpulan bahwa secara

umum keempat bank

pemerintah tersebut

berada pada tingkat

kesehatan yang sehat dan

telah menjaga tingkat

kesehatannya dengan

baik dan menerapkan

menejemen yang efisien

sesuai standar yang telah

ditetapkan Bank

Indonesia.

metode

CAMELS.

Serta rasio

yang

digunakan

untuk

mengukur

tingkat

kesehatannya

ada beberapa

yang beda.

5 Pramesti Lesmana Fitri

dan Friyanto, “Penilaian

Tingkat Kesehatan

Bank Dengan Teknik

Analisa CAMEL”,

2016.

1. Rasio CAR PT Bank

Negara Indonesia

(Persero) Tbk. Pada

tahun 2010

dikategorikan dalam

kelompok SEHAT.

2. Rasio KAP PT Bank

Negara Indonesia

(Persero) Tbk. Pada

Studi kasus,

periode

penelitian dan

dalam

penelitian ini

tidak

menggunakan

metode

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

54

tahun 2010

dikategorikan dalam

kelompok SEHAT.

3. Rasio NPM PT Bank

Negara Indonesia

(Persero) Tbk. Pada

tahun 2010

dikategorikan dalam

kelompok SEHAT.

4. Rasio ROA PT Bank

Negara Indonesia

(Persero) Tbk. Pada

tahun 2010

dikategorikan dalam

kelompok SEHAT.

5. Rasio BOPO PT Bank

Negara Indonesia

(Persero) Tbk. Pada

tahun 2010

dikategorikan dalam

kelompok SEHAT.

6. Rasio LDR PT Bank

Negara Indonesia

(Persero) Tbk. Pada

tahun 2010

dikategorikan dalam

kelompok SEHAT.

7. Rasio CR PT Bank

Negara Indonesia

(Persero) Tbk. Pada

tahun 2010

CAMELS dan

RGEC.

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

55

dikategorikan dalam

kelompok SEHAT.

D. Hipotesis

Rasio CAMELS tidak hanya digunakan untuk mengukur kinerja

ataupun mengukur kesehatan dari sektor perbankan, tetapi rasio ini digunakan

juga untuk memprediksi kebangkrutan suatu bank atau bank failure serta

sebagai indikator untuk menyusun peringkat bank. Oleh sebab itu bank syariah

dan bank konvensional menggunakan rasio ini untuk mengukur tingkat

kesehatannya. Dalam penelitian ini peneliti ingin membandingkan tingkat

kesehatan bank syariah dan bank konvensional dengan metode CAMELS, bila

kita lihat dari penggunaan setiap rasionya antara bank syariah dan bank

konvensional sebenarnya ada perbedaan tetapi bila dilihat dari hasil

pengukurannya tidak jauh beda diantara kedua bank tersebut.

Teori ini di dukung oleh penelitian Rahmy Anitasari (2013), yang

menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan dalam analisis tingkat

kesehatan antara bank syariah dan bank konvensional dinilai dengan metode

CAMELS. Maka uraian tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ho1: Tidak terdapat perbedaan tingkat kesehatan antara Bank Syariah

dan Bank Konvensional dengan menggunakan metode CAMELS selama

periode 2011-2016.

CAMELS merupakan sistem penilaian tingkat kesehatan industri

perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan faktor-

faktornya, yaitu Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan

Sensitivity to Market Risk. Oleh karena itu bank syariah dan bank konvensional

menggunakan lima faktor ini dalam menilai tingkat kesehatannya. Dalam

perhitungannya pun terdapat perbedaan yang mendasar dan dalam kegiatan

usahanya pun bank syariah dan bank konvensional tidak sepenuhnya sama.

Selain itu, bank syariah di awasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS)

berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip syariah. Berdasarkan penjelasan

tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis penilitian sebagai berikut:

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

56

Ha1: Terdapat perbedaan tingkat kesehatan antara Bank Syariah dan

Bank Konvensional dengan menggunakan metode CAMELS selama periode

2011-2016.

Hal ini tidak didasari penelitian sebelumnya, dikarenakan belum ada

penelitian yang membandingkan tingkat kesehatan bank dengan metode

CAMELS.

Rasio RGEC tidak hanya digunakan untuk mengukur kinerja ataupun

kesehatan dari sektor perbankan, tetapi rasio ini digunakan juga untuk

memprediksi kebangkrutan suatu bank atau bank failure serta sebagai indikator

untuk menyusun peringkat bank. Oleh sebab itu bank syariah dan bank

konvensional menggunakan rasio ini untuk mengukur tingkat kesehatannya.

Dalam penelitian ini peneliti ingin membandingkan tigkat kesehatan bank

syariah dan bank konvensional dengan metode RGEC, bila kita lihat dari

penggunaan setiap rasionya antara bank syariah dan bank konvensional

sebenarnya ada perbedaan tetapi bila dilihat dari hasil pengukurannya tidak

jauh beda diantara kedua bank tersebut.

Teori ini di dukung oleh penelitian Nur Fitriana, A. Rosyid, dan Agus

F (2015) serta penelitian dari Bella, Bambang, dan Yayat (2015), yang

menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan dalam analisis tingkat

kesehatan antara bank syariah dan bank konvensional dinilai dengan metode

RGEC. Maka uraian tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ho2: Tidak terdapat perbedaan tingkat kesehatan antara Bank Syariah

dan Bank Konvensional dengan menggunakan metode RGEC selama periode

2011-2016.

RGEC merupakan sistem penilaian tingkat kesehatan industri

perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan faktor-

faktornya, yaitu Risk profile, Good Corporate Governance, Earning dan

Capital. Oleh karena itu bank syariah dan bank konvensional menggunakan

empat faktor ini dalam menilai tingkat kesehatannya. Dalam perhitungannya

pun terdapat perbedaan yang mendasar dan dalam kegiatan usahanya pun bank

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

57

syariah dan bank konvensional tidak sepenuhnya sama. Berdasarkan

penjelasan tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis penilitian sebagai

berikut:

Ha2: Terdapat perbedaan tingkat kesehatan antara Bank Syariah dan

Bank Konvensional dengan menggunakan metode RGEC selama periode

2011-2016.

Hal ini tidak didasari penelitian sebelumnya, dikarenakan belum ada

penelitian yang membandingkan tingkat kesehatan bank dengan metode

RGEC.