Upload
dangtram
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Bab ini akan memaparkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-
teori ini tentunya telah didasarkan pada informasi faktual sehingga dapat diyakini
kebenarannya. Berdasarkan landasan teori inilah, penulis mampu untuk membuat
hipotesis penelitian. Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara yang
dibangun atas dasar teori dan konsep. Nantinya, akan diuji apakah hipotesis tersebut
dapat diterima atau justru ditolak. Ringkasan mengenai penelitian terdahulu juga
disajikan pada sub seksi terakhir dalam sub bab landasan teori dan konsep.
2.1 Landasan Teori dan Konsep
Penelitian ini menggunakan beberapa landasan teori, konsep-konsep, dan
hasil-hasil penelitian sebelumnya yaitu sebagai berikut:
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Jensen and Meckling (1976) menyatakan bahwa, kontrak diantara pemilik
perusahaan atau pemegang saham (prinsipal) dengan pengelola perusahaan atau
manajemen (agen), dimana pelaksanaan tugas dan wewenang berada di tangan
manajemen sesuai perintah pemilik perusahaan disebut sebagai kontrak keagenan.
Kontrak tersebut terlihat dari adanya rantai komando yang vertikal antara
pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Kontrak atau
hubungan keagenan ini dikenal sebagai sebuah teori yaitu teori keagenan (agency
theory).
15
Jensen and Meckling (1976) juga menyatakan bahwa, teori ini mengutamakan
adanya perbedaan atau terpisahanya fungsi antara kepemilikan (prinsipal) dengan
fungsi manajemen (agen). Adanya perbedaan atau terpisahnya fungsi ini
menyebabkan timbulnya suatu permasalahan atau konflik yang disebut sebagai
masalah keagenan (agency problem). Timbulnya konflik ini dikarenakan pihak
manajemen memiliki kesempatan untuk mencapai keinginan pribadi mereka dan
tentu saja mengabaikan kepentingan dan keinginan dari para pihak pemegang
saham sebagai pemilik perusahaan.
Konsep dari teori keagenan ini adalah agen mempunyai jauh lebih banyak
informasi mengenai kondisi perusahaan yang sesungguhnya dibandingkan dengan
informasi yang dimiliki oleh prinsipal. Hal ini tentu saja menimbulkan adanya
asimetri informasi (information assymmetry) dan otomatis pihak prinsipal pun
mewaspadai segala perilaku yang dilakukan oleh agen serta memiliki
ketidakpercayaan apakah kepentingan mereka telah diutamakan oleh para agen.
Konsep lainnya ialah kontrak atau hubungan keagenan ini dimanfaatkan oleh
prinsipal dan agen yang berperilaku rasional dengan tujuan mengoptimalkan
kepentingannya masing-masing, sehingga dapat dinyatakan bahwa agen memiliki
tujuan pribadinya yang mendorong ia untuk tidak mengutamakan tujuan dan
kepentingan dari prinsipal sebagai pemilik perusahaan (Adams, 1994). Tujuan
mementingkan diri sendiri ini dikarenakan adanya moral hazard dari agen dan
masalahnya sering dikenal sebagai moral hazard problem. Selain itu, yang juga
menjadi sebuah permasalahan ialah munculnya adverse selection yang artinya
pemilik perusahaan (prinsipal) tidak dapat dengan pasti mengetahui bahwa
16
manajemen (agen) yang dipilih memang mempunyai kemampuan sesuai dengan
bidangnya dan apakah ia bersedia untuk mengutamakan kepentingan prinsipal
dibandingkan kepentingan dirinya sendiri (Gilardi, 2001).
Kita sering mendengar istilah agency cost, agency cost merupakan biaya-
biaya yang ditanggung oleh pemilik perusahaan (prinsipal) untuk mencegah
terjadinya agency problem. Biaya untuk melakukan monitoring adalah salah satu
bentuk biaya yang dikeluarkan oleh pemilik perusahaan (prinsipal). Contohnya
adalah uang yang digunakan untuk membiayai pengauditan laporan keuangan oleh
auditor eksternal (Adams, 1994). Biaya monitoring untuk melakukan audit laporan
keuangan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya agency problem.
Setiawan (dalam Rahayu, 2012), dalam teori agensi, auditor adalah pihak yang
dianggap mampu menengahi kepentingan pihak prinsipal dan agen dalam
mengelola keuangan perusahaan. Auditor independen juga berfungsi untuk
mengurangi tejadinya agency problem yang timbul dari perilaku mementingkan diri
sendiri yang dilakukan oleh agen. Perbedaan kepentingan tersebut rentan
menyebabkan konflik, terjadinya konflik cenderung menyebabkan manajemen
diganti dan pergantian manajemen diikuti dengan pergantian auditor.
2.1.2 Teori Kontingensi (Contingency Theory)
Mulanya teori kontingensi diperkenalkan oleh Lawrence dan Lorsch (1967),
selanjutnya digunakan oleh Kast dan Rosenzweig (1973) yang mengungkapkan
bahwa, sebuah organisasi tidak memiliki cara terbaik dalam memperoleh keserasian
antara faktor internal organisasi maupun faktor lingkungan eksternalnya untuk
dapat menggapai prestasi terbaik. Menurut Sari (dalam Azli dan Azizi, 2009), teori
17
kontingensi merupakan sebuah teori yang tepat dipakai dalam konteks mengkaji
reka bentuk, perancangan, prestasi dan kelakuan organisasi serta kajian yang
berkaitan dengan pengaturan strategik. Menurut Raybun dan Thomas (dalam Azli
dan Azizi, 2009), teori kontingensi ini menyatakan bahwa, perbedaan desakan
lingkungan perusahaan menjadi acuan pihak manajemen dalam memilih sistem
akuntansi yang akan diberlakukan di perusahaan tersebut. Teori ini tentu saja
penting sebagai sarana untuk menjelaskan perbedaan dalam struktur organisasi.
Teori tersebut tertuang dalam penelitian ini yaitu digunakannya variabel
pertumbuhan perusahaan untuk melihat pengaruhnya pada auditor switching.
Akibat dari desakan lingkungan perusahaan yaitu para pengguna laporan keuangan
yang menganggap bahwa semakin bertumbuhnya sebuah perusahaan maka akan
menggunakan auditor yang lebih baik dalam konteks reputasi. Mengganti auditor
yang memiliki reputasi lebih baik merupakan salah satu strategi manajemen untuk
meningkatkan citra perusahaan di mata stakeholders maupun calon stakeholders.
Pandangan teori kontingensi menyatakan keberhasilan strategi organisasi
sangat bergantung pada kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungan. Penerapan strategi yang tepat dan didukung oleh kemampuan
beradaptasi yang baik terhadap lingkungan akan memicu peningkatan kerja pada
perusahaan secara berkelanjutan. Jika dipandang dari teori sistem organisasi,
kesesuaian strategi organisasi dengan kemampuan adaptabilitas lingkungan akan
mendorong organisasi menjadi suatu sistem terbuka. Adanya sistem terbuka
tersebut dapat menciptakan alternatif-alternatif inovasi yang lebih baik dan lebih
kreatif.
18
2.1.3 Peraturan Pemerintah Mengenai Rotasi Wajib Auditor
Akibat dari adanya kasus Enron di Amerika Serikat pada tahun 2001 yang
mengakibatkan runtuhnya KAP Arthur Anderson, berbagai negara kini menetapkan
aturan mengenai rotasi wajib auditor. Indonesia juga pernah mengalami hal serupa,
skandal yang melibatkan auditor pernah terjadi pada perusahaan PT. Kimia Farma
Tbk yang melakukan manajemen laba pada laporan keuangan tanggal 31 Desember
2001. Pada saat itu yang menjadi auditor adalah KAP Hans Tuanakotta & Mustofa
(HTM). Akibat skandal ini, KAP Hans Tuanakotta & Mustofa menghadapi sanksi
yang cukup berat dengan dihentikannya jasa audit mereka dan dikenakan sanksi
denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Hal ini terjadi bukan karena
kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu melakukan review menyeluruh
atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena kesalahan manajemen
Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan nilai
persediaan.
Sejak saat itu, Indonesia menetapkan aturan mengenai Pergantian KAP dan
Auditor melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 359/ KMK.06/ 2003 tentang
“Jasa Akuntan Publik” yang berbunyi, pemberian jasa audit umum atas laporan
keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP)
paling lama 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik
paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
Peraturan yang mengatur tentang pembatasan masa penugasan auditor ini
kemudian disempurnakan pada tanggal 5 Februari 2008 melalui Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia No. 17/PMK.01/2008 tentang “Jasa Akuntan
19
Publik”. Terdapat perubahan mengenai pemberian jasa audit umum atas laporan
keuangan sebuah entitas. Pada pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa pemberian jasa
audit kepada satu klien yang sama dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP)
yang sama maksimal selama 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang
Akuntan Publik yang sama selama 3 (tiga) tahun buku bertutut-turut. Sedangkan
pada Pasal 3 ayat (2) dan (3) menyatakan bahwa, Akuntan Publik dan Kantor
Akuntan Publik (KAP) dapat menerima kembali penugasan audit umum untuk klien
setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan
keuangan klien yang sama.
Aturan tersebut mengharuskan perusahaan untuk melaksanakan rotasi audit
dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Penjelasan diatas yaitu mengenai
auditor switching yang bersifat wajib (mandatory), sedangkan dalam penelitian ini
difokuskan kepada terjadinya auditor switching yang lebih bersifat sukarela
(voluntary) terlepas dari peraturan tersebut.
2.1.4 Auditor Switching
Auditor switching adalah pergantian Akuntan Publik atau Kantor Akuntan
Publik (KAP) yang dilakukan oleh perusahaan klien. Menurut Halim (1997),
terdapat beberapa faktor penyebab dari adanya auditor switching yakni adanya
merjer antara dua perusahaan yang memiliki kantor akuntan publik yang berbeda,
ketidakpuasan atas kinerja kantor akuntan publik yang terdahulu, dan mungkin saja
karena adanya merjer antar kantor akuntan publik.
Secara garis besar terdapat dua faktor yang melatarbelakangi perusahaan
dalam melakukan auditor switching yakni faktor dari internal perusahaan atau
20
faktor klien (client related factor) yang terdiri dari kesulitan keuangan, manajemen
yang gagal, perubahan ownership, Initial Public Offering (IPO) dan faktor
selanjutnya adalah faktor yang berasal dari eksternal perusahaan atau faktor auditor
(auditor related factor) yang terdiri dari fee audit dan kualitas audit (Mardiyah,
2002). Hal ini dipertegas oleh Kadir (dalam Rahayu, 2012), yang mengungkapkan
dua pendekatan untuk mengetahui apa yang menyebabkan perusahaan memutuskan
untuk melakukan pergantian Akuntan Publik atau Kantor Akuntan Publik (KAP)
yaitu dari segi auditor dan segi perusahaan itu sendiri.
Jika perusahaan mengganti auditornya bukan dalam kondisi yang
mengharuskan ia untuk mengganti auditor, maka dapat diprediksi bahwa terdapat
dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, pihak auditor mengundurkan diri dari
pekerjaannya atau yang kedua adalah pihak perusahaan memutus ikatan kontrak
kepada auditor tersebut. Salah satunya mungkin akan terjadi diantara dua
kemungkinan tersebut, namun fokus utama bukanlah pada hal itu melainkan apa
saja alasan yang melatarbelakangi perusahaan mengganti auditornya secara
sukarela (voluntary) dan siapa yang akan menjadi auditor selanjutnya dari
perusahaan tersebut. Menurut Wijayani (2011), alasan yang paling umum dari
terjadinya pergantian auditor adalah tidak sepakatnya perusahaan sebagai klien
pada praktik akuntansi tertentu yang dilakukan oleh auditor sehingga menyebabkan
perusahaan mengganti auditor terdahulu dengan auditor baru yang mampu sepakat
dengan kebijakan dan praktik akuntansi perusahaan.
Nagy (2005) menyatakan bahwa, saat perusahaan mengganti auditornya ke
auditor yang baru, tentu saja akan timbul ketimpangan informasi atau suatu keadaan
21
yang sering dikenal sebagai asimetri informasi antara perusahaan dengan auditor
yang baru. Hal ini disebabkan karena perusahaan memiliki informasi yang jauh
lebih banyak dan lebih mencerminkan keadaan perusahaan sesungguhnya
dibandingkan informasi yang dimiliki oleh auditor baru. Jika auditor menerima
permintaan pelaksanaan penugasan audit oleh perusahaan, maka dapat diprediksi
ada dua alasan yang mendasarinya. Pertama, auditor menerima permintaan tersebut
karena memiliki akses yang cukup baik kepada auditor terdahulu sehingga dapat
lebih mudah untuk meminta informasi mengenai keseluruhan usaha perusahaan.
Alasan kedua, bisa saja auditor menerima permintaan pelaksanaan penugasan audit
oleh perusahaan karena hal selain alasan pertama, contohnya adalah alasan
finansial, padahal auditor baru ini belum tentu memahami dengan baik apa usaha
dari perusahaan tersebut.
2.1.5 Pertumbuhan Perusahaan
Auditor Switching dapat dikaitkan dengan pertumbuhan perusahaan klien.
Bertumbuhnya sebuah perusahaan, otomatis akan membuat kegiatan operasional
perusahaan semakin kompleks dan tentu saja hal ini membuat rentang antara
prinsipal sebagai pemilik perusahaan dengan agen sebagai pengelola perusahaan
akan semakin jauh sehingga dibutuhkan peranan auditor yang mampu menjunjung
tinggi independensinya demi meminimalisir biaya agensi (Nasser et al., 2006).
Perusahaan cenderung akan mengganti auditornya karena auditor terdahulu tidak
mampu memberikan pendapat sesuai dengan harapan pihak manajemen atau
perusahaan mengganti auditornya karena ingin meningkatkan prestise dihadapan
para stakeholders.
22
Bertumbuhnya perusahaan secara signifikan diiringi dengan adanya
perubahan manajemen mungkin tidak diimbangi dengan keahlian dari auditor itu
sendiri. Perusahaan membutuhkan auditor yang lebih berkualitas dan mampu
memenuhi tuntutan dari pertumbuhan perusahaan yang cepat. Namun apabila hal
ini tidak dapat dipenuhi, kemungkinan perusahaan mengganti auditornya akan
semakin besar (Kawijaya dan Juniarti, 2002). Menurut Evans (dalam Rahayu,
2012), pertumbuhan perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
faktor internal, eksternal, dan pengaruh iklim industri lokal. Menurutnya
pertumbuhan dibagi menjadi:
a) Pertumbuhan dari luar (eksternal growth)
Pertumbuhan perusahaan yang dimaksud disini adalah pertumbuhan yang
berasal dari luar perusahaan dalam artian perusahaan tidak memiliki kekuatan untuk
menetapkan atau mempengaruhinya, contohnya adalah harga, daya beli
masyarakat, cuaca, kebijakan dari pemerintah dan lain sebagainya. Faktor eksternal
ini dapat menjadi kesempatan dan peluang perusahaan untuk terus bertumbuh
selama pengaruhnya adalah positif.
b) Pertumbuhan dari dalam (internal growth)
Faktor-faktor yang berasal dari dalam perusahaan lah yang mempengaruhi
internal growth ini. Contohnya, manajemen yang solid, jumlah modal, jumlah
tenaga kerja terampil, teknologi yang memadai, keterangan merger atau akuisisi
perusahaan dan lain-lain. Faktor-faktor ini lebih tertuju pada produktivitas dari
perusahaan, semakin meningkatnya produktivitas maka pertumbuhan perusahaan
pun cenderung akan meningkat.
23
c) Pertumbuhan akibat pengaruh iklim industri lokal
Pertumbuhan ini berkaitan dengan faktor eksternal perusahaan, jadi kondisi
ekonomi masyarakat maupun iklim daerah setempat mempengaruhi tumbuhnya
sebuah perusahaan. Faktor penentunya adalah apakah daerah tersebut termasuk
daerah miskin atau kaya dan bagaimana akses serta penyediaan infrastruktur
pendukung daerah tersebut. Jika terdapat infrastruktur dan iklim perekonomian
yang baik, maka kemungkinan perusahaan untuk tumbuh juga akan semakin besar.
2.1.6 Pergantian Manajemen
Istilah manajemen merujuk pada kelompok perorangan yang secara aktif
merencanakan, melaksanakan koordinasi, dan mengendalikan jalannya kegiatan
operasional perusahaan. Menurut konsep auditing, manajemen adalah para pejabat
perusahaan, pengawas, dan personel kunci sebagai penyelia (supervisor).
Pergantian manajemen terjadi jika perusahaan mengubah jajaran dewan direksinya
(Wayuningsih dan Suryanawa, 2012). Penelitian ini mendefinisikan pergantian
manajemen sebagai pergantian direksi perusahaan atau Chief Executive Officer
(CEO) yang utamanya karena keputusan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) maupun direksi mengundurkan diri dari pekerjaannya atas keinginan
sendiri (Damayanti dan Sudarma, 2008).
Mardiyah (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa, pergantian
manajemen merupakan salah satu variabel yang signifikan memengaruhi auditor
switching karena apabila perusahaan mengubah jajaran dewan direksinya, baik itu
direktur maupun komisarisnya, akan menimbulkan adanya perubahan dalam
kebijakan perusahaan di bidang akuntansi, keuangan, dan pemilihan auditor.
24
Menurut Nagy (2005), perusahaan akan berusaha mencari auditor yang mampu
sejalan dan sepakat dengan kebijakan akuntansi yang berlaku di perusahaan
tersebut.
2.1.7 Opini Audit Going Concern
Opini auditor merupakan sumber informasi bagi pihak luar perusahaan untuk
pedoman dalam pengambilan keputusan. Auditor bertugas memberikan opini
laporan keuangan perusahaan dalam melaksanakan penugasan umum. Pelaksanaan
proses audit tentu tidaklah mudah, auditor dituntut tidak hanya melihat sebatas pada
hal-hal yang nampak dalam laporan keuangan saja tetapi juga harus lebih
mewaspadai hal-hal signifikan yang dapat mengganggu kelangsungan hidup sebuah
perusahaan. Inilah yang menjadi alasan mengapa auditor turut memiliki tanggung
jawab terhadap keberlangsungan hidup sebuah perusahaan walaupun dalam batas
waktu tertentu.
SPAP seksi 341 (IAPI, 2011) paragraf 2 menyatakan bahwa, auditor memiliki
tanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap
kemampuan entitas dalam mempertahankan kemampuan hidupnya dalam periode
waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang
sedang diaudit. Auditor mengevaluasi didasari oleh informasi yang ia miliki
mengenai peristiwa dan kondisi yang ada pada atau yang telah terjadi sebelum
pekerjaan lapangan selesai. Tentu saja informasi tentang kondisi keberlangsungan
hidup sebuah perusahaan haruslah dalam jangka waktu yang pantas. Hasil dari
prosedur audit yang telah dirancang dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan audit
25
yang lain harus cukup untuk tujuan tersebut. Contoh prosedur yang dapat
mengidentifikasi kondisi atau peristiwa itu yaitu:
a) Prosedur analitik.
b) Review terhadap peristiwa kemudian.
c) Review terhadap kepatuhan pada syarat-sayarat utang dan perjanjian
penarikan utang.
d) Pembacaan notulen rapat pemegang saham, dewan komisaris, dan komite
panitia penting yang dibentuk.
e) Permintaan keterangan pada penasihat hukum perusahaan tentang perkara
pengadilan, tuntutan, dan pendapatnya mengenai hasil suatu perkara
pengadilan yang melibatkan perusahaan tersebut.
f) Konfirmasi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dan pihak
ketiga mengenai rincian perjanjian penyediaan atau pemberian bantuan
keuangan.
SPAP seksi 341 (IAPI, 2011) paragraf 6 menyatakan bahwa, jika sebuah
perusahaan menunjukkan adanya kesangsian besar dalam mempertahankan
keberlangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, maka auditor berhak
untuk menelusuri dan mengidentifikasi informasi tertentu mengenai peristiwa dan
kondisi yang menyebabkan hal itu terjadi. Hasil dari pengidentifikasian peristiwa
dan kondisi tersebut tergantung dari keadaan, bisa saja hasilnya dapat signifikan
apabila ditinjau bersama-sama dengan peristiwa dan kondisi yang lain. Contoh dari
peristiwa dan kondisi tersebut adalah sebagai berikut:
26
a) Trend negatif misalnya kerugian operasi yang berulangkali terjadi,
kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan
penting yang buruk.
b) Petunjuk lain tentang kesulitan keuangan, misalnya penundaan pembagian
dividen, restrukturisasi utang, penjualan beberapa aset tetap, dll.
c) Konflik internal perusahaan misalnya adanya pemogokan kerja dari
karyawan, dll.
d) Masalah yang berasal dari luar perusahaan contohnya terjerat perkara
pengadilan, kehilangan lisensi atau adanya kebijakan baru yang dikeluarkan
pemerintah.
Auditor perlu mempertimbangkan pengungkapan yang harus ia berikan
apabila ia memang memiliki kesangsian terhadap keberlangsungan sebuah
perusahaan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan tersebut, antara lain:
a) Apa saja peristiwa dan kondisi yang menyebabkan auditor memiliki
kesangsian terhadap keberlangsungan sebuah perusahaan dalam jangka
waktu yang pantas.
b) Apa saja akibat yang muncul dari adanya peristiwa dan kondisi tersebut.
c) Informasi apakah ada kemungkinan bahwa perusahaan tersebut akan pailit.
d) Informasi mengenai ada atau tidaknya kesempatan perusahaan tersebut untuk
pulih kembali.
SPAP seksi 341 (IAPI, 2011) paragraf 10-11 menyatakan bahwa, setelah
auditor mengidentifikasi pertimbangan-pertimbangan diatas dan kemudian
perusahaan menunjukkan kemampuannya dalam mempertahankan
27
keberlangsungan usaha dalam jangka waktu yang pantas, auditor dapat
mengeluarkan pendapat wajar tanpa pengecualian. Namun sebaliknya, apabila
auditor tidak memiliki keyakinan bahwa perusahaan mampu untuk melangsungkan
kegiatan usahanya dalam jangka waktu yang pantas, maka auditor wajib untuk
melakukan evaluasi terhadap rencana manajemen. Apabila terjadi suatu keadaan
dimana manajemen tidak memiliki rencana atau rencana yang dibentuk oleh
manajemen dianggap tidak mampu menanggulangi dampak negatif dari peristiwa
dan kondisi yang terjadi, maka auditor berhak untuk tidak mengeluarkan pendapat.
2.1.8 Penelitian Terdahulu
Wijayani (2011) yang melakukan penelitian serupa yaitu menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi perusahaan di Indonesia melakukan auditor switching.
Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan perusahaan non keuangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2003-2009. Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling, yaitu
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Berdasarkan metode purposive
samping, total sampel penelitian adalah 912 perusahaan. Hipotesis dalam penelitian
ini diuji menggunakan metode analisis regresi logistik, Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap auditor
switching adalah pergantian manajemen dan ukuran KAP. Sedangkan variabel-
variabel lain yang diteliti dalam penelitian ini seperti opini audit, financial distress,
persentase perubahan ROA, dan ukuran klien tidak terbukti berpengaruh terhadap
keputusan perusahaan untuk melakukan auditor switching.
28
Sinason et al. (2001) membuat penelitian yang berjudul An Investigation of
Auditor and Client Tenure dengan menggunakan ukuran KAP, ukuran klien, tingkat
pertumbuhan klien, resiko klien, dan opini audit qualified sebagai variabel
independen. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu ukuran klien dan tingkat
pertumbuhan klien berpengaruh signifikan.
Nasser et al. (2006) melakukan penelitian dengan judul Auditor-Client
Relationship: The Case of Audit Tenure and Auditor Switching in Malaysia.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah ukuran KAP, ukuran klien,
pertumbuhan klien, masalah keuangan klien. Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah pergantian KAP. Populasi penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE). Analisis data menggunakan
regresi logistik. Adapun hasil penelitian ini adalah ukuran KAP, ukuran klien, dan
masalah keuangan klien berhubungan dan berpengaruh terhadap pergantian KAP.
Sedangkan pertumbuhan klien tidak berpengaruh terhadap pergantian KAP.
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi dan
Frenawidayuarti (2008) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pergantian auditor: studi empiris perusahaan publik di Indonesia. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pergantian auditor pe-
rusahaan manufaktur di Indonesia setelah diberlakukannya peraturan mandatori.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tipe KAP dan pertumbuhan perusahaan (yang
diukur dengan total aset) berpengaruh secara signifikan terhadap kemungkinan
pergantian KAP. Perusahaan dengan KAP Big Four mempunyai kemungkinan
yang lebih rendah untuk mengalami pergantian KAP dari pada Non Big Four.
29
Perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan juga mempunyai kemungkinan
pergantian KAP lebih tinggi dari pada yang tidak mengalami pertumbuhan.
Sedangkan ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan (yang diukur dengan
perubahan sales, perubahan MVE dan perubahan income) dan masalah keuangan
tidak berpengaruh signifikan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pergantian
auditor di Indonesia.
Wahyuningsih dan Suryanawa (2012) menganalisis pengaruh opini audit
going concern dan pergantian manajemen pada auditor switching. Penelitian ini
difokuskan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2005-2009 dengan jumlah pengamatan sebanyak 247 sampel penelitian yang
diperoleh dengan metode purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi logistik. Berdasarkan hasil
analisis diketahui bahwa opini audit going concern tidak berpengaruh pada auditor
switching karena pergantian akuntan publik dari KAP Big Four ke akuntan publik
KAP Non Big Four dikhawatirkan dapat mengakibatkan respons negatif dari pelaku
pasar terhadap kualitas laporan keuangan perusahaan. Pergantian manajemen tidak
berpengaruh pada auditor switching karena kualitas audit akuntan publik dari KAP
yang berafiliasi dengan The Big Four Auditors tetap diyakini memililiki kekuatan
monitoring dan independensi yang tinggi.
Penelitian selanjutnya meneliti pengaruh opini audit going concern,
kepemilikan institusional dan audit delay pada voluntary auditor switching.
Penelitian dilakukan pada perusahaan sektor real estate and property yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2009-2012. Jumlah sampel terpilih
30
sebanyak 68 perusahaan yang ditentukan menggunakan metode purposive
sampling. Teknik analisis data dan pengujian hipotesis diuji menggunakan metode
regresi logistik yang terdapat pada program SPSS 15. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa opini audit going concern dan audit delay berpengaruh signifikan pada
voluntary auditor switching, sedangkan kepemilikan institusional berpengaruh tapi
tidak signifikan pada voluntary auditor switching (Robbitasari dan Wiratmaja,
2013).
Widiawan (2011) menguji pengaruh ukuran perusahaan klien, pertumbuhan
perusahaan klien, financial distress, ukuran KAP, dan opini audit terhadap
pergantian KAP (studi empiris pada perusahaan keuangan yang terdaftar di BEI
tahun 2003-2008). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dokumenter. Data dokumenter adalah data yang memuat informasi
mengenai suatu obyek atau kejadian masa lalu yang dikumpulkan, dicatat, atau
disusun dalam arsip. Data diperoleh dari ICMD (Indonesian Capital Market
Directory) tahun 2003-2008, website BEI yaitu www.idx.co.id serta dari data Pojok
BEI Universitas Diponegoro. Hasil dari penelitian ini adalah ukuran KAP
berpengaruh signifikan terhadap pergantian KAP, sedangkan variabel independen
lainnya tidak berpengaruh secara signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati dan Wijaya (2009) mengenai
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan berpindah KAP pada
perusahaan yang listing di BEI pada tahun 2005-2007. Penelitian ini menggunakan
opini auditor, ukuran KAP, persentase perubahan ROA, dan kesulitan keuangan
perusahaan sebagai variabel independen. Penelitian ini termasuk hypotesis testing
31
yang meneliti pengaruh/hubungan opini auditor, ukuran KAP, persentase
perubahan ROA, dan kesulitan keuangan terhadap perusahaan go public di
Indonesia berpindah KAP. Hasil dari penelitian ini yaitu hanya ukuran KAP yang
berpengaruh signifikan terhadap perpindahan KAP pada perusahaan go public di
Indonesia. Variabel yang lain, yaitu opini akuntan, persentase perubahan ROA, dan
kesulitan keuangan perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap perusahaan
publik di Indonesia berpindah KAP. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan
menggunakan uji F, disimpulkan bahwa secara bersama-sama opini auditor, ukuran
KAP, persentase perubahan ROA, dan debt to asset ratio berpengaruh secara
signifikan terhadap pergantian KAP pada tingkat keyakinan 95%. Tabel penelitian
terdahulu terdapat pada lampiran 1.
2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan pada Auditor Switching
Adanya auditor switching salah satunya dapat dipicu oleh adanya
pertumbuhan perusahaan. Alasan utamanya adalah karena terjadi perubahan
kegiatan operasional perusahaan sehingga menuntut keberadaan auditor yang
memiliki kompetensi dan keahlian yang lebih mumpuni tentang masalah pelaporan
keuangan dibandingkan dengan auditor terdahulu. Faktor eksternal yakni
lingkungan perusahaan juga sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dari
perusahaan tersebut. Perusahaan tentu perlu auditor yang lebih handal untuk
meningkatkan kualitas audit. Hal yang cenderung dilakukan perusahaan adalah
mengganti KAP nya dengan KAP yang lebih besar untuk mengatasi pertumbuhan
dan kebutuhan akan spesialisasi.
32
Pertumbuhan perusahaan yang dibahas dalam penelitian ini adalah
pertumbuhan yang disebabkan oleh faktor internal, karena faktor internal
mencerminkan produktivitas di dalam perusahaan. Tingkat pertumbuhan diukur
oleh tingkat pendapatan perusahaan, dimana pendapatan merupakan aktivitas utama
perusahaan. Akibatnya adalah ketika semakin tingginya pertumbuhan perusahaan,
hal ini akan berbanding lurus dengan permintaan adanya hasil audit yang lebih
berkualitas dengan tujuan mengurangi biaya keagenen dan memberikan layanan
non audit yang dibutuhkan oleh manajemen untuk meningkatkan perluasan
perusahaan. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Sinason et al. (2001)
yang menyatakan bahwa, pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif pada
auditor switching. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis pertama yang
terbentuk yaitu:
H1: Pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif pada auditor switching.
2.2.2 Pengaruh Pergantian Manajemen pada Auditor Switching
Adanya perubahaan dalam bidang akuntansi, keuangan, maupun pergantian
KAP, salah satunya dipicu karena adanya perubahan dalam manajemen perusahaan.
Pihak manajemen tentunya memerlukan kualitas audit yang lebih baik sehingga ada
kemungkinan jika perusahaan cenderung mengganti auditornya (Nagy, 2005).
Berbeda pemimpin tentunya juga berbeda aturan dan kebijakan. Salah satu
kemungkinan kebijakan yang diubah adalah kebijakan mengenai pemilihan auditor.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijayani (2011) dan Sinarwati (2010)
menunjukkan hasil yang sesuai dengan pernyataan tersebut bahwa, pergantian
manajemen menjadi salah satu penyebab dilakukannya auditor switching.
33
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibentuk hipotesis kedua yaitu sebagai
berikut:
H2: Pergantian manajemen berpengaruh positif pada auditor switching.
2.2.3 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan pada Auditor Switching yang
Dimoderasi oleh Opini Audit Going Concern
Ketika pertumbuhan yang diukur dalam penelitian ini adalah dari segi
pendapatan atau penjualan, belum dapat dipastikan bahwa perusahaan tidak
mendapatkan opini audit going concern dari auditor karena kemungkinan besar
opini ini muncul diakibatkan liabilitas perusahaan yang juga sangat besar ataupun
karena hal lainnya seperti auditor memiliki kesangsian jika perusahaan ingin
melakukan suatu pengembangan usaha. Namun, hal ini justru tidak membuat
perusahaan mencoba melakukan auditor switching karena perusahaan
memerkirakan risiko yang harus dihadapi jika melakukan auditor switching seperti
keraguan dari para stakeholders terhadap kualitas pelaporan keuangan yang
diterbitkan oleh perusahaan. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian yang
dilakukan Wahyuningsih dan Suryanwa (2012) bahwa, opini audit going concern
tidak memengaruhi perusahaan dalam melakukan auditor switching. Berdasarkan
uraian di atas, hipotesis ketiga yang dapat dibentuk adalah:
H3: Opini audit going concern memperlemah pengaruh pertumbuhan perusahaan
pada auditor switching.
2.2.4 Pengaruh Pergantian Manajemen pada Auditor Switching yang
Dimoderasi oleh Opini Audit Going Concern
Jika dilihat dari peran opini audit going concern dalam memoderasi pengaruh
pergantian manajemen pada auditor switching. Saat perusahaan mengalami
34
pergantian manajemen, umumnya terdapat kebijakan-kebijakan baru dari bidang
keuangan dan akuntansi serta pemilihan KAP (Damayanti dan Sudarma, 2008).
Terlebih apabila perusahaan mendapatkan opini audit going concern, perusahaan
tentunya akan lebih yakin untuk melakukan pergantian auditor. Adanya pergantian
manajemen yang diperkuat dengan dikeluarkannya opini audit going concern oleh
auditor membuat perusahaan cenderung mencari auditor baru yang sepakat dengan
kebijakan dan praktik akuntansi perusahaan. Hal ini senada dengan penelitan
Wijayani (2011) yang mengungkapkan bahwa, pergantian manajemen berpengaruh
pada auditor switching. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis selanjutnya
adalah:
H4: Opini audit going concern memperkuat pengaruh pergantian manajemen pada
auditor switching.