Upload
hacong
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori agensi
Jensen dan Meckling (1976) yang dikutip oleh Messier, dkk. (2006:7)
menjelaskan hubungan keagenan di dalam agency theory (teori agensi) bahwa
perusahaan merupakan nexus of contract (kumpulan kontrak) antara principal
(antara pemilik sumber daya ekonomis) dan agent (manajer) yang mengurus
penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Hubungan keagenan ini
mengakibatkan dua permasalahan yaitu: terjadinya information asymmetry
(informasi asimetris), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak
informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarya dan posisi operasi
entitas dari pemilik; dan terjadinya conflict of interest (konflik kepentingan)
akibat ketidak samaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai
dengan kepentingan pemilik.
Menurut Messier, dkk. (2006:11) dalam upaya mengatasi atau mengurangi
masalah keagenan ini menimbulkan agency cost (biaya keagenan) yang akan
ditanggung baik oleh principal maupun agent. Biaya keagenan ini menjadi
monitoring cost, bonding cost dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya
yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agen, yaitu
untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Bonding cost
merupakan biaya yang ditangung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi
mekanisme yang menjamin bahwa agent akan bertindak untuk kepentingan
principal. Selanjutnya residual loss merupakan pengorbanan yang berupa
berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan
agent dan keputusan principal.
Menurut Woods, dkk. (2008:81) penerapan manajemen risiko dapat
menurunkan biaya keagenan dan meningkatkan nilai perusahaan. Manajemen
risiko perusahaan juga dapat dijadikan mekanisme pengawasan dalam
menurunkan informasi asimetris dan berkontribusi untuk menghindari perilaku
oportunis dari manajer. Dalam kaitannya dengan masalah keagenan ini, positif
accounting theory mengajukan tiga hipotesis, yaitu bonus plan hypothesis,
debt/equity hypothesis dan political cost hypothesis, yang secara implisit
mengakui tiga bentuk keagenan, yaitu antara pemilik dengan manajemen, antara
kreditor dengan manajemen, dan antara pemerintah dengan manajemen. Sehingga
secara luas, principal bukan hanya pemilik perusahaan, tetapi juga bisa berupa
pemegang saham, kreditur, maupun pemerintah.
Menurut Woods, dkk. (2008:85) pemilik atau pemegang saham sebagai
prinsipal, sedangkan manajemen sebagai agen. Agency theory mendasarkan
hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan
agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat
kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan
pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen
berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan oleh
prinsipal kepadanya.
Menurut Kaeown, dkk. (2006:72) aplikasi agency theory dapat terwujud
dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-
masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan.
Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan yang mengatur mengenai
mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun risiko-risiko
yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal bila
kontrak dapat fairness yaitu mampu menyeimbangkan antara prinsipal dan agen
yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh
agen dan pemberian insentif/imbalan khusus yang memuaskan dari prinsipal
ke agen. Inti dari agency theory atau teori keagenan adalah pendesainan kontrak
yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi
konflik kepentingan.
Menurut Kaeown, dkk. (2006:75), teori keagenan dilandasi oleh 3 (tiga)
buah asumsi yaitu:
1) Asumsi tentang sifat manusia, menekankan bahwa manusia memiliki sifat self
interest (mementingkan diri sendiri), bounded rationality (memiliki
keterbatasan rasionalitas) dan risk aversion (tidak menyukai risiko)
2) Asumsi tentang keorganisasian, adalah adanya konflik antar anggota
organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric
Information (AI) antara prinsipal dan agen.
3) Asumsi tentang informasi, adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang
komoditi yang bisa diperjual beli.
2.1.2 Pasar modal
1) Pengertian pasar modal
Menurut Sunariyah (2010:5) pasar modal dapat dibagi menjadi 2 (dua)
bagian yaitu: dalam artian sempit pasar modal adalah suatu pasar (tempat
berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham, obligasi dan
jenis surat berharga lainnya dengan pemakai jasa para perantara perdagangan
efek. Pasar modal dalam artian luas adalah suatu sistem keuangan yang
terorganisasi termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua
lembaga perantara dibidang keuangan serta keseluruhan surat-surat berharga
yang beredar.
Menurut Anoraga dan Pakarti (2008:5) pasar modal adalah jaringan
tatanan yang memungkinkan pertukaran klaim jangka panjang, penambahan
financial assets dan hutang pada saat yang sama, memungkinkan investor
untuk mengubah dan menyesuaikan portofolio investasi. Menurut Alwi
(2007:14) secara formal pasar modal didefinisikan sebagai pasar untuk
berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang diperjualbelikan, baik
dalam bentuk hutang ataupun model sendiri, yang diterbitkan oleh pemerintah
maupun perusahaan swasta.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dikatakan bahwa
pasar modal adalah suatu pasar untuk berbagai instrumen keuangan
(sekuritas) jangka panjang yang diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang
ataupun modal sendiri yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak
yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan dana
jangka menengah atau jangka panjang (emiten) dengan memakai perantara
perdagangan efek.
2) Alasan dibentuknya pasar modal
Pasar modal banyak dijumpai di berbagai negara karena pasar modal
menjalankan fungsi ekonomis keuangan. Dalam menjalankan fungsinya pasar
modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana. Menurut Husnan
(2008:4) alasan dibentuknya pasar modal adalah:
(1) Pasar modal bisa menjadi alternatif penghimpunan dana selain
perbankan.
(2) Pasar modal memungkinkan para pemodal mempunyai berbagai pilihan
investasi yang sesuai dengan preferensi risiko.
(3) Pasar modal memberikan manfaat ekonomis bagi Negara yang
menyelenggarakan dalam rangka meningkatkan pemerataan,
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi kearah peningkatan kesejahteraan
rakyat.
3) Peranan pasar modal
Menurut Sunariyah (2010:7) peranan pasar modal suatu negara dilihat
dari 5 (lima) aspek, sebagai berikut:
(1) Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual
untuk menentukan harga saham atau surat berharga lainnya yang
diperjualbelikan.
(2) Memberikan kesempatan kepada para investor untuk menjual kembali
saham yang dimiliki atau surat berharga lainnya.
(3) Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam
perekonomian.
(4) Memberikan kesempatan kepada investor untuk memperoleh hasil yang
digunakan.
(5) Mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga.
4) Manfaat pasar modal
Menurut Anoraga dan Pakarti (2008:12-13) manfaat pasar modal
adalah sebagai berikut:
(1) Manfaat pasar modal bagi emiten, yaitu:
a) Jumlah dana yang dapat dihimpun bisa berjumlah besar.
b) Dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana
selesai.
c) Solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra
perusahaan.
d) Ketergantungan emiten terhadap bank menjadi kecil.
e) Cash flow hasil penjualan saham biasanya lebih besar dari harga
nominal perusahaan.
(2) Manfaat pasar modal bagi investor, yaitu:
a) Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi,
peningkatan tersebut tercermin pada meningkatkan harga saham
yang mencapai capital gain.
b) Pemegang saham investor memperoleh deviden dan pemegang
obligasi investor memperoleh bunga tetap tiap bulan.
c) Bagi pemegang saham mempunyai hak suara dalam RUPS, hak
suara dalam RUPO bagi pemegang obligasi.
d) Dapat dengan mudah mengganti instrument investasi.
e) Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrument
untuk memperkecil risiko secara keseluruhan dan memaksimumkan
keuntungan.
(3) Manfaat pasar modal bagi lembaga penunjang, yaitu:
a) Menuju ke arah profesional di dalam memberikan pelayanan sesuai
dengan bidang tugas masing-masing.
b) Sebagai pembentuk harga dalam bursa paralel.
c) Semakin memberi variasi pada jenis lembaga penunjang.
d) Likuiditas efek semakin tinggi.
(4) Manfaat pasar modal bagi pemerintah, yaitu:
a) Mendorong laju pembangunan.
b) Mendorong investasi.
c) Penciptaan lapangan kerja.
d) Memperkecil debt service ratio.
e) Mengurangi beban anggran bagi BUMN (Badan Usaha Milik
Negara).
5) Instrumen pasar modal
Instrumen pasar modal adalah semua securities (surat-surat
berharga) yang diperdagangkan di bursa. Instrumen pasar modal ini pada
umumnya bersifat jangka panjang diantaranya:
(1) Saham
Saham adalah surat-surat berharga sebagai bukti penyertaan atau
pemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan (Anoraga
dan Pakarti, 2008:58).
(2) Obligasi
Obligasi adalah surat tanda pinjaman uang yang mempunyai jangka
waktu tertentu, biasanya lebih dari satu tahun. Dengan demikian pada
hakikatnya obligasi adalah surat tagihan uang atau beban pihak yang
menerbitkan atau mengeluarkan obligasi tersebut. Pemegang obligasi
memperoleh keuntungan berupa tingkat bunga tertentu yang dibayar oleh
perusahaan yang mengeluarkan obligasi tersebut (Anoraga dan Pakarti,
2008:57).
(3) Waran
Waran merupakan opsi jangka panjang yang memberikan hak kepada
pemegang saham untuk membeli saham atas nama dengan harga tertentu.
Masa hidup waran dimulai dari tanggal waran tersebut dicatat di bursa
efek, sampai dengan tanggal terakhir pelaksanaan penebusan waran
(Anoraga dan Pakarti, 2008:74).
(4) Right issue
Right issue merupakan pengeluaran saham baru dalam rangka
penambahan modal perusahaan, namun terlebih dahulu ditawarkan
kepada pemegang saham saat ini. Dengan kata lain, pemegang saham
memiliki hak memesan efek terdahulu atas saham-saham baru tersebut.
Right sifatnya hak, bukan merupakan kewajiban. Maka jika pemegang
saham tidak ingin melaksanakan haknya maka ia dapat menjual haknya
tersebut. Dengan demikian terjadilah perdagangan atas rights (Alwi,
2007:123).
(5) Reksadana
Reksadana merupakan wadah yang dipergunakan untuk menghimpun
dana dari masyarakat pemodal untuk diinvestasikan dalam portofolio
efek oleh manajer investasi (Alwi, 2007:143).
2.1.3 Kebjakan dividen
Menurut Sartono (2010:125) dividend policy (kebijakan deviden) adalah
keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada
pemegang saham sebagai deviden atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan
guna pembiayaan investasi dimasa datang. Apabila perusahaan memilih untuk
membagikan laba sebagai deviden, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan
selanjutnya akan mengurangi total sumber dana intern atau internal financing.
Menurut Riyanto (2008:160) laba ditahan merupakan salah satu dari
sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan,
sedangkan deviden merupakan aliran kas yang dibayar kepada para pemegang
saham. Deviden merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak
dikurangi dengan laba ditahan. Deviden ini untuk dibagikan kepada para
pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dividend Payout
Ratio (Rasio pembayaran deviden) yaitu perbandingan antara Dividend Per Share
(DPS) dengan Earning Per Share (EPS). Keputusan mengenai jumlah laba yang
ditahan dan deviden yang dibagikan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS).
2.1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kebjakan dividen
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen dibedakan menjadi 2
(dua) yaitu faktor eksternal dan faktor internal atau mikro.
1) Faktor eksternal
Menurut Anoraga dan Pakarti (2008 : 61-63), faktor eksternal yang
mempengaruhi harga saham adalah :
(1) Kondisi fundamental emiten
Faktor funademntal adalah faktor yang berkaitan langsung dengan
kinerja emiten itu sendiri. Semakin baik kinerja emiten maka semakin
besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham begitu juga
sebaliknya.
(2) Hukum permintaan dan penawaran
Faktor hukum permintaan dan penawaran berada diurutan yang kedua
setelah faktor fundamental karena begitu investor tahu kondisi
fundamental perusahaan tentunya mereka akan melakukan transaksi baik
jual maupun beli. Transaksi-transaksi inilah yang akan mempengaruhi
fluktuasi harga saham.
(3) Tingkat suku bunga (SBI)
Faktor suku bunga ini penting untuk diperhitungkan karena rata-rata
semua orang, termasuk investor saham, selalu mengharapkan hasil
investasi yang lebih besar. Perubahan tingkat suku bunga akan
mempengaruhi kondisi fundamental perusahaan, karena hampir semua
perusahaan yang mencatatkan sahamnya di bursa menikmati pinjaman
bank.
(4) Valuta asing
Dalam perekonomian global dewasa ini hampir tidak satupun negara di
dunia yang bisa menghindari perekonomiannya dari pengaruh pergerakan
valuta asing khususnya terhadap pengaruh US$. Ketika Dolar baik para
investor akan berbondong-bondong menjual sahamnya untuk
ditempatkan di bank dalam bentuk Dolar, otomatis harga saham akan
menjadi turun.
(5) Dana asing di bursa
Jika sebuah bursa dikuasai oleh investor asing maka ada kecenderungan
transaksi saham sedikit banyak tergantung pada investor asing tersebut.
(6) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Sebenarnya IHSG lebih mencerminkan kondisi keseluruhan transaksi
bursa saham terjadi jika dibandingkan menjadi ukuran kenaikan maupun
penurunan harga saham.
(7) News dan rumors
News dan rumors yang dimaksud disini adalah semua berita yang beredar
di tengah masyarakat.
2) Faktor internal atau mikro
Faktor internal merupakan faktor fundamental keuangan yang
mempengaruhi kebijakan dividen terdiri dari :
(1) Free Cash Flow
Free Cash Flow didefinisikan sebagai jumlah arus kas diskresioner suatu
perusahaan yang dapat digunakan untuk tambahan investasi, melunasi
hutang, treasury stock (kembali saham perusahaan sendiri), atau
menambah likuiditas perusahaan. Free Cash Flow adalah kas dari
aktivitas operasi dikurangi perubahan modal bersih dan perubahan modal
kerja. Free Cash Flow pada perusahaan menunjukkan efek tambahan
pada investasi atau disinvestment pada aset operasi. Penampakan free
cash flow pada perusahaan menunjukkan kas yang bebas untuk
digunakan sebagai pelunasan hutang atau imbal hasil ke pemegang
saham. Free Cash Flow diukur dengan membagi Free Cash Flow dengan
total assets pada periode yang sama dengan tujuan agar lebih comparable
bagi perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel, sehingga
penghitungan Free Cash Flow menjadi relatif terhadap size perusahaan,
dalam hal ini diukur dengan total assets. Ukuran free cash flow adalah:
Free cash flow = Cash flow from operations – (Net capital
expenditure + Changes in working capital)
Keterangan:
Cash flow from operations (aliran kas operasi) = nilai bersih
kenaikan/penurunan arus kas dari aktivitas operasi perusahaan.
Net capital expenditure (pengeluaran modal bersih) = nilai perolehan
aktiva tetap akhir – nilai perolehan aktiva tetap awal.
Modal kerja adalah investasi perusahaan dalam aktiva jangka pendek
seperti kas, sekuritas, piutang dagang dan persediaan. Changes in
working capital (perubahan modal kerja) = modal kerja akhir tahun –
modal kerja awal tahun (Weygandt dan Warfield, 2007:128).
(2) Return on Equity (ROE)
Setiap investasi baik jangka pendek maupun jangka penajang mempunyai
tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan yang disebut return, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Return (kembalian)
didefinisikan yaitu tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas
suatu investasi yang dilakukannya.
Return saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return
terdiri dari capital gain (loss) dan yield. Capital gain (loss) merupakan
selisih untung atau rugi dari harga investasi sekarang relatif dengan harga
periode yang lalu. Sedangkan yield merupakan presentasi penerimaan kas
periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi.
Hanya dengan menghitung return saja untuk suatu investasi tidaklah
cukup, risiko dari investasi juga perlu diperhitungkan. Return dan risiko
mempunyai hubungan yang positif, semakin besar return yang
diharapkan maka semakin besar pula risiko yang ditanggung oleh
investor.
Selain melakukan penilaian saham, seorang investor sebaiknya
mengetahui Return on Equity (ROE). Return on Equity adalah
perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan jumlah modal.
Return on Equity penting bagi investor sebab merupakan satu indikator
penting untuk menilai prospek perusahaan di masa yang akan datang
yaitu dengan cara melihat sejauh mana pertumbuhan profitabilitas
perusahaan. Perusahaan mampu meningkatkan labanya maka setiap
hutang akan mengakibatkan naiknya Return on Equity yang tentu saja
menguntungkan para pemegang saham biasa.
Return on Equity (ROE) dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :
Laba bersih setelah pajak
Return on Equity = x 100%
Jumlah modal sendiri
Besarnya hasil perhitungan rasio pengembangan atas ekuitas
menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan menghasilkan laba
yang tersedia dengan modal yang ada (Anoraga dan Pakarti, 2008:63).
(3) Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio menunjukkan bagian dari setiap Rupiah modal
sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang perusahaan.
Debt to Equity Ratio adalah perbandingan antara total utang dengan
ekuitas. Rasio ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa modal sendiri
yang digunakan untuk membayar hutang. Pada umumnya semakin tinggi
Debt to Equity Ratio maka volume perdagangan cenderung naik. Hal ini
mengindikasikan suatu perusahaan yang prospeknya kuat (posisi pasar
produk yang unggul, permintaan pasar terhadap produknya tinggi) dapat
menjadi salah satu kriteria yang dapat memberi kepercayaan kepada
debitur untuk meminjamkan sejumlah dana.
Secara matematis Debt to Equity Ratio (DER) dapat dihitung dengan
formula sebagai berikut :
Total hutang
Debt to Equity Ratio = x 100%
Ekuitas
(Anoraga dan Pakarti, 2008:64).
(4) Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak
(Net Income After Tax) terhadap total penjualan (sales) menunjukkan
kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih atas total
penjualan bersih yang dicapai oleh perusahaan. Jadi kinerja keuangan
perusahaan dalam menghasilkan laba bersih atas penjualan bersihnya
semakin meningkat maka hal ini akan berdampak pada meningkatnya
pendapatan yang akan diterima oleh para pemegang saham. NPM
yang semakin meningkat menggambarkan kinerja perusahaan yang
semakin baik dan keuntungan yang diperoleh pemegang saham akan
meningkat pula.
Secara matematis Debt to Equity Ratio (DER) dapat dihitung dengan
formula sebagai berikut :
Laba bersih setelah pajak
Net Profit Margin = x 100%
Total penjualan
(Anoraga dan Pakarti, 2008:65).
2.1.5 Go public
1) Pengertian go public
Go public merupakan penawaran saham atau obligasi kepada
masyarakat umum untuk pertama kalinya. Pertama kali disini berarti bahwa
pihak penerbit pertama kalinya melakukan penjualan saham atau obligasi.
Kegiatan ini disebut sebagai pasar perdana. Selanjutnya, pemegang saham ini
dapat mentransaksikannya di pasar sekunder. Pasar sekunder dilakukan di
bursa efek. Jadi saham yang telah dijual ke masyarakat umum, selanjutnya
akan dicatat di bursa efek (Anoraga dan Pakarti, 2008:46).
Sesuai dengan Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT)
No.1/1995, semua perusahaan publik harus menambahkan kata “Tbk” di
belakang nama lama. Hal ini sangat penting bagi masyarakat karena dengan
nama tersebut dapat diketahui perusahaan publik atau bukan. Istilah go public
hanya digunakan untuk penawaran umum saham saja tidak termasuk obligasi
(Sunariyah, 2010:20).
2) Alasan go public
Menurut Hin (2006:60) ada beberapa alasan mengapa perusahaan
ingin go public dan menjual sahamnya kepada masyarakat, antara lain:
(1) Meningkatkan modal dasar perusahaan.
(2) Mencari tahu berapa nilai perusahaan.
(3) Menilai kemungkinan-kemungkinan lain.
(4) Nilai saham cenderung naik.
(5) Mempermudah menarik modal tambahan.
(6) Mempemudah usaha pembelian perusahaan lain.
(7) Meningkatkan kredibilitas.
3) Syarat-syarat go public
Menurut Anoraga dan Pakarti (2008:46) syarat-syarat bagi perusahaan
yang akan melakukan go public yaitu:
(1) Emiten berkedudukan di Indonesia.
(2) Pemegang saham minimal 300 orang.
(3) Modal disetor penuh sekurang-kurangnya tiga milyar rupiah.
(4) Setelah diaudit, selama dua tahun buku terakhir berturut-turut
memperoleh laba.
(5) Laporan keuangan telah diperiksa oleh akuntan publik untuk dua tahun
terakhir berturut-turut dengan persyaratan wajar tanpa pengecualian
untuk tahun terakhir.
(6) Untuk perbankan harus memenuhi criteria sebagai bank sehat dan
memenuhi kecukupan modal sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
2.1.6 Bursa efek
1) Pengertian Bursa Efek
Bursa efek adalah sebuah pasar yang terorganisir tempat broker (para
pedagang) melakukan transaksi jual beli surat berharga dengan berbagai
perangkat aturan yang ditetapkan (Sunariyah, 2010:25). Bursa efek juga
merupakan suatu sistem yang terorganisir dengan mekanisme resmi untuk
mempertemukan penjual efek (pihak yang defisit dana) dengan pembeli efek
(pihak yang surplus dana) secara langsung atau melalui wakil-wakilnya
(Sartono, 2010:27).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dikatakan bursa
efek adalah sebuah pasar yang merupakan suatu sistem terorganisir dengan
mekanisme resmi untuk mempertemukan penjual efek dengan pembeli efek
baik secara langsung atau melalui wakil-wakilnya untuk melakukan transaksi
jual beli surat berharga.
2) Pembagian pasar di Bursa Efek Jakarta
Berdasarkan Peraturan Nomor II tentang Perdagangan Saham di
Bursa Efek Indonesia disebutkan perdagangan saham hanya dapat dilakukan
oleh anggota bursa melalui firm manager yang ditunjuk oleh anggota bursa.
Pelaksanaan perdagangan oleh firm manager bersama-sama dengan wakil
perantara pedagang efek lain yang ditunjuk oleh anggota bursa. Halim
(2009:8) menyebutkan dalam perdagangan saham di BEJ, transaksi bursa
dapat dilakukan melalui salah satu dari tiga pasar berikut:
(1) Pasar reguler
Pasar reguler adalah pasar dimana perdagangan dilaksanakan melalui
Jakarta Automated Trading System (JATS) dan penyelesaiannya
dilakukan pada Hari Bursa ke-3 setelah terjadinya Transaksi Bursa
(T+3). Pasar reguler merupakan segmen pasar utama BEJ dan harga yang
terbentuk di pasar inilah yang diumumkan dan digunakan oleh BEJ untuk
menghitung indeks harga saham.
(2) Pasar reguler tunai
Pasar reguler tunai merupakan pasar dimana perdagangan dilaksanakan
melalui Jakarta Automated Trading System (JATS) dan penyelesaiannya
dilakukan pada Hari Bursa yang sama dengan terjadinya Transaksi Bursa
(T+0).
(3) Pasar negosiasi
Pasar dimana perdagangan dilaksanakan berdasarkan tawar-menawar
langsung secara individual dan non-continuous auction market (tidak
secara lelang yang berkesinambungan) dan penyelesaiannya dapat
dilakukan berdasarkan kesepakatan penjual dan pembeli. Selanjutnya
hasil kesepakatan tersebut diproses melalui Jakarta Automated Trading
System (JATS).
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Free Cash Flow pada kebijakan dividen
Penelitian oleh Lucyanda (2012) menemukan bahwa variabel Free Cash
Flow mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembagian
dividen pada perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Pouraghajan (2013) dalam penelitianya menemukan bahwa Free Cash Flow
menjadi faktor penentu keputusan kebijakan dividen pada industri baja di Iran.
Penelitian Darabi (2014) menemukan bahwa Cash Flow mempengaruhi secara
signifikan dividend payout policy perusahaan farmasi di Teheran. Hasil penelitian
Thanatawee (2011) diperoleh hasil pengujian dari variabel bebas Free Cash Flow
secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen
pada perusahaan farmasi di Thailand.
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis
dalam penelitian ini ditentukan sebagai berikut :
H1 : Free Cash Flow berpengaruh positif pada kebijakan dividen.
2.2.2 Pengaruh Return on Equity pada kebijakan dividen
Penelitian Mistry (2011) menunjukkan bahwa keputusan dividen
merupakan salah satu fungsi yang paling penting dari manajer keuangan.
Perubahan Return on Equity mempengaruhi keputusan dividen secara positif.
Hasil penelitian Wibowo (2012) diketahui Return on Equity mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap dividen pada perusahaan manufaktur yang tercatat
di Bursa Efek Indonesia. Penelitian Gupta (2010) menemukan bahwa Return on
Equity merupakan faktor penting untuk menentukan kebijakan dividen kas
perusahaan. Penelitian Franklin (2010) menemukan bahwa Return on Equity
adalah faktor penentu kebijakan dividen pada industri kertas di India.
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis
dalam penelitian ini ditentukan sebagai berikut :
H2 : Return on Equity berpengaruh positif pada kebijakan dividen.
2.2.3 Pengaruh Debt to Equity Ratio pada kebijakan dividen
Penelitian oleh Kania (2008) menemukan bahwa Debt to Equity Ratio
adalah variabel keuangan yang dapat menjelaskan keputusan dividen. Asif (2011)
dalam penelitiannya menemukan bahwa perubahan Debt to Equity Ratio
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Penelitian Gill
(2010) menunjukkan bahwa Debt to Equity Ratio adalah faktor penting sebagai
penentu kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur di Amerika. Manjunatha
(2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa Debt to Equity Ratio adalah salah
satu variabel yang dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan keputusan
dividen. Hasil penelitian oleh Gustian dan Bidayati (2010) diketahui ada pengaruh
positif dan signifikan antara Debt to Equity Ratio terhadap Dividend Payout Ratio
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis
dalam penelitian ini ditentukan sebagai berikut :
H3 : Debt to Equity Ratio berpengaruh positif pada kebijakan dividen.
2.2.4 Pengaruh Net Profit Margin pada kebijakan dividen
Penelitian Mehta memberikan bukti bahwa Net Profit Margin adalah
pertimbangan penting dari keputusan pembayaran dividen oleh perusahaan.
Temuan ini dipertegas hasil penelitian Essa (2012) menunjukkan bahwa Net Profit
Margin memiliki efek tertinggi atas kebijakan dividen. Hasil penelitian oleh
Utami (2009) diketahui Net Profit Margin mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap dividen pada industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Hasil penelitian Rejeki (2011) menunjukkan bahwa Net Profit Margin
memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Dividend Payout Ratio
pada perusahaan non finansial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis
dalam penelitian ini ditentukan sebagai berikut :
H4 : Net Profit Margin berpengaruh positif pada kebijakan dividen.