Upload
doancong
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Teori Sinyal (Signaling Theory)
Agustina (2014) menyatakan bahwa pengumuman emisi saham oleh suatu
perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (sinyal) bahwa manajemen
memandang prospek perusahaan itu suram. Menurut Brigham dan Houston (2001)
isyarat atau sinyal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan untuk
memberi petunjuk pada investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek
perusahaan. Perusahaan dengan prospek baik cenderung menghindari penjualan
saham dan berusaha mendapatkan modal baru dengan cara lainnya termasuk
penggunaan hutang hutang yang melebihi target struktur modal yang normal.
Sedangkan perusahaan berprospek buruk, cenderung akan menjual saham-sahamnya
dengan tujuan berbagi kerugian atau berusaha untuk memulai yang baru.
Teori sinyal menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan
sengaja memberikan sinyal pada pasar dengan harapan pasar mampu membedakan
kualitas perusahaan yang baik dan buruk. Namun, apabila perusahaan lebih sering
menawarkan penjualan saham baru, hal ini mampu memberikan prospek cerah pada
perusahaan yang dikarenakan oleh isyarat negatif dengan menurunkan dan
penekanan harga saham.
Menurut Drever et al., (2007) signaling theory menekankan bahwa
perusahaan pelapor dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui pelaporannya. Jika
perusahaan gagal dalam menyajikan informasi yang lebih, maka para stakeholders
hanya akan menilai perusahaan sebagai perusahaan rata-rata sama dengan
perusahaan-perusahaan yang tidak mengungkapkan laporan tambahan.
Hal ini memberikan motivasi bagi perusahaan-perusahaan untuk
mengungkapkan, melalui laporan keuangan, bahwa mereka lebih baik dari pada
perusahaan yang tidak melakukan pengungkapan. Dengan demikian, signaling
theory menekankan bahwa perusahaan akan cenderung menyajikan informasi yang
lebih lengkap untuk memperoleh reputasi yang lebih baik dibandingkan perusahaan-
perusahaan yang tidak mengungkapkan, yang pada akhirnya akan menarik investor.
2.1.2. Bank
Masyarakat umumnya memahami definisi suatu bank adalah sebagai tempat
menabung atau meminjam uang. Sedangkan definisi bank menurut Undang-Undang
No. 10 Tahun 1998 Pasal 1, adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyrakat dalam bentuk simpanan dan meyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 31,
definisi bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial
intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana,
serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
Selain itu, bank adalah lembaga keuangan yang melaksankan berbagai
macam jasa, seperti memberi pinjaman, mengeluarkan mata uang, pengawasan
terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga,
membiayai perusahaan-perusahaan, dan lain sebagainya. Menurut Kasmir (2011)
bank adalah perusahaan keuangan yang bergerak dalam memberikan layanan
keuangan yang bergerak dalam memberikan layanan keuangan yang mengandalkan
kepercayaan dari masyarakat dalam mengelola dananya. Bank merupakan tempat
untuk perusahaan menyimpan uang atau menitipkan uangnya dalam bentuk
simpanan.
Fungsi bank menurut Kuncoro &Suhardjono (2002 : 68) adalah sebagai
berikut :
a) Penciptaan Uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran
lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum
menciptakan uang giral menyebabkan posisi dan fungsinya dalam pelaksanaan
kebijakan moneter. Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang
yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan
bank giral.
b) Mendukung kelancaran mekanisme pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung
kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dikarenakan oleh salah satu jasa
yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme
pembayaran.
c) Penghimpunan dana
Simpanan Masyarakat Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum
adalah adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri dari giro,
deposito berjangka, tabungan, sertifikat deposito, dan/atau bentuk lainya yang
dapat dipersamakan dengan itu.
d) Mendukung Kelancaran Tansaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan atau
memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang atau jasa maupun
transaksi modal. Adanya bank umum dalam yang beroperasi dalam skala
internasional, maka kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi
internasional dapat ditangani lebih cepat, mudah, dan murah.
2.1.3. Laporan Keuangan Bank
Laporan keuangan merupakan media untuk mengkomunikasikan informasi
keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap informasi
keuangan bisa merupakan pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Pihak
internal perusahaan adalah manajemen puncak, pemegang saham, manajemen
keuangan, auditor internal, dan pihak lainnya, sedangkan pihak eksternal bisa terdiri
dari nasabah, calon investor, pemerintah, hingga supplier.
Laporan keuangan bank tidak jauh berbeda dengan laporan keuangan
perusahaan umumnya. Hanya saja bank sebagai perusahaan yang menggunakan
dasar “kepercayaan”, dituntut untuk memberikan informasi yang benar mengenai
kondisinya kepada nasabah dan investor. Bank perlu memberikan transparasi kondisi
keuangan bank dan laporan keuangan publikasi bank secara umum, agar mudah
dipahami dan dIgunakan khususnya oleh deposan dan investor, serta stakeholder
lainnya. Laporan keuangan bank juga diharapkan dapat meningkatkan kesepahaman
antara pengawas dan bank khususnya dalam pendekatan lebih kompleks yang
digunakan oleh bank (Taswan, 2010 dalam Permatasari, 2012).
Chariri dan Ghozali (2003:349) mengemukakan bahwa salah satu tujuan
pelaporan keuangan adalah memberikan informasi keuangan yang dapat
menunjukkan prestasi perusahaan dalam menghasilkan laba (earning per share).
Belkaoui (1993) menyatakan bahwa laba merupakan suatu pos dasar dan penting dari
ikhtisar keuangan yang memiliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Laba
umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan, determinan pada
kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi, pengambilan keputusan dan
unsur prediksi. Laba yang mengalami peningkatan merupakan kabar baik (good
news) bagi investor, sedangkan laba yang mengalami penurunan merupakan kabar
buruk (bad news) bagi investor (Wijayati, dkk. 2005).
2.1.4. Nilai Perusahaan
Tujuan utama didirikannya perusahaan selain untuk mencapai laba yang
maksimum adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Hadianto (2013)
menyatakan bahwa penilaian perusahaan sangat penting dilakukan karena dengan
adanya nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran
pemegang saham. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai
perusahaan. Oleh karena itu nilai perusahaan merupakan konsep penting bagi pasar
dalam menilai perusahaan secara keseluruhan (Utami, 2011).
Menurut Husnan (2000) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia
dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan menurut
Martin, et al (2000) nilai perusahaan merupakan nilai atau harga pasar yang berlaku
atas saham umum perusahaan.hal ini berarti bahwa nilai perusahaan merupakan
harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli yang diartikan sebagai harga pasar
atas perusahaan itu sendiri. Bursa saham mengartikan harga pasar adalah harga yang
bersedia dibayar investor untuk setiap lembar saham perusahaan. Sehingga melalui
nilai perusahaan, pihak eksternal perusahaan atau investor mampu memberikan
persepsi tentang keberhasilan perusahaan dalam mengelola sumberdaya yang
dimiliki dan tercermin pada harga saham perusahaan. Selain itu, dengan nilai
perusahaan yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi.
Harga saham suatu perusahaan merupakan cermin keberhasilan dari
keputusan–keputusan strategis keuangan perusahaan, yaitu keputusan pendanaan,
keputusan investasi dan kebijakan dividen. Dampak yang timbul dari keberhasilan
keputusan–keputusan strategis keuangan perusahaan dapat dinilai dari harga saham
yang ada. Menurut hasil penelitian Gitman (2003) bahwa penilaian adalah proses
yang menghubungkan risiko dan nilai pengambilan dari suatu asset.
Hampton (1989) mengungkapkan bahwa nilai dari sekuritas digambarkan
sebagai harga dalam uang atau surat-surat berharga lain pada saat ditentukan. Suatu
sekuritas mempunyai intrinsic value yang merupakan harga penyesuaian ketika
faktor-faktor nilai primer diperhatikan. Weston dan Copeland (1991) menguraikan
bahwa rasio–rasio penilaian ukuran kinerja yang menyeluruh untuk suatu perusahaan
mencerminkan pengaruh gabungan dari hasil pengembalian dan risiko. Rasio
penilaian terdiri dari harga pasar per saham terhadap laba per saham (price earning
ratio), harga pasar terhadap nilai buku (market to book ratio) dan Tobin’s q.
Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan rasio Tobin’s Q. Rasio
Tobin’s Q dikembangkan oleh Profesor James Tobin pada tahun 1967 dengan
membandingkan dua penilaian dari aset yang sama. Inti dari penggunaan rasio
Tobin’s Q adalah untuk mengetahui cara kebijakan moneter mempengaruhi
perekonomian melalui pengaruhnya pada penilaian ekuitas (Mishkin, 1996).
Penilaian perusahaan dengan Tobin’s Q mampu memberikan informasi yang lebih
detail daripada rasio lainnya, karena mampu menjelaskan fenomena dalam kegiatan
perusahaan. Fenomena yang terjadi di perusahaan yang dapat dijelaskan dengan
Tobin’s Q diantaranya adalah perbedaan cross sectional dalam pengambilan
keputusan invetasi dan diversifikasi, kebijakan pendanaan, dividen, hingga hubungan
antara kinerja manajemen dengan keuntungan dalam akuisisi. Menurut Kim-
Henderson (1993) rasio Tobin’s Q dapat dipakai untuk menilai mopoli perusahaan
dan struktur pasar hingga untuk menilai kesempatan akuisisi. Selain itu, rasio Tobin’s
Q merupakan ukuran tentang seberapa efektif manajemen mampu memanfaatkan
sumber-sumber daya ekonomis dalam kekuasaannya serta dapat diterapkan pada
berbagai jenis perusahaan (Lindenberg dan Ross, 1981).
Rasio Tobin’s Q merupakan rasio nilai pasar aset perusahaan yang diukur
dengan cara nilai pasar dari jumlah saham yang beredar ditambah dengan hutang
kemudian dibagi dengan replacement cost dari aktiva perusahaan atau total aktiva
(Fiakas, 2005). Sedangkan menurut Diasari dan Suaryana (2014) rasio Tobin’s Q
mampu menunjukkan nilai estimasi pasar keuangan tentang nilai hasil pengembalian
dari setiap dolar investasi incremental. Investasi incremental adalah invetasi pada
aktiva yang menghasilkan laba dan memberikan nilai yang lebih tinggi dari
pengeluaran investasi. Secara umum Tobin’s Q memiliki karakteristik yang sama
dengan market-to-book ratio, terdapat beberapa karakteristik yang membuat Tobin’s
Q berbeda (Sukamulja, 2004) :
a) Repalcement Cost Vs. Book Value
Tobin’s Q menggunanakan replacement menjadi denominator sedangkat
market-to-book ratio menggunakan book value of total equity. Penggunaan
replacement cost membuat nilai yang digunakan dalam menentukan Tobin’s Q
dipengaruhi oleh bergai faktor yang mampu mencerminkan nilai pasar dari aset
salah satunya adalah inflasi.
b) Total Asets Vs. Total Equity
Market-to-book value hanya menggunakan faktor ekuitas (saham biasa dan
preferen) dalam melakukan pengukuran. Penggunaan faktor ekuitas ini
menunjukkan bahwa market-to-book ratio hanya memperhatikan satu investor
saja baik itu saham biasa maupun preferen. Tobin’s Q mampu memberikan
wawasan lebih luas dalam mengerti dan memahami investor.
2.1.5. Tingkat Kesehatan Bank
Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan sutau bank untuk
melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi
semua kewajibannya dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku (Susilo, dkk.
2000). Menurut Budisantoso dan Triandaru (2006), kegiatan operasional perbankan
meliputi:
a) Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan
modal sendiri
b) Kemampuan mengelola dana
c) Kemampuan menyalurkan dana ke masyarakat
d) Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik
modal, dan pihak lain terkait dengan bank
e) Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku
Pengaturan tingkat kesehatan bank di Indonesia telah beberapa kali
mengalami perubahan. Tahun 1992 berdasarkan Pasal 29 UU No. 7 tentang
Perbankan yang kemudian diubah menjadi UU No.10 tahun 1998 tetang Perbankan,
perusahaan perbankan wajib memelihara tingkat kesehatannya sesuai ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, dan
solvabilitas serta aspek lain yang berkaitan dengan usaha bank dan wajib melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, penilaian ini dikenal dengan
metode CAMEL. Peraturan penilaian tingkat kesehatan bank selanjutnya diatur
dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yang
dinyatakan bahwa penilaian yang dilakukan secara kualitatif atas berbagai aspek
melalui aspek permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas,
solvabilitas dan sensitivitas terhadap risiko pasar yang dikenal dengan metode
CAMELS.
Peraturan penilaian tingkat kesehatan bank terbaru yang berlaku di Indonesia
adalah Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP Tanggal 25 Oktober 2011
yang kemudian direalisasikan menjadi Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011
Tanggal 5 Januari 2012. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa penilaian tingkat
kesehatan bank adalah melalui apek profil risiko bank, tata kelola perusahaan,
rentabilitas, dan permodalan yang dikenal dengan metode RGEC.
1. Profil Risiko Perbankan
Setiap perusahaan pasti memiliki risiko dalam menjalankan aktivitasnya,
begitu pula dengan bank. Bank sebagai perusahaan yang aktivitasnya berhubungan
langsung dengan uang tentulah memiliki cukup banyak risiko yang akan
ditanggung. Uang sebagai benda yang bersifat sangat bebas, bisa dimiliki oleh siapa
pun dan diinginkan oleh siapa pun tentu akan cenderung memberikan kesempatan
pada siapa saja untuk berperilaku menyimpang dengan uang tersebut. Jika risiko
tidak dicegah akan merugikan perusahaan. Maka dari itu, bank diharapkan untuk
melakukan penilaian terhadap profil risikonya. Penilaian profil risiko yang
dilakukan merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan
manajemen risiko dalam aktivitas operasional bank.
Risiko inheren adalah risiko yang melekat pada kegiatan bisnis bank, baik
yang dapat dikualifikasi maupun tidak dapat dikualifikasi, dan berpotensi
mempengaruhi posisi keuangan bank. Risiko inheren dapat berupa parameter yang
bersifat ex-post (telah terjadi) dan parameter yang bersifat ex-ante atau belum
terjadi (Utami, 2015). Sedangkan kualitas penerapan manjemen (Risk Control
System) merupakan penjabaran dari penerapan Basel II Pilar 2 (terdiri dari 4 pilar
utama).
Dwinanda dan Wiagustini (2015) mengatakan bahwa terdapat delapan jenis
risiko yang dimiliki oleh perusahaan perbankan yang wajib dinilai. Risiko bank
tersebut terdiri dari risiko kredit, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko pasar,
risiko hukum, risiko kepatuhan, risiko stratejik, dan risiko reputasi.
2. Good Corporate Governance (GCG)
Ketika masalah keagenan muncul pada perusahaan, maka dapat
mempengaruhi nilai perusahaan dimana perusahaan milik pemerintah memainkan
peran pentingnya (Lins, 2003). Perusahaan pemerintahaan yang menjaga kondisi
stabilitas kondisi perbankan adalah Bank Indonesia. Mekanisme pemantauan yang
biasanya dilakukan didasarkan pada penilaian dewan direksi terhadap kegiatan
operasional perusahaan, guna melindungi kepentingan pemegang saham (Xie et al.
2003). Manajemen perusahaan memantau kegiatan operasional dari dalam maupun
luar melalui penilaian aspek good corporate governance (Larcker et al. 2007).
Good Corporate Governance umumnya menjelaskan tata kelola di
perusahaan baik kelola yang bersifat intern maupun yang bersifat ekstern. Istilah
corporate governance pertama kali dilaporkan dalam sebuah laporan yang dikenal
dengan istilah cadburry report pada tahun 1992 oleh Cadburry Comitte. Cadburry
report menjelaskan bahwa good corporate governance merupakan prinsip
pengendalian dan pengarahan untuk perusahaan agar keseimbangan antara
kewenangan dan kekuatan dalam mempertanggungjawabkan kewajiban kepada
shareholder secara khusus dan stakeholder secara umum.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2001) dalam
publikasi pertama (dalam Jurnal Nominal/Volume 1 Nomor 1/Tahun 2012)
mengartikan corporate governance sesuai dengan definisi Cadburry Comitte
adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham
pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur pemerintah, karyawan serta para pihak
berkepentingan baik intern dan ekstern yang berkaitan dengan hak dan kewajiban
mereka atau dapat diartikan sebagai sistem perangkat pengatur dan pengendalian
perusahaan.
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/1/PBI/2011 Pasal 7 ayat 2 penilaian
faktor GCG dimaksudkan dalam pasal 6 huruf b adalah penilaian terhadap
manajemen bank atas prinsip-prinsip GCG. Adapun prinsip-prinsip GCG terdiri
dari keterbukaan, akuntanbilitas, tanggungjawab, independensi, serta kewajaran.
Prinsip ini secara lebih rinci dijabarkan oleh Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG, 2006):
1) Transparasi (keterbukaan)
Transparasi artinya perusahaan harus terbuka dan menyediakan informasi
menyeluruh secara materiil dan relevan, serta mudah diakses dan dipahami
oleh pemakai kepentingan.
2) Accountability (akuntabilitas)
Akuntabilitas artinya perusahaan harus memiliki kejelasan baik itu fungsi,
strukturnya, sistem, hingga pertanggungjawaban dalam organisasinya agar
pengelolan berjalan efektif.
3) Resposibility (pertanggungjawaban)
Responsibilitas artinya perusahaan patuh dan bertanggung jawab atas hak
dan kewajiban perusahaan atas prinsip korporasi yang sehat dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, hingga tanggung jawab sosial.
4) Indenpendency (indenpendensi)
Indenpendensi artinya perusahaan mampu mengelola seluruh aspek dan
sumber daya yang dimiliki bebas dari kepentingan individual atau
independen.
5) Fairness (kewajaran)
Kewajaran artinya perusahaan mampu berlaku wajar, adil, dan setara
dalam memenuhi tanggung jawab dan kebutuhan stakeholder.
Selain itu, prinsip-prinsip GCG merupakan penilaian terhadap kinerja internal
bank dan dinilai secara self assessment. Penilaian GCG memperhatikan sebelas
faktor yang terdiri dari: Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris,
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi, Kelengkapan dan pelaksanaan tugas
komite, Penanganan benturan kepentingan dan penerapan fungsi, kepatuhan bank,
audit intern, audit ekstern, penerapan manajemen risiko termasuk sistem
pengendalian intern, penyediaan dana kepada pihak terkait hingga penyediaan dana
berskala besar, transparasi kondisi keuangan dan non keuangan bank, rencana
strategis bank.
Menurut Pranata (2007) prinsip-prinsip corporate governance diharapkan
menjadi regulator pemerintah dalam membangun framework penerapan good
corporate governance. Selain itu, prinsip-prinsip ini dapat menjadi pedoman dalam
meningkatkan kelangsungan hidup perusahaan. Tata kelola perusahaan yang baik,
akan memberikan kontribusi positif untuk daya saing dan reputasi perusahaan,
akses ke pasar modal, yang akhirnya akan mengembangkan pasar keuangan dan
memacu pertumbuhan ekonomi. Menurut FCGI, tata kelola yang baik
mencerminkan keberhasilan perusahaan menerapkan good corporate governance.
Selain itu dapat memberikan manfaat lainnya, yakni:
1) Peningkatan kinerja perusahaan, sebagai akibat adanya pengambilan
keputusan yang lebih baik, efisiensi operasional perusahaan dan
pelayanan kepada stakeholder akan meningkat.
2) Mengembalikan kepercayaan investor dan nasabah, serta memuaskan
pemegang saham karena meningkatnya shareholders value dan dividen.
3. Earnings / Rentabilitas
Aspek rentabilitas, merupakan penilaian yang dilakukan untuk
mengetahui tingkat keuntungan bank dengan seluruh dana yang dimiliki bank.
Menurut Ruwaida (2011) rentabilitas adalah kemampuan bank untuk
menghasilkan keuntungan secara wajar sesuai dengan line of business.
Sedangkan analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk mengukur dan
menganalisa tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank
yang bersangkutan. (Dendawijaya, 2001).
Penilaian yang dilakukan pada aspek rentabilitas adalah evaluasi
terhadap sumber-sumber rentabilitas, kesinambungan rentabilitas, kinerja
rentabilitas, dan manajemen rentabilitas. Komponen rasio keuangan yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah ROA (Return On Aset) yang
merupakan perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap rata-rata total
aset dan NIM (Net Interest Margin) adalah perbandingan antara pendapatan
bunga bersih denga rata-rata total aset produktif .
4. Capital / Modal
Modal merupakan kebutuhan penting perusahaan. Sebelum perusahaan
didirikan, modal merupakan kebutuhan utama perusahaan. Perusahaan
membutuhkan modal untuk kelangsungan hidup perusahaan. Sama halnya
dengan perusahaan lain, bank juga membutuhkan modal untuk kegiatan
operasional perusahaan. Menurut Taswan (2006) modal bank adalah dana yang
diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang
dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank di samping untuk
memenuhi regulasi yang telah ditetapkan oleh otoritas moneter. Modal bank
terdiri dari dua macam yakni modal inti dan modal pelengkap. Modal yang
dinilai adalah modal yang dimiliki oleh bank yang didasarkan kepada
kewajiban penyediaan modal minimum bank.
Kecukupan modal merupakan faktor penting perbankan dalam rangka
pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian. Bank Indonesia
menentukan setiap bank mendapatkan kewajiban untuk melakukan penyediaan
modal minimum dan harus selalu dipertahankan sebagai proporsi tertentu dari
total ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko). Aspek permodalan dapat
diukur dengan rasio keuangan, dan rasio yang umumnya digunakan adalah
Capital Adequacy Ratio (CAR). Sedangkan rasio keuangan yang digunakan
untuk menilai aspek permodalan berdasarkan pada penyediaan modal
minimum dan kecukupan modalnya adalah rasio KPMM (Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum). Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.
13/37.DPNP tahun 2012 Tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital equivalency Maintained Aset
(CEMA), kecukupan modal minimum bertujuan untuk mencegah dan
antisipasi potensi kerugian yang timbul dari ATMR (Aktiva Tertimbang
Menurut Risiko) baik yang telah diperhitungkan maupun yang belum
diperhitungkan dan dapat berpotensi di masa mendatang.
2.1.6. Ukuran Bank
Ukuran adalah total aset yang dimiliki oleh bank, dimana total aset ini
dapat dilihat pada total aktivanya yang terdapat pada laporan keuangan bank
pada bagian neraca (Putri, 2010). Ukuran juga diatikan sebagai suatu alat
pengukur besar kecilnya suatu perusahaan. Karyawan, aktiva, penjualan,
market value dan value added adalah beberapa ukuran umum untuk
menentukan besar kecilnya suatu perusahaan (Hart dan Oulton dalam Juliana
dan Sulardi, 2003). Besar kecilnya ukuran suatu perusahaan akan
mempengaruhi kemampuannya dalam menanggung risiko yang mungkin
timbul akibat berbagai situasi yang dihadapi perusahaan berkaitan dengan
operasinya (Ismail, 2004).
Purwanti (2010) menyatakan bahwa perusahaan dengan ukuran yang
lebih besar akan lebih mudah mengakses ke pasar modal dibandingkan dengan
perusahaan kecil. Hal itu diakibatkan oleh saham perusahaaan kecil memiliki
tingkat frekuensi perdagangan saham tidak secepat dan semudah saham di
perusahaan besar. Selain itu menurut Ulum (2009) semakin besar ukuran bank,
maka semakin banyak perusahaan akan mengungkapkan informasi di dalam
laporan tahunannya, baik informasi keuangan maupun non-keuangan.
Perusahaan besar dimungkinkan mempunyai dasar pemilikan yang luas
sehingga diperlukan lebih banyak pengungkapan karena tuntutan dari
pemegang saham. Pendapat ini didukung oleh Scherer dalam Juliana dan
Sulardi (2003) yang menemukan bukti bahwa perusahaan besar lebih stabil dan
pola pertumbuhannya dapat berubah dengan cepat dibandingkan perusahaan
kecil.
2.2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
pertanyaan (Sugiyono, 2013). Dikatakan sementara karena jawaban yang
diberikan baru di dasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka
pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Hipotesis dalam penelitian ini, akan dijabarkan sebagai berikut.
2.2.1. Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank dengan Metode RGEC Terhadap
Nilai Perusahaan
Peningkatan kesehatan bank akan mempengaruhi ekspektasi investor
terhadap saham-saham perbankan, karena dalam jangka panjang kinerja
emiten umumnya akan bergerak searah. Jika perusahaan perbankan
meningkatkan kesehatannya, maka semakin baik kinerja perusahaan serta
semakin tinggi profit atau laba usahanya. Kondisi yang seperti ini,
menyebabkan harga saham akan mengalami peningkatan. Bagi investor,
peningkatan harga saham merupakan kejadian yang diharapkan karena
akan meningkatkan return saham (Irawan: 2009). Perusahaan dengan
kinerja keuangan yang baik akan menghasilkan laba yang maksimal
sehingga memiliki tingkat pengembalian investasi yang tinggi pada
pemegang saham (Suharli, 2006).
Peningkatan nilai perusahaan yang tinggi tercermin dari harga pasar
sahamnya, karena penilaian investor terhadap perusahaan dapat diamati
melalui pergerakan harga saham perusahaan yang ditransaksikan di bursa
efek untuk perusahaan yang sudah go public (Retno dan Priantinah, 2012).
Hal ini berarti semakin banyaknya investor yang tertarik akan
meningkatkan permintaan investasi dan meningkatkan harga saham yang
merupakan rantai pertumbuhan perusahaan dan meningkatkan
kemakmuran stakeholders yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai
perusahaan (Purwaningtyas, 2011). Setiap informasi yang relevan tentang
emiten, dengan cepat diserap oleh pasar dan dengan cepat pula pasar
mengekspresikannya dalam bentuk harga atau perubahan harga saham.
Para investor menggunakan informasi tersebut sebagai dasar penilaian
harga saham, dalam keputusan membeli atau menjual saham (Handayani,
2008). Berdasarkan penyataan tersebut, maka dapat ditarik hipotesis :
H : Tingkat kesehatan bank dengan metode RGEC berpengaruh
terhadap nilai perusahaan.
2.2.2. Pengaruh Ukuran Bank Terhadap Nilai Perusahaan.
Ukuran merupakan cerminan dari besar kecilnya perusahaan dengan
melihat nilai total aktiva. Adanya ukuran bank perbankan yang semakin
besar, maka semakin besar kecenderungan investor untuk
memperhatikan perusahaan dalam hal penerimaan return saham. Hal ini
diakibatkan oleh perusahaan yang memiliki ukuran yang besar,
cenderung dianggap lebih stabil oleh investor. Selain itu Soleman (2008)
menyatakan bahwa semakin besar ukuran bank akan mencerminkan
semakin besarnya kemampuan perusahaan untuk dapat membiayai
kebutuhan dananya di masa mendatang. Besar ukuran bank
mengindikasikan perusahaan dapat menghasilkan produksi yang besar
sehingga menghasilkan laba yang besar pula, jadi dapat disimpulkan
semakin besar ukuran bank semakin tinggi pertumbuhan labanya
(Yohanas, 2014).
Perusahaan yang relatif besar kinerjanya akan dilihat oleh publik
sehingga perusahaan tersebut akan melaporkan kondisi keuangannya
dengan lebih berhati-hati, lebih menunjukkan keinformatifan informasi
yang terkandung di dalamnya dan lebih transparan sehingga perusahaan
akan lebih sedikit dalam melakukan manajemen laba (Suryani, 2010).
Selain itu adanya ekspektasi investor tentang perolehan dividen dari
perusahaan tersebut. Kondisi inilah yang akan dipertimbangkan investor
dalam melakukan investasi. Oleh karena ukuran bank yang besar dan
didukung oleh kestabilannya, mampu menarik investor untuk memiliki
saham di bank tersebut. Peningkatan permintaan saham perusahaan dapat
memicu peningkatan harga saham di pasar modal.
Fitrijanti (2002) yang menyatakan bahwa perusahaan besar
cenderung mendominasi posisi pasar dalam industrinya, yang seringkali
perusahaan besar lebih memiliki keunggulan kompetitif dalam
mengeksplorasi kesempatan investasi. Sehingga perusahaan yang
bertumbuh secara signifikan merupakan perusahaan yang besar dan
dianggap lebih mempunyai akses ke pasar modal. Maka dari itu
perusahaan besar tentu lebih mudah untuk mendapatkan tambahan dana
yang kemudian dapat meningkatkan profitabilitas (Elton et al. 1994).
Profitabilitas perbankan yang tinggi mampu menarik minat investor
untuk menanamkan modalnya. Apabila minat investor dalam membeli
saham meningkat, maka perusahaan akan menaikkan harga sahamnya,
sehingga mampu meningkatkan nilai perusahaan Berdasarkan uraian
diatas, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut.
H1 : Ukuran bank berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
perbankan yang terdaftar di BEI.