28
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Konsep dan Definisi Ritel Modern Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berarti memotong atau memecah sesuatu (Utami, 2006). Usaha ritel dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terkait dalam aktivitas penjualan dan menambah nilai barang (merchandise) atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Ritel juga merupakan perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk dan layanan penjualan kepada konsumen untuk penggunaan atau konsumsi pribadi maupun keluarga. Definisi lain, dapat mengacu kepada Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, toko modern, dan pusat perbelanjaan. Dengan demikian, secara komprehensif ritel dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terkait dengan aktivitas penjualan ataupun distribusi barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir, dimana secara fokus aktivitas tersebut diarahkan untuk menambah nilai barang dan jasa untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. 1 Mengacu dari Perpres di atas, toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk 1 Christina Whidya Utami, “Strategi Pemasaran Ritel”, (Jakarta:PT INDEKS, 2008), Cetakan I, hal. 2.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 …media.unpad.ac.id/thesis/150610/2008/150310080162_2_5324.pdf · Ritel juga merupakan perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Konsep dan Definisi Ritel Modern

Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berarti memotong

atau memecah sesuatu (Utami, 2006). Usaha ritel dapat dipahami sebagai semua

kegiatan yang terkait dalam aktivitas penjualan dan menambah nilai barang

(merchandise) atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk

penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Ritel juga merupakan

perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang melakukan penambahan nilai

terhadap produk dan layanan penjualan kepada konsumen untuk penggunaan atau

konsumsi pribadi maupun keluarga.

Definisi lain, dapat mengacu kepada Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang

penataan dan pembinaan pasar tradisional, toko modern, dan pusat perbelanjaan.

Dengan demikian, secara komprehensif ritel dapat dipahami sebagai semua

kegiatan yang terkait dengan aktivitas penjualan ataupun distribusi barang dan

jasa secara langsung kepada konsumen akhir, dimana secara fokus aktivitas

tersebut diarahkan untuk menambah nilai barang dan jasa untuk penggunaan

pribadi dan bukan penggunaan bisnis.1

Mengacu dari Perpres di atas, toko modern adalah toko dengan sistem

pelayanan mandiri menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk

1 Christina Whidya Utami, “Strategi Pemasaran Ritel”, (Jakarta:PT INDEKS, 2008), Cetakan I, hal. 2.

9

minimarket, supermarket, departement store, hipermarket ataupun grosir yang

berbentuk perkulakan. Lebih jelasnya konsep ritel modern dalam Perpres tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dari sisi luas gerai yang digunakan, kategorisasi dari toko modern dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1) Minimarket, jika luas lantainya < 400 m2

2) Supermarket, jika luas lantainya 400 m2 – 5.000 m

2

3) Hipermarket, jika luas lantainya > 5.000 m2

4) Departement Store, jika luas lantainya > 400 m2

5) Perkulakan, jika luas lantainya > 5.000 m2

2. Dari sisi item produk yang dijual, kategorisasi dari toko modern dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1) Minimarket, supermarket dan hipermarket menjual secara eceran

barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah

tangga lainnya.

2) Departement Store menjual secara eceran barang konsumsi,

utamanya produk sandang dan perlengkapannya, dengan penataan

barang berdasarkan jenis kelamin.

3) Sedangkan, perkulakan menjual secara grosir barang konsumsi.

Untuk memahami konsep dan operasionalisasi serta kategorisasi ritel,

perlu untuk mempelajari karateristik dasar dari industri ini, dimana terdapat tiga

karateristik dasar dari ritel, yaitu:

10

1. Pengelompokan berdasarkan unsur-unsur yang digunakan ritel untuk

memuaskan kebutuhan konsumen. Terdapat 4 unsur yang dapat digunakan

untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang berguna untuk

menggolongkan retail, yaitu:

1) Jenis barang yang dijual.

Ritel jenis ini misalnya ritel yang menjual produk alat-alat

olahraga, biasanya dinamakan sebagai sporting good store, dan

ritel yang menjual mainan anak-anak dinamakan dengan toys store.

2) Perbedaan dan keanekaragaman barang yang dijual.

Yang dimaksud dengan perbedaan barang yang dijual adalah

jumlah kategori barang yang ditawarkan ritel, sedangkan

keanekaragaman barang yang dijual adalah jumlah barang yang

berbeda dalam satu kategori barang.

3) Tingkat layanan konsumen. Ritel jenis ini dibedakan atas dasar jasa

yang mereka tawarkan kepada konsumen.

4) Harga barang.

Peritel dapat juga dibedakan dari tingkat harga dan biaya produk

yang dikenakan. Berikut adalah contoh perbedaan atas dua variabel

ini, terhadap retail departement store dan toko diskon.

Departement store cenderung menetapkan harga yang lebih tinggi

sebagai imbangan terhadap biaya dan keuntungan, dibandingkan

dengan discount store, karena memiliki tempat yang bagus,

layanan yang prima, dan SKU (stock keeping unit) yang banyak.

11

Selanjutnya, atas dasar empat unsur yang digunakan ritel untuk

memuaskan kebutuhan pelanggan, ritel dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Pasar Tradisional, pada jenis ritel ini konsumen dapat melakukan

transaksi tawar-menawar dengan penjual, sehingga dapat

meningkatkan kedekatan antara konsumen dengan penjual.

2) Big Box Retailer

Pada format big-box retailer, terdapat beberapa jenis supermarket,

yaitu supercenter, hipermarket, dan warehouse club. Detailnya,

perbedaan dari masing-masing format ritel dalam kategori ritel

dengan orientasi makanan dapat diperinci sebagai berikut:

Tabel 2. Karakteristik Ritel Berorientasi Makanan

Keterangan Convenience

Store

Supermarket Supercentre Warehouse

Store

Hipermarket

Area Penjualan < 350 m2 1.500-3.000

m2

3.000-10.000

m2

> 13.000 m2 > 18.000 m2

Jumlah

Pengecekan

1-3 6-10 > 20 > 20 > 230

Jumlah Barang 3.000-4.000 8.000-12.000 12.000-

20.000

5.000-8.000 > 25.000

Penekanan

Utama

Kebutuhan

sehari-hari

Makanan

hanya 5%

dari barang

dagangan

One stop

shooping,

barang

dagangan 20-

25%

penjualan

Harga rendah,

60% non

makanan,

40%

makanan

One stop

shooping,

40%

penjualan dari

item non

makanan

Margin Kotor 25-30% 18-22% 15-18% 10-11% 12-15%

Sumber : Levy and Weitz, 2004 dalam ibid, 2006

3) Convinience Store.

Toko ini ditujukan kepada konsumen yang membutuhkan

pembelian dengan cepat tanpa harus mengeluarkan usaha yang

cukup besar dalam mencari produk-produk yang diinginkannya.

12

Produk-produk yang dijual biasanya ditetapkan dengan harga yang

lebih tinggi daripada di supermarket.

4) General Merchandise Retail.

Jenis ritel ini meliputi toko diskon, toko khusus, toko kategori,

departement store, off-pricing retailing, dan value retailing.

1. Toko Diskon (Discount Store); merupakan ritel yang menjual

sebagian besar variasi produk, dengan menggunakan layanan

yang terbatas dan harga yang murah.

2. Specialty store; merupakan ritel yang berkonsentrasi pada

sejumlah kategori produk komplementer yang terbatas dan

memiliki level layanan yang tinggi dengan luas toko sekitar

8.000 m2.

3. Toko Kategori (category specialist); merupakan toko discount

dengan variasi produk yang dijual lebih sempit/khusus, tetapi

memiliki jenis produk yang lebih banyak. Ritel jenis ini

merupakan toko diskon yang paling dasar.

4. Departement Store; merupakan jenis ritel yang menjual variasi

produk yang luas dan berbagai jenis produk dengan

menggunakan beberapa staf, untuk layanan pelanggan

(customer service) dan tenaga sales counter.

5. Off Price Retailing; ritel jenis ini menyediakan berbagai jenis

produk dengan merek berganti-ganti dan lebih ke arah orientasi

fesyen dengan tingkat harga produk yang murah.

13

6. Value retailing; merupakan toko diskon yang menjual

sejumlah besar jenis produk dengan tingkat harga rendah dan

biasanya berlokasi di daerah-daerah padat penduduk.

2. Pengelompokan berdasarkan sarana/media yang digunakan :

1) Penjualan Melalui Toko. Penjualan ini dicirikan dengan terdapat

aktivitas pendistribusian produk dari produsen ke konsumen

melalui peritel dan pedagang grosir (wholesaler).

2) Penjualan Tidak Melalui Toko

Beberapa jenis penjualan ritel yang tidak melalui toko, antara lain:

⟩ Ritel Elektronik/E-commerce

⟩ Katalog dan Pemasaran Surat Langsung

⟩ Penjualan Langsung

⟩ Television Home Shopping

- Saluran kabel yang dikhususkan untuk television shopping

- Infomercial

- Direct responsive selling

⟩ Vending Machine Retailing

3. Pengelompokan berdasarkan kepemilikan

Ritel dapat juga diklasifikasikan secara luas menurut bentuk kepemilikan.

Kategorisasinya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Toko Tunggal/Mandiri

2) Jaringan Perusahaan

3) Waralaba (franchising)

14

Terdapat dua bentuk waralaba saat ini, yaitu (1) waralaba merek

dagang/trade name franchising dan (2) waralaba format bisnis/business format

franchising.

Industri ritel berubah sangat cepat. Beberapa perubahan yang paling

penting dan mendukung pertumbuhan bisnis ritel dewasa ini antara lain (1)

meningkatnya konsentrasi industri dalam bisnis ritel itu sendiri, (2) globalisasi,

dan (3) penggunaan berbagai cara dan media untuk berinteraksi dengan

konsumen. Adapun dari sisi produsen ritel menjalankan fungsi dalam

memudahkan distribusi produk-produk tersebut bagi mereka yang

memproduksinya. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Menyediakan berbagai macam produk dan jasa (Providing Assortments)

2. Memecah (Breaking Bulk)

3. Mengadakan inventory (Holding Inventory)

4. Memberikan jasa atau layanan (Providing Service)

5. Meningkatkan nilai produk dan jasa

Segala kegiatan bisnis yang dijalankan ritel dapat menjadi dasar untuk

keunggulan bersaing, tapi keunggulan ini harus bisa dipertahankan dalam jangka

waktu lama dan berkelanjutan. Tujuh kesempatan penting bagi ritel untuk

mengembangkan keunggulan bersaing yang bertahan lama diantaranya yaitu :

1. Kesetiaan konsumen

2. Lokasi

3. Manajemen sumber daya manusia

4. Sistem distribusi dan informasi

15

5. Barang dagangan yang unik

6. Hubungan ritel dengan para pedagang

7. Layanan konsumen

Semua keunggulan tersebut dapat digambarkan seperti Gambar 1.

Sumber : Levy &Weitz (2004)

Gambar 1. Keunggulan Bersaing Berkelanjutan (Sustainable Competitive

Advantage)

2.1.2 Perilaku Konsumen dalam Berbelanja

Pemasaran dalam suatu perusahaan bertujuan untuk memenuhi dan

memuaskan kebutuhan serta keinginan pelanggan sasaran. Teori perilaku

konsumen mengkaji dan mendalami bagaimana individu, kelompok, dan

organisasi memilih, membeli, memakai dan membuang barang, jasa, gagasan,

atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka.

Layanan

Konsumen

Hubungan Para

Pedagang

Barang Dagangan

yang Unik

Sistem Distribusi

dan Informasi

Manajemen

SDM

Lokasi

Kesetiaan

Konsumen

Keunggulan

Bersaing yang

Berkelanjutan

16

Usaha untuk memahami perilaku konsumen dan mengenal pelanggan tidak

pernah sederhana. Para pelanggan ada kemungkinan menyatakan dan

menunjukkan kebutuhan serta keinginan mereka, namun ternyata mereka

bertindak sebaliknya.

Para pelanggan ada kemungkinan tidak memahami motivasi mereka yang

lebih dalam, sehingga ada kemungkinan para pelanggan tersebut menanggapi

pengaruh yang mengubah pikiran mereka pada menit-menit terakhir. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun seorang pemasar yang baik

harus mempelajari keinginan, persepsi, preferensi, serta perilaku berbelanja

maupun perilaku pembelian para pelanggan sasaran mereka. Dengan mempelajari

perilaku konsumen, perusahaan dapat memperoleh petunjuk mengenai

pengembangan produk baru, keistimewaan suatu produk, harga, saluran

pemasaran, pesan pemasaran, serta elemen bauran pemasaran lainnya.

Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai perilaku yang

menampilkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi,

dan membuang produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan

kebutuhan mereka (Kotler, 2003). Perilaku konsumen juga dapat didefinisikan

sebagai proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu yang terlibat

dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan, atau membuang barang dan

jasa. Studi perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu membuat

keputusan untuk menghabiskan sumberdaya yang tersedia, yang uang, waktu dan

juga upaya, pada item terkait konsumsi. Memahami perilaku konsumen dan

"mengetahui pelanggan" tidak pernah sederhana (Kotler, 2003).

17

American Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen

(consumer behavior) sebagai “interaksi dinamis antara pengaruh dan

kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan

aspek pertukaran dalam hidup mereka.”2 Definisi tersebut menekankan

bahwa perilaku konsumen itu dinamis. Ini berarti bahwa seorang

konsumen, grup konsumen, serta masyarakat luas selalu berubah dan

bergerak sepanjang waktu.

Dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat dinamis perilaku

konsumen menyiratkan bahwa seseorang tidak boleh berharap bahwa suatu

strategi pemasaran yang sama dapat memberikan hasil yang sama di sepanjang

waktu, pasar, dan industri. Dengan demikian, sifat dinamis perilaku konsumen

adalah hal yang membuat pengembangan strategi pemasaran menjadi tugas yang

menarik maupun menantang.

Studi tentang perilaku konsumen akan menjadi dasar yang sangat penting

dalam manajemen pemasaran. Hasil kajian tentang perilaku konsumen tersebut

akan membantu para pemasar dalam hal-hal sebagai berikut:

a. Merancang bauran pemasaran

b. Menetapkan segmentasi

c. Merumuskan positioning dan diferensiasi produk

d. Memformulasikan analisis lingkungan bisnisnya

e. Mengembangkan riset pemasarannya

Studi tentang perilaku konsumen akan menghasilkan tiga informasi

penting yaitu:

a. Orientasi atau persepsi konsumen

b. Berbagai fakta tentang perilaku berbelanja

2 Peter D. Bennett, Dictionary of Marketing Terms (Chicago: American Marketing Association, 1989), hal.

40.

18

c. Konsep atau teori yang memberi acuan pada proses berfikirnya manusia

dalam berkeputusan.

2.1.3 Proses Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian seorang konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor

kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi dari diri konsumen tersebut. Sebagian

besar adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar, tetapi

harus benar-benar diperhitungkan. Menurut Kotler (1993), faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku konsumen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan

dan perilaku seseorang. Bila makhluk-makhluk lainnya bertindak berdasarkan

naluri, maka perilaku manusia umumnya dapat dipelajari. Seorang anak yang

sedang tumbuh memperoleh seperangkat nilai, persepsi, preferensi dan perilaku

melalui suatu proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan lembaga-lembaga

sosial penting lainnya. Faktor ini memiliki pengaruh yang luas dan mendalam

terhadap perilaku.

Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar.

Faktor budaya dapat dilihat dari kebudayaan, sub-sub budaya dan kelas sosial

seorang konsumen. Contoh faktor budaya dalam kehidupan sehari-hari yaitu saat

seorang konsumen menentukan dimana ia akan berbelanja. Hal ini biasanya

dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia tinggal. Keputusan ini pun berkaitan

dengan kondisi tempat dimana konsumen akan berbelanja.

19

b. Faktor Sosial

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti

kelompok referensi, keluarga, atau juga peran dan status. Kelompok referensi

seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung

maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Individu pada

umumnya sangat dipengaruhi oleh kelompok referensi mereka pada tiga cara.

Pertama, kelompok referensi memperlihatkan pada seseorang perilaku dan gaya

hidup baru. Hal ini terkait dengan tingkat status seorang konsumen dalam

masyarakat. Kedua, mereka juga mempengaruhi sikap dan konsep jati diri

seseorang karena orang tersebut pada umumnya berkeinginan untuk

menyesuaikan diri. Ketiga, mereka menciptakan tekanan untuk menyesuaikan diri

yang dapat mempengaruhi pilihan produk dan merek seseorang.

Keluarga juga mempengaruhi perilaku konsumen dalam pengambilan

keputusan pembelian suatu produk. Keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga

orientasi dan keluarga prokreasi. Keluarga orientasi, yang dalam hal ini adalah

pihak orang tua konsumen merupakan pihak yang memberikan pandangan tentang

berbagai aspek kehidupan seperti pandangan tentang agama, kehidupan politik,

pandangan ekonomi, ambisi pribadi, harga diri, dan cinta. Jumlah anggota

keluarga dapat mempengaruhi kuantitas pembelian konsumen. Selain itu, selera

keluarga pun dapat menyebabkan keputusan pembelian konsumen berbeda.

Contoh dari faktor sosial yang lainnya yaitu peran konsumen dalam keluarga dan

status sosial konsumen. Status sosial ini berkaitan juga dengan pendapatan

ataupun profesi konsumen tersebut.

20

c. Faktor Pribadi

Keputusan pembelian seorang konsumen juga dipengaruhi oleh

karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut adalah usia dan tahapan siklus hidup,

pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup serta kepribadian dan konsep diri

konsumen. Pekerjaan dapat mempengaruhi tujuan konsumen dalam berbelanja.

Selain pekerjaan, keadaan ekonomi seorang konsumen pun dapat mempengaruhi

keputusan pembelian konsumen misalnya saja terkait dengan harga produk.

d. Faktor Psikologis

Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologi

utama yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, serta keyakinan dan pendirian.

Faktor psikologis ini dipengaruhi juga oleh proses belajar. Hal ini dapat dilihat

dari perilaku konsumen saat dan setelah melakukan pembelian. Apabila

konsumen merasa puas, maka ia akan melakukan pembelian ulang ke tempat

tersebut. Namun, apabila konsumen merasa kurang puas, maka ia akan mencari

tempat lain untuk berbelanja.

Proses yang dilakukan konsumen dalam mengambil keputusan meliputi

beberapa tahapan. Menurut Kotler (1997), terdapat lima tahapan proses keputusan

pembelian yang dilakukan konsumen, yaitu mengenali kebutuhan, pencarian

informasi, evaluasi alternative, keputusan membeli dan perilaku pasca pembelian.

Pada Gambar 2 dapat dilihat dengan jelas proses pengambilan keputusan

pembelian konsumen secara sederhana.

21

Sumber : Setiadi (2003)

Gambar 2. Proses Keputusan Pembelian

a) Mengenali Kebutuhan

Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah

kebutuhan. Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu

masalah, yaitu suatu kendala dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang

diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi. Kotler (1997), menyatakan

bahwa kebutuhan dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal.

Rangsangan internal adalah kebutuhan dasar yang timbul di dalam diri seseorang

seperti lapar, haus, dan lain sebagainya. Sedangkan, rangsangan eksternal adalah

kebutuhan yang ditimbulkan oleh dorongan eksternal, misalnya seseorang yang

melewati toko kue dan melihat roti segar yang merangsang rasa laparnya

kemudian ia membelinya.

Pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu.

Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, pemasar dapat

mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat akan suatu

jenis produk. Pemasar kemudian dapat mengembangkan strategi pemasaran yang

memicu minat konsumen.

b) Pencarian Informasi

Mengenali

kebutuhan

Pencarian

informasi

Evaluasi

alternatif

Keputusan

membeli

Perilaku

pasca

pembelian

22

Konsumen yang telah mengenali kebutuhannya akan terlibat pencarian

informasi untuk memenuhi kebutuhan potensial. Sebagai tahap kedua dari proses

pengambilan keputusan, pencarian informasi didefinisikan sebagai aktivitas

termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan

informasi dari lingkungan (Engel, et al, 1994).

Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk

mencari informasi lebih banyak. Pencarian informasi dapat dibedakan menjadi

dua tingkat yaitu keadaan tingkat pencarian informasi yang sedang-sedang saja

yang disebut perhatian yang meningkat dan mengenai pencarian informasi secara

aktif dimana ia mencari bahan-bahan bacaan, menelepon teman-temannya, dan

melakukan kegiatan-kegiatan mencari untuk mempelajari yang lain. Umumnya

jumlah aktivitas pencarian konsumen akan meningkat bersamaan dengan

konsumen berpindah dari situasi pemecahan masalah yang terbatas ke pemecahan

masalah yang ekstensif (Setiadi, 2003).

Menurut Kotler (1997), sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari

empat kelompok, yaitu :

1. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan.

2. Sumber komersial : iklan, tenaga penjual, pedagang perantara.

3. Sumber umum : media massa, organisasi penilai konsumen.

4. Sumber pengalaman : penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk.

Secara umum konsumen menerima informasi terbanyak suatu produk dari

sumber-sumber komersial, yaitu sumber-sumber yang didominasi oleh para

pemasar. Pada sisi lain, informasi yang paling efektif justru berasal dari sumber-

23

sumber pribadi. Setiap sumber informasi melaksanakan suatu fungsi yang agak

berbeda dalam mempengaruhi keputusan membeli. Informasi komersial umumnya

melaksanakan fungsi memberitahu, sedangkan sumber pribadi melaksanakan

fungsi legitimasi atau evaluasi. Karena itu, suatu perusahaan harus menyusun

strategi agar mereknya masuk ke perangkat pengenalan, perangkat pertimbangan

dan perangkat pilihan dari calon pembeli. Bila tidak, ia akan kehilangan peluang

untuk menjual pada pelanggan.

c) Evaluasi Alternatif

Evaluasi alternatif didefinisikan sebagai suatu alternatif pilihan dievaluasi

dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Engel, et al, 1994). Tidak ada

proses evaluasi yang sederhana dan tunggal yang digunakan oleh semua

konsumen atau oleh satu konsumen dalam situasi pembelian. Terdapat beberapa

proses evaluasi keputusan dan model yang terbaru memandang proses evaluasi

konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif, yaitu mereka memandang

konsumen membentuk penilaian atas produk terutama berdasarkan pada

pertimbangan yang sadar dan rasional (Kotler, 1997).

Untuk memahami proses evaluasi alternatif harus memahami lebih dahulu

beberapa konsep dasar yang dapat membantu. Ada beberapa konsep dasar untuk

memahami proses evaluasi konsumen, yaitu : (1) konsumen berusaha memenuhi

suatu kebutuhan, (2) konsumen mencari manfaat tertentu dari suatu produk, (3)

konsumen memandang setiap produk sebagai sekumpulan atribut dengan

24

kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang dicari untuk

memuaskan kebutuhan (Kotler, 1997).

d) Keputusan Pembelian

Pada tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi terhadap merek-

merek yang terdapat pada perangkat pilihan. Konsumen mungkin juga

membentuk tujuan membeli untuk merek yang paling disukai. Walaupun

demikian, dua faktor dapat mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan

membeli. Faktor yang pertama adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang

lain akan mengurangi alternatif pilihan seseorang akan tergantung pada dua hal :

(1) intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan

konsumen, dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain

tersebut. Semakin tinggi intensitas sikap negatif orang lain dan semakin dekat

hubungan orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar kemungkinan

konsumen akan menyesuaikan tujuan pembeliannya.

Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diantisipasi. Konsumen

membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti : pendapatan

keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang

diharapkan. Pada saat konsumen ingin bertindak, faktor-faktor situasi yang tidak

diantisipasi mungkin timbul dan mengubah tujuan membeli (Kotler, 1997).

Dalam proses beli, pada titik ini pemasar berusaha untuk menentukan

motif beli pelindung (patronage buying motives) dari konsumen. Motif beli

pelindung adalah alasan-alasan seorang konsumen melindungi (berbelanja di)

25

toko tertentu (Stanton, 1998). Motif ini berbeda dengan motif beli produk

(product buying motives) yang berarti alasan-alasan seorang konsumen membeli

sebuah produk tertentu. Menurut Stanton (1996), beberapa motif beli pelindung

yang penting dikemukakan adalah kenyamanan lokasi, kecepatan pelayanan,

kemudahan dalam mencari barang, kondisi toko yang tidak hiruk-pikuk, harga,

aneka pilihan barang, pelayanan yang ditawarkan dan penampilan toko yang

menarik.

e) Perilaku Pasca Pembelian

Sesudah pembelian terhadap suatu produk, konsumen akan mengalami

beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan

terlibat dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang

akan menarik minat pemasar. Pekerjaan pemasar tidak akan berakhir pada saat

suatu produk dibeli, tetapi akan terus berlangsung hingga periode sesudah

pembelian (Setiadi, 2003).

2.1.4 Karakteristik Fresh Product Pertanian

Menurut Kotler (1990), produk adalah apa saja yang dapat ditawarkan ke

dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi sehingga

dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Termasuk di dalamnya adalah

obyek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan gagasan. Sedangkan, produk

pertanian segar adalah produk yang dihasilkan oleh aktivitas budidaya pertanian,

26

belum mengalami proses pengolahan yang berarti dan dipasarkan dalam bentuk

sesuai dengan keadaannya di alam.

Dalam klasifikasi produk menurut Kotler, produk pertanian segar dapat

dikategorikan sebagai barang kebutuhan pokok, barang impulsif dan barang

belanjaan. Sedangkan, menurut pengelompokkan atau klasifikasi produk yang

dilakukan oleh Hero, produk pertanian segar termasuk dalam fresh and frozen fish

and meat dan fresh and frozen fruit and vegetable.

2.1.4.1 Sayuran

Tanaman hortikultura terdiri atas tanaman hias, tanaman pangan dan

tanaman obat-obatan (rempah-rempah). Tanaman pangan sendiri dapat

digolongkan menjadi dua yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan. Harjadi (1990)

menggolongkan tanaman sayuran menjadi dua yaitu tanaman yang ditanam pada

bagian atas tanah dan yang ditanam pada bagian bawah tanah. Sayuran termasuk

ke dalam produk pertanian segar. Hal tersebut dikarenakan pada umumnya

sayuran dijual dalam bentuk seutuhnya tanpa mengalami perubahan bentuk atau

hanya mengalami proses sortasi saja.

Rahardi et al. (1999) mengelompokkan sayuran berdasarkan tempat

tumbuhnya, kebiasaan tumbuh dan bentuk yang dikonsumsi. Berdasarkan tempat

tumbuhnya, sayuran dapat dibedakan menjadi sayuran yang tumbuh di dataran

rendah, dataran tinggi dan dapat tumbuh di kedua daerah tersebut dengan baik.

Sebagai contoh, wortel dapat tumbuh dengan baik pada dataran tinggi, tomat

dapat tumbuh pada dataran tinggi dan dataran rendah.

27

Rubatzky dan Yamaguchi dalam Harsanti (2002) menyatakan bahwa

sayuran mengandung protein dan lemak yang rendah serta mempunyai kandungan

air yang tinggi. Harjadi (1990) menyatakan bahwa walaupun sayur-sayuran bukan

merupakan kebutuhan pokok yang diperlukan dalam jumlah besar setiap harinya,

namun apabila tidak mengkonsumsinya akan sangat menggangu kesehatan.

Adapun fungsi penting sayuran antara lain untuk pertumbuhan tubuh,

mengganti sel-sel yang rusak dan melindungi tubuh dari gangguan kesehatan.

Secara umum tanaman hortikultura memiliki sifat produk yang hampir sama.

Menurut Harjadi (1990) sifat-sifat sayuran adalah sebagai berikut :

a. Mudah rusak atau busuk (perishable) karena sayuran dipanen dalam

keadaan segar atau hidup sehingga masih ada proses-proses kehidupan

yang berjalan sehingga umurnya pendek.

b. Komponen utama mutu produk ditentukan oleh kandungan air dan

bukan oleh kandungan bahan kering (dry matter) sehingga harus segera

dikonsumsi (dipakai). Apabila hal ini tidak dilakukan, maka dapat

menyebabkan tampilan fisik dari sayuran tersebut dapat menjadi buruk

dan tidak lagi memiliki nilai jual.

c. Bersifat meruah (volumnous atau bulky) sehingga sulit dalam

pendistribusian produk dan biaya angkut yang mahal. Umur sayuran

terhitung pendek, maka pengusahaan sayuran sebaiknya dekat dengan

pasar, sehingga dapat menghindari kerusakan sayuran tersebut.

d. Harga pasar komoditi ditentukan oleh kualitasnya dan tidak selalu

kuantitasnya.

28

Berikut ini beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis

sayuran berdasarkan penampilan fisiknya, yaitu :

Tabel 3. Kriteria Jenis Sayuran Berdasarkan Penampilan Fisik

Jenis Sayuran Kriteria Kualitas Berdasarkan Penampilan

Fisik

1. Sayuran daun, misalnya bayam, sawi dan

kangkung.

a. Daun berwarna cerah, tidak muram, belum

menguning, tidak sobek dan tidak

berlubang.

b. Tulang daun terlihat jelas

c. Batang daun mudah dipatahkan

2. Sayuran buah,misalnya tomat, cabai dan

labu siam.

a. Buah tidak pecah atau memar, tidak

berair, tidak lunak dan tidak berbau busuk

b. Untuk cabai atau tomat sebaiknya dipilih

yang sudah tua atau masak

3. Sayuran polong, misalnya buncis dan

kacang panjang.

a. Polong sayuran yang masih muda dengan

bentuk polong silindris

b. Untuk polong yang diambil bijinya,

pilihlah polong yang sudah tua dan bernas

4. Sayuran umbi, misalnya kentang, wortel dan bawang.

a. Umbi tidak berlubang-lubang, tidak lunak dan berair

Sumber : Novary, 1999

2.1.4.2 Buah

Produk-produk pertanian khususnya buah-buahan dikenal sangat dekat

dengan masyarakat Indonesia yang agraris. Produk-produk pertanian, khususnya

produk segar seperti buah-buahan dan sayuran membutuhkan penanganan yang

serius disebabkan produk-produk ini sangat sensitif terhadap kerusakan oleh hama

dan penyakit, kesegaran saat mulai dipanen dan kerusakan mekanis akibat

pengangkutan dan penyimpanan.

JIFSAN (2002) menyatakan bahwa “buah yang segar berhubungan dengan

warna yang cerah, bersih, tidak kisut dan kelihatan banyak mengandung air. Suhu

yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan buah dan menguraikan vitamin C”.

Menurut Van Reeuwijk (1998) dalam JIFSAN (2002), kualitas menurut definisi

29

International Organization for Standarization (ISO) adalah totalitas dari segi dan

karakteristik dari sebuah produk yang penekanannya pada kemampuannya untuk

memuaskan keinginan atau memenuhi kebutuhan. Selanjutnya, JIFSAN (2002)

menyatakan bahwa “atribut dari kualitas buah dibagi atas tiga hal. Pertama,

eksternal ialah : penampilan (sight), rasa (touch) dan kecacatan. Kedua, internal

ialah : aroma, rasa dan tekstur, dan ketiga tak terlihat (hidden) ialah : kesehatan,

nilai nutrisi dan keamanan”. Shim, S., Gehrt and Lotz (2001) menyatakan bahwa

“buah-buahan segar pada masyarakat Asia terutama Jepang memainkan peranan

yang penting, selain sebagai makanan (diet), terkait pada praktek sosial dan

budaya (pemberian yang mewah) dan sangat banyak dikonsumsi sebagai

panganan pagi (morning snack) dan pencuci mulut (dessert) setelah makan.”

Adapun manfaat dari mengkonsumsi buah-buahan, World Health

Organization (WHO) menyatakan bahwa kurangnya asupan buah-buahan dan

sayuran adalah salah satu dari sepuluh faktor risiko utama kematian secara global.

Secara spesifik, WHO mengestimasikan bahwa rendahnya konsumsi akan buah-

buahan dan sayuran berakibat pada 31% penyakit jantung, 11% stroke dan 19%

kanker usus. Pada tahun 2002, WHO dan konsultan ahli pertanian

merekomendasikan, sehari minimum 400 gram buah dan sayur, termasuk kentang

dan ubi ; mengindikasikan bukti yang meyakinkan bahwa jumlah asupan buah dan

sayuran ini akan mengurangi obesitas dan diabetes (Sanford et, al., 2008).

30

2.1.4.3 Ikan

Ikan adalah binatang air dan biota perairan lainnya yang berasal dari

kegiatan penangkapan di laut atau perairan umum (waduk, sungai dan rawa) dan

hasil dari kegiatan budidaya (tambak, kolam, keramba dan sawah) yang dapat

diolah menjadi bahan makanan yang umum dikonsumsi oleh masyarakat. Ikan

segar adalah ikan air laut dan ikan air tawar yang baru ditangkap dan belum

mengalami perubahan dan juga ikan yang sudah mengalami pengawetan dengan

pembekuan atau pendinginan, tetapi masih mempunyai sifat yang serupa dengan

ikan asli. Ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan

dengan apapun kecuali semata-mata didinginkan dengan es. Penanganan ikan

segar dimaksudkan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan terhadap ikan segar

sejak ditangkap sampai saat diterima oleh pemakainya (Muljanto R, 1989).

Seperti halnya sayuran dan buah-buahan, ikan juga termasuk ke dalam

produk makanan segar. Hal tersebut dikarenakan ikan juga pada umumnya dijual

dalam bentuk aslinya atau tidak melalui proses pengolahan terlebih dahulu

sebelum dijual. Biasanya, ikan tertentu akan mengalami proses pengawetan

sebelum dijual. Namun, hal tersebut tidak menghilangkan sifat asli dari ikan

tersebut. Ikan mengandung protein hewani yang tinggi dan kandungan gizi yang

lengkap. Manfaat kandungan gizi terutama pada ikan yang masih segar, sangat

penting bagi tubuh. Vitamin D yang diperlukan oleh tubuh manusia terdapat pada

ikan, sementara kandungan Vitamin A pada ikan pun sangat tinggi, yakni 50.000

IU/gram. Perbandingan zat gizi yang terkandung dalam beberapa sumber protein

hewani dapat dilihat pada Tabel 4.

31

Tabel 4. Kandungan Gizi Beberapa Sumber Protein Hewani

Kandungan Gizi Ikan Udang Daging

Sapi

Daging

Ayam

Telur

Ayam

Susu

Sapi

Protein (%) 16-20 18,1 18 20 11,8 3,8

Lemak (%) 2-5 0,8 3 7 11 3,8

Karbohidrat (%) 0,5-4,5 1,4 1,2 1,1 11,7 4,7

Air (%) 56,97 78,2 75,5 72,9 65,5 87,6

Vitamin A (IU/gram) 50000 0 600 0 0 35

Vitamin B (IU/gram) 20-20000 0 0 0 0 0

Kolesterol (mg/gram) 70 125 70 60 550 11

Asam Amino Essensial 10 5 10 10 10 10

Asam Amino non

Essensial

10 0 0 2 0 0

Sumber : Hadiwiyoto (1993) dalam Dame (1999)

Ikan segar mempunyai dua arti, yaitu ikan hidup dan ikan mati yang masih

mempunyai sifat-sifat seperti ikan hidup. Ikan dikatakan masih segar jika

perubahan-perubahan yang terjadi belum menyebabkan kerusakan berat pada

ikan. Secara organoleptik, berikut adalah beberapa kriteria ikan segar :

Tabel 5. Kriteria Daging Ikan Segar

Penampilan fisik Kriteria kualitas

Penampakan Badan ikan utuh, tidak patah, tidak rusak fisik; bagian perut

masih utuh dan liat, tidak patah, tidak rusak fisik; serta lubang

anus tertutup

Mata Cerah (terang), selaput mata jernih, pupil hitam dan menonjol

Insang Berwarna merah cemerlang atau sedikit kecokelatan, tidak ada

lendir atau sedikit lender

Bau Bau segar spesifik jenis atau sedikit bau amis yang lembut

Selaput Lendir Permukaan tubuh tipis, encer dan bening, mengkilap cerah, tidak

lengket, sedikit amis dan tidak berbau busuk

Tekstur dan Daging Ikan kaku atau masih lemas dengan daging elastis, jika ditekan dengan jari cepat kembali, sisik tidak mudah lepas, jika daging

disayat tampat antar bagian daging masih kuat dan kompak,

sayatan cemerlang dengan menampilkan warna daging asli

Sumber : Novary, 1999

32

2.1.4.4 Daging

Daging adalah salah satu jenis protein hewani yang hampir tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan,

daging dapat menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya

karena kandungan gizinya lengkap, sehingga keseimbangan gizi dapat terpenuhi.

Daging yang dapat dimakan berasal dari ternak yang berbeda dan dari berbagai

jenis hewan liar atau aneka ternak dan ikan. Daging dapat diolah dengan cara

dimasak, digoreng, dipanggang, disate, diasap atau diolah menjadi produk lain

yang menarik, antara lain korned, sosis, dendeng dan abon (Soeparno, 1994 dalam

Pangastuti, 2006). Adapun kriteria kualitas daging segar meliputi:

Tabel 6. Kriteria Kualitas Daging Segar

Penampilan fisik Kualitas yang baik

Keempukan atau

kelunakan

Keempukan daging ditentukan oleh jaringan ikat. Semakin tua

usia hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak, sehingga

daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari, daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal (padat).

Kandungan lemak

atau marbling

Marbling adalah lemak yang terdapat diantara otot

(intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan

mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap cita rasa daging.

Warna Warna daging bervariasi, tergantung dari jenis secara genetik

dan usia. Misalnya daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi perah. Daging sapi muda lebih pucat dibandingkan

daging sapi dewasa.

Rasa dan aroma Cita rasa dan aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging yang

berkualitas baik mempunyai rasa yang relatif gurih dan aroma yang sedap.

kelembaban Secara normal daging mempunyai permukaan yang relatif

kering, sehingga dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme

dari luar. Dengan demikian, dapat mempengaruhi daya simpan daging tersebut.

Sumber : Novary, 1999

33

2.1.5 Studi Terdahulu

Bethavianur Mawarsari (2008) melakukan penelitian dengan judul “Proses

Keputusan dan Sikap Konsumen dalam Pembelian Kecap”. Penelitian ini

menggunakan analisis deskriptif dan model sikap multiatribut Fishbein. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden menyatakan yang

menunjukkan kualitas kecap adalah rasa dan sikap konsumen menunjukkan bahwa

konsumen lebih menyukai kecap Bango dibandingkan kecap ABC. Hal tersebut

dikarenakan nilai atribut yang dimiliki kecap Bango lebih besar dibandingkan

kecap ABC.

Yophy Kusumawaty (2010) melakukan penelitian mengenai “Analisis

Perilaku Konsumen dalam Proses Keputusan Pembelian Buah Pisang Lokal dan

Pisang Impor”. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis Thurstone

dan juga analisis Sensitivitas harga dalam melihat proses keputusan pembelian

yang dilakukan oleh konsumen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

konsumen yang membeli pisang impor merasa puas setelah membeli, sedangkan

konsumen yang membeli pisang lokal merasa biasa saja. Hal tersebut dikarenakan

tidak semua harapan atau kebutuhan konsumen dapat terpenuhi.

Penelitian selanjutnya dilakukankan oleh Kharisma Anggriani Rahayu

(2011) dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen

Dalam Berbelanja Sayuran dan Buah-buahan di Pasar Tradisional”. Penelitian ini

menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menpengaruhi keputusan konsumen

dalam membeli sayuran dan buah-buahan di pasar tradisional. Hasil penelitian ini

yaitu konsumen yang berbelanja sayuran dan buah-buahan tidak hanya konsumen

34

rumah tangga, tetapi juga pelaku usaha. Selain itu, faktor dominan yang

mempengaruhi keputusan konsumen dalam berbelanja sayuran dan buah-buahan

di Pasar Baru Trade Center adalah sifat barang dan atribut fisik tempat berbelanja.

2.2 Kerangka Pemikiran

Perilaku konsumen (consumer behavior) merupakan perilaku yang terlibat

dalam hal perencanaan, pembelian dan pemakaian barang-barang ekonomi serta

jasa-jasa. Pada umumnya istilah perilaku pembeli memusatkan perhatian pada

perilaku individu khusus, yang membeli produk yang bersangkutan, sekalipun

orang itu tidak terlibat dalam hal merencanakan pembelian produk tersebut. Hal

tersebut menggambarkan bahwa perilaku konsumen dapat dinilai dari adanya

keputusan pembelian terhadap produk. Keputusan pembelian ini meliputi

pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan

pembelian, dan perilaku setelah pembelian yang akan dianalisis secara deskriptif.

Fresh product merupakan salah satu bahan pangan yang dijual di ritel

modern maupun ritel tradisional. Dalam membeli bahan pangan ini, konsumen

memiliki beberapa kriteria, diantaranya aroma, rasa, warna, tekstur dan lain

sebagainya. Fresh product yang terdiri dari sayuran, buah-buahan, daging dan

ikan banyak dijual di ritel tradisional. Namun, dengan menekankan pada lokasi,

kualitas dan atribut produk menjadi salah satu keunggulan bersaing yang

dilakukan oleh ritel modern.

Keputusan pembelian fresh product yang dilakukan oleh konsumen

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan

35

pembelian konsumen di ritel modern kemungkinan berbeda dengan faktor-faktor

yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen di pasar tradisional. Hal

tersebut dikarenakan karakteristik konsumen dan juga kondisi tempat belanja yang

berbeda. Sehingga, sikap yang ditunjukkan oleh konsumen pun dalam membeli

fresh product kemungkinan berbeda.

Pengukuran perilaku konsumen bagi pemasar merupakan hal yang sangat

penting. Dengan mengetahui perilaku konsumen, pemasar dapat mengidentifikasi

segmen manfaat, mengembangkan tempat penjualan dan memformulasikan serta

evaluasi strategi promosional.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Ritel modern Pasar Tradisional

Komparasi antara faktor yang mempengaruhi

keputusan pembelian fresh product di ritel modern dan

pasar tradisional

Sikap konsumen dalam pembelian fresh product di

ritel modern dan pasar tradisional

Kebutuhan konsumen akan produk segar

pertanian

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian

fresh product oleh konsumen

Faktor kebudayaan Faktor sosial

Faktor pribadi Faktor psikologis