23
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian IPA Menurut Sagala (2004:68) Sains atau IPA dapat diartikan ilmu yang mempelajari sebab dan akibat kejadian yang terjadi di alam ini. Kamus yang dikutip sukama, sains adalah ilmu sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebenarn dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi. Kemudian menurut Wahyana dalam Trianto (2010:136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa, 2006: 2), IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Berdasarkan definisi IPA menurut para ahli di atas, maka yang dimaksud dengan IPA dalam penelitian ini adalah suatu pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala- gejala alam dan ilmu yang mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam. 2.1.1 Hakikat IPA di SD Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 12) menyatakan bahwa mengajar dan belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran. Pembelajaran akan berhasil apabila terjadi proses mengajar dan proses belajar yang harmoni. Proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung

BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11146/2/T1_292012588_BAB II... · disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses penelitian eksperimen

Embed Size (px)

Citation preview

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian IPA

Menurut Sagala (2004:68) Sains atau IPA dapat diartikan ilmu yang

mempelajari sebab dan akibat kejadian yang terjadi di alam ini. Kamus yang dikutip

sukama, sains adalah ilmu sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan

gejala-gejala kebenarn dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi.

Kemudian menurut Wahyana dalam Trianto (2010:136) mengatakan

bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan

dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh

adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam

mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan

mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis

yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh

manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa,

2006: 2), IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan

kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang

berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen.

Berdasarkan definisi IPA menurut para ahli di atas, maka yang

dimaksud dengan IPA dalam penelitian ini adalah suatu pengetahuan tersusun

secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-

gejala alam dan ilmu yang mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu

berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam.

2.1.1 Hakikat IPA di SD

Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 12) menyatakan bahwa

mengajar dan belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dalam

pembelajaran. Pembelajaran akan berhasil apabila terjadi proses mengajar dan

proses belajar yang harmoni. Proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung

6

hanya dalam satu arah, melainkan dari berbagai arah (multiarah) sehingga

memungkinkan siswa untuk belajardari berbagai sumber belajar yang ada.

Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannyadalam

masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Struktur kognitif anak

tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitifilmuwan. Siswa perlu diberi

kesempatan untuk mendapatkanketerampilan-keterampilan dan dapat berpikir

serta bertindak secarailmiah. Adapun IPA untuk anak Sekolah Dasar dalam

Usman Samatowa (2006: 12) didefinisikan oleh Paolo dan Marten yaitu sebagai

berikut: mengamati apa yang terjadi, mencoba apa yang diamati,

mempergunakanpengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi,

mengujibahwa ramalan-ramalan itu benar.

Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 7),

pembelajaran IPA didasarkan pada hakikat IPA sendiri yaitu dari segiproses,

produk, dan pengembangan sikap. Pembelajaran IPA di SekolahDasar sebisa

mungkin didasarkan pada pendekatan empirik denganasumsi bahwa alam raya

ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskanyang tidak semata-mata bergantung

pada metode kausalitas tetapi melaluiproses tertentu, misalnya observasi,

eksperimen, dan analisis rasional. Dalam hal ini juga digunakan sikap tertentu,

misalnya berusaha berlaku seobjektif mungkin dan jujur dalam mengumpulkan

dan mengevaluasi data. Proses dan sikap ilmiah ini akan melahirkan penemuan-

penemuanbaru yang menjadi produk IPA. Jadi dalam pembelajaran IPA siswa

tidak hanya diberi pengetahuan saja atau berbagai fakta yang dihafal, tetapi

siswa dituntut untuk aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala

alam dengan didasarkan pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam

raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan yang tidak semata-mata

bergantung pada metode kausalitas tetapi melaluiproses tertentu, misalnya

observasi, eksperimen, dan analisis rasional.Pada hakikatnya IPA dapat

dipandang dari segi proses, produk dan pemupukan sikap.

7

1) IPA Sebagai Pemupukan Sikap

Menurut Wynne Harlen (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis,

1993:7) setidak-tidaknya ada Sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat

dikembangkan pada anak usia Sekolah dasar, yaitu:

a. Sikap ingin tahu (curiousity)

Sikap ingin tahu sebagai bagian sikap ilmiah di sini maksudnya adalah suatu

sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang

diamatinya. Kata benar di sini artinya rasional atau masuk akal dan objektif

atau sesuai dengan kenyataan.

b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)

Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru bertitik tolak dari kesadaran

bahwa jawaban yang telah mereka peroleh dari rasa ingin tahu itu tidaklah

bersifat mutlak, tetapi masih bersifat sementara atau tentatif. Hal ini

disebabkan keterbatasan kemampuan berpikir maupun keterbatasan

pengamatan pancaindera manusia untuk menetapkan suatu kebenaran. Jadi,

jawaban benar yang mereka peroleh itu sebatas pada suatu “tembok

ketidaktahuan”. Sikap anak usia Sekolah Dasar seperti itu dapat dipupuk

dengan cara mengajaknya melakukan pengamatan langsung pada objek-objek

yang terdapat di lingkungan sekolah.

c. Sikap kerja sama (cooperation)

Yang dimaksud kerjasama disini adalah untuk memperoleh pengetahuan yang

lebih banyak. Seorang yang bersikap cooperative ini menyadari bahwa

pengetahuan yang dimiliki orang lain mungkin lebih banyak dan lebih

sempurna daripada apa yang ia miliki. Oleh karena itu, untuk meningkatkan

pengetahuannya ia merasa membutuhkan kerjasama dengan orang lain.

Kerjasama ini dapat juga bersifat berkesinambungan. Anak usia Sekolah

Dasar perlu dipupuk sikapnya untuk dapat bekerjasama satu dengan yang lain

kerjasama itu dapat dalam bentuk kerja kelompok, pengumpulan data maupun

diskusi untuk menarik suatu kesimpulan hasil observasi.

d. Sikap tidak putus asa (perseverance)

8

Tugas guru untuk memberikan motivasi bagi anak didik yang mengalami

kegagalan dalam upaya menggali ilmu dalam bidang IPA agar tidak putus

asa.

e. Sikap tidak berprasangka (open-mindedness)

IPA mengajarkan kita untuk menetapkan kebenaran berdasarkan dua kriteria,

yaitu rasionalitas dan objektivitas. Munculnya faktor objektivitas dalam

menetapkan kebenaran menjadikan orang tidak lagi purba sangka. Sikap tidak

purba sangka dapat dikembangkan secara dini kepada anak usia SD dengan

jalan melakukan observasi dan eksperimen dalam mencari kebenaran ilmu.

f. Sikap mawas diri (self criticism)

Objektivitas tidak hanya ditunjukkan di luar dirinya tetapi juga terhadap

dirinya sendiri. Itulah sikap mawas diri untuk menjunjung tinggi kebenaran.

Anak usia SD harus dikembangkan sikapnya untuk jujur pada dirinya sendiri,

menjunjung tinggi kebenaran dan berani melakukan koreksi pada dirinya

sendiri.

g. Sikap bertanggung jawab (responsibility)

Sikap bertanggung jawab harus dikembangkan sejak usia SD misalnya

dengan membuat dan melaporkan hasil pengamatan, hasil eksperimen

ataupun hasil kerjanya yang lain kepada teman sejawat, guru atau orang lain,

dengan sejujur-jujurnya.

h. Sikap berpikir bebas (independence in thinking)

Tugas guru untuk dapat mengembangkan pikiran bebas dari siswa (dan bukan

sebaliknya untuk mendiktekan pendapatnya agar sesuai dengan buku teks).

Jadi, mencatat atau merekam hasil pengamatan sesuai dengan apa adanya dan

membuat kesimpulan dengan hasil kerja mereka sendiri merupakan saat-saat

yang penting bagi anak dalam mengembangkan sikap berpikir bebas.

i. Sikap kedisiplinan diri (self discipline)

Menurut Morse dan Wingo (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, 1993:

8) kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk

dapat menngontrol ataupun mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku

yang dikehendaki dan dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu bentuk

9

pengembangan kedisiplinan diri adalah pengorganisasian kelas termasuk

adanya regu-regu kebersihan dan sebagainya yang dapat diatur sendiri oleh

siswa.

2) IPA sebagai Proses

Proses IPA tidak lain adalah metode ilmiah. Yang dimaksud dengan proses

disini adalah proses mendapatkan IPA. Untuk anak usia SD, metode ilmiah

dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa

pada akhirnya akan berbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga anak SD

dapat melakukan penelitian sedarhana. Adapun tahapan pengembangannya

disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses penelitian eksperimen yang

meliputi: (1) observasi, (2) klasifikasi, (3) interpretasi, (4) prediksi, (5) hipotesis,

(6) mengendalikan variabel, (7) merencanakan dan melaksanakan penelitian, (8)

inferensi, (9) aplikasi, dan (10) komunikasi.

2.1.2 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

Ruang lingkup mata pelajaran sains (IPA) di sekolah dasar

(Mulyasa,2010: 127) meliputi dua dimensi: a) kerja ilmiah dan b) pemahaman

konsep dan penerapannya. Dalam kegiatan pembelajaran kedua dimensi ini

dilaksanakan secara sinergi dan terintegrasi. Kerja ilmiah sains dalam kurikulum

sekolah dasar terdiri dari penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan

ilmiah, pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah, sikap dan nilai

ilmiah.

Menurut Sri Sulistyorini (2007: 40), ruang lingkup bahan kajian IPA

untuk SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan

gas.

c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,

listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan

benda-benda langit lainnya.

2.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 6), tujuan

pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebagai berikut:

10

a. Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan

buatan manusia serta konsep-konsep IPA yang terkandung di

dalamnya;

b. Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya

IPA, berupa “keterampilan proses” atau metode ilmiah yang

sederhana;

c. Memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya

danmemecahkan masalah yang dihadapinya, serta menyadari

kebesaranpenciptanya;

d. Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk

melanjutkanpendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih

tinggi.

Sedangkan tujuan pendidikan IPA di Sekolah Dasar berdasarkan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah agar

peserta didik adalah mampu memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang

Maha Esa berdasarkaan keberadaan, keindahan dan

keteraturan alam ciptaan-nya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-

konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan

kesadaran tentang adanya hubungan yang saling

mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan

masyarakat

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki

alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam

memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan

IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke

SMP/MTs.

Dengan demikian pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat melatih

dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan

keterampilan-keterampilan proses dan dapat melatih siswa untuk dapat berpikir

serta bertindak secara rasional dan kritis terhadap persoalan yang bersifat ilmiah

yang ada di lingkungannya. Keterampilan-keterampilan yang diberikan kepada

siswa sebisa mungkin disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan

11

karakteristik siswa Sekolah Dasar, sehingga siswa dapat menerapkannya dalam

kehidupannya sehari-hari.

2.2 Model Pembelajaran Project Based Learning (PBL)

Arends (2007: 43) menyatakan bahwa esensinya Problem Based

Learning (PBL) menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik

danbermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batuloncatan untuk

investigasi dan penyelidikan. PBL dirancang untuk membantu siswa

mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan menyelesaikan

masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa dan menjadi pelajar yang

mandiri. Model inimenyediakan sebuah alternatif yang menarik bagi guru yang

menginginkan maju melebihi pendekatan-pendekatan yang lebih berpusat pada

guru untuk menantang siswa dengan aspek pembelajaran aktif dari model itu.

PBL adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata

sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan

pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang esensial dari

mata pelajaran. PBL memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika

kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang

autentik, relevan dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Berdasarkan

pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa PBL merupakan sebuah model

pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan oleh para pendidik. Guru perlu

mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan pertukaran ide secara

terbuka sehingga pembelajaran ini menekankan siswa dalam berkomunikasi

dengan teman sebayanya maupun dengan lingkungan belajar siswa, sehingga

membantu siswa menjadi lebih mandiri dalam menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan fakta.

Fokus pembelajaran ada pada konsep yang dipilih sehingga siswa tidak

saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga

metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Masalah yang dijadikan

fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga

dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam padasiswa seperti

kerjasama dan interaksi dalam kelompok. Keadaan tersebut menunjukan bahwa

12

model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan kata

lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang

mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam

kondisi yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.1 Karakteristik Model Problem Based Learning

Setiap model pembelajaran, memiliki karakteristik masing-masing

untuk membedakan model yang satu dengan model yang lain. Seperti yang

diungkapkan Trianto (2010: 93) bahwa karakteristik model PBL yaitu: (a)

adanya pengajuan pertanyaan atau masalah, (b) berfokus pada keterkaitan antar

disiplin, (c) penyelidikan autentik, (d) menghasilkan produk atau karya dan

mempresentasikannya, dan (e) kerja sama. Sedangkan karakteristik model PBL

menurut Rusman (2010: 232) adalah sebagai berikut:

a) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.

b) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di

dunia nyata yang tidak terstruktur.

c) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple

perspective).

d) Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa,

sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan

identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

e) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.

f) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam,

penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan

proses yang esensial dalam Problem based learning.

g) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.

h) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah

sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk

mencari solusi dari sebuah permasalahan.

i) sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.

j) Problem based learning melibatkan evaluasi dan review

pengalaman siswa dan proses belajar.

2.2.2 Tujuan Model ProblemBased Learning

Setiap model pembelajaran memiliki tujuan yang ingin dicapai. Seperti

yang diungkapkan Rusman (2010: 238) bahwa tujuan model PBL adalah

penguasaan isi belajar dari disiplin heuristik dan pengembangan keterampilan

pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan karakteristik model PBL yaitu belajar

13

tentang kehidupan yang lebih luas, keterampilan memaknai informasi,

kolaboratif, dan belajar tim, serta kemampuan berpikir reflektif dan evaluatif.

Trianto (2010: 94-95) menyatakan bahwa tujuan PBL yaitu membantu

siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi

masalah, belajar peranan orang dewasayang autentik dan menjadi pembelajar

yang mandiri. Sedangkan Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2010: 242)

mengemukakan tujuan model PBL secara lebih rinci yaitu: (a) membantu siswa

mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah; (b) belajar

berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman

nyata dan; (c) menjadi para siswa yang otonom atau mandiri.

2.2.3 Tahap-Tahap Problem Based Learning

Sintaks dalam pemelajaran berisi langkah-langkah praktis yang

dilakukandalam suatu kegiatan pembelajaran. menurut Sugiyanto (2009: 159)

dalammodel PBL terdapat lima langkah utama, yang mencangkup perilaku

gurudan siswa dalam setiap langkah. Setiap langkah akan dijelaskan dalam tabel

2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Sintaks untuk PBL

Fase Perilaku guru

Fase 1.

Orientasi mengenai

masalah kepadasiswa

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan

bahan yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau

demonstrasi mengenai cerita yang memunculkan

masalah dan memotivasi siswa alam memecahkan

masalah

Fase 2.

Mengorganisasi siswa

untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan

dengan masalah tersebut

Fase 3.

Membimbing

penyelidikan mandiri dan

kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi

yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan

mencari solusi

Fase 4.

Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam menyiapkan karya yang

sesuai, seperti laporan, rakaman, video dan membantu

siswa dalam menyampaikan hasil dari karyanya

Fase 5.

Menganalisis dan

mengevaluasi proses

memecahkan masalah

Guru membantu siswa dalam melakukan refleksi dan

evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-

proses yang digunakan

14

(sumber: Arends, 2007: 56-60)

Untuk lebih lanjut, Arends (2007: 56-60) menjabarkan masing-masing

sintaks pembelajaran PBL tersebut:

Fase 1. Memberikan orientasi permasalahan kepada siswa

Seperti pada awal model pembelajaran lainya, guru menjelaskan tujuan

pembelajaran, membangun sikap positif mengenai pembelajaran, dan

menjelaskan mengenai indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran.

Untuk siswa yang belum pernah terlibat dalammodel PBL, guru harus

menjelaskan mengenai prosedur model PBL secara rinci. Hal-hal yang

perlu dijelaskan antara lain:

1) Tujuan utama pelajaran.

2) Permasalahan atau pertanyaan tidak memiliki jawaban yang

mutlak.

3) Dalam tahap penyelidikan siswa didorong untuk melontarkan

pendapat dan mencari informasi.

4) Dalam tahap analisis dan penjelasan siswa didorong untuk

mengekspresikan idenya secara terbuka dan bebas. Dalam tahap

ini guru diharapkan mampu menyajikan permasalahan semenarik

mungkin. Masalah yang disajikan diharapkan mampu

membangkitkan ketertarikan danmotivasi siswa untuk

memecahkanya.

Fase 2. Mengorganisasikan Siswa untuk Meneliti.

PBL mengharuskan guru dalam mengembangkan kerjasama diantarasiswa

dan membantu siswa dalam menginvestigasi masalah secara bersama-

sama. Dalam tahap ini guru membentuk kelompok-kelompok belajar.

Kelompok siswa dapat dibuat secara heterogen. Kelompok juga bisa

berdasarkan atas minat yang sama mengenai suatu permasalahan atau

berdasarkan pola pertemanan yang sudah ada. Intinya tim investigasi dapat

dibentuk guru atau berdasarkan rasa sukarela diantara para siswa

15

Fase 3. Perencanaan Kooperatif.

Setelah siswa menerima orientasi mengenai masalah yang dimaksud dan

mereka telah membentuk kelompok penyelidikan, guru dan siswaharus

meluangkan waktu yang cukup untuk menetapkan tugasinvestigatif dan

jadwal yang spesifik. Untuk sebagian proyek, tugasperencanaanya dapat

membagi situasi bermasalah yang bersifat umum menjadi sub tropik.

Fase 4. Investigasi, pengumpulkan data dan eksperimentasi

Investigasi dapat dilakukan secara mandiri, berpasangan dan melalui

kelompok-kelompok belajar. Meskipun sebagian masalah mempunyai

teknik penyelidikan yang berbeda, namun kebanyakan melibatkan proses

mengumpulkan data, eksperimen, pembuatan hipotesis, penjelasan dan

memberikan solusi. Aspek investigatif ini sangat penting. Dalam tahap

inilah guru mendorong siswa dalam mengumpulkan data. Siswa perlu

diajarkan oleh guru mengenai cara menjadi penyelidik yang aktif dan cara

menggunakan metode-metode seperti observasi, wawancara dan membuat

laporan.

Fase 5. Mengembangkan hipotesis, menjelaskan dan memberi solusi

Setelah siswa melakukan pengumpulan data dan informasi yang cukup

serta melakukan eksperimen (bila perlu). Mereka akan memberikan

hipotesis dan penjelasan mengenai sebuah solusi. Dalam tahap ini

gurumendorong berbagai macam ide-ide dari siswa. Dalam fase ini guru

juga bertugas untuk memberikan pertanyaan mengenai hipotesis yang

diberikan oleh siswa, supaya siswa memikirkan mengenai apakah hipotesis

mereka sudah tepat atau belum. Dalam fase ini guru bertugas memberikan

bantuan yang siswa butuhkan. Untuk kondisi tertentuguru perlu untuk

membantu menemukan bahan dan mengingatkan mereka tentang tugas

yang harus mereka selesaikan.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sintaks atau

langkah-langkah praktis model PBL yang digunakan dalam penelitian ini,

menggunakan pendapat dari Sugiyanto, yaitu: orientasi mengenaimasalah,

mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing siswa dalam melakukan

16

penyelidikan mandiri dan kelompok, membimbing siswa dalam

mengembangkan dan menyajikan karya yang berupa laporan, menganalisis

dan mengevaluasi proses memecahkan masalah. Langkah-langkah tersebut

dimunculkan dalam proses pembelajaran menggunakan model PBL yang

tertuang di dalam RPP.

2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning

Setiap model pembelajaran memiliki kelemahan dan kelebihan tidak

terkecuali model PBL. Kelemahan dan kelebihan model PBL menurut Trianto

(2010: 96) diantaranya:

a) Kelebihan model PBL

1) Sesuai dengan kehidupan nyata siswa

2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa

3) Memupuk sifat inkuiri siswa

4) Retensi konsep yang kuat

5) Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah

b) Kelemahan model PBL

1) Persiapan pembelajaran yang kompleks, yang meliputi persiapanmasalah,

alat dan konsep.

2) Sulitnya mencari masalah yang relevan bagi siswa

3) Sering terjadi miss konsepsi

4) Konsumsi waktu yang banyak

2.3 Hasil Belajar

2.3.1 Pengertian Belajar

Belajar telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Belajar terjadi

seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia. Bagi seorang pelajar,

belajar merupakan sebuah kewajiban. Beberapa ahli mengemukakan pengertian

belajar dalam memberikan gambaran tentang pengertian belajar. Reber

(Sugihartono, 2007: 74) mendefinisikan belajar dalam 2 pengertian. Pertama,

belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai

perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang

17

diperkuat. Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar secara lebih rinci,

dimana belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil

interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Abin Syamsudin (Conny R. Semiawan, 1999:

245) mendefinisikan bahwa belajar adalah perbuatan yang menghasilkan

perubahan perilaku dan pribadi. Dan pendapat tersebut diperkuat oleh Garry &

Kingsley (Sunaryo Kartadinata, 1998: 57) yang mendefinisikan belajar adalah

proses tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek

dan latihan.

Secara umum belajar juga dapat diartikan sebagai proses perubahan

perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Jadi perubahan perilaku

adalah hasil belajar. Artinya seorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat

melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya (Asra dan Sumiati,

2007:38). Menurut Gagne (dalam Sugihartono 2007: 81) mengartikan

pembelajaran sebagai pengetahuan peristiwa yang berada diluar dari

pengetahuan siswa, sedangkan menurut Sugandi (2000:16) Pembelajaran adalah

suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Menurut Slameto

(2010:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

Morgan (Heri, 2012:5) berpendapat belajar adalah perubahan tingkah laku yang

relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Belajar dalam hal

ini merupakan proses yang bisa mengubah tingkah laku seseorang disebabkan

adanya reaksi terhadap suatu situasi tertentu atau adanya proses internal yang

terjadi dalam diri seseorang.

Dari berbagai pendapat mengenai pengertian belajar yang dikemukakan

oleh beberapa ahli, dapat diambil pengertian bahwa sebenarnya ada beberapa

kata kunci di balik definisi kata belajar, yaitu perubahan, pengetahuan, perilaku,

pribadi, permanen dan pengalaman. Jika dirumuskan maka belajar merupakan

aktivitas atau pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku

dan pribadi yang bersifat permanen, belajar juga pada dasarnya adalah

18

pengalaman yang sama dan berulang-ulang dalam situasi tertentu serta berkaitan

dengan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi

perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan dan pemahaman. Sedang

yang dimaksud pengalaman adalah proses belajar tidak lain adalah interaksi

antara individu dengan lingkungannya.

2.3.2 Prinsip-Prinsip Belajar

Belajar menurut Wingo (Asra dan Sumiati, 2007:41-43) didasarkan atas

prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Hasil belajar sepatutnya menjangkau banyak segi

Dalam suatu proses belajar, banyak segi yang sepatutnya dicapai sebagai

hasil belajar, yaitu meliputi pengetahuan dan pemahaman tentang konsep,

kemampuan menjabarkan dan menarik kesimpulan serta menilai

kemanfaatan suatu konsep, menyenangi dan memberi respon yang positif

terhadap sesuatu yang dipelajari, dan diperoleh kecakapan melakukan suatu

kegiatan tertentu.

b. Hasil belajar diperoleh berkat pengalaman

Pemahaman dan struktur kognitif dapat diperoleh seseorang melalui

pengalaman melakukan suatu kegiatan. Dalam khasanah peristilahan

pendidikan, hal ini dikenal dengan “learning by doing-yaitu belajar dengan

jalan melakukansuatu kegiatan”. Pemahaman itu bersifat abstrak. Sesuatu

yang abstrak akan mudah diperoleh dengan jalan melakukan kegiatan-

kegiatan yang nyata atau konkrit, sehingga orang yang bersangkutan

memperoleh pengalaman yang menuntun pada pemahaman yang abstrak.

c. Belajar merupakan suatu kegiatan yang mempunyai tujuan

Dalam proses belajar, apa yang ingin dicapai sepatutnya dirasakan dan

dimiliki oleh setiap siswa.

Prinsip belajar pada aktivitas Siswa. Prinsip belajar yang menekankan pada

aktivitas siswa antara lain:

1) Belajar dapat terjadi dengan proses mengalami

2) Belajar merupakan transaksi aktif

19

3) Belajar secara aktif memerlukan kegiatan yang bersifat fital, sehingga

dapat berupaya mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan pribadinya

4) Belajar terjadi melalui proses mengatasi hambatan (masalah) sehingga

mencapai pemecahan atau tujuan

5) Hanya dengan melalui penyodoran masalah memungkinkan diaktifkanya

motivasi dan upaya, sehingga siswa berpengalaman dengan kegiatan yang

bertujuan

6) Faktor-faktor yang mempengaruhi Belajar siswa

2.3.3 Pengertian Hasil Belajar

Setelah mengetahui pengertian belajar, maka akan dikemukakan apa itu

hasil belajar. Menurut Sudjana (2005: 5) hasil belajar siswa pada

hakikatnyaadalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan balik dalam

upayamemperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar

dalampengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.

Eko Putro Widoyoko (2009:1), mengemukakan bahwa hasil

belajarterkait dengan pengukuran, kemudian akan terjadi suatu penilaian dan

menujuevaluasi baik menggunakan tes maupun non-tes. Pengukuran, penilaian

danevaluasi bersifat hirarki. Evaluasi didahului dengan penilaian (assessment),

sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran.

Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2010: 22-31) mengemukakan secara

garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranahkognitif, ranah

afektif dan ranah psikomotorik.

a. Ranah kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar

intelektual yangterdiri dari enam aspek, kedua aspek pertama

disebut kognitiftingkat rendah dan keempat aspek berikutnya

termasuk kognitiftingkat tinggi. Keenam jenjang atau aspek

yang dimaksud adalah:

1) Pengetahuan

2) Pemahaman

3) Aplikasi

4) Analisis

5) Sintesis

6) 6) Evaluasi

20

b. Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang

terdiri darilima aspek.Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar

atau sederhanasampai tingkat yang kompleks sebagai berikut.

1) Reciving/ attending (penerimaan)

2) Responding (jawaban)

3) Valuing (penilaian)

4) Organisasi

5) Karaakteristik nilai atau internalisasi nilai

c. Ranah Psikomotor

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk

keterampilan(skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada

enam tingkatanketerampilan, yakni:

1) gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang

tidaksadar;

2) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;

3) kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya

membedakanvisual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain;

4) kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan,

keharmonisandan ketepatan;

5) gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana

sampaipada keterampilan yang kompleks;

6) kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-

decursiveseperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

Tohirin (2006:155) mengungkapkan seseorang yang berubah tingkat

kognitifnya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap

danperilakunya. Suharsimi Arikunto (2007: 121) mengungkapkan ranah kognitif

pada siswa SD yang cocok diterapkan adalah ingatan, pemahaman dan aplikasi,

sedangkan untuk analisis, sintesis, baru dapat dilatih di SLTP dan SMU dan

Perguruan Tinggi secara bertahap sesuai urutan yang ada. Pengetahuan

atauingatan merupakan proses berfikir yang paling rendah, misalnya mengingat

rumus, istilah, nama-nama tokoh atau nama-nama kota. Kemudian pemahaman

adalah tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan, misalnya

memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan atau menggunakan petunjuk

penerapan pada kasus lain. Sedangkan aplikasi adalah penggunaan abstraksi

pada situasi kongkret atau situasi khusus. Menerapkan abstraksi yaitu ide,

teoriatau petunjuk teknis ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Tujuan

aspekkognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup

21

kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada

kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan

dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, model atau prosedur yang dipelajari

untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah

subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering

berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu

evaluasi.

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah penilaian hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam ranah kognitif,

afektif dan psikomotor yang diperoleh sebagai akibat usaha kegiatan belajar dan

dinilai dalam periode tertentu. Di antara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah

yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan

kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran (Nana Sudjana,

2005: 23). Dalam pembatasan hasil pembelajaran yang akan diukur, peneliti

mengambil ranah kognitif pada jenjang pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan

aplikasi (C3), dimana hasilnya di ukur melalui pemberian tes setelah diberikan

tindakan tiap siklus.

2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Masnur Muslich (2008:207) faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar siswa adalah:

a. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yaitu kondisi/keadaan jasmani

dan rohani siswa

b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan sekitar

siswa

c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya belajar

siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk

melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Menurut Suryabrata (Slameto 2003:17) ada tiga faktor yang

mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor psikis, fisik, dan lingkungan. Adapun

papaparannya sebagai berikut:

a. Faktor Psikis

22

1) Kecerdasan

Kecerdasan seseorang biasanya diukur dengan menggunakan alat

tertentu, salah satunya dengan menggunakan test. Hasil dari

pengukuran kecerdasan umumnya dinyatakan dengan angka yang

menunjukkan perbandingan kecerdasan yang dikenal dengan sebutan

Intelligence Quiotient (IQ).

Berbagai penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara IQ

dengan hasil belajar di sekolah. Secara kasar para ahli menetapkan

bahwa orang normal memiliki IQ sekitar 90-110, lebih dari itu

termasuk katagori sangat cerdas dan kurang dari 90 maka dianggap

kurang atau tidak normal. Dengan demikian, guru diharapkan dapat

memahami tingkat kecerdasan tiap siswa agar dapat memperkirakan

tindakan yang tepat dalam memperlakukan siswa khususnya dalam

proses belajar.

2) Motivasi belajar

Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang

untuk melakukan sesuatu. Jadi, motivasi untuk belajar adalah kondisi

psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Tinggi atau

lemahnya motivasi belajar pada tiap siswa dapat ditimbulkan oleh

rangsangan dari luar. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua bagian

yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrensik. Motivasi intrinsik

merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang,

sedangkan motivasi ekstrensik adalah motivasi yang berasal dari luar

diri seseorang. Salah satu contoh motivasi ekstrensik adalah motivasi

yang berasal dari guru yang dapat berupa penghargaan ataupun

pengarahan terhadapnya.

3) Disiplin diri

Siswa yang memiliki disiplin dalam belajar memiliki hasil belajar

yang baik dibandingkan dengan siswa yang tidak mendisiplinkan

dirinya dalam belajar.

4) Konsentrasi

23

Siswa yang memiliki konsetrasi yang baik memiliki hasil tinggi,

dibandingkan siswa yang tidak memiliki konsentrasi yang baik.

5) Bakat

Manusia telah dibekali dengan bakat yang beragam dari semenjak

lahir, ada yang berbakat dalam bidang sosial, eksak, maupun kesenian.

Hampir tidak ada orang yang membantah bahwa belajar pada bidang

yang sesuai dengan bakat akan memperbesar kemungkinan

berhasilnya usaha itu. Apabila bakat itu mendapat latihan dan

pendidikan yang baik, maka bakat akan berkembang menjadi suatu

kecakapan nyata dan apabila tidak, maka bakat yang terdapat pada diri

seseorang tidak akan berkembang sebagaimana mestinya.

6) Minat

Minat atau interest adalah gejala psikis yang berkaitan dengan

dengan obyek atau aktivitas yang menstimulir perasaan senang pada

individu. Minat yang ada pada seseorang mempunyai hubungan yang

menentukan terhadap proses belajar dan hasil yang dicapai, dan minat

siswa biasanya berubah-ubah sesuai dengan tujuan pengajaran yang

diterimanya, dan banyak siswa yang berminat mengikuti pelajaran

yang tujuannya mendorong siswa untuk berimanjinasi,

menyempurnakan keterampilan atau membangkitkan kreativitas.

7) Percaya diri

Siswa yang percaya diri akan kemampuan dirinya memiliki hasil

yang baik, dibandingkan dengan siswa yang tidak percaya diri.

b. Faktor Fisik

1) Panca Indera yang baik

Panca indera yang baik terutama mata dan telinga merupakan gerbang

masuknya pengaruh dalam individu.

2) Kesehatan

Siswa yang kesehatannya baik dapat menangkap pelajaran dengan baik

pula, dibandingkan siswa yang mengalami tidak enak badan.

c. Faktor Lingkungan

24

1) Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di dalam

lingkungan keluarga umumnya yang paling besar peranannya adalah orang

tua. Siswa yang mempunyai beban untuk mencari tambahan biaya

penghidupan keluarga umumnya hasil belajar yang diraih tergolong rendah

karena tidak mempunyai cukup waktu belajar. Begitu juga sebaliknya,

biasanya siswa dapat meraih hasil belajar yang lebih baik jika mempunyai

waktu penuh untuk belajar dirumahnya. Siswa yang keluarganya mengalami

kesulitan ekonomi juga kesulitan mengadakan sarana belajar sehingga

menjadi pengambat bagi siswa dalam belajar.

2) Guru dan Metode Mengajar

Guru memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran.

Keberhasilan suatu proses pembelajaran juga tergantung pada beberapa faktor

yang terdapat dalam diri pengajar tersebut seperti watak, pengalaman, tingkat

penguasaan materi pelajaran, serta kemampuannya dalam menyajikan materi

pelajaran kepada siswa.

Selain itu, metode mengajar yang digunakan guru sangat berpengaruh

terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa. Seorang guru tidak akan dapat

melaksanakan tugasnya bila ia tidak menguasai satupun metode mengajar

yang telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan.

Dengan demikian, seorang guru hendaknya menguasai lebih dari satu metode

mengajar agar dapat mengantarkan siswa kepada tujuan pembelajaran secara

optimal.

3) Sarana dan Prasarana

Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, media dan lain-lain.

Sedangkan prasarana meliputi gedung sekolah, ruang belajar, perpustakaan

dan lain-lain. Apabila sarana dan prasarana tidak menunjang akan dapat

menyebabkan proses belajar mengajar terganggu atau tidak optimal.

Untuk memperoleh hasil yang baik dari suatu kegiatan belajar perlu

didukung oleh alat-alat yang lengkap. Alat-alat yang lengkap ini berfungsi

25

untuk membantu kelancaran bahan pelajaran yang disajikan, sehingga siswa

lebih mudah dalam menguasai suatu materi pelajaran.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak faktor yang

mempengaruhi tingkat hasil belajar siswa, salah satu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal dapat berupa kondisi siswa itu sendiri, dan faktor-

faktor eksternal berupa kondisi-kondisi di luar diri siswa tersebut.

2.4 Kajian Penelitian Yang Relevan

Anisa Septiana Mulyasari. 2012. Telah melakukan penelitian dengan judul

“Peningkatan Hasil Belajar Ipa Melalui Metode Problem Based Learning (PBL)

Materi Gaya Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Begalon 1 No 240 Surakarta Tahun

Pelajaran 2011/2012”. Hasilnya menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model

Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada

pembelajaran IPA kelas IV SDN Begalon I Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.

Hal ini terbukti pada kondisi awal sebelum dilaksanakan tindakan nilai rata-rata

siswa 28,89%, siklus I nilai rata-rata kelas 67,33% dengan persentase ketuntasan

sebesar 53,33%, siklus II nilai rata-rata kelas 73,33% dengan presentase

ketuntasan sebesar 82,22%.

Laporan penelitian lain mengenai penerapan model PBL adalah penelitian

yang telah dilakukan oleh Loly Mellisa (2013) dengan judul “Peningkatan

Aktivitas dan Hasil Belajar Dengan Menggunakan Model Problem Based

Learning (PBL) di Kelas IV SDN 16 Sintoga Padang Pariaman”. Hasilnya

menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II mengalami

peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata siklus I 45,5% dan pada

siklus II meningkat menjadi 83%. Berdasarkan hasil dan temuan peneliti,

disarankan kepada guru kelas IV SD. Dalam pembelajaran IPA hendaklah

menggunakan model PBL.

Fritza Wahyu Pety Perida. 2013. Telah melakukan penelitian dengan judul

“Upaya Peningkatan Hasil belajar IPA tentang Sumber Daya Alam Melalui

Penggunaan Model PBL Siswa Kelas IV SDN 6 Depok Kecamatan Toroh

Kabupaten Grobogan”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa adanya

26

peningkatan dari awal yakni dari 29.17% meningkat menjadi 66.7% pada siklus I

kemudian meningkat lagi menjadi 91.7% pada siklus II.

Meninjau hasil penelitian tersebut, maka dapat diketahui bahwa model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) telah terbukti meningkatkkan hasil

belajar siswa, oleh karena itu peneliti memilih model pembelajaran PBL untuk

mengatasi permasalahan di kelas V SDN Dukuh 3 yakni rendahnya hasil belajar.

Namun terdapat perbedaan dengan penelitian yang terdahulu yakni, pada fokus

mata pelajaran yang akan di teliti, yakni penelitian ini dilakukan pada mata

pelajaran IPA. Kemudia perbedaan subyek, tempat dan waktu penelitian. Subyek

pada penelitian ini adalah siswa kelas V dan tempat serta waktu penelitiannya

adalah di kelas V SD Negeri Dukuh 3 pada Semester II tahun pelajaran

2015/2016.

2.5 Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang, pada pembelajaran IPA dikelas V yang masih

menggunakan metode ceramah yang konvensional, guru belum memberikan

kegiatan yang bisa membuat siswa berinteraksi aktif dalam pembelajaran sehingga

menyebabkan masih ada siswa yang belum bisa mendapat hasil belajar yang

memuaskan dan tidak fokus dalam pembelajaran. Hal ini mengakibatkan 8 siswa

dari total 14 siswa hasil belajarnya masih dibawah KKM khususnya untuk mata

pelajaran IPA.

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti pada pra siklus diduga kuat

rata-rata nilai kelas yang rendah karena pembelajaran yang masih konvesional,

guru masih mendominasi kelas dengan menggunakan metode ceramah, sehingga

hasil belajar siswa menjadi rendah. Dalam mengatasi hal tersebut, peneliti

melakukan perbaikan proses pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran PBL (Problem Based Learning). Penggunaan model PBL (Problem

Based Learning) akan dilakukan atau diterapkan oleh guru pada siklus I, dan

bilamana pada siklus I hasil belajar siswa belum maksimal atau meningkat secara

signifikan, maka akan dilakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan

pada siklus I dan melakukan pembelajaran PBL (Problem Based Learning) pada

27

siklus ke II. Diharapkan setelah menerapkan pembelajaran dengan model PBL

(Problem Based Learning) tersebut maka siswa akan lebih aktif dalam mengikuti

pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan

sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan, serta keterampilan

guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran juga dapat meningkat. Berdasarkan

uraian tersebut dapat digambarkan melalui gambar bagan berikut ini.

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir

2.6 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan

dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran PBL (Problem Based

Learning) dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas V semester II SD Negeri

Dukuh 03 Salatiga Tahun 2015/2016”.

Siswa : hasil belajar

rendah. Kegiatan

Awal

Guru menggunakan

metode ceramah

,tanya jawab

Siklus I :menggunakan

model PBL. Hasil

Belajar IPA Siswa

mengalami

peningkatan.

Guru menggunakan

model pembelajaran

PBL pada mata

pelajaran IPA Tindaka

n Siklus II

:menggunakan model

PB. HasilBelajar IPA

Siswa mengalami

peningkatan secara

menyeluruh

Melalui model PBL dapat

meningkatkan hasil belajar

IPA bagi siswa kelas V

SD Negeri Dukuh 3

Semester II tahun

pelajaran 2015/2016

Kondisi

Akhir