Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas kajian pustaka yang akan dikaji meliputi, hakikat
matematika, variabel pengembangan, dan variabel hasil belajar, hasil penelitian
relevan, kerangka berfikir, dan hipotesis produk pengembangan
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran matematika
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (Tim Penyusun KBBI, 2007:723)
matematika diartikan sebagai: “Ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan
prosedur bilangan operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan”.Sedangkan Elea tinggih (dalam Suherman, 2001), matematika berarti ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu
lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih
menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih
menekankan hasil observasi atau eksperiment disamping penalaran.
Berbeda lagi dengan Mustafa (dalam Wijayanti, 2011) yang menyebutkan bahwa
matematika adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran yang
terutama adalah metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan
lambang yang konsisten, sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara
abstrak, matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat pada matematika terapan.
Pendapat tersebut senada dengan yang dikatakan oleh James (dalam Suherman 2001:
16) yang menyatakan bahwa: “Matematika adalah konsep ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu
dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terjadi ke dalam tiga bidang
yaitu : aljabar, analisis, dan geometri”.
Dari beberapa pengertian matematika maka yang telah diuraikandapat disimpulkan
bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan tentang logika untuk menyelesaikan
masalah bilangan yang diperoleh dengan menalar menggunakan metode dan proses
8
untuk menemukan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten dalam keterkaitan
manfaat pada matematika terapan.
Selain meninjau dari pengertian matematika maka perlu juga ditinjua dari
pembelajaran matematika yang seharusnya dilakukan. Tim MKPBN Jurusan
pendidikan matematika (2001: 55) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran
matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui
pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan
objek (abstrak). Sedangkan pembelajaran matematika, menurut Bruner (Herman
Hudoyo, 2000 : 56) adalah belajar tentang konsep dan struktur matematika yang
terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan
struktur matematika di dalamnya.Menurut Cobb (Erman suherman, 2007: 71)
pembelajaran matematika sebagai proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara
aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika adalah suatu proses sistematis untuk mengkronstruksikan
konsep, struktur dan pengetahuan matematika yang melibatkan siswa secara aktif
supaya dapat menyelesaikan masalah sehari-hari.
Pembelajaran tidak terlepas dari proses penilaian, penilaian adalah proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar
siswa. Penilaian tidak sekedar pengumpulan data siswa, tetapi juga pengolahannya
untuk memperoleh gambaran proses dan hasil belajar siswa. Penilaian juga tidak
sekedar memberi soal siswa kemudian selesai, tetapi guru harus menindak lanjutinya
untuk kepentingan pembelajaran. Hal tersebut tertulis dalam Permendiknas No 20
tahun 2007 tentang standar penilaian.
Pada Permendiknas No 20 tahun 2007 juga disebutkan bahwa penilaian hasil
belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan
yang diukur.
9
2) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas,
tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3) Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4) Terpadu, berarti penilaian oleh guru merupakan salah satu komponen yang
tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan
Dalam penelitian ini adapun KD dan Indikator pembelajaran yang dikembangkan
pada kelas V dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1
KD dan Indikator
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR
4.1 Menyelesaikan
masalah yang berkaitan
dengan penjumlahan dan
pengurangan dua pecahan
dengan penyebut berbeda
4.1.1 Mengenal operasi pengurangan dan
penjumlahan dua pecahan
4.1.2 Melakukan operasi pengurangan dan
penjumlahan dua pecahan
4.2 Menyelesaikan
masalah yang berkaitan
dengan perkalian dan
pembagian pecahan dan
desimal
4.2.1 Mengenal sebuah pecahan sebagai hasil
perkalian atau pembagian dua buah pecahan
4.2.2 Menuliskan sebuah pecahan sebagai hasil
perkalian atau pembagian dua buah pecahan
4.2.3 Mengenal pecahan sebagai hasil perkalian atau
pembagaian dua buah pecahan dalam desimal
dan persen
4.2.4 Menyelesaikan soal cerita berkaitan dengan
pecahansebgaia hasil perkalian atau pembagian
dua buah pecahan yang dinyatakan dalam
desimal dan persen dengan berbagai
kemungkinan jawaban
2.1.2 Variabel Pengembangan
2.1.2.1 Media Pembelajaran
Menurut djamarah (2010) kata media berasal dari bahasa latin, medius,yang
secara harfiah berarti “tengah”,”perantara”,atau “pengantar”. Dengan demikian media
10
merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Lebih lanjut
aswan Zain (2010) menambahkan bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat
disajikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran.
Lebih diperjelas lagi oleh Purnamawati dan Eldarni (dalam Wawan Junaidi,
2012), media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar. Lanjut
National education association memberikan definisi media sebagai bentuk-bentuk
komunikasi baik tercetak maupun audio-visual dan peralatannya; dengan demikian,
media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar atau dibaca.
Secara garis besar media itu sendiri adalah manusia, materi, atau kejadian yang
membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan
ketrampilan atau sikap. Dalam pengertian ini guru, buku teks, fenomena dan
lingkungan sekolah merupakan sebuah media. (Gerlancah & Ely (1971))
Beberapa pakar/ahli media menyatakan definisi media dengan berbagai batasan-
batasan tertentu. Gagne (dalam nunuk suryani, 2012) mengartikan media sebagai
berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa
untuk belajar. Sedangkan Rusel (dalam Nunuk Suryani, 2012:135) menyatakan
bahwa media adalah saluran komunikasi termasuk film, televisi, diagram, materi
tercetak, komputer, dan instruktur. Selanjutnya menurut Hamidjojo (dalam latuheru
:1993) memberi batasan media sebagai bentuk perantara yang digunakan oleh
manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan atau pendapat sehingga
ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang
dituju.
AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977)
memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan
untuk menyampaikan pesan atau informasi. Disamping sebagai sistem penyampai
atau pengantar media sering disebut mediator artinya penyebab atau alat yang turut
11
campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya (Fleming, 1987 : 234 dalam
Azhar Arsyad, 2011: 3)
Dapat ringkas oleh Azhar Arsyad, (2011:4) Media adalah alat penyampaikan
pesan-pesan pembelajaran, apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi
yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka
media itu disebut media pembelajaran.
Adapun beberapa batasan tentang media diatas, ciri-ciri umum yang terkadung
pada setiap batasan itu .Pertama Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang
dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras) yaitu sesuatu benda yang
dapat dilihat, didengar atau diraba dengan pancaindera. Kedua media pendidikan
memilki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai software (pernagkat lunak) yaitu
kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin
disampaikan kepada siswa yang Ketiga Penekanan media pendidikan terdapat pada
visual dan audio. Keempat Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada
proses belajar baik didalam maupun diluar kelas. Kemudian Media pendidikan
digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses
pembelajaran, dan yang terakhir media pendidikan dapat digunakan secara massal
seperti televise atauoun radio, kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya: modul,
computer, radio tape / kaset, video recorder) (Azhar Arsyad ;2011)
Berdasarkan beberapa batasan yang diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa
media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan
dapat merangsang pikiran, membangkitkan semangat, perhatian dan kemauan siswa
sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajran pada diri siswa.
Adapun manfaat dari media Menurut Kemp dan Dayton dalam bukunya Azhar
Arsyad (2011:21) adalah: (1) Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku.
(2)Pembelajaran bisa lebih menarik. (3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan
diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal
partisipasi siswa, umpan balik dan pengetahuan (4) Lama waktu pembelajaran yang
diperlukan dapat dipersingkat kerana kebanyakan media hanya memerlukan waktu
12
singkat untuk mengantarkan pesan dan materi pelajaran dalam jumlah yang cukup
banyak dan kemungkinanya dapat diserap oleh siswa. (5) Kualitas hasil belajar dapat
ditingkatkan bilaman integrasi kata dan gambar sebagai media pembelajaran dapat
mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara yang terorganisasikn
dengan baik, spesifik, dan jelas. (6) Pembelajaran dapat diberikan kapan dan dimana
diinginkan atau diperlukan terutama jika media pembelajaran dirancang untuk
penggunaan secra individu. (7) Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari
dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan. (8) Peran guru dapat berubah kearah
yang lebih positif: beban guruuntuk menjelaskan berulang-ulang mengenai isi
pelajaran dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan
perhatian kepada aspek penting lain dalam proses belajar mengajar
Sedangkan Sudjana, dkk. (2002:2) menyatakan manfaat media adalah pengajaran
akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi, bahan
pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami, metode mengajar
akan lebih bervariasi, dan siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar.
Menurut Encyclopedia of Educatioanal Reseach dalam Hamalik yang dikutip
Azhar Arsyad (2011: 25) merincikan beberapa manfaat media pendidikan adalah
meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berfikir, oleh karena itu mengurangi
verbalisme kedua memperbesar perhatian siswa, ketiga meletakkan dasar-dasar yang
penting untuk perkembanganbelajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap
keempat memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha
sendiri dikalangan siswa. kemudian menumbuhkan pemikiran yang teratur dan
kontinyu, terutama melalui gambar hidup dan membantu tumbuhnya pengertian yang
dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa, dan yang terakhir
memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan
membantu efisiensi dan keragaman yang banyak dalam belajar.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka secara umum manfaat media
pembelajaran adalah untuk menyampaikan pesan agar lebih menarik dan lebih mudah
ditangkap oleh siswa dan tentunya mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya
13
indera. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi
sikap pasif anak didik, karena pembelajaran dengan menggunakan media dapat
menimbulkan kegairahan belajar, memungkinkan interaksi lebih langsung antara anak
didik dengan lingkungan dan kenyatan, dan memungkinkan anak didik belajar
sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
Selain manfaat media mempunyai fungsi, yang pada mulanya media
pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu visual dalam kegiatan pembelajaran,
yaitu sebagai sarana untuk mendorong motivasi belajar siswa, memperjelas dan
mempermudah konsep yang abstrak dan mempertinggi daya serap. Kemudian dengan
adanya pengaruh teknologi lahirlah beberapa alat peraga audiovisual yang
menekankan pada penggunaan pengalaman yang kongkrit untuk menghindari
verbalisme (6).
Menurut Levie &Lentz (1982) dalam bukunya Azhar Arsyad, 2011: 16
mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu:
fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, fungsi kompensatoris.
a) Fungsi Atensi
Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan
perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan
makna visual yang menampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Seringkali
pada awal pelajaran siswa tidak tertarik pada materi pelajaran atau mata pelajaran itu
merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak disenangi oleh mereka sehingga
mereka tidak memperhatikan.
b) Fungsi Afektif
FungsiAfektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika
belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat
menggugah emosi dan sikap siswa misalnya informasi yang menyangkut masalah
sosial atau ras.
14
c) Fungsi Kognitif
FungsiKognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang
mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan
untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam
gambar.
d) Fungsi Kompensatoris
Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa
media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks bagi siswa yang lemah
dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingat
kembali. Dengan kata lain media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasikan
siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan
dengan teks atau disajikan secara verbal.
Selain empat fungsi yang telah diuraikan, menurut Kemp & Dayton (1985: 28)
Media pembelajaran dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan
untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu
a) Memotivasi minat atau tindakan
Media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Hasil
yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang para siswa atau pendengar
untuk bertindak (turut memikul tanggung jawab, melayani secara sukarela, atau
memberikan subangan material). Pencapaian tujuan ini akan memperngaruhi sikap,
nilai, dan emosi.
b) Menyajikan informasi,
Media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi
dihadapan sekelompok siswa. Isi dan bentuk penyajian bersifat amat umum,
berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan, atau pengetahuan latar belakang.
Penyajian dapat pula berbentuk hiburan, drama, atau teknik motivasi
c) Memberi intruksi
Media berfungsi untuk tujuan instruksi di mana informasi yang terdapat dalam
media itu harus melibatkan siswa baik dalam benak atau mental maupun dalam
15
bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Materi harus
dirancang secara lebih sistematis dan psikologis dilihat dari segi prinsip-prinsip
belajar agar dapat menyiapkan instruksi yang efektif. Di samping menyenangkan,
media pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dan
memenuhi kebutuhan perorang siswa.
Tidak lain yang dikatakan Derek Rowntree, media pendidikam (media
instruksional edukatif), berfunngsi membangkitkan motivasi belajar, mengulang apa
yang dipelajari, menyediakan stimulus belajar, mengaktifkan respon peserta didik,
memberikan balikan dengan segera danmenggalakkan latihan yang serasi
Berdasarkan tujuan intruksi media mempunyai fungsi dimana informasi yang
terdapat dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam benak atau mental
maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi.
Disamping menyenangkan, media pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman
yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorangan siswa.
Dengan demikian media pembelajaran secara umum berfungsi untuk mengatasi
hambatan dalam komunikasi, keterbatasan fisik dalam kelas, sikap pasif siswa, dan
upaya mempersatukan pemahaman siswa. Dalam hal ini hambatan yang sering timbul
dalam komunikasi disebabkan oleh adanya verbalisme, kekacauan penafsiran,
perhatian yang bercabang. Tidak ada tanggapan, kurang perhatian, dan keadaan fisik
lingkungan belajar yang mengganggu.
2.1.2.2 Discovery Learning
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat
Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place
when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is
required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide
Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif
dalam belajar di kelas.
16
Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, di mana murid
mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41).
Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih,
2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses
mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan
melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses
tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental
process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam
Malik, 2001:219).
Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama
dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil
pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada
ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya
dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada
siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri
masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran
dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu
melalui proses penelitian.
Dengan mengaplikasikan metode Discovery Learning secara berulang-ulang
dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan.
Penggunaan metode Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif
menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student
oriented. Mengubah modus Ekspositori siswa hanya menerima informasi secara
keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasi sendiri.
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya metode Discovery Learning merupakan
pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan
terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak
dalam Discovery, bahwa Discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih
17
sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-
sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference)
yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events).
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap
siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang
proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap
eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu
lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru
yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.
Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan
dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan
pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam
berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai
pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara
aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan
kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini
ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student
oriented.
Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan: hendaknya
guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver,
seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam metode Discovery Learning
bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan
berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan,
menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat
kesimpulan-kesimpulan.
18
Hal tersebut memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka
sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam
bahasa yang dimengerti mereka. Dengan demikian seorang guru dalam aplikasi
metode Discovery Learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-
kesempatan dalam belajar yang lebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam metode Discovery Learning
menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya
untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historian, atau ahli
matematika. Melalui kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan, serta
menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
Karakteristik yang paling jelas mengenai Discovery sebagai metode mengajar
ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar, bimbingan guru
hendaklah lebih berkurang dari pada metode-metode mengajar lainnya. Hal ini tak
berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu bimbingan setelah
problema disajikan kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan tidak hanya
dikurangi direktifnya melainkan pelajar diberi responsibilitas yang lebih besar untuk
belajar sendiri.
Adapun Prosedur Aplikasi pendekatan Discovery LearningMenurut Syah
(2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada
beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara
umum sebagai berikut:
1. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru
dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca
19
buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan
masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi
bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik
bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan
siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang
Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar
tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
2. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
(Syah 2004:244), sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya
harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan
(statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis
permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam
membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
3. Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
Dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,
wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan
20
sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian
secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang
telah dimiliki.
4. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah
data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara,
observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi,
bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22).
Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang
berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut
siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian
yang perlu mendapat pembuktian secara logis
5. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification
menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif
jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,
teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada,
pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek,
apakah terjawab benar atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244).
21
Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari
generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses
generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan
kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta
pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
Discovery learning tentunya memiliki Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan discovery learning yaitu (1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan
meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha
penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara
belajarnya. (2) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan
ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. (3) Menimbulkan rasa
senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil, sehingga siswa
berkembang secar cepat dan menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya
sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. (4) Metode ini dapat
membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan
bekerja sama dengan yang lainnya serta berpusat pada siswa, guru berperan sama-
sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai
siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi. (5) Membantu siswa
menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang
final dan tertentu atau pasti sehingga siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide
lebih baik. (6) Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri,
mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri, memberikan
keputusan yang bersifat intrinsic dan situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
(7) Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan
manusia seutuhnya. (8) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa. (9)
Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
(10) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Adapun kelemahan discovery learning yang pertama metode ini menimbulkan
asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai,
22
akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan
antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi. Kedua metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa
yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka
menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. Ketiga harapan-harapan yang
terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang
telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. Keempat Tidak menyediakan
kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah
dipilih terlebih dahulu oleh guru.
2.1.2.3 Media Komik interaktif
Media komik adalah media yang mempunyai sifat sederhana, jelas, mudah
dipahami dan lebih bersifat personal sehingga bersifat informatif dan edukatif
(Rohani, 1997:21). Menurut Waluyanto (2005:51) komik sebagai media
pembelajaran merupakan alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan
pembelajaran. Dalam konteks ini pembelajaran menunjuk pada sebuah proses
komunikasi antara pelajar (siswa) denagn media belajar (komik pembelajaran).
Dalam pembelajaran diperlukan sebuah interaksi antar siswa atau guru dengan siswa
hal ini dapat dikatakan sebagai Interaktif yang mempunyai arti bahwa sesuatu hal
yang terkait dengan komunikasi dua arah/ suatu hal bersifat saling melakukan aksi,
saling aktif dan saling berhubungan serta mempunyai timbal balik antara satu dengan
yang lainnya (warsita : 2008). Sesuatu yang interaktif melibatkan dua pihak atau lebih
yang aktif didalamnya. Misalnya dalam dialog interaktif di televise, pengertian dialog
interaktif adalah kita sebagai pemirsa tidak sekedar menonton dan mendengar topic
yang sedang dibahas dan diperbincangkan oleh pembawa acara dan nara sumber,
melainkan kita bisa ikut aktif berkomentar atau bertanya bahkan menjawab
pertanyaan. Hal ini tentu menyenagkan karena setiap otrang memiliki pendapat yang
ingin disampaikan dan ingin didengar oleh orang lain.
Jadi media komik interaktif adalah media untuk menyampaikan pesan
pembelajaran melalui sebuah gambar beserta dialognya, sebagai pembaca tidak hanya
23
membaca dan menerima informasi saja melainkan dapat berperan, berkomentar dan
menjawab setiap pertanyaan atau masalah dalam alur cerita komik tersebut. Alur
dalam komik interaktif ini sesuai dengan tahap-tahap pendekatan discovery learning.
2.2 Hasil penelitian relevan
Adapun beberapa penelitian sebelum ini yang meneliti tentang komik sebagai
media pembelajaran, diantaranya sebagai berikut:
“Media Komik Untuk Pembelajaran Topic Arus Listrik” oleh Silindung Ester
Hanaya, hasil dari penelitian ini siswa lebih tertarik mengikuti pembelajaran
menggunakan media komik dan mereka mudah memahami konsep fisika.
“Pembuatan Komik Fisika Tentang Teropong” oleh Riska Ayu Rahmawati, Marmi
Sudarmi dan Diane Noviandini. Hasil nya komik dapat memotivasi siswa untuk
mengikuti pembelajaran dan memudahkan mereka untuk memahami konsep-konsep
fisika dan 86,7% siswa telah tuntas memahami konsep yang ada didalam komik
“Pembuatan Komik Fisika Tentang Kemagnetan Sebagai Media Pembelajaran”
Otha Supa, dengan hasil siswa tertarik untuk belajar dengan media komik, terbukti
80% siswa mendapat nilai lebih dari sama dengan 70.
“Pembuatan Komik Fisika Tentang Periskop sebagai Media Pembelajaran” yang
dilakukan oleh Destya Kusuma Astuti, media komik ini berhasil menarik minat dan
meningkatkan hasil belajar siswa dengan tercatatnya 100% siswa mendapat nilai
lebih dari sama dengan 70.
Perbedaan keempat komik-komik tersebut dengan komik yang akan penulis teliti
terletak pada materi dan tahapan proses belajar dari komik interaktif berbasis
discovery learning ini. Komik yang akan penulis teliti adalah komik yang fungsinya
tidak hanya memberikan informasi tetapi mengajak pembaca masuk dan
menyelesaikan masalah dalam cerita komik interaktif ini, sehingga pembaca tidak
hanya disuap dengan materi tetapi dapat meningkatkan penalaran dan menemukan
cara sendiri untuk memahami konsep pecahan.
24
2.3 Kerangka Berfikir
Dalam proses belajar mengajar, diperlukan sebuah media yang baik dan efisien
supaya tujuan dari pembelajaran dapat tercapai secara maksimal, melalui media,
tingkat pemahaman siswa terhadap materi akan lebih cepat diterima dan tentunya
akan berdampak pada hasil belajar. Sesuai yang telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya, bahwa media mempunyai pengaruh penting dalam proses pembelajaran
dan tentunya ikut berpengaruh juga terhadap hasil belajar siswa.
Media dikatakan penting untuk proses belajar mengajar, hal ini sesuai dengan
teori brunner, yang mengatakan untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran,
sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti
komputer, alat peraga, atau media lainnya.
Dijelaskan juga dalam teori brunner bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya
diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara
khusus dan dapat diotak-atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep matematika.
Hal ini media dapat mempermudah siswa mengangkap konsep materi pelajaran
Maka media yang diciptakan harus dapat menarik perhatian siswa dan
memotivasi siswa untuk semakin giat belajar atau meningkatkan rasa keingin tahuan.,
Jika media tidak tersedia atau terbatas, maka proses belajar mengajar akan tidak
efisien dan proses berfikir siswa akan terhambat.
2.4 Hipotesis produk
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang diuraikan, maka dapat
dirumuskan hipotesis pengembangan sebagai berikut:
1. Komik interaktif berbasisis discovery learning untuk pembelajaran materi
pecahansiswa kelas 5 SD dapat dikembangkan dengan model desain Sugiyono
yang terdiri dari 10 tahap namun peneliti hanya melakukan sampai 9 tahap yaitu
(1) Potensi dan Maslah (2) Pengumpulan Data (3) Desain Produk (4) Validasi
Desain (5) Revisi Desain (6) Uji Coba Produk (7) Revisi Produk (8) Uji Coba
Pemakian (9) Revisi Produk
25
2. Komik interaktif berbasis discovery learning untuk pembelajaran materi pecahan
siswa kelas 5 SD akan valid.
3. Komik interaktif berbasis discovery learning untuk pembelajaran materi pecahan
siswa kelas 5 SD akan efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.