Upload
vancong
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen adalah suatu rangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan
pengambilan keputusan,pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian) yang
diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, financial, fisik dan
informasi) untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara yang efektif dan efisien.
(Madura, 2007:414)
Menurut Robbins dan Coulter (2002:6) “Manajemen adalah proses
pengoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut
terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.” Efisiensi
adalah memperoleh output terbesar dengan input terkecil;digambarkan sebagai
“melakukan segala sesuatu dengan benar.” Efektivitas adalah menyelesaikan
kegiatan-kegiatan sehingga sasaran organisasi dapat tercapai digambarkan sebagai
“melakukan segala sesuatu yang benar”
Menurut Hasibuan (2007:9) “Manajemen adalah Ilmu dan seni mengatur
proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya untuk
mencapai suatu kebutuhan tertentu.”
Berdasarkan pendapat Robert dan Jackson (2003:4-5), “Human Recource
Management the design of formal system in an organization ti ensure effective
and efficient use of human talent to accomplish organizational goals.”
11
Manajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari
suatu organisasi, yang digunakan untuk memastikan keefektifan dan keefisienan
dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan organisasi.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah
ilmu dan seni yang mengatur proses pengoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan
untuk mencapai tujuan tertentu
2.1.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia adalah Rangkaian aktivitas organisasi
yang diarahkan pada menarik, mengembangkan dan mempertahankan tenaga kerja
yang efektif. (Madura, 2007:414).
Berdasarkan Mathis dan Jackson (2006:67), “Manajemen SDM adalah
penggunaan karyawan secara organisasional untuk mendaoatkan atau memelihara
keunggulan kompetitif terhadap para pesaing.”
Menurut Samsudin (2006:23), terdapat hal yang esensial dari manajemen
sumber daya manusia adalah pengelolaan dan pedayagunaan secara penuh dan
berkesinambungan terhadap sumber daya manusia yang ada sehingga mereka
dapat bekerja secara optimal, efektif, dan produktif dalam mencapai tujuan
organisasi atau perusahaan.
Menurut Rachmawati (2008:1) “Sumber daya manusia kini berperan besar
bagi kesuksesan suatu organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa unsure
manusia dalam suatu organissasi dapat memberikan keunggulan bersaing.
Mereka membuat sasaran, strategi, inovasi dan mencapai tujuan organisasi.” Oleh
12
karena itu, sumber daya manusia merupakan salah satu unsure yang paling vital
bagi organisasi.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan dan pemberdayaan sumber
daya manusia atau tenaga kerja untuk mendukung kesuksesan organisasi.
2.1.2.1 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Berdasarkan Rivai (2003:8) tujuan-tujuan manajemen sumber daya
manusia (MSDM) memiliki 4 sasaran.
Keempat sasaran yang relatif umum bagi MSDM dan membentuk
kerangka masalah yang sering ditemui dalam perusahaan, keempat sasaran itu
adalah:
1) Sasaran Perusahaan
Sasaran ini untuk mengenali manajemen SDM dalam rangka memberikan
kontribusi atas efektivitas perusahaan. Bahkan ketika departemen SDM secara
formal didirikan untuk membantu manajer, mereka masih tetap bertanggung
jawab atas kinerja karyawan.
2) Sasaran Fungsional
Sasaran ini mempertahankan kontribusi departemen SDM pada level yang cocok
bagi berbagai kebutuhan perusahaan. Terkadang sumber daya dihabiskan ketika
manajemen SDM kurang atau lebih canggih dibandingkan dengan kebutuhan
perusahaan. Sasaran fungsional antara lain adalah: pengangkatan, penempatan,
dan penilaian.
13
3) Sasaran Sosial
Sasaran ini untuk selalu tanggap secara etis maupun sosial terhadap berbagai
kebutuhan dan tuntunan masyarakat dengan terus meminimalkan dampak negatif
atas tuntutan tersebut terhadap perusahaan. Kegagalan perusahaan dalam
menggunakan sumber daya bagi kepentingan masyarakat yang tidak melalui cara-
cara yang etis bisa menumbulkan sejumlah kendala. Sasaran social antara lain
meliputi: keuntungan perusahaan, pemenuhan tuntutan hokum, dan hubungan
manajemen dengan serikat pekerja.
4) Sasaran Pribadi Karyawan
Yaitu untuk membantu para karyawan mencapai tujuan-tujuan pribadi mereka ,
sebaiknya sejauh tujuan-tujuan tersebut dapat meningkatkan kontribusi individu
atas perusahaan. Sasaran pribadi karyawan harus mampu ditemukan bila mereka
ingin dipertahankan dan dimotivasi. Selain itu, kinerja dan kepuasan karyawan
bias menurun dan mereka bias hengkang dari perusahaan.
2.1.2.2 Aktivitas Utama Manajemen Sumber Daya Manusia
Berdasarkan pendapat Cushway (2002:7-9), MSDM adalah kegiatan
mendapatkan, mengelola, dan melepaskan sumber-sumber, dalam hal ini adalah
manusia
1) Mendapatkan sumber daya
Merupakan langkah dalam proses penentuan persyaratan organisasi mengenai
sumber yang ingin diperoleh dengan memperhatikan kualitas, tipe dan kualitas.
14
2) Mengelola Sumber Daya
Setelah organisasi mendapatkan semua tenaga yang diperlukan untuk mencapai
tujuannya, prioritas berikutnya adalah memastikan bahwa tenaga kerja tersebut
akan tinggal cukup lama di organisasi, sehingga efektif dan dapat menunjukkan
kinerja yang baik selama mereka disana. Salah satunya adalah:
Menasehati dan menetapkan strategi pengupahan yang dapat menunjang tujuan
organisasi dan rencana bisnis, yaitu strategi pengupahan yang dapat menarik dan
mempertahankan pegawai sesuai dengan kemampuannya.
3) Pemutusan Sumber Daya
Akan tiba masanya dimana pegawai harus melepaskan diri dari organisasi.
Alasannya bias karena pension, mengundurkan diri, selesai kontrak, berakhir
kontrak pelatihan, pemecatan, redundasi, dan sebagainya.
2. 1.3 Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (2003:91). Istilah kepuasan kerja (job satisfaction)
merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang
dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap
kerja itu; seseorang yang tak puas dengan pekerjaannnya menunjukkan sikap yang
negatif terhadap pekerjaan itu.
Menurut pendapat Luthans (2006:243), Kepuasan kerja adalah keadaan
emosional yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang
Menurut pendapat Robbins dan Coulter (2002:149) mengatakan bahwa
kepuasan kerja merupakan suatu variabel bergantung yang didefiinisikan sebagai
15
perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang
mereka yakini seharusnya mereka terima.
Kemudian Wibowo (2007: 300) berpendapat bahwa, kepuasan kerja
memiliki 2 teori mengenai kepuasan kerja dalam pendapatnya, dikatakan bahwa
teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang
lebuh puas terhadap pekerjaannya dari beberapa lainnya. Teori ini juga mencari
landasan tentang proses kepuasan orang terhadap kepuasan kerja. Di antara teori
kepuasan kerja adalah two factor theory and value theory.
1) Two Factor Theory
Teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa kepuasan dan
ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda,
yaiu motivators and hygiene factors.
2) Value Theory
Menurut konsep ini, kepuasan kerja pada tingkat dimana hasil pekerjaan
diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang
menerima hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima
hasil, akan menjadi kurang puas.
Berdasarkan dari pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif terhadap
penerimaan hasil pekerjaan seperti yang diharapkan.
16
2.1.3.1 Faktor-faktor Penyebab Kepuasan Kerja
Menurut Luthans (2006:243), ada beberapa faktor penentu kepuasan kerja
karyawan dalam perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1) Pekerjaan itu sendiri
Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama
kepuasan, di mana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk
belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Berdasarkan survey
diagnostik pekerjaan diperoleh hasil tentang lima ciri yang memperlihatkan
kaitannya dengan kepuasan kerja untuk berbagai macam pekerjaan. Ciri-ciri
tersebut ialah:
a. Keragaman keterampilan, banyak ragam keterampilan yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam keterampilan yang
digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan.
b. Jati diri tugas (task identity), sejauh mana tugas merupakan suatu kegiatan
keseluruhan yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari
pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu
kelengkapan tersendiri akan menimbulkan rasa tidak puas.
c. Tugas yang penting (task significance), rasa pentingnya tugas bagi
seseorang. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka
ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.
d. Otonomi, pekerjaan yang menimbulkan kebebasan, ketidaktergantungan
dan memberikan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat
menimbulkan kepuasan kerja.
17
e. Pemberian umpan balik (feedback) pada pekerjaan membantu
meningkatkan tingkat kepuasan kerja.
2) Gaji atau imbalan yang dirasakan adil
Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang
diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan
bagaimana gaji diberikan. Uang memang mempunyai arti yang berbeda-beda bagi
orang yang berbeda-beda. Di samping memenuhi kebutuhan tingkat rendah
(makanan, perumahan), uang dapat merupakan simbol dari pencapaian
(achievement), keberhasilan, dan pengakuan atau penghargaan. Lagipula uang
mempunyai kegunaan sekunder. Jumlah gaji yang diperoleh dapat secara nyata
mewakili kebebasan untuk melakukan apa yang ingin dilakukan.
3) Kesempatan promosi
Menyangkut kemungkinan seseorang untuk maju dalam organisasi dan
dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya
kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, serta proses kenaikan
jabatan terbuka atau kurang terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat
kepuasan kerja seseorang.
4) Pengawasan (supervisi)
Atasan yang senantiasa memberikan perintah atau petunjuk dalam
pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dalam memperlakukan bawahannya dapat
menjadi menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi bawahannya tersebut, dan
hal ini mempengaruhi kepuasan kerja. Kepemimpinan yang konsisten berkaitan
dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa. Hubungan fungsional mencerminkan
18
sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai
pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada
ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang
serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua
hubungan adalah positif.
5) Rekan kerja
Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka dalam
jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling
berbicara (kebutuhan sosial terpenuhi). Sifat alami dari kelompok atau tim kerja
akan mempengruhi kepuasan kerja. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota tim
yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada
karyawan secara individu. Kelompok kerja bertindak sebagai sumber dukungan,
kenyamanan, nasihat, dan bantuan pada anggota individu. Kelompok yang
memerlukan kesalingtergantungan antar-anggota dalam menyelesaikan pekerjaan,
akan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi. Kelompok kerja yang baik
membuat pekerjaan menjadi menyenangkan, sehingga menimbulkan kepuasan
kerja pada individu karyawan.
6) Kondisi kerja
Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, yang cahaya lampunya
menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakkan akan menimbulkan
keengganan untuk bekerja. Orang akan mencari alasan untuk sering-sering keluar
ruangan kerjanya. Dalam hal ini perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang
terang, sejuk, dengan peralatan kerja yang nyaman untuk digunakan, seperti meja,
19
kursi yang dapat diatur tinggi-randah, miring-tegaknya posisi duduk. Dalam
kondisi seperti ini, kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan
tenaga kerja.
2.1.3.2 Mengukur Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,
baik dari segi analisa statistik maupun dengan pengumpulan data. Dalam semua
kasus, kepuasan kerja diukur dengan kuesioner laporan diri yang diisi oleh
karyawan. Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan, yaitu kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global, kepuasan kerja
dilihat sebagai konsep permukaan, dan sebagai fungsi kebutuhan yang
terpenuhkan.
1) Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global
Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi dari
semua aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan.
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan
(soal). Cara ini memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya adalah tidak ada
biaya pengembangan dan dapat dimengerti oleh mereka yang ditanyai. Selain
itu cara ini cepat, mudah diadministrasikan dan diberi nilai. Kuesioner satu
pertanyaan menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi
dari pertanyaan yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji,
sifat pekerjaan, iklim sosial organisasi, dan sebagainya .
20
2) Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang
menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja
yang berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah.
Diantara konsep facet yang dapat diperiksa adalah beban kerja, keamanan
kerja, kompetensi, kondisi kerja, status dan prestise kerja. Kecocokan rekan
kerja, kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek manejemen, hubungan
atasan-bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk
menggunakan pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk
pertumbuhan dan pengembangan.
3) Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan
Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak
menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama
mengenai aspek tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh
Porter. Kuesioner Porter didasarkan pada pendekatan teori kebutuhan akan
kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang berkaitan dengan
kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri.
2.1.3.3 Cara Karyawan dalam Mengungkapkan Ketidakpuasan
Robbins (2003:105) menyatakan, Ketidakpuasan karyawan dapat
dinyatakan dengan sejumlah cara, diantaranya ialah:
a) Exit: Perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi. Mencakup
pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.
21
b. Suara (Voice): Dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki
kondisi. Mencakup saran perbaikan, membahas problem-problem dengan
atasan dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
c. Kesetiaan (Loyalty): Pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi.
Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan
mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang
tepat”
d. Pengabaian (neglect): Secara pasif membiarkan kondisi memburuk,
termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang
dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat.
2.1.4 Pengertian Motivasi
Robbins dan Coulter (2005:92) menyatakan bahwa “Motivasi adalah
kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi guna mencapai sasaran organisasi, yang
dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan sejumlah
individu.” Meskipun secara umum, motivasi merujuk ke upaya yang dilakukan
guna mencapai setiap sasaran, di sini kita merujuk ke sasaran organisasi karena
fokus kita adalah perilaku yang berkaitan dengan kerja. Ada tiga unsur kunci
dalam definisi itu: upaya,sasaran organisasi, dan kebutuhan.
Nawawi (2005:351) menjelaskan bahwa kata dasar motivasi adalah motif
(motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu.
Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi
sebab sadar. Dari pengertian tersebut berarti pula semua teori motivasi bertolak
dari prinsip utama bahwa: “manusia (seseorang) hanya melakukan suatu kegiatan
22
dengan menyenangkan untuk dilakukan. “Prinsip itu tidak menutup kondisi bahwa
dalam keadaan terpaksa seseorang mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak
disukainya.”
Munandar (2008: 323) mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses
dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian
kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu.
Dapat disimpulkan bahwa motivasi ialah dorongan yang diakibatkan oleh
kebutuhan, kepuasan, tujuan yang ingin dipenuhi.
2.1.4.1 Teori-Teori Motivasi
Ada tiga teori motivasi yang dijelaskan oleh Robbins dan Coulter (2005:93-96),
diantaranya ialah:
a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Teori Motivasi yang paling dikenal mungkin adalah Teori Hirarki Kebutuhan
Abraham Maslow. Maslow adalah adalah psikolog humanistik yang
berpendapat bahwa pada diri tiap orang terdapat hirarki dari lima kebutuhan:
1. Kebutuhan Fisik: makanan, minuman, tempat tinggal, kepuasan
seksual, dan kebutuhan fisik lain
2. Kebutuhan Keamanan: keamanan dan perlindungan dari
gangguan fisik dan emosi, dan juga kepastian bahwa kebutuhan
fisik akan terus terpenuhi
3. Kebutuhan sosial: Kasih sayang, menjadi bagian dari
kelompoknya, diterima oleh teman-teman, dan persahabatan
23
4. Kebutuhan Harga Diri: Faktor harga diri internal seperti
penghargaan diri, otonomi, dan pencapaian prestasi dan faktor harga
diri eksternal seperti status pengakuan (diorangkan), dan perhatian
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri: pertumbuhan, pencapaian potensi
seseorang, dan pemenuhan diri sendiri; dorongan untuk menjadi apa
yang dia mampu capai
Gambar 2.1 Teori Maslow
Sumber: Robbins dan Coulter (2005)
b. Teori X dan Teori Y McGregor
Douglas McGregor terkenal karena rumusnya tentang dua kelompok asumsi
mengenai sifat manusia: Teori X dan Teori Y. Sangat sederhana, Teori X pada
dasarnya menyajikan pandangan negatif tentang orang. Teori X berasumsi
bahwa para pekerja mempunyai sedikit saja ambisi untuk maju, tidak
menyukai pekerjaan, ingin menghindari tanggung jawab, dan perlu diawasi
dengan ketat agar dapat efektif bekerja. Teori Y menawarkan pandangan
positif. Teori Y berasumsi bahwa para pekerja dapat berlatih mengarahkan
24
diri, menerima dan secara nyata mencari tanggung jawab, dan menganggap
bekerja sebagai kegiatan alami. McGregor yakin bahwa asumsi Teori Y lebih
menekankan sifat pekerja sebenarnya dan harus menjadi pedoman bagi
praktek manajemen.
c. Teori Motivasi Higienis Herzberg
Teori Motivasi Higienis Frederick Herzberg berpendapat bahwa faktor
intrinsik terkait dengan kepuasan dan motivasi kerja, sedangkan faktor
eksterinsik terkait dengan ketidakpuasan kerja.
Tabel 2.1 Teori Motivasi Higienis Herzberg
Motivator Faktor Higienis
-Prestasi -Pengawasan
-Pengakuan -Kebijakan Perusahaan
-Bekerja Sendiri -Hubungan dengan Supervisor
-Tanggung jawab -Kondisi Kerja
-Perkembangan -Upah
-Pertumbuhan -Hubungan dengan Rekan
-Kehidupan Pribadi
-Hubungan dengan Bawahan
-Status
-Keamanan
25
2.1.4.2 Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Ernest L. Mc cormick dalam Mangkunegara (2002:94)
mengemukakan bahwa motivasi kerja sebagai kondisi yang berpengaruh
membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan
dengan lingkungan kerja.
Anoraga (2006, p35) menjelaskan bahwa motivasi kerja adalah sesuatu
yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja
disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seorang
tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan motivasi kerja
merupakan pendorong semangat kerja untuk mencapai tujuan tertentu dan ikut
menentukan prestasi kerja.
2.1.5 Pengertian Komitmen Organisasi
Komitmen pada organisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana
seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannnya,
serta berniat memlihara keanggotaan dalam organisasi itu. Jadi, keterlibatan kerja
yang tinggi berarti pemihakan seseorang pada pekerjaan yang khusus; komitmen
pada organisasi yang tinggi berarti pemihakan pada organisasi yang
mempekerjakannya. (Robbins, 2003:92)
Sedangkan berdasarkan Luthans (2006:249), komitmen organisasi
didefinisikan sebagai:
26
1) Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu
2) Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi
3) Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan
pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi
mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta
kemajuan yang berkelanjutan.
Dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah tingkat dimana
individu memiliki keyakinan, keinginan, dan memihak pada perusahaan dengan
menerima nilai-nilai dan tujuan perusahaan
2.1.5.1 Dimensi Komitmen Organisasi
Menurut Luthans (2006,:249), komitmen organisasi bersifat multidimensi,
maka terdapat perkembangan dukungan untuk tiga model komponen yang
diajukan oleh Meyer dan Allen. Ketiga dimensi tersebut adalah
1) Komitmen afektif
Merupakan keterkaitan emosional karyawan, identifikasi sikap karyawan,
dan keterlibatan dalam organisasi
2) Komitmen kelanjutan
Merupakan komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan
keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan
senioritas atau promosi atau benefit
27
3) Komitmen normatif
Merupakan perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena
memang harus begitu, tindakan tersebut merupakan hal yang benar yang
harus dilakukan
2.1.6 Pengertian Organizational Citizenship Behaviour
Sikap perilaku karyawan yang dilakukan dengan sukarela, tulus, senang
hati tanpa harus diperintah dan dikendalikan oleh perusahaan dalam memberikan
pelayanan dengan baik yang menurut Organ et al. (2006) dikenal dengan istilah
organizational citizenship behavior (OCB).
Organisasi membutuhkan karyawan yang bergabung dalam perilaku-
perilaku “kewarganegaraan yang baik” seperti membuat pernyataan-pernyataan
yang konstruktif tentang kelompok kerja dan organisasi mereka, membantu yang
lain dalam tim mereka, sukarela melakukan kegiatan-kegiatan tambahan,
menghindari konflik-konfik yang tidak perlu, menunjukkan perhatian pada
properti organisasi, menghargai semangat dan juga kaidah dan aturan tersurat, dan
bersedia mentolerir gangguan dan kerugian-kerugian yang berkaitan dengan
pekerjaan yang tidak tetap (Robbins, 2003, p30).
Dimensi OCB menurut Organ et al. (2006) adalah sebagai berikut :
a. Altruism
Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan
dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi
28
maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah kepada memberi
pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya.
b. Conscientiousness
Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan
perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas
karyawan. Dimensi ini menjangkau jauh diatas dan jauh ke depan dari
panggilan tugas
c. Sportmanship
Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal
dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan – keberatan. Seseorang yang
mempunyai tingkatan yang tinggi dalam spotmanship akan meningkatkan
iklim yang positif diantara karyawan, karyawan akan lebih sopan dan bekerja
sama dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang
lebih menyenangkan.
d. Courtessy
Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah –
masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah orang
yang menghargai dan memperhatikan orang lain.
e. Civic Virtue
Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi
(mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif untuk
merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur – prosedur organisasi
dapat diperbaiki, dan melindungi sumber – sumber yang dimiliki oleh
29
organisasi). Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan
organisasi kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang
ditekuni.
2.1.6.1 Motif yang Mendasari OCB
Seperti halnya sebagian besar perilaku yang lain, OCB ditentukan oleh
banyak hal, artinya tidak ada penyebab tunggal dalam OCB. Sesuatu yang masuk
akal bila kita menerapkan OCB secara rasional. Salah satu pendekatan motif
dalam perilaku organisasi berasal dari kajian McClelland dan rekan-rekannya.
Menurut McClelland, manusia memiliki tiga tingkatan motif (Hardaningtyas,
2005,:14):
1) Motif berprestasi, mendorong orang untuk menunjukkan suatu
standard keistimewaan (excellence), mencari prestasi dari tugas,
kesempatan atau kompetisi
2) Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara, dan
memperbaiki hubungan dengan orang lain
3) Motif kekuasaan, mendorong orang untuk mencari status dan situasi di
mana mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain
2.1.6.2 Manfaat OCB dalam Perusahaan
Dari hasil-hasil penelitian mengenai OCB, dapat disimpulkan bahwa
(Hardaningtyas, 2005):
30
1) OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja
- Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat
penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan
produktivitas rekan tersebut
- Seiring berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan
akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau
kelompok
2) OCB meningkatkan produktivitas manajer
- Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu
manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari
karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja
- Karyawan yang sopan dan menghindari konflik dengan rekan kerja akan
menolong manajer terhindar dari krisis manajemen
3) OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara
keseluruhan
- Jika karyawan saling tolong-menolong dalam menyelesaikan masalah
dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer,
konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas
lain, seperti membuat perencanaan bagi organisasi
- Karyawan yang menampilkan conscentioussness yang tinggi hanya
membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat
mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, ini
31
berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas
yang lebih penting
- Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan
melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya
untuk keperluan tersebut
- Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat
menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk
berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan
4) OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk
memelihara fungsi kelompok
- Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat,
moral, dan kerekatan kelompok, sehingga anggota kelompok atau manajer
tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi
kelompok
- Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan
mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan
untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang
5) OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan
kelompok kerja
- Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue, seperti menghadiri dan
berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya, akan membantu
koordinasi di antara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kelompok
32
- Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy, seperti saling memberi
informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain akan
menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga
untuk diselesaikan
6) OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan
mempertahankan karyawan terbaik
- Perilaku menolong dapat meningkatkan moral dan kerekatan serta
perasaan saling memiliki di antara anggota kelompok, sehingga akan
meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan
mempertahankan karyawan yang baik
- Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku
sportmanship, misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-
permasalahan kecil, akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada
organisasi
7) OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi
- Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang
mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas, dengan cara
mengurangi variabilitas dari kinerja unit kerja
- Karyawan yang conscientiuous cenderung mempertahankan tingkat kinerja
yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada
kinerja unit kerja
8) OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan
perubahan lingkungan
33
- Karyawan yang mempunyai hubungan dekat dekat dengan pasar dengan
sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan
dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan tersebut,
sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat
- Karyawan yang aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-pertemuan
di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan
harus diketahui oleh organisasi
- Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness, misalnya
kesediaan memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian baru,
akan meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi di lingkungannya
2.1.7 Pengertian Kinerja
Kinerja adalah hasil akhir kegiatan (Robbins, 2006:226)
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau apa yang tidak
dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa
besar mereka memberikan kontribusi bagi perusahaan. Perbaikan kinerja baik
untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya
meningkatkan kinerja perusahaan (Mathis&Jackson, 2007: 35)
Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-
indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu
(Wirawan,2009:5)
Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama
periode waktu tertentu, merupakan hasil yang dipengaruhi oleh kegiatan
34
operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki
(Helfert dalam Rivai dan Sagala,2009:604)
2.1.7.1 Dimensi Kinerja
Menurut Robert L.Mathis dan John H.Jackson (2006:378), kinerja pada
dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja
karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai
berikut:
a. Kuantitas dari hasil
b. Kualitas dari hasil
c. Ketepatan waktu dari hasil
d. Kehadiran
e. Kemampuan bekerja sama
2.1.7.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Gomes (2000:142)
mengemukakan bahwa criteria performansi atau kinerja pegawai meliputi:
a) Quantity of Work, jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang
ditentukan
b) Qualiity of Work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat
kesesuaian dan kesiapannya
c) Job knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilannya
d) Creativeness, keaslian gagasan-gagasan yang dimunculan dan tindakan-
tindakan untuk menyelesaikan persoalan –persoalan yang timbul
35
e) Cooperation, kesediaan untuk bekerjasama
f) Dependability, kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan
penyelesaian kerja
g) Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dalam memperbesar
tanggung jawabnya
h) Personal qualities, menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan
dan integritas diri.
2.1.7.3 Pengertian Kinerja Organisasi
Organisasi adalah Sekelompok orang yang bekerja bersama dalam suatu
cara yang terstruktur dan terkoordinasi untuk mencapai serangkaian tujuan.
(Griffin, 2004:6)
Kinerja organisasi adalah akumulasi hasil akhir semua proses dan kegiatan
kerja organisasi. Itu merupakan konsep yang rumit tetapi penting, dan manajer
perlu memahami faktor yang menyumbang ke kinerja organisasi yang tinggi.
Lebih dari itu mereka tidak ingin (atau bermaksud) berhasil hanya dengan kinerja
yang biasa-biasa saja. Mereka ingin organisasi , unit kerja atau kelompok kerja
mereka mencapai tingkat kinerja yang tinggi, tidak peduli apa misi, strategi, atau
sasaran yang sedang dikejar (Robbins dan Mary Coulter, 2005: 226)
Kinerja organisasi yang baik merupakan tujuan dari setiap
organisasi/perusahaan. Menurut Wirawan (2009:7), faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja organisasi antara lain:
36
1) Faktor Internal karyawan, yaitu faktor-faktor dari dalam diri karyawan
yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika
ia berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat, sifat pribadi, serta
keadaan fisik dan kejiwaan. Sementara itu, faktor-faktor yang diperoleh,
misalnya pengetahuan, ketrampilan, etos kerja, pengalaman kerja dan
motivasi kerja. Setelah dipengaruhi oleh lingkungan internal organisasi
dan lingkungan eksternal, faktor internal karyawan ini menentukan
kinerja mereka.
2) Faktor lingkungan internal organisasi. Dalam melaksanakan tugasnya,
karyawan memerlukan dukungan organisasi tempat mereka bekerja.
Dukungan tersebut sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja
karyawan
3) Faktor lingkungan eksternal organisasi. Faktor-faktor lingkungan eksternal
organisasi adalah keadaan, kejadian, atau situasi yang terjadi di lingkungan
organisasi yang mempengaruhi kinerja. Misalnya krisis ekonomi, budaya
masyarakat dan lain halnya.
2.1.7.4 Standar Kinerja
Dalam evaluasi kinerja, ada standar yang disebut sebagai standar kinerja.
Evaluasi kinerja tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik tanpa standar
kinerja. Standar kinerja menurut Wirawan (2009:66) adalah tolak ukur minimal
kinerja yang harus dicapai karyawan secara individual atau kelompok pada semua
indikator kinerjanya.
37
Fungsi utama standar kinerja adalah sebagai tolak ukur (benchmark) untuk
menentukan keberhasilan kinerja ternilai dalam melaksanakan pekerjaannya.
Standar kinerja merupakan target, sasaran, atau tujuan upaya kerja karyawan
dalam kurun waktu tertentu. Dalam melaksanakan pekerjaannya, karyawan harus
mengarahkan semua tenaga, pikiran, ketrampilan, pengetahuannnya. Dan waktu
kerjanya untuk mencapai apa yang ditentukan oleh standar kinerjanya.
Standar kinerja setiap karyawan harus diberitahukan kepada karyawan
sebagai pedoman melaksanakan tugasnya. Tanpa mengetahui standar kinerjanya,
karyawan tidak mengetahui apa yang harus dicapainya dan tidak terarah dalam
mencapai kinerjanya. Dalam melaksanakan tugasnya, karyawan selalu
berpedoman pada standar kinerjannya dan standar prosedur dalam pelaksanaan
tugasnya. Kemudian, kinerja karyawan dievaluasi oleh penilai secara periodic dan
dibandingkan dengan standar kinerjanya.
2.1.7.5 Pelaksanaan Kinerja
Pelaksanaan kinerja merupakan aktivitas bersama pegawai dan manajernya.
Pegawai dan manajer mempunyai tanggung jawab tertentu. Menurut Wirawan
(2009:103) dalam upaya mencapai kinerjanya, pegawai mempunyai tanggung
jawab berikut:
a. Komitmen pencapaian tujuan
Tujuan yang telah ditetapkan bersama oleh manajer dan pegawai belum
menjadi tujuan sampai pegawai berkomitmen dan termotivasi untuk
mencapainya
38
b. Meminta balikan dan pelatihan kinerja
Pegawai harus menyadari pentingnya balikan dan pelatihan kinerja yang
merupakan alat untuk mengembangkan kinerjanya.
c. Berkomunikasi secara terbuka dan teratur dengan manajernya
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai berkomunikasi secara terbuka
dan terus-menerus untuk membahas balikan yang dikemukakan manajer.
Selain itu, ia akan membahas pekerjaan atau tugas yang dikerjakannya
apakah sudah sesuai dengan prosedur dan standar kerja atau belum.
d. Mengumpulkan dan berbagi data kinerja
Dalam melaksanakan tugas dan menyelesaikan proyeknya, pegawai
mencatat informasi mengenai kemajuannya atau seberapa besar tujuan
yang ditetapkan dapat tercapai. Ia mengkomunikasikan status tersebut
kepada manajernya.
39
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
Judul Sumber Hasil Jurnal
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi OCB
Arina Ratna Paramita,
dkk
Motivasi berpengaruhpositif terhadap OCB pegawai kontrak di Undip
Semarang. Melihat nilai estimate yang bernilai positif dapat diartikan bahwa
pengaruh motivasi terhadap OCB pegawai kontrak adalah positif positif artinya semakin tinggi motivasi kerja pegawai kontrak maka semakin tinggi
OCB pegawai tersebut.
Leadership, job satisfaction and service-oriented organizational citizenship behaviors in
flight attendants
Chen-Tsang
(Simon) Tsai1 and Ching-Shu
Su
Studi ini meneliti hubungan antara kepemimpinan, pekerjaan
kepuasan, dan berorientasi pelayanan OCBs di pramugari maskapai penerbangan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepemimpinan dan kepuasan kerja secara positif berhubungan dengan berorientasi
layanan OCB.
Job Satisfaction and
Organization Structure as Moderators of the Effects
of Empowerment on Organizational
Citizenship Behavior: A Self-Consistency and
Social Exchange Perspective
Jane Y.
Jiang, dkk
Kepuasan kerja memiliki hubungan dan pengaruh terhadap Organization
Citizenship Behavior.
Dimensi Organizational Citizenship Behaviour (OCB) dalam Kinerja
Organisasi
Marita Ahdiyana
Perilaku positif karyawan atau anggota organisasi mampu
mendukung kinerja individu dan kinerja organisasi untuk
perkembangan organisasi yang lebih baik.
Sumber: Penulis(2011)
40
2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2: Kerangka Penelitian
Kepuasan Kerja(X1):
• Pekerjaan itu sendiri
• Gaji/imbalan yang
dirasakan adil
• Kesempatan promosi
• Pengawasan
• Rekan kerja
• Kondisi Kerja
Motivasi
Karyawan(X2):
• Kebutuhan Fisik
• Kebutuhan Kemanan
• Kebutuhan Sosial
• Aktualisasi Diri
Organizational
Citizenship
Behaviour(Y):
• Altruism
• Courtesy
• Sportsmanship
• Civic virtue
• Conscientious-ness
Kinerja
Organisasi(Z):
• Lingkungan
Eksternal
Organisasi
• Internal
Karyawan
• Lingkungan
Internal
Organisasi
Komitmen
Organisasi(X3):
• Komitmen Afektif
• Komitmen
Kelanjutan
• Komitmen Normatif
41
2.4 Hipotesis
Menurut Sekaran (2006: 135), hipotesis bisa didefinisikan sebagai
hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang
diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat
diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang dapat ditetapkan dalam kerangka
teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian.
Adapun hipotesis yang peneliti rancang adalah hipotesis yang bersifat
asosiatif, yang menjelaskan bagaimana hubungan dan pengaruh atau kontribusi
antar variabelnya.
Berikut ialah hipotesis yang peneliti rancang dalam penelitian ini:
Tujuan 1:
• Pengujian secara partial: Pengaruh antara Kepuasan Kerja (X1)
terhadap Organizational Citizenship Behaviour (Y)
Ho: Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Kepuasan
Kerja (X1), terhadap Organizational Citizenship Behaviour (Y)
H1: Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Kepuasan Kerja
(X1) terhadap Organizational Citizenship Behaviour (Y)
• Pengujian secara partial: Pengaruh antara Motivasi Karyawan (X2)
terhadap Organizational Citizenship Behaviour (Y)
Ho: Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Motivasi
Karyawan (X2) terhadap Organizational Citizenship Behaviour (Y)
H1: Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Motivasi Karyawan
(X2) terhadap Organizational Citizenship Behaviour (Y)
42
• Pengujian secara partial: Pengaruh antara Komitmen Organisasi (X3)
terhadap Organizational Citizenship Behaviour (Y)
Ho: Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Komitmen
Organisasi (X3) terhadap Organizational Citizenship Behaviour (Y)
H1: Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Komitmen
Organisasi (X3) terhadap Organizational Citizenship Behaviour (Y)
• Pengujian secara simultan: Pengaruh Kepuasan Kerja (X1), Motivasi
Karyawan (X2) dan Komitmen Organisasi (X3) terhadap Organizational
Citizenship Behavior (Y)
Ho: Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Kepuasan
Kerja (X1), Motivasi Karyawan (X2) dan Komitmen Organisasi (X3) terhadap
Organizational Citizenship Behavior (Y)
H1: Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Kepuasan Kerja
(X1), Motivasi Karyawan (X2) dan Komitmen Organisasi (X3) terhadap
Organizational Citizenship Behavior (Y)
Tujuan 2: Pengaruh antara Organizational Citizenship Behaviour (Y)
terhadap Kinerja Organisasi (Z)
Ho: Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara
Organizational Citizenship Behaviour (Y) terhadap Kinerja Organisasi (Z)
H1: Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Organizational
Citizenship Behaviour (Y) terhadap Kinerja Organisasi (Z)
43
Tujuan 3:
• Pengujian secara partial: Pengaruh antara Kepuasan Kerja (X1)
terhadap Kinerja Organisasi (Z)
Ho: Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Kepuasan
Kerja (X1) terhadap Kinerja Organisasi (Z)
H1: Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Kepuasan Kerja
(X1) terhadap Kinerja Organisasi (Z)
• Pengujian secara partial: Pengaruh antara Motivasi Karyawan (X2)
terhadap Kinerja Organisasi (Z)
Ho: Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Motivasi
Karyawan (X2) terhadap Kinerja Organisasi (Z)
H1: Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Motivasi Karyawan
(X2) terhadap Kinerja Organisasi (Z)
• Pengujian secara partial: Pengaruh antara Komitmen Organisasi (X3)
terhadap Kinerja Organisasi (Z)
Ho: Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Komitmen
Organisasi (X3) terhadap Kinerja Organisasi (Z)
H1: Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Komitmen
Organisasi (X3) terhadap Kinerja Organisasi (Z)
• Pengaruh antara Organizational Citizenship Behaviour (Y) terhadap
Kinerja Organisasi (Z)
Ho: Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara
Organizational Citizenship Behaviour (Y) terhadap Kinerja Organisasi (Z)
44
H1: Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Organizational
Citizenship Behaviour (Y) terhadap Kinerja Organisasi (Z)
• Pengujian secara simultan: Pengaruh Kepuasan Kerja (X1), Motivasi
Karyawan (X2), Komitmen Organisasi (X3) dan Organizational
Citizenship Behaviour (Y) terhadap Kinerja Organisasi (Z)
Ho: Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Kepuasan
Kerja (X1), Motivasi Karyawan (X2), Komitmen Organisasi (X3) dan
Organizational Citizenship Behavior (Y) terhadap Kinerja Organisasi (Z)
H1: Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Kepuasan Kerja
(X1), Motivasi Karyawan (X2), Komitmen Organisasi (X3) dan
Organizational Citizenship Behavior (Y) terhadap Kinerja Organisasi (Z)