Upload
vuonglien
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL
PENELITIAN
Pada bab ini dijabarkan kajian pustaka, beberapa konsep dan landasan teori
yang terkait dengan penelitian, serta model penelitian.
2.1 Kajian Pustaka
Pada kajian pustaka ini akan dipaparkan tentang penelitian yang dilakukan
sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan saat ini. Tujuan dari
kajian pustaka adalah untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang
penelitian sebelumnya serta mengambil manfaat dalam mempersiapkan cara
merencanakan perkembangan Desa Wisata Munggu, Kecamatan Mengwi
Kabupaten Badung.
Kajian pustaka yang diangkat dalam penelitian ini yang terkait dengan
perkembangan Desa Wisata. Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya yaitu jurnal analisis pariwisata Universitas Udayana salah satu
peneliti yaitu Adikampana (2012) dalam penelitian yang berjudul “Desa Wisata
Berbasis Masyarakat Sebagai Model Pembedayaan Masyarakat Di Desa Pinge”.
Penelitian ini menerapkan metode penelitian kualitatif. Penggunaan metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian akan menghasilkan konsepsual
penafsiran dari objek amatan secara keseluruhan (Altinay dan Paraskevas, 2008).
Teknik pengumpulan data menggunakan beberapa teknik-teknik pengumpulan
data seperti: studi pustaka, wawancara mendalam, dan fokus group discussion.
Penelitian Adikampana (2012) cenderung meneliti dari produk desa wisata yaitu
13
ataraksi wisata serta fasilitas yang ada di desa wisata pinge dan model
pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan produk wisata di Desa Pinge.
Penelitian ini dengan penelitian Adikampana (2012) terdapat kesamaan dan
perbedaan. Kesamaannya terdapat sama-sama meneliti sebuah desa wisata.
Perbedaannya yaitu penelitian yang sekarang akan membahas tentang kendala-
kendala yang dihadapi oleh desa wisata munggu tidak berkembang, partisipasi
dari stakeholder dan bagaimana progam dalam pengembangan desa wisata
dengan menggunakan metode kualitatif.
Raharjana Destha Titi (2012) Melakukan penelitian yang mengangkat
membangun pariwisata bersama rakyat: kajian partisipasi lokal dalam
membangun desa wisata di dieng plateau. Dalam penulisannya Raharjana menulis
bahwa pembangunan yang dipahami sebagai proses perubahan di dalam
kehidupan semestinya melibatkan masyarakat sebagai unsur yang tidak
terpisahkan. Masyarakat sebaiknya tidak dipandang sebagai objek pembangunan
semata. Adanya paradigma bottom up planning mengharapkan masyarakat dapat
berperan sebagai subjek sekaligus objek pembangunan. Dalam konteks
pembangunan desa wisata, dalam proses perencanaan harus sejak awal melibatkan
masyarakat lokal. Dataran Tinggi Dieng sebagai objek wisata memiliki
keragaman atraksi. Desa wisata dirancang oleh masyarakat setempat untuk
melengkapi atraksi wisata di Dieng. Kajian ini menfokuskan pada proses
partisipasi masyarakat Dieng Kulon dalam membangun desa wisata di lingkungan
tempat tinggal mereka. Berbagai tahapan perencanaan dikerjakan secara kolektif
dan kemudian dipraktekkan bersama-sama. Dengan menerapkan metode action
14
riset, studi ini menemukan beberapa temuan berikut: (a) identikasi masalah-
masalah dalam pengembangan desa wisata, (b) pemetaan potensi desa wisata, dan
(c) identikasi potensi jejaring antar lembaga yang dapat mendukung keberlanjutan
desa wisata di Dieng Kulon.
Penelitian ini dengan penelitian Raharjana Destha Titi (2012) terdapat
kesamaan dan perbedaan. Kesamaannya terdapat sama-sama meneliti sebuah desa
wisata. Perbedaannya yaitu penelitian yang sekarang akan membahas tentang
kendala-kendala yang dihadapi oleh Desa Wisata Munggu tidak berkembang,
partisipasi dari stakeholder dan bagaimana program dalam pengembangan desa
wisata dengan menggunakan metode kualitatif serta kota yang berbeda dengan
penelitian yang sebelumnya.
Agustina Putri Jayanti (2013) melakukan penelitian tentang nilai sosial,
budaya, dan religius dalam Tradisi Mekotek Di Desa Adat Munggu, Kecamatan
Mengwi, Kabupaten Badung Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk
mengetahui 1) latar belakang tradisi mekotek 2) tata cara pelaksanaan tradisi
mekotek 3) makna yang ada dalam tradisi mekotek ditinjau dari nilai sosial,
budaya, dan religius 4) pandangan masyarakat dan generasi muda terhadap
tradisi mekotek yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Adat Munggu,
Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Penelitian ini menggunakan
pendekatan study etnografi dengan metode kualitatif. Populasi dari penelitian
ini adalah seluruh masyarakat dan generasi muda di Desa Adat Munggu.
Sampel penelitian adalah pandangan tradisi mekotek yang terdapat di Desa
Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.
15
Penelitian Agustina Putri Jayanti (2013) terdapat kesamaan dan perbedaan
dengan penelitian ini. Persamaannya yaitu lokasi penelitian sama-sama di Desa
Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Perbedaannya adalah topik
yang akan dilakukan sekarang mengambil tentang perkembangan desa wisata
munggu dengan macam permasalahan dari partisipasi stakeholder dalam
perkembangannya kemudian kendala dalam pengembangan desa wisata munggu
dan progam kegiatan pengembangan Desa Wisata Munggu dari permsalahan yang
ada di Desa Wisata Munggu dengan menggunakan metode kualitatif.
Ningsih dkk (2013) “Peranan Desa Pekraman Dalam Pengembangan Desa
Wisata Di Desa Tenganan Pegringsingan Kecamatan Manggis Kabupaten
Karangasem”. Penelitian ini dilakukan di Desa Tenganan Pegringsingan
Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Tujuan penelitian ini adalah,
untuk: (1) mendeskripsikan potensi wisata di Desa Tenganan Pegringsingan,
(2) mendeskripsikan peranan desa pakraman dalam pengembangan desa
wisata di Desa Tenganan Pegringsingan dan (3) mendeskripsikan kontribusi
pengembangan desa wisata terhadap masyarakat pelaku usaha wisata di Desa
Tenganan Pegringsingan. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat
deskriptif, Pengumpulan data primer dan sekunder menggunakan metode
observasi, pencatatan dokumen dan kuesioner dengan pengambilan sampel
secara “proporsional random sampling”, data yang didapat selanjutnya
dianalisis menggunakan metode survey dengan rancangan penelitian deskriptif
analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) di Desa
Tenganan Pegringsingan memiliki potensi wisata yang dapat menarik
16
wisatawan untuk berkunjung ke sana, diantaranya potensi wisata budaya dan
alam serta terdapat fasilitas pendukung, (2) desa pakraman sangat berperan
penting karena memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengembangkan
desa wisata di Desa Tenganan Pegringsingan sehingga terus berkembang
sampai sekarang ,dan (3) pengembangan desa wisata di Desa Tenganan
Pegringsingan memberi kontribusi yang besar bagi masyarakat pelaku usaha
wisata baik itu berupa peluang usaha maupun dapat menambah penghasilan
masyarakat.
Penelitian ini dengan penelitian Ningsih dkk (2013) terdapat kesamaan dan
perbedaan. Kesamaannya yaitu pada topik penelitian membahas tentang desa
wisata. Perbedaannya yaitu penelitian yang sekarang akan membahas tentang
menganalisis kendala-kendala yang dihadapi oleh desa wisata munggu tidak
berkembang, partisipasi dari stakeholder dan bagaimana progam dalam
pengembangan desa wisata dengan menggunakan metode kualitatif. Adapun
tempat lokasi dalam penelitian dimana penelitian sebelumnya di Desa
Pengringsingan Kabupaten Karangasem sedangkan penelitian yang akan
dilakukan yaitu di Desa Munggu Kabupaten Badung.
Dharmawan dkk. (2014) melakukan penelitian “Strategi Pengembangan
Desa Wisata Di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan”. Tujuan
dan metode penelitian menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif.
Selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Pengumpulan
data dalam penelitian ini bersumber dari observasi, wawancara, metode
kepustakaan, dan studi dokumentasi sedangkan tujuan penelitianya adalah untuk
17
mengetahui potensi yang dimiliki kemudian menganalisis faktor kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman dan strategi dalam pengembangan desa wisata
di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan. Pada penelitian ini data dianalisis dengan
menggunakan analisis matriks internal-eksternal (IE) dan analisis SWOT untuk
menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam menentukan
strategi pengembangannya.
Penelitian ini dengan penelitian Dharmawan dkk (2014) terdapat kesamaan
dan perbedaan. Kesamaannya yaitu pada topik penelitian membahas tentang desa
wisata. Perbedaannya yaitu penelitian yang sekarang akan membahas tentang
menganalisis kendala-kendala yang dihadapi oleh desa wisata munggu tidak
berkembang, partisipasi dari stakeholder dan bagaimana progam dalam
pengembangan desa wisata dengan menggunakan metode kualitatif. Adapun
tempat lokasi dalam penelitian dimana penelitian sebelumnya di Desa Belimbing
Kabupaten Tabanan sedangkan penelitian yang akan dilakukan yaitu di Desa
Munggu Kabupaten Badung.
Putra Pujawan (2014) melakukan penelitian Skripsi “Strategi Pengembangan
Desa Munggu Sebagai Desa Wisata Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung”.
Tujuan dan metode penelitian menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif.
Selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Pengumpulan
data dalam penelitian ini bersumber dari observasi, wawancara, kuisioner
metode kepustakaan, dan studi dokumentasi sedangkan tujuan penelitianya adalah
untuk mengetahui potensi yang dimiliki kemudian merumuskan strategi
pengembangan terhadap Desa Wisata Munggu. Pada penelitian ini data di analisis
18
dengan menggunakan analisis SWOT dalam menentukan strategi
pengembangannya.
Penelitian ini dengan penelitian Putra Pujawan (2014) terdapat kesamaan
dan perbedaan. Kesamaannya yaitu pada cara pembahasan, topik sekarang lebih
cenderung akan membahas dalam perkembangan desa wisata di karenakan tidak
berkembangnya desa wisata munggu. Penelitian ini akan membahas tentang
partisipasi stakeholder dalam perkembangannya, kendala dalam pengembangan
desa wisata dan progam kerja atau kegiatan pengembangan Desa Wisata Munggu
tanpa menggunakan SWOT. Desa wisata dan tempatnya sama yaitu Munggu.
Perbedaannya yaitu pada pembahasan sekarang lebih mengkaji dalam bidang
perkembangan Desa Wisata Munggu yang tidak berkembang dan seberapa besar
partisipasi stakeholder dari setempat karena ini merupakan dasar pembangunan
dan perkembangannya nantinya sebuah daya tarik wisata. Walaupun penelitian
sebelumnya dan sekarang lokasi dan daya tarik yang di teliti sama tapi perumusan
masalah dan cara dalam mengupas permasalah serta menjawab hasil dari
permasalahan topik sangat berbeda dan otomatis ekspetasi yang sekarang dalam
penelitian ini menjadi dasar nantinya untuk mengembangakannya menjadi sebuah
desa wisata Munggu yang berkelanjutan.
“Stanislav Aleksandrovich Ermakov,(2014) Information Resources Strategy
in the Promotion of Russia’s Rural Tourism Attractions” ICTs are becoming
a decisive tool in the promotion of Russia’s rural tourism attractions. To
improve the competitiveness of rural destinations businesses, local
associations and authorities should embrace digitalization for primary and
secondary attractions. So far, Russia’s rural attractions are substantially
underperforming, with rural tourism comprising around 2% of the tourism
industry in contrast to around 10% in developed nations. And rural
attractions remain unknown not only to the outside world, but even within
19
the country’s regions. To substantial extent this setback is definitely related
to insufficient efforts in the use of information technologies. The purpose of
this paper to highlight some issues and suggest solutions with regards to
strategic choices.”
Ungkapan atau arti dari di atas sebelumnya adalah TIK menjadi alat
menentukan dalam promosi atraksi wisata pedesaan Rusia. Meningkatkan daya
saing destinasi pedesaan bisnis, asosiasi dan pemerintah daerah harus merangkul
digitalisasi untuk atraksi primer dan sekunder. Sejauh ini, atraksi pedesaan Rusia
secara substansial berkinerja buruk, dengan desa wisata sekitar 2 % dari industri
pariwisata berbeda dengan sekitar 10 % di negara-negara maju. Atraksi pedesaan
tetap tidak diketahui tidak hanya ke dunia luar, tetapi bahkan didalam negara.
Kemunduran ini pasti terkait dengan penggunaan teknologi informasi. Tujuan dari
makalah ini untuk menyoroti beberapa masalah dan menyarankan solusi dengan
hal pilihan strategis.
Dari uraian sekilas penelitian Stanislav Aleksandrovich Ermakov,(2014)
terdapat kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis.
Persamaannya yaitu strategi dalam sebuah topik yang akan diteliti. Perbedaannya
yaitu penelitian yang sekarang akan membahas tentang kendala-kendala yang
dihadapi oleh Desa Wisata Munggu tidak berkembang, partisipasi dari
stakeholder dan bagaimana progam serta kegiatan dalam pengembangan desa
wisata dengan menggunakan metode kualitatif.
2.2 Konsep
Konsep dalam penelitian ini menggunakan 2 konsep yaitu: konsep
perkembangan dan konsep desa wisata, adapun uraiannya sebagai berikut:
20
2.2.1 Perkembangan
Perkembangan adalah proses atau tahapan pertumbuhan kearah yang lebih
maju. Dalam prosesnya akan terjadi perubahan – perubahan. Perubahan tersebut
dapat dibagi menjadi 4(empat) katagori yaitu perubahan dalam ukuran, perubahan
dalam perbandingan, perubahan untuk mengganti hal-hal yang lama, dan
perubahan untuk memperoleh hal-hal yang baru.
Lebih lanjut Pearce (1988) menemukan lima konteks dan konotasi
penggunaan kata “perkembangan”, yaitu pertumbuhan ekonomi, modernisasi,
pemerataan keadilan, trasformasi sosio ekonomi, dan pengorganisasian kembali
tata ruang. Pearce juga menyatakan bahwa perkembangan merupakan konsep
yang dinamis, sehingga interpretasi atas maknanya telah dan akan berubah
seirama dengan perjalanan waktu. Pengertian pertumbuhan (growth), kematangan
(maturation), belajar (learning), dan latihan (exercises) serta keterkaitannya
dengan perkembangan (development).
Kematangan atau masa peka menunjukkan kepada suatu masa tertentu yang
merupakan titik kulminasi dari suatu fase pertumbuhan (Witherington, 1952:88)
sebagai titik tolak kesiapan (readiness) dari sesuatu fungsi (psikofisis) untuk
menjalankan fungsinya (Hurlock, 1956). Belajar atau pendidikan dan latihan,
menunjukkan kepada perubahan dalam pola-pola sambutan atau perilaku dan
aspek-aspek kepribadian tertentu sebagai hasil usaha individu atau organisme
yang bersangkutan dalam batas-batas waktu setelah tiba masa pekanya. Dengan
demikian, dapat dibedakan bahwa perubahan-perubahan perilaku dan pribadi
sebagai hasil belajar itu berlangsung secara intensional atau dengan sengaja
21
diusahakan oleh individu yang bersangkutan, sedangkan perubahan dalam arti
pertumbuhan dan kematangan berlangsung secara alamiah menurut jalannya
pertambhan waktu atau usia yang ditempuh oleh yang bersangkutan. Lefrancois
(1975:180) berpendapat bahwa konsep perkembangan mempunyai makna yang
luas, mencakup segi-segi kuantitatif dan kualitatif serta aspek-aspek fisik-psikis
seperti yang terkandung dalam istilah-istilah pertumbuhan, kematangan dan
belajar atau pendidikan dan latihan. Definisi perkembangan (development) serta
implikasinya dalam pendidikan.
Pada dasarnya, perkembangan merujuk kepada perubahan sistematik tentang
fungsi-fungsi fisik dan psikis. Perubahan fisik meliputi perkembangan biologis
dasar sebagai hasil dari konsepsi (pembuahan ovum dan sperma), dan hasil dari
interaksi proses biologis dan genetika dengan lingkungan. Sementara perubahan
psikis menyangkut keseluruhan karakteristik psikologis individu, seperti
perkembangan kognitif, emosi, sosial, dan moral. Perkembangan dapat diartikan
sebagai proses perubahan kuantitatif dan kualitatif individu dalam rentang
kehidupannya, mulai dari masa konsepsi, masa bayi, masa kanak-kanak, masa
anak, masa remaja, sampai masa dewasa. Perkembangan dapat diartikan juga
sebagai “suatu proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik fisik
(jasmaniah), maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau
kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan”.
Desa Wisata Munggu dalam perkembangannya mengalami perubahan-
perubahan dalam berbagai aspek. Untuk mengetahui perkembangannya yang
22
terjadi, dapat diketahui dengan melihat perbandingan sebelum ditetapkan sebagai
desa wisata dan setelah ditetapkannya.dengan mengetahui perubahan dalam
perbandingan, aspek-aspek yang mengalami perubahan akan dapat ditemukannya.
Perkembangan memang dapat menyebabkan terjadinya perubahan dengan
mengganti hal-hal yang lama dan untuk memperoleh hal-hal yang baru. Hal ini
cenderung mengandung makna modernisasi. Namun, perubahan bukan hanya
mengarah kepada pecaharian kea rah yang positif, akan tetapi dapat juga kea rah
yang negatif. Dalam perkembangan akan terjadi perubahan yang berimplikasi
positif dan negatif.
2.2.2 Desa Wisata
Menurut Chafid Fandeli secara lebih komprehensif menjabarkan desa
wisata sebagai suatu wilayah pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana
yang mencerminkan keaslian desa, baik dari segi kehidupan sosial budaya,
adat istiadat, aktifitas keseharian, arsitektur bangunan, dan struktur tata ruang
desa, serta potensi yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik wisata,
misalnya: atraksi, makanan dan minuman, cinderamata, penginapan, dan
kebutuhan wisata lainnya (Chafid Fandeli, 2002).
Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi,
akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur
kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang
berlaku. Suatu desa wisata memiliki daya tarik yang khas (dapat berupa
keunikan fisik lingkungan alam perdesaan, maupun kehidupan sosial budaya
masyarakatnya) yang dikemas secara alami dan menarik sehingga daya tarik
23
perdesaan dapat menggerakkan kunjungan wisatawan ke desa tersebut
(Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2011: 1).
Desa wisata dalam artian sederhana merupakan suatu obyek wisata
yang memiliki potensi seni dan budaya unggulan di suatu wilayah perdesaan
yang berada di pemerintah daerah. Desa wisata merupakan sebuah desa
yang hidup mandiri dengan potensi yang dimilikinya dan dapat menjual
berbagai atraksi-atraksinya sebagai daya tarik wisata tanpa melibatkan investor.
Berdasarkan hal tersebut pengembangan desa wisata merupakan realisasi dari
undang-undang otonomi daerah (UU No.22/99), maka dari itu setiap kabupaten
perlu memprogamkan pengembangan desa wisata.
Penelitian yang dimaksud dengan Desa Wisata berdasarkan Peraturan
Bupati Badung nomor 47 tahun 2010 pada Bab I tentang Ketentuan Umum, pasal
1 ayat (6) adalah wilayah pelestarian alam lingkungan ekosistem serta simpul
budaya tradisional masyarakat dengan tidak menghambat perkembangan
warganya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui usaha
kepariwisataan. Menurut Inskeep dalam Kemenparekraf (2008: 34), Desa Wisata
atau village tourism adalah suatu fasilitas wisata yang memungkinkan pengunjung
tinggal di dalam atau di dekat desa, umumnya merupakan desa tradisional.
Kegiatan wisata yang dilakukan adalah belajar tentang kehidupan perdesaan, tata
cara lokal, dan berpartisipasi dalam aktivitas penduduk. Sedangkan menurut
Dharma Putra dan Pitana (2010: 70) yang dimaksud dengan desa wisata adalah
pengembangan desa menjadi destinasi wisata dengan sistem pengelolaan yang
24
bersifat dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dalam Permenbudpar Nomor:
PM.26/UM.001/MKP/2010 tahun 2010, sebagai berikut:
“Desa Wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan
fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan
masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.”
Secara umum komponen desa wisata terdiri dari dua komponen. Komponen
pertama adalah akomodasi. Akomodasi berarti tempat tinggal para penduduk
setempat atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.
Kedua adalah atraksi yang berarti seluruh kehidupan keseharian penduduk
setempat beserta kondisi fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya
wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti kursus tari, bahasa, dan yang lainnya.
Menurut Nuryanti dalam penelitian DFR (Destination Field Research) Tabanan
(2012: 26) pola, proses, dan tipe pengelolaanya desa wisata di Indonesia sendiri
terbagi dalam dua bentuk yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka. Adapun karakter
dari masing-masing tipe tersebut, yakni:
a) Tipe Terstruktur
Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik
untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang
ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional. Lokasi
pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal sehingga
dampak negatif yang ditimbulkannya terkontrol. Selain itu pencemaran
sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini. Lahan tidak
terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan yang
terintegratif dan terkoordinasi sehingga diharapkan akan tampil menjadi
25
semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur
utama.
b) Tipe Terbuka
Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh menyatunya
kawasan dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan
masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang diperoleh dari wisatawan
dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak
negatifnya cepat menjalar menjadi satu ke dalam penduduk lokal sehingga
sulit dikendalikan.
Seperti pengertian Desa Wisata adalah suatu bentuk integrasi antara
atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu
struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi
yang berlaku. Maka, penelitian di desa munggu ini akan mengidentifikasi dari
potensi yang ada di desa wisata, dan inilah yang akan nantinya menjadi potensi
andalan jika sudah dikembangkan dengan baik. Karena desa wisata merupakan
salah satu daya tarik wisata. Karena desa wisata merupakan suatu struktur
kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang
berlaku. Munggu ini merupakan potensi seni dan budaya atau kebudayaan dan
juga ada akomodasi. Kebudayaan yang sangat unik dan berada hanya di daerah
Munggu dan kegiatan yang paling diingat dari munggu adalah mekotekan dan
kegiatannya di lakukan setiap selesai hari raya Kuningan.
26
2.3 Landasan Teori
Dalam penelitian ini penulis menggunakan akan 2 teori yaitu: teori
perencanaan dan teori partisipasi adapun uraiannya sebagai berikut:
2.3.1 Teori Perencanaan
Perencanaan merupakan pengorganisasian masa depan untuk mencapai
tujuan tertentu (Inskeep, 1991). Menurut Mill (2000) bila tidak ada perencanaan
pada suatu tempat wisata dapat berakibat negatif pada tempat tersebut. Akibat
tersebut dapat berupa; (1) kerusakan atau perubahan permanen lingkungan fisik;
(2) kerusakan atau perubahan permanen kawasan-kawasan historis/ budaya dan
sumber-sumber alam; (3) terlalu banyak orang dan kemacetan; (4) adanya
pencemaran; dan (5) masalah-masalah lalu lintas.
Paturusi, (2008: 27) menjelaskan bahwa dengan perencanaan pariwisata
yang baik dan terpadu dapat memberikan manfaat seperti: (1) menjadi arahan dan
pedoman baik pemerintah maupun swasta dalam pengembangan pariwisata karena
kegiatan ini merupakan suatu kegiatan ekonomi yang relatif baru; (2) kegiatan
pariwisata merupakan kegiatan yang sangat komplek, multi sektor yang
melibatkan berbagai bidang, maka untuk memadukan unsur-unsur tersebut
diperlukan perencanaan dan koordinasi; (3) dapat mendatangkan keuntungan
ekonomi yang optimal; (4) dapat digunaan untuk memilih unsur mana saja dari
budaya yang dapat dikomersialkan dan mana yang tidak; (5) dalam membangun
fasilitas pariwisata dan berbagai sektor ikutannya dapat ditentukan daya dukung
lahan optimal yang dapat menjaga kelestarian lingkungan; (6) untuk
mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan; (7) meminimalkan hal-hal yang
27
kurang menguntungkan bagi pengembangan pariwisata; 8) menyiapkan sumber
daya manusia; (9) dapat meningkatkan kunjungan wisatawan, yang akan
berimplikasi pada peningkatan devisa negara tanpa mengorbankan kelestarian
lingkungan dan sosial budaya masyarakat.
Dalam merencanakan pengembangan pariwisata dikenal beberapa hirarki
dimana fokus perencanaan pada tiap tingkat hirarki tidak sama. Perencanaan di
tingkat umum memberikan kerangka dan arahan bagi perencanaan hirarki di
bawahnya, dan demikian seterusnya (Gunawan, 1993 dalam Paturusi, 2008: 57).
Secara rinci fokus setiap jenjang hirarki perencanaan diuraikan beberapa tahapan
tetapi dalam penelitian ini akan memakai dua tahapan yaitu:
1) Perencanaan Pariwisata di Tingkat Kabupaten/Kota (PPK)
PPK merupakan arahan kebijakan dan strategi pariwisata wilayah
kabupaten/kota. Fokus pada: (1) kebijakan pengembangan pariwisata
kabupaten/kota yang disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah dan Panjang di wilayah kabupaten/kota; (2) Rencana Struktur Tata
Ruang Pariwisata kabupaten/kota yang mencakup jaringan transportasi antar
dan intra kabupaten/kota sampai ke objek-objek utama; (3) penentuan
kawasan pintu gerbang menuju objek utama dan kebutuhan akan fasilitas
pendukung (jumlah, jenis, kelas dan lokasi) dan; (4) rencana jaringan utilitas,
pendukung kawasan, dan lokasi objek-objek menarik lainnya.
2) Perencanaan Pariwisata Kawasan (PPKw)
PPKw merupakan arahan kebijakan dan strategi pariwisata suatu
kawasan dalam kabupaten/kota. Fokus pada: (1) penentuan lokasi daya tarik
28
wisata, termasuk kawasan konservasi; (2) arahan lokasi hotel dan akomodasi
lainya, pertokoan dan fasilitas lainnya, tempat rekreasi, dan taman; (3) sistem
jaringan transportasi, kawasan pejalan kaki ( pedestrian), serta terminal; (4)
perencanaan prasarana pendukung: air, listrik, air limbah, air hujan, sampah
dan telekomunikasi; (5) studi dampak yang sangat spesifik; (6) kriteria
perancangan (aplikasi arsitektur lokal, lansekap, dan ketinggian bangunan)
dan (7) pola arus wisatawan dalam pemanfaatan fasilitas.
Dari menggabungkan tahapan diatas akan nantinya mencoba menjawab dari
kendala dalam perkembangan Desa Wisata Munggu. Perencanaan pariwisata
menggunakan konsep perencanaan umum yang sudah terbukti efektif dalam
menghadapi proses pengembangan modern, tetapi menyesuaikan diri dengan
karakteristik pariwisata tertentu. Pendekatan perencanaan pariwisata mengarah
pada aplikasi praktis dalam perumusan kebijakan dan pengembangan pariwisata.
Proses perencanaan dasar yang diterangkan sebelum menyediakan kerangka
perencanaan yang umum dan penekanan ditempatkan pada konsep perencanaan
menjadi berkesinambungan, berorientasi sistem, menyeluruh, terintegrasi, dan
lingkungan dengan fokus pada keberhasilan pengembangan yang dapat
mendukung keterlibatan masyarakat.
Jadi dari uraian sebelumnya dari para ahli yang sudah mengatakan teori
perencanaan ada beberapa tahapan. Dalam teori perencanaan ini akan dipakai
dalam membahas permasalahan yang akan diteliti yaitu akan menentukan potensi
yang ada di Desa Wisata Munggu, kendala pengembangan dan progam serta
partisipasi stakeholder dalam perkembangan Desa Wisata Munggu yang nantinya
29
menjadi desa wisata yang berkembang dan berkelanjutan serta menjadi salah satu
daya tarik yang berkembang dan populer.
Perencanaan dalam penelitian ini akan melakukan sebuah pendekatan serta
rincian yang di mana para ahli sudah mengemuakakan bahwa adanya beberapa
rincian yang sudah diatur dalam peraturan kota, wilayah, kabupaten dan
sebagainya dan pendekatan juga ada beberapa tahap. Dalam penelitian ini peneliti
akan mencoba menggali dari permasalahan yang di Desa Munggu dalam
perkembangan desa wisata yang mana sudah ditetapkan dari 2010 tapi belum ada
progam kerja yang jelas. Sehingga peneliti akan mengkaitkan dengan pemikiran
para ahli yaitu dari pendekatan dan rincian untuk merencanakan pengembangan
desa wisata yang berkembang. Sehingga perlunya sebuah perencanaan yang
matang dalam penelitian ini.
2.3.2 Teori Partisipasi
Partisipasi stakeholder dalam pembangunan pariwisata yang berkelanjutan
sangat diperlukan. Dalam UU No.10 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pariwisata
adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan
Pemerintah Daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah, pengusaha, dan masyrakat
memiliki peran yang sangan vital dalam pembangunan pariwisata, terutama
pengembangan Desa Wisata Munggu.
Partisipasi stakeholder dalam suatu pengembangan destinasi pariwisata
sangat penting untuk mencapai suatu kesuksesan pembangunan khususnya
perkembangan Desa Wisata Munggu . Dalam WTO (2004: 29) dinyatakan
30
penyesuaian tingkat dan jenis partisipasi akan tergantung atas beberapa faktor
yaitu: jangkauan dari proyek, tahap (bentuk) pekerjaan, norma budaya,
pengalaman dari stakeholder, keberadaan institusi kerangka kerja dan proses
konsultasi dan faktor logistik (geografis dan teknologi komunikasi).
Menurut Tosun (dalam Madiun, 2008: 36) partisipasi dilakukan dengan cara
yang berbeda-beda. Perbedaan itu mencakup partisipasi karena paksaan
(manipulative participation), dengan kekuasaan dan ancaman (coercive
participation), karena adanya dorongan (induced participation), partisipasi yang
bersifat pasif (passive participation), maupun partisipasi secara spontan
(spontaneous participation). Terkait dengan model partisipasi itu, Tosun
selanjutnya mengembangkan tipologi partisipasi masyarakat dalam pariwisata. Ia
menklasifikasi tipe partisipasi masyarakat ke dalam tiga bagian utama yaitu
partisipasi masyarakat secara spontan (spontaneous participation), partisipasi
masyarakat karena adanya kekerasan (coercive participation), dan partisipasi
masyarakat karena masyarakat merasa terdorong untuk melakukannya (induced
participation). Pada tipe terakhir masyarakat lokal mempunyai kesempatan untuk
mendengar dan didengarkan suaranya. Mereka memiliki suara dalam proses
pembangunan pariwisata, tetapi mereka tidak berdaya terhadap kekuatan-kekuatan
lain yang mempunyai kepentingan seperti kekuatan yang berasal dari pemerintah,
perusahaan-perusahaan besar, tour operator internasional serta kekuatan-kekuatan
besar lainnya (Madiun, 2009).
Menurut Tosun dan Timothy (2003:4-9) mengajukan tujuh proposisi
mengenai partisipasi masyarakat dalam proses pengembangan pariwisata.
31
Pertama, partisipasi masyarakat merupakan elemen vital dalam perencanaan dan
strategi pariwisata. Kedua, partisipasi masyarakat berkontribusi bagi
pembangunan pariwisata berkelanjutan dalam berbagai cara. Ketiga, partisipasi
masyarakat meningkatkan kepuasan wisatawan. Keempat, partisipasi masyarakat
membantu para profesional di bidang pariwisata dalam mendesain perencanaan
pariwisata yang lebih baik. Kelima, partisipasi publik berkontribusi dalam
distribusi pembiayaan dan keuntungan yang adil di antara anggota masyarakat.
Keenam, partisipasi masyarakat dapat membantu memuaskan keinginan
masyarakat yang teridentifikasi. Ketujuh, partisipasi masyarakat memperkuat
proses demokratisasi di destinasi pariwisata.
Dua alternatif utama dalam penggunaan partisipasi berkisar pada partisipasi
sebagai tujuan pada dirinya sendiri atau sebagai alat untuk mengembangkan diri.
Hal tersebut sebagai cerminan sifat partisipasi intrumental dan trasformasional.
Partisipasi instrumental terjadi ketika partisipasi dilihat sebagai suatu cara untuk
mencapai sasaran tertentu (partisipasi terhadap proyek yang dilakukan orang luar).
Partisipasi trasformasional terjadi ketika partisipasi itu pada dirinya sendiri
dipandang sebagai tujuan, dan sebagai sarana untuk mancapai tujuan yang lebih
tinggi, misalnya menjadi swadaya dan berkelanjutan. Pendekatan-pendekatan
dalam partisipasi yaitu: (1) partisipasi pasif, suatu pendekatan yang menyatakan
“kami lebih tahu apa yang baik bagimu” ini merupakan komunikasi satu arah,
dimana informasi diberikan pada masyarakat untuk menerimanya; (2) partisipasi
aktif, merupakan pendekatan pelatihan dan kunjungan dimana dialog dan
komunikasi dua arah yang memberikan kesempatan pada masyarakat untuk
32
berinteraksi; (3) partisipasi dengan keterikatan, suatu pendekatan “kontrak tugas
yang dibayar” yang berpandangan bila anda melakukan ini, maka proyek akan
melakukan itu; dan (4) partisipasi atas permintaan setempat merupakan
pendekatan yang didorong oleh permintaan, dan dilakukan untuk menjawab
kebutuhan yang dinyatakan oleh masyarakat, bukan kebutuhan perancang
(Mikkelsen, 2003: 65-67). Adapaun teori partisipasi yang digunakan tersebut
untuk mengetahui paritisipasi stakeholders tentang perkembangan Desa Wisata
Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
2.4 Model Penelitian
Penelitian ini diawali dengan mengumpulkan informasi dan data-data yang
bisa dijadikan bahan dalam penelitian. Bali merupakan tujuan wisata yang sangat
sering dikunjungi oleh para wisatawan tidak hanya wisatawan dalam negeri tapi
juga wisatawan asing. Sebagai daerah tujuan wisata, Bali konsisten menempatkan
sektor pariwisata sebagai sektor andalan. Pariwisata andalan dilihat juga dalam
sektor pariwisata. Pariwisata saat ini memiliki peranan yang sangat penting tidak
hanya dalam hubungan perekonomian nasional dan internasional, tetapi juga
dalam bidang sosial budaya, pendidikan serta hubungan-hubungan yang lain
dalam usaha ikut serta membina kesatuan bangsa, memupuk rasa cinta tanah air
maupun memajukan kerja sama serta saling pengertian antar bangsa-bangsa.
Kekayaan objek wisata dan keunikan kebudayaan yang dimiliki oleh pulau Bali
merupakan daya tarik tersendiri, dapat di lihat dari pariwisata alternatif dimana
salah satunya yaitu desa wisata. Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi
antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu
33
struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang
berlaku ( Nuryanti, 1993).
Data yang dikumpulkan didapat dari Perbekel Desa Munggu. Potensi wisata
yang dimiiki oleh Desa Munggu salah satunya adalah Pantai Seseh yang berada di
sebelah barat Desa Munggu dan tidak kalah menariknya juga desa ini memiliki
tradisi yang tidak ada di tempat lain yaitu Tradisi Mekotekan. Tradisi ini hanya
bisa dijumpai setiap selesai hari Raya Kuningan Bali.
Desa Wisata Munggu akan lebih menarik kalau ditata dan dikembangkan
dengan konsep dan perencanaan yang matang. Perlu peran berbagai pihak untuk
mengembangkan suatu Desa Wisata Munggu menjadi lebih baik agar wisatawan
lebih banyak berdatangan ke daerah Munggu Kecamatan Mengwi.
Pengembangan akan berjalan sesuai dengan harapan apabila sebelumnya
dilakukan analisis dan perencanaan dalam menentukan sebuah progam yang akan
di lakukan untuk mengembangkan Desa Wisata Munggu.
Perkembangan Desa Wisata ini diharapkan nantinya agar desa wisata ini
lebih diketahui karena, di Badung ada 11 Desa Wisata. Hal inilah yang
mendorong perlunya dilakukan penelitian di Desa Wisata Munggu. Beberapa
kepustakaan pada tinjauan pustaka termasuk teori dan konsep digunakan sebagai
rujukan untuk menyelesaikan penelitian ini. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis untuk mengetahui efektivitas perkembangan Desa Wisata. Kemudian
menggunakan analisis yaitu analisis deskriptif kualitatif . Untuk mendapatkan
jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan dan rekomendasi terkait
34
dengan perkembangan Desa Wisata Munggu. Landasan pemikiran tersebut
dituangkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1
Model Penelitian
Desa Wisata
Munggu
Analisis Data
Deskriptif
Kualitatif
Hasil
Pariwisata
Alternatif
Kendala
Pengembangan
Partisipasi
Stakeholder
Konsep
Perkembangan
Desa Wisata
Teori
Perencanaan Pariwisata
Partisipasi
Rekomendasi
Progam
Pengembangan
Pariwisata
Badung