52
21 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Bagian ini memaparkan kajian pustaka, penjabaran konsep, teori, dan model penelitian. Dalam kajian pustaka dikemukakan beberapa karya terdahulu yang relevan, baik substansi maupun perspektif, sehingga dapat menentukan posisi disertasi ini dan memberi basis argumen. Pemaparan konsep adalah memberi batasan dan pengertian dari kata kunci atau frasa yang tertera dalam judul disertasi untuk dioperasionalisasi dalam kajian selanjutnya. Sementara itu, dalam kajian teori didiskusikan tiga teori utama untuk menjawab masalah penelitian, yaitu teori praktik dari Pierre Bourdieu, teori hegemoni dari Antonio Gramsci, dan teori tindakan komunikatif dari Juergen Habermas. Bagian terakhir adalah model penelitian berupa gambaran konstruksi penelitian yang berfungsi sebagai anatomi dalam menjelajahi alur berpikir dalam penelitian. 2.1 Kajian Pustaka Karya-karya akademik dalam subjek sosial, politik, budaya, dan agama berupa laporan penelitian, buku, monografi, dan tulisan-tulisan yang membentuk kepustakaan mengenai masyarakat Bima di Nusa Tenggara Barat tidak susah ditemukan. Sementara itu, penelitian lebih spesifik tentang Dou Mbawa di Bima masih jarang dilakukan, kecuali oleh Peter Just (2001). Etnolog Amerika ini melakukan studi di Mbawa pada 1981, hasilnya diterbitkan dalam buku berjudul Dou Donggo Justice: Conflict and Morality in an Indonesian Society. Karya ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

  • Upload
    buicong

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

Bagian ini memaparkan kajian pustaka, penjabaran konsep, teori, dan model

penelitian. Dalam kajian pustaka dikemukakan beberapa karya terdahulu yang

relevan, baik substansi maupun perspektif, sehingga dapat menentukan posisi

disertasi ini dan memberi basis argumen. Pemaparan konsep adalah memberi

batasan dan pengertian dari kata kunci atau frasa yang tertera dalam judul disertasi

untuk dioperasionalisasi dalam kajian selanjutnya. Sementara itu, dalam kajian

teori didiskusikan tiga teori utama untuk menjawab masalah penelitian, yaitu teori

praktik dari Pierre Bourdieu, teori hegemoni dari Antonio Gramsci, dan teori

tindakan komunikatif dari Juergen Habermas. Bagian terakhir adalah model

penelitian berupa gambaran konstruksi penelitian yang berfungsi sebagai anatomi

dalam menjelajahi alur berpikir dalam penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Karya-karya akademik dalam subjek sosial, politik, budaya, dan agama

berupa laporan penelitian, buku, monografi, dan tulisan-tulisan yang membentuk

kepustakaan mengenai masyarakat Bima di Nusa Tenggara Barat tidak susah

ditemukan. Sementara itu, penelitian lebih spesifik tentang Dou Mbawa di Bima

masih jarang dilakukan, kecuali oleh Peter Just (2001). Etnolog Amerika ini

melakukan studi di Mbawa pada 1981, hasilnya diterbitkan dalam buku berjudul

Dou Donggo Justice: Conflict and Morality in an Indonesian Society. Karya ini

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

22

dapat disebut perintis yang pernah dilakukan mengenai Mbawa – yang ia sebut

sebagai Doro Ntika (gunung cantik).

Just mengidentifikasi beberapa aspek moralitas yang hidup dalam Dou

Mbawa sebagai basis harmoni sosial. Ia mengemukakan argumentasi bahwa basis

moralitas yang bersumber dan terpatri di dalam kepercayaan akan nenek moyang

dan roh-roh, bekerja sebagai jalan penyelesaian konflik dan pemecahan persoalan

yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem

hukum di Mbawa hanya bisa dipahami dalam konteks moralitas, yaitu pandangan-

pandangan dasar mengenai asal-usul alam, makhluk yang menempatinya, dan

hubungan antarsesama mereka. Just menempatkan kepercayaan Dou Donggo

terhadap roh jahat dan dewa-dewa, konsepsi dan persepsi diri, dan kekuatan

magic yang dimiliki para otoritas adat sebagai titik tolak dari sistem hukum

konsensus yang dianut oleh masyarakat. Studi ini juga membahas tentang

formulasi moralitas dan kesepakatan-kesepakatan komunitas yang mendasari

kehidupan sehari-hari mereka. Konstruksi moralitas komunal itulah yang dapat

menjadi modal sosial bagi mereka dalam meretas kehidupan yang langgeng,

termasuk menjadi mekanisme penyelesaian konflik dan ketegangan di antara

mereka.

Penelitian disertasi ini, harus diakui, untuk sebagian mengambil inspirasi

dari karya Just di atas. Hanya saja, Just memberi porsi terbatas bagi ekspresi

ritual, sedangkan penelitian disertasi ini menelusuri lebih jauh lagi dan merangkai

lebih detail tentang ekspresi ritual tersebut sebagai wadah bagi manifestasi sistem

kepercayaan sebagaimana disinggung Just. Perbedaan berikutnya, penelitian

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

23

disertasi ini lebih lanjut menelusuri aspek-aspek ritual yang merefleksikan adanya

transformasi gagasan mengenai hidup bersama dan berhadapan dengan orang lain

atau orang luar. Jika Just berhenti dan berkutat pada identifikasi sistem

kepercayaan, maka disertasi ini fokus pada praktik budaya Raju yang bukan saja

sebagai representasi sistem kepercayaan itu, tetapi juga sebagai ideologi yang

bekerja dalam ranah sosial-budaya di Mbawa.

Selain karya Peter Just, studi lain di Mbawa yang relevan dan dapat

memberi gambaran terhadap kemajemukan Dou Mbawa dilakukan oleh Kadri dkk

(2009, tidak dipublikasikan), Satu Leluhur Dua Agama: Dinamika Komunikasi

Komunitas Islam dan Kristen di Mbawa-Donggo. Penelitian ini mengenai

hubungan sosial antara penganut kepercayaan berbeda, khususnya bagaimana dua

entitas budaya (Islam dan Kristen) yang dianut oleh masyarakat seleluhur

bertautan dalam ranah publik dan melahirkan corak hubungan yang khas, yaitu

harmoni sekaligus riak-riak. Dalam kajian ini, Dou Mbawa memiliki kearifan

dalam menyikapi perbedaan sekaligus kesamaan yang mereka miliki. Selain pola

hidup komunal yang mengandalkan gotong-royong, Dou Mbawa cenderung

meletakkan identitas keagamaan di ruang privat, sementara identitas kultural yang

menggambarkan kesamaan di antara mereka ditampilkan di ruang publik.

Kajian di atas, di mana peneliti terlibat di dalamnya, adalah pengamatan

awal dan sekilas untuk melihat kembali situasi keragaman di Mbawa setelah

sekian lama kosong dari pengamatan akademik setelah Just. Kajiannya bersifat

umum, bukan merupakan studi kasus pada praktik-praktik spesifik yang menjadi

pranata kultural masyarakat Mbawa, sebagaimana dilakukan oleh kajian disertasi

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

24

ini. Namun demikian, kajian tersebut, selain kajian Just, memberi petunjuk

mengenai adanya perangkat kultural yang spesifik yang dapat dipandang sebagai

inti dan identitas kebudayaan Dou Mbawa. Celah itulah yang hendak diisi oleh

kajian disertasi ini.

Mengkaji Mbawa (sebagai subkultur) tidak memadai tanpa mengaitkan

dengan kajian tentang Bima (sebagai kultur dominan), karena kedua entitas

budaya itu memiliki jalinan yang intens baik konvergensi maupun divergensinya.

Dengan demikian, perlu dikemukakan beberapa kajian yang berkaitan dengan

masyarakat Bima secara lebih luas dengan tema yang lebih spesifik mengenai

praktik keagamaan dan proses pembentukan identitas keagamaan. Karya-karya itu

dapat disebutkan sebagai berikut:

Abdul Wahid dkk (2001) berupa laporan penelitian dengan judul Tata Nilai

dan Kehidupan Islami: Hubungan antara Pemahaman dan Pengamalan Agama

Masyarakat di Kabupaten Bima. Kajian ini adalah survey yang memberi

pemahaman awal mengenai pola Islamisasi dalam masyarakat Bima secara umum

dengan membandingkan antara daerah perkotaan dan daerah pedalaman. Dalam

studi ini terungkap bahwa corak dan praktik keagamaan masyarakat di Bima

sangat ditentukan oleh cara dan sumber mereka memperoleh pemahaman dan

pengajaran agama. Tentu saja ada perbedaan akses kepada sumber pengetahuan

keagamaan antara kota dan pedalaman, maka ada pula perbedaan dalam cara

mereka memahami dan mempraktikkan agama. Pemahaman agama masyarakat di

perkotaan secara umum dikategorikan memadai karena besarnya akses terhadap

sumber ajaran agama, sementara pedesaan miskin dengan sumber pengetahuan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

25

keagamaan. Corak keagamaan mainstream di kota cenderung bersifat ritual-

formalistik, sementara di wilayah pedesaan agama cenderung mengambil bentuk

mistis dengan perpaduannya yang intens dengan budaya-tradisi lokal.

Fachrir Rachman (2009) menulis buku Islam di Bima, Kajian Historis

tentang Proses Islamisasi dan Perkembangannya Sampai Masa Kesultanan.

Karya ini adalah kajian historis tentang Islamisasi di Bima, yaitu proses

transformasi kehidupan keagamaan masyarakat Bima, termasuk di Mbawa-

Donggo. Dalam studi ini terungkap bahwa pengakaran Islam dalam masyarakat

Bima telah berlangsung sejak era kesultanan abad ke-16 melalui pola top down

dari sultan ke rakyat secara massif. Dalam buku ini terungkap pula bahwa

Islamisasi di Mbawa terjadi pada masa-masa akhir kesultanan Bima. Dengan

demikian, muncul anggapan bahwa Islamisasi di Mbawa atau Donggo pada

umumnya baru dimulai dan menjadi prioritas pada era-era selanjutnya.

Michael Prager (2010) menulis “Abandonning the ‘Garden of Magic’:

Islamic Modernism and Contested Spirit Assertion in Bima,” dalam jurnal

Indonesia and the Malay World Vol. 33 No. 110 Maret 2010. Kajian tentang

situasi keagamaan masyarakat pedalaman Bima. Menurutnya, agama di Bima

sampai abad ke-20 adalah perpaduan kepercayaan Islam dan pra-Islam yang

sering disebut sebagai sinkretisme. Sejak era 1960-an kepercayaan dan praktik

keagamaan sinkretik itu menjadi sosok antagonis di hadapan protagonis Muslim

reformis, terutama dari kalangan organisasi Muhammadiyah. Mereka yang disebut

terakhir ini berupaya membasmi segala bentuk kepercayaan lokal dan ritual

keagamaan mereka. Kajian Prager ini membentangkan benang merah sejarah

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

26

Islamisasi di Bima sembari mengidentifikasi faktor-faktor pendukungnya, yaitu

munculnya kaum reformis lokal dari hasil pergi haji ke Mekah dan

berkembangnya doktrin keagamaan yang dibawa oleh Muhammadiyah.

Syarifuddin Jurdi (2011) menulis buku Islamisasi dan Penataan Ulang

Identitas Masyarakat Bima. Karya ini menggambarkan proses Islamisasi di Bima

yang berlangsung dengan kekuatan politik dan payung kekuasaan telah

membentuk identitas keislaman yang kuat bagi masyarakt Bima. Islamisasi itu

berlangsung tiga abad sejak masa Sultan Abdul Kahir (1640) sampai sultan

terakhir Sultan Salahuddin (1955). Transformasi kesultanan ke dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menandai pudarnya identitas Islam politik

di Bima. Puncaknya berlangsung pada Orde Baru yang dianggap tidak ramah

dengan Islam politik. Semangat Islamisasi kembali mencuat dengan munculnya

era reformasi yang menemukan momentumnya ketika Zainul Arifin menjadi

bupati Bima periode 2000-2005 dengan program ‘Jum’at Khusyu’ dan motto

‘Bima Ikhlas’. Walaupun pemerintah menunjukkan kemauan politik yang baik

dan didukung oleh gerakan sosial dan kultural, program-program ini tidak

berhasil. Jurdi melihat kegagalan itu terutama disebabkan ketidakkonsistenan

pemerintah sendiri dalam menjalankan program, dengan tiadanya perangkat

regulasi yang bisa menopang pelaksanaan ide-ide Islamisasi. Proyek setengah hati

ini juga menggiring opini akan eksklusivisme umat Islam dalam pergaulan sosial-

keagamaan dengan adanya tindakan penafikan kelompok-kelompok kecil. Hal

terakhir ini punya preseden pada masa kesultanan di mana kelompok masyarakat

di Donggo, yang telah memiliki kepercayaan lokal dan agama selain Islam,

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

27

merasakan bahwa proses Islamisasi yang dilakukan oleh Sultan mengeksklusi

mereka.

Muhammad Adlin Sila (2014) melakukan penelitian disertasi dengan judul

“Being Muslim in Bima of Sumbawa, Indonesia: Practice, Politics and Cultural

Diversity” (Jurusan Antropologi Australian National University, Canberra).

Kajian ini adalah sebuah narasi mengenai keragaman budaya, politik, dan praktik,

dan cara masyarakat Muslim Bima menegakkan identitas Islam. Membidik makna

budaya, simbol dan sistem keagamaan yang terpancar melalui proses praktik dan

wacananya dalam ritual dan festival, karya ini melihat ritual dan festival Islam

sebagai representasi keragaman ekspresi Islam dalam mana Muslim

mengkoseptualisasikan religiusitasnya. Temuannya, makna-makna keislaman

menyebar di komunitas Muslim di Bima, baik di kalangan elite agama atau ulama

maupun di tataran umat atau awam. Tidak ada gambaran mengenai Islam yang

tunggal di saat setiap Muslim memiliki cara sendiri menafsirkan agama sesuai

respons mereka terhadap kondisi sekeliling. Ini berarti menjadi Muslim di Bima

adalah soal negosiasi di mana mereka menganggap praktik sehari-hari sebagai

Islam. Kajian ini, dipandu oleh argumentasi historisitas Islam dan konsep Islam

lokal, melihat pentingnya konteks sosial sebagai faktor pembentuk citra Muslim

sebagai aktor sosial. Sekalipun praktik-praktik Islam pada dasarnya satu dan

seragam, tetap saja ekspresi lahiriahnya berbeda-beda karena perbedaan khazanah

sejarah dan budaya serta konteks sosial-politik.

Kajian-kajian di atas menggambarkan proses Islamisasi di Bima dalam

setiap periode sejarah selalu melibatkan infrastruktur politik. Melalui

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

28

insfrastruktur politik ini, agama tersebar dengan topangan otoritas yang kuat, baik

ideologi maupun agennya. Dalam proses itu terdapat juga simbiosa mutualistik

antara agama dan negara. Bila pada awal lahirnya Islam dipayungi oleh negara,

pada masa kontemporer berlangsung politisasi agama, di mana pemerintah

menggunakan perangkat dan bahasa agama sebagai wahana menggalang

opini/persetujuan dan keterlibatan masyarakat dalam proyek pembangunan.

Relevansi karya-karya di atas dengan penelitian disertasi ini terletak pada

dimensi hegemoni dan permainan ideologi yang menjadi isu sentral. Jika kajian

terdahulu menyangkut upaya pemerintah melakukan hegemoni di segala sisi

kehidupan dengan Islamisasi, maka kajian disertasi ini melihat hegemoni melalui

Islamisasi itu berlangsung dan ditanggapi oleh Dou Mbawa – sebuah masyarakat

kecil yang masuk dalam jangkauan kekuasaan pemerintah Bima – dengan cara

mereka sendiri yang tidak sama dengan masyarakat Bima yang lain.

Selain kajian-kajian mengenai masyarakat Bima dan Mbawa di atas, sebagai

bahan perbandingan dikemukakan beberapa karya yang mengkaji praktik dan

corak keagamaan di beberapa masyarakat Indonesia lainnya. Hal ini untuk

memberi pemahaman bandingan mengenai perubahan tradisi keagamaan dan

kontestasi budaya sebagaimana yang terjadi di Mbawa. Beberapa penelitian itu

sebagai berikut:

AG. Muhaimin (2006) menulis buku The Islamic Tradition of Cirebon:

Ibadat and Adat among Javanese Muslims terbitan The Australian National

University E-Press. Buku ini menampilkan corak dan tradisi sosial-keagamaan

kalangan Muslim di Cirebon, Jawa Barat yang merupakan manifestasi dari sistem

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

29

kepercayaan, pandangan dunia mitologi dan kosmologi. Perpaduan antara tradisi

Islam universal dengan tradisi lokal melahirkan citra Islam yang khas, yakni Islam

yang berkarakter sufistik. Skeptis terhadap trikotomi ‘priyayi-santri-abangan’

yang dibuat oleh Cliffort Geertz dalam memahami dinamika sosio-kultural Jawa,

penulis mengajukan perspektif perennialisme dari Syed Hussein Nasr dalam

melihat tradisi Islam dan memahami praktik keberagamaan Muslim di Cirebon.

Dalam perspektif Nasr, antara yang sakral dan yang profan dari agama

tidaklah mudah dipilah karena keduanya telah berjalin sedemikian rupa dan

membentuk entitas keagamaan yang utuh. Dengan demikian, praktik dan tradisi

keagamaan tidak serta merta bisa diberi justifikasi, kecuali setelah dilakukan

penelusuran secara mendalam terutama terhadap klaim penganut tradisi akan akar

praktik tradisi tersebut. Posisi teks dan bahasa agama sebagai sumber otoritas

keagamaan menjadi sangat penting, hal yang justru diabaikan oleh Geertz. Secara

metodologis, pandangan ini mengarahkan pada berlakunya analisis hermeneutika

dan fenomenologi dalam membaca sistem tanda-simbolis dan memahami motif-

motif di balik praktik keagamaan. Posisi penulis sebagai ‘insider’ amat sesuai dan

mendukung penggunaan cara kerja hermeneutis-fenomenologis ini.

Karya ini juga melihat peranan sumber otoritas keagamaan, yakni Pesantren

Buntet, dalam memainkan agensi bagi pembentukan dan pemertahanan identitas

dan corak keagamaan. Sebagai institusi, pesantren Buntet adalah ranah bagi elite

agama dalam menentukan dan melegitimasi praktik keagamaan masyarakat. Jelas

terdapat pertarungan dalam proses itu, dan seperti biasanya pertarungan, baik

berakibat menang-kalah maupun dominasi, selalu menyediakan ruang bagi

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

30

hidupnya identitas.

Karya Muhaimin relevan bagi kajian disertasi ini sebagai bahan analisis

perbandingan. Karakteristik masyarakat Muslim Cirebon mirip masyarakat

Muslim Bima, di mana praktik tradisi Islam juga hidup dan menjadi identitas. Jika

di Cirebon terdapat banyak situs Islam, maka di Bima juga banyak ditemukan

artefak atau budaya fisik yang menandai kehadiran Islamisasi, bahkan di Bima

masih berdiri kokoh legacy kesultanan Islam yang diperlihatkan secara fisik

maupun sebagai realitas sosio-kultural.

Praktik keagamaan di kedua daerah ini juga menunjukkan kecenderungan

akulturasi atas persinggungannya dengan budaya lain. Nuansa adat yang kental

bersinggungan dengan norma syari’at juga mengalami internalisasi sedemikian

rupa sehingga membentuk kesatuan yang utuh antara keduanya. Integrasi dua

entitas itu di Bima bahkan terlembagakan dalam struktur otoritas yang merupakan

dwitunggal pilar kekuasaan kesultanan, yaitu Majlis Sara (syari’ah/agama) dan

Majlis Hadat (adat). Penguatan aspek mistisisme juga terjadi antara lain dengan

berkembangnya ngaji fi tua (tasawuf falsafi) di kalangan masyarakat (Sila, 2014),

yang dalam tataran tertentu mengalami mistifikasi. Pertemuan dengan khazanah

lama yang masih diwariskan melahirkan kecenderungan mistis dan magis yang

mengitari kehidupan masyarakat Islam sampai sekarang. Namun, di Bima struktur

agensi kelembagaan yang mengusung pengembangan sufisme berbentuk tarekat

tidak sekuat di Cirebon, maka kekuatan reformis-puritan, seperti Muhammadiyah,

berhasil memenangkan pertarungan sehingga massifikasi praktik tradisional Islam

dapat dilokalisir ke masyarakat-masyarakat pedalaman yang tak terjangkau

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

31

(Prager, 2010). Mbawa di daerah pegunungan Donggo, tempat penelitian disertasi

ini, adalah salah satu tempat ‘pelarian dan persembunyian yang aman’ bagi

praktik keagamaan tradisional tersebut.

Buku lain ditulis oleh Hyung-Jun Kim (2007) berjudul Reformist Muslims in

a Yogyakarta Village: The Islamic Transformation of Contemporary Socio-

Religious Life juga terbitan The Australian National University E-Press. Karya ini

merupakan narasi historis-analitik mengenai pembentukan kultur, identitas,

ideologi, praktik, dan pandangan sosia-keagamaan dari masyarakat heterogen di

Jawa. Yogyakarta, tempat studi ini dilangsungkan, adalah kota dengan citra

multikulturalisme yang sangat kental.

Beragam budaya berinteraksi dan meninggalkan jejak-jejak kultural,

termasuk tradisi-tradisi keagamaan hadir dan berkembang, menyumbang

keragaman alam pikiran masyarakat. Tradisi intelektual Muslim dan Kristen

bertautan melalui intensitas praksis sosial kalangan cerdik pandai, ulama-kiyai

dan romo serta kaum intelektual berideologi. Karakteristik Yogyakarta sebagai

kota multikultural sekaligus sebagai pusat budaya Jawa menjadi tantangan bagi

kekuatan-kekuatan keagamaan “missionaris” untuk melakukan inkorporasi

ideologi dan budaya. Hal ini menambah lagi khazanah muatan kultural

Yogyakarta dan menjadikannya sebagai medan ‘adu kekuatan’ bagi kaum

reformis dari kalangan Islam dan Kristen. Kristenisasi dan Islamisasi kerap saling

berpacu memperebutkan ruang dalam mengisi nalar, jiwa, dan keberagamaan

masyarakat. Dalam atmosfir seperti itu, tidak gampang menjadi beragama di kota

itu. Terombang-ambing dalam sikap keberagamaan menjadikan orang cenderung

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

32

memiliki identitas keagamaan yang kabur atau multi-identitas yang mewujud

dalam berbagai paham-praktik inkulturatif, moderatif, pluralis, dan inklusif. Ini

tentu saja menjadi lahan dakwah yang menantang bagi kaum reformis keagamaan,

seperti Muhammadiyah di kalangan Islam.

Karya Kim (2007) merekonstruksi upaya para reformis yang dipengaruhi

alam pikiran Muhammadiyah dalam membentuk corak ideologi dan praktik

keagamaan di kampung Kolojonggo (nama samaran) wilayah Yogyakarta. Upaya

transformasi sosial ini bergerak dalam kerangka pikir reformis yang puritanistis,

ialah gagasan pemurnian praktik keagamaan agar tidak bercampur dengan unsur

syirik, bid’ah, dan khurafat. Dalam upaya ini, mereka dihadapkan pada dua

kelompok keagamaan sekaligus: pertama dari kalangan internal Islam, yaitu

mereka yang dianggap bukan penganut Islam yang taat; kedua dari penduduk

beragama Kristen. Dakwah internal dan eksternal ini tentu saja menghadirkan

suatu dinamika sosial di kampung Kolojonggo yang berpengaruh pada sikap

keberagamaan ketiga komponen baik dari kalangan reformis itu sendiri, kalangan

‘abangan’ yang sinkretis, dan kalangan Kristen. Terjadi pertarungan segitiga atau

perselingkuhan di antara kelompok tersebut. Terutama di kalangan Muslim yang

mayoritas, terjadi transformasi dalam hal cara pandang internal terhadap diri

mereka sendiri, agama mereka, dan eksternal lingkungan di sekitar dan penganut

agama lain. Meskipun tidak terlalu memadai dalam menggambarkan proses dan

akhir dari kontestasi ideologi-praksis dua kekuatan besar eksternal yang melanda

masyarakat tradisional ini, Kim berhasil menggambarkan proses pembentukan

varian dari gerakan pembaharuan sosial keagamaan dari kalangan reformis, dan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

33

menunjukkan supremasi Islam dari kalangan reformis terhadap tradisionalisme

kultural sekaligus terhadap ke-Kristenan.

Relevansi kajian di atas dengan tesis disertasi ini terlihat dalam aspek

masyarakat Kolojonggo yang pluralistik mirip dengan masyarakat Mbawa dengan

segmentasi Islam, Kristen, dan penganut tradisi. Praktik keagamaan masyarakat

menunjukkan gejala inkulturasi dan sinkretisme seperti yang berlangsung di Jawa

(Kolojonggo). Mbawa juga adalah daerah sasaran dakwah dari dua agama besar

itu sehingga menjadi locus Islamisasi dan Kristenisasi di era kini. Proses

transformasi budaya, identitas, dan religiusitas di Mbawa adalah isu penting

dalam diskursus kajian saya, di samping topik mengenai aktor, aparatus, dan

ruang publik.

Berporos pada isu konflik, kajian peneliti adalah menganatomi silang

sengkarut sengketa perebutan dominasi antarkelompok, dalam berbagai

bentuknya, dan melihat gejala dan kemungkinan adanya potensi yang bisa

menjadi wahana bagi masyarakat setempat untuk menyelamatkan komunalitas

yang mereka sendiri bangun, definisikan, impikan, dan perjuangkan. Bekerja di

bawah payung cultural studies, antropologi, atau kajian ilmu politik memiliki

tantangan sendiri-sendiri, dan bisa me(re/ng)konstruksi realitas yang berbeda di

atas gejala yang sama. Nanti akan segera terlihat, apakah nalar dan postur

masyarakat Kolojonggo akan termanifestasikan juga di Mbawa, atau ada narasi

lain yang berkarakter Austronesian. Juga, pasti akan ada proyeksi ‘teoretis-politis’

yang tercetus dari pilihan cara kerja Kajian Budaya yang penulis lakukan, yang

mungkin berbeda dari Kim atau Muhaimin.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

34

Karya lain yang tidak kurang relevan adalah buku berjudul Longing for the

House of God, Dwelling in the House of the Ancestors: Local Belief, Christianity,

and Islam among the Keo of Central Flores ditulis Philipus Tule (2004) terbitan

Academic Press, Fribourg Switzerland. Buku ini menampilkan gambaran suatu

konstruksi bangunan dan hubungan sosial dari masyarakat plural Keo Flores

bagian tengah dan bagaimana mereka menegosiasikan perbedaan dan identitas.

Buku ini adalah kajian antropologi agama mengenai isu-isu penting agama,

budaya, identitas, dan ideologi lokal yang tercakup dalam ritual, organisasi sosial,

dan ikatan perkawinan. Kebanyakan orang Keo beragama Islam dan Katolik,

namun tetap menganut kepercayaan dan budaya lokal sebagai bagian dari identitas

mereka.

Islam dan Kristen, bagi mereka, bukan sekedar praktik agama yang

diinspirasi dari kitab-kitab suci, tetapi menjadi basis bagi pandangan hidup dan

hidup sehari-hari. Terjadi pertautan di mana ajaran-ajaran monoteistik mengambil

elemen-elemen tertentu dari budaya Keo dan sebaliknya budaya Keo mengadopsi

dan mengadaptasi elemen-elemen ajaran monoteistik. Inilah yang menandai

masyarakat Keo berkarakter inkulturatif yang bisa dilihat sebagai akar yang kuat

harmoni dan toleransi di antara penduduk dalam hubungan kekerabatan dan

kekeluargaan dan masalah rumah, pemukiman, dan lahan. Bekerja dengan

semangat antropologi struktural, terutama dari Levi Strauss, karya ini

mengeksplorasi konsep ruang dalam hubungan sosial masyarakat Keo. Tanah dan

penguasaannya adalah simpul dari harmoni dan konflik di dalam masyarakat

heterogen Keo.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

35

Dalam aspek hubungan antaragama, buku karya Suprapto (2013) berjudul

Semerbak Dupa di Pulau Seribu Masjid: Kontestasi, Integrasi, dan Resolusi

Konflik Hindu-Muslim relevan sebagai bahan bandingan. Karya ini memberi

gambaran konflik dan integrasi dalam relasi sosial antara komunitas berbeda etnis

dan agama di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Kajian ini menyangkal tesis

bahwa konflik komunal terjadi karena perbedaan identitas primordial, nilai-nilai

dasar teologis, dan fragmentasi sosial. Menurutnya, konflik dapat terjadi karena

kurangnya ruang publik, seperti taman kota, sarana olah raga dan kesenian yang

membuat komunikasi dan ikatan antarwarga lemah. Berkurangnya ikatan

antarwarga ditambah faktor lain seperti sejarah, politik, ekonomi, dan budaya,

menyebabkan berbagai pertentangan antarwarga gampang bergeser dari

ketegangan personal menjadi konflik komunal.

Integrasi dan harmoni sosial antarumat beragama yang tercipta melalui

ketersediaan ruang publik akan terawat dengan baik oleh adanya pemahaman

keagamaan inklusif yang memproduksi teologi kerukunan. Bersama faktor lain

seperti ikatan perkawinan dan koalisi politis lintas etnis, dan nilai-nilai luhur adat,

teologi kerukunan yang ada pada Islam dan Hindu merupakan modal sosial

terpenting dalam merawat harmoni sosial sekaligus unsur potensial bagi upaya

peace building (bina damai).

Beberapa kepustakaan di atas telah membuka wawasan baru bagi peneliti

tentang praktik dan tradisi keagamaan, khususnya di Bima, dan lebih spesifik lagi

di Mbawa. Kajian-kajian yang telah disebutkan bermanfaat bagi rekonstruksi

pemahaman yang lebih baik terhadap praktik keagamaan beserta semua nuansa

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

36

yang mengitarinya. Untuk kajian yang penulis sedang lakukan mengenai praktik

budaya ritual di Mbawa, bacaan-bacaan ini bisa menjadi titik berangkat

berikutnya, signifikan bagi pengkayaan perspektif dan orientasi teoretik, serta

menjadi basis bagi konstruksi argumen bagi penelitian disertasi ini. Selain sebagai

bahan analisis perbandingan, juga dapat menjadi penuntun dalam merumuskan

atau menata kembali struktur kajian sebagai suatu karya bernilai disiplin tinggi.

Berdasarkan penelusuran kepustakaan di atas, studi yang dilakukan Peter

Just dapat dikatakan sangat mendalam mengenai moralitas dan karakter Dou

Mbawa. Sebagai sebuah studi antropologi yang bersifat naturalistik studi Just

mampu menggambarkan sisi-sisi esoteris Dou Mbawa. Meskipun tidak fokus pada

masalah praktik budaya atau relasi kuasa antara berbagai elemen masyarakat,

studi Just mengungkap dimensi konflik dalam masyarakat dan cara khas

penyelesaiannya. Studi Just memberi benang merah bagi penelitian lebih lanjut

dengan tema yang lebih spesifik lagi, antara lain mengenai praktik budaya.

Dengan demikian, penelitian mengenai praktik budaya dengan perspektif cultural

studies yang dilakukan melalui disertasi ini dapat dikatakan sebagai studi inisiasi

yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Jika Just membidik moralitas konflik

antaranggota komunitas, maka penelitian ini membidik konflik antara komunitas

dengan pihak-pihak luar yang dianggap mendominasi kehidupan komunitas

Mbawa.

Adapun argumen yang bisa dibangun berdasarkan pemahaman dan refleksi

kajian pustaka di atas adalah sebagai berikut. Pertama, pembentukan identitas

keagamaan dan lokal bersumber dari pandangan budaya/kosmologi dan faktor

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

37

sosial-politik-ekonomi yang melingkupinya. Kedua, praktik budaya adalah

akumulasi pengetahuan dan representasi struktur dan relasi sosial, karenanya

mengandung dimensi kultural berupa visi sosial dan kepentingan serta mengatur

relasi. Ketiga, budaya Raju yang dipraktikkan orang Mbawa adalah strategi

komunikasi, manajemen konflik, cara mengatasi hegemoni, dan jalan

mengembalikan atau memproyeksikan harmoni di masa depan.

2.2 Konsep

Dalam penelitian ini tertera konsep mengenai praktik budaya Raju,

masyarakat pluralistik, dan konsep Dou Mbawa. Uraian konsep ini membantu

peneliti dalam memahami gejala-gejala kultural yang memiliki struktur, kategori,

dan berbagai sistem norma yang berbeda (Ratna, 2010: 110), sebagaimana halnya

praktik budaya Raju yang diteliti.

2.2.1 Praktik Budaya Raju

Praktik adalah cara melakukan sesuatu, sebuah tindakan atau perilaku yang

dilaksanakan sebagai refleksi dari niat, kebiasaan dan rutinitas (Barker 2004:

163). Menurut Barker, istilah praktik dalam cultural studies diderivasi dari

konsep-konsep mengenai bahasa, teks, dan diskursus. Habermas menggunakan

istilah “praksis” yang merujuk kepada suatu proses pencerahan rasio yang

berujung pada pemihakan emansipatoris (Hardiman, 2009b: 61). Dengan kata

lain, praktik adalah kesinambungan dari gagasan, teori, dan wacana. Praktik

adalah representasi makna yang sengaja dirancang untuk mewadahi keterbatasan

bahasa, sehingga secara semiotik, praktik adalah tanda, teks, atau bahasa itu

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

38

sendiri.

Sementara budaya adalah konsep paling kompleks dan rumit dalam ilmu-

ilmu sosial humaniora. Kata “budaya” memiliki makna konotatif yang banyak,

dan mempunyai kesenjangan pengertian antara penggunaan yang satu dengan

yang lainnya. Dengan demikian, mendefinisikan budaya tidak lain dari upaya

memahami situasi dan lingkungan pembentuknya. Teori-teori kebudayaan, mulai

dari cultural evolusionism sampai teori-teori progresif dari tradisi kritis dan

poststrukturalisme, telah banyak membahas mengenai kebudayaan dan aspek yang

melingkupinya.

Selain dari definisi yang beragam dan luas mengenai budaya dari tradisi

sosiologi, antropologi, dan sastra, cultural studies memiliki coraknya sendiri

dalam memahami budaya (Barker 2009: 37). Raymond William, salah seorang

perintis dalam tradisi cultural studies, misalnya, memahami budaya sebagai

masalah keseharian hidup yang luas sampai hal remeh temeh (Barker 2009: 39).

Dalam pengertian Barker, ritual dan hal-hal yang menyertainya termasuk bagian

dari budaya. Sementara Hartley (2010: 29) mendefinisikan budaya sebagai

produksi dan sirkulasi dari rasa, makna, dan kesadaran, pada saat bersamaan

budaya adalah ranah reproduksi bukan atas benda-benda material, tetapi atas

hidup.

Dengan demikian, praktik budaya adalah sesuatu yang kompleks. Dalam

cultural studies, praktik dipandang sebagai representasi wacana, teks atau bahasa.

Praktik adalah budaya itu sendiri, dan sebaliknya, yang bekerja seperti bahasa

sebagai representasi sesuatu yang sedang bekerja menghasilkan makna. Artinya,

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

39

pembentukan representasi makna melibatkan seleksi dan organisasi tanda ke

dalam teks yang terbentuk melalui suatu bentuk tata bahasa. Bahasa mewadahi

objek material dan praktik sosial dengan makna-makna yang terusung sehingga

bisa dipahami. Praktik budaya ibarat bahasa yang memuat berbagai makna dan

wacana, tidak netral, dan sarat muatan kepentingan. Praktik budaya menjadi arena

pertarungan kepentingan dan ranah bagi relasi kuasa yang bergerak dinamis dalam

masyarakat.

Praktik budaya Raju adalah ritual adat yang dilaksanakan oleh Dou Mbawa

secara rutin dalam rangka menyongsong musim tanam. Lama waktu rangkaian

ritual dalam praktik budaya Raju tidak sama setiap tahun, berlangsung dalam

jumlah hari ganjil, 3, 5, 7, atau 9 hari tergantung dari perhitungan bulan yang

diputuskan oleh para tetua adat.

Puncak dari rangkaian itu ditandai dengan berkumpulnya para pendukung

praktik budaya Raju di Uma Ncuhi, sebuah rumah warisan leluhur yang terletak di

sebuah bukit kecil di tengah kampung. Uma Ncuhi adalah bangunan berupa gubuk

tradisional ala Donggo yang berdiri di lokasi gundukan bukit kecil di bawah

sebuah pohon besar dan bongkahan batu. Mereka percaya di situs itulah leluhur

mereka bersemayam. Mereka mengadakan upacara dan persembahan sesajen di

situ dengan pembacaan mantra dan doa. Tiga hari sebelum acara sesajen dan

berdoa dilangsungkan, para lelaki pergi berburu ke hutan di sekitar kampung,

sebagian untuk bekal perayaan itu, sebagian lagi sebagai penanda baik buruknya

hasil tanaman mereka di musim yang akan tiba. Jika hewan tangkapan mereka

lebih banyak betina, pertanda hasil panen mereka nanti akan berlimpah, dan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

40

sebaliknya. Praktik budaya Raju dilaksanakan oleh Dou Mbawa secara lintas

agama. Pendukungnya dari agama Kristen (Katolik dan Protestan) dan Islam,

terutama mereka yang masih berpegang kuat pada kepercayaan Parafu. Doa yang

digunakan adalah campuran antara lafal-lafal doa Islam dan Kristiani serta

mantra-mantra lama yang bersumber dari tradisi. Bahasa doa yang digunakan

adalah perpaduan antara bahasa Bima dialek setempat dengan selipan ungkapan-

ungkapan doa dalam bahasa Arab.

Berdasarkan pengertian yang terpisah di atas, frase praktik budaya Raju

dalam penelitian ini merujuk kepada praktik budaya Raju dan seluruh rangkaian

ritual, pertunjukan, dan perangkat-perangkatnya. Praktik budaya Raju itu telah

menjadi fenomena budaya yang dilingkupi berbagai simbolisasi kultural yang

mengandung makna, kontestasi, kepentingan, dan relasi-relasi di dalamnya.

2.2.2 Pluralitas

Pluralitas secara bahasa berasal dari kata plural, sesuatu atau bentuk yang

merujuk kepada lebih dari satu. Secara sosiologis, istilah pluralitas merujuk

kepada realitas kemajemukan dalam masyarakat dibangun dari komposisi ragam

suku, ras, agama, dan budaya. Sebagai cara pandang, istilah pluralitas membentuk

suatu konsep mengenai pluralisme yang memiliki pengertian: (a) “Existence in

one society of a number of groups that belong to different races or have different

political or religious beliefs” (Keberadaan dalam satu masyarakat sejumlah

kelompok yang memiliki ras, anutan politik, dan kepercayaan agama yang

berbeda); (b) “Principle that these different groups can live together peacefully in

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

41

one society” (Prinsip bahwa perbedaan-perbedaan itu bisa hidup bersama secara

damai dalam satu masyarakat) (Hornby, 1989: 889).

Pengertian pluralisme mengacu kepada realitas keragaman. Selain mengacu

kepada kenyataan keragaman, pluralisme sekaligus sebagai prinsip atau sikap

terhadap keragaman itu. Min (1997: 592) membedakan dua istilah tersebut, di

mana pluralitas adalah suatu realitas nyata, sedangkan pluralisme adalah bentuk

kesadaran atas realitas tersebut. Sebagai realitas sosial, pluralitas adalah kenyataan

lama, sedangkan pluralisme adalah fenomena baru. Sementara Panikkar (1994:

33) menempatkan pluralisme sebagai bentuk pemahaman moderat yang bertujuan

menciptakan komunikasi untuk menjembatani jurang ketidaktahuan dan

kesalahpahaman timbal balik antara budaya yang berbeda-beda serta membiarkan

mereka bicara dan mengungkapkan pandangan mereka dalam bahasa mereka

sendiri. Pluralitas, bagi Panikkar, berbeda dengan pluralisme. Pluralitas adalah

keberagaman yang tidak saling menyapa dan berhubungan yang merupakan lawan

dari kesatuan monolitik. Pluralisme berdiri antara pluralitas dan kesatuan

monolitik tersebut.

Wacana posmodernisme yang gencar mengedepankan pluralisme sebagai

isu penting masyarakat kontemporer. Posmodernisme menolak ide dasar filsafat

modern yang melegitimasi kesatuan ontologis. Menurut Jean Francois Lyotard,

kampiun gerakan posmodernisme, dalam kehidupan kontemporer yang teknologik

ini, ide kesatuan ontologis tidak lagi relevan dan harus disubstitusi oleh paralogi

atau ide pluralitas. Lyotard menolak klaim modernitas yang memutlakkan

kebenaran tunggal yang universal dan terpusat. Baginya, kebenaran itu majemuk

dan lokal (Fauzi, 1994: 34). Kebenaran bukanlah realitas tunggal, tetapi

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

42

multivarian dan karenanya memungkinkan adanya dialog. Dengan asumsi ini,

bangunan pemikiran modernisme yang telah menjebak manusia ke dalam

absolutisme dan totalitarianisme yang represif, dihancurkan. Idiom-idiom

pluralisme, relativisme, fragmentasi, heterogenitas, dan dekonstruksi, karenanya,

menjadi bagian penting dari kesadaran intelektual dewasa ini.

Secara sederhana, pluralisme adalah kesadaran akan adanya beragam

kebenaran, aneka corak keyakinan dan anutan budaya. Dari kesadaran ini tumbuh

sikap saling memahami, menghargai dengan cara membiarkan perbedaan,

membiarkan setiap individu pihak lain eksis dengan keunikannya sendiri, atau

berusaha menemukan kesamaan-kesamaan yang dimiliki masing-masing anutan

untuk ditransformasikan bagi kebaikan hidup bersama.

2.2.3 Dou Mbawa

Dou Mbawa merujuk kepada sekumpulan orang atau masyarakat yang hidup

di Kampung Mbawa, di Bima Nusa Tenggara Barat. Dou adalah kata dalam

bahasa Bima yang berarti people (orang). Kata Dou membentuk konsep

peoplehood (keorangan) yang menjadi bagian dari identitas. Masyarakat Bima

menyebut “Dou” (orang) sebagai identifikasi diri dan identitas kolektif. Ketika

menjawab pertanyaan siapa atau dari mana mereka, jawabannya mengacu kepada

sebuah kesatuan etnis atau kampung tempat mereka tinggal, seperti “nami Dou

Mbojo” (kami orang Bima), “nami Dou Mbawa” (kami orang Mbawa).

Identifikasi diri ini mengandung arti bahwa mereka menempatkan diri

dalam suatu unit sosial-politik dan keseragaman budaya dalam sebuah wilayah

geografi yang bernama Dana (tanah). Gordon (1964: 24) menyebut fenomena ini

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

43

sebagai sense of peoplehood (rasa keorangan), dan inilah yang dinamakan

etnisitas (dari bahasa Yunani ‘ethnos’ yang berarti ‘orang’ atau ‘bangsa’), yaitu

sekelompok orang yang membagi rasa keberorangan dalam sebuah kelompok

etnis (Francis, 1947: 393-400). Identifikasi diri dalam Dou berlangsung juga pada

unit sosial lain seperti masyarakat Donggo dengan penyebutan Dou Donggo,

demikian juga pada masyarakat Mbawa dengan Dou Mbawa. Hal ini

menunjukkan bahwa di Bima terdapat unit-unit sosial yang membentuk kelompok

etnis, sub-etnis, dan sub-sub-etnis.

Dengan demikian, Dou Mbawa dalam penelitian ini merujuk kepada

masyarakat yang mendiami wilayah Desa Mbawa (sering disebut Mbawa Ese)

atau penduduk sekitarnya yang memiliki kesamaan budaya, tradisi, dan asal usul.

Masyarakat yang mendiami Dusun Tolonggeru (sering disebut Mbawa Awa) juga

termasuk dalam konsep Dou Mbawa meskipun saat ini dusun itu terpisah dari

Desa Mbawa dan menjadi bagian Desa Monggo Kecamatan Madapangga. Hal ini

karena Dusun Tolonggeru memiliki sejarah asal-usul dan tradisi yang tidak bisa

dipisahkan dengan kerabat mereka dari Mbawa Ese, kecuali dipisahkan secara

geografis oleh sebuah lembah dan bukit dari sanak famili mereka di Mbawa Ese.

2.3 Landasan Teori

Praktik budaya dalam penelitian ini adalah tentang ritual Raju. Ritual, dalam

sosiologi, dipandang sebagai fakta sosial, sementara dalam antropologi dilihat

sebagai bentuk dasar dari sistem kebudayaan. Adapun teori-teori kritis

menganggap ritual sebagai tindakan politik yang mencerminkan gagasan

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

44

mengenai visi sosial dan ideologi dari pendukung dan aktornya (Bennet dalam

Tester, 2009).

Berangkat dari argumen Bennet, maka relevan jika penelitian ini

menggunakan perspektif dari teori praktik Bourdieu, teori hegemoni Gramsci, dan

teori tindakan komunikatif dan ruang publik Habermas untuk mengurai faktor-

faktor yang melatar belakangi praktik budaya Raju dan menyingkap selubung

ideologi dari relasi hegemonik serta memahaminya sebagai praktik komunikasi di

ruang publik. Tiga teori ini digunakan secara eklektik sebagaimana karakteristik

kajian budaya dan mengingat satu sama lain saling menunjang. Dalam

penerapannya, teori praktik membantu untuk mengurai pertanyaan penelitian

pertama, teori hegemoni untuk pertanyaan kedua, dan teori tindakan komunikasi

untuk pertanyaan ketiga.

2.3.1 Teori Praktik Bourdieu

Teori Praktik dikumandangkan oleh Pierre-Felix Bourdieu (1930-2002),

salah seorang pemikir Prancis terkemuka di penghujung abad ke-20. Karya

Bourdieu sendiri mencakup bidang yang sangat luas, dari etnografi hingga seni,

sastra, pendidikan, bahasa, gaya hidup, dan media. Ulasan-ulasan atas karya

karyanya itu telah memberi inspirasi bagi penjelajahan cultural studies di berbagai

belahan dunia.

Bourdieu adalah seorang teoretikus yang banyak dibahas dalam memahami

budaya, terutama menyangkut geneologi suatu praktik budaya dalam masyarakat.

Dari sekian banyak yang dikemukakan Bourdieu, teorinya mengenai Praktik-

Habitus dan Modal banyak dibicarakan dan kiranya sangat relevan diterapkan

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

45

dalam memahami hubungan-hubungan antarsubjek dalam suatu lingkup budaya

tertentu yang kompleks.

Dengan teori itu, budaya dipahami secara utuh, sebagai sesuatu yang given

(diwarisi) sekaligus constructed (direkayasa), subjektif sekaligus objektif, tubuh

sekaligus ide, manifest sekaligus laten. Bourdieu berusaha memecahkan kepelikan

struktur dan agensi dalam apa yang disebut strukturalisme generik. Ia berpendapat

bahwa praktik meniscayakan adanya agen atau aktor, tetapi perlu dipahami dalam

konteks struktur objektif dari suatu budaya dan masyarakat. Secara khusus,

Bourdieu prihatin dengan kekuatan kelas penentu sebagai kendala struktural.

Bourdieu terkenal dengan argumennya bahwa selera budaya adalah konstruksi

sosial yang terletak dalam konteks habitus kelas sosial tertentu (Barker, 2004).

(Habitus x Modal) + Ranah = Praktik. Fokus perhatian Bourdieu dalam

lapangan budaya adalah praktik. Baginya, ada tiga aspek utama yang menjadi inti

atau titik tolak lahirnya praktik budaya, yaitu habitus, modal, dan ranah. Habitus

adalah sekian produk perilaku yang muncul dari berbagai pengalaman hidup

manusia. Habitus akumulasi dari hasil kebiasaan dan adaptasi manusia, yang

berakar kuat menjadi suatu karakter, pada gilirannya membentuk suatu struktur

yang mendasari praktik dan representasi (Bourdieu, 1990: 53).

Habitus mendasari ranah yang merupakan jaringan relasi antarposisi-posisi

objektif dalam tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran individual. Ranah

mengisi ruang sosial, yang mengacu pada keseluruhan konsepsi tentang dunia

sosial. Sementara itu, praktik adalah produk dari relasi antara habitus dengan

ranah, yang keduanya merupakan produk sejarah. Dalam ranah inilah ada

pertaruhan kekuatan antarorang yang memiliki modal. Konsep modal dari

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

46

Bourdieu lebih luas daripada sekadar modal material, yakni bisa juga berupa

modal ekonomi, modal intelektual maupun modal kultural. Komposisi praktik

sosial dari Bourdieu dapat dinyatakan dengan persamaan: (Habitus x Modal) +

Ranah = Praktik (Harker, dkk, 2010). Rumus generatif ini menggantikan setiap

relasi sederhana antara individu dan struktur dengan relasi antara habitus dan

ranah yang melibatkan modal.

Dengan konsep habitus ini, Bourdieu berupaya menjembatani subjektivisme

dan objektivisme, dengan melihat hubungan dialektika antara keduanya. Habitus

memproduksi praktik individual dan kolektif (Bourdieu, 1990: 54). Sementara

habitus ada di dalam pikiran aktor, lingkungan ada di luar pikiran mereka. Habitus

adalah “struktur mental atau kognitif” yang digunakan aktor/subjek untuk

menghadapi kehidupan sosial. Aktor dibekali serangkaian skema atau pola yang

diinternalisasikan untuk digunakan dalam merasakan, memahami, menyadari, dan

menilai dunia sosial. Melalui pola-pola itulah aktor memproduksi tindakan dan

memnebri pembenaran.

Secara dialektis, habitus adalah “produk internalisasi struktur” dunia sosial.

Habitus mencerminkan pembagian objektif dalam struktur kelas seperti menurut

umur, jenis kelamin, kelompok, dan kelas sosial. Habitus diperoleh sebagai akibat

dari intensitas posisi dalam struktur dan relasi sosial. Habitus akan berbeda-beda

tergantung pada wujud posisi seseorang dalam kehidupan sosial. Tidak setiap

orang sama kebiasaannya: orang yang menduduki posisi yang sama dalam

kehidupan sosial cenderung memiliki kebiasaan yang sama. Habitus, karenanya,

dapat pula menjadi fenomena kolektif, tetapi dengan adanya banyak habitus

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

47

berarti kehidupan sosial dan strukturnya tidak dapat dipaksakan seragam kepada

seluruh orang.

Teori ini juga menekankan determinasi waktu. Habitus yang ada pada waktu

tertentu merupakan hasil ciptaan kehidupan kolektif yang berlangsung selama

periode sejarah yang relatif panjang. Habitus adalah produk sejarah (Bourdieu,

1990: 54). Kebiasaan individu atau masyarakat tertentu diperoleh melalui

pengalaman hidupnya dan mempunyai fungsi tertentu dalam sejarah dunia sosial

di mana kebiasaan itu terjadi. Habitus dapat bertahan lama dan dapat pula berubah

atau dialihkan dari satu bidang ke bidang lain. Pada tataran ini dimungkinkan

terjadi transformasi dalam praktik sosial-budaya tergantung kepada kebutuhan dan

tantangan sejarah.

Habitus menghasilkan dan dihasilkan oleh kehidupan sosial. Satu sisi,

habitus adalah structuring structures (struktur yang membentuk), artinya sebuah

kesadaran yang membentuk kehidupan sosial. Sisi lain, habitus adalah structured

structures (struktur yang dibentuk), yakni kesadaran yang dikondisikan oleh dunia

sosial. Dengan kata lain, habitus adalah dialektika internalisasi dari eksternalitas

dan eksternalisasi dari internalitas. Tindakanlah yang mengantarai habitus dan

kehidupan sosial. Dengan demikina, habitus diciptakan melalui praktik (tindakan);

sekaligus menciptakan tindakan tertentu dalam kehidupan sosial.

Bourdieu mengungkapkan fungsi perantara tindakan ketika ia

mendefinisikan habitus sebagai “struktur kognisi dan pemberi motivasi”

(Bourdieu, 1995: 78). Walau habitus sebuah struktur yang diinternalisasikan, yang

mengendalikan pikiran dan pilihan tindakan, namun habitus tidak menentukan

pikiran dan tindakan. Habitus semata-mata “mengusulkan” apa yang sebaiknya

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

48

dipikirkan orang dan apa yang sebaiknya mereka pilih untuk dilakukan. Dalam

menentukan pilihan, aktor menggunakan pertimbangan mendalam berdasarkan

kesadaran, meski proses pembuatan keputusan ini mencerminkan berperannya

habitus. Habitus menyediakan prinsip-prinsip dengan mana aktor membuat pilihan

strategi yang akan digunakan dalam kehidupan sosial. Jadi, habitus bekerja di

bawah tingkat kesadaran dan bahasa, di luar jangkauan kemampuan pengamatan

dan pengendalian.

Adanya habitus dan cara kerjanya tidak disadari, namun berwujud dalam

aktivitas manusia yang sangat praktis seperti cara makan, berjalan, berbicara dan

bahkan dalam cara bersendawa. Kebiasaan atau habitus ini berperan sebagai

struktur, tetapi orang abai terhadapnya atau terhadap struktur eksternal yang

mempengaruhi secara mekanis. Dialektika antara habitus dan lingkungan adalah

penting karena saling menentukan. Habitus hanya terbentuk dan berfungsi dalam

sebuah lingkungan, karena habitus itu sendiri tidak lain dari “lingkungan dari

kekuatan yang ada,” sebuah situasi dinamis di mana kekuatan hanya terjelma

dalam hubungan dengan suasana tertentu di sekitarnya. Dalam pengertian lain,

habitus adalah “sense of one’s place,”, yaitu persepsi seseorang tentang tempat

atau posisinya di hadapan orang lain dalam struktur sosial di mana dia hidup, dan

persepsi itu mempengaruhi tindakan dan interaksinya (Hillier & Rooksby, 2005).

Berdasarkan pengertian habitus dan ranah serta mekanisme kerjanya dalam

diri manusia dan struktur, Bourdieu memberi tekanan bahwa salah satu efek

mendasar dari konfigurasi ini adalah produksi commonsense world (semesta

kesadaran bersama) yang dinilai sebagai sebuah objektivitas yang dilindungi oleh

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

49

konsensus akan makna dari sebuah praktik dan dunia objektif (Bourdieu, 1995:

80). Itulah mengapa habitus memiliki keterkaitan dengan konsep doxa sebagai

padanan dari ideologi. Doxa dapat diartikan sebagai tatanan sosial yang

melingkupi individu yang terikat pada tradisi yang memiliki kekuasaan yang

tampak natural. Dalam praktiknya, doxa tampil lewat pengetahuan-pengetahuan

yang given dalam masyarakat (Takwin, 2009: 115).

Gagasan Bourdieu boleh dikatakan membuka tradisi baru dalam wacana

sosiologi. Pendekatan sosiologi sebelumnya tidak jauh berbeda dengan

pendekatan ekonomi klasik yang melihat fenomena sosial sebagai produk-produk

tindakan individual. Pada Bourdieu, terdapat upaya penyatuan kedua unsur ini,

yakni antara agen dengan struktur, antara objektivisme Marxian dengan

subjektivisme dari fenomenologi, antara kebebasan individu ala Sartre dan

determinisme struktur ala Levi Strauss.

Teori yang dikemukakan oleh Bourdieu ini bisa menjadi acuan praktis

dalam melihat realitas sosial-budaya. Fenomena sosial-budaya yang tampak

kompleks jika diteropong menggunakan formulasi Bourdieu ini akan jelas

memiliki unsur geneologi yang terikat dengan lingkungan pendukungnya,

subjek/aktor dan relasi-relasi antarsubjek dan lingkungannya. Praktik sosial

budaya, karenanya, tidak ada yang lahir dalam ruang “hampa”, tanpa konteks dan

semangat zamannya.

Praktik-praktik tradisi, misalnya, bisa lahir karena proses pewarisan secara

turun temurun sehingga menjadi given dalam masyarakat tertentu. Meskipun

pewarisan itu melibatkan kesadaran kognitif yang tampak tidak disadari, tetapi

dipicu oleh adanya kebutuhan sosial serta dukungan nilai-nilai dalam masyarakat.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

50

Antara yang given dan konstruksi sosial dari pembentukan suatu budaya,

karenanya, tidak bisa diklaim sebagai paling penting. Menjadi jelas, bahwa

praktik sosial-budaya adalah representasi suatu ide dan kepentingan aktor-aktor

yang terlibat dalam suatu struktur masyarakat.

Perspektif teoretik Bourdieu tampaknya sengaja diposisikan sebagai

perangkat untuk membongkar struktur-struktur tidak adil dalam masyarakat.

pembongkaran dilakukan dengan cara mencari hubungan yang tidak terlihat di

belakang agen/subjek sekaligus menyelidiki persepsi-persepsi kognitif yang

dimilikinya (Mutahir, 2011: 55-56).

Karya-karya Bourdieu dan ulasannya sudah mulai diminati di kalangan

intelektual Indonesia, terutama dalam lapangan sosiologi budaya. Model

pendekatannya atas fenomena kebudayaan bahkan ditengarai sebagai yang terbaik

dalam penelitian ilmu sosial (Herwanto, 2005: 184). Konsep-konsepnya

digunakan dalam cultural studies untuk melihat hubungan praktik budaya dengan

struktur-struktur subjektif dan objektif yang melingkupi dan menghasilkannya.

Konsep-konsepnya sekaligus merupakan kritik ideologi yang bisa membongkar

selubung-selubung yang mengungkung subjek dalam ketertindasan sosial budaya.

Konsepnya dapat dikatakan sebagai cara keluar dari lingkaran setan dan menjadi

strategi praktis melakukan objektivasi terhadap subjek. Cara ini membongkar

kategori-kategori yang berasal dari ketidaksadaran manusia (Haryatmoko, 2010:

14). Dengan demikian, konsep ini melahirkan kesadaran struktural, dan

mengilhami posisi khas dari aktor terhadap proses budaya, mulai dari praksis

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

51

perlawanan, pembelaan, dan emansipatoris.

Teori Praktik dari Bourdieu di atas dapat memberi tuntunan kepada peneliti

untuk melihat suatu budaya sebagai suatu praktik yang terstruktur, sehingga

dengan itu praktik budaya Raju dapat ditempatkan sebagai suatu teks yang bisa

dibaca secara sistematis. Dengan teori ini praktik budaya Raju bisa diuraikan

aspek-aspek yang meliputinya sehingga bisa dilihat bahwa budaya ini diproduksi

melalui habitus yang didukung oleh modal dan berlangsung dalam ranah tertentu.

Selanjutnya dengan memahami jalinan praktik tersebut dengan aktor-aktor

yang terlibat, selubung-selubung kepentingan di dalamnya dapat dibongkar.

Selubung kepentingan itu sendiri bisa dilihat operasinya dalam lingkup

masyarakat yang terlibat dalam relasi dengan dunia luar, berupa hegemoni

kelompok dominan yang memandang Dou Mbawa sebagai ‘the other’. Oleh

karena itu, penting juga penelitian ini menggunakan Teori Hegemoni untuk

melihat sisi politis dari praktik budaya Raju sebagai wacana perlawanan dan

resistensi masyarakat pendukungnya terhadap dominasi dari luar. Dengan

demikian, dua teori ini ibarat “dua ujung tombak” yang akan membongkar

dimensi-dimensi struktur ide, kepentingan, dan relasi dari praktik budaya Raju.

2.3.2 Teori Hegemoni Gramsci

Hegemoni merujuk kepada fenomena terjadinya usaha untuk

mempertahankan kekuasaan oleh pihak penguasa. Penguasa di sini memiliki arti

luas, tidak terbatas pada penguasa negara atau pemerintah. Hegemoni bisa

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

52

didefinisikan sebagai dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya,

dengan atau tanpa kekerasan melainkan melalui wacana-wacana yang didiktekan

oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi sehingga diterima

sebagai common sense, sesuatu yang wajar.

Antonio Gramsci, teoretikus dan politikus kiri yang sangat berpengaruh

pada penerapan analisis Marxis pada masyarakat modern di Eropa, adalah orang

yang memperkenalkan teori tentang hegemoni. Pada era 1970-an ia

mengembangkan konsep ideologi dan hegemoni yang sangat penting artinya bagi

cultural studies dalam melihat fenomena kebudayaan. Dengan konsep hegemoni

Gramsci telah memberi perspektif bagi eksplorai makna dan gagasan sebagai

faktor pembangun suatu struktur ekonomi. Gagasannya sangat mempengaruhi

kaum Marxsis Barat seperti Stuart Hall yang kemudian menerapkan kembali

konsep hegemoni pada lapangan budaya. Dalam pandangan Gramscian, praktik

budaya, khususnya budaya populer (budaya kerakyatan) adalah situs perjuangan

ideologi. Konsekuensinya, perjuangan dan konflik ideologi di dalam masyarakat

menjadi arena utama politik kebudayaan. Konsekuensi metodologisnya,

menerapkan analisis hegemoni dalam arena budaya adalah cara menyeimbangkan

kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.

Konsep hegemoni memainkan peranan signifikan dalam pengembangan

cultural studies dan menjadi konsep penting selama 1970-an dan 1980-an, karena

analisis Gramsci melampaui variabel-variabel politik sebagaimana dimaknai ilmu

politik konvensional. Analisisnya mencakup juga proses sosial peristiwa dan

budaya sehari-hari, karena kondisi-kondisi sosial dan budaya sehari-hari memiliki

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

53

nilai politis dan strategis yang memungkinkan terjadinya peristiwa politik (Imam,

2010: 175). Dengan demikian, terdapat suatu makna dalam suatu praktik budaya

yang ditengarai sebagai pengaturan dan prakondisi bagi kekuasaan. Proses

menciptakan, merawat, dan mereproduksi seperangkat makna, ideologi, dan

praktik yang otoritatif inilah yang disebut hegemoni.

Bagi Gramsci, hegemoni menyiratkan suatu situasi di mana suatu ‘historical

bloc’, yaitu kelompok yang menguasai jalannya sejarah, yaitu kelas penguasa

menerapkan otoritas dan kepemimpinan sosial kepada kelas subordinasi melalui

perpaduan antara pemaksaan dan terutama persetujuan. Dengan mengandalkan

pengaruh moral dan intelektual kelompok hegemonis membangkitkan dan meraup

dukungan dan persetujuan dari kelompok lain dalam struktur dan relasi

kekuasaan.

Dalam analisis Gramscian, blok hegemoni tidak monolitik, melainkan saling

berhubungan dalam suatu formasi sosial yang membentuk landasan bagi

konseptualisasi hegemoni. Ada tiga konsep utama pembentuk formasi itu, yaitu

perekonomian, masyarakat politik (negara), dan masyarakat sipil.

“Perekonominan” diartikan sebagai bentuk dominasi produksi dalam suatu

wilayah pada suatu waktu. Perekonomian ini terdiri dari sarana teknis produksi

dan hubungan-hubungan sosial produksi yang dibangun berdasarkan suatu

pembedaan yang di dalamnya kelas-kelas dikaitkan dengan kepemilikan sarana

produksi.

“Negara” terdiri atas sarana kekerasan, seperti polisi atau militer, dalam

suatu wilayah tertentu, bersama dengan pelbagai birokrasi yang didanai dan

ditopang oleh negara, seperti pamong praja, lembaga pemerintah, lembaga hukum,

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

54

lembaga sosial dan pendidikan. Istilah “masyarakat sipil” merujuk kepada

organisasi-organisasi lain dalam suatu formasi sosial yang bukan merupakan

bagian dari proses produksi material dalam perekonomian serta bukan merupakan

organisasi yang didanai oleh negara, tetapi merupakan lembaga-lembaga yang

relatif berumur panjang yang didukung dan dijalankan oleh orang-orang di luar

bidang perekonomian dan negara. Komponen masyarakat sipil yang termasuk

dalam kategori ini adalah lembaga dan organisasi religius yang tidak didanai dan

dikontrol oleh negara, sarana komunikasi yang tidak beredar dalam topangan dan

sensor negara (Bocock, 2011: 34).

Dalam jejaring struktur dan formasi sosial ini, ideologi berperan sangat

penting membiarkan dan melanggengkan kelas penguasa, dalam hal ini negara

dan pemilik sarana produksi, mengatasi kelas subordinat. Dengan demikian,

keutuhan sosial-budaya, atau konsensus, dicapai melalui kehendak dan tujuan

yang berbeda dan beragam dan diracik dalam bentuk konsepsi bersama tentang

dunia. Membangun dan merawat konsepsi bersama tentang dunia itulah salah satu

aspek perjuangan ideologi yang melibatkan transformasi pemahaman melalui

kritisisime terhadap ideologi-ideologi populer yang ada.

Hegemoni dapat dipahami sebagai strategi pemertahanan pandangan dunia

dan kekuasaan kelompok sosial dominan. Namun, relasi bersifat rentan, karena

persekutuan hegemoni pada dasarnya sementara, dan memungkinkan terjadi

penjungkir-balikan keadaan. Hegemoni bukanlah entitas yang baku, melainkan

rangkaian diskursus dan praktik yang selalu berubah menurut dinamika sosial.

Hegemoni selalu berproses dalam pergulatan jungkir balik, maka terbuka

kemungkinan dilakukan penantangan berupa kontra-hegemoni dari kelompok

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

55

subordianat. Suatu budaya yang diciptakan dan dipelihara oleh suatu kelompok

dapat dipahami sebagai suatu ‘teks’ yang menghasilkan makna berbeda sebagai

pengganti makna lain yang dominan. Maka dari itu, budaya adalah medan konflik,

perebutan, dan perjuangan atas makna.

Dalam merevisi konsep hegemoni, Laclau dan Mouffe dari post-Marxian,

mengenyampingkan tujuan akhir dari hubungan-hubungan kelas sosial budaya.

Bagi mereka, hubungan kelas itu tidak menentukan makna, dalam pengertian

ideologi tidak memiliki ‘class belonging’ tertentu. Mereka menekankan bahwa

sejarah tidak memiliki agen utama bagi perubahan sosial, dan sebuah formasi

sosial tidak memiliki faktor antagonisme (Barker, 2004: 85). Pandangan ini

berakar dari tesis Althusser bahwa ideologi merepresentasikan hubungan imaginer

dari individu-individu pada kondisi eksistensinya yang nyata, ideologi lebih

merupakan partisipasi segenap kelas sosial, bukan sekedar seperangkat ide yang

dipaksakan oleh suatu kelas terhadap kelas lainnya (Althusser, 2010: 39).

Dengan kata lain, perubahan formasi sosial terjadi karena hubungan yang

kompleks dari berbagai faktor dalam masyarakat. Sebaliknya, blok hegemonik

dan kontra-hegemonik terbentuk melalui aliansi strategis yang bersifat sementara

berdasarkan kepentingan. ‘Masyarakat’ di sini tidak dipahami sebagai objek

melainkan sebuah lapangan kontestasi di mana berbagai deskripsi dan makna dari

berbagai subjek bersaing untuk memperoleh kekuasaan. Dalam konteks inilah

peranan praktik hegemonik untuk memperbaiki perbedaan dan merekatkan

makna-makna yang retak dalam diskursus kebudayaan (Barker, 2004: 85).

Dalam penjelasannya mengenai hegemoni, Strinati (2009: 254) melihat

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

56

hegemoni sebagai sarana kultural maupun ideologis di mana kelompok-kelompok

dominan dalam masyarakat melestarikan dominasinya dengan mempertahankan

“persetujuan spontan” kelompok-kelompok subordinat melalui penciptaan

negosiasi konsensus politik maupun ideologis yang menyusup ke dalam

kelompok-kelompok dominan maupun yang didominasi.

Dalam hegemoni, kelompok yang mendominasi berhasil mempengaruhi

kelompok yang didominasi untuk menerima nilai-nilai moral, politik, dan budaya

dari kelompok dominan, the ruling party (kelompok yang berkuasa). Hegemoni

diterima sebagai sesuatu yang wajar, sehingga ideologi kelompok dominan dapat

menyebar dan dipraktikkan.

Nilai-nilai dan ideologi hegemoni ini diperjuangkan dan dipertahankan oleh

pihak dominan sedemikian rupa sehingga pihak yang didominasi tetap diam dan

taat terhadap kepemimpinan kelompok penguasa. Dengan demikian, hegemoni

bisa dilihat sebagai strategi untuk mempertahankan kekuasaan, atau dalam bahasa

Simon (1999: 23) sebagai praktik-praktik kelas kapitalis atau representasinya

untuk meraih kekuasaan negara dan kemudian mempertahankannya. Jika dilihat

sebagai strategi, maka konsep hegemoni bukanlah strategi eksklusif milik

penguasa saja. Maksudnya, kelompok manapun bisa menerapkan konsep

hegemoni dan menjadi penguasa.

Dalam konteks itulah suatu praktik budaya diciptakan atau dijaga

kelestariannya dan diwariskan secara turun-temurun. Berbagai studi kebudayaan

memperlihatkan bahwa pada masyarakat-masyarakat tradisional, praktik budaya

seperti ritual terutama diarahkan untuk menangkal atau mendekatkan kekuatan

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

57

gaib yang dianggap bisa membahayakan atau membantu kehidupan mereka

sebagai individu atau komunitas. Kekuatan ghaib memiliki dua wajah sekaligus,

wajah yang menakutkan dan wajah yang bersahabat, maka praktik budaya pun

dibentuk sedemikian rupa dinamisnya sehingga bisa difungsikan sebagai tameng

penangkal dan magnit penarik. Sebuah praktik budaya menjadi sedemikian

kompleks.

Sementara itu, pada masyarakat modern, ketika cara pandang terhadap dunia

makrokosmos dan mikrokosmos berubah, di mana kekuatan-kekuatan ghaib tidak

lagi punya tempat karena dianggap sebagai mitos omong kosong, praktik-praktik

budaya atau ritual tidak lagi bersifat magis, tetapi juga politis. Musuh atau

pahlawan manusia modern bukan lagi kekuatan adikodrati, melainkan suatu

jejaring invisible thing (yang tak kasat mata), menyelubungi manusia saat ini dan

di sini, bukan di luar sana dan di hari kemudian.

Manusia hidup dalam suatu era post-realitas (Piliang, 2010) atau dalam

kebudayaan yang super kompleks, hiper-realitas/hipersemiotika (Piliang, 2009),

dan “dunia yang dilipat” yang melampaui batas-batas kebudayaan itu sendiri

(Piliang, 2011). Praktik-praktik budaya diwariskan, dipertahankan, dimodifikasi,

atau diciptakan baru sama sekali tidak sekedar bersifat sakral (ketuhanan), tetapi

sangat profan (manusiawi), sebagai perangkat untuk mewadahi kepentingan atau

menyiasati hidup. Jika masih ada unsur sakralnya, itu untuk memberi bobot

mistifikasi seiring dengan masih adanya unsur sakralitas itu dalam diri manusia

modern. Praktik budaya mengalami transformasi bentuk, fungsi, dan maknanya.

Praktik budaya menjadi medan pertarungan. Jika pada masyarakat

tradisional, pertarungan dalam medan budaya itu berlangsung untuk menghadapi

atau menyerap kekuatan lain yang dianggap sakral, maka di dunia hiper-realitas

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

58

ini, pertarungan itu terjadi antarsesama yang hidup dalam struktur dunia yang satu

namun berbeda-beda dalam aspirasi, identitas, ras, etnisitas, gender, kelas, dan

agama. Budaya tidak lagi sesuatu yang dilihat bentuknya sebagaimana ia

diwariskan bulat-bulat, tetapi sebagai praktik signifikasi (Barker, 2009: 9) yang

menyatakan atau menjadi media ungkap bagi makna dan pengetahuan sang

pencipta dan penganutnya.

Praktik budaya sebenarnya adalah medan pertarungan memperebutkan

makna dan kuasa pengetahuan di antara berbagai subjek berkepentingan atas

hasrat-hasrat tertentu. Semua subjek itu memasuki medan budaya dengan

menawarkan nilai dan makna, menukarkan, menegaskan, dan sebagainya. Praktik

budaya menjadi penuh dengan makna, jalinan relasi, subjek, aktor, agen, motif,

kepentingan, dan karenanya sangat ideologis.

Bagi kelompok dominan yang menguasai struktur masyarakat, budaya

direkayasa untuk tujuan pengukuhan dan pelanggengan kekuasaan dan dominasi,

budaya menjadi alat legitimasi hegemoni. Sementara itu, kelompok-kelompok

subordinasi membangun atau mewarisi suatu praktik budaya dengan modifikasi

tertentu dalam rangka membungkus “perlawanan damai” atau menyuarakan

“kesadaran palsu” yang mereka terima. Watak praktik budaya seperti ini terutama

tampak dalam praktik keseharian, dalam budaya populer (kerakyatan), budaya

massa, gaya hidup, perhelatan rakyat, budaya underground (bawah tanah), serta

praktik-praktik dari kaum subaltern dan pinggiran dari kelas tertindas.

Signifikansi praktik budaya sebagaimana dipaparkan di atas terlihat kental

dalam masyarakat multiagama. Masyarakat berkarakter multiagama sangat intens

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

59

dan rentan dengan hubungan-hubungan yang pelik, yang bernaunsa konflik dan

penuh ketegangan, baik bersifat laten maupun manifes. Akhir dari hubungan itu

bisa berbentuk penguasaan (tirani) atau kompromi (harmoni), tetapi ada juga

kategori sikap lain, yaitu pseudo-harmoni, di mana suatu kelompok menerima

keadaan terpaksa dan mereka meretas suatu hidden transcripts (perlawanan diam-

diam). Perlawanan diam-diam itulah mereka wadahi dalam praktik budaya.

Berdasarkan uraian mengenai hegemoni dan teori praktik terdahulu, dapat

dijelaskan bahwa proses hegemoni dan kontranya serta tindakan dalam ranah

sosial melibatkan praktik komunikasi dengan segala perangkat dan variannya.

Untuk mempertegas hal ini, maka Teori Tindakan Komunikatif dari Habermas

juga penting ditilik dan diuraikan sebagai perspektif dalam penelitian ini.

2.3.3 Teori Tindakan Komunikatif Habermas

Jurgen Habermas adalah salah satu punggawa Mazhab Frankfurt generasi

kedua setelah trio Max Horkheimer, Theodor Adorno, dan Herbert Marcuse.

Dalam upayanya mengubah wajah dunia melalui proyek ilmu sosial kritis,

Habermas mengembangkan teori tentang tindakan komunikatif dan konsep

mengenai ruang publik, dalam pengandaiannya mengenai situasi masyarakat yang

bebas dominasi.

Masyarakat bebas dominasi adalah suatu konsensus yang dicapai melalui

otonomi dan kedewasaan kolektif, itulah masyarakat cerdas yang berhasil

membentang komunikasi di mana satu sama lain saling memahami atas klaim-

klaim (Hardiman, 2009a: 18). Teori Tindakan Komunikatif berangkat dari asumsi

dasar dan keyakinan Habermas pada rasionalitas pencerahan, bahwa rasio

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

60

manusia memiliki kekuatan pendorong untuk manusia mengetahui berbagai hal

dengan pasti.

Dengan kemampuan berbicara satu sama lain, manusia memiliki instrumen

untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan kebudayaan yang ditemukan ketika

berkomunikasi. Manusia tidak dihambat oleh kebudayaan, tak soal betapa

beragam kebudayaan dan pengalaman hidup, manusia selalu mempunyai satu hal

yang sama, yaitu kemampuan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi (Jones,

2010: 233).

Bagi Habermas, jembatan moral antarkebudayaan harus diretas melalui

sarana komunikasi, karena komunikasi adalah hal yang bisa dilakukan sepanjang

waktu dan dalam kesempatan sosial mana pun. Hanya saja, dalam berkomunikasi

itu harus dilandasi asumsi bahwa kesepakatan biasa dicapai tentang makna (Jones,

2010: 238). Komunikasi adalah tindakan yang rasional dari manusia yang berakal

sehat dan hasilnya pun adalah makna yang juga rasional. Selanjutnya, bagi

Habermas, komunikasi adalah hubungan yang simetri atau timbal balik manusia

terhadap manusia lain. Komunikasi selalu terjadi di antara pihak yang sama

kedudukannya. Komunikasi bukanlah hubungan kekuasaan, melainkan hanya

dapat terjadi jika kedua pihak saling mengakui kebebasan dan saling percaya

(Suseno, 1992: 187).

Habermas menyamakan komunikasi sebagai interaksi, dan itulah yang

disebutnya sebagai tindakan komunikatif. Tindakan komunikatif adalah interaksi

simbolis yang ditentukan oleh norma-norma konsensual yang mengikat, yang

menentukan harapan-harapan timbal-balik mengenai tingkah laku dan yang harus

dimengerti dan diketahui sekurang-kurangnya oleh dua subjek yang bertindak.

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

61

Jika terdapat pelanggaran atas norma-norma yang disepakati, maka berakibat pada

munculnya sanksi-sanksi dan berlakunya hukuman. Pelaku tindakan komunikatif

memiliki orientasi pada pencapaian pemahaman. Dalam hal ini, kesuksesan tidak

diukur dari tindakannya, melainkan dari tercapainya saling pemahaman

(Hardiman, 2009b: 96).

Dalam The Theory of Communicative Action, Habermas (2007a)

mengemukakan, bahwa seseorang berhubungan dengan dunia kehidupan, maka

dia mengalami salah satu dari tiga relasi pragmatis. Pertama, berhubungan dengan

sesuatu di dunia objektif (sebagai totalitas entitas yang memungkinkan adanya

pernyataan yang benar. Kedua, berhubungan dengan sesuatu di dunia sosial

(sebagai totalitas hubungan antarpribadi yang diatur secara legitim/sah). Ketiga,

berhubungan dengan sesuatu di dunia subjektif (sebagai totalitas pengalaman yang

akses ke dalamnya hanya dimiliki si pembicara dan yang dapat dia ungkapkan di

hadapan orang banyak).

Ucapan komunikatif selalu melekat pada berbagai hubungan dengan dunia.

Tindakan komunikatif bersandar pada proses kooperatif interpretasi tempat

partisipan berhubungan bersamaan dengan sesuatu di dunia objektif, sosial, dan

subjektif. Pembicara dan pendengar menggunakan sistem acuan ketiga dunia

tersebut sebagai kerangka kerja interpretatif tempat mereka memahami definisi

situasi bersama. Mereka tidak secara langsung mengaitkan diri dengan sesuatu di

dunia namun merelatifkan ucapan mereka berdasarkan kesempatan aktor lain

untuk menguji validitas ucapan tersebut. Kesepahaman terjadi ketika ada

pengakuan intersubjektif atas klaim validitas yang dikemukakan pembicara.

Konsensus tidak akan tercipta manakala pendengar menerima kebenaran

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

62

pernyataan namun pada saat yang sama juga meragukan kejujuran pembicara atau

kesesuaian ucapannya dengan norma.

Proses yang terjadi dalam ucapan komunikasi adalah konfirmasi

(pembuktian), pengubahan, penundaan sebagian, atau dipertanyakan secara

keseluruhan. Proses defenisi dan redefinisi yang terus berlangsung ini meliputi

korelasi isi dengan dunia (ditafsirkan secara konsensual dari dunia objektif),

sebagai elemen privat dunia subjektif yang hanya bisa diakses oleh orang yang

bersangkutan. Jadi komunikasi terbentuk dalam situasi intersubjektif, di mana

“situasi” tidak didefinisikan secara kaku, tapi diselami konteks-konteks

relevansinya,

Tindakan komunikatif memiliki dua aspek, aspek teleologis yang terdapat

pada perealisasian tujuan seseorang (atau dalam proses penerapan rencana

tindakannya) dan aspek komunikatif yang terdapat dalam interpretasi atas

situasidan tercapainya kesepakatan. Dalam tindakan komunikatif, partisipan

menjalankan rencananya secara kooperatif berdasarkan definisi situasi bersama.

Jika definisi situasi bersama tersebut harus dinegosiasikan terlebih dahulu atau

jika upaya untuk sampai pada kesepakatan dalam kerangka kerja definisi situasi

bersama gagal, maka pencapaian konsensus dapat menjadi tujuan tersendiri,

karena konsensus adalah syarat bagi tercapainya tujuan. Namun, keberhasilan

yang dicapai oleh tindakan teleologis dan konsensus yang lahir dari tercapainya

pemahaman merupakan kriteria bagi apakah situasi tersebut telah dijalani dan

ditanggulangi dengan baik atau belum. Oleh karen itu, syarat utama agar tindakan

komunikatif bisa terbentuk adalah partisipan menjalankan rencana mereka secara

kooperatif dalam situasi tindakan yang didefiniskan bersama. Sehingga mereka

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

63

bisa menghindarkan diri dari dua resiko, resiko tidak tercapainya pemahaman

(ketidaksepakatan atau ketidaksetujuan) dan resiko pelaksanaan rencana tindakan

secara salah (risiko kegagalan).

Pandangan baru ini hendak menjelaskan makna reproduksi simbolis dunia-

kehidupan ketika tindakan komunikatif digantikan oleh interaksi yang

dikendalikan media, ketika bahasa (dalam fungsi koordinasinya) digantikan oleh

media-media sepertia uang dan kekuasaan. Konversi ini menimbulkan proses

deformasi infrastruktur komunikatif dunia-kehidupan yang mengakibatkan

patologis dalam masyarakat. Salah satunya adalah dominasi para kapitalis.

Agar tidak terjadi pengambilalihan tindakan komunikatif yang sehat akibat

berkuasanya kelompok-kelompok tertentu, Teori tindakan komunikatif dari

Habermas, membawa angin segar perubahan. Dunia-kehidupan bisa berjalan

harmoni, ketika tidak ada pemaksaan sesuka hati dari beberapa atau kelompok

orang. Pemahaman awal pengetahuan manusia mula-mula memang diterima

sebagai dunianya sendiri. Tapi ketika kita berhadapan dengan dunia sosial, di

mana manusia hidup, bertindak, dan berbicara satu sama lain serta berhadapan

satu dengan yang lawan dengan pengetahuan eksplisit sesuatu membawanya

praktik komunikatif. Sering kali hanya sebagian kecil dari pengetahuan valid.

Ketika memasuki ruang sosial makan timbul persoalan-persoalan. Oleh karena itu,

dibutuhkan komunikasi intersubjektif yang membawa setiap orang menjadi

otonom dengan ikatan fungsional kebaikan bersama.

Atas dasar paradigma ini, Habermas ingin mempertahankan isi normatif

yang terdapat dalam modernitas dan pencerahan kultural. Isi normatif modernitas

adalah apa yang disebutnya rasionalisasi dunia-kehidupan dengan dasar rasio

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

64

komunikatif. Dunia kehidupan terdiri dari kebudayaan, masyarakat dan

kepribadian. Rasionalisasi dunia-kehidupan ini dimungkinkan lewat tindakan

komunikatif.

Rasionalisasi akan menghasilkan tiga segi. Pertama, reproduksi kultural

yang menjamin bahwa dalam situasi-situasi baru yang muncul, tetap ada

kelangsungan tradisi dan kohenrensi pengetahuan yang memadai untuk kebutuhan

konsensus dalam praktik sehari-hari. Kedua, integrasi sosial yang menjamin

bahwa dalam situasi-situasi yang baru, koordinasi tindakan tetap terpelihara

dengan sarana hubungan antarpribadi yang diatur secara legitim dan kekonstanan

identitas-identitas kelompok tetap ada. Ketiga, sosialisasi yang menjamin bahwa

dalam situasi-situasi baru, perolehan kemampuan umum untuk bertindak bagi

generasi mendatang tetap terjamin dan penyelarasan sejarah hidup individu dan

bentuk kehidupan kolektif tetap terpelihara.

Ketiga segi ini memastikan bahwa situasi-situasi baru dapat dihubungkan

dengan apa yang ada di dunia ini melalui tindakan komunikatif. Dalam

komunikasi itu, para partisan melakukan komunikasi yang memuaskan. Para

partisan ingin membuat lawan bicaranya memahami maksudnya dengan berusaha

mencapai apa yang disebutnya “klaim-klaim kesahihan”. Klaim-klaim inilah yang

dipandang rasional dan akan diterima tanpa paksaan sebagai “hasil konsensus”.

Habermas menyebut empat macam klaim. Pertama, jika ada kesepakatan

tentang dunia alamiah dan objektif, berarti mencapai klaim kebenaran. Kedua, jika

ada kesepakatan tentang pelaksanaan norma-norma dalam dunia sosial, berarti

mencapai klaim ketepatan. Ketiga, jika ada kesepakatan tentang kesesuaian antara

dunia batiniah dan ekspresi seseorang, berarti mencapai klaim autentisitas atau

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

65

kejujuran. Keempat, jika mencapai kesepakatan atas klaim-klaim di atas secara

keseluruhan, berarti mencapai klaim komprehensibilitas. Setiap komunikasi yang

efektif harus mencapai klaim keempat ini, dan mereka yang mampu

melakukannya disebut memiliki “kompetensi komunikatif” (Hardiman, 2009a:

18).

Masyarakat komunikatif bukanlah masyarakat yang melakukan kritik lewat

revolusi dengan kekerasan, akan tetapi dengan memberikan argumentasi.

Habermas membedakan dua macam argumentasi, yaitu diskursus dan kritik.

Diskursus dilakukan dengan mengandaikan kemungkinan untuk mencapai

konsensus. Namun demikian, meskipun dimaksudkan untuk konsensus,

komunikasi atau diskursus juga bisa terganggu, sehingga tidak semua berakhir

pada konsensus.

Habermas kemudian menyodorkan kritik sebagai cara lain membangun

argumentasi. Bentuk kritik itu dibaginya menjadi dua: kritik estetis dan kritik

terapeutis. Kritik estetis kalau yang dipersoalkan adalah norma-norma sosial yang

dianggap objektif. Kalau diskursus praktis berkutat pada objektivitas norma-

norma, kritik dalam arti ini mempersoalkan dimensi penghayatan dunia batiniah.

Sementara itu, kritik terapeutis adalah jika hal itu dimaksudkan untuk menyingkap

selubung muslihat masing-masing pihak yang berkomunikasi. Dalam komunikasi

itu yang paling penting dan menentukan adalah kontak antarindividu dan

antarmasyarakat yang dijembatani oleh lambang, isyarat, dan bahasa

(Kusumohamidjojo, 2009: 111).

Konflik dan ketegangan akibat adanya distorsi dan keterbatasan instrumen

komunikasi dan kepentingan tertentu yang menyertai pihak berkomunikasi,

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

66

Habermas memandang penting untuk terus-menerus memproduksi bahasa dan

makna yang relevan bagi kepentingan pencapaian konsensus, agar manusia dan

masyarakat tidak terperangkap dalam kebudayaan beku yang diciptakannya

sendiri.

Peranan ruang publik menjadi penting dalam masyarakat komunikatif,

sebagai tempat pertemuan antarsubjek dan gagasan yang memungkinkan klaim

komprehensibilitas dicapai. Itulah mengapa teori tindakan komunikatif harus

bergandengan dengan konsep mengenai ruang publik yang dipikirkan oleh

Habermas. Pengertian tentang “ruang publik” dalam pemikiran Habermas

mengacu kepada kajiannya mengenai kemunculan, transformasi dan dan

keterkotakan (kategori) ruang publik dalam masyarakat borjuis (modern).

Dalam konteks ini, ruang publik lahir dari kondisi historis masyarakat pasar

dengan ketegangan-ketegangan yang menyertainya, baik ketegangan internal di

kalangan subjek borjuis maupun ketegangan antara negara dan masyarakat sipil.

Ketika tampil sebagai jembatan komunikasi, ruang publik menampilkan dirinya

dalam suatu metamorfosa yang sesuai jamannya, maka fungsi ruang publik dapat

ditemukan dalam komunitas baca, cafe-kedai, praktik jurnalisme, sastra, dan

diskusi kritis antarwarga. Dalam konteks masyarakat tradisional, perwujudan

ruang publik sebagai tempat menemukan konsensus dan klaim bersama bisa

ditemukan dalam ritual atau berbagai praktik budaya. Pada tataran inilah

pemikiran Habermas mengenai ruang publik menjadi penting bagi penelitian ini.

Habermas menjelaskan bahwa ruang publik merupakan media untuk

mengomunikasikan informasi dan gagasan. Sebagaimana tergambar dalam kultur

Barat, misalnya di Inggris dan Prancis, orang-orang dan komunitas bertemu,

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

67

ngobrol, berdiskusi tentang buku baru yang terbit atau karya seni yang baru

diciptakan, di kedai atau galeri seni. Menurut Habermas, perubahan sosial dapat

dan sering terjadi dalam keadaan masyarakat bertemu dan berdebat akan sesuatu

secara kritis. Hal itu dimungkinkan karena di ruang publik itu masyarakat sipil

berbagi minat, tujuan, dan nilai,yang memicu terbentuknya visi sosial secara cair

tanpa paksaan – yang dipertentangkan dengan konsep dan cara negara yang

bersifat memaksa.

Pada perkembangan selanjutnya ruang publik juga menyangkut ruang yang

tidak saja bersifat fisik, seperti lapangan, warung-warung kopi dan salon, tetapi

juga ruang di mana proses komunikasi bisa berlangsung. Misal dari ruang publik

yang tidak bersifat fisik ini adalah media massa. Pelaksanaan ruang publik

merupakan tanda telah terbentuknya masyarakat madani, di mana setiap

masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk biacara, mengemukakan

pendapat, serta menolak dominasi.

Habermas membuat sketsa sebuah model yang disebutnya “ranah publik

borjuis” yang berfungsi memperantarai keprihatinan privat individu dalam

kehidupan sosial, ekonomi, dan keluarga, yang dihadapkan dengan tuntutan-

tuntutan dan keprihatinan dari kehidupan sosial dan publik. Ini mencakup fungsi

menengahi kontradiksi antara kaum borjuis dan citoyen (kalau boleh

menggunakan istilah yang dikembangkan oleh Hegel dan Marx awal), mengatasi

kepentingan-kepentingan dan opini privat, guna menemukan kepentingan-

kepentingan bersama, dan untuk mencapai konsensus yang bersifat sosial

(Habermas, 2007).

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

68

Ranah publik di sini terdiri dari organ-organ informasi dan perdebatan

politik, seperti surat kabar dan jurnal, serta institusi diskusi politik, seperti

parlemen, klub politik, salon-salon sastra, majelis publik, tempat minum dan kedai

kopi, balai pertemuan, dan ruang-ruang publik lain, di mana diskusi sosio-politik

berlangsung.

Ranah publik yang diamaksud Habermas adalah ruang diskusi kritis, terbuka

bagi semua orang. Pada ranah publik ini, warga privat berkumpul untuk

membentuk sebuah publik, di mana “nalar publik” tersebut akan bekerja sebagai

pengawas terhadap kekuasaan negara (Hardiman, 2009b: 87). Dalam konsep

Habermas, media dan ranah publik berfungsi di luar sistem politis-kelembagaan

yang aktual. Fungsi media dan ranah publik ini sebagai tempat diskusi, dan bukan

sebagai lokasi bagi organisasi, perjuangan, dan transformasi politik.

Mencermati paparan teoretik di atas dapat ditarik benang merah yang

menghubungkan ketiga teori sehingga dapat digunakan secara eklektik dalam

pembahasan dan analisis data penelitian. Benang merah itu adalah keterlibatan

ideologi, aktor atau agen, dan sumber-sumber otoritas dalam praktik, hegemoni,

dan tindakan komunikasi-ruang publik. Dengan menguraikan ketiga teori tersebut

kiranya dapat dipahami bahwa praktik budaya Raju adalah sebuah tindakan sosial

dalam konteks hegemoni kekuatan pemeluk agama atau budaya mainstream.

Praktik budaya ini bisa dikatakan bukan saja tindakan resistensi yang sekedar

bertahan, tetapi juga tindakan komunikatif yang menciptakan sebuah alternatif

hubungan dalam masyarakat pluralistik untuk menciptakan harmonisasi

kehidupan internal. Lebih dari itu, praktik budaya sekaligus tindakan meretas dan

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

69

melawan dominasi dari pihak luar.

Dalam penerapannya, teori praktik digunakan untuk mengurai aspek-aspek

yang mendasari produksi praktik budaya Raju, teori hegemoni dipakai sebagai

sebuah lensa untuk meneropong dan mengurai operasi relasi kuasa yang

tertangkap dari praktik budaya Raju, sementara teori tindakan komunikatif dan

ruang publik menjelaskan fungsi dan makna budaya Raju itu melalui apa Dou

Mbawa mengeksperesikan diri dan cara mereka menghadapi dominasi pihak luar.

Dari sini dikonstruksi terbentuknya ruang bersama untuk mendialogkan perbedaan

dan menegosiasikan identitas yang berbeda menjadi gagasan mengenai harmoni

dan toleransi dalam atmosfir pluralitas.

2.4 Model Penelitian

Penelitian ini menempatkan praktik budaya Raju yang dilakukan oleh Dou

Mbawa di Bima, Nusa Tenggara Barat sebagai fokus kajian. Dalam kaitan ini,

praktik budaya Raju dikitari oleh ideologi, otoritas, dan agen dari tiga kelompok

utama dalam masyarakat, yaitu Islam, Kristen, dan Parafu. Ketiga kekuatan ini

bertarung untuk memperebutkan dominasi atas masyarakat, yang kemudian

direspons secara kreatif oleh Dou Mbawa antara lain dengan praktik budaya Raju.

Pertarungan juga terjadi secara internal dan eksternal sekaligus. Secara

internal berlangsung hubungan kuasa antara komunitas adat atau agama dengan

elitenya, diwakili oleh Ncuhi dan otoritas adat lainnya dengan pendukung adat,

antara penganut agama Kristen dengan (pastur/pendeta), antara penganut agama

Islam dengan ulama. Secara eksternal berlangsung relasi hegemonik antara

pendukung praktik budaya Raju dari ketiga kelompok keagamaan di Mbawa yang

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

70

‘bersatu’ dalam ‘identitas sinkretik’ berhadapan dengan kaum puritan dari agama-

agama besar. Jika digambarkan, maka model penelitian seperti berikut:

Gambar 2.1: Model penelitian

Bagan di atas memberi gambaran bahwa penelitian ini berkenaan dengan

konfigurasi Dou Mbawa yang terpetakan ke dalam tiga kelompok utama sosio-

kultur-religius. Dalam konfigurasi itu, penelitian ini mengambil fokus pada

praktik budaya Raju sebagai “teks” dan representasi dari struktur sosial dan

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

71

dinamika kehidupan Dou Mbawa. Posisi praktik budaya Raju dianggap sentral

karena lahir dari inti kehidupan, yaitu pandangan dunia kosmologi, dan

dipraktikkan oleh ketiga kelompok keagamaan. Pada gilirannya praktik budaya

Raju menjadi pusat perdebatan (kontestasi) dari kekuatan-kekuatan sosial yang

berkepentingan. Islam, Kristen, dan Parafu menjadi faktor yang membentuk

religiusitas dan visi sosial-politik Dou Mbawa, termasuk mempengaruhi produksi

budaya. Sebaliknya, kekayaan budaya yang diwariskan kepada Dou Mbawa

memberi arti bagi keislaman dan kekristenan sebagai agama yang masuk ke ranah

Dou Mbawa.

Jalinan terjadi sedemikian rupa di seputar kehidupan Dou Mbawa yang

melibatkan ideologi, otoritas, dan agen atau aktor (elite agama), menghasilkan

ketegangan dan pertarungan – internal dan eksternal – yang bermuara pada kreasi

budaya dan transformasinya. Dalam situasi ini praktik budaya Raju diwarisi dan

bertahan sebagai praktik komunal. Akhirnya praktik Budaya Raju menjadi

tumpuan bagi Dou Mbawa untuk memproduksi nilai-nilai sosial yang bisa

menjamin kelangsungan kehidupan bersama dalam situasi pluralistik.

Berdasarkan telaah pustaka dan mempertimbangkan urgensi masalah,

penelitian ini tidak mengkaji semua aspek dalam praktik budaya Raju. Tiga hal

yang diturunkan sebagai aspek kajian dalam praktik budaya Raju, yaitu basis

sosial dan modal, respons hegemoni, dan makna tindakan komunikatif. Ketiga hal

itu adalah ranah relasi kuasa yang memungkinkan praktik budaya Raju eksis dan

dimaknai dalam konteks kehidupan komunal Dou Mbawa.

Untuk menyingkap konstruksi kesadaran berpraktik, membongkar hegemoni

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · ... politik, budaya, ... yang muncul di masyarakat. Just menyimpulkan bahwa berlangsungnya sistem ... bekerja dalam

72

dan responsnya, dan membingkai makna komunikasi dalam praktik budaya Raju,

penelitian ini menggunakan teori-teori kritis yang diramu dari teori praktik

Bourdieu, teori hegemoni Gramsci, dan teori tindakan komunikatif Habermas.

Ketiga teori ini digunakan secara eklektik karena memang mempunyai benang

merah yang menghubungkan satu sama lain, yaitu sama-sama menyinggung peran

ideologi, atoritas, dan agen dalam relasi kuasa. Dalam praktiknya, ketiga teori ini

memiliki tekanan masing-masing terhadap tiga aspek penelitian, tetapi juga dalam

aspek-aspek tertentu saling memperkuat.