30
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Ada beberapa penelitian yang menarik dan relevan untuk ditelaah dan diacu dalam penelitian ini. Adapun beberapa penelitian tersebut adalah sebagai berikut. Penelitian Geria (2007) berjudul Survei Tinggalan Arkeologi di Bentangan Alam Kawasan Jatiluwih (Culture Landscape) Penebel, Tabanan, Bali. Masalah yang dikaji dalam penelitian tersebut adalah : 1) apakah ada sumber daya arkeologi dalam wujud fisik (tinggalan arkeologi) pada bentangan alam subak Jatiluwih?; 2) bagaimana wujud kearifan lokal masyarakat setempat yang diwarisi sejak dulu dalam pelestarian sumber daya alam? Meskipun judul dan masalah penelitian tersebut berbeda dengan judul dan masalah penelitian ini, persoalan yang mendorong pelaksanaan penelitian itu hampir sama dengan persoalan yang mendorong pelaksanaan penelitian ini, yaitu betapa pentingnya kearifan lokal dalam konteks pelestarian alam setempat. Oleh karena itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Geria itu memberikan inspirasi bagi penelitian ini dalam rangka memperoleh gambaran yang lebih lengkap terkait dengan lingkungan alam dan budaya masyarakat di kawasan Subak Jatiluwih. Penelitian Oka Prasiasa (2010), berjudul Pengembangan Pariwisata dan Keterlibatan Masyarakat di Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan. Penelitian untuk disertasi Program S3 Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL

PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Ada beberapa penelitian yang menarik dan relevan untuk ditelaah dan

diacu dalam penelitian ini. Adapun beberapa penelitian tersebut adalah sebagai

berikut.

Penelitian Geria (2007) berjudul Survei Tinggalan Arkeologi di Bentangan

Alam Kawasan Jatiluwih (Culture Landscape) Penebel, Tabanan, Bali. Masalah

yang dikaji dalam penelitian tersebut adalah : 1) apakah ada sumber daya

arkeologi dalam wujud fisik (tinggalan arkeologi) pada bentangan alam subak

Jatiluwih?; 2) bagaimana wujud kearifan lokal masyarakat setempat yang diwarisi

sejak dulu dalam pelestarian sumber daya alam? Meskipun judul dan masalah

penelitian tersebut berbeda dengan judul dan masalah penelitian ini, persoalan

yang mendorong pelaksanaan penelitian itu hampir sama dengan persoalan yang

mendorong pelaksanaan penelitian ini, yaitu betapa pentingnya kearifan lokal

dalam konteks pelestarian alam setempat. Oleh karena itu, hasil penelitian yang

dilakukan oleh Geria itu memberikan inspirasi bagi penelitian ini dalam rangka

memperoleh gambaran yang lebih lengkap terkait dengan lingkungan alam dan

budaya masyarakat di kawasan Subak Jatiluwih.

Penelitian Oka Prasiasa (2010), berjudul Pengembangan Pariwisata dan

Keterlibatan Masyarakat di Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan. Penelitian

untuk disertasi Program S3 Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

10

Udayana tersebut mengkaji tiga butir masalah : 1) bagaimana pengembangan

pariwisata di Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan? ; 2) bagaimana

keterlibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata di Desa Wisata

Jatiluwih Kabupaten Tabanan; dan 3) apa dampak dan makna pengembangan

pariwisata dan keterlibatan masyarakat di Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten

Tabanan? Judul dan masalah penelitian tersebut jelas berbeda dengan judul dan

masalah penelitian ini. Dengan demikian, hasil penelitian ini pastilah akan

berbeda dengan hasil penelitian tersebut.

Penelitian yang dilakukan Pujaastawa dkk. (2005) berjudul “Pariwisata

Terpadu, Alternatif Model Pengembangan Pariwisata Bali Tengah”. Fokus

penelitian ini adalah mengenai pendapat dan sikap masyarakat terhadap potensi

wisata di Desa Jatiluwih. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar

respondennya berpendapat sebagai berikut.

1) Perlu pengembangan pariwisata (92%), potensi dominan adalah wisata

ekologis (98%).

2) Setuju pengelolaan kawasan pertanian dan potensi alam lainnya sebagai

DTW (100%).

3) Setuju pengelolaan bercocok tanam sebagai DTW. (100%).

4) Setuju pengelolaan tradisi adat-istiadat dan agama sebagai DTW. (95%).

5) Setuju pembangunan sarana dan prasarana pariwisata (72%).

6) Setuju peran serta masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan

pariwisata (93%).

7) Setuju kehadiran etnik lain sebagai tenaga kerja pariwisata (63%).

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

11

Hasil penelitian sebagaimana disebutkan di atas sangatlah penting bagi

pelaksanaan penelitian ini. Dikatakan penting, karena data hasil penelitian

tersebut di atas masih perlu didalami guna menjawab permasalahan penelitian ini.

Untuk itu data hasil penelitian tersebut di atas menjadi penting, yakni sebagai

dasar untuk mempertanyakan, bahwa jika memang setuju terhadap berbagai hal

sebagaimana disebutkan di atas, mengapa dukungan terhadap pengelolaan

kawasan Subak Jatiluwih mengalami pasang - surut. Dengan demikian penelitian

ini akan berbeda, baik fokusnya maupun hasilnya dibandingkan dengan fokus dan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Pujaastawa dkk tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Diasa (2009) berjudul “Strategi

Pengembangan Pariwisata Perdesaan Di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel,

Kabupaten Tabanan” (2009). Fokus penelitian Diasa tersebut pada kajian

pariwisata perdesaan Jatiluwih yang menekankan pada komponen-komponen

yang harus ada pada pengembangan suatu DTW. Komponen-komponen yang

dimaksud dalam hal ini adalah akomodasi, seperti hotel dan fasilitas layanan

lainnya yang terkait dimana wisatawan bisa menginap di DTW. Hasil

penelitiannya adalah sebagai berikut :

1) Hasil penelitian ini menunjukkan kekuatan internal pengembangan

pariwisata perdesaan Jatiluwih terdiri atas: panorama yang indah dan asri,

berupa sawah terasering; keanekaragaman seni dan budaya; tercatat

sebagai nominasi Warisan Alam dan Budaya Dunia di UNESCO;

keramahtamahan masyarakatnya; rumah penduduk yang masih tradisional

dan bisa dimanfaatkan sebagai home stay; ketersediaan fasilitas

kepariwisataan seperti hotel, restoran; penataan dan pengelolaan; segmen

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

12

pasar. Sedangkan kelemahan yang dimiliki dari faktor-faktor internal

terdiri atas: ketersediaan infrastruktur seperti jalan, air bersih, listrik dan

faksimile; sumber daya manusia dan kelembagaan pariwisata.

2) Faktor-faktor eksternal berupa peluang yang dimiliki pariwisata

perdesaan terdiri atas: Otonomi Daerah dan Peraturan Bupati Nomor 9

Tahun 2005 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Jatiluwih; adanya tren

peningkatan kunjungan wisatawan ke Bali; kemajuan teknologi, baik

teknologi informasi maupun teknologi transportasi; adanya

kecenderungan pariwisata dunia ke arah pariwisata alternatif, seperti

pariwisata perdesaan; citra Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia;

persaingan dengan kawasan wisata yang sejenis di daerah lain; stabilitas

sosial dan politik dalam negeri; situasi keamanan nasional dan

internasional. Berikut berupa ancaman yang dimiliki terdiri atas:

berkembangnya bangunan-bangunan modern; adanya kecenderungan

alih fungsi lahan pertanian.

3) Strategi alternatif yang relevan diterapkan berupa program-program

terdiri atas: (1) menciptakan program-program berdasarkan seni budaya

lokal, (2) memanfaatkan rumah penduduk yang masih tradisional sebagai

home stay untuk mempromosikan pariwisata alternatif, (3) memanfaatkan

teknologi terkini dalam pelayanan, (4) memperkuat dan mengembangkan

arsitektur bangunan tradisional, (5) membuat program-program unggulan

dibidang pertanian, (6) pengembangan prasarana seperti jalan, air bersih

dan listrik, (7) pengembangan sumber daya manusia dan kelembagaan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

13

pariwisata, (8) menciptakan kerjasama yang lebih baik dengan berbagai

stake holder terkait.

Hasil penelitian Diasa sebagaimana diuraikan di atas tampak jelas bahwa

penelitiannya itu menggunakan teknik analisis SWOT. Betapapun bagusnya

teknik analisis SWOT dan dengan demikian hasil penelitian Diasa itu juga

menjadi bagus, namun teknik analisis SWOT bersifat positivistik, suatu

pendekatan yang penggunaannya tidaklah menjadi hobi kalangan Kajian Budaya.

Berbeda dengan itu, penelitian yang dilakukan ini menggunakan pendekatan

penelitian kualitatif yang lazim disebut pendekatan fenomenologis dan

pendekatan hermeneutik. Dengan pendekatan ini, penelitian ini menyoroti apa

yang disebut noumena, yaitu gagasan-gagasan yang ada di balik fakta-fakta

fenomenal yang kasat mata.

2.2 Konsep

Penjelasan konsep dalam hal ini dengan mengacu pengertian istilah

konsep serta fungsinya dalam suatu penelitian. Menurut Mely G. Tan (1989 : 21)

menegaskan bahwa konsep sebenarnya adalah definisi singkat tentang fakta yang

perlu diamati. Menurut Ratna (2010 : 279-280), keseluruhan kata dalam judul dan

masalah penelitian dianggap sebagai konsep sehingga perlu dijelaskan secara

singkat. Konsep yang dimaksud dalam hal ini adalah konsep operasional untuk

suatu penelitian. Satuan konsep tidak selalu terdiri atas satu kata melainkan bisa

juga terdiri atas lebih dari satu kata. Ini berarti, bahwa fakta yang perlu diamati

dapat diketahui, dipahami, dan dijelaskan, yakni fakta-fakta yang menunjuk

kepada kalimat-kalimat dan kata-kata serta istilah-istilah yang terdapat dalam

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

14

formulasi judul dan masalah yang hendak dikaji dalam penelitian yang

bersangkutan. Pendefinisian fakta-fakta berupa kalimat-kalimat, kata-kata atau

istilah-istilah yang terdapat dalam formulasi judul dan masalah yang dikaji dalam

suatu penelitian sangatlah penting. Jika fakta-fakta yang perlu diketahui,

dipahami, dan dijelaskan dalam suatu penelitian tidak didefinisikan atau

dikonsepsikan secara jelas, maka bisa jadi (kalau tidak boleh dipastikan) peneliti

akan mengumpulkan fakta-fakta yang tidak relevan untuk menjawab masalah

yang dikajinya. Berdasarkan pengertian tentang konsep dalam suatu

penelitian sebagaimana dipaparkan di atas, maka untuk penelitian ini ada

beberapa unit konsep berupa kalimat, kata atau istilah yang perlu dijelaskan, baik

yang berkaitan dengan judul maupun rumusan masalah yang hendak dikaji

dalam penelitian ini. Penjelasan unit-unit konsep itu dapat dipilah dan

diilustrasikan sebagai berikut.

1) Pasang-surutnya dukungan terhadap WBD.

2) Kiprah para pihak dalam pengelolaan kawasan Subak Jatiluwih.

3) Pelestarian

4) Proses

5) Implikasi

Penjelasan masing-masing istilah tersebut adalah sebagai berikut.

2.2.1 Pasang-surutnya Dukungan terhadap WBD

Pemakaian istilah ”pasang surutnya dukungan” dalam judul penelitian ini

bermula dari adanya fakta sebagaimana disebutkan pada bagian latar belakang di

atas, bahwa sejak tahun 2000 pemerintah dan masyarakat yang terkait,

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

15

bersepakat dan berjuang keras untuk mengusulkan kawasan Subak Jatiluwih agar

ditetapkan sebagai WBD. Namun setelah ditetapkannya kawasan subak tersebut

sebagai WBD pada tahun 2012, ternyata tindakan pemerintah dan masyarakat

yang terkait justru terlihat kurang gencar dalam upaya mencapai tujuan utama

penetapan kawasan subak itu sebagai WBD, yaitu melestarikan lingkungan alam

dan budaya lokal (setempat). Kesepakatan dan perjuangan pemerintah dan

masyarakat dalam proses pengusulan kawasan Subak Jatiluwih agar ditetapkan

sebagai WBD, serta kurang gencarnya tindakan mereka dalam upaya pelestarian

alam dan budaya di kawasan subak tersebut itulah dalam hal ini dikonsepsikan

sebagai pasang-surutnya dukungan terhadap WBD.

Secara implisit konsepsi ini menunjukkan adanya perubahan dukungan

terhadap WBD, yakni dari dukungan yang begitu kuat kemudian mereda.

Pemakaian istilah ”pasang surut” dan ”dukungan” itu dipakai dalam konsepsi ini,

karena dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 1026), ada istilah ”pasang”

yang diartikan sebagai ”sedang baik”, dan dalam kamus ini juga (2008 : 1362),

kata ”surut” diartikan sebagai ” (makin) berkurang, reda”. Selain itu, dalam kamus

ini (2008 : 1026), ada kata ”pasang-surut atmosfer” yang diartikan sebagai

”perubahan atmosfer”. Istilah dukungan berasal dari kata dukung yang dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 346) diartikan sebagai ”menyokong,

membantu, menunjang”.

Pengertian tentang WBD dikemukakan oleh UNESCO dalam Konvensi

Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam

hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

16

”Hasil karya manusia atau gabungan antara alam dan hasil karya manusia

termasuk dalam hal ini adalah situs purbakala yang mempunyai nilai

universal istimewa dari segi sejarah, kebudayaan atau ilmu pengetahuan”

Pengertian ini relevan untuk diacu dalam penelitian ini, karena kawasan Subak

Jatiluwih merupakan salah satu bagian dari Kawasan Catur Angga Batukaru yang

telah ditetapkan sebagai WBD. Tampaknya pengertian ini juga diacu dalam

perumusan tentang warisan budaya Bali yang telah ditetapkan sebagai WBD

sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 1110/03-

H/HK/2011 tentang Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Dewan Pengelola

Warisan Budaya Bali. Pengertian tentang warisan budaya Bali dalam Surat

Keputusan Gubernur Bali tersebut adalah sebagai berikut.

”bahwa warisan budaya Bali merupakan kekayaan budaya bangsa yang

sangat penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu

pengetahuan serta kebudayaan, sehingga perlu dilindungi, dilestarikan dan

dikembangkan guna pemupukan kesadaran jati diri bangsa demi

kepentingan bersama baik nasional maupun internasional. Bahwa upaya

perlindungan, pelestarian dan pengembangan objek-objek warisan budaya

Bali yang memiliki nilai-nilai universal yang sangat tinggi perlu

dikembangkan sebagai WBD didukung oleh pemerintah maupun

masyarakat”.

Pengertian warisan budaya Bali sebagaimana dipaparkan dalam petikan ini

juga relevan untuk dijadikan acuan dalam merumuskan konsep WBD dalam

penelitian ini. Sebab WBD yang dikaji dalam penelitian ini adalah warisan budaya

Bali yang telah ditetapkan sebagai WBD, yakni kawasan Subak Jatiluwih.

2.2.2 Kiprah Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan Subak Jatiluwih

Satuan konsep ini dapat dipahami dengan menelusuri arti istilah-istilah

yang tercakup di dalamnya, kiprah, para pihak, pengelolaan, kawasan, dan subak,

yakni Subak Jatiluwih. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 701),

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

17

istilah kiprah diartikan sebagai ”derap kegiatan”. Berdasarkan pengertian ini,

kiprah para pihak dalam pengelolaan kawasan Subak Jatiluwih diartikan sebagai

derap langkah para pihak terkait dalam pengelolaan kawasan subak tersebut.

Istilah para dalam Kamus besar Bahasa Indonesia (2008 : 1019) diartikan sebagai

”kata penyerta yang menyatakan pengacuan ke kelompok”, sedangkan istilah

pihak dalam kamus tersebut (2008 : 1071) diartikan sebagai ”golongan” dengan

contoh pemakaiannya : ”korban bencana alam itu memerlukan uluran tangan

semua pihak”. Dengan demikian, para pihak yang dimaksudkan dalam hal ini

adalah ”golongan” yang berperan dalam pengelolaan kawasan WBD yang disebut

kawasan Subak Jatiluwih. Secara garis besar, para pihak yang dimaksud dalam hal ini

adalah pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten Tabanan serta masyarakat

petani Subak Jatiluwih, masyarakat Desa Pakraman Jatiluwih, dan Desa Dinas Jatiluwih.

Para pihak inilah yang selama ini berperan dalam pengelolaan kawasan Subak Jatiluwih,

terutama sejak pengusulan kawasan ini sebagai kawasan WBD. Secara lebih rinci dan

lengkap mungkin baru akan diketahui jika dilacak lebih jauh dalam pelaksanaan

penelitian.

Pengertian tentang istilah pengelolaan dapat ditelusuri dari istilah kelola

atau mengelola yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 657)

diartikan sebagai ”mengurus”, pengelolaan diartikan sebagai proses, cara,

perbuatan mengelola (2008 : 567), dan kawasan diartikan sebagai daerah tertentu

yang mempunyai ciri tertentu (2008 : 638). Mengenai istilah subak, ternyata ada

banyak definisi. Sutawan (2008) menunjukkan 11 definisi subak yang

rumusannya bervariasi. Misalnya, satu dari 11 definisi tersebut adalah definisi

subak versi Perda Bali No. 02/PD/DPRD/1972, yakni sebagai berikut.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

18

”subak adalah masyarakat hukum adat di Bali yang secara historis

didirikan sejak dahulu kala dan berkembang terus sebagai organisasi

penguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan lain-lain untuk

persawahan dari suatu sumber air di dalam suatu daerah”.

Definisi subak yang lainnya dikemukakan oleh Kaler (1985 : 3) yang menegaskan

bahwa :

”subak adalah suatu organisasi petani sawah secara tradisional di Bali,

dengan suatu kesatuan areal sawah, serta umumnya satu sumber air selaku

kelengkapan pokoknya”.

Berdasarkan 11 definisi tersebut, Sutawan (2008 : 20-23) menyatakan bahwa :

”Jadi, subak dapat dilihat dari aspek hukum, aspek teknologi, aspek

ekonomi (ekonomi pertanian), aspek sosio-budaya, sosio-agraris, sosio-

religius, ekologi, dan lain sebagainya”.

Dalam konteks ini, Pitana (1993) mengemukakan bahwa subak mempunyai

beberapa ciri dasar sebagai berikut.

1) Mempunyai organisasi petani yang mengelola air irigasi untuk anggota-

anggotanya, juga mempunyai pengurus dan aturan keorganisasian (awig-

awig), baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

2) Mempunyai sumber air bersama, yang dapat berupa bendung (empelan) di

sungai, mata air, air tanah, ataupun saluran utama suatu sistem irigasi.

3) Mempunyai suatu areal persawahan.

4) Mempunyai otonomi, baik internal maupun eksternal.

5) Mempunyai satu atau lebih Pura Bedugul (atau pura yang berhubungan dengan

persubakan).

Bertolak dari pengertian tentang istilah pengelolaan dan istilah subak di atas,

maka pengelolaan kawasan Subak Jatiluwih dalam penelitian ini diartikan sebagai

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

19

cara mengurus wilayah organisasi petani (Subak Jatiluwih) yang memiliki areal

sawah, sumber air, dan pura.

2.2.3 Pelestarian

Kata pelestarian berasal dari kata dasar lestari, yang dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2008 : 820) diartikan tetap seperti keadaannya semula, tidak

berubah, bertahan, kekal. Kata pelestarian diartikan perlindungan dari

kemusnahan atau kerusakan, pengawetan, konservasi. Jika pengertian ini

dikaitkan dengan istilah pelestarian lingkungan alam dan budaya lokal, maka

muncul permasalahan, karena alam dan budaya terus berkembang sesuai dengan

dinamika masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, arti kata pelestarian

dalam penelitian ini mengacu kepada gagasan Widja (1993 : 60) yang

menegaskan bahwa :

”pelestarian budaya tidaklah harus diartikan semata-mata mengusahakan

agar budaya kita tetap seperti keadaannya semula (menjadi antik). Dia

selalu bersifat ambivalen, lestari dan sekaligus bersifat dinamik. Dari segi

teori kebudayaan, hal ini bukan saja suatu keniscayaan, dan karena itu

perlu tetap diupayakan keberadaan sifat itu”

Berdasarkan gagasan kutipan di atas, maka istilah pelestarian yang dipakai dalam

rumusan masalah penelitian ini diartikan sebagai upaya mempertahankan

lingkungan alam dan budaya lokal agar tetap bertahan (lestari) tetapi tanpa

menghilangkan sifat dinamiknya.

2.2.4 Proses

Istilah proses dalam rumusan masalah butir kedua penelitian ini, yaitu

proses pasang-surutnya dukungan terhadap WBD, mengacu kepada arti kata

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

20

proses dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 1106), yaitu ”runtunan

perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu”. Dengan demikian, proses

pasang-surutnya dukungan terhadap WBD dalam penelitian ini diartikan sebagai

runtunan perubahan dukungan tersebut, yaitu dari pasang menjadi surut.

2.2.5 Implikasi

Konsep implikasi dalam hal ini mengacu kepada pengertian istilah

implikasi yang dikemukakan oleh Keraf (1985 : 7-8) bahwa implikasi berarti

melibat atau merangkum atau rangkuman, yaitu sesuatu dianggap ada karena

sudah dirangkum dalam fakta atau evidensi itu sendiri. Sejalan dengan hal ini,

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 529), istilah implikasi diartikan

sebagai keterlibatan atau keadaan terlibat; yang termasuk atau tersimpul, tetapi

tidak dinyatakan. Jadi secara operasional, konsep implikasi dalam penelitian ini

dapat didefinisikan sebagai hal-hal yang tercakup atau terangkum dalam fakta-

fakta yang berkaitan dengan pasang-surutnya dukungan terhadap pelestarian

kawasan Subak Jatiluwih.

Selain itu, pengertian implikasi juga memiliki makna sesuatu yang

disarankan atau untuk terjadi secara tidak langsung. Secara kebahasaan kata

implikasi ini biasanya dipergunakan dalam bentuk jamak, dimana pemahamannya

bahwa implikasi memiliki banyak efek atau konsekuensi yang dapat saja terjadi di

masa yang akan datang. Tambahan pula dengan kata implikasi ini bermakna pula

bahwa dalam sebuah keputusan yang diambil, maka mungkin saja bisa terjadi

sesuatu yang negatif yang tidak diharapkan akan terjadi.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

21

https://www.vocabulary.com/dictionary/implication). Diakses 7 Juli 2017, pkl.

07.30 wita.

2.3 Landasan Teori

Landasan teori atau disebut juga kerangka teori ini disusun dengan

bertitik tolak dari pemahaman tentang kegunaan dan cara menyusunnya untuk

penelitian kualitatif. Pemahaman itu diperoleh dari beberapa sumber pustaka :

Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Tesis dan Disertasi, Program

Pascasarjana Universitas Udayana (2010 : 12), Ariasumantri (1984 : 322),

Mely G. Tan (1989 : 21), dan Irawan (2006 : 38). Berdasarkan sumber pustaka ini

diketahui bahwa landasan teori diperlukan sebagai kerangka acuan dalam

mencari jawaban atau memecahkan masalah yang dikaji dalam penelitian.

Landasan teori menunjukkan alur-alur pikiran yang logis hingga membuahkan

kesimpulan berupa hipotesis, bahkan landasan teori dianggap sama dengan

hipotesis. Secara teknis hal ini dapat dimulai dengan membaca teori-teori yang

relevan dengan fokus/masalah penelitian, dilanjutkan dengan membuat sintesis

(“menyatukan”) berbagai teori itu menjadi kerangka atau landasan teori versinya

sendiri yang menunjukkan alur-alur pikiran yang logis hingga membuahkan

kesimpulan berupa hipotesis. Dengan demikian, seperti disebutkan dalam Buku

Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Tesis dan Disertasi Program Pascasarjana

Universiras Udayana (2010 : 1-2), setiap peneliti dapat berkreativitas secara

otonom dalam pembuatan landasan teori khusus untuk memecahkan permasalahan

penelitiannya.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

22

Selain mengikuti gagasan di atas, secara teknis penyusunan landasan teori

ini juga dilakukan dengan berpegang pada ciri penting ilmu Kajian Budaya

(Cultural Studies). Terkait dengan ciri pentingnya itu, Agger (2007 : 247-248)

menegaskan, bahwa ”Cultural Studies adalah salah satu contoh terbaik teori kritis

interdisipliner yang benar-benar meliputi berbagai sumber teoretis dan disiplin”.

Tujuan teori kritis adalah mengaitkan teori dan praktek, menyediakan wawasan

dan memperkuat pelaku perubahan keadaan yang menindas, guna mewujudkan

manusia dan masyarakat yang rasional yang mampu memenuhi kebutuhan dan

kekuasaan manusia secara berkeadilan (Atmadja, 2007 : 6). Terkait dengan

interdisiplinaritas ilmu Kajian Budaya, Lubis (2006 : 144) menegaskan, bahwa :

“Cultural Studies dengan leluasa dan bebas bergerak dari satu teori ke

teori lainnya, dari satu metodologi ke metodologi lain, dari satu disiplin ke

disiplin lainnya. Kajian budaya mengambil apa saja yang dibutuhkannya

dari bidang-bidang ilmu lain, lalu diadopsinya untuk disesuaikan dengan

tujuannya tanpa mengikuti aturan keilmiahan konvensional”.

Berdasarkan pemikiran terurai di atas, maka landasan teori ini sengaja disusun

dengan mengacu teori-teori tertentu, termasuk teori-teori sosial kritis yang relevan

untuk diacu hingga melahirkan berbagai hipotesis kerja dalam rangka mencari

jawaban atau memecahkan masalah yang dikaji dalam penelitian ini. Dalam hal

ini ada dua teori besar (grand theory) yang diposisikan sebagai acuan pokok,

sedangkan teori-teori yang lainnya diacu untuk memperjelas pemikiran yang

dibangun dalam landasan teori ini. Satu dari dua teori besar itu adalah teori yang

ada dalam ilmu ekologi manusia, yaitu ilmu yang mengkaji interaksi manusia

dengan lingkungannya (Hadi, 2000 : 3), yakni teori mengenai hubungan antara

sistem sosial (social system) dan ekosistem (ecosystem) menurut Terry Rambo.

Teori besar yang lainnya adalah teori mengenai sistem sosiokultural yang

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

23

dikemukakan oleh Sanderson dalam bukunya yang berjudul Makrososiologi

Sebuah Pendekatan terhadap Realitas Sosiologi (2011). Dua teori ini diacu

karena fenomena dan masalah yang dikaji dalam penelitian ini pada dasarnya

tercakup dalam hubungan manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya

dengan lingkungannya. Adapun teori-teori beserta landasan berpikir yang

dibangun berdasarkan teori-teori tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut.

2.3.1 Teori Ekologi Manusia Terry Rambo

Sebagaimana dikemukakan oleh Hadi (2000 : 5), Rambo menjelaskan

hubungan sistem sosial dengan ekosistem. Sistem sosial terdiri atas komponen-

komponennya berupa nilai, ideologi, pengetahuan, teknologi, organisasi sosial,

kesehatan, pola eksploitasi sumber daya, pertukaran ekonomi, dan sebagainya.

Komponen-komponen ekosistem meliputi air, tanah, lahan, udara, flora, fauna,

iklim dan makhluk hidup yang lain. Kedua sistem ini berinteraksi, dan dalam

interaksinya itu ada aliran energi, material, dan informasi, baik dari sistem sosial

ke ekosistem maupun dari ekosistem ke sistem sosial. Dalam interaksinya itu juga

ada proses seleksi dan adaptasi. Teori ekologi manusia Terry Rambo yang

memposisikan ideologi dan pengetahuan sebagai komponen sistem sosial tampak

relevan dengan ilmu Kajian Budaya, terutama karena sebagaimana dikemukakan

Barker (2005 : 87), bahwa ”sebagian besar karya kajian budaya terpusat pada

pertanyaan-pertanyaan tentang kekuasaan, pengetahuan, ideologi, dan hegemoni”.

Ideologi memang kompleks sehingga dapat didefinisikan secara beragam, dan

dalam hal ini Barker (2005 : 86) melihatnya sebagai pandangan dunia kelompok-

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

24

kelompok dominan dan atau kelompok mana pun yang berfungsi membenarkan

dan mempertahankan kekuasaan dan tindakan mereka.

Berdasarkan teori Rambo di atas, maka dapat diformulasikan jawaban

sementara (hipotesis) bahwa pasang-surutnya dukungan para pihak terhadap

pelestarian kawasan Subak Jatiluwih berkaitan erat dengan kekuasaan,

pengetahuan, ideologi, dan hegemoni yang ada dan berlaku di kalangan para

pihak terkait dengan pengelolaan kawasan subak tersebut. Hal ini bisa saja

berpengaruh terhadap pandangan para pihak tersebut mengenai besar-kecilnya

potensi kawasan Subak Jatiluwih sebagai WBD untuk memenuhi harapan mereka,

yakni harapan untuk memenuhi kepentingan mereka, yaitu memperoleh

keuntungan, baik berupa materi, maupun energi dan informasi yang mereka

perlukan. Pandangannya itulah yang menggerakkan tindakan mereka dalam

pengelolaan kawasan subak tersebut. Pandangan mereka itu bisa berupa apa yang

oleh Soemarwoto ( 1989 : 94) disebut sebagai ”citra lingkungan” dalam arti

sebagai berikut.

“Citra lingkungan menggambarkan anggapan orang tentang struktur

lingkungan, bagaimana lingkungan itu berfungsi, reaksinya terhadap

tindakan orang serta hubungan manusia dengan lingkungannya. Citra

lingkungan itu memberi petunjuk tentang apa yang boleh dilakukan dan

apa yang tidak boleh dilakukan demi kebaikan orang itu”.

Ideologi yang bisa berpengaruh kuat terhadap pandangan, harapan, dan

tindakan mereka terkait dengan kawasan Subak Jatiluwih adalah ideologi

kapitalisme, sebab globalisasi yang berintikan ideologi kapitalisme yang

mengutamakan keuntungan begitu kuat pengaruhnya terhadap manusia di seluruh

penjuru dunia. Menurut Piliang (2006 : 13-16), pengaruh globalisasi telah

melahirkan apa yang disebutnya homo minimalis, yakni manusia berkebudayaan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

25

posmodern dengan berbagai cirinya, antara lain merayakan hasrat untuk memiliki

kekuasaan, kekayaan, dan popularitas, memuja hasil ketimbang proses perolehan

hasil. Padahal, sebagaimana dikemukakan oleh Feng Jing (2010:5), keuntungan

yang bisa diharapkan dari WBD tidak hanya berupa materi, melainkan juga non

materi, yaitu (1) meningkatnya kesadaran publik tentang situs yang dilindungi, (2)

memperkuat langkah-langkah perlindungan, (3) manajemen plan yang bersifat

menyeluruh, (4) menarik pendanaan internasional, (5) mendapat bantuan teknis

dan saran, (6) menaikkan jumlah kunjungan wisatawan (Feng Jing, 2010:5).

Bertitik tolak dari pendapat Feng Jing ini maka dapat diduga bahwa

menguatnya (pasangnya) semangat para pihak terkait untuk memberikan

dukungan terhadap upaya pelestarian kawasan Subak Jatiluwih karena mereka

memahami penetapan kawasan Subak Jatiluwih sebagai WBD berpotensi besar

bagi mereka untuk memperoleh materi berupa uang, barang dan jasa, misalnya

dari UNESCO atau dari bank dunia, atau melalui pengembangan fasilitas

pariwisata di kawasan subak tersebut. Sebaliknya, jika mereka berpandangan

bahwa potensi kawasan Subak Jatiluwih kurang potensial untuk memperoleh

keuntungan, maka semangat mereka untuk mendukung pelestarian kawasan

Subak Jatiluwih bisa mengalami kemerosotan. Hal ini bisa saja terjadi karena

sebagaimana dikemukakan oleh Feng Jing (2010 : 4), dampak negatif dari WBD

adalah (1) tekanan pariwisata, (2) tekanan politik dan ketegangan diantara

berbagai aktor.

Bertolak dari paparan di atas, maka bisa jadi dalam rangka memperoleh

keuntungan para pihak terkait lebih mengutamakan pengembangan pariwisata di

kawasan Subak Jatiluwih dengan cara-cara yang kurang sesuai dengan upaya

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

26

pelestarian WBD. Selain itu, bisa jadi pula terjadi permainan kekuasaan di antara

para pihak terkait dalam rangka pemanfaatan potensi kawasan Subak Jatiluwih

untuk memperoleh keuntungan. Dalam permainan kekuasaan itulah mungkin

terjadi hegemoni, dominasi, bahkan kekerasan yang dilakukan oleh pihak yang

berkuasa terhadap dikuasainya, sehingga pembagian hal dan kewajiban dalam

pengelolaan kawasan subak tersebut kurang berkeadilan. Persoalan inilah pada

gilirannya bisa menimbulkan ketegangan diantara pihak terkait. Ketegangan di

antara pihak tersebut bisa jadi pula menimbulkan perubahan pemikiran yang

berlanjut pada sikap dan perilaku masing-masing pihak terkait.

Secara teoretis, perubahan pemikiran, sikap, dan perilaku dalam konteks

ini dapat ditelusuri dengan mengacu teori sosial kritis versi Freudian yang

memahami kritik sebagai pembebasan individu dari irasional menjadi rasional,

dan dari ketidaksadaran menjadi kesadaran (Takwin, 2003 : 106). Berdasarkan

hal ini dapat pula diduga bahwa ketegangan di antara para pihak terkait dapat

membangkitkan kesadaran dan rasionalitas mereka yang mendorong mereka

untuk melepaskan diri dari ketegangan tersebut dengan cara-cara yang mereka

anggap bisa mendatangkan keuntungan bagi mereka. Cara-cara mereka itu bisa

saja kurang mendukung bahkan merongrong kelestarian kawasan Subak Jatiluwih

sebagai WBD.

2.3.2 Teori Sosiokultural Sanderson

Sanderson (2011 : 59) mengemukakan bahwa sistem sosiokultural

mengacu kepada sekumpulan orang yang menggunakan berbagai cara untuk

beradaptasi dengan lingkungan mereka, yang bertindak menurut bentuk-bentuk

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

27

perilaku sosial yang sudah terpolakan, dan menciptakan kepercayaan dan nilai

bersama yang dirancang untuk memberi makna bagi tindakan kolektif mereka.

Secara lebih jauh Sanderson (2011 : 60) menegaskan sistem sosiokultural terdiri

atas tiga komponen pokok : infrastruktur, struktur sosial, dan superstruktur

ideologis, masing-masing terdiri atas bagian-bagiannya. Tiga komponen sistem

sosiokultural ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Superstruktur

ideologis yang wujudnya berbentuk gagasan muncul dari dan diaplikasikan dalam

struktur sosial yang pada dasarnya merupakan perilaku aktual manusia dalam

kehidupan bermasyarakat yang bersesuaian dengan kondisi infrastruktur yang

mencakup teknologi, ekonomi, dan demografi. Secara lebih lengkap dan konkret,

mekanisme kerja sistem sosiokultural, dan jika dikontekstualkan dengan

pengelolaan lingkungan serta fokus penelitian ini maka dapat diilustrasikan

sebagai berikut.

2.3.2.1 Superstruktur Ideologis

Superstruktur ideologis meliputi cara-cara yang telah terpolakan, yang

dengan cara tersebut para anggota masyarakat berpikir, melakukan

konseptualisasi, menilai dan merasakan sesuatu, di dalamnya tercakup beberapa

unsur : ideologi umum, agama lokal, ilmu pengetahuan, kesenian dan

kesusasteraan (Sanderson, 2011 : 62). Ideologi umum merujuk kepada

karakteristik kepercayaan/keyakinan, karakteristik nilai, dan karakteristik norma

yang berlaku pada suatu masyarakat. Agama lokal mengacu kepada kepercayaan

dan nilai bersama yang berkaitan dengan kekuatan adikodrati yang pada

umumnya dianggap dapat secara langsung mencampuri kehidupan manusia tanpa

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

28

terikat oleh waktu (kapanpun) dan tempat (dimanapun). Ilmu pengetahuan adalah

serangkaian teknik untuk memperoleh pengetahuan berdasarkan pengamatan dan

pengalaman. Kesenian adalah kesan-kesan atau pengungkapan-pengungkapan

simbolik yang memiliki nilai estetis dan emosional bagi suatu masyarakat. Jika

kesenian dalam arti ini lebih bersifat fisik, kesusastraan yang pada dasarnya juga

merupakan kesan-kesan simbolik tetapi bersifat verbal (lisan dan /atau tertulis).

Mite dan legenda merupakan bagian dari kesusastraan yang hidup di tengah-

tengah masyarakat (Sanderson, 2011 : 62-63).

Berdasarkan pemahaman tentang superstruktur ideologis di atas dapat

diduga bahwa pasang-surutnya dukungan para pihak terkait terhadap upaya

pelestarian kawasan Subak Jatiluwih berkaitan pula dengan keyakinan, nilai,dan

norma tertentu. Tampaknya dalam hal ini ideologi Tri Hita Karana dijadikan

sebagai salah satu acuan, yakni ideologi yang menekankan pada keharmonisan

hubungan antara manusia-Tuhan, manusia-sesamanya, dan manusia-alam. Namun

perlu diketahui bahwa, ideologi sangatlah kompleks sehingga dapat dilihat dari

berbagai segi sehingga melahirkan berbagai pengertian. Salah satu pengertian

dalam hal ini menegaskan bahwa istilah ideologi mengarah pada pernyataan-

pernyataan aau pengetahuan-pengetahuan yang tidak sesuai dengan kenyataan

(Takwin, 2003 : 3). Selain itu, Barker (2005 : 86) menegaskan, ideologi dapat

dilihat sebagai pandangan dunia kelompok mana pun yang membenarkan

tindakan mereka. Mengacu kepada pengertian ini, maka dapat diduga ada pihak-

pihak tertentu berusaha membenarkan tindakannya dalam pengelolaan kawasan

Subak Jatiluwih, namun pembenarannya itu tidak sesuai dengan kenyataan.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

29

2.3.2.2 Struktur Sosial

Struktur sosial pada dasarnya merupakan perilaku aktual manusia yang

muncul dalam hubungan antar sesamanya maupun dalam hubungan mereka

dengan lingkungan alam (biofisik). Sebagaimana dikemukakan Sanderson (2011 :

61), struktur sosial dalam arti ini terdiri atas beberapa unsurnya, yakni keluarga,

kekerabatan, politik, pendidikan.

Mengingat konsep kebudayaan dalam Kajian Budaya adalah konsep yang

politis (Barker, 2005 : 87), maka pemikiran mengenai unsur struktur sosial yang

menarik untuk dipinjam dalam hal ini adalah unsurnya yang berupa politik.

Unsur kepolitikan dalam struktur sosial merujuk kepada cara-cara terorganisasi

suatu masyarakat dalam memelihara hukum, aturan internal dan hubungan

individu-individu, termasuk mengendalikan konflik-konflik sosial (Sanderson,

2011 : 62). Cara-cara terorganisasi seperti ini bisa melahirkan suatu sistem

pemerintahan desa tradisional, misalnya pemerintahan Desa Adat/Pakraman di

Bali. Pemerintahan desa ini sangatlah penting, karena memiliki dan mampu

memainkan kekuasaan yang melekat padanya untuk menciptakan tertib sosial,

termasuk tertib sosial dalam pengelolaan berbagai sumber daya. Contoh mengenai

hal ini, antara lain pengelolaan kios-kios di kawasan wisata Hutan Sangeh di

Kabupaten Badung, dan di kawasan wisata Alas Kedaton, Kabupaten Tabanan,

Bali yang dikoordinasikan melalui Desa Adat / Pakraman setempat. Berdasarkan

pengertian di atas dapat diduga bahwa selain Subak Jatiluwih, pihak desa adat

setempat juga ikut berperan penting dalam pengelolaan kawasan Subak Jatiluwih

sebagai WBD yang berpotensi untuk pengembangan pariwisata. Dengan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

30

demikian, desa adat juga ikut berperan dalam konteks pasang-surutnya dukungan

terhadap upaya pelestarian kawasan Subak Jatiluwih.

2.3.2.3 Infrastruktur Material

Infrastruktur material terdiri atas unsur-unsurnya : teknologi,ekonomi,

ekologi, demografi (Sanderson, 2011 : 60). Teknologi terdiri lagi atas informasi,

peralatan, dan teknik yang oleh manusia digunakan untuk beradaptasi terhadap

lingkungan dalam arti luas. Manusia mampu mengolah dan memanfaatkan sumber

daya lingkungan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Terkait dengan hal ini

Pronk (1993 : 100) mengemukakan, teknologi pada dasarnya adalah faktor yang

menghubungkan sumber daya alam dan kesejahteraan ekonomi. Dalam hal ini ada

tiga nilai ekonomi yang bisa diperoleh manusia dari sumber daya alam : (1) nilai

manfaat konsumtif atau nilai subsistensi, (2) nilai manfaat produktif atau

pemanfaatan komersial, dan (3) nilai manfaat non-konsumtif atau nilai ekologis

(Shiwa, 1993). Berdasarkan hal ini dapat diduga, bahwa proses dan implikasi

pasang-surutnya dukungan para pihak terhadap upaya pelestarian kawasan Subak

Jatiluwih berkaitan pula dengan teknologi yang mereka gunakan dalam rangka

aktivitas sosial-ekonomi di kawasan tersebut.

Terkait dengan fenomena demografis, perkembangan penduduk tidak

dapat dilepaskan dengan perkembangan kebutuhan manusia yang bersangkutan,

sehingga berpengaruh terhadap kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya, termasuk di dalamnya dengan memanfaatkan sumber daya lingkungan

dalam arti luas. Bertolak dari pemikiran ini maka dapat diduga, bahwa para pihak

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

31

terkait menggunakan teknologi dalam pengelolaan kawasan Subak Jatiluwih

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang kian meningkat sejalan dengan

peningkatan jumlah penduduk setempat.

2.3.3 Teori Dekonstruksi Derrida

Istilah dekonstruksi diciptakan dan dipopulerkan oleh Derrida. Namun,

justru Derrida kesulitan dalam menjawab pertanyaan apa yang dimaksud dengan

dekonstruksi (Lubis, 2014:33). Walaupun begitu, berdasarkan pemahamannya

tentang pemikiran Derrida, Lubis (2014:35) menegaskan bahwa dekonstruksi

adalah upaya untuk mengkritisi secara radikal dan membongkar berbagi asumsi

dasar yang menopang pemikiran dan keyakinan kita sendiri. Asumsi-asumsi dasar

yang dibongkar atau didekonstruksi adalah asumsi dasar yang ada di dalam teori

strukturalisme sehingga melahirkan post-strukturalisme (Lubis, 2014a:85). Oleh

karena itu, secara teoretis dapat dikatakan bahwa dekonstruksi terkait erat dengan

post-strukturalisme. Dalam konteks ini teori post-strukturalisme memang terdiri

atas berbagai bagian sehingga tidak merupakan teori tunggal, melainkan

merupakan suatu gugus teori.

Mengingat bahwa teori post-strukturalisme tidak tunggal, maka untuk

penelitian ini perlu dipilih teori dekonstruksi yang memang berkaitan erat dengan

teori post-strukturalisme. Berkenaan dengan hal ini, Barker (2005:24) menyatakan

bahwa Derrida fokus pada dekonstruksi. Derrida dengan pemikirannya yang

bersifat dekonstruktif menolak gagasan adanya ”struktur dalam” (underlying

structure) yang membentuk makna lewat pasangan-pasangan biner (hitam-putih,

baik-buruk, laki-laki- perempuan dll). Sehubungan dengan hal ini, Derrida

mendekonstruksi oposisi biner ”stabil” yang menjadi landasan strukturalisme.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

32

Dalam dekonstruksi itu terjadi peluruhan oposisi konseptual yang hierarkis,

seperti tulisan/wicara, realitas/citra, alam/budaya, akal/kegilaan, dan lain-lain

yang mengeksklusikan dan meremehkan bagian ”inferior” dari biner itu. Dalam

konteks inilah Derrida berargumentasi bahwa tulisan selalu sudah hadir dalam

wicara (Barker, 2005:25). Sejalan dengan hal ini, Baha Lajar (2005:165)

menegaskan bahwa teori postrukturalisme pada dasarnya menekankan bahwa

pemikiran dalam teori strukturalisme yang memandang adanya kebenaran tunggal

dan sekaligus universal merupakan ide-ide yang menyesatkan karena situasi dan

kondisi sejarah juga mempengaruhi kebenaran. Jadi, dekonstruksi telah dilakukan,

baik oleh Derrida maupun Foucault, hingga lahirlah postruktural.

Khusus berkenaan dengan pemikiran Foucault tentang teori

postrukturalisme, Aur (2005:148--149) memberikan beberapa penjelasan yang

penting, yaitu sebagai berikut.

1) Kaum pascastrukturalis berargumen bahwa kebudayaan-kebudayaan dan teks-

teks bisa ditafsirkan dengan beraneka macam cara dan mampu menghasilkan

pembacaan yang beragam - tidak selalu seragam, dan beberapa di antaranya

mungkin saling bertentangan.

2) Sementara kaum strukturalis menekankan kualitas matematis yang kering dari

sistem-sistem kebudayaan, kaum pascastrukturalis merayakan hasrat,

kesenangan, tubuh, dan permainan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari

pengamatan atas kebudayaan dan tulisan-tulisan teoretis tentangnya.

3) Terkait dengan soal kekuasaan (power), kaum strukturalis melihat bahwa

budaya dan struktur sosial bukanlah produk kekuasaan, melainkan lebih

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

33

merupakan hasil dari ikatan sosial, kebutuhan-kebutuhan manusia, dan faktor

ketidaksadaran kolektif yang bersifat transendental.

Pada intinya pemikiran teori postrukturalisme atau pascastrukturalisme

memosisikan realitas sebagai fenomena budaya yang di baliknya ada berbagai hal

yang tersembunyi. Adapun hal-hal yang tersembunyi, yaitu ideologi, kekuasaan,

kepentingan, dan hasrat. Pemikiran dalam teori dekonstruksi ini tampak relevan

untuk mencari jawaban atas rumusan masalah penelitian ini. Relevansinya itu

didukung oleh realita bahwa ada berbagai pihak yang terlibat, baik dalam proses

pengusulan Subak Jatiluwih untuk dijadikan WBD maupun setelah dijadikan

WBD. Dalam keadaan demikian memungkinkan adanya ideologi, kepentingan,

kekuasaan, dan hasrat yang beragam di balik aktivitas yang dilakukan oleh para

pihak yang terkait. Hal ini memungkinkan untuk diketahui dan dipahami dengan

mencermati atau mendekonstruksi teks atau pemakaian bahasa (kata-kata, istilah-

istilah, kalimat-kalimat) yang diucapkan atau dipakai oleh pihak-pihak yang

terkait. Dikatakan demikian karena pemakaian bahasa pada dasarnya merupakan

teks yang disebut juga wacana atau diskursus, sedangkan diskursus atau wacana

tak dapat dipisahkan dengan ideologi. Berkenaan dengan hal ini, Aminuddin

(2002:29) mengemukakan sebagai berikut.

”Wacana sebagai sasaran kajian secara konkret merujuk pada

realitas penggunaan bahasa yang disebut ’teks’. Teks sebagai

perwujudan konkret wacana terbentuk oleh untaian kalimat yang

mempunyai komposisi, urutan, dan ciri distribusi tertentu”.

Berdasarkan pendapat Aminuddin ini, maka jelaslah bahwa pemakaian bahasa

merupakan suatu teks atau wacana sebagaimana dikatakan di atas. Sementara itu,

Althusser (dalam Faruk, 2002:142) menyatakan bahwa wacana adalah ideologi

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

34

dalam praktek; tidak ada ideologi tanpa wacana dan tidak ada wacana tanpa

ideologi. Berdasarkan hal ini maka sebagaimana dikatakan di atas, wacana tak

dapat dilepaskan dengan ideologi, mengingat wacana merupakan cerminan

ideologi yang ada di balik wacana yang bersangkutan. Berkaitan dengan ideologi,

Althusser juga berpendapat bahwa, ideologi merupakan hasil hubungan kekuasaan

yang tidak hanya terdapat pada tataran negara atau dalam hubungan negara

dengan rakyat, hubungan majikan dengan buruh, tetapi juga terdapat dalam

hubungan antara orang per orang sehari-hari di mana saja (Takwin, 2003: 99).

Berdasarkan ideologi dan kepentingan yang beragam juga dimungkinkan

terjadinya pemaknaan terhadap suatu objek atau tanda sehingga setiap tanda bisa

mempunyai beragam makna. Untuk memahami hal ini Derrida sebagai tokoh teori

postrukturalisme dengan pendekatan atau metode dekonstruksi membongkar

oposisi biner yang lazim di dalam pikiran para penganut teori strukturalisme.

Dalam konteks ini dekonstruksi yang disebut juga hermeneutika radikal tidak

bertujuan menemukan makna objektif atau makna yang dimaksudkan pengarang,

tetapi justru membongkar dan menyingkap berbagai asumsi yang tersembunyi

dalam teks atau wacana. Tujuannya adalah menyingkap ketidakbenaran fakta,

kelemahan logika, ketidakkonsistenan argumentasi yang disusun, dan

menunjukkan subjektivitas, kepentingan, dan ideologi yang terkandung dalam

argumen (Lubis, 2014:53).

2.3.4 Teori Praktik Bourdieu

Pemikiran Bourdieu tentang praktek tersirat dalam judul sebuah buku yang

editornya terdiri atas Richard Harker, Cheelen Mahar, dan Chris Wilkes, yaitu

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

35

(Habitus x Modal) + Ranah = Praktik. Judul ini kemudian dibahas oleh Fashri

(2007:96) dengan penjelasan yang hendak diacu disini khusus untuk membangun

ladasan teori atau kerangka berpikir untuk penelitian ini. Dalam penjelasannya

ditegaskan sebagai berikut.

”Konsep ranah mengandaikan hadirnya berbagai macam potensi yang

dimiliki oleh individu maupun kelompok dalam posisinya masing-

masing. Tidak saja sebagai arena kekuatan-kekuatan, ranah juga

merupakan domain perjuangan demi memperebutkan posisi-posisi di

dalamnya. Posisi-posisi tersebut ditentukan oleh alokasi modal atas

para pelaku yang mendiami suatu ranah. Dari sinilah kita memandang

bahwa hierarki dalam suatu ruang sosial bergantung pada mekanisme

distribusi dan diferensiasi modal, yaitu seberapa besar modal yang

dimiliki (volume modal) dan struktur modal mereka”.

Jika diringkas, gagasan pada kutipan ini pada dasarnya menegaskan bahwa

manusia sebagai individu ataupun kelompok sosial berinteraksi dalam suatu arena

(ranah) sosial. Dalam interaksi itu terjadi perjuangan untuk merebut posisi-posisi

dengan mempertaruhkan modal yang dimiliki oleh tiap-tiap pihak.

Gagasan tersebut dapat diaplikasikan dalam konteks rumusan masalah

kedua dalam penelitian ini dengan membuat dugaan penting. Dugaan yang

dimaksud dalam hal ini adalah bahwa dalam sistem pengonstruksian promosi

pariwisata budaya Bali terdapat perjuangan untuk memperebutkan posisi yang ada

dalam proses konstruksi promosi pariwisata budaya Bali dalam media cetak.

Dalam perjuangan itu modal berfungsi vital, yakni menentukan pihak-pihak yang

berpeluang menjadi dominan. Pihak pemilik modal yang kuat akan memperoleh

posisi dominan. Dengan demikian, berkuasa dalam menentukan proses konstruksi

promosi pariwisata budaya Bali berdasarkan ideologi, kekuasaan, kepentingan,

dan hasrat.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

36

Adapun modal yang dimaksud dalam hal ini adalah sebagaimana

dikemukakan oleh Fashri (2007:97) bahwa istilah modal digunakan oleh Bourdieu

untuk memetakan hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Modal

terakumulasi melalui investasi, bisa diberikan kepada yang lain melalui warisan,

dan dapat memberikan keuntungan melalui kesempatan yang dimiliki oleh

pemiliknya untuk mengoperasikan penempatannya. Terkait dengan pengertian

ini, modal dibedakan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut.

1) Modal ekonomi mencakup alat-alat produksi (mesin, tanah, buruh), materi

(pendapatan dan benda-benda), dan uang yang dengan mudah dapat

digunakan untuk segala tujuan serta diwariskan dari satu generasi ke

generasi berikutnya.

2) Modal budaya adalah keseluruhan kualitas intelektual yang bisa

diproduksi, baik melalui pendidikan formal maupun warisan keluarga.

Termasuk modal budaya, antara lain kemampuan menampilkan diri di

depan publik, pemilikan benda-benda budaya bernilai tinggi, pengetahuan

dan keahlian tertentu dari hasil pendidikan, juga sertifikat (gelar

kesarjanaan).

3) Modal sosial menunjuk pada jaringan sosial yang dimiliki pelaku (individu

atau kelompok) dalam hubungannya dengan pihak lain yang memiliki

kuasa.

4) Modal simbolik, yaitu segala bentuk prestise, status, otoritas, dan

legitimasi yang terakumulasi.

Untuk membantu melihat posisi tiap-tiap modal tersebut, hal lain yang

menurut Bourdieu (dalam Plummer, 2013:27--228) penting diketahui adalah

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

37

memahami sumber daya. Bourdieu menunjukkan peran penting sumber daya

dalam membentuk posisi dalam kehidupan sosial.

Berdasarkan pengertian tentang modal ini, dapat diduga bahwa pihak yang

memiliki akumulasi modal yang besar bisa mengendalikan proses kegiatan yang

berkaitan dengan pengusulan Subak Jatiluwih untuk dijadikan WBD. Pihak inilah

yang kiranya mempunyai argumentasi atau opini tentang mengapa Subak

Jatiluwih perlu dijadikan WBD dan bagaimana upaya menjadikan Subak

Jatiluwih sebagai WBD.

2.4 Model Penelitian

Keterangan: tanda panah satu arah : pengaruh

tanda panah dua arah : interaksi

UNESCO

ne

sco

SUBAK

JATILUWIH

WBD

REGULASI WBD

DAN

PARIWISATA

PERENCANAAN

PEMERINTAH DAN

MASYARAKAT

MASYARAKAT

SUBAK

Pasang – Surutnya

Dukungan Terhadap WBD

Latar Belakang/ Dasar Proses Implikasi

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI ......Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972. Dalam hal ini WBD disebut situs dalam artinya sebagai berikut

38

Bagan mengenai model penelitian di atas menunjukkan bahwa lembaga

internasional yaitu UNESCO yang membidangi pelestarian Budaya Dunia

menetapkan Kawasan Subak Jatiluwih sebagai WBD. Hal ini tercapai berkat

dukungan yang memadai dari para pihak terkait : pemerintah dan masyarakat

terhadap upaya pelestarian kawasan subak tersebut. Namun setelah penetapan

tersebut justru dukungan mereka itu menyurut. Penelitian ini hendak

memfokuskan perhatian pada tiga aspek mengenai pasang-surutnya dukungan

para pihak tersebut : dasar/alasannya, prosesnya, dan implikasinya.