26
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Muktahir Penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu mengenai kinerja dari sistem aplikasi layanan multimedia video streaming berbasis bergerak, seperti: konsep, algoritma dan sistem video streaming, sistem Adaptive Streaming, Dynamic Adaptive Streaming over HTTP (DASH), Bandwith Shaping, VLC (Video Lan Client), refrensi yang dipilih dan digunakan sebagai acuan dari penelitian ini merupakan penelitian yang membahas tentang kinerja dari teknik-teknik apalikasi layanan multimedia video streaming bergerak, namun dari penelitian ini penulis mengevaluasi atau mengimplementasikan metode DASH pada jaringan yang berbeda , pengaplikasian yang berbeda serta menggunakan tools yang berbeda pula, dengan memasukkan input-output dan kondisi dari objek yang diteliti untuk menyelesaikan permasalahan yang dikaji dari penelitian tersebut. Berikut ini merupakan pemetaan beberapa penelitian yang digunakan sebagai bahan perbandingan oleh penulis. Tabel 2.1 Pemetaan Penelitian Dari Literatur Yang Berkontribusi Sebagai Pengembangan Metode Aplikasi Layanan Video Streaming Bergerak. No Judul Penelitian Penulis (Tahun Penelitian) Metode 1 Adaptive Methods for the Transmission of Video Streams in Wireless Pavlos Antoniou Andreas Pitsillides Vasos Merupakan review dari sebuah sistem video streaming hampir secara keseluruhan dari konsep video streaming, kompresi video, sampai distribusi jaringan yang di pakai untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · Dalam waktu sepersekian detik, ... mengatasi masalah yang terdapat dalam metode ... gambaran lebih jelasbisa di lihat pada Gambar

  • Upload
    lenhu

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Muktahir

Penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya, yaitu mengenai kinerja dari sistem aplikasi layanan

multimedia video streaming berbasis bergerak, seperti: konsep, algoritma dan

sistem video streaming, sistem Adaptive Streaming, Dynamic Adaptive Streaming

over HTTP (DASH), Bandwith Shaping, VLC (Video Lan Client), refrensi yang

dipilih dan digunakan sebagai acuan dari penelitian ini merupakan penelitian yang

membahas tentang kinerja dari teknik-teknik apalikasi layanan multimedia video

streaming bergerak, namun dari penelitian ini penulis mengevaluasi atau

mengimplementasikan metode DASH pada jaringan yang berbeda ,

pengaplikasian yang berbeda serta menggunakan tools yang berbeda pula, dengan

memasukkan input-output dan kondisi dari objek yang diteliti untuk

menyelesaikan permasalahan yang dikaji dari penelitian tersebut.

Berikut ini merupakan pemetaan beberapa penelitian yang digunakan

sebagai bahan perbandingan oleh penulis.

Tabel 2.1 Pemetaan Penelitian Dari Literatur Yang Berkontribusi Sebagai Pengembangan Metode

Aplikasi Layanan Video Streaming Bergerak.

No Judul

Penelitian

Penulis

(Tahun

Penelitian)

Metode

1 Adaptive Methods for

the

Transmission of

Video

Streams in Wireless

Pavlos

Antoniou

Andreas

Pitsillides

Vasos

Merupakan review dari sebuah sistem

video streaming hampir secara

keseluruhan dari konsep video

streaming, kompresi video, sampai

distribusi jaringan yang di pakai untuk

8

Networks Vassiliou

(2000)

mestreaming video dari server ke user.

2. Empirical Evaluation

of HTTP Adaptive

Streaming under

Vehicular Mobility

Jun Yao, Salil

S. Kanhere,

Imran Hossain,

and Mahbub

Hassan (2011)

Penelitia ini memberikan usulan berupa

teknologi atau alat-alat apa saja yang

diperlukan untuk video streaming,

seperti web server, switch, website

sebagai media player untuk klien. Dan

penjelasan tentang coding dan

encodeing.

3. An Experimental

Evaluation of Rate-

Adaptation

Algorithms

in Adaptive Streaming

over HTTP

Saamer

Akhshabi,

Ali C. Begen,

Constantine

Dovrolis (2009)

Penelitian ini mengusulkan metode

adaptive pada transmisi untuk video

stream bergerak menggunakan Wireless

Network. Yang menjelaskan bagaimana

aliran data yang di kirim dari server ke

klien pada saat klien memulai

pemutaran video yang didasarkan dari

estimasi penurunan kualitas obyektif.

jika lapisan tidak dikirim dan

bagaimana mudahnya dari informasi

yang akan direkonstruksi diujung

penerima dengan menggunakan

informasi yang telah dikirimkan.

4 H.265 Video Delivery

Using Dynamic

Adaptive

Streaming over HTTP

(DASH) on LAN

Network

Hamid Azwar,

Hendrawan

(2014)

Penelitian ini mengulas tentang kinerja

aplikasi DASH. Cara pengaplikasian

DASH pada sebuah layanan video

steaming jaringan LAN menggunakan

H.265 dan parameter apa saja yang di

ukur untuk mengamati kinerja DASH.

9

Dari sumber penelitian yang tertera pada tabel 2.1 penulis mengambil

metode sebagai dasar penelitian, hal yang membedakan dengan penelitian adalah

di bagian jaringan dan tools yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja DASH

tersebut. Dan untuk penelitian yang lainnya sebagai studi literature untuk

mendukung peneltian penulis.

2.2 Konsep Dasar Video Streaming

Streaming adalah sebuah teknologi untuk memainkan file video atau audio

secara langsung ataupun dengan pre-recorder dari sebuah mesin server (web

server). Pentranssferan file audio dan video tersebut dilakukan secara “stream”

(terus menerus). Dari sudut pandang prosesnya, streaming berarti sebuah

teknologi pengiriman file dari server ke klien melalui jaringan packet-based

seperti Internet. File tersebut berupa rangkaian paket time-stimped yang disebut

stream. Sedangkan dari sudut pandang pengguna, streaming adalah teknologi yang

memungkinkan suatu file dapat segera dijalankan tanpa harus menunggu selesai

didownload dan terus “mengalir” tanpa ada intrupsi. Dengan kata lain, file video

atau pun audio yang terletak dalam sebuah server dapat secara langsung ada pada

browser saat proses buffering mulai berjalan. File video atau audio di stream, akan

berbentuk sebuah buffer di komputer klien dan data video – audio tersebut akan

mulai di download ke dalam buffer yang telah terbentuk pada mesin klien. Dalam

waktu sepersekian detik, buffer telah terisi penuh dan secara otomatis file video -

audio langsung dijalankan oleh sistem. Sistem akan membaca informasi dari

buffer dan tetap melakukan proses download file, sehingga proses streaming tetap

berlangsung ke computer klien (Nopal, 2010).

Saluran video streaming juga menggunakan statis atau dinamis, packet-

switched atau circuit switched, yang dapat mendukung transmisi bit rate menjadi

konstan atau variabel dan di dukung dengan adanya bentuk Quality of Service

(QoS). Sifat spesifik dari aplikasi video streaming sangat mempengaruhi desain

sistem. Oleh karena itu maka akan dilanjutkan dengan singkat membahas

beberapa sifat dan pengaruhnya pada video streaming.

10

2.2.1 Real Time Encoding dan Pre-encoded (stored) Video atau Audio

Video atau audio dapat diencode untuk keperluan komunikasi secara real

time atau dapat juga di pre-encoded dan disimpan dalam format CD-DVD untuk

dijalankan pada saat dibutuhkan. Salah satu aplikasi yang membutuhkan real time

encoding adalah video phone dan video conferencing. Sedangkan aplikasi yang

membutuhkan pre-encoded antara lain DVD, VCD, yang dikenal dengan

penyimpanan secara local atau Video on Demand (VoD), yang penyimpanannya

dilakukan secara remote di server yang dikenal dengan video streaming.

2.2.2 Transfer Video via File Download dan Transfer Video via Streaming

Sebuah file video yang akan ditampilkan di user dapat menggunakan dua

metode transfer file. Pertama, dengan mendownload file video tersebut dan yang

kedua dengan melakukan proses streaming. Kedua metode ini memiliki

keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Sebuah file video yang diambil

dari server dengan cara download tidak dapaat ditampilkan dalam sebuah file

video tersebut selesai tersalin ke buffer. Metode ini memerlukan media

penyimpanan yang cukup besar dan waktu yang diperlukan untuk proses

download cukup lama karena file video biasanya berukuran besar. Metode kedua

yang dapat digunakan adalah proses streaming. Metode ini berusaha untuk

mengatasi masalah yang terdapat dalam metode download. Ide dasar dari video

streaming ini adalah membagi paket video menjadi beberapa bagian,

mentransmisikan paket data tersebut, kemudian penerima (receiver) dapat

mendecode dan memainkan potongan paket video tersebut tanpa harus menunggu

keseluruhan file selesai terkirim ke mesin penerima. Untuk keterangan dan

gambaran lebih jelasbisa di lihat pada Gambar 2.1, yang menjelaskan proses dari

video streaming di bagi menjadi 4 tahap sebagai berikut: proses video streaming

dari awal yaitu pengambilan video (capture), pengubahan pengkodean (encode),

penyaluran data dari server ke klien (distribute), hingga akhirnya dapat dilihat

oleh user (play).

11

Gambar 2.1 Konten pada Streaming Video

(David Austerberry, 2004)

2.2.3 Channel Statis dan Dinamis

Kualitas video disampaikan melalui jaringan lingkungan dipengaruhi oleh

alam dan karakteristik saluran komunikasi seperti: bandwidth, delay, dan loss.

Dalam saluran statis: bandwidth, delay, dan loss dibatasi, sedangkan di channel

dinamis, sulit untuk menentukan batasan. Contoh statis saluran termasuk ISDN

(yang menyediakan tingkat bunga tetap bit dan delay, dan kerugian yang sangat

rendah rate) dan penyimpanan video pada DVD. Sedangkan contoh saluran

dinamis meliputi komunikasi melalui saluran nirkabel atau melalui Internet.

Komunikasi video melalui saluran yang dinamis jauh lebih sulit daripada melalui

saluran statis. Selain itu, banyak tantangan dari video streaming.

12

2.2.4 Channel Constant-bit-rate (CBR) atau Variable-bit-rate (VBR)

Dasar dalam pengembangkan video codec CBR adalah kesederhanaan

dalam disain sistem. CBR menunjukkan kompleksitas yang rendah karena tidak

menggunakan statistical multiplexing. Dan juga, CBR menunjukkan latency atau

periode yang rendah untuk setiap frame video, sekitar 100 ms. Disain CBR

mengijinkan sinkronisasi ulang frame video saat terjadi errors pada waktu

pengiriman paket. CBR baik digunakan untuk streaming server yang tidak ingin

terganggu oleh Progressive Download (HTTP). Pada streaming server diperlukan

control bandwidth yang cukup kuat untuk digunakan pada waktu tertentu dan

CBR mampu melakukan hal itu. Dengan CBR, encoder memutuskan apakah

paket data harus didrop atau tidak untuk menjaga bit rate agar tetap konstan. VBR

adalah metode encoded video yang menjamin kualitas video dengan

menempatkan intelligent bit selama proses encoding. Encoder mengalokasikan

informasi yang sesuai untuk setiap detiknya, bergantung pada kompleksitas file

video. Dibandingkan dengan CBR, VBR video menyediakan kualitas yang lebih

baik dengan menggunakan rata-rata bandwidth yang sama. Penggunaan VBR

akan menghasilkan penggunaan bandwidth yang efisien, tetapi perbedaan bit rate

paket video menyebabkan permasalahan dalam menghitung bandwidth efektif dari

video streams.

Gambar 2.2 Constant dan Variabel Encoding Bitrate

(David Austerberry, 2004)

• CBR: laju data konstan sebuah trafik telepon dan sejenisnya.

• VBR: laju data berubah-ubah sesuai keperluan sebuah trafik data umumnya.

13

2.2.5 Packet-Switched atau Circuit-Switched Network

Kunci sebuah atribut jaringan yang mempengaruhi desain sistem media

streaming adalah packet-switched atau circuit-switched. Jaringan packet-switched

seperti LAN Ethernet dan Internet, Sebuah metode yang digunakan untuk

memindahkan data dalam jaringan internet. Dalam packet switching, seluruh

paket data yang dikirim dari sebuah node akan dipecah menjadi beberapa bagian.

Setiap bagian memiliki keterangan mengenai asal dan tujuan dari paket data

tersebut. Hal ini memungkinkan sejumlah besar potongan-potongan data dari

berbagai sumber dikirimkan secara bersamaan melalui saluran yang sama, untuk

kemudian diurutkan dan diarahkan ke rute yang berbeda melalui router.

Atau jaringan circuit-switched seperti public switched telephone network

(PSTN) atau ISDN, circuit-switched digunakan untuk menghubungkan pasangan

terminal dengan cara menyediakan sirkuit atau kanal yang tersendiri dan terus

meneurs selama hubungan berlangsung. Kinerjanya tergantiung pada loss bukan

pada delay (tetapi pada digital switching juga menimbulkan delay). Jaringan

circuit switching digunakan untuk hubungan yang bersifat: real time-spech

(seperti: telepon) atau real time-data very high bit transmitted (Suryadi, 2010).

2.2.6 Quality of Service (QoS) Support

QoS adalah suatu yang samar dan mencakup segala istilah, yang

digunakan untuk menyampaikan bahwa jaringan menyediakan beberapa jenis

layanan pengiriman preferensial atau jaminan kinerja, misalnya jaminan pada

throughput, tarif maksimum loss atau delay. Dukungan jaringan QoS dapat sangat

memudahkan komunikasi video, karena dapat memungkinkan adanya sejumlah

kemampuan untuk penyediaan data video, memproritaskan delay-sensitive untuk

trafik data dan juga memprioritaskan berbagai bentuk data video yang harus

dikomunikasikan. Sayangnya, QoS saat ini tidak banyak didukung dalam jaringan

paket-switched seperti Internet. Namun, jaringan circuit-switched seperti PSTN

atau ISDN yang memberikan berbagai jaminan delay, bandwidth, dan tingkat loss.

Internet saat ini tidak menyediakan dukungan QoS, dan sering disebut sebagai

Best Effort (BE), karena fungsi dasarnya adalah untuk menyediakan konektivitas

14

jaringan sederhana dengan upaya terbaik (tanpa jaminan) sebagai pengirim paket.

Ada beberapa jenis yang digunakan untuk jaringan QoS di internet seperti

Differentiated Services (DiffServ) dan Integrated Services (IntServ) (Andreas,

2002).

2.3 Video Kompresi

2.3.1 Pengertian Kompresi

Kompresi ialah proses pengubahan sekumpulan data menjadi suatu bentuk

kode untuk menghemat kebutuhan tempat penyimpanan dan waktu transmisi data.

Saat ini terdapat berbagai tipe algoritma kompresi antara lain Huffman, LIFO,

LZHUF, LZ77 dan variannya. Berdasarkan tipe peta kode yang digunakan untuk

mengubah pesan awal ( isi file input ) menjadi sekumpulan codeword, metode

kompresi terbagi menjadi dua kelompok ,yaitu :

1. Metode static: menggunakan peta kode yang selalu sama. Metode ini

membutuhkan dua fase (two-pass): fase pertama untuk menghitung

probabilitas kemunculan tiap simbol/karakter dan menentukan peta kodenya,

dan fase kedua untuk mengubah pesan menjadi kumpulan kode yang akan di

transmisikan.

2. Metode dinamik (adaptif )menggunakan peta kode yang dapat berubah dari

waktu ke waktu. Metode ini disebut adaptif karena peta kode mampu

beradaptasi terhadap perubahan karakteristik isi file selama proses kompresi

berlangsung. Metode ini bersifat 1-kali pembacaan terhadap isi file.

2.3.2 Definisi Kompresi Data

Adapun definisi untuk mengompresi data sebagai berikut:

1. Kompresi berarti memampatkan/mengecilkan ukuran

2. Kompresi data adalah proses mengkodekan informasi menggunakan bit

atau information-bearing unit yang lain yang lebih rendah daripada

representasi data yang tidak terkodekan dengan suatu sistem encoding

tertentu

15

3. Contoh kompresi sederhana yang biasa kita lakukan misalnya adalah

menyingkat kata-kata yang sering digunakan tapi sudah memiliki konvensi

umum. Misalnya: kata “yang” dikompres menjadi kata “yg”.

4. Pengiriman data hasil kompresi dapat dilakukan jika pihak pengirim / yang

melakukan kompresi dan pihak penerima memiliki aturan yang sama

dalam hal kompresi data.

5. Pihak pengirim harus menggunakan algoritma kompresi data yang sudah

baku dan pihak penerima juga menggunakan teknik dekompresi data yang

sama dengan pengirim sehingga data yang diterima dapat dibaca / di-

decode kembali dengan benar.

6. Kompresi data menjadi sangat penting karena memperkecil kebutuhan

penyimpanan data,mempercepat pengiriman data,memperkecil kebutuhan

bandwidth.

7. Teknik kompresi bisa dilakukan terhadap data teks / biner, gambar (JPEG,

PNG, TIFF), audio (MP3, AAC, RMA, WMA), dan video (MPEG, H261,

H263).

Rancangan skema kompresi data sehingga melibatkan trade-off antara

berbagai faktor, termasuk tingkat kompresi, jumlah distorsi yang dikenalkan (jika

menggunakan skema kompresi lossy), dan sumber daya komputasi yang

dibutuhkan untuk kompres dan uncompress data. Ada 2 kompresi data:

1. Lossy

Lossy kompresi citra digunakan dalam kamera digital, untuk

meningkatkan kapasitas penyimpanan dengan minimal penurunan kualitas

gambar.

Demikian pula, DVD menggunakan lossy MPEG-2 Video codec untuk

kompresi video. Dalam lossy kompresi audio biasanya digunakan metode

psychoacoustics yaitu berperan untuk menghapus sinyal komponen kurang

terdengar dari sinyal. Berbicara tentang kompresi, manusia sering melakukan

dengan teknik khusus bahkan lebih, sehingga kompresi kadang-kadang dibedakan

sebagai suatu disiplin yang terpisah dari kompresi audio. Audio yang berbeda dan

standar kompresi suara manusia terdaftar di bawah codec audio. Kompresi suara

16

akan digunakan dalam telepon Internet, sementara kompresi audio yang

digunakan untuk CD ripping dan diterjemahkan oleh pemain audio. Berikut ciri-

ciri:

Terdapat informasi yang hilang pada saat sampai pada telinga dan

mata manusia.

Digunakan pada kompresi objek audio, image, video dimana

keakuratan data yang absolut tidak diperlukan.

Contoh: bila video image dikompres dengan basis frame-by-frame

hilangnya data pada satu frame tidak mempengaruhi penglihatan.

Aplikasi: medical screening systems, video conferencing, dan

multimedia messaging systems.

Metode kompresi yang banyak digunakan adalah standar JPEG.

2. Lossless

Berikut ini ciri-ciri kompresi lossless:

Data tidak berubah atau hilang pada proses kompresi atau dekompresi

Membuat satu replika dari objek asli

Menghilangkan perulangan karakter

Digunakan pada data teks dan image

Pada saat dilakukan dekompres, perulangan karakter diinstal kembali

2.3.3 Tujuan Kompresi Intraframe dan Interframe

Video digital pada dasarnya tersusun atas serangkaian frame yang

ditampilkan dengan kecepatan tertentu (frame per second). Jika laju frame cukup

tinggi, maka mata manusia melihatnya sebagai rangkaian yang kontinyu.

Setiap frame merupakan gambar/citra digital. Suatu citra digital

direpresentasikan dengan sebuah matriks yang masing-masing elemennya

merepresentasikan nilai intensitas. Penghilangan redundancy spatial (spatial /

intraframe compression) dilakukan dengan mengambil keuntungan dari fakta

bahwa mata manusia tidak terlalu dapat membedakan warna dibandingkan dengan

brightness (kecerahan), sehingga image dalam video bisa dikompresi dan dapat

17

mengurangi kapasitas memory pada video (teknik ini sama dengan teknik

kompresi lossy color reduction pada image). Sehingga dengan berkurangnya

kapasitas memory juga mempermudah dalam transfer video tersebut dalam dunia

telekomunikasi serta akan sesuai dengan bandwidth yang diberikan dalam media

transmisinya. Selain itu dalam pengkompresian temporal ataupun yang dikenal

dengan interframe terjadi proses pembentukan suatu predictor frame dan

mengurangi frame yang ada. Output proses ini adalah suatu frame residu

(berbeda) dan proses perkiraan lebih akurat, energi yang hilang terdapat dalam

residual frame. Oleh karena itu video yang merupakan gabungan dari lebih dari

satu frame dapat dikompresi secara baik sesuai dengan konsep dasar pada teknik

temporal atau interframe.

Gambar 2.3 Contoh Prediksi Dependensi antara Frame

(John G. Apostolopoulos, 2002)

2.3.4 Standar Kompresi Video

Antara tahun 80 – 90an, algoritma kompresi berbasis Discrete Cosine

Transform (DCT) dan standar internasional dikembangkan untuk mengurangi

peyimpanan dan keterbatasan bandwidth yang disebabkan oleh gambar digital dan

aplikasi video. Sekarang ada tiga standar berbasis DCT yang banyak digunakan

dan diterima secara luas.

- JPEG (Joint Photographic Expert Group)

- H.261 (Video codec for audiovisual service)

18

- MPEG (Motion Picture Expert Group)

Masing – masing standar baik untuk aplikasi yang khusus : JPEG untuk

kompressi gambar, H.261 untuk konferensi video, dan MPEG untuk system

multimedia berkualitas tinggi. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, standar

kompresi video dengan JPEG, H.261 dan MPEG semuanya berbasis pada DCT.

Standar kompresi video menyediakan sejumlah manfaat, terutama dari

yang memastikan interoperabilitas, atau komunikasi antara encoders dan decoder

yang dibuat oleh orang yang berbeda atau perusahaan yang berbeda. Dengan cara

ini standarisasi menurunkan risiko untuk kedua konsumen dan produsen, dan ini

dapat menyebabkan penerimaan lebih cepat dan digunakan secara luas. Selain itu,

standarisasi ini dirancang untuk berbagai macam aplikasi, dan menghasilkan skala

yang menyebabkan pengurangan biaya dan penggunaan lebih luas.

Saat ini ada dua standarisasi kompresi video yang dilakukan di bawah

naungan International Telecommunications Union-Telecommunications (ITU-T)

dan International Organization for Standardization (ISO). Standar kompresi

video pertama untuk mendapatkan penerimaan yang luas adalah ITU H.261, yang

dirancang untuk konferensi video melalui jaringan digital layanan terpadu

(ISDN).

H.261 diadopsi sebagai standar pada tahun 1990, ini dirancang untuk beroperasi

pada p = 1, 2,…,30 kelipatan dari dasar ISDN data rate, atau px 64 kb /s. Pada

tahun 1993, ITU-T memulai usaha standarisasi dengan tujuan utama video

telephony lebih dari PSTN (saluran telepon analog konvensional), di mana total

yang tersedia data rate hanya sekitar 33.6 kb / s. Bagian kompresi video standar

adalah H.263 dan tahap pertama diadopsi pada tahun 1996. Sebuah H.263

ditingkatkan, H.263 Versi2 (V2), diselesaikan pada tahun 1997, dan algoritma

yang sama sekali baru, awalnya disebut sebagai H.26L, saat ini sedang

diselesaikan sebagai H.264 / AVC.

Moving Pictures Expert Group (MPEG) didirikan oleh ISO di 1988 untuk

mengembangkan standarisasi untuk mengompresi gambar bergerak (video) dan

audio yang terkait pada media penyimpanan digital (CD-ROM). Standar yang

dihasilkan, umumnya dikenal sebagai MPEG-1, telah diselesaikan pada tahun

19

1991 dan mencapai sekitar Video Home System (VHS) kualitas video dan audio

sekitar 1,5 Mb /s. Tahap kedua pekerjaan mereka, umumnya dikenal sebagai

MPEG-2, adalah perpanjangan MPEG-1 dikembangkan untuk aplikasi terhadap

televisi digital dan untuk lebih tinggi bit rate. Sebuah standar ketiga, disebut

MPEG-3, awalnya membayangkan untuk aplikasi bit rate yang lebih tinggi seperti

High-Definition Television (HDTV), tapi itu mengakui bahwa aplikasi tersebut

juga bisa diatasi dalam konteks MPEG-2, maka tujuan tersebut dibungkus ke

MPEG-2 (akibatnya, tidak ada MPEG-3 standar). Saat ini, sebagian video Digital

Televisi (DTV) dan HDTV standar untuk besar bagian dari Amerika Utara, Eropa,

dan Asia didasarkan pada MPEG-2. Tahap ke 4 pekerjaan , yang dikenal sebagai

MPEG-4, dirancang untuk memberikan peningkatan efisiensi kompresi dan

ketahanan kesalahan fitur, serta peningkatan fungsi, termasuk pengolahan berbasis

obyek, integrasi baik alam dan konten sintetis (dihasilkan komputer), berbasis

konten interaktivitas.

Table 2.2 Standar Kompresi Video.

Video Coding

Standard

Primary Intended Applications Bit Rate

H.261 Video telephony and teleconferencing

over ISDN

p x 64 kb/s

MPEG-1 Video on digital storage media (CDROM) 1.5 Mb/s

MPEG-2 Digital Television 2-20 Mb/s

H.263 Video telephony over PSTN 33.6 kb/s and

up

MPEG-4 Object-based coding, synthetic content,

interactivity, video streaming

Variable

H.264/MPEG-4

Part 10 (AVC)

Improved video compression 10’s to 100’s

of kb/s

20

Standar H.26L sedang diselesaikan oleh Joint Video Team, dari ITU dan

ISO MPEG. Penelitian H.26L mencapai peningkatan yang signifikan dalam

kompresi atas standar coding yang ada dan itu akan diadopsi oleh ITU dan ISO

dan disebut H.264 dan MPEG-4 part 10, Advanced Video Coding (AVC). Saat ini,

standar kompresi video yang terutama digunakan untuk video komunikasi dan

video streaming adalah H.263 V2, MPEG-4, dan muncul H.264 / MPEG-4 part 10

AVC mungkin akan diterima secara luas.

2.4 Dasar Masalah Dalam Video Streaming

Dasar masalah dalam video streaming, khususnya untuk implementasi

pada jaringan internet yang bersifat global, adalah bandwidth, delay jitter, loss

rate. Ketersediaan bandwidth antara dua titik pada jaringan internet

secara umum tidak diketahui. Jika sebuah pengirim (sender) mengirimkan

data lebih cepat dibanding dengan bandwidth yang tersedia maka akan terjadi

kongesti pada jaringan, paket hilang, dan kualitas video akan buruk. Jika

pengirim mengirimkan paket data video lebih lambat dari bandwidth

yang tersedia, maka kualitas video yang sampai ke penerima juga

kurang optimal. Salah satu ide untuk mengatasi masalah bandwidth adalah

dengan mengestimasi bandwidth kanal yang tersedia kemudian mencocokkannya

dengan bit rate video yang akan ditransmisikan. Masalah kedua pada

streaming adalah delay jitter, dimana paket-paket yang ditransmisikan ke

klien memiliki delay yang bersifat fluktuatif.

Variasi dari delay paket ini disebut dengan delay jitter. Delay jitter ini

menjadi masalah karena penerima harus men-decode dan menampilkan frame-

frame pada rate yang konstan, dan akumulasi dari keterlambatan frame

akan menyulitkan untuk rekonstruksi video yang diterima. Masalah ketiga

dalam video streaming adalah loss rate. Loss rate berbeda-beda unutk

jaringan fixed, loss rate disebabkan oleh paket-paket data yang hilang.

Sedangkan pada jaringan wireless, loss rate dapat disebabkan oleh bit error

21

dan burst error. Loss rate ini dapat menimbulkan penurunan kualitas video

hasil rekonstruksi.

2.5 Transport dan Pengendalian Rate untuk Mengatasi Bandwidth yang

Beragam.

Kemacetan merupakan fenomena umum dalam jaringan komunikasi yang

terjadi ketika beban yang ditawarkan melebihi batas yang dirancang, ha; tersebut

menyebabkan penurunan di kinerja jaringan seperti throughput. Throughput yang

berguna dapat menurunkan sejumlah alasan. Sebagai contoh, dapat disebabkan

oleh tabrakan di beberapa akses jaringan atau disebabkan oleh peningkatan jumlah

transmisi yang berulang-ulang di dalam sistem. Selain penurunan throughput,

gejala lain termasuk paket loss, higher delay dan delay jitter. Gejala seperti ini

merupakan tantangan yang signifikan untuk syitem pada media streaming. Untuk

menghindari gejala yang tidak diinginkan dari kemacetan, prosedur pengendalian

sering digunakan untuk membatasi jumlah pada beban jaringan. Prosedur

pengendalian seperti ini disebut rate control. Perlu dicatat bahwa berbeda

teknologi pada jaringan, dapat menerapkan rate control yang berbeda. Namun

demikian, untuk antar-jaringan yang melibatkan beberapa teknologi pada jaringan,

biasanya pengendalian rate control dilakukan oleh end-hosts

2.5.1 Rate Control pada Media Streaming

Untuk lingkungan seperti Internet dapat diasumsikan tentang topologi

jaringan dan load (beban), untuk menentukan tingkat transmisi yang sulit. Namun

mekanisme rate control diimplementasikan dalam Transmission Control Protocol

(TCP) yang telah terbukti secara empiris cukup dalam menangani kebanyakan

kasus. Sebagai jenis pengiriman dominan di Internet, TCP digunakan untuk

pengiriman halaman web, email, dan beberapa media streaming. Rate Control

pada TCP didasarkan olehh aturan sederhana seperti "Additive Increase

Multiplicative Decrease" (AIMD). Secara khusus, end-to-end pada pengamatan

yang digunakan untuk menyimpulkan paket loss atau kemacetan. Bila tidak ada

22

kemacetan pada transmisi maka dapat disimpulkan paket meningkat dengan laju

konstan (additive increase). Sebaliknya, ketika ada kemacetan maka disimpulkan

laju pada paket transmisi di bagi dua (multiplicative decrease).

2.5.2 Media Streaming pada TCP (Transmission Control Protocol)

Mengingat keberhasilan TCP, hal tersebut mungkin tampak alami untuk

mempekerjakan TCP pada media streaming. Memang ada sejumlah keuntungan

penting dari menggunakan TCP. Pertama, rate control TCP telah terbukti secara

empiris stabilitas dan skalabilitas. Kedua, TCP menyediakan pengiriman yang

terjamin dan efektif menghilangkan paket loss. Karena itu, sekarang TCP dipakai

sebagai pilihan terakhir untuk mendapatkan firewall. Kesulitan peraktis

menggunakan TCP untuk media streaming meliputi sebagai berikut. Pertama,

terjaminnya pengiriman paket pada TCP menyebabkan pengulangan transmisi

terus-menerus sehingga menimbulkan pengiriman yang sangat lama. Kedua,

aturan pada “Additive Increase Multiplicative Decrease” menimbulkan profil

throughput yang sangat beragam sehingga membentuk pola yang tidak cocok

untuk trnaspotasi media streaming.

2.5.3 Media Streaming pada UDP (User Datagram Protocol)

Baik transmisi dan mekanisme rate control pada TCP mempunyai

karakteristik yang tidak cocok untuk media streaming. Sistem streaming yang

sekarang untuk Internet bersandar pada layanan pengiriman yang terbaik dalam

bentuk User Datagram Protocol (UDP). Hal ini memungkinkan lebih banyak

fleksibilitas baik dalam hal mengontrol error dan rate control. Misalnya, bukan

mengandalkan transmisi ulang saja, tetapi kesalahan yang di kontrol dapat diganti.

UDP tidak memerlukan waktu untuk menjalin koneksi, data langsung saja

dikirimkan. UDP lebih fleksibel karena misalnya saja terjadi kemacetan pada

salah satu bagian jaringan, maka datagram dapat dialihkan menghindari bagian

yang mengalami kemacetan tersebut. Kemudian apabila sebuah simpul(node)

mengalami kerusakan/kegagalan, maka packet berikutnya dapat menemukan

23

jalan/rute pengganti yang melewati simpul tersebut. Rate Control pada TCP juga

mewarisi karakteristik yang tidak alami untuk media streaming. Salah satu contoh

adalah ketergantungan ditingkat transmisi pada packet Round-Trip Time (RTT).

2.6 Pemutaran Buffer untuk Mengatasi Delay dan Jitter

Adapun factor – factor yang mempengaruhi pemutaran video untuk

mengatasi delay dan jitter sebagi berikut:

1. Penurunan Jitter: Variasi kondisi pada jaringan menyebabkan waktu yang

dibutuhkan untuk mengirim paket antar klien yang bervariasi. Variasi tersebut

dapat disebabkan oleh beberapa penyebab termasuk: antrian delay dan link-level

retransmissions. Jitter menyebabkan ketidak stabilan pada pemutaran di

karenakan oleh sample yang gagal pada waktu penampilan. Penggunaan buffering

cukup efektive untuk menstabilankan pemutaran video pada semua sampel dan

pada kebanyakan kasus secara praktis dapat menghilangkan ketidak stabilan oleh

delay dan jitter. Keuntungan pada buffer pemutar di tunjukan pada gambar 2.4,

dimana paket ditransmisikan dan dimainkan pada rasio yang konstan, serta buffer

pemutar bisa menurunkan jumlah paket yang telat.

2. Error recovery through retransmissions: diperpanjang deadline transmisi

untuk sampel media dapat memperbolehkan transmisi ulang pada saat pakai

hilang seperti penggunaan UDP dari pada TCP. Karena media streaming yang di

kompresi lebih terjadi terjadi error, maka kemampuan untuk memperbaiki losses

menjadikan kualitas media streaming yang berkualitas.

3. Interleaving ketahanan Error throughtput: Losses pada media stream,

terutama pada audio, sering tersembunyi apabila loss terisolasi bukan

terkonsentrasi. Presentasi deadline yang diperpanjang dengan menggunakan

buffer memungkinkan interleaving untuk mengubah kemungkinan meledaknya

loss di saluran menjadi loss yang terisolasi, sehingga meningkatkan

penyembunyian loss pada saluran berikutnya.

4. Smoothing fluktuasi Throughput: Sejak saat berbagai channel

menimbulkan berbagai waktu pada throughput, buffer dapat menyediakan data

24

yang diperlukan untuk mempertahankan streaming saat throughput yang rendah.

Hal ini terutama penting ketika streaming yang dilakukan dengan menggunakan

TCP (atau HTTP), karena server biasanya tidak bereaksi terhadap penurunan

channel troughput dengan mengurangi pada rate media.

Gambar 2.4 Pengaruh Buffer Playout pada Pengurangan Jumlah Paket.

(Vasos Vassiliou, 2000)

Manfaat buffer kepada nilai troughtput untuk kedepannya. Selain syarat

menambah penyimpanan di klien streaming, buffer juga memperkenalkan

tambahan delay sebelum pemutaran ulang bisa di mulai atau dilanjutkan (setelah

jeda karena deplesi buffer). Adaptive Media Playout (AMP) adalah teknik baru

yang memungkinkan sebuah tradeoff yang bernilai antara delay dan kehandalan.

2.7 Konsep Streaming Data Multimedia

Streaming multimedia adalah suatu teknologi yang mampu mengirimkan

file baik itu text, image, audio, maupun video digital secara on-demand maupun

real time pada jaringan internet. Streaming media dapat dimainkan ketika file

media sedang di transfer.

25

2.7.1 Konsep Download Progresif

Konsep download progressif adalah download sedikit demi sedikit , lalu

sebagian data yang sudah di download dimainkan pada player.

2.7.2 Proses Streaming Media

Setting komponen media streaming hanya merupakan langkah awal untuk

menuju sistem media streaming yang utuh. Selain setting komponen, juga harus

membuat streaming media content, untuk meletakkannya di server, dan

menawarkan link untuk pengguna. Prosesnya dibagi menjadi beberapa tahap,

yaitu:

1. Creation

Membuat content raw file yang akan di stream. Membuat content untuk

internet sama dengan membuat content untuk media broadcast.

2. Encoding

Konversi raw file ke format yg dapat di stream. Konfersikan content ke

format media streaming.

3. Authoring

Mendesain bagaimana media akan disajikan. Akan diambil keputusan

bagaimana file streaming akan ditampilkan di Internet. Bisa juga memainkannya

sebagai plugin yang terdapat pada browser.

4. Serving

Meletakkan file pada server dan mempublish di Internet.

2.7.3 Multicasting

Media Streaming dapat di deliver kepada user menjadi tiga cara, yaitu:

1. Unicast

Server mengirimkan stream kepada setiap individual user. On-demand

delivery selalu menggunakan model unicast.

26

2. Broadcast

Single stream di-deliver ke banyak user secara simultan. Setiap user

mempunyai koneksi sendiri ke server. Hampir semua live broadcast

menggunakan model broadcast.

3. Multicast

Single stream di broadcast pada jaringan menggunakan special multicast

IP address. Ketika pengguna bergabung pada broadcast, player engguna

diinstruksikan untuk mengambil kopian data dari paket broadcast pada jaringan,

Multicasting hanya dapat digunakan pada live/simulated live delivery.

Multicasting jauh lebih efisien daripada broadcasting.

2.8 Dynamic Adaptive Streaming over HTTP (DASH)

Dynamic Adaptive Streaming over HTTP (DASH), atau juga dikenal

sebagai MPEG-DASH, adalah teknik yang memungkinkan streaming konten

media melalui Internet dari server web konvensional (HTTP), yaitu dengan

memecah konten menjadi beberapa segmen. Konten DASH bisa diletakkan ke

dalam kontainer standar (misal: .mp4, .webm) atau MPEG-2 Transport Stream

(.ts). DASH bersifat audio/video codec agnostic, yang memungkinkan beberapa

representasi file multimedia (seperti video beda resolusi, bitrate, codec, dll).

Pemilihan representasi file bisa didasarkan atas keadaan kecepatan jaringan,

kemampuan perangkat, dan keinginan pengguna. DASH juga agnostik ke dalam

lapisan aplikasi protokol yang mendasari. Dengan demikian, DASH dapat

digunakan dengan protokol, misalnya, seperti Dynamic Adaptive Streaming over

Content Centric Networks (DASH over CCN). (Christopher Mueller, 2013)

DASH adalah standar yang dirancang untuk penyampaian media melalui

infrastruktur yang sudah ada dan mampu menangani berbagai kondisi bandwidth

selama streaming berlangsung, khususnya dalam lingkungan yang bergerak

(mobile). DASH tidak menggunakan RTP karena memiliki kendala dalam

berbagai hal, seperti firewalls dan seringkali paket-paket UDP diblock. Solusi

lainnya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan HTTP,

27

namun di sisi lain HTTP juga mengalami delay. DASH disini lebih digunakan

dalam hal meningkatkan performa video streaming untuk pendistribusian file

yang lebih interaktif dari user ke klien .

2.9 Metode Dynamic Adaptive Streaming over HTTP

Dynamic adaptive streaming adalah teknik yang mendeteksi bandwidth

yang tersedia untuk pengguna dan kapasitas CPU (Computer Protocol Unit) untuk

menyesuaikan kualitas video yang diberikan kepada pengguna. Hal ini

membutuhkan encoder untuk menyediakan video dengan beberapa variasi bit rate

dan dapat diimplementasikan pada CDN (Content delivery network) untuk

memberikan peningkatan skalabilitas. Sehingga pengguna dapat memperoleh hasil

pengiriman media dengan kualitas tertinggi. Teknik untuk menyesuaikan bit rate

video dengan ketersediaan bandwidth diklasifikasikan kedalam 3 kategori

yaitu: transcoding, scalable encoding, dan stream switching. Proses adaptive

streaming yang menyesuaikan kualitas video yang dikirim ke halaman web

berdasarkan perubahan kondisi jaringan untuk memastikan penampil pengalaman

terbaik. Kecepatan koneksi internet sangat bervariasi, dan kecepatan masing-

masing jenis koneksi juga bervariasi tergantung pada berbagai kondisi. Misalnya,

jika pengguna terhubung ke ISP (Internet Service Provider) di 56 Kbps, itu tidak

berarti bahwa 56 Kbps bandwidth yang tersedia setiap saat. Bandwidth dapat

bervariasi, yang berarti bahwa koneksi 56-Kbps dapat menurunkan atau

meningkatkan berdasarkan kondisi jaringan saat ini, menyebabkan kualitas video

berfluktuasi juga. Adaptive Streaming menyesuaikan kecepatan bit video untuk

beradaptasi dengan perubahan kondisi jaringan.

2.9.1 Transcoding

Dengan menggunakan trancoding dapat dilakukan konversi raw video

pada server untuk menghasilkan video dengan bit rate yang diinginkan.

Keuntungan dari teknik ini yaitu didapatkan secara halus pada saat terjadi

perubahan bandwidth ketika video tersebut dikirimkan kepada pengguna. Namun

ada juga sisi kerugiannya menggunakan metode ini. Pada metode ini diperlukan

28

biaya yang tinggi untuk melakukan transcoding untuk menyesuaikan bit rate

video dengan ketersediaan bandwidth pada saat jumlah permintaan untuk kualitas

video tertentu sangat banyak. Akibatnya pada kejadian ini dapat menurunkan

skalabilitas pada server tesebut. Hal ini diperlukan proses komputasi yang cepat

pada proses transcoding tersebut. Kerugian ini dapat diatasi dengan menggunakan

CDN.

Metode transcoding paling popular adalah mendecode data asli ke suatu

format antara (yakni Pulse-code modulation untuk audio atau YUV / ruang warna

biasanya digunakan sebagai bagian dari color image pipeline untuk video), di

dalam suatu cara yang masih berisi materi aslinya, dan dilanjutkan dengan

encoding berkas yang dihasilkan ke format target.

Seseorang dapat juga me-re-encode data pada format yang sama (juga

disebut recode, seperti di dalam Nero Recode). Seseorang dapat melakukan ini

untuk beberapa alasan:

1. Penyalinan

Jika seseorang ingin menyalin data di dalam format terkompresi

(misalnya, menampilkan penyuntingan gambar digital pada suatu gambar Joint

Photographic Experts Group (JPEG)), seseorang pada umumnya akan men-

decode untuk menyalinnya, kemudian me-reencode-nya. Proses re-encoding ini

menyebabkan digital generation loss, dengan demikian jika seseorang ingin

menyunting sebuah berkas secara berulang-ulang, dia sebaiknya hanya

mendecode sekali saja, dan membuat seluruh suntingan pada salinan itu, lebih dari

sekadar proses decoding and re-encoding yang berulang-ulang.

2. Bitrate rendah

Transrating adalah proses yang sama dengan transcoding di mana berkas-

berkas dikodekan pada bitrate rendah tanpa mengubah format video; ini dapat

menyertakan sample rate conversion, tetapi dapat menggunakan sampling rate

yang sama, dengan kompresi yang lebih besar. Ini memungkinkan seseorang

cocok dengan media yang diberikan kepada ruang penyimpanan yang lebih kecil

29

(misalnya, menyalin DVD ke sebuah Video CD), atau melalui suatu saluran

dengan bandwidth rendah.

3. Image scaling

Pengubahan ukuran gambar pada suatu video dikenal sebagai transsizing,

dan digunakan jika resolusi keluaran berbeda dengan resolusi sumber. Pada

komputer yang cukup baik, penskalaan gambar dapat dilakukan pada playback,

tetapi bisa juga dilakukan dengan reencoding, khususnya sebagai bagian dari

transrating (suatu gambar yang di-downsampled memerlukan bitrate rendah).

2.9.2 Scalable Coding Video (SCV)

Scalable Encoding menggunakan standar codec yang mempunyai

kemampuan scalable, resolusi gambar dan frame rate dapat disesuaikan tanpa

harus melakukan Encoding kembali dari awal. Metodi ini cenderung mengurangi

beban pengolahan tetapi sangat terbatas pada format codec tersebut.

Tujuan dari standarisasi SVC adalah mengaktifkan pengkodean bit stream

video berkualitas tinggi yang mengandung satu atau lebih bit streams, sebuah

bagian yang dapat diterjemahkan dengan kualitas kompleksitas dan rekonstruksi

yang sama dengan yang dicapai dengan menggunakan MPEG-4 dengan desain

jumlah data yang sama seperti dalam bit stream subset. Subset bit stream

diperoleh dengan menjatuhkan paket dari bit stream yang lebih besar. Sebuah

bagian bit stream dapat mewakili resolusi spasial yang lebih rendah (layar yang

lebih kecil), atau resolusi temporal yang lebih rendah (frame rate yang lebih

rendah), atau lebih rendah kualitas sinyal video (masing-masing secara terpisah

atau kombinasi) dibandingkan dengan yang berasal dari bit stream. Ada beberapa

modalitas di jelaskan sebagai berikut:

Temporal skalabilitas (frame rate): dependensi kompensasi gerak yang

terstruktur, sehingga gambar lengkap (yaitu paket yang terkait) dapat turun

dari bit stream. (Skalabilitas Temporal sudah diaktifkan oleh MPEG-4.

SVC hanya memberikan informasi tambahan untuk meningkatkan

penggunaannya.)

30

Spatial skalabilitas (ukuran gambar): video dikodekan pada beberapa

resolusi spatial. Sampel data diterjemahkan dari resolusi yang lebih rendah

dapat digunakan untuk memprediksi data atau sampel dari resolusi yang

lebih tinggi dengan mengurangi kecepatan bit untuk kode resolusi yang

lebih tinggi.

SNR/Quality/Fidelity skalabilitas: video dikodekan pada resolusi spatial

tunggal tetapi pada kualitas yang berbeda. Sampel data akan

diterjemahkan dari kualitas yang lebih rendah, dapat digunakan untuk

memprediksi data atau sampel kualitas yang lebih tinggi untuk mengurangi

kecepatan bit untuk kode kualitas yang lebih tinggi.

Skalabilitas Gabungan: kombinasi dari 3 modalitas skalabilitas yang

dijelaskan di atas.

2.9.3 Stream Switching

Merupakan sebuah upaya mengkodekan raw video dengan bit rate yang

bervariasi dari konten yang sama. Metode ini menggunakan sebuah algoritma

untuk memiliki level video dengan bit rate yang sesuai dengan ketersediaan

bandwidth dari pengguna. Jika terjadi perubahan bandwidth, maka algoritma

tersebut memutuskan untuk beralih pada level video dengan bit rate yang cocok

agar pemutaran video pada pengguna dapat terus dilakukan. Tujuan utama dari

metode ini adalah untuk meminimalisasi biaya pengolahan, karena tidak ada

proses lebih lanjut yang diperlukan setelah semua tingkatan bit rate video

dihasilkan. Selain itu, metode ini tidak memerlukan format codec tertentu.

Kelemahan dari pendekatan ini adalah granularity (suatu sistem dipecah menjadi

bagian-bagian kecil) yang kasar karena level video yang dibangun memiliki bit

rate yang bersifat diskrit (memiliki tingkatan). Selain itu membutuhkan ruang

penyimpanan dimana terdapat level video yang mungkin tidak pernah diakses

oleh klien.

Rata-rata bitrate dapat dilihat sebagai kinerja keseluruhan sistem pada set

up tes tertentu dan akan dihitung dengan persamaan di bawah ini:

31

.................................................................. (2.1)

Dimana :

Jumlah kualitas switch metrik lainnya yang menggambarkan varians sesi.

Nilai-nilai tinggi menunjukkan sangat sering beralih dapat menyebabkan

penurunan kualitas. Rumus ini digunakan untuk menghitung jumlah switch

bitrate.

2.10 Bitdash

Bitdash ™ adalah paket yang sangat mengoptimal MPEG-DASH platform

variouse dan perangkat pada sisi, serta memberikan kinerja terbaik streaming dan

kenyamanan streaming pada sisi klien, khususnya di samping kondisi jaringan.

Bitdash ™ adalah hasil dari R & D investasi dan menggabungkan patent pending

technology sehingga MPEG-DASH adalah solusi klien yang sesuai, yang

memberikan hingga 101% lebih tinggi efektif throughput serta kualitas lebih

tinggi secara signifikan dari Quality of Experience (QoE) dibandingkan dengan

bitrate adaptive teknologi streaming yang ada pada saat ini. Platform bitdash

didukung oleh:

Web: HTML5 Media Source Extensions (MSE) + JavaScript, Flash using

OSMF.

Android: HTML5 Media Source Extensions (MSE) for browser-based

playout dan App-integration via WebView (> Android 4.2), C++ level

native & Java libraries.

32

C++ Implementation: Embedded client libraries for Windows, Linux, and

Mac (32/64 bit).

Bitdash sangat efektif terhadap streaming klien, tidak memerlukan plugin

tertentu. Bitdash tersedia sebagai implementasi berbasis JavaScript untuk platform

HTML5 (menggunakan Media Sumber Extensions), serta Client berbasis Adobe

Flash untuk penggunaan di dalam browser web yang tidak mendukung adaptive

streaming HTML5 (misalnya Firefox).

2.11 Peak Signal to Noise Ratio

PSNR (Peak Signal to Noise Ratio) merupakan suatu ukuran umumdigunakan untuk mengukur kualitas citra yang telah diolah terhadap aslinya.Pertama dilakukan perhitungan kesalahan terhadap citra yang telah diolah f(x,y)terhadap citra asli g(x,y). Setelah didapatkan nilai MSE (Mean Square Error)yang akan digunakan untuk mencari nilai PSNR (Shi, 2007).( , ) = ( , ) − ( , )................................................... (2e : error

f : citra terolah

g : citra asli

x : koordinat horisontal

y : koordinat vertikal = ∑ ∑ ( , ) ........................................(2.3)

MSE : Mean Square Error

M : dimensi horisontal citra

N : dimensi vertikal citra

PSNR : Peak Signal to Noise Ratio dalam decibel

= 10 ( ) ............................................. (2.4)