Upload
lenhu
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Muktahir
Penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya, yaitu mengenai kinerja dari sistem aplikasi layanan
multimedia video streaming berbasis bergerak, seperti: konsep, algoritma dan
sistem video streaming, sistem Adaptive Streaming, Dynamic Adaptive Streaming
over HTTP (DASH), Bandwith Shaping, VLC (Video Lan Client), refrensi yang
dipilih dan digunakan sebagai acuan dari penelitian ini merupakan penelitian yang
membahas tentang kinerja dari teknik-teknik apalikasi layanan multimedia video
streaming bergerak, namun dari penelitian ini penulis mengevaluasi atau
mengimplementasikan metode DASH pada jaringan yang berbeda ,
pengaplikasian yang berbeda serta menggunakan tools yang berbeda pula, dengan
memasukkan input-output dan kondisi dari objek yang diteliti untuk
menyelesaikan permasalahan yang dikaji dari penelitian tersebut.
Berikut ini merupakan pemetaan beberapa penelitian yang digunakan
sebagai bahan perbandingan oleh penulis.
Tabel 2.1 Pemetaan Penelitian Dari Literatur Yang Berkontribusi Sebagai Pengembangan Metode
Aplikasi Layanan Video Streaming Bergerak.
No Judul
Penelitian
Penulis
(Tahun
Penelitian)
Metode
1 Adaptive Methods for
the
Transmission of
Video
Streams in Wireless
Pavlos
Antoniou
Andreas
Pitsillides
Vasos
Merupakan review dari sebuah sistem
video streaming hampir secara
keseluruhan dari konsep video
streaming, kompresi video, sampai
distribusi jaringan yang di pakai untuk
8
Networks Vassiliou
(2000)
mestreaming video dari server ke user.
2. Empirical Evaluation
of HTTP Adaptive
Streaming under
Vehicular Mobility
Jun Yao, Salil
S. Kanhere,
Imran Hossain,
and Mahbub
Hassan (2011)
Penelitia ini memberikan usulan berupa
teknologi atau alat-alat apa saja yang
diperlukan untuk video streaming,
seperti web server, switch, website
sebagai media player untuk klien. Dan
penjelasan tentang coding dan
encodeing.
3. An Experimental
Evaluation of Rate-
Adaptation
Algorithms
in Adaptive Streaming
over HTTP
Saamer
Akhshabi,
Ali C. Begen,
Constantine
Dovrolis (2009)
Penelitian ini mengusulkan metode
adaptive pada transmisi untuk video
stream bergerak menggunakan Wireless
Network. Yang menjelaskan bagaimana
aliran data yang di kirim dari server ke
klien pada saat klien memulai
pemutaran video yang didasarkan dari
estimasi penurunan kualitas obyektif.
jika lapisan tidak dikirim dan
bagaimana mudahnya dari informasi
yang akan direkonstruksi diujung
penerima dengan menggunakan
informasi yang telah dikirimkan.
4 H.265 Video Delivery
Using Dynamic
Adaptive
Streaming over HTTP
(DASH) on LAN
Network
Hamid Azwar,
Hendrawan
(2014)
Penelitian ini mengulas tentang kinerja
aplikasi DASH. Cara pengaplikasian
DASH pada sebuah layanan video
steaming jaringan LAN menggunakan
H.265 dan parameter apa saja yang di
ukur untuk mengamati kinerja DASH.
9
Dari sumber penelitian yang tertera pada tabel 2.1 penulis mengambil
metode sebagai dasar penelitian, hal yang membedakan dengan penelitian adalah
di bagian jaringan dan tools yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja DASH
tersebut. Dan untuk penelitian yang lainnya sebagai studi literature untuk
mendukung peneltian penulis.
2.2 Konsep Dasar Video Streaming
Streaming adalah sebuah teknologi untuk memainkan file video atau audio
secara langsung ataupun dengan pre-recorder dari sebuah mesin server (web
server). Pentranssferan file audio dan video tersebut dilakukan secara “stream”
(terus menerus). Dari sudut pandang prosesnya, streaming berarti sebuah
teknologi pengiriman file dari server ke klien melalui jaringan packet-based
seperti Internet. File tersebut berupa rangkaian paket time-stimped yang disebut
stream. Sedangkan dari sudut pandang pengguna, streaming adalah teknologi yang
memungkinkan suatu file dapat segera dijalankan tanpa harus menunggu selesai
didownload dan terus “mengalir” tanpa ada intrupsi. Dengan kata lain, file video
atau pun audio yang terletak dalam sebuah server dapat secara langsung ada pada
browser saat proses buffering mulai berjalan. File video atau audio di stream, akan
berbentuk sebuah buffer di komputer klien dan data video – audio tersebut akan
mulai di download ke dalam buffer yang telah terbentuk pada mesin klien. Dalam
waktu sepersekian detik, buffer telah terisi penuh dan secara otomatis file video -
audio langsung dijalankan oleh sistem. Sistem akan membaca informasi dari
buffer dan tetap melakukan proses download file, sehingga proses streaming tetap
berlangsung ke computer klien (Nopal, 2010).
Saluran video streaming juga menggunakan statis atau dinamis, packet-
switched atau circuit switched, yang dapat mendukung transmisi bit rate menjadi
konstan atau variabel dan di dukung dengan adanya bentuk Quality of Service
(QoS). Sifat spesifik dari aplikasi video streaming sangat mempengaruhi desain
sistem. Oleh karena itu maka akan dilanjutkan dengan singkat membahas
beberapa sifat dan pengaruhnya pada video streaming.
10
2.2.1 Real Time Encoding dan Pre-encoded (stored) Video atau Audio
Video atau audio dapat diencode untuk keperluan komunikasi secara real
time atau dapat juga di pre-encoded dan disimpan dalam format CD-DVD untuk
dijalankan pada saat dibutuhkan. Salah satu aplikasi yang membutuhkan real time
encoding adalah video phone dan video conferencing. Sedangkan aplikasi yang
membutuhkan pre-encoded antara lain DVD, VCD, yang dikenal dengan
penyimpanan secara local atau Video on Demand (VoD), yang penyimpanannya
dilakukan secara remote di server yang dikenal dengan video streaming.
2.2.2 Transfer Video via File Download dan Transfer Video via Streaming
Sebuah file video yang akan ditampilkan di user dapat menggunakan dua
metode transfer file. Pertama, dengan mendownload file video tersebut dan yang
kedua dengan melakukan proses streaming. Kedua metode ini memiliki
keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Sebuah file video yang diambil
dari server dengan cara download tidak dapaat ditampilkan dalam sebuah file
video tersebut selesai tersalin ke buffer. Metode ini memerlukan media
penyimpanan yang cukup besar dan waktu yang diperlukan untuk proses
download cukup lama karena file video biasanya berukuran besar. Metode kedua
yang dapat digunakan adalah proses streaming. Metode ini berusaha untuk
mengatasi masalah yang terdapat dalam metode download. Ide dasar dari video
streaming ini adalah membagi paket video menjadi beberapa bagian,
mentransmisikan paket data tersebut, kemudian penerima (receiver) dapat
mendecode dan memainkan potongan paket video tersebut tanpa harus menunggu
keseluruhan file selesai terkirim ke mesin penerima. Untuk keterangan dan
gambaran lebih jelasbisa di lihat pada Gambar 2.1, yang menjelaskan proses dari
video streaming di bagi menjadi 4 tahap sebagai berikut: proses video streaming
dari awal yaitu pengambilan video (capture), pengubahan pengkodean (encode),
penyaluran data dari server ke klien (distribute), hingga akhirnya dapat dilihat
oleh user (play).
11
Gambar 2.1 Konten pada Streaming Video
(David Austerberry, 2004)
2.2.3 Channel Statis dan Dinamis
Kualitas video disampaikan melalui jaringan lingkungan dipengaruhi oleh
alam dan karakteristik saluran komunikasi seperti: bandwidth, delay, dan loss.
Dalam saluran statis: bandwidth, delay, dan loss dibatasi, sedangkan di channel
dinamis, sulit untuk menentukan batasan. Contoh statis saluran termasuk ISDN
(yang menyediakan tingkat bunga tetap bit dan delay, dan kerugian yang sangat
rendah rate) dan penyimpanan video pada DVD. Sedangkan contoh saluran
dinamis meliputi komunikasi melalui saluran nirkabel atau melalui Internet.
Komunikasi video melalui saluran yang dinamis jauh lebih sulit daripada melalui
saluran statis. Selain itu, banyak tantangan dari video streaming.
12
2.2.4 Channel Constant-bit-rate (CBR) atau Variable-bit-rate (VBR)
Dasar dalam pengembangkan video codec CBR adalah kesederhanaan
dalam disain sistem. CBR menunjukkan kompleksitas yang rendah karena tidak
menggunakan statistical multiplexing. Dan juga, CBR menunjukkan latency atau
periode yang rendah untuk setiap frame video, sekitar 100 ms. Disain CBR
mengijinkan sinkronisasi ulang frame video saat terjadi errors pada waktu
pengiriman paket. CBR baik digunakan untuk streaming server yang tidak ingin
terganggu oleh Progressive Download (HTTP). Pada streaming server diperlukan
control bandwidth yang cukup kuat untuk digunakan pada waktu tertentu dan
CBR mampu melakukan hal itu. Dengan CBR, encoder memutuskan apakah
paket data harus didrop atau tidak untuk menjaga bit rate agar tetap konstan. VBR
adalah metode encoded video yang menjamin kualitas video dengan
menempatkan intelligent bit selama proses encoding. Encoder mengalokasikan
informasi yang sesuai untuk setiap detiknya, bergantung pada kompleksitas file
video. Dibandingkan dengan CBR, VBR video menyediakan kualitas yang lebih
baik dengan menggunakan rata-rata bandwidth yang sama. Penggunaan VBR
akan menghasilkan penggunaan bandwidth yang efisien, tetapi perbedaan bit rate
paket video menyebabkan permasalahan dalam menghitung bandwidth efektif dari
video streams.
Gambar 2.2 Constant dan Variabel Encoding Bitrate
(David Austerberry, 2004)
• CBR: laju data konstan sebuah trafik telepon dan sejenisnya.
• VBR: laju data berubah-ubah sesuai keperluan sebuah trafik data umumnya.
13
2.2.5 Packet-Switched atau Circuit-Switched Network
Kunci sebuah atribut jaringan yang mempengaruhi desain sistem media
streaming adalah packet-switched atau circuit-switched. Jaringan packet-switched
seperti LAN Ethernet dan Internet, Sebuah metode yang digunakan untuk
memindahkan data dalam jaringan internet. Dalam packet switching, seluruh
paket data yang dikirim dari sebuah node akan dipecah menjadi beberapa bagian.
Setiap bagian memiliki keterangan mengenai asal dan tujuan dari paket data
tersebut. Hal ini memungkinkan sejumlah besar potongan-potongan data dari
berbagai sumber dikirimkan secara bersamaan melalui saluran yang sama, untuk
kemudian diurutkan dan diarahkan ke rute yang berbeda melalui router.
Atau jaringan circuit-switched seperti public switched telephone network
(PSTN) atau ISDN, circuit-switched digunakan untuk menghubungkan pasangan
terminal dengan cara menyediakan sirkuit atau kanal yang tersendiri dan terus
meneurs selama hubungan berlangsung. Kinerjanya tergantiung pada loss bukan
pada delay (tetapi pada digital switching juga menimbulkan delay). Jaringan
circuit switching digunakan untuk hubungan yang bersifat: real time-spech
(seperti: telepon) atau real time-data very high bit transmitted (Suryadi, 2010).
2.2.6 Quality of Service (QoS) Support
QoS adalah suatu yang samar dan mencakup segala istilah, yang
digunakan untuk menyampaikan bahwa jaringan menyediakan beberapa jenis
layanan pengiriman preferensial atau jaminan kinerja, misalnya jaminan pada
throughput, tarif maksimum loss atau delay. Dukungan jaringan QoS dapat sangat
memudahkan komunikasi video, karena dapat memungkinkan adanya sejumlah
kemampuan untuk penyediaan data video, memproritaskan delay-sensitive untuk
trafik data dan juga memprioritaskan berbagai bentuk data video yang harus
dikomunikasikan. Sayangnya, QoS saat ini tidak banyak didukung dalam jaringan
paket-switched seperti Internet. Namun, jaringan circuit-switched seperti PSTN
atau ISDN yang memberikan berbagai jaminan delay, bandwidth, dan tingkat loss.
Internet saat ini tidak menyediakan dukungan QoS, dan sering disebut sebagai
Best Effort (BE), karena fungsi dasarnya adalah untuk menyediakan konektivitas
14
jaringan sederhana dengan upaya terbaik (tanpa jaminan) sebagai pengirim paket.
Ada beberapa jenis yang digunakan untuk jaringan QoS di internet seperti
Differentiated Services (DiffServ) dan Integrated Services (IntServ) (Andreas,
2002).
2.3 Video Kompresi
2.3.1 Pengertian Kompresi
Kompresi ialah proses pengubahan sekumpulan data menjadi suatu bentuk
kode untuk menghemat kebutuhan tempat penyimpanan dan waktu transmisi data.
Saat ini terdapat berbagai tipe algoritma kompresi antara lain Huffman, LIFO,
LZHUF, LZ77 dan variannya. Berdasarkan tipe peta kode yang digunakan untuk
mengubah pesan awal ( isi file input ) menjadi sekumpulan codeword, metode
kompresi terbagi menjadi dua kelompok ,yaitu :
1. Metode static: menggunakan peta kode yang selalu sama. Metode ini
membutuhkan dua fase (two-pass): fase pertama untuk menghitung
probabilitas kemunculan tiap simbol/karakter dan menentukan peta kodenya,
dan fase kedua untuk mengubah pesan menjadi kumpulan kode yang akan di
transmisikan.
2. Metode dinamik (adaptif )menggunakan peta kode yang dapat berubah dari
waktu ke waktu. Metode ini disebut adaptif karena peta kode mampu
beradaptasi terhadap perubahan karakteristik isi file selama proses kompresi
berlangsung. Metode ini bersifat 1-kali pembacaan terhadap isi file.
2.3.2 Definisi Kompresi Data
Adapun definisi untuk mengompresi data sebagai berikut:
1. Kompresi berarti memampatkan/mengecilkan ukuran
2. Kompresi data adalah proses mengkodekan informasi menggunakan bit
atau information-bearing unit yang lain yang lebih rendah daripada
representasi data yang tidak terkodekan dengan suatu sistem encoding
tertentu
15
3. Contoh kompresi sederhana yang biasa kita lakukan misalnya adalah
menyingkat kata-kata yang sering digunakan tapi sudah memiliki konvensi
umum. Misalnya: kata “yang” dikompres menjadi kata “yg”.
4. Pengiriman data hasil kompresi dapat dilakukan jika pihak pengirim / yang
melakukan kompresi dan pihak penerima memiliki aturan yang sama
dalam hal kompresi data.
5. Pihak pengirim harus menggunakan algoritma kompresi data yang sudah
baku dan pihak penerima juga menggunakan teknik dekompresi data yang
sama dengan pengirim sehingga data yang diterima dapat dibaca / di-
decode kembali dengan benar.
6. Kompresi data menjadi sangat penting karena memperkecil kebutuhan
penyimpanan data,mempercepat pengiriman data,memperkecil kebutuhan
bandwidth.
7. Teknik kompresi bisa dilakukan terhadap data teks / biner, gambar (JPEG,
PNG, TIFF), audio (MP3, AAC, RMA, WMA), dan video (MPEG, H261,
H263).
Rancangan skema kompresi data sehingga melibatkan trade-off antara
berbagai faktor, termasuk tingkat kompresi, jumlah distorsi yang dikenalkan (jika
menggunakan skema kompresi lossy), dan sumber daya komputasi yang
dibutuhkan untuk kompres dan uncompress data. Ada 2 kompresi data:
1. Lossy
Lossy kompresi citra digunakan dalam kamera digital, untuk
meningkatkan kapasitas penyimpanan dengan minimal penurunan kualitas
gambar.
Demikian pula, DVD menggunakan lossy MPEG-2 Video codec untuk
kompresi video. Dalam lossy kompresi audio biasanya digunakan metode
psychoacoustics yaitu berperan untuk menghapus sinyal komponen kurang
terdengar dari sinyal. Berbicara tentang kompresi, manusia sering melakukan
dengan teknik khusus bahkan lebih, sehingga kompresi kadang-kadang dibedakan
sebagai suatu disiplin yang terpisah dari kompresi audio. Audio yang berbeda dan
standar kompresi suara manusia terdaftar di bawah codec audio. Kompresi suara
16
akan digunakan dalam telepon Internet, sementara kompresi audio yang
digunakan untuk CD ripping dan diterjemahkan oleh pemain audio. Berikut ciri-
ciri:
Terdapat informasi yang hilang pada saat sampai pada telinga dan
mata manusia.
Digunakan pada kompresi objek audio, image, video dimana
keakuratan data yang absolut tidak diperlukan.
Contoh: bila video image dikompres dengan basis frame-by-frame
hilangnya data pada satu frame tidak mempengaruhi penglihatan.
Aplikasi: medical screening systems, video conferencing, dan
multimedia messaging systems.
Metode kompresi yang banyak digunakan adalah standar JPEG.
2. Lossless
Berikut ini ciri-ciri kompresi lossless:
Data tidak berubah atau hilang pada proses kompresi atau dekompresi
Membuat satu replika dari objek asli
Menghilangkan perulangan karakter
Digunakan pada data teks dan image
Pada saat dilakukan dekompres, perulangan karakter diinstal kembali
2.3.3 Tujuan Kompresi Intraframe dan Interframe
Video digital pada dasarnya tersusun atas serangkaian frame yang
ditampilkan dengan kecepatan tertentu (frame per second). Jika laju frame cukup
tinggi, maka mata manusia melihatnya sebagai rangkaian yang kontinyu.
Setiap frame merupakan gambar/citra digital. Suatu citra digital
direpresentasikan dengan sebuah matriks yang masing-masing elemennya
merepresentasikan nilai intensitas. Penghilangan redundancy spatial (spatial /
intraframe compression) dilakukan dengan mengambil keuntungan dari fakta
bahwa mata manusia tidak terlalu dapat membedakan warna dibandingkan dengan
brightness (kecerahan), sehingga image dalam video bisa dikompresi dan dapat
17
mengurangi kapasitas memory pada video (teknik ini sama dengan teknik
kompresi lossy color reduction pada image). Sehingga dengan berkurangnya
kapasitas memory juga mempermudah dalam transfer video tersebut dalam dunia
telekomunikasi serta akan sesuai dengan bandwidth yang diberikan dalam media
transmisinya. Selain itu dalam pengkompresian temporal ataupun yang dikenal
dengan interframe terjadi proses pembentukan suatu predictor frame dan
mengurangi frame yang ada. Output proses ini adalah suatu frame residu
(berbeda) dan proses perkiraan lebih akurat, energi yang hilang terdapat dalam
residual frame. Oleh karena itu video yang merupakan gabungan dari lebih dari
satu frame dapat dikompresi secara baik sesuai dengan konsep dasar pada teknik
temporal atau interframe.
Gambar 2.3 Contoh Prediksi Dependensi antara Frame
(John G. Apostolopoulos, 2002)
2.3.4 Standar Kompresi Video
Antara tahun 80 – 90an, algoritma kompresi berbasis Discrete Cosine
Transform (DCT) dan standar internasional dikembangkan untuk mengurangi
peyimpanan dan keterbatasan bandwidth yang disebabkan oleh gambar digital dan
aplikasi video. Sekarang ada tiga standar berbasis DCT yang banyak digunakan
dan diterima secara luas.
- JPEG (Joint Photographic Expert Group)
- H.261 (Video codec for audiovisual service)
18
- MPEG (Motion Picture Expert Group)
Masing – masing standar baik untuk aplikasi yang khusus : JPEG untuk
kompressi gambar, H.261 untuk konferensi video, dan MPEG untuk system
multimedia berkualitas tinggi. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, standar
kompresi video dengan JPEG, H.261 dan MPEG semuanya berbasis pada DCT.
Standar kompresi video menyediakan sejumlah manfaat, terutama dari
yang memastikan interoperabilitas, atau komunikasi antara encoders dan decoder
yang dibuat oleh orang yang berbeda atau perusahaan yang berbeda. Dengan cara
ini standarisasi menurunkan risiko untuk kedua konsumen dan produsen, dan ini
dapat menyebabkan penerimaan lebih cepat dan digunakan secara luas. Selain itu,
standarisasi ini dirancang untuk berbagai macam aplikasi, dan menghasilkan skala
yang menyebabkan pengurangan biaya dan penggunaan lebih luas.
Saat ini ada dua standarisasi kompresi video yang dilakukan di bawah
naungan International Telecommunications Union-Telecommunications (ITU-T)
dan International Organization for Standardization (ISO). Standar kompresi
video pertama untuk mendapatkan penerimaan yang luas adalah ITU H.261, yang
dirancang untuk konferensi video melalui jaringan digital layanan terpadu
(ISDN).
H.261 diadopsi sebagai standar pada tahun 1990, ini dirancang untuk beroperasi
pada p = 1, 2,…,30 kelipatan dari dasar ISDN data rate, atau px 64 kb /s. Pada
tahun 1993, ITU-T memulai usaha standarisasi dengan tujuan utama video
telephony lebih dari PSTN (saluran telepon analog konvensional), di mana total
yang tersedia data rate hanya sekitar 33.6 kb / s. Bagian kompresi video standar
adalah H.263 dan tahap pertama diadopsi pada tahun 1996. Sebuah H.263
ditingkatkan, H.263 Versi2 (V2), diselesaikan pada tahun 1997, dan algoritma
yang sama sekali baru, awalnya disebut sebagai H.26L, saat ini sedang
diselesaikan sebagai H.264 / AVC.
Moving Pictures Expert Group (MPEG) didirikan oleh ISO di 1988 untuk
mengembangkan standarisasi untuk mengompresi gambar bergerak (video) dan
audio yang terkait pada media penyimpanan digital (CD-ROM). Standar yang
dihasilkan, umumnya dikenal sebagai MPEG-1, telah diselesaikan pada tahun
19
1991 dan mencapai sekitar Video Home System (VHS) kualitas video dan audio
sekitar 1,5 Mb /s. Tahap kedua pekerjaan mereka, umumnya dikenal sebagai
MPEG-2, adalah perpanjangan MPEG-1 dikembangkan untuk aplikasi terhadap
televisi digital dan untuk lebih tinggi bit rate. Sebuah standar ketiga, disebut
MPEG-3, awalnya membayangkan untuk aplikasi bit rate yang lebih tinggi seperti
High-Definition Television (HDTV), tapi itu mengakui bahwa aplikasi tersebut
juga bisa diatasi dalam konteks MPEG-2, maka tujuan tersebut dibungkus ke
MPEG-2 (akibatnya, tidak ada MPEG-3 standar). Saat ini, sebagian video Digital
Televisi (DTV) dan HDTV standar untuk besar bagian dari Amerika Utara, Eropa,
dan Asia didasarkan pada MPEG-2. Tahap ke 4 pekerjaan , yang dikenal sebagai
MPEG-4, dirancang untuk memberikan peningkatan efisiensi kompresi dan
ketahanan kesalahan fitur, serta peningkatan fungsi, termasuk pengolahan berbasis
obyek, integrasi baik alam dan konten sintetis (dihasilkan komputer), berbasis
konten interaktivitas.
Table 2.2 Standar Kompresi Video.
Video Coding
Standard
Primary Intended Applications Bit Rate
H.261 Video telephony and teleconferencing
over ISDN
p x 64 kb/s
MPEG-1 Video on digital storage media (CDROM) 1.5 Mb/s
MPEG-2 Digital Television 2-20 Mb/s
H.263 Video telephony over PSTN 33.6 kb/s and
up
MPEG-4 Object-based coding, synthetic content,
interactivity, video streaming
Variable
H.264/MPEG-4
Part 10 (AVC)
Improved video compression 10’s to 100’s
of kb/s
20
Standar H.26L sedang diselesaikan oleh Joint Video Team, dari ITU dan
ISO MPEG. Penelitian H.26L mencapai peningkatan yang signifikan dalam
kompresi atas standar coding yang ada dan itu akan diadopsi oleh ITU dan ISO
dan disebut H.264 dan MPEG-4 part 10, Advanced Video Coding (AVC). Saat ini,
standar kompresi video yang terutama digunakan untuk video komunikasi dan
video streaming adalah H.263 V2, MPEG-4, dan muncul H.264 / MPEG-4 part 10
AVC mungkin akan diterima secara luas.
2.4 Dasar Masalah Dalam Video Streaming
Dasar masalah dalam video streaming, khususnya untuk implementasi
pada jaringan internet yang bersifat global, adalah bandwidth, delay jitter, loss
rate. Ketersediaan bandwidth antara dua titik pada jaringan internet
secara umum tidak diketahui. Jika sebuah pengirim (sender) mengirimkan
data lebih cepat dibanding dengan bandwidth yang tersedia maka akan terjadi
kongesti pada jaringan, paket hilang, dan kualitas video akan buruk. Jika
pengirim mengirimkan paket data video lebih lambat dari bandwidth
yang tersedia, maka kualitas video yang sampai ke penerima juga
kurang optimal. Salah satu ide untuk mengatasi masalah bandwidth adalah
dengan mengestimasi bandwidth kanal yang tersedia kemudian mencocokkannya
dengan bit rate video yang akan ditransmisikan. Masalah kedua pada
streaming adalah delay jitter, dimana paket-paket yang ditransmisikan ke
klien memiliki delay yang bersifat fluktuatif.
Variasi dari delay paket ini disebut dengan delay jitter. Delay jitter ini
menjadi masalah karena penerima harus men-decode dan menampilkan frame-
frame pada rate yang konstan, dan akumulasi dari keterlambatan frame
akan menyulitkan untuk rekonstruksi video yang diterima. Masalah ketiga
dalam video streaming adalah loss rate. Loss rate berbeda-beda unutk
jaringan fixed, loss rate disebabkan oleh paket-paket data yang hilang.
Sedangkan pada jaringan wireless, loss rate dapat disebabkan oleh bit error
21
dan burst error. Loss rate ini dapat menimbulkan penurunan kualitas video
hasil rekonstruksi.
2.5 Transport dan Pengendalian Rate untuk Mengatasi Bandwidth yang
Beragam.
Kemacetan merupakan fenomena umum dalam jaringan komunikasi yang
terjadi ketika beban yang ditawarkan melebihi batas yang dirancang, ha; tersebut
menyebabkan penurunan di kinerja jaringan seperti throughput. Throughput yang
berguna dapat menurunkan sejumlah alasan. Sebagai contoh, dapat disebabkan
oleh tabrakan di beberapa akses jaringan atau disebabkan oleh peningkatan jumlah
transmisi yang berulang-ulang di dalam sistem. Selain penurunan throughput,
gejala lain termasuk paket loss, higher delay dan delay jitter. Gejala seperti ini
merupakan tantangan yang signifikan untuk syitem pada media streaming. Untuk
menghindari gejala yang tidak diinginkan dari kemacetan, prosedur pengendalian
sering digunakan untuk membatasi jumlah pada beban jaringan. Prosedur
pengendalian seperti ini disebut rate control. Perlu dicatat bahwa berbeda
teknologi pada jaringan, dapat menerapkan rate control yang berbeda. Namun
demikian, untuk antar-jaringan yang melibatkan beberapa teknologi pada jaringan,
biasanya pengendalian rate control dilakukan oleh end-hosts
2.5.1 Rate Control pada Media Streaming
Untuk lingkungan seperti Internet dapat diasumsikan tentang topologi
jaringan dan load (beban), untuk menentukan tingkat transmisi yang sulit. Namun
mekanisme rate control diimplementasikan dalam Transmission Control Protocol
(TCP) yang telah terbukti secara empiris cukup dalam menangani kebanyakan
kasus. Sebagai jenis pengiriman dominan di Internet, TCP digunakan untuk
pengiriman halaman web, email, dan beberapa media streaming. Rate Control
pada TCP didasarkan olehh aturan sederhana seperti "Additive Increase
Multiplicative Decrease" (AIMD). Secara khusus, end-to-end pada pengamatan
yang digunakan untuk menyimpulkan paket loss atau kemacetan. Bila tidak ada
22
kemacetan pada transmisi maka dapat disimpulkan paket meningkat dengan laju
konstan (additive increase). Sebaliknya, ketika ada kemacetan maka disimpulkan
laju pada paket transmisi di bagi dua (multiplicative decrease).
2.5.2 Media Streaming pada TCP (Transmission Control Protocol)
Mengingat keberhasilan TCP, hal tersebut mungkin tampak alami untuk
mempekerjakan TCP pada media streaming. Memang ada sejumlah keuntungan
penting dari menggunakan TCP. Pertama, rate control TCP telah terbukti secara
empiris stabilitas dan skalabilitas. Kedua, TCP menyediakan pengiriman yang
terjamin dan efektif menghilangkan paket loss. Karena itu, sekarang TCP dipakai
sebagai pilihan terakhir untuk mendapatkan firewall. Kesulitan peraktis
menggunakan TCP untuk media streaming meliputi sebagai berikut. Pertama,
terjaminnya pengiriman paket pada TCP menyebabkan pengulangan transmisi
terus-menerus sehingga menimbulkan pengiriman yang sangat lama. Kedua,
aturan pada “Additive Increase Multiplicative Decrease” menimbulkan profil
throughput yang sangat beragam sehingga membentuk pola yang tidak cocok
untuk trnaspotasi media streaming.
2.5.3 Media Streaming pada UDP (User Datagram Protocol)
Baik transmisi dan mekanisme rate control pada TCP mempunyai
karakteristik yang tidak cocok untuk media streaming. Sistem streaming yang
sekarang untuk Internet bersandar pada layanan pengiriman yang terbaik dalam
bentuk User Datagram Protocol (UDP). Hal ini memungkinkan lebih banyak
fleksibilitas baik dalam hal mengontrol error dan rate control. Misalnya, bukan
mengandalkan transmisi ulang saja, tetapi kesalahan yang di kontrol dapat diganti.
UDP tidak memerlukan waktu untuk menjalin koneksi, data langsung saja
dikirimkan. UDP lebih fleksibel karena misalnya saja terjadi kemacetan pada
salah satu bagian jaringan, maka datagram dapat dialihkan menghindari bagian
yang mengalami kemacetan tersebut. Kemudian apabila sebuah simpul(node)
mengalami kerusakan/kegagalan, maka packet berikutnya dapat menemukan
23
jalan/rute pengganti yang melewati simpul tersebut. Rate Control pada TCP juga
mewarisi karakteristik yang tidak alami untuk media streaming. Salah satu contoh
adalah ketergantungan ditingkat transmisi pada packet Round-Trip Time (RTT).
2.6 Pemutaran Buffer untuk Mengatasi Delay dan Jitter
Adapun factor – factor yang mempengaruhi pemutaran video untuk
mengatasi delay dan jitter sebagi berikut:
1. Penurunan Jitter: Variasi kondisi pada jaringan menyebabkan waktu yang
dibutuhkan untuk mengirim paket antar klien yang bervariasi. Variasi tersebut
dapat disebabkan oleh beberapa penyebab termasuk: antrian delay dan link-level
retransmissions. Jitter menyebabkan ketidak stabilan pada pemutaran di
karenakan oleh sample yang gagal pada waktu penampilan. Penggunaan buffering
cukup efektive untuk menstabilankan pemutaran video pada semua sampel dan
pada kebanyakan kasus secara praktis dapat menghilangkan ketidak stabilan oleh
delay dan jitter. Keuntungan pada buffer pemutar di tunjukan pada gambar 2.4,
dimana paket ditransmisikan dan dimainkan pada rasio yang konstan, serta buffer
pemutar bisa menurunkan jumlah paket yang telat.
2. Error recovery through retransmissions: diperpanjang deadline transmisi
untuk sampel media dapat memperbolehkan transmisi ulang pada saat pakai
hilang seperti penggunaan UDP dari pada TCP. Karena media streaming yang di
kompresi lebih terjadi terjadi error, maka kemampuan untuk memperbaiki losses
menjadikan kualitas media streaming yang berkualitas.
3. Interleaving ketahanan Error throughtput: Losses pada media stream,
terutama pada audio, sering tersembunyi apabila loss terisolasi bukan
terkonsentrasi. Presentasi deadline yang diperpanjang dengan menggunakan
buffer memungkinkan interleaving untuk mengubah kemungkinan meledaknya
loss di saluran menjadi loss yang terisolasi, sehingga meningkatkan
penyembunyian loss pada saluran berikutnya.
4. Smoothing fluktuasi Throughput: Sejak saat berbagai channel
menimbulkan berbagai waktu pada throughput, buffer dapat menyediakan data
24
yang diperlukan untuk mempertahankan streaming saat throughput yang rendah.
Hal ini terutama penting ketika streaming yang dilakukan dengan menggunakan
TCP (atau HTTP), karena server biasanya tidak bereaksi terhadap penurunan
channel troughput dengan mengurangi pada rate media.
Gambar 2.4 Pengaruh Buffer Playout pada Pengurangan Jumlah Paket.
(Vasos Vassiliou, 2000)
Manfaat buffer kepada nilai troughtput untuk kedepannya. Selain syarat
menambah penyimpanan di klien streaming, buffer juga memperkenalkan
tambahan delay sebelum pemutaran ulang bisa di mulai atau dilanjutkan (setelah
jeda karena deplesi buffer). Adaptive Media Playout (AMP) adalah teknik baru
yang memungkinkan sebuah tradeoff yang bernilai antara delay dan kehandalan.
2.7 Konsep Streaming Data Multimedia
Streaming multimedia adalah suatu teknologi yang mampu mengirimkan
file baik itu text, image, audio, maupun video digital secara on-demand maupun
real time pada jaringan internet. Streaming media dapat dimainkan ketika file
media sedang di transfer.
25
2.7.1 Konsep Download Progresif
Konsep download progressif adalah download sedikit demi sedikit , lalu
sebagian data yang sudah di download dimainkan pada player.
2.7.2 Proses Streaming Media
Setting komponen media streaming hanya merupakan langkah awal untuk
menuju sistem media streaming yang utuh. Selain setting komponen, juga harus
membuat streaming media content, untuk meletakkannya di server, dan
menawarkan link untuk pengguna. Prosesnya dibagi menjadi beberapa tahap,
yaitu:
1. Creation
Membuat content raw file yang akan di stream. Membuat content untuk
internet sama dengan membuat content untuk media broadcast.
2. Encoding
Konversi raw file ke format yg dapat di stream. Konfersikan content ke
format media streaming.
3. Authoring
Mendesain bagaimana media akan disajikan. Akan diambil keputusan
bagaimana file streaming akan ditampilkan di Internet. Bisa juga memainkannya
sebagai plugin yang terdapat pada browser.
4. Serving
Meletakkan file pada server dan mempublish di Internet.
2.7.3 Multicasting
Media Streaming dapat di deliver kepada user menjadi tiga cara, yaitu:
1. Unicast
Server mengirimkan stream kepada setiap individual user. On-demand
delivery selalu menggunakan model unicast.
26
2. Broadcast
Single stream di-deliver ke banyak user secara simultan. Setiap user
mempunyai koneksi sendiri ke server. Hampir semua live broadcast
menggunakan model broadcast.
3. Multicast
Single stream di broadcast pada jaringan menggunakan special multicast
IP address. Ketika pengguna bergabung pada broadcast, player engguna
diinstruksikan untuk mengambil kopian data dari paket broadcast pada jaringan,
Multicasting hanya dapat digunakan pada live/simulated live delivery.
Multicasting jauh lebih efisien daripada broadcasting.
2.8 Dynamic Adaptive Streaming over HTTP (DASH)
Dynamic Adaptive Streaming over HTTP (DASH), atau juga dikenal
sebagai MPEG-DASH, adalah teknik yang memungkinkan streaming konten
media melalui Internet dari server web konvensional (HTTP), yaitu dengan
memecah konten menjadi beberapa segmen. Konten DASH bisa diletakkan ke
dalam kontainer standar (misal: .mp4, .webm) atau MPEG-2 Transport Stream
(.ts). DASH bersifat audio/video codec agnostic, yang memungkinkan beberapa
representasi file multimedia (seperti video beda resolusi, bitrate, codec, dll).
Pemilihan representasi file bisa didasarkan atas keadaan kecepatan jaringan,
kemampuan perangkat, dan keinginan pengguna. DASH juga agnostik ke dalam
lapisan aplikasi protokol yang mendasari. Dengan demikian, DASH dapat
digunakan dengan protokol, misalnya, seperti Dynamic Adaptive Streaming over
Content Centric Networks (DASH over CCN). (Christopher Mueller, 2013)
DASH adalah standar yang dirancang untuk penyampaian media melalui
infrastruktur yang sudah ada dan mampu menangani berbagai kondisi bandwidth
selama streaming berlangsung, khususnya dalam lingkungan yang bergerak
(mobile). DASH tidak menggunakan RTP karena memiliki kendala dalam
berbagai hal, seperti firewalls dan seringkali paket-paket UDP diblock. Solusi
lainnya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan HTTP,
27
namun di sisi lain HTTP juga mengalami delay. DASH disini lebih digunakan
dalam hal meningkatkan performa video streaming untuk pendistribusian file
yang lebih interaktif dari user ke klien .
2.9 Metode Dynamic Adaptive Streaming over HTTP
Dynamic adaptive streaming adalah teknik yang mendeteksi bandwidth
yang tersedia untuk pengguna dan kapasitas CPU (Computer Protocol Unit) untuk
menyesuaikan kualitas video yang diberikan kepada pengguna. Hal ini
membutuhkan encoder untuk menyediakan video dengan beberapa variasi bit rate
dan dapat diimplementasikan pada CDN (Content delivery network) untuk
memberikan peningkatan skalabilitas. Sehingga pengguna dapat memperoleh hasil
pengiriman media dengan kualitas tertinggi. Teknik untuk menyesuaikan bit rate
video dengan ketersediaan bandwidth diklasifikasikan kedalam 3 kategori
yaitu: transcoding, scalable encoding, dan stream switching. Proses adaptive
streaming yang menyesuaikan kualitas video yang dikirim ke halaman web
berdasarkan perubahan kondisi jaringan untuk memastikan penampil pengalaman
terbaik. Kecepatan koneksi internet sangat bervariasi, dan kecepatan masing-
masing jenis koneksi juga bervariasi tergantung pada berbagai kondisi. Misalnya,
jika pengguna terhubung ke ISP (Internet Service Provider) di 56 Kbps, itu tidak
berarti bahwa 56 Kbps bandwidth yang tersedia setiap saat. Bandwidth dapat
bervariasi, yang berarti bahwa koneksi 56-Kbps dapat menurunkan atau
meningkatkan berdasarkan kondisi jaringan saat ini, menyebabkan kualitas video
berfluktuasi juga. Adaptive Streaming menyesuaikan kecepatan bit video untuk
beradaptasi dengan perubahan kondisi jaringan.
2.9.1 Transcoding
Dengan menggunakan trancoding dapat dilakukan konversi raw video
pada server untuk menghasilkan video dengan bit rate yang diinginkan.
Keuntungan dari teknik ini yaitu didapatkan secara halus pada saat terjadi
perubahan bandwidth ketika video tersebut dikirimkan kepada pengguna. Namun
ada juga sisi kerugiannya menggunakan metode ini. Pada metode ini diperlukan
28
biaya yang tinggi untuk melakukan transcoding untuk menyesuaikan bit rate
video dengan ketersediaan bandwidth pada saat jumlah permintaan untuk kualitas
video tertentu sangat banyak. Akibatnya pada kejadian ini dapat menurunkan
skalabilitas pada server tesebut. Hal ini diperlukan proses komputasi yang cepat
pada proses transcoding tersebut. Kerugian ini dapat diatasi dengan menggunakan
CDN.
Metode transcoding paling popular adalah mendecode data asli ke suatu
format antara (yakni Pulse-code modulation untuk audio atau YUV / ruang warna
biasanya digunakan sebagai bagian dari color image pipeline untuk video), di
dalam suatu cara yang masih berisi materi aslinya, dan dilanjutkan dengan
encoding berkas yang dihasilkan ke format target.
Seseorang dapat juga me-re-encode data pada format yang sama (juga
disebut recode, seperti di dalam Nero Recode). Seseorang dapat melakukan ini
untuk beberapa alasan:
1. Penyalinan
Jika seseorang ingin menyalin data di dalam format terkompresi
(misalnya, menampilkan penyuntingan gambar digital pada suatu gambar Joint
Photographic Experts Group (JPEG)), seseorang pada umumnya akan men-
decode untuk menyalinnya, kemudian me-reencode-nya. Proses re-encoding ini
menyebabkan digital generation loss, dengan demikian jika seseorang ingin
menyunting sebuah berkas secara berulang-ulang, dia sebaiknya hanya
mendecode sekali saja, dan membuat seluruh suntingan pada salinan itu, lebih dari
sekadar proses decoding and re-encoding yang berulang-ulang.
2. Bitrate rendah
Transrating adalah proses yang sama dengan transcoding di mana berkas-
berkas dikodekan pada bitrate rendah tanpa mengubah format video; ini dapat
menyertakan sample rate conversion, tetapi dapat menggunakan sampling rate
yang sama, dengan kompresi yang lebih besar. Ini memungkinkan seseorang
cocok dengan media yang diberikan kepada ruang penyimpanan yang lebih kecil
29
(misalnya, menyalin DVD ke sebuah Video CD), atau melalui suatu saluran
dengan bandwidth rendah.
3. Image scaling
Pengubahan ukuran gambar pada suatu video dikenal sebagai transsizing,
dan digunakan jika resolusi keluaran berbeda dengan resolusi sumber. Pada
komputer yang cukup baik, penskalaan gambar dapat dilakukan pada playback,
tetapi bisa juga dilakukan dengan reencoding, khususnya sebagai bagian dari
transrating (suatu gambar yang di-downsampled memerlukan bitrate rendah).
2.9.2 Scalable Coding Video (SCV)
Scalable Encoding menggunakan standar codec yang mempunyai
kemampuan scalable, resolusi gambar dan frame rate dapat disesuaikan tanpa
harus melakukan Encoding kembali dari awal. Metodi ini cenderung mengurangi
beban pengolahan tetapi sangat terbatas pada format codec tersebut.
Tujuan dari standarisasi SVC adalah mengaktifkan pengkodean bit stream
video berkualitas tinggi yang mengandung satu atau lebih bit streams, sebuah
bagian yang dapat diterjemahkan dengan kualitas kompleksitas dan rekonstruksi
yang sama dengan yang dicapai dengan menggunakan MPEG-4 dengan desain
jumlah data yang sama seperti dalam bit stream subset. Subset bit stream
diperoleh dengan menjatuhkan paket dari bit stream yang lebih besar. Sebuah
bagian bit stream dapat mewakili resolusi spasial yang lebih rendah (layar yang
lebih kecil), atau resolusi temporal yang lebih rendah (frame rate yang lebih
rendah), atau lebih rendah kualitas sinyal video (masing-masing secara terpisah
atau kombinasi) dibandingkan dengan yang berasal dari bit stream. Ada beberapa
modalitas di jelaskan sebagai berikut:
Temporal skalabilitas (frame rate): dependensi kompensasi gerak yang
terstruktur, sehingga gambar lengkap (yaitu paket yang terkait) dapat turun
dari bit stream. (Skalabilitas Temporal sudah diaktifkan oleh MPEG-4.
SVC hanya memberikan informasi tambahan untuk meningkatkan
penggunaannya.)
30
Spatial skalabilitas (ukuran gambar): video dikodekan pada beberapa
resolusi spatial. Sampel data diterjemahkan dari resolusi yang lebih rendah
dapat digunakan untuk memprediksi data atau sampel dari resolusi yang
lebih tinggi dengan mengurangi kecepatan bit untuk kode resolusi yang
lebih tinggi.
SNR/Quality/Fidelity skalabilitas: video dikodekan pada resolusi spatial
tunggal tetapi pada kualitas yang berbeda. Sampel data akan
diterjemahkan dari kualitas yang lebih rendah, dapat digunakan untuk
memprediksi data atau sampel kualitas yang lebih tinggi untuk mengurangi
kecepatan bit untuk kode kualitas yang lebih tinggi.
Skalabilitas Gabungan: kombinasi dari 3 modalitas skalabilitas yang
dijelaskan di atas.
2.9.3 Stream Switching
Merupakan sebuah upaya mengkodekan raw video dengan bit rate yang
bervariasi dari konten yang sama. Metode ini menggunakan sebuah algoritma
untuk memiliki level video dengan bit rate yang sesuai dengan ketersediaan
bandwidth dari pengguna. Jika terjadi perubahan bandwidth, maka algoritma
tersebut memutuskan untuk beralih pada level video dengan bit rate yang cocok
agar pemutaran video pada pengguna dapat terus dilakukan. Tujuan utama dari
metode ini adalah untuk meminimalisasi biaya pengolahan, karena tidak ada
proses lebih lanjut yang diperlukan setelah semua tingkatan bit rate video
dihasilkan. Selain itu, metode ini tidak memerlukan format codec tertentu.
Kelemahan dari pendekatan ini adalah granularity (suatu sistem dipecah menjadi
bagian-bagian kecil) yang kasar karena level video yang dibangun memiliki bit
rate yang bersifat diskrit (memiliki tingkatan). Selain itu membutuhkan ruang
penyimpanan dimana terdapat level video yang mungkin tidak pernah diakses
oleh klien.
Rata-rata bitrate dapat dilihat sebagai kinerja keseluruhan sistem pada set
up tes tertentu dan akan dihitung dengan persamaan di bawah ini:
31
.................................................................. (2.1)
Dimana :
Jumlah kualitas switch metrik lainnya yang menggambarkan varians sesi.
Nilai-nilai tinggi menunjukkan sangat sering beralih dapat menyebabkan
penurunan kualitas. Rumus ini digunakan untuk menghitung jumlah switch
bitrate.
2.10 Bitdash
Bitdash ™ adalah paket yang sangat mengoptimal MPEG-DASH platform
variouse dan perangkat pada sisi, serta memberikan kinerja terbaik streaming dan
kenyamanan streaming pada sisi klien, khususnya di samping kondisi jaringan.
Bitdash ™ adalah hasil dari R & D investasi dan menggabungkan patent pending
technology sehingga MPEG-DASH adalah solusi klien yang sesuai, yang
memberikan hingga 101% lebih tinggi efektif throughput serta kualitas lebih
tinggi secara signifikan dari Quality of Experience (QoE) dibandingkan dengan
bitrate adaptive teknologi streaming yang ada pada saat ini. Platform bitdash
didukung oleh:
Web: HTML5 Media Source Extensions (MSE) + JavaScript, Flash using
OSMF.
Android: HTML5 Media Source Extensions (MSE) for browser-based
playout dan App-integration via WebView (> Android 4.2), C++ level
native & Java libraries.
32
C++ Implementation: Embedded client libraries for Windows, Linux, and
Mac (32/64 bit).
Bitdash sangat efektif terhadap streaming klien, tidak memerlukan plugin
tertentu. Bitdash tersedia sebagai implementasi berbasis JavaScript untuk platform
HTML5 (menggunakan Media Sumber Extensions), serta Client berbasis Adobe
Flash untuk penggunaan di dalam browser web yang tidak mendukung adaptive
streaming HTML5 (misalnya Firefox).
2.11 Peak Signal to Noise Ratio
PSNR (Peak Signal to Noise Ratio) merupakan suatu ukuran umumdigunakan untuk mengukur kualitas citra yang telah diolah terhadap aslinya.Pertama dilakukan perhitungan kesalahan terhadap citra yang telah diolah f(x,y)terhadap citra asli g(x,y). Setelah didapatkan nilai MSE (Mean Square Error)yang akan digunakan untuk mencari nilai PSNR (Shi, 2007).( , ) = ( , ) − ( , )................................................... (2e : error
f : citra terolah
g : citra asli
x : koordinat horisontal
y : koordinat vertikal = ∑ ∑ ( , ) ........................................(2.3)
MSE : Mean Square Error
M : dimensi horisontal citra
N : dimensi vertikal citra
PSNR : Peak Signal to Noise Ratio dalam decibel
= 10 ( ) ............................................. (2.4)