Upload
vuduong
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Bab II
KAJIAN TEORI
2.1 Teori Antrian
Metode yang pertama yang digunakan oleh penulis dalam penelitianini adalah
teori antrian dimana metoda ini memberikan gambaran perhitungan terhadap sistim
antrian dalam suatu proses dan teori ini menjadi dasar untuk menghitung berbagai pola
antrian karena mempunyai tingkat akurasi yang tinggi dan sering digunakan dalam
berbagai kasus antrian karena mengcover berbagai model antrian seperti antrian bank (M
Munawar Yusro, 2005 dan Fathkur Rochman dan team, 2009), maupun antrian
pelayanan di berbagai tempat seperti antrian loket PLN (Kurniawati, 2007), yang
menyimpulkan bahwa metode ini dapat menggambarkan keadaan antrian di lapangan
dan memberi masukan sistim pelayanan yang dapat mengatasi masalah antrian tersebut.
Teori antrian digunakan untuk memberikan gambaran penting dalam proses
antrian. Dengan teori ini, kejadian dalam antrian dapat dijadikan suatu pemodelan
sebagai penunjang analisis dan pengambilan keputusan dalam penambahan fasilitas
layanan atau sebagai pertimbangan biaya apabila pihak management ingin melihat
pengoptimalan antara antrian yang ideal dan minimalisasi biaya total, yaitu biaya karena
mengantri dan biaya karena menambah fasilitas layanan. Pada papernya, Taha (1981,
p43) menuliskan bahwa teori antrian tidak berhubungan dengan model optimalisasi,
tetapi merupakan suatu analisis matematis untuk mengukur efektifitas sistem antrian dan
pengukurannya dapat digunakan sebagai data dalam model optimalisasi lain dan
menentukan kemampuan sistem.
8
2.1.1 Sumber Masukan (Input)
Sumber masukan dari suatu sistem antrian dapat terdiri atas suatu populasi,
orang, atau barang yang datang pada sistem untuk dilayani. Bila populasi relatif
besar sering dianggap bahwa hal ini merupakan besaran yanng tak terbatas (infinite).
Suatu populasi dikatakan besar apabila populasi tersebut lebih besar dibanding
sistem pelayanan. Misalnya: suatu masyarakat kecil yang terdiri dari 10.000 orang
akan menjadi populasi tak terbatas bagi 10 shopping center yang ada.
2.1.2 Pola Kedatangan
Cara dimana individu – individu dari populasi memasuki sistem disebut pola
kedatangan (arrival pattern). Individu tersebut mungkin datang dengan tingkat
kedatangan yang konstan ataupun acak (random). Bila pola kedatangannya bersifat
acak, maka dapat digambarkan dengan distribusi statistik dan dapat ditentukan
dengan dua cara, yaitu kedatangan per satuan waktu dan distribusi waktu antar
kedatangan. Misalnya: tingkat kedatangan telephone calls sangat sering mengikuti
suatu distribusi probabilitas Poisson.
Distribusi Probabilitas Poisson adalah salah satu dari pola – pola kedatangan
yang paling umum bila kedatangan tersebut didistribusikan secara random karena
distribusi Poisson menggambarkan jumlah kedatangan per unit waktu bila sejumlah
variabel random mempengaruhi tingkat kedatangan. Ciri – ciri distribusi poisson:
a. Rata – rata jumlah kedatangan setiap interval dapat diestimasi dari data
sebelumnya
b. Bila interval waktu diperkecil, maka pernyataan ini benar:
9
a) Probabilitas bahwa seorang pengguna jasa datang merupakan angka
yang sangat kecil dan konstan untuk setiap interval
b) Probabilitas bahwa 2 atau lebih pengguna jasa akan datang dalam
waktu interval sangat kecil atau dapat dikatakan nol (0)
c) Jumlah pengguna jasa yang datang pada interval waktu bersifat
independen
d) Jumlah pengguna jasa yang datang pada setiap interval tidak
bergantung satu dengan lainnya.
Apabila kedatangan digambarkan dalam distribusi poisson, maka dapat
menggunakan rumus distribusi poisson:
,λ!
Dimana:
λ = rata-rata kedatangan per satuan waktu
T = periode waktu
n = jumlah kedatangan dalam waktu T
P (n,T) = probabilitas n kedatangan dalam waktu T
Jika pola kedatangan mengikuti distribusi poisson, maka waktu antar
kedatangan (interval time) adalah random dan mengikuti suatu distribusi
eksponensial:
1 ,0 ∞
Dimana:
P(T≤t) = probabilitas di mana waktu kedatangan T ≤ suatu waktu tertentu
10
λ = rata-rata kedatangan dalam per satuan waktu
T = suatu waktu tertentu
2.1.3 Disiplin Antrian
Disiplin antrian menunjukan pedoman keputusan yang digunakan untuk
menyeleksi individu yang memasuki antrian unntuk dilayani terlebih dahulu
(prioritas). Disiplin antrian yang paling umum adalah pedoman fisrt come, first serve
(FCFS).
Disiplin prioritas dikelompokan menjadi dua, yaitu preemptive dan non-
preemptive. Disiplin preemptive, yang lebih umum digunakan, menggambarkan
situasi dimana pelayan sedang melayani seseorang kemudian beralih melayani orang
yang diprioritaskan meskipun belum selesai melayani orang sebelumnya. Sementara
disiplin non-preemtive menggambarkan situasi dimana pelayan akan menyelesaikan
pelayanannya baru melayani orang yang diprioritaskan.
Beberapa disiplin antrian lainnya ialah pedoman shortest operating service
time (SOT), last come first serve (LCFS), longest operating time (LOT), service in
random order (SIRO), emergency first dan sebagainya. Bila dilihat di lapangan
disiplin antrian yang digunakan di setiap shelter Busway, menggunakan first come,
first serve dengan prioritas (ibu hamil, lansia) yang dapat dikesampingkan karena
probabilitasnya sangat kecil dibanding jumlah pengguna keseluruhan.
2.1.4 Kepanjangan Antrian
Banyak sistem antrian dapat menampung jumlah individu yang relatif besar,
tetapi beberapa sistem hanya mempunyai kapasitas yang terbatas. Bila kapasitas
11
antrian menjadi faktor pembatas besarnya jumlah individu yang dapat dilayani,
berarti sistem tersebut mempunya antrian yang terbatas (finite). Pengguna jasa
Busway mempunyai panjang antrian yang tidak terbatas (infinite).
2.1.5 Tingkat Pelayanan
Waktu yang digunakan untuk melayani individu dalam suatu sistem disebut
waktu pelayanan (service time). Waktu ini mungkin konstan tetapi juga sering acak.
Bila waktu pelayanan konstan, akan mengikuti distribusi eksponensial atau
distribusinya acak, waktu pelayanan akan mengikuti suatu distribusi Poisson.
2.1.6 Keluar
Ketika individu telah dilayani, dia akan keluar dari sistem. Namun individu
tersebut mungkin dapat memasuki sistem itu kembali untuk dilayani kembali. Dalam
Busway hal ini mungkin terjadi ketika pengguna berada dalam posisi transit
(interchange).
2.2 Karakteristik Struktur Antrian Busway
Tabel 2.1 Karakteristik struktur antrian busway
Karakteristik Pada Busway
Sumber populasi Infinite
Pola kedatangan Tingkat kedatangan eksponensial
Kepanjangan antrian Infinite
Disiplin antrian Fisrt come first serve with priority
12
Pola pelayanan Tingkat pelayanan eksponensial
Keluar Kemungkinan kembali
2.3 Struktur Antrian
Atas dasar sifat proses pelayanannya, antrian dapat diklasifikasikan fasilitas-
fasilitas pelayanan dalam saluran atau channel yang akan membentuk suatu struktur
antrian yang berbeda-beda. Ada 4 model struktur antrian dasar yang umum:
a. Single Channel – Single Phase
Sistem ini berarti hanya ada satu jalur pada sistem dengan satu fasilitas
pelayanan.
Gambar 2.1 Struktur antrian single channel – single phase
b. Single Channel – Multi Phase
Sistem ini berarti lebih dari satu fasilitas pelayanan pada satu jalur
sistem.
Gambar 2.2 Struktur antrian single channel – multi phase
c. Multi Channel – Single Phase
13
Sistem ini berarti terdapat lebih dari satu saluran dengan satu fasilitas
pelayanan.
Gambar 2.3 Struktur antrian multi channel – single phase
d. Multi Channel – Multi Phase
Sistem ini berarti terdapat lebih dari satu saluran dan masing – masing
memiliki lebih dari satu fasilitas pelayanan.
Gambar 2.4 struktur antrian multi channel – multi phase
Aplikasi optimasi ini menggunakan struktur antrian Single Channel – Single
Phase karena di setiap halte hanya terdapat satu jalur keluaran (tujuan) yang dipilih oleh
pengguna jasa pada setiap pintu dan karena antrian dialiri oleh antrian tunggal kecuali
pada halte tertentu.
2.4 Model Antrian
Model antrian berdasarkan kemampuan jalur dibedakan menjadi dua, tempat
antrian yang tidak terbatas dan yang terbatas. Untuk model pertama, satuan yang datang
14
pada saat antrian penuh akan meninggalkan sistem hingga tersedia kembali tempat
mengantri, sedangkan pada model antrian terbatas seberapapun satuan yang datang akan
diakomodasi jalur antrian. Perbedaan di atas dinotasikan sebagai berikut.
/ / : / /
Dimana:
a = distribusi kedatangan,
b = distribusi waktu pelayanan (selang antara satuan yang dilayani),
c = jumlah saluran pelayanan paralel dalam sistem,
d = distribusi pelayanan
e = jumlah satuan maksimum yang berada dalam sistem
f = besarnya populasi masukan
Keterangan pada pemodelan:
1. Untuk huruf a dan b digunakan kode-kode berikut sebagai pengganti:
M = distribusi poisson distribusi pelayanan eksponensial
D = distribusi waktu pelayanan tetap
G = distribusi umum untuk waktu pelayanan
2. Untuk huruf c digunakan bilangan bulat positif yang menyatakan pelayanan
paralel.
3. Untuk huruf d, digunakan huruf pengganti disiplin. Untuk huruf e dan f
menggunakan kode N untuk menyatakan jumlah antrian terbatas dan Ø
untuk yang tidak terbatas. Berdasarkan keterangan diatas maka dapat
disusun empat model antrian:
15
a. (M/M/1) : (FCFS/∞/∞), merupakan antrian dengan distribusi kedatangan
dan keberangkatan poisson, jumlah pelayanan lebih dulu.
Mempresentasikan panjang antrian dan sumber tak terbatas.
b. (M/M/S) : (FCFS/∞/∞), model antrian seperti diatas dengan jumlah
stasiun pelayanan lebih dari satu (S).
c. (M/M/1) : (GD/N/∞), model antrian dengan distribusi kedatangan
poisson, stasiun pelayanan tunggal dan kapasitas antrian sejumlah N.
disiplin pelayanan GD berarti general service discipline (FCFS/ LCFS/
SIRO).
d. (M/M/S) : (GD/N/∞), model antrian seperti diatas dengan jumlah
pelayanan lebih dari satu.
2.5 Model Antrian Pada Busway (Single Channel – Single Phase)
Antrian yang digunakan pada halte Busway umumnya adalah:
(M/M/1) :(FCFS/∞/∞)
Dimana M yang pertama menunjukan bahwa model menyatakan distribusi
secara Poisson, waktu pelayanan didistribusikan secara eksponensian, saluran
pelayananan adalah single channel, disiplin antrian adalah First Come First Serve,
ukuran sistem tak terhingga dan masukan individu populasi tak berhingga.
Dan variabelnya adalah:
16
Gambar 2.5 Model antrian single channel – single phase
1. Besarnya kemungkinan stasiun yang kosong:
0 1 λ
2. Besarnya kemungkinan ada n penumpang yang dilayani:
λ
0
3. Ekspektasi rata – rata jumlah konsumen di dalam antrian, tidak termasuk
yang sedang dilayani:
λλ
4. Ekspektasi jumlah konsumen dalam antrian, termasuk yang sedang
dilayani (jumlah satuan dalam sistem):
λλ
5. Ekspektasi waktu tunggu oleh konsumen ke –n bila ada n konsumen
dalam antrian:
λ
λ
6. Ekspektasi waktu total dalam sistem antrian:
1λ
Penjelasan notasi yang digunakan dalam teori model antrian:
λ = kecepatan kedatangan (jumlah kedatangan per satuan waktu)
1/ λ = rata-rata waktu antar kedatangan
17
µ = rata-rata kecepatan pelayanan (satuan yg dilayani per waktu
pelayanan)
1/ µ = rata-rata waktu yang dibutuhkan pelayan
2.6 Metode Optimalisasi Penjadwalan
Metode optimalisasi adalah kegiatan yang mengacu pada keluaran akhir solusi
untuk meminimalkan atau memaksimalkan suatu fungsi nyata dengan sistematis dari
banyak alternatif yang ada. Kegiatan optimalisasi ini akan menghasilkan solusi terbaik
dari serangkaian solusi yang tersedia baik itu keuntungan yang maksimal dengan
pengeluaran seminim mungkin atau pengeluaran yang minimal dengan keuntungan
semaksimal mungkin.
Terdapat beberapa metode untuk menyelesaikan masalah penjadwalan. Berikut
secara singkat dijabarkan metode – metode yang pernah digunakan:
1. Pendekatan random/ Exhaustive
Teknik mencari solusi secara acak. Semakin besar ruang solusi dan
semakin banyak constraint akan memperkecil kemungkinan mendapatkan
solusi terbaik. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk menyelesaikan masalah
yang search space-nya besar seperti game othello.
2. Pendekatan riset operasional
Terdapat dua bagian besar pada pendekatan riset operasional,
enumerative search dan heuristic search. Yang termasuk dalam enumerative
search adalah:
− Mathematical programming yang menggunakan suatu fungsi yang
dibatasi variabel bebas. Contoh dari methematical programming adalah
18
linear programming(misalnya: simpleks) dan integer programming.
Metode ini hanya untuk masalah penjadwalan sederhana.
− Dynamic programming yang dilihat sebagai teknik divide and conquer
untuk memecah suatu masalah besar menjadi suatu bagian kecil yang
saling independen. Namun tetap tidak efektif untuk menyelesaikan
masalah penjadwalan kompleks.
− Branch and bound, yang merupakan metode pemecahan masalah besar
menjadi masalah kecil (subproblem) lalu menghitung batas bawah pada
solusi optimal dari setiap subproblem tersebut. Biasanya digunakan untuk
masalah diskrit dan kombinatorial. Pendekatan ini juga tidak efektif untuk
penjadwalan yang kompleks.
Sedangkan yang termasuk ke dalam heuristic search adalah:
− Simulated annealing, yang merupakan single solution randomized
heuristik yang efektif. Diinspirasi oleh suatu proses thermal untuk
memperoleh kondisi energi terendah pada suatu benda padat. Prosesnya
yaitu menaikan suhu hingga maksimum dimana benda padat tersebut
mencair dan menurunkan suhunya perlahan-lahan hingga partikel tersebut
kembali. SA meng-update suatu solusi tunggal pada setiap iterasi.
− Tabu search merupakan evolutionary heuristic dimana prosesnya akan
membuat suatu solusi acak dan berpindah secara berurutan. Setiap kali
suatu perpindahan dilakukan, maka solusi sebelumnya akan masuk ke
dalam tabu list (langkah yang sama tidak boleh diulang). Setiap
19
perpindahan akan membawa menuju suatu solusi terbaik di sekitarnya.
Metode ini efektif untuk masalah yang sederhana.
3. Pendekatan intelegensia semu
Disini terdapat tiga metode yang menggambarkan pendekatan
intelegensia semu:
− Constraints Satisfaction Problem, dimana permasalahan umum CSP
adalah untuk menemukan satu atau lebih solusi yang dapat memuaskan set
constraint yang diberikan. Masing masing constraint membatasi
kombinasi dari nilai-nilai dimana sebuah set variabel dapat mengambil
secara simultan (terus-menerus). Sebuah solusi untuk masalah CSP adalah
penetapan sebuh nilai (value) terhadap setiap variabel dari domain variabel
yang memuaskan semua kendala yang diberikan. Apabila ada beberapa
solusi, maka akan dicoba untuk menemukan solusi optimal berdasarkan
sebuah fungsi objektif yang spesifik. Namun, apabila tidak terdapat solusi
maka akan diminta untuk menemukan ‘solusi terdekat’ yang terbaik
berdasarkan fungsi objektif yang spesifik (Anbulagan et al. 2000, p7).
− Rule-based Expert System, digunakan untuk mencoba menspesifikasikan
constraint dan heuristik yang digunakan human expert melalui rule-based
language untuk memecahkan masalah yang bersangkutan. Metode ini
jarang sekali digunakan untuk permasalahan optimasi karena terlalu rumit
untuk masalah kompleks.
− Neural networks, yang menurut Valluru, dan Hayagriva pada buku C++
Neural Networks and Fuzzy Logic, jaringan syaraf tiruan (artificial neural
20
network) adalah suatu sistem komputasi yang mengikuti mekanisme kerja
syaraf biologis manusia. Sistem ini diharapkan dapat menghasilkan
fleksibilitas dari kekuatan otak manusia. Sistem ini juga mengunakan
representasi dari sebuah neuron (sel syaraf) manusia dan interaksi diantara
neuron – neuron tersebut sebagai dasar dari prinsip kerjanya. Terlihat
menjanjikan, namun belum banyak hasil yang dicapai menggunakan
metode ini dalam penjadwalan yang kompleks.
Metode optimalisasi penjadwalan yang digunakan pada penulisan ini adalah
metode Genetic Algorithm, yang merupakan bagian dari pendekatan intelegensia semu.
2.6.1 Genetic Algorithm
Metode kedua yang digunakanpada penelitian ini adalah Algoritma Genetik.
Metode Algoritma Genetikini merupakan salah satu metode yang populer untuk
menyelesaikan masalah penjadwalan apabila terdapat banyak faktor dan populasi
solusi yang tersedia cukup banyak, maka metode ini terbukti ampuh dalam
menyelesaikan masalah optimalisasi (Haupt, 2004). Beberapa studi di beberapa
bidang yang telah menggunakan metode Algoritma Genetikseperti Aplikasi
Algoritma Genetik Untuk Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar (Ivan Nugraha
2008), A Genetic Algorithm Based Bus Scheduling Model For Transit Network
(Farhan Ahmad Kidwai dan team, 2005). Yang menyimpulkan bahwa Algoritma
Genetikmampu memberikan solusi yang optimal serta mampu menangani
permasalahan besar dan kompleks.
Menurut Mitchell pada buku An Introduction to Genetic Algorithms (1996),
kepopuleran Algoritma Genetiktidak terlepas dari beberapa faktor:
21
1. Evolusi dikenal sebagai metode yang tangguh dan berhasil dalam
proses adaptasi pada sistim – sistim biologi.
2. Algoritma genetik dapat melakukan pencarian yang mengandung
bagian – bagian kompleks dan saling berinteraksi dimana pengaruh
dari setiap bagian pada fitness dari kromosom tersebut sulit
dimodelkan.
3. Algoritma genetik dapat dengan mudah diparalelkan dan dapat
mengambil keuntungan dari harga perangkat keras yang semakin
menurun.
Dikembangkan pada tahun 1975 oleh John Holland dari Universitas Michigan.
Metode ini mengatakan bahwa setiap masalah yang berbentuk adaptasi dapat
diformulasikan dalam terminologi genetika. Algoritma Genetikadalah simulasi dari
proses evolusi Darwin yang mengatakan operasi genetika atas kromosom. Tujuan
dari Algoritma Genetikadalah menghasilkan populasi terbaik dari populasi awal.
Sedangkan keuntungan dari metode ini adalah sifat metode pencariannya yang lebih
optimal tanpa terlalu memperbesar ruang pencarian dan tanpa kehilangan
kelengkapan.
Metode Algoritma Genetikmenggunakan proses seleksi natural dan teknil –
teknik yang terinspirasi dari teori genetika, yaitu crossover (persilangan) dan
mutation (mutasi) (Negnevitsky, 2005). Kekuatan algoritma ini dalam menemukan
solusi optimal telah didemonstrasikan dalam bebagai bidang seperti finansial,
pengolahan citra, pengontrol pipa gas dan penjadwalan produksi (Langdon, 2000).
Belakangan ini, pemanfaatan metode ini semakin meluas di berbagai bidang seperti
game programming dan text mining.
22
Menurut Mitsuo Gen (2003) pada buku Genetic Algorithms and Engineering
Design, ada tiga keuntungan terbesar untuk menerapkan Algoritma Genetikuntuk
masalah optimalisasi:
1. Algoritma genetik tidak membutuhkan banyak kebutuhan matematis
tentang masalah optimalisasi karena akan mencari solusi berdasarkan
evolusi alami. Sehingga dapat digunakan untuk skala besar dan
perhitungan yang rumit.
2. Penggunaan operator evolusi menjadi sangat efektif unutuk
pencarian secara global. Global optimal dapat ditemuka jika ada
jaminan bahwa beberapa lokal optimal adalah global optimal.
3. Algoritma Genetikmenyediakan fleksibilitas dengan batasan
ketergantungan heuristik untuk membuat implementasi yang efisien
untuk sebuah pencarian solusi.
Namun, terdapat tiga kekurangan algoritma ini (Nugroho, 2003 P6):
1. Algoritma genetik tidak mempunyai rumusan pasti bagaimana
mentransfer parameter permasalahan ke dalam kode genetik.
2. Banyak parameter yang harus diatur agar proses evolusi berjalan
semestinya.
3. Tidak adanya prosedur baku untuk menghitung fitness.
23
2.6.2 Operasi dalamAlgoritma Genetik
2.6.2.1 Inisialisasi
Solusi individual dibuat secara acak dalam sebuah inisial populasi dan
dipilih pada area dimana kemungkinan besar akan ditemukan solusi optimum.
Selanjutnya solusi tersebut diencode dengan teknik antara lain:
1. Binary Encoding, merupakan metode encoding paling terkenal
karena penelitian GA pertama menggunakan metode ini. Setiap
solusi dibuat terdiri dari bit 0 dan 1. Namun sering tidak alami untuk
beberapa masalah dan seringkali memerlukan perbaikan setelah
proses mutasi dan crossover.
Tabel 2.2 Contoh Kromosom Binary Encoding
Kromosom A 101010111010101010
Kromosom B 111000110001100011
2. Permutation Encoding, string dan angka yang digunakan untuk
mempresentasikan posisi dalam urutan. Biasanya digunakan dalam
menyelesaikan Travelling Salesman Problem.
Tabel 2.2 Contoh Kromosom Permutation Encoding
Kromosom A 1 2 5 2 3 6 2 8 7
Kromosom B 2 5 3 4 8 7 5 0 2
24
3. Value Encoding, suatu kromosom diberi urutan nilai-nilai berupa
angka, huruf string dan lainnya. Tipe ini cocok untuk masalah
khusus seperti menemukan weight dalam neural network.
Tabel 2.4 Contoh Kromosom Value Encoding
Kromosom A 1.243 4.234 6.786 8.578
Kromosom B AJUDFYDSISDBOHWE
4. Tree Encoding, suatu kromosom disusun dalam bentuk tree dari
beberapa object seperti function atau command dalam bahasa
pemprograman. Encoding tipe ini digunakan dalam bahasa
pemprograman LISP.
2.6.2.2 Evaluasi
Evaluasi digunakan untuk proses evaluasi kromosom agar memperoleh
kronosom yang diinginkan. Fitness function yang digunakan dalam evaluasi
membedakan kualitas dari kromosom untuk mengetahui seberapa baik
kromosom yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai fitness, maka semakin besar
kemungkinan kromosom tersebut terpilih ke generasi berikutnya (Hermanto,
2003). Fitnessuntuk minimalisasi dihitung dengan menggunakan fungsi (Gen
dan Runwei, 1997):
1
25
Dimana adalalah makespan dari kromosom ke k. dan fungsi
fitness dalam perhitungan yang digunakan pada permasalahan penjadwalan ini
adalah:
1
∑ .. ∑ , ,
Dimana:
X adalah penjadwalan yang dievaluasi
adalah nilai soft constraint ke-i
adalah nilai hard constraint ke-1
2.6.2.3 Seleksi
Seiring dengan berjalannya algoritma, suatu bagian pada populasi akan
terpilih untuk membuat suatu generasi baru. Solusi individual tersebut dipilih
melalui fitness-based process, dimana solusi akan disaring dan diukur oleh
suatu fitness function dan akan menghasilkan kemungkinan terpilih beberapa
metode seleksi menggunakan nilai fitness tersebut dan kemudian akan
menghasilkan solusi terbaik.
Sebagian besar fungsi bersifat stochastic dan didesain agar sebagian
kecil dari solusi yang baik yang akan terpilih. Hal ini membantu untuk menjaga
keanekaragaman pada suatu populasi yang besar dan mengurangi kejadian
prematur konvergen solusi pada populasi. Berikut ini beberapa jenis selection:
1. Fitness proportionate selection, merupakan metode yang paling
umum digunakan. Lebih dikenal juga dengan nama Roullete Wheel
Selection. Pada metode ini, probabilitas setiap kromosom untuk
26
terpilih adalah sebanding terhadap fitness-nya. Biasa dirumuskan
sebagai berikut:
∑
Dimana P adalah ukuran populasi.
Metode inilah yang digunakan Holland pertama kali. Kelemahan
utama metode ini adalah apabila ada kromosom yang fitness
valuenya sangat tinggi sehingga mengalahkan yang lainnya
sehingga terjadi kondisi premature convergence.
2. Rank Selection, metode seleksi dimana kromosom – kromosom
akan diurutkan berdasarkan fitness-nya. Dan probabilitas suatu
kromosom untuk terpilih sebanding terhadap posisinya pada urutan
tersebut. Sehingga perbedaan nilai yang besar yang menjadi
kelemahan pada metode fitness proportionate selection tidak terjadi
lagi.
3. Tournament Selection, metode seleksi akan memilih K parent
secara acak dan mengembalikan yang terbaik. Metode ini dapat
menghasilkan populasi yang lebih beragam daripada fitness
proposionate selection. Dua buah kromosom terpilih secara acak
dan dipilih yang mendekati parameter. Keduanya lalu dikembalikan
ke populasi agar dapat dipilih lagi.
4. Steady – State Selection, metode ini memilih kromosom dengan
fitness value tertinggi untuk digenerasikan. Sedangkan kromosom
yang fitness value-nya rendah akan tersingkir dan digantikan oleh
27
generasi yang baru tadi. Metode ini bukan metode utama dalam
memilih parent. Namun, metode ini sering digunakan dalam rule-
based system dimana proses pembelajaran memiliki peran penting
dan semua anggota populasi bersama – sama memecahkan
permasalahan yang ada.
5. Elitism, metode dimana salah kromosom dengan fitness value
tertinggi tanpa mengalami manipulasi akan disalin ke generasi
berikutnya. Hal ini mencegah kromosom terbaik hilang karena
berbagai operasi genetic algorithm. Banyak penelitian menemukan
bahwa metode ini dapat meningkatkan kinerja algoritma dengan
mempertahankan kemungkinan terbaik.
Seleksi kromosom dilakukan mengikuti komposisi dari laju seleksi
(selection rate). Komposisi ini menggambarkan berapa jumlah kromosom yang
lolos ke generasi berikutnya. Jumlahnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
Sedangkan yang tidak lolos adalah selisih total peluang dengan
peluang kromosom yang lolos. Seperti yang dirumuskan berikut ini:
1
2.6.2.4 Persilangan
Crossover atau persilangan adalah salah satu langkah penting dalam
genetic algortihm. Karena proses ini akan menghasilkan generasi baru dari dua
induk yang memiliki sifat – sifat dari kromosom induknya. Terdapat beberapa
metode dalam melakukan crossover seperti:
28
1. One-Point Crossover, melakukan persilangan (penukaran) substring
dari kedua parent dengan posisi yang dipilih secara acak dan
membagi kromoson menjadi dua bagian untuk ditukar.
2. Two-Point Crossover, memiliki prinsip yang sama dengan one-
point crossover. Namun pada metode ini, dua buah posisi yang
dipilih secara acak sehingga membagi kromosom menjadi tiga
bagian. Lalu daerah pada dua posisi acak tersebut ditukar.
3. N-Point Crossover, memiliki prinsip seperti one-point crossover
dan two point crossover namun dipilih secara acak beberapa posisi
dan ditentukan perpotongan yang ganjil atau yang genap yang dapat
ditukar.
4. Uniform Crossover, metode ini membutuhkan bilangan acak antara
0 dan 1 pada setiap posisi dalam kromosom. Apabila bilangan
tersebut lebih kecil daripada 0,5 maka child akan mendapat gen dari
Gambar 2.6One – Point Crossover
Gambar 2.7Two – Point Crossover
29
parent1, child2 akan mendapatkan gen dari parent2. Begitu pula
sebaliknya.
5. Artihmatic crossover, persilangan menggunakan beberapa operasi
aritmatik (AND, OR, XOR, dst) untuk menciptakan keturunan.
Yang dapat didefinisikan secara umum sebagai berikut:
Anak[1] = r.induk[1] + (1 – r).induk[2]
Anak[2] = r.induk[2] + (1 – r).induk[1]
Dimana r adalah bilangan antara 0 dan 1.
2.6.2.5 Mutasi
Mutasi berfungsi untuk memastikan bahwa semua solusi mempunyai
kemungkinan dapat dicapai. Mutasi (mutation) akan merubah nilai kromosom
melalui beberapa metode seperti berikut:
1. Invertion Mutation, akan merubah urutan pada substring
1 2 3 4 5 6 7 8 9 akan diubah menjadi 1 3 5 4 2 6 7 8 9
2. Insetrion Mutation, merubah urutan string secara acak pada posisi
yang acak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 akan diubah menjadi 1 2 3 8 5 6 7 4 9
3. Dispalcement Mutation, akan merubah urutan substring secara acak
pada posisi yang acak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 akan diubah menjadi 1 6 8 7 2 3 4 5 9
4. Raciprocal Exchange Mutation, akan merubah dua buah posisi
secara acak untuk ditukar
1 2 3 4 5 6 7 8 9 akan diubah menjadi 1 8 3 4 5 6 7 2 9
30
5. Random Mutation, memilih secara acak dengan cara menukar gen
tersebut dengan gen baru
0 0 1 0 1 1 0 1 0 akan diubah menjadi 0 0 1 0 0 1 0 1 0
6. Smart Mutatoin, mutasi yang terjadi pada gen yang mempunyai
fitness value terkecil untuk diganti gen lain secara acak.
2.6.3 Parameter – parameter pada Genetic Algorithm
Parameter dalam Genetic Algorithm adalah untuk memberikan batasan
seberapa banyak operator mempengaruhi proses dan menghasilkan hasil yang
berbeda untuk setiap ukuran parameter. Terdapat tiga parameter utama pada Genetic
Algorithm yaitu:
2.6.3.1 Selection Rate
Merupakan ukuran jumlah kromosom dalam populasi yang mengalami
seleksi. Selection rate yang rendah dapat mengakibatkan proses berjalan
dengan lambat, sebaliknya apabila terlalu tinggi dapat menghilangkan
kromosom – kromosom yang potensial menjadi solusi.
2.6.3.2 Crossover Rate
Merupakan ukuran jumlah kromosom dalam populasi yang
mengalamai persilangan. Jika crossover rate terlalu rendah, akan
menyebabkan populasi cenderung statis dan waktu pencarianmeningkat.
Sebaliknya apabila terlalu tinggi menyebabkan kromosom – kromosom yang
berpotensi cepat tergantikan kromosom baru yang mungkin tidak sesuai.
31
2.6.3.3 Mutation Rate
Merupakan ukuran jumlah kromosom dalam populasi yang mengalami
mutasi. Jika mutation rate terlalu rendah, kromosom yang mungkin berpotensi
menjadi solusi tidak akan muncul. Sedangkan apaabila terlalu tinggi
menyebabkan metode bekerja menyerupai random search karena kehilangan
kemampuan belajar dari sejarah pencariannya.
2.6.4 Constraint
Selain itu, masalah optimalisasi penjadwalan mimiliki beberapa constraint
yang dikenal sebagai hard consraint (persyaratan yang wajib diperhatikan) dan soft
constraint (persyaratan yang tidak wajib dipenuhi). Berikut contoh hard constraint
dan soft constraint:
Contoh hard constraint:
− Bus tidak berada pada dua atau lebih trayek pada satu waktu
− Terdapat waktu istirahat untuk isi bahan bakar
− Bus rusak parah tidak dapat dipergunakan / akan diservis
Contoh soft constraint:
− Bus diistirahatkan untuk keperluan maintenance
− Jumlah maksimum shift yang berurutan
− Bus tidak boleh melebihi kapasitas maksimum (85 penumpang)