Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
12
BAB II
KAJIAN TEORI
Dalam Bab II Kajian Teori ini dibahas beberapa hal sebagai berikut: a) Guru, b)
Korupsi, c) Hubungan Peran Guru Terhadap Antikorupsi, d) Kajian Relevan.
A. Guru
1. Pengertian Guru
Guru merupakan tenaga pengajar profesional, tugas utama seorang guru
adalah mengajar, mendidik, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik agar menjadi pribadi yang lebih baik.
Subini (2012:9) menyebutkan “guru adalah pendidik dan pengajar pada
pendidikan mulai dari tingkat pendidikan usia dini, pendidikan dasar, hingga
menengah. Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas, guru harus
memiliki kualifikasi formal. Syarat ini akan menjadi pembeda antara guru
dengan manusia lain.”
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi para
peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar
kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan
disiplin (Mulyasa, 2007: 37).
Profesi guru memerlukan keahlian berstandar mutu atau norma tertentu,
siapa saja bisa mengajar secara terampil kepada orang lain, namun hanya mereka
yang berbekal pendidikan profesional keguruan yang bisa menunjukkan dirinya
memiliki pemahaman teoritik dan praktik bidang keahlian kependidikan.
13
Keprofesionalan harus dibarengi dengan konsekuensi yang penuh pengabdian
dan kecintaan.
Berlandaskan pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 42
Ayat (1) bahwa “Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi
sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”
(Wahyudi, 2012: 27). Dengan adanya sertifikasi berarti menunjukkan adanya
upaya peningkatan standar terhadap mutu pendidikan, harapan kedepan upaya
sertifikasi ini menjadikan profesionalisme guru meningkat.
Keseluruhan upaya peningkatan profesionalisme guru selaras dengan
peningkatan mutu pendidikan secara nasional. Dikarenakan guru merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari sitem pendidikan. Wahyudi (2012: 103)
menjelaskan bahwa “guru memiliki peran yang strategis dalam bidang
pendidikan, bahkan sumber daya pendidikan lain yang memadai kurang berarti
apabila tidak disertai dengan kualitas guru yang memadai.”
Guru sebagai pendidik merupakan tenaga profesional. Sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen
(UUGD) pada desember 2005, dalam pasal I ayat (1) disebutkan bahwa “Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah”. (Wahyudi, 2012: 100).
Seorang guru dapat dikatakan mampu mendidik secara profesional harus
melalui serangkaian tahapan, apabila proses tersebut dilalui dengan baik, maka
14
guru bisa melaksanakan perannya dalam mengarahkan dan memberikan
pembelajaran bagi para peserta didik dengan baik pula. Melalui rangkaian proses
harus dijalani, selain meningkatkan profesinalisme seorang guru, berujung pula
pada peningkatan mutu pendidikan Indonesia.
2. Guru PPKn
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah usaha sadar dan terstruktur guna
mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia untuk warga negara dengan jalan
menciptakan jati diri dan moral bangsa Indonesia sebagai bentuk pondasi
pelaksanaan hak serta kewajiban dalam kegiatan bela negara, demi
kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa Indonesia (Sarinah, 2017:17).
Berdasarkan hal tersebut, guru PPKn pada hakikatnya adalah seorang pendidik
yang mencerdaskan kehidupan bangsa, memberi ilmu tentang negara,
menumbuhkan kepercayaan terhadap jati diri bangsa serta moral bangsa,
sehingga terjaga kelangsungan kehidupan dan kejayaan Indonesia. Harapannya
adalah para peserta didik dapat berkemampuan menjadi warga negara Indonesia
yang memiliki pandangan dan menanamkan komitmen terhadap nilai demokrasi
dan Hak Asasi Manusia, juga supaya peserta didik mampu berpartisipasi dalam
upaya menyelesaikan konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai moral,
agama, dan nilai-nilai universal. PKn atau Pedidikan Kewarganegaraan telah
mengajarakan cara bagaimana seseorang menjadi warga negara yang memliki
rasa tanggung jawab lebih kepada negara dan bangsanya.
3. Peran Guru
Peran guru selain bertugas sebagai pengajar dalam proses belajar mengajar
selama di sekolah, meraka juga memiliki tugas lain, yakni menjadi panutan bagi
15
para anak didik dengan kewibawaan, tanggung jawab, taat peraturan, dan
lain sebagainya.
Peran dari seorang pendidik juga patut diperhitungkan, khususnya guru.
Menurut Wahyudi (2012: 118) Menyebutkan “ada beberapa peran guru yang
perlu kita pahami, karena hal itu berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan
di sekolah”. Diantara peran guru tersebut adalah :
a. Sebagai Pendidik dan Pengajar
Bahwasanya setiap guru berperan melakukan transfer ilmu pengetahuan,
mengajarkan, dan membimbing anak didiknya serta mengajarkan tentang segala
sesuatu yang berguna bagi mereka di masa depan.
Menurut Ramayulis dalam Wahyudi (2012: 119) menyatakan hal sebagai
berikut; “Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
berlangsungnya proses pertumbuhan dan perkembangan potensi anak didik, baik
potensi kognitif maupun potensi psikomotoriknya”.
b. Sebagai Anggota Masyarakat
Seorang guru memiliki peran yaitu menciptakan interaksi dan hubungan
sosial di dalam bagian masyarakat serta menjadi anggota dari masyarakat itu
sendiri.
c. Sebagai Administrator
Sebagai guru juga memiliki peran yaitu melaksanakan semua proses
administrasi yang ada di sekolah yang berhubungan tentang pendidikan dan
pembelajaran untuk peserta didik.
16
d. Sebagai Pengelola Pembelajaran
Bahwasannya seorang pengajar atau guru memiliki peran besar untuk
berkompeten menguasi berbagai macam metode pembelajaran serta paham betul
situasi dan kondisi belajar mengajar baik di dalam sekolah maupun di luar
sekolah. Oleh karena itu guru harus memiliki standart kualitas yang sangat tinggi
guna untuk menunjang peran yang dimiliki oleh guru.
Peran seorang guru atau pengajar harus dioptimalkan, semakin
berkembangnya sistem pendidikan Indonesia membawa dampak bagi guru untuk
meningkatkan peranan dan kompetensinya. Seluruh aktivitas belajar – mengajar
dapat dikatakan berhasil atau tidak, ditentukan dari peran seorang guru yang
profesional dan berkompetensi.
Berikut peran guru dalam proses belajar – mengajar menurut Usman (2017:
9) antara lain:
a. Guru Sebagai Demonstrator
Lecturer atau pengajar, atau disebut sebagai guru melalui perannya sebagai
demonstrator hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pembelajaran
yang akan diajarkan serta senantiasa mengembangkan materi pembelajaran
dengan meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh guru tersebut karena hal
ini akan berdampak krusial pada hasil yang akan dicapai oleh para peserta didik.
b. Guru Sebagai Pengelola Kelas
Pengelola kelas (learning administrator) menjadikan pengajar seharusnya
berkemampuan mengatur jalannya kelas sebagai lingkungan belajar yang baik
sebagai bagian dari lingkungan sekolah yang harus diorganisir.
17
Lingkungan dikelola dan dimonitor supaya setiap kegiatan belajar-mengajar
terarah dan mencapai tujuan akhir pendidikan. Monitor terhadap lingkungan
belajar tersebut ikut menjadikan sejauh apa lingkungan tersebut menjadi
lingkungan belajar yang baik. Lingkungan belajar yang baik ialah yang bersifat
menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan
kepuasan dalam mencapai tujuan.
c. Guru sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai seorang guru yang memiliki peran mediator, hendaknya
mempunyai ilmu pengetahuan dan memahami ilmu tersebut secara cukup
mengenai media pendidikan. Definisi media pendidikan sendiri adalah alat
komunikasi agar mengefektifkan dan mengefisiensikan proses belajar.
Tidak hanya hal itu, dengan mempunyai pengetahuan mengenai media
pendidikan saja, seorang guru diharuskan juga mempunyai keterampilan
memilih dan memilah, menggunakan, serta mengupayakan media pendidikan
secara baik.
Peran seorang guru sebagai mediator yaitu menjadi perantara dalam
hubungan antarmnausia, guru harus terampil dalam mempergunakan
pengetahuan tentang bagaimana berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang
lain. Sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar
yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar –
mengajar.
d. Guru Sebagai Evaluator
Segala jenis kegiatan atau pekerjaan harus dievaluasi minimal satu periode
sekali, agar mengetahui jalannya kegiatan tersebut dan tercapai atau tidaknya
18
tujuan dari kegiatan tersebut. Demikian halnya dengan pendidikan, selama satu
periode pendidikan seseorang selalu diadakan evaluasi, artinya pada waktu –
waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu diadakan penilaian
terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh
pendidik.
4. Kompetensi Guru
Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan
bahwa kemampuan atau kompetensi seorang guru sebagaimana tertuang di
dalam Pasal 8 yang terdiri dari kemampuan atau kompetensi pendagogik,
kemampuan kepribadia, kemampuan sosial, dan kemampuan profesional yang
didapatkan melalui pendidikan profesi yang dijalani oleh seorang guru. Di lain
pihak, menurut Peraturan Pemerintaj No. 74 Th. 2008 mengenai guru, yang
mana di dalam Pasal 2 dituliskan bahwa seorang pengajar atau guru wajib
mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi atau kemampuan sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai kemampuan atau
kompetensi guna mewujudkan tujuan daripada pendidikan nasional itu sendiri.
Kemampuan yang dimaksud yaitu seperangkat alat pengetahuan,
keterampilan dan perilaku atau sikap yang wajib dimiliki, didalami, dan
dipahami betul serta dikuasi oleh seorang pengajar di dalam melaksanakan tugas
sebagai seorang yang profesional.
Menurut usman (2017: 14), adapun kompetensi guru (teacher competensy)
the ability of a teacher to responsibly perfrom his or her duties appropriately.
Kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak.
19
Dijelaskan pula dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pengajar,
seorang guru harus mempunyai ilmu yang disebut ilmu keguruan. Hal itu
mengharuskan seorang guru agar selalu memegang erat kode etik sebagai
seorang pengajar, kode etik tersebut tertuang dalam hasil Kongres PGRI XIII
pada tanggal 21 – 25 November Tahun 1973 di Jakarta, sebagai berikut:
a. Pengajar berguna membimbing peserta didik guna menjadi manusia yang
hidup berlandaskan sila-sila pancasilla
b. Pengajar mempunyai sifat jujur yang profesional ketika menerapkan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
c. Pengajar menjalin interaksi melalui komunikasi untuk memperoleh
informasi mengenai peserta didik, namun menghindar dari penyalahgunaan
peran.
d. Pengajar membangun dan memelihara hubungan baik dengan orang tua
peserta didik guna kepentingan peserta didik sendiri.
e. Pengajar memelihara hubungan yang harmonis dengan masyarakat di sekitar
lingkungan sekolah.
f. Pengajar secara pribadi atau bersama dengan pengajar lainnya
meningkatkan kemampuan profesi mengejarnya.
g. Pengajar membangun dan memelihara hubungan harmonis dengan sesame
pengajar baik di luar maupun di dalam lingkungan sekolah, baik sedang
maupun tidak sedang bertugas.
h. Pengajar secara bersama dengan sesama pengajar lainnya berusaha
meningkat mutu organisasi yang dinaunginya.
20
i. Pengajar melakukan semua kewajibannya yang telah ditetapkan oleh
pemerintah negara Indonesia.
Mengetahui dan mengamalkan seluruh kode etik di atas bertujuan supaya
sebagai seorang guru atau pengajar dapat berperan besar dalam membina peserta
didik supaya tujuan dari kegiatan belajar-mengajar terlaksana dengan baik dan
benar dan hasilnya maksimal (Wahyudi, 2012: 109).
Sebagai standar kompetensi yang perlu dimiliki oleh guru dalam
melaksanakan profesinya, pemerintah mengeluarkan Permendiknas Nomor 16
Tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yaitu:
a. Kualifikasi Kepribadian
Guru memiliki tugas berkepribadian yang matang, tidak labil, bijaksana,
dewasa, dan wibawa, serta memberikan teladan bagi peserta didik dan
mempunyai sifat mulia.
b. Kualifikasi Pendagogik
Guru mempunyai kualifikasi dalam mengatur pengajaran peserta didik yang
terdiri dari; kepahaman yang dimiliki peserta didik, merancang dan
melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi pembelajaran dan perkembangan
para peserta didik.
c. Kualifikasi Profesional
Guru memiliki kualifikasi dan pemahaman materi pembelajaran secara utuh
yang mana digunakan untuk membimbing para peserta didik .
21
d. Kualifikasi Sosial
Guru memiliki kualifikasi berinteraksi untuk menjalin hubungan yang
harmonis dengan para peserta didik, sesama pendidik, staff pekerja pendidik,
serta orang tua atau wali murid.
B. Korupsi
1. Pengertian Korupsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Korupsi adalah penyelewengan
atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi
atau orang lain.” (KBBI:2017).
Korupsi adalah sebuah tindakan penggelapan, pencurian atau
penyelewengan uang/barang milik negara. Kata korupsi berasal dari bahasa latin
Corruptio atau corruptus. Corupptio berasal dari kata corummpere, satu kata
latin yang lebih tua. Berasa bahasa latin tersebut diturunkan ke bahasa Eropa
seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Perancis yaitu corruption; dan belanda
yaitu corruptie, korruptie. Dari bahasa belanda inilah kata itu turun ke bahasa
Indonesia yaitu korupsi. Menurut Hamzah dalam Maheka (Tanpa Tahun: 12).
2. Ciri – Ciri Korupsi
Ciri-ciri Korupsi menurut Maheka (Tanpa Tahun: 23) sebagai berikut:
a. Dilaksanakan oleh lebih dari satu orang
b. Motif dirahasiakan, ingin mencapai keuntungan pribadi
c. Berkaitan dengan wewenang atau kekuasaan tertentu
d. Berlindung di balik hukum tertentu
e. Tidak jujur atau melanggar norma kejujuran
f. Tidak dapat dipercaya
22
Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi, yaitu:
a. Penegakan hukum yang runcing ke bawah dan tumpul ke atas, artinya orang
yang memiliki wewenang tinggi akan lebih dilindungi oleh hukum.
b. Penyelewengan kewenangan atau kekuasaan yang dimiliki
c. Norma kejujuran hanyalah formalitas, sehingga sangat jarang tercipta
lingkungan yang antikorupsi.
d. Kurangnya bersyukur atas pendapatan yang telah diterima oleh
penyelenggara negara, gaji pokok dan tunjangan penyelenggara dirasa
sangat tinggi untuk saat ini.
e. Keserakahan oleh masyarakat kalangan di atas rata-rata dan kemiskinan
untuk masyarakat di bawah rata-rata
f. Kebiasaan memberi hadiah, upet, dan imbalan
g. Apabila ditangkap bisa memberikan suap kepada penegak hukum
h. Pendidikan agama yang hanya tekstual sehingga tidak dapat merubah
mindset para peserta didik sejak dini, pendidikan agama yang diajarkan
hanya berkutat pada urusan beribadah saja, sehingga aturan-aturan atau
nilai-nilai dalam bermasyarakat tidak dilaksanakan baik-buruknya atau
bemar-salahnya.
4. Pengertian Moral Antikorupsi
Menurut Ibung (2013:11), menjelaskan “moral sebagai keyakinan yang
mendasari tindakan atau pemikiran yang sesuai dengan kesepakatan sosial.
Moral yang baik menjadi modal individu dalam berinteraksi sosial.”
23
Penjelasan lebih lanjut moral adalah yang mengenai batin manusia, moral
adalah norma dasar sebagai dasar yang terakhir sebagai pondasi hukum dan
pelaksanaannya (Santoso, 2014: 6).
Berdasarkan penjelasan di atas menurut peneliti seseorang dikatakan
bermoral apabila orang tersebut bertindak dan berperilaku sesuai dengan aturan
atau norma – norma yang berlaku di masyarakat. Begitu pula sebaliknya apabila
seseorang tersebut melanggar aturan maka orang tersebut dapat dikatakan tidak
bermoral.
Menurut Hofstader dalam Zuriah (2015: 22) menjelaskan seseorang yang
berperilaku tidak sesuai dengan aturan dan moral baik pada itu harus dihukum.
Jadi, hukuman diberikan agar seseorang bisa memperoleh efek – jera dan belajar
untuk memperbaiki tindakannya.
Cara untuk mengetahui antara moral baik dengan moral buruk harus dibantu
dengan kemampuan intelektual seseorang. Zuriah (2015: 22) menjelaskan
“kemampuan intelektual, yaitu melakukan kegiatan berpikir kritis, analisis,
sintesis, dan evaluatif dengan juga merujuk pada orang yang lebih mengetahui,
menggunakan intuisi, dan akal sehat.”
Antikorupsi sudah sering terdengar di negara Indonesia, baik berupa slogan
atau gerakan – gerakan yang dilakukan baik oleh Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), politikus, mahasiswa, dan masyarakat lainnya dari berbagai kalangan.
Semakin meluasnya tindak pidana korupsi di negara indonesia, membuat
gerakan antikorupsi semakin gencar dilaksankan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “anti berarti tidak setuju; tidak
suka; tidak senang. Bentuk terikat melawan, menentang, memusuhi.”
24
(Departemen Pendidikan Nasional, 2017:21). Hal ini berarti antikorupsi adalah
sikap tidak setuju, tidak suka, dan tidak senang. Sehingga bisa jadi menyebabkan
tindakan melawan, menentang, dan memusuhi korupsi.
Korupsi harus dilawan, sebab tindak pidana ini termasuk kejahatan yang
merugikan masyarakat indonesia. Merajalelanya para koruptor membuat beban
hidup masyarakat lebih berat, terutama masyarakat yang ekonominya di bawah
garis kemiskinan. Dikutip dari Global Corruption Report dalam Maheka (Tanpa
Tahun: 7) yang dipastikan akan menderita adalah rakyat miskin, merekalah yang
akan terdampak sangat signifikan dan paling dirugikan akan tindak pidana
korupsi.
Korupsi sesungguhnya sudah lama ada, yaitu sejak pertama kali manusia
mengenal tata kelola administrasi. “pemahaman korupsi mulai berkembang di
barat ketika prinsip pemisahan antara keuangan umum / negara dan keuangan
pribadi mulai diterapkan.” (Maheka, Tanpa Tahun: 13).
Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa seorang yang
memiliki moral antikorupsi berarti bahwa orang tersebut sadar akan perbuatan
korupsi merupakan tindakan kejahatan pidana, seorang bermoral utamanya
peserta didik bermoral pasti akan menghindari tindak pidana korupsi, karena
sudah jelas adanya bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk yang akan
berdampak buruk serta dipandang buruk pula bagi masyarakat.
Kesadaran tersebut yang akan membawa peserta didik memiliki moral
antikorupsi, yaitu menolak, menentang, melawan, dan memusuhi perilaku
korupsi. Kesadaran yang tertanam di dalam diri peserta didik, dibekali
pengetahuan dampak buruk berkepanjangan yang akan terjadi jika melakukan
25
tindak pidana korupsi. Selain merugikan diri sendiri karena telah berbuat
kesalahan, juga akan merugikan orang lain, masyarakat, bahkan negara.
5. Langkah - langkah Antikorupsi
Antikorupsi dapat dikatakan pula sebuah peraturan untuk mencegah atau
menghilangkan perkembangan tindak pidana korupsi. Upaya pencegahan
tersebut termasuk dalam bagian meningkatkan tingkat kesadaran individu untuk
tidak melakukan tindak pidana korupsi untuk menyelamtkan anggaran dana
negara. Hal seperti inilah yang harus ditanamkan sejak dini kepada para peserta
didik, bukan dengan cara doktrin tanpa menjelaskan landasan – landasan akibat
yang ditimbulkan apabila melakukan tindak korupsi.
Kesempatan berkembangnya korupsi dapat dicegah atau dihilangkan dengan
perbaikan berbagai sistem, seperti sistem hukum dan sistem kelembagaan dan
juga perbaikan moral, seperti moral kejujuran dan moral antikorupsi. Menurut
Maheka (Tanpa Tahun : 31), adapun langkah – langkah antikorupsi adalah
sebagai berikut:
a. Perbaikan sistem
1) Perbaikan perundang-undangan yang berlaku untuk mengantisipasi
perkembangan korupsi dan menutup celah hukum yang akan digunakan oleh
para koruptor bebas dari jeratan hukum
2) Perbaikan cara kerja pemerintahan menjadi lebih simple dan efisien serta
efektif.
3) Pemisahan antara kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi sehingga
tidak adanya tumpang tindih kepemilikan.
26
4) Penegakkan etika profesi dan pemberia sanksi tegas bagi yang melanggar
hukum.
5) Good Governance yang diterapkan secara benar
6) Pengoptimalan teknologi sehingga memperkecil tingkan human error.
b. Perbaikan moral
1) Perbaikan moral manusia di mana mereka adalah umat beragama, di sini
para pemuka agama memiliki peranan penting dalam pengoptimalan dalam
upaya pencegahan korupsi di mana mereka memberikan kajian spiritual
yang tidak hanya tekstual melainkan kontekstual.
2) Meningkatkan kesadaran hukum, dengan sosialisasi dan pendidikan
antikorupsi.
3) Mengentaskan kemiskinan, meningkatkan
5. Nilai-nilai Antikorupsi
Nugraheni, dkk (2017:147) menyebutkan bahwa ada beberapa nilai-nilai
antikorupsi yaitu sebagai berikut:
a. Jujur, dilihat dari segi bahasa adalah mengakui, berkata, atau pun memberi
suatu informasi yang sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi/kenyataan.
b. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang
dipercaya merupakan tanggung jawabnya.
c. Tanggung Jawab adalah suatu pengertian dasar untuk memahami manusia
sebagai makhluk susila dan tinggi rendahnya akhlak yang dimilikinya.
d. Adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran.
e. Berani artinya mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang
besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya.
27
f. Peduli adalah sebuah sikap keberpihakan kita untuk melibatkan diri dalam
persoalan, keadaan atau kondisi yang terjadi di sekitar kita.
g. Kerja Keras adalah perilaku dimana dalam mengerjakan sesuatu dilakukan
secara bersungguh-sungguh, tanpa mengenal lelah dengan usaha yang
optimal, demi tercapainya tujuan yang diinginkan.
h. Kesederhanaan adalah properti, kondisi, atau kualitas ketika segalanya dapat
dipertimbangkan untuk dimiliki.
i. Mandiri adalah sikap untuk tidak menggantungkan keputusan kepada orang
lain.
6. Contoh Model Pembelajaran Antikorupsi
Menurut Nugraheni (2016:25) pendidikan antikorupsi yang terintegrasi ke
dalam mata pelajaran lain dijadikan terobosan yang menjadikan pendidikan
antikorupsi tidak sekadar berupa nasehat dan anjuran saja. Berikut merupakan
saran yang perlu diperhatikan dalam pengembangan materi pendidikan
antikorupsi yang diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain menurut Nugraheni
(2016:25-26) adalah sebagai berikut:
a. Buku teks harus sesuai dengan kurikulum pembelajaran yang sedang
berlaku. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan efek negatif, seperti
pembelajaran yang melenceng dari kurikulum yang berlaku, beban belajar
siswa yang makin berat, dan alokasi anggaran negara membengkak karena
harus menambah guru pendidikan antikorupsi.
b. Nilai-nilai antikorupsi yang diintegrasikan ke dalam materi pembelajaran
atas dasar kompetensi dasar (KD) yang sesuai dengan kelas dan semester.
28
c. Pemilihan tema harus memilih tema yang secara langsung dapat membentuk
jiwa siswa yang tangguh agar tidak mudah tergoda melakukan korupsi.
d. Mendesain materi pembelajaran, domain afektif, kognitifm dan
psikomotorik harus seimbang.
e. Pengembangan model pembelajaran antikorupsi dalam bentuk teks bagi
siswa SMP harus dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan yang diperoleh
dari siswa dan guru.
C. Hubungan Peran Guru PPKn Terhadap Antikorupsi
Hubungan antara peran guru PPKn terhadap pembentukan moral antikorupsi
peserta didik adalah peran guru dipandang sangat kompleks. Seorang guru harus
membuat perubahan dikarenakan adanya tuntutan zaman di mana korupsi sudah
merajalela, hal ini merupakan tantangan yang sangat berat bari para tenaga
pendidik. Guru adalah ujung tombak pendidikan yang membentuk karakter
peserta didik. Baik buruknya peserta didik menjadi tanggung jawab dari guru.
Dalam kaitannya dengan pendidikan anti korupsi, seorang guru diharapkan
mampu memberikan pemahaman dan pengertian kepada siswanya. Guru harus
berperan aktif menumbuhkan sifat anti korupsi yang dapat dimulai dengan
pelajaran mengenai pendidikan moral. Pendidikan moral yang ditanamkan sejak
dari dini akan membentuk karakter yang bagus bagi peserta didik.
D. Kajian Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian
berjudul “ANALISIS PERAN GURU PPKn DALAM MEMBINA MORAL
ANTIKORUPSI PESERTA DIDIK” Penelitian tersebut adalah:
Tabel 2.1 Kajian Penelitian yang Relevan
29
No Judul Hasil Penelitian Relevansi
1 Harry Sugara
(2014) dengan
judul Model
Implementasi
Pendidikan
Antikorupsi di
SMP Negeri 3
Malang
Model pendidikan
antikorupsi yang
dikembangkan di SMP
Negeri 3 Malang diantaranya
melalui kultur sekolah,
pembinaan diri, dan
pembelajaran kelas.
Persamaan:
Penelitian ini
menggunakan
metode penelitian
yang sama dengan
peneliti saat ini
yaitu metode
penelitian
kualitatif. Selain
itu, adanya
persamaan bahwa
model
pembelajaran
pendidikan
antikorupsi
dilaksanakan di
dalam kelas
Perbedaan:
Pada penelitian ini
hanya berfokus
pada peran guru
PPKn dalam
membina moral
antikorupsi peserta
didik pada saat
pembelajaran,
tidak melihat dari
sisi kultur dan sisi
lain.
2 Siti Ekowati,
Maman Rachman,
dan Eko Handoyo
(2016) dengan
judul Pelaksanaan
Internalisasi
Kejujuran dalam
Pendidikan
Antikorupsi di
SMP Keluarga
Kudus
Pelaksanaan internalisasi
nilai kejujuran dalam
pendidikan antikorupsi di
SMP Keluarga Kudus
dilakukan dalam berbagai
bentuk program kegiatan
antara lain: pembelajaran
pendidikan antikorupsi,
adanya Gerakan Anti
Mencontek (GAM), program
warung kejujuran, telepon
kejujuran.
Persamaan:
Penelitian ini juga
menggunakan
metode penelitian
kualitatif
mengenai
pendidikan
antikorupsi yang
diterapkan di
Sekolah
Menengah
Pertama (SMP)
Perbedaan:
Pada penelitian ini
pendidikan
30
antikorupsi
diajarkan oleh
guru PPKn pada
saat jam pelajaran,
tidak ada
internalisasi ke
dalam program
tertentu dalam
proses
pelaksanaan
pendidikan
antikorupsi.