Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan review yang dilakukan, terdapat beberapa topik pada
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti, yaitu sebagai berikut :
Ahmad Mardalis dan Nur Hasanah melakukan penelitian tentang
“MLM Perspektif Ekonomi Islam” dengan metode penelitian kualitatif. Hasil
penelitian ini menjelaskan bahwa MLM sebagai salah satu metode penjualan
produk yang belakangan ini banyak dipraktekkan karena dianggap efektif.
Dalam menyikapi bisnis ini dibutuhkan pemahaman yang benar-benar, karena
MLM pada saat ini termasuk dalam ilmu mikro maka aplikasi MLM pada
satu perusahaan dan perusahaan yang lain nya berbeda dalam. Terutama
dalam produk dan sistem penjualan yang dijalankan. Sehingga dalam
menetapkan hukum pun juga berbeda antara satu MLM dengan MLM yang
lain. Semua bentuk bisnis, termasuk MLM, pada dasarnya adalah boleh jika
tidak ada hal-hal yang dilarang.2
Nur Aini Latifah melakukan penelitian tentang “Multi level marketing
Dalam Perspektif Islam” dengan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian
ini menjelaskan bahwa MLM merupakan suatu sistem pemasaran melalui
jaringan distribusi dimana dibangun secara berjenjang dengan memposisikan
2 Mardalis Ahmad, “Multi level marketing dalam Perspektif Ekonomi Islam”, FALAH
Jurnal Ekonomi Syari’ah, Vol 1 No.1 (Februari, 2016), 37.
8
pelanggan sekaligus sebagai tenaga pemasaran perusahaan. Salah satu ciri
yang dimiliki MLM ini adalah adanya sistem berjenjang. Sedangkan dalam
MLM syari’ah setiap usaha MLM sistem operasionalnya didasarkan pada
prinsip-prinsip syari’ah. Bisnis MLM (Multi level marketing) yang sesuai
syari’ah adalah MLM untuk produk yang halal dan bermanfaat, dan proses
perdagangannya tidak ada pelanggaran syari’ah, tidak ada pemaksaan,
penipuan, riba, sumpah yang berlebihan, pengurangan timbangan dan lain-
lain. Muhammad Syafi’I Salah satu batasan tentang MLM syari’ah yaitu
bahwasanya Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu’ dan
pada prinsipnya itu boleh (mubah) selagi tidak ada unsur : riba, ghoror,
dhoror dan jalalah. Dan ketentuan tentang haram atau halalnya praktik MLM
telah didasarkan dalam al-Qur’an, al-hadist serta Fatwa DSN MUI tentang
MLM dengan nama penjualan langsung berjenjang Syari’ah No 75 Tahun
2009.3
Amin melakukan penelitian tentang “Strategi Pemasaran MLM
(Perspektif Islam)” dengan metode penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini
peneliti menilai strategi pemasaran MLM pada PT Natural Nusantara cabang
Purwokerto sesuai dengan ekonomni Islam. Karena strategi pemasaran
dengan sistem MLM dan sistem komisi, ataupun bonus yang diberikan oleh
PT Natural Nusantara tidak lain adalah karena sebuah prestasi kerja yang
dilakukan oleh para distributor PT Natural Nusantara dalam memasarkan
3 Nur Aini Latifah, “Multi level marketing dalam Perspektif Islam”, Jurnal Muamalah
Iqtishad, Vol 1. (2015).
9
produk.4 Jika dilihat dari sistemnya, tidak terdapat money game atau
permainan uang yang hanya menguntungkan anggota yang sudah berada
diposisi atas. Dilihat dari produknya, semua produk pada PT Natural
Nusantara sudah mendapat ijin dari BPOM serta sertifikasi halal dari MUI.
Adapun sistem komisi pada PT Natural Nusantara dapat dikategorikan ke
dalam akad ijarah, sedangkan sistem bonus dapat dimasukkan ke dalam akad
ju’alah yaitu boleh .
Moh. Bahruddin melakukan penelitian tentang “MLM dalam
Perspektif Islam” dengan metode penelitian kuaitatif. Hasil dari penelitian ini
menjelaskan bahwa MLM sama halnya seperti cara berdagang yang lain,
yaitu strategi MLM harus memenuhi syarat dan rukun jual beli serta akhlak
(etika) yang baik. Di samping itu komoditas yang dijual harus halal (bukan
haram maupun syubhat), memenuhi kualitas dan bermafaat. MLM tidak
boleh memperjualbelikan produk yang tidak jelas status halalnya, atau
menggunakan modus promosi tanpa mengindahkan norma-norma agama dan
kesusilaan.
Maka kesimpulan dari pemaparan tersebut, MLM bukan sarana untuk
mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk hanya kamuflase. Sehingga
yang terjadi adalah money game atau arisan berantai yang sama dengan judi
dan hukumnya haram. Produk yang ditawarkan harus jelas kehalalannya,
karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga
4 Amin, “Strategi Pemasaran MLM (Perspektif Islam)”, Jurnal Ekonomi Islam IAIN, Vol
1. (2016).
10
memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang
tersebut dan bertanggung jawab kepada lainnya.5
Ajeng Dwyanita dan Irham melakukan penelitian tentang “Analisis
Kesesuaian Syari’ah pada Sistem Operasi Bisnis MLM KK Indonesia dengan
Fatwa DSN MUI NO:75/DSN/MUI/VII/2009” dengan metode penelitian
kualitatif. Penelitian yang dilakukan pada perusahan KK Indonesia
menjelaskan bahwa KK yaitu perusahaan yang menerapkan MLM dalam
produk makanan. KK Indonesia sebagai Perusahaan Multi level marketing
yang telah terdftar dalam APLI atau Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia.
Dengan kata lain KK Indonesia merupakan salah satu perusahaan dengan
sistem Multi level marketing yang tidak melakukan kegiatan money game
dalam sistemnya karena salah satu syarat untuk menjadi member dari APLI,
Multi level marketing tidak melakukan kegiatan money game. Dalam
melakukan analisis atau tinjauan syari’ah ini, penulis menggunakan 12 point
seperti yang telah tercantum dalam fatwa MUI. Dari 12 Point tersebut KK
Indonesia hanya memenuhi 11 (sebelas) dari poin indikator Fatwa DSN MUI.
Hal tersebut dikarenakan KK indonesia masih melakukan excessive mark up.6
B. Persamaan dan Perbedaaan dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penilitian yang dilakukan
oleh Ajeng Dwyanita dan Irham yang melakukan penelitian tentang “Analisis
5 Moh. Bahruddin, “MLM Dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal ASAS, Vol.3 No1.
(2011). 6 Ajeng Dwyanita, Irham Zaki, “Analisis Kesesuaian Syari’ah Pada Sistem Operasi Bisnis
MLM KK Indonesia Dengan Fatwa DSN MUI NO: 75/DSN/MUI/VII/2009.” Jurnal JSST, Vol.1
No.4 (2014).
11
Kesesuaian Syari’ah pada Sistem Operasi Bisnis MLM KK Indonesia dengan
Fatwa DSN MUI NO:75/DSN/MUI/VII/2009” yaitu kesamaan dalam
variable, sama-sama meneliti MLM Syari’ah dalam perspektif atau tinjauan
ekonomi syari’ah dengan Fatwa DSN MUI NO:75/DSN/MUI/VII/2009
melalui produk dan cara pemasaran serta sistem dari perusahaan itu sendiri.
Sedangkan perbedaan antara penelitian sekarang dengan terdahulu
yaitu penilitian sekarang menambahkan variable pemberdayaan ekonomi
umat yang dipengaruhi dari penerapan aplikasi PayTren (MLM Syari’ah)
tersebut. Hal ini dikarenakan adanya sistem unik pada perusahaan dalam
pemotongan komisi. Serta perbedaan yang mendasar yaitu objek penelitian.
C. Landasan Teori
1. Bisnis
a. Pengertian Bisnis
Pengertian bisnis menurut beberapa ahli antara lain pengertian bisnis
menurut Steinhoff : “Business is all those activities involved in
providing the goods and services needed or desired by people”.7
Dikutip melalui buku, Kustoro Budiarto, Pengantar Bisnis. Artinya bisnis
merupakan sebuah aktivitas yang mencakup pengadaan barang dan
jasa yang diperlukan atau di inginkan oleh konsumen. Dalam ekonomi
sendiri, bisnis adalah sebuah kelompok yang berusaha menjual barang
dan jasa pada konsumen dengan tujuan untuk mendapatkan tujuan.
7 Dikutip melalui buku, Kustoro Budiarto, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2009), 1.
12
Secara historis bisnis berasal dari bahasa inggris yaitu Business dari
kata dasar busy yang artinya sibuk. Dengan artian sibuk menjual
barang dan jasa yang ditawarkan dengan hasil keuntungan.
Dalam konteks pembicaraan umum, bisnis (business) tidak
terlepas dari aktifitas produksi, pembelian, penjualan, maupun
pertukaran barang dan jasa yang melibatkan orang atau perusahaan.
Aktivitas dalam bisnis pada umumnya punya tujuan menghasilkan laba
untuk kelangsungan hidup serta mengumpulkan cukup dana bagi
pelaksanaan kegiatan si pelaku bisnis atau bisnisman (businessman) itu
sendiri.8
Bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling
menguntungkan atau memberikan manfaat. Menurut arti dasarnya,
bisnis memiliki makna sebagai “the buying and selling of goods and
services”. Bisnis berlangsung karena adanya kebergantungan antar
individu., adanya peluang internasional, usaha untuk mempertahankan
dan meningkatkan standar hidup, dan lain sebagainya. Bisnis juga
dipahami dengan suatu kegiatan usaha individu (private) yang
terorganisasi atau melembaga, untuk menghasilkan atau menjual
barang atau jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat.9
8 M. Fuad, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Gramedia pustaka utama, 2000), 1. 9 Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group,
2013), 3.
13
b. Pengertian Bisnis Syari’ah
Agama Islam mewajibkan umatnya untuk bekerja, agar tidak
ada peluang untuk menganggur dan menjadikan dirinya pribadi yang
bermanfaat. Bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang
saling memberi keuntungan atau memberi manfaat.10 Sedangkan bisnis
berbasis syari’ah adalah implementasi / perwujudan dari aturan syariat
Allah. Sebenarnya betuk bisnis berbasis syari’ah tidak jauh beda
dengan bisnis pada umumnya, yaitu upaya
memproduksi/mengusahakan barang dan jasa guna memenuhi
kebutuhan konsumen. Namun aspek syari’ah inilah yang
membedakannya dengan bisnis pada umumnya juga menjalankan
syariat dan perintah Allah dalam hal bermuamalah. Bentuk bisnis
syari’ah dilihat dari segi masanya pertukaran itu terdiri dari Naqdan
dan tangguh Bay’ al-mu’ajal. Adapun objek pertukaran terdiri dari aset
keuangan yaitu uang dan sekuritas. Untuk kedua aset ini dapat
dipertukarkan.11
Bisnis dalam padangan Al-Qur’an mempunyai visi masa depan
yang tidak semata-mata mecari keuntungan sesaat, melainkan mencari
keuntungan yang hakiki, baik dan berakibat baik pula bagi
kesudahannya. Terdapat dasarnya dalam salah satu ayat dalam Al-
Qur’an yaitu At-Taubah ayat 111 yang intinya adalah orang yang
hanya bertujuan keuntungan semata dalam hidupnya, ditantang oleh
10 Muhammad Ismail Yusanto & Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis
Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), 15. 11 Mardani, Hukum Bisnis Syari’ah, (Jakarta:Prenadamedia, 2014), 23.
14
Allah dengan tawaran suatu bursa yang tidak mengenal kerugian atau
penipuan.12
c. Pengertian Bisnis Networking
Network atau yang diartikan jaringan adalah suatu seni. Dalam
rangka meningkatkan nilai dan kualitas kehidupan, kita memerlukan
teman, relasi, kolega, mitra atau orang-orang yang dapat mendukung
kita baik dalam pengembangan kehidupan pribadi maupun profesional
kita. Kualitas kehidupan kita sangat ditentukan oleh kualitas jaringan
(Network) orang-orang dalam kehidupan kita.13 Dalam MLM Syari’ah
Network atau jaringan dapat dijalin dalam silaturahmi. Sehingga
penting bagi kita untuk menjaga komunikasi atau Network itu sendiri
untuk membangun dan memelihara hubungan yang lebih baik dan
terpercaya. Maka besar kemungkinan peluang keberhasilan dalam
berusaha menjadi lebih besar. Berbagai cara pemasaran pada sebuah
bisnis mempengaruhi timbal balik dari bisnis tersebut. Bisnis berbasis
networking salah satu cara yang cukup menjaring pasaran dengan
mudah dan berpengaruh apabila dilakukan dengan intensitas stabil dan
fokus.
d. Pemikiran Dasar Bisnis Networking
Hal utama yang perlu diketahui sebelum membangun bisnis
berbasis Networking yaitu mengetahui tujuan dan jaringan seperti apa
yang akan dibangun. Faktor dan karakteristik yang dapat
12 A Riawan Amin, Menggagas Manajemen Syari’ah, (Jakarta:Salemba empat, 2010), 30. 13 Gita Danupranata, Pengambilan Keputusan & Networking Bisnis, (Yogyakarta:Unit
Penerbitan Fakultas Ekonomi UMY, 2007), 105.
15
mempengaruhi seseorang melakukan bisnis berbasis Networking ialah
skill atau bakat, lingkungan, ekonomi, cara berinteraksi atau
bersosialisasi, mempunyai relasi luas, mudah berkreasi dan berinovasi
dan bisa atau mempunyai bakat dalam manajerial. Hal-hal tersebut
dapat sangat membantu dalam setiap proses yang dijalankan bisnis
khususnya berbasis Networking. Network atau jaringan sangat
dibutuhkan karena sebagai upaya mengembangkan bisnis, karena
seorang pembisnis pada dasarnya tidak bisa melakukan kegiatan
tersebut dalam ruang lingkup yang tidak cukup luas, selain itu
memperluas jaringan sebagai salah satu cara memperluas informasi.
Selain itu, Network dibutuhkan karena komunikasi pada dasarnya hal
utama yang memudahkan manajemen. Namun, komunikasi bukan
hanya dibutuhkan pada komunikator dan penerimanya melainkan
merupakan hal yang sangat penting bagi subyeknya atau dalam MLM
sebagai calon mitra.
Beberapa penyebab komunikasi yang mengakibatkan
kegagalan dalam menambah jaringan :
1) Komunikasi mengandung unsur-unsur yang tidak langsung karena
tidak mengungkapkan permasalah yang sebenarnya (berbelit-belit).
2) Penerimanya harus membaca disposisi ke dalam komunikasi
tentang hal-hal yang ingin dihindari atau yang memang
diharapkannya.
16
3) Penerimanya mengadakan interpretasi terhadap komunikasi dalam
hubungannya dengan latar belakang pribadi serta
pengalamannya.14
Networking atau membangun jaringan, sebenarnya dalam
ajaran agama Islam menjadi suatu hal yang harus dilakukan. Hal ini
dikemukakan berdasarkan anjuran kita untuk bersilahturahmi kepada
sesama saudara muslim. Silahturahmi merupakan kegiatan yang sangat
positif untuk siapa saja. Karena dibalik kegiatan silahturahmi
mengandung pelajaran yaitu dapat memperpanjang usia kita dan
menambah rizki. Membangun jaringan dapat kita lakukan dengan
menjalin persahabatan. Bersahabat adalah cara alami untuk
berhubungan dengan sesama saudara dan orang-orang yang layak
dijadikan sahabat pada umumnya. Islam memberikan perhatian yang
begitu besar terhadap masalah ini, persahabatan adalah persaudaraan.
Setiap orang menjadi saudara anda di dalam agama adalah sahabat
anda. Jaringan yang dibangun tidak hanya terbatas pada saudara
seiman, tetapi juga dapat melakukan kerjasama dengan melakukan
kerjasama dengan orang-orang yang berbeda agama dengan kita. Ini
dilakukan sebagai upaya membentuk usaha untuk membangun tatanan
masyarakat yang lebih baik.15
14 George R. Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, (Jakarta:Bumi Aksara,2006), 145. 15 Gita Danupranata, Pengambilan Keputusan & Networking Bisnis, (Yogyakarta:Unit
Penerbitan Fakultas Ekonomi UMY, 2007), 116.
17
2. MLM (Multi level marketing)
a. Pengertian MLM (Multi level marketing)
Multi level marketing atau yang sering dikenal dengan istilah
MLM definisi perkatanya adalah pemasaran dengan multi tingkat.
Atau metode pemasaran barang dan jasa yang menggunakan sistem
penjualan langsung secara bertingkat oleh agen, atau mitra. Yaitu,
dimana agen diminta untuk berusaha menjual produk dengan imbalan
komisi penjualan dan mendapatkan bonus dari perekrutan mitra
kedalam kelompok tingkatannya. Jadi, singkatnya MLM sebuah
metode pemasaran dengan menjual produk barang dan jasa secara
langsung dan memberikan kesempatan pada mitra mendapatkan bonus
komisi dalam memenuhi garis kemitraannya. 16
b. Sistem Pemasaran MLM (Multi level marketing)
Sistem pemasaran Multi level marketing ditemukan oleh dua
orang profesor pemasaran dari Universitas Chicago pada tahun 1940-
an. Produk pertama yang dipasarkan adalah vitamin dan makanan
tambahan Nutrilite Dan pada saat itu, perusahan Nutrilite Products Inc.
merupakan salah satu perusahaan di Amerika yang dikenal telah
menggunakan metode penjualan secara bertingkat.
Dengan modal awal yang tidak begitu besar, seseorang dapat
menjual dan bisa mendapatkan penghasilan melalui dua cara Pertama
Keuntungan diperoleh dari setiap 15 program makanan tambahan yang
16 Muhammad Syafi’I Antonio, Mengenal MLM Syari’ah Dari Halal-Haram, Kiat
Berwirausaha, Sampai dengan Pengelolanya, ..., 21.
18
berhasil dijual ke konsumen. Kedua dalam bentuk potongan harga dari
jumlah produk yang berhasil dijual oleh distributor yang direkrut dan
dilatih oleh seorang tenaga penjual dari perusahaan.
MLM sendiri mempunya sistem pemasaran dengan ciri-ciri
khusus: adanya jengjang atau tingkatan, melakukan penjualan produk
sekaligus merekrut mitra baru kedalam kelompok kemitraannya,
terselenggaranya pelatihan, pembimbingan dan pengkajian produk
baru, serta bonus komisi disisi pendapatan pastinya dari setiap jenjang.
Semakin tinggi jengjang yang dimiliki maka akan semakin tinggi pula
jumlah bonus dari komisi yang didapatkan.
MLM sering disebut sebagai bisnis prospektif, karena setengah
dari tugasnya sebagai produsen yaitu mem-prospek calon konsumen
sebagai pembeli ataupun mitra. MLM pun berusaha mempermudah
penjualan dengan memperpendek jarak antara produsen kepada
konsumen melalui mitra-mitra yang mempromosikan secara langsung.
Hal ini juga menjadi sebuah keuntungan untuk pihak MLM dalam
penekanan biaya pendistribusian barang dan cara promosi tanpa iklan
yang kemudian dipermudah oleh mitra dengan promosi langsung
dengan sistem yang berjenjang.
Penghematan biaya pemasaran/distribus ini kemudian yang
menjadi bentuk komisi atau bonus bagi mitra sebagai distributor yang
besarnya sesuai dengan jenjang masing-masing. Sehingga, seringkali
terdengar banyak yang mengatakan bahwa bisnis MLM adalah bisnis
19
cara cepat kaya dengan mudah. Hal itu terjadi karena ada beberapa
perusahaan yang menawarkan bisnis MLM dengan alibi seperti ini.
Padahal, sebenarnya segala bentuk usaha apapun tidak ada yang instan,
semuanya melalui proses panjang begitu pula dengan MLM.
Dengan adanya perekrutan, pelatihan, pembimbingan,
pengejaran target berkata, kenaikan jenjang atau level itu semua tidak
begitu saja terjadi dan didapatkan apabila pihak yang menjalankannya
tidak fokus dan intens. Hanya saja MLM sebuah metode bisnis yang
bisa dibilang mudah-mudah sulit, yaitu dari mulut ke mulut atau
disebut juga dengan prospek, dari mulai pemasaran, pendistribusian,
hingga perekrutan mitra.
Hal utama yang enjadikan bisnis ini membuat orang tertarik
untuk bergabung adalah bagaimana cara terbaik menjual produk dan
nama perusahaan dalam satu inovasi dalam distribusi dan
pemasarannya. Karena faktanya, sudah terbukti beberapa pihak yang
menjalankan bisnis ini secara intens dan fokus yang penuh dengan
pengorbanan mereka berhasil membuktikan kesuksesan yang mereka
capai dari bisnis ini.
c. Sejarah Singkat MLM (Multi level marketing)
Pada tahun 80-an MLM mulai gencar memasuki kancah bisnis
di Indonesia, kemudian pada tahun 90-an nama MLM sedikit turun
akreditasinya karena adanya bisnis yang mengatas namakan MLM,
tetapi usaha-usahanya lebih dekat dengan Money game. Bagi orang
20
awam mungkin aga sulit membedakan atau mencari tahu Money game
berkedok MLM.
Seiring berjalannya waktu, meskipun MLM terus berkembang
tanpa mengurangi penilaian sisi negatif di kalangan masyarakat,
hingga saat ini MLM dapat menegakkan keberhasilannya. Bisa dilihat
dari banyaknya perusahaan yang mendirikan penjualan berjenjang
dengan berbagai macam inovasi, berlomba-lomba masyarakat kita
bergabung dengan harapan dapat meningkatkan kualitas ekonomi
masing-masing melalui bisnis tersebut.
Beberapa keunggulan yang menjadikan MLM mempunyai daya
tarik, yaitu: yang pertama keunggulan pada sisi kompensasi yang
bersifat eksponensial atau tidak terbatas yang didapat dari setiap
jenjang yang meningkat sesuai dengan prestasi distributor dengan
berbagai bentuk komisi dan bonus.
Keunggulan yang kedua pada sisi modal, hambatan yang sering
muncul ketika seseorang ingin mendirikan usaha adalah modal. Dalam
MLM modal tidak dibutuhkan dalam jumlah besar, yang terpenting
ketekunan dan jaringan yang luas.
Ketiga, keunggulan pada sisi waktu, waktu yang fleksibel
membuat banyak orang dapat mengatur waktu untuk melakukan
prospek atau presentasi kapan pun. Bagi distributor yang mempunyai
pekerjaan tetap tentu MLM tidak akan jadi hal yang mengganggu jam
kerja.
21
Keunggulan yang terakhir, keunggulan pada sisi pemasaran dan
bisnis. Pemasaran yang dibilang cukup mudah dan tidak membutuhkan
dana banyak memungkinkan MLM akan terus berkembang.
Disisi lain, MLM pun mempunyai kelemahan salah satunya
kejenuhan pasar. Perusahaan yang menawarkan bisnis ini dengan
bayangan cara cepat kaya membuat konsumen tertarik hanya dalam
matrealisme tanpa memikirkan bagaimana mereka bisa mendapatkan
itu semua, tentunya ada proses yang tidak begitu mudah.
Karena itulah walaupun MLM sampai pada saat ini terus
berkembang dengan segala bentuk, pro dan kontra bisnis MLM tidak
begitu saja hilang dikalangan umum yang seringkali dianggap ilegal.
Tidak dipungkiri juga beberapa praktik MLM yang salah dengan
mengeksploitasi hubungan mengakibatkan pandangan keserakahan dan
matrialisme, serta adanya kerenggangan dalam sebuah hubungan.
3. MLM (Multi level marketing) Syari’ah
a. Pengertian MLM (Multi level marketing) Syari’ah
Semua bisnis yang menggunakan sistem MLM, dalam literatur
Fiqh termasuk dalam kategori muamalah yang dibahas dalam bab al-
buyu’ (jual-beli). Dalam kajian Fiqh Kontemporer, bisnis MLM ini
dapat ditinjau dari dua aspek yaitu : produk barang dan jasa yang
dijual, dan sistem penjualannya (Selling Marketing).17
17 Anita Rahmawaty, “Bisnis Multi level marketing dalam Perspektif Islam”, Jurnal
Equilibrium, Vol. 2 No. 1 (Juni, 2014), 77.
22
MLM Syari’ah adalah sebuah usaha Multi level marketing yang
mendasarkan sistem operasionalnya pada prinsip-prinsip syari’ah.
Dengan demikian, dengan sistem MLM konvensional yang
berkembang pesat saat ini diperbaiki, dimodifikasi, dan disesuaikan
dengan syari’ah. Aspek-aspek haram dan syubhat dihilangkan dan
diganti dengan nilai-nilai ekonomi syari’ah yang berlandaskan tauhid,
akhlak, dan hukum mu’amalah. Tidak mengherankan jika visi dan misi
MLM konvensional akan berbeda total dengan MLM Syari’ah. Visi
MLM syari’ah tidak hanya berfokus pada keuntungan materi semata,
tapi keuntungan untuk dunia dan akhirat orang-orang yang terlibat
didalamnya. Dalam MLM syari’ah juga ada Dewan Pengawas Syari’ah
dimana lembaga ini secara tidak langsung berfungsi sebagai internal
audit surveillance sistem untuk memfilter bila ada hal-hal yang tidak
sesuai dengan aturan agama Islam pada suatu usaha syari’ah.
Menurut Ustadz Hilman Rosyad Shihab, Lc mengenai Multi
level marketing Multi level marketing menjelaskan bahwa bisnis MLM
(Multi level marketing) yang sesuai syari’ah adalah MLM untuk
produk yang halal dan bermanfaat, dan proses perdagangannya tidak
ada pelanggaran syari’ah, tidak ada pemaksaan, penipuan, riba,
sumpah yang berlebihan, pengurangan timbangan dan lain-lain.18
Begitulah ekonomi syari’ah menetapkan beberapa hukum pada salah
satu transaksi Mualamah Iqtishad.
18 Muhammad Syafi’I Antonio, MENGENAL MLM SYARI’AH Dari Halal-Haram, Kiat
Berwirausaha, Sampai dengan Pengelolanya, ..., 86.
23
Dalam ekonomi Islam khususnya pada transaksi etika
beragamanya sangat kuat untuk melandasi hukum-hukumnya. Namun
tidak sedikit pula yang merasa berhasil dalam usahanya walaupun
mereka menomor dua kan perintah-perintah agama. Padahal
sebenarnya jika kita teliti lebih dalam dan mengikuti segala perintah
atau batasan yang telah ditetapkan maka akan terbantu dalam hal
kesatuan, keseimbangan atau keadilan, serta kebebasan dengan
tanggung jawab secara sadar. Karena pada dasarnya manusia tidak bisa
berjalan secara individual, ada saatnya manusia satu membutuhkan
manusia lainnya tentu dengan bantuan atau tuntunan aturan dan
ketentuan penciptanya, Allah SWT melalui Al-qur’an dan Al-Hadits.
Tujuannya agar manusia menjadi makhluk terpercaya yang selalu ada
dalam jalan-Nya yang selalu menjalankan sebuah kegiatan usaha
dengan landasan yang benar sehingga mendapatkan kesejahteraan dan
keberkahan pada proses dan hasilnya.
b. Prinsip & Konsep Bisnis Multi level marketing Syari’ah
Berbicara tentang bisnis pada umumnya dan pemasaran
khususnya dalam kajian hukum Islam pada dasarnya termasuk kategori
kajian muamalat yang hukum asalnya adalah boleh bertransasksi apa
saja termasuk MLM, tentu MLM Syari’ah yang sesuai dengan
ketentuan syari’ah dan tidak ada hal yang menjadikannya haram,
berdasarkan kaedah Fiqh :
يدل الدليل على التحرمياألصل يف األشياءاالءباحة حىت
24
“Hukum asal dalam masalah-masalah (muamalah) adalah boleh,
kecuali ada dalil hukum yang mengharamkannya.”19
واحل اهلل البيع وحرمالربا“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”20
امنا البيع عن تراض“Perdagangan itu atas dasar sama-sama rela.” (HR. Al Baihaqi dan
Ibnu Majah)21
Hukum Islam sangat memahami dan menyadari karakteristik
muamalah dan bahwa perkembangan sistem serta budaya bisnis akan
selalu berubah secara dinamis. Oleh karena itu berdasarkan kaedah
fiqh di atas, maka terlihat bahwa Islam memberikan jalan bagi
manusia untuk melakukan berbagai improvisasi dan inovasi melalui
sistem, teknik dan mediasi dalam melakukan perdagangan. Multi level
marketing atau yang lebih dikenal dengan MLM pun dibolehkan, tentu
dengan beberapa ketentuan yaitu adanya konsep dan prinsip MLM
pada Ekonomi Syari’ah.
Sejatinyalah MLM yang menggunakan strategi pemasaran
secara bertingkat (levelisasi) mengandung unsur-unsur positif, asalkan
diisi dengan ruh syari’ah dan sistemnya disesuaikan dengan syari’ah
Islam. Bila demikian, MLM dipandang memiliki unsur-unsur
19 Kaidah Fiqh dalam Bermuamalah, diakses pada 18 Juni 2018 dari Almanhaj.or.id. 20 QS:Al-Maidah [05] : 2. 21 Muhammad Al’-Shan’ani, Subul Al-Salam, Juz III (Bandung, Dahlan), 4.
25
silaturrahmi, dakwah dan tarbiyah. Menurut Muhammad Hidayat,
Dewan syari’ah MUI Pusat, metode semacam ini pernah digunakan
Rasulullah dalam melakukan dakwah Islamiyah pada awal-awal Islam.
Dakwah Islam pada saat itu dilakukan melalui teori gethok
tular (mulut ke mulut) dari sahabat satu ke sahabat lainnya. Sehingga
pada suatu ketika Islam dapat di terima oleh masyarakat kebanyakan.22
Bisnis yang dijalankan dengan sistem MLM tidak hanya sekedar
menjalankan penjualan produk barang, tetapi juga jasa, yaitu jasa
marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan
berupa marketing fee, bonus, hadiah dan sebagainya, tergantung
prestasi, dan level seorang anggota. Jasa marketingyang bertindak
sebagai perantara antara produsen dan konsumen. Dalam istilah fikih
Islam hal ini disebut Samsarah / Simsar.23
c. Pandangan Para Ulama Tentang MLM (Multi level marketing)
Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu' yang
prinsip dasarnya boleh (mubah) selagi tidak ada unsur: Riba', Ghoror
(penipuan), Dhoror (merugikan atau mendhalimi pihak lain), dan
Jahalah (tidak transparan).
Ciri khas sistem MLM terdapat pada jaringannya, sehingga
perlu diperhatikan segala sesuatu menyangkut jaringan tersebut: -
Transparansi penentuan biaya untuk menjadi anggota dan alokasinya
dapat dipertanggung jawabkan. Transparansi peningkatan anggota
22 Azhari Akmal Tarigan, “Ekonomi dan Bank Syari’ah”, FKEBI IAIN (Medan:2002),
30. 23 Sayyid Sabiq, “Fiqh al-Sunnah”, jilid III, Cet. IV, Dar al-Fikr, (Beirut:1983), 141.
26
pada setiap jenjang (level) dan kesempatan untuk berhasil pada setiap
orang.
Peningkatan posisi bagi setiap orang dalam profesi memang
terdapat disetiap usaha. Sehingga peningkatan level dalam sistem
MLM adalah suatu hal yang dibolehkan selagi dilakukan secara
transparan, tidak menzhalimi pihak yang ada di bawah, setingkat
maupun di atas. Hak dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan
prestasi kerja anggota. Seorang anggota atau distributor biasanya
mendapatkan untung dari penjualan yang dilakukan dirinya dan
dilakukan down line-nya.
MLM adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa),
bukan sarana untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk
hanya kamuflase. Sehingga yang terjadi adalah Money game atau
arisan berantai yang sama dengan judi dan hukum transaksinya adalah
haram. Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena anggota
bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan
kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut
dan bertanggung-jawab kepada konsumen.24
Kesimpulan selanjutnya disampaikan oleh ketua Majelis Tarjih
dan Tajdid PW Muhammadiyah Jawa Tengah, bahwa persoalan bisnis
MLM, hukum halal-haramnya maupun status syubhatnya tidak bisa di
pukul rata. Tidak bisa ditentukan oleh masuk tidaknya perusahaan itu
24 Batasan Hukum MLM Syari’ah Menurut HM Cholil Nafis Lc MA (Wakil Ketua
Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU), diakses pada 11 Juli 2018 dari
http://www.nu.or.id/post/read/13663/batasan-hukum-dalam-bisnis-mlm.
27
dalam keanggotaan APLI, juga tidak dapat dimonopoli oleh pengakuan
sepihak sebagai perusahaan MLM syari'ah atau bukan, melainkan
bergantung sejauh mana dalam prakteknya setelah dikaji dan dinilai
sesuai syari'ah. Karena biasanya setiap perusahaan MLM memiliki
karakteristik, spesifikasi, pola, sistem dan model tersendiri.
Menilai status hukum dari perusahaan MLM secara umum,
sangat sulit sekali bahkan tidak mungkin. Yang lebih memungkinkan
adalah, kita mengkaji satu persatu dari setiap perusahaan bisnis MLM
tersebut, namun hal itu juga akan memakan banyak waktu. Untuk
menentukan atau menetapkan fatwa tentang hukum bisnis MLM
tersebut, secara prinsip dapat di tinjau dari dua aspek utamanya, yaitu
produk barang atau jasa yang dijual dan sistem penjualannya dan
pemasarannya terhadap konsumen.25
Untuk mengarahkan dan menjamin ke arah kemaslahatan
dalam bermuamalah via MLM, maka Dewan Syari’ah Nasional MUI
Pusat telah mengeluarkan fatwa tentang MLM dengan nama Penjualan
Langsung Berjenjang Syari’ah (PLBS) No 75 Tahun 2009. DSN MUI
menetapkan 12 poin yang menjadikan MLM tersebut dibolehkan, 12
poin tersebut sebagai berikut :
1) Produk yang dipasarkan harus berkualitas, halal, thayyib dan
menjauhi syubhat (Syubhat adalah sesuatu yang masih
meragukan).
25 Pendapat Hukum MLM Syari’ah Menurut H. Sholahuddin Sirizar, Lc, M.A. (Ketua
Majelis Tarjih dan Tajdid PW Muhammadiyah Jawa Tengah), diakses pada 11 Juli 2018 dari
http://www.fastabiqu.com/2015/05/multi-level-marketing-mlm-dalam.html.
28
2) Sistem akadnya harus memenuhi kaedah dan rukun jual beli
sebagaimana yang terdapat dalam hukum Islam (fiqh muamalah)
3) Operasional, kebijakan, corporate culture, maupun sistem
akuntansinya harus sesuai syari’ah
4) Strukturnya memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang
terdiri dari para ulama yang memahami masalah ekonomi.
5) Formula insentif harus adil, tidak menzalimi dan berorientasi
kemaslahatan/falah.
6) Tidak ada excessive mark up harga barang (harga barang di mark
up sampai dua kali lipat), sehingga konsumen dan anggota terkana
praktek terlarang dalam bentuk ghabn fahisy dengan harga yang
amat mahal, tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang
diperoleh.
7) Bonus yang diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal.
8) Tidak ada eksploitasi dalam aturan pembagian bonus antara orang
yang awal menjadi anggota dengan yang akhir.
9) Pembagian bonus harus mencerminkan usaha masing-masing
anggota.
10) Tidak menitik beratkan barang-barang tertier ketika umat masih
bergelut dengan pemenuhan kebutuhan primer.
11) MLM tidak boleh menggunakan sistem piramida yang merugikan
orang yang paling belakangan masuk sebagai member.
29
12) Cara penghargaan kepada mereka yang berprestasi tidak boleh
mencerminkan hura-hura dan pesta yang tidak syari’ah.26
Pada Multi level marketing tentu ada beberapa pihak yang
berkaitan, bekerjasama, dan saling berpengaruh. Dan berbagai pihak
yang terlibat jelas mempunyai batasan-batasan umum dalam bidang
MLM yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan dan setiap kegiatan
pemasaran produk, yaitu :
1) Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu’ dan pada
prinsipnya itu boleh (mubah) selagi tidak ada unsur : Riba,
Gharar, Dharar dan Jalalah.
2) Ciri khas sistem MLM pada jaringannya, sehingga perlu
diperhatikan segala sesuatu menyangkut jaringan tersebut.
Transparansi penentuan biaya untuk menjadi anggota dan
alokasinya dapat dipertanggung jawabkan.
3) MLM adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa),
bukan sarana untuk mendapatkan uang tanpa atau produk hanya
kamuflase.
4) Suatu hal yang paling penting untuk dipertimbangkan adalah
kejujuran seorang anggota/distributor yang menawarkan produk.27
26 Fatwa MUI Tentang MLM, Diakses pada 30 April 2018 dari
https://dsnmui.or.id/mlmsyari’ah 27 Muhammad Syafi’I Antonio, Mengenal MLM Syari’ah Dari Halal-Haram, Kiat
Berwirausaha, Sampai dengan Pengelolanya, ..., 87.
30
Pada dasarnya MLM syari’ah atau segala kegiatan transaksi
pada Ekonomi Syari’ah saat ini adalah buyu’ dengan prinsip dasar
dibolehkan, selagi tidak ada unsur Riba, Gharar, Dharar, dan Jalalah.
d. Akad pada MLM (Multi level marketing) Syari’ah
MLM Syari’ah sebagai bentuk kegiatan ekonomi pasti
menggunakan akad dalam setiap transaksinya. Maka MUI menetapkan
beberapa ketentuan akad-akad yang dapat digunakan dalam PLBS
(Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syari’ah), yaitu :
1) Akad Ba’i/Murabahah merujuk kepada substansi Fatwa
No.4/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah.
2) Akad Wakalah Bil Ujrah merujuk kepada substansi Fatwa
No.52/DSN-MUI/III/2006 tentang Wakalah Bil Ujrah pada
Asuransi dan Reasuransi Syari’ah.
3) Akad Ju’alah merujuk kepada substansi Fatwa No.62/DSN-
MUI/XII/2007 tentang akad Ju’alah.
4) Akad Ijarah merujuk kepada substansi fatwa No.9/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
5) Akad-akad lain yang sesuai dengan prinsip syari’ah setelah
dikeluarkn fatwa oleh DSN-MUI.28
Namun, sampai saat ini faktanya ada dua akad yang lebih
sering digunakan oleh pihak-pihak terkait bisnis dalam MLM Syari’ah
atau PLBS (Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syari’ah). Yaitu
28Tentang Fatwa PLBS Syari’ah, diakses pada 03 Mei 2018 dari
https://dsnmui.or.id/plbssyari’ah.
31
menggunakan akad Ijarah atau ujrah dan Ju’alah. Pada kedua akad
memiliki makna yang sama yaitu pemberian upah. Namun, pada kedua
akad tersebut terdapat persamaan dan perbedaan dalam
penggunaannya.
Pengupahan (ju’âlah) menurut bahasa ialah apa yang diberikan
kepada seseorang karena sesuatu yang dikerjakannya, sedangkan
pengupahan (ju’âlah) menurut syari’ah, al-Jâzairi, dalam Ismail
Nawawi, menyebutkan hadiah atau pemberian seseorang dalam jumlah
tertentu kepada orang yang mengerjakan perbuatan khusus, diketahui
atau tidak diketahui. Misalnya, seseorang bisa berkata, “Barangsiapa
membangun tembok ini untukku, ia berhak mendapatkan uang sekian”.
Maka orang yang membangun tembok untuknya berhak atas hadiah
(upah) yang ia sediakan, banyak atau sedikit.
Istilah lain dalam pengupahan adalah ijârah. Penggunaan kedua
istilah ini sesuai dengan teks dan konteksnya.29 Istilah ju’âlah dalam
kehidupan sehari-hari diartikan oleh fukaha yaitu memberi upah
kepada orang lain yang dapat me-nemukan barangnya yang hilang atau
mengobati orang yang sakit atau menggali sumur sampai
memancarkan air atau seseorang menang dalam sebuah kompetisi.
Jadi, ju’âlah bukan hanya terbatas pada barang yang hilang namun
dapat setiap pekerjaan yang dapat menguntungkan seseorang.30
29 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Galia Indonesia,
2012), 188. 30 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,
2010), 141.
32
Ada beberapa dalil yang menjadi rujukan akad ju’alah, salah
satunya dari firman Allah SWT, yaitu :
بعري وانا به زعيم قالوانفقدصواع امللك وملن جاء به محل
“Penyeru-penyeru itu berkata : “Kami kehilangan piala raja, dan siapa
yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” 31
Ayat diatas menceritakan kisah Nabi Yusuf AS yang
menjadikan makanan unta sebagai hadiah atas sayembara yang ia
selenggarakan. Makanan unta tersebut sebagai upah untuk orang yang
dapat menemukan piala. Meskipun banyak yang berusaha
untukmencari piala tersebut namun upah hanya diberikan kepada orang
yang mendapatkannya saja. Maka, orang yang berusaha namun tidak
mendapatkan piala tersebut tidak akan mendapatkan hadiah sayembara
atau upah.
Sedangkan dalam Ijarah, pekerjaan akan ditawarkan kepada
pihak tertentu dengan kontrak yang jelas disepakati oleh kedua belah
pihak atau lebih. Dan mempunyai tingkat keberhasilan diperkirakan
100% tidak seperti akad ju’aalah. Berikut definisi Ijarah:
“Akad yang objeknya, ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu.”
Maksudnya : memiliki manfaat dengan iwadl, sama dengan menjual
manfaat (jasa).32
31 QS: Yusuf [12] : 72.
33
4. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat/Umat
a. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat/Umat
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia kata pemberdayaan bisa
diartikan sebagai upaya pendayagunaan, pemanfaatan dengan sebaik-
baiknya dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Pemberdayaan
adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
keberdayaan suatu kelompok yang lemah dalam masyarakat, dengan
cara mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimiliki. Serta berupaya untuk mengembangkan potensi
itu menjadi sebuah tindakan yang nyata. Seperti individu yang
mengalami perekonomian lemah atau kemiskinan.33
Ekonomi umat bisa diartikan juga sebagai ekonomi rakyat.
Kata umat yang dipakai pada redaksi ini lebih mengarah pada rakyat
yang menganut agama Islam atau seorang muslim. Ekonomi rakyat
sendiri adalah kegiatan atau mereka yang berkecimpung dalam
kegiatan produksi untuk memperoleh pendapatan bagi kehidupannya.
Mereka itu adalah petani kecil, nelayan, peternak, pengrajin, pedagang
kecil dsb, yang modal usahanya merupakan modal keluarga (kecil),
yang pada umumnya tidak menggunakan tenaga kerja dari luar
keluarga.
32 Tengku Muhammad, Pengantar Fiqh Mu’amalah, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,
1997), 94. 33 Suhartono Edi , Membangun Masyarakat, Memberdayakan Masyarakat (Jakarta:
PT.Raneka Cipta, 2005), 56.
34
Tenaga dalam hal ini adalah pada kegiatan produksi, bukan
konsumsi, sehingga buruh pabrik tidak masuk dalam profesi atau
kegiatan ekonomi rakyat, karena buruh adalah bagian dari unit
produksi yang lebih luas yaitu pabrik atau perusahaan.
Demikian meskipun sebagian yang dikenal sebagai UKM dapat
dimasukkan ekonomi rakyat, namun sebagian besar kegiatan ekonomi
rakyat tidak dapat disebut sebagai “usaha” atau “perusahaan” Firm
seperti yang dikenal dalam ilmu ekonomi perusahaan.34
Pada saat ini pun kesadaran masyarakat untuk meningkatkan
ekonomi melalui usaha atau menjadi Entrepreneur dinilai masih sangat
kurang dibandingkan dengan mereka yang memilih bekerja di sebuah
perusahaan atau kantor. Hal ini sering disebut sebagai kemunduran
gairah berusaha masyarakat. Dan hal yang sangat disesalkan sampai
saat ini masih terdapat beberapa kalangan yang melihat Islam sebagai
hambatan dalam pembangunan ekonomi (an obstacle to economic
growth).
Bukan hanya pakar pemikir barat, adapula intelektual Muslim
yang berpendapat dan meyakini hal tersebut. Sebuah kesimpulan yang
tergesa-gesa ini timbul karena penilaian yang salah terhadap Islam
sebagai suatu agama yang kental dengan ritual dan tidak mampu
mengatasi masalah diluar itu salah satunya pembangunan ekonomi.
34 Mubyarto, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Dalam Kancah Globalisasi, (Bogor:SAINS
Yayasan Sajogyo Inti Utama, 2005), 3.
35
Sebuah hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa dunia bisnis
adalah dunia yang penuh dengan resiko dan ketidaktentuan. Tak
seorang pun dapat memastikan bahwa dalam suatu keadaan ia akan
mendapatkan keuntungan dan modalnya bisa kembali utuh,
ketidakpastian dan resiko ini dalam banyak hal telah mempengaruhi
para Entrepreneur untuk memasuki dunia bisnis dan melakukan
investasi, terlebih lagi dalam situasi ekonomi yanng tidak menentu dan
mahalnya suku bunga.
Dalam sistem ekonomi Islam karena unsur bunga yang tetap
telah ditiadakan dan diganti dengan pranata bagi hasil jelas telah
memberikan jaminan bagi para Entrepreneur dari kerugian yang harus
ditanggung secara sepihak karena dalam kerangka bagi hasil, apapun
hasil akhir dari investasi kelak akan ditanggung bersama, terlebih lagi
dalam murabahah yang menjamin mudharib dari kerugian secara
finansial.
Menurut sebagian ekonom perkembangan teknologi merupakan
bagian yang paling penting dari determinan-determinan suatu
pembangunan ekonomi. Islam menganjurkan Inovasi dan
perkembangan teknologi. Hanya saja Islam lebih menekankan
Appropritate technology bukan sophisticated technology. Suatu hal
yang kurang dipahami oleh kebanyakan negara muslim sehingga
mereka banyak dirugikan oleh teknologi bukan mengambil manfaat
darinya.
36
Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam konsep
technological change dari sudut pandang Islam :
1) Rasulullah SAW pernah bersabda “Barangsiapa melakukan suatu
inovasi sehingga menemukan sesuatu yang baik maka baginya
pahala penemuan itu dan pahala orang yang mengambil manfaat
darinya”.
2) Islam menyeru untuk melakukan eksplorasi dari apa yang ada di
langit dan di bumi untuk kepentingan manusia.“Dan dia
menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berpikir”.35
3) Islam memberikan proteksi dalam setiap inovasi yang diniati untuk
kebaikan. Hal ini sesuai sengan semangat hadis: “Barang siapa
berijtihad dan benar, maka baginya dua pahala, dan apabila
ijtihadnya salah, maka ia tetap akan mendapat satu pahala”.36
Maka beberapa pihak akhirnya mulai membangun lagi
kepercayaan untuk ber-usaha, dengan sudut pandang Islam yaitu usaha
yang lebih memuliakan satu sama lain. salah satunya MLM. MLM
Syari’ah tentunya dengan inovasi yang sesuai dari dasar keilmuan
Islam, serta tidak mengurangi hukum yang telah ditetapkan Al-Qur’an
35 QS : Al-Jaatsiyah [25] : 13. 36 Drs. Ahamd Izzan, M. Ag, Referensi Ekonomi Syari’ah Ayat-ayat Al-Qur’an yang
berdimensi Ekonomi, (Bandung:PT Remaja Rodakarya, 2006), 46.
37
dan Hadist. Adapun Misi dari MLM khususnya MLM yang beprinsip
Syari’ah atau yang dikelola oleh kaum muslimin, secara umum ialah :
1) Mengangkat derajat ekonomi umat melalui usaha yang sesuai
dengan tuntunan syari’at Islam.
2) Meningkatkan jalinan ukhuwah umat Islam di seluruh dunia
3) Membentuk jaringan ekonomi umat yang berskala internasional,
baik jaringan produksi, distribusi maupun konsumennya sehingga
dapat mendorong kemandirian dan kejayaan ekonomi umat.
4) Memperkokoh ketahanan akidah dari serbuan idiologi, budaya dan
produk yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islami.
5) Mengantisipasi dan mempersiapkan strategi dan daya saing
menghadapi era globalisasi dan teknologi informasi.
6) Meningkatkan ketenangan konsumen dengan tersedianya produk-
produk halal dan thayyib.37
Arti ekonomi umat yang lain adalah badan-badan yang
dibentuk dan dikelola oleh gerakan Islam. Indikator ini mengacu
kepada perusahaan-perusahaan yang dikembangkan oleh gerakan
Nasrani yang telah berhasil membangun diri sebagai konglomerasi dan
bergerak di bidang-bidang seperti perbankan, perkebunan,
perdagangan ekspor-impor, perhotelan, penerbitan, percetakan dan
industri lainnya.
37Misi MLM, diakses pada 23 Mei 2018 dari www.iaie-pusat.org .
38
Jadi dapat dikerucutkan bahwa pemberdayaan ekonomi umat,
berarti upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan
masyarakat Islam dari kondisi tidak mampu, serta melepaskan diri dari
perangkap kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi. Dengan kata
lain, sebagai upaya membangun kemandirian umat di bidang
ekonomi.38 Maka, beberapa hal yang penulis dapat simpulkan maksud
dari keadaan ekonomi dan usaha pemberdayaan ekonomi umat yaitu,
memberdayakan umat dengan memotivasi, mendorong, dan melatih
masyarakat untuk dapat sama-sama berupaya mengembangkan
tingkatan ekonominya masing-masing.
Masyarakat dapat dikatakan berdaya karena ia mampu
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, mampu memanfaatkan
kemajuan teknologi dan dapat berinovasi dengan keadaan sekarang
maupun kedepannya. Dengan adanya masyarakat yang berdaya maka
akan tercipta ketahanan dalam pembangunan ekonomi khususnya
ekonomi islam. Dalam perekonomian umat sendiri maksudnya sektor-
sektor yang dikuasai oleh muslim.
38 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, (Yogyaskarta: Pustaka
Pelajar, 1999), 125.
39
Kerangka Proses Berfikir
Al- Qur’an dan Fatwa MUI
1. QS:Al-Maidah [05] : 2
2. QS: Yusuf [12] : 72
3. QS: Al-Jatsiyah [25] :13
4. Fatwa DSN No : 75/DSN
MUI/VII 2009 Tentang PLBS
(Penjualan Langsung Berjenjang
Syari’ah)
Studi Teoritik :
1. MLM Syariah : Antonio
( 2005), Fatwa MUI
No:75/DSN MUI/VII
(2009), HM Cholil
(2018).
2. Pemberdayaan
Ekonomi Umat : M.
Dawam Rahardjo
(1999), Mubyarto
(2005), Suhartono
(2005).
Studi Empirik :
1. Kustoro budiarto
Jakarta/ 2009
2. Amin IAIN/ 2016
3. Ahmad Mardalis
Malang/ 2016
4. Ajeng Dwyanita
UNAIR Surabaya/
2014
STUDI
OBYEK
RUMUSAN
MASALAH
PENGUMPULAN
DATA
ANALISIS
MODEL MILES
& HUBERMAN
KESIMPULAN
SKRIPSI