81
BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku Kajian teoritik merupakan pendukung dalam membangun atau berupa penjelasan permasalahan yang dianalisis. Kajian teoritik digunakan sebagai pisau analisis terhadap pemecahan permasalahan hukum yang diteliti yang memuat uraian sistematis tentang teori dasar yang relevan terhadap bahan hukum dan hasil penelitian sebelumnya yang berasal dari pustaka mutakhir yang memuat teori, propisisi, konsep atau pendekatan terbaru yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. 1 Kajian pustaka terdiri dari teori-teori, doktrin, asas-asas dan konsep-konsep yang dipakai dalam membahas isu hukum yang ada dalam penelitian ini. Teori hukum adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum. 2 Filsafat ilmu memberikan konteks dari teori merupakan sesuatu yang paling tinggi yang dapat dicapai oleh suatu disiplin ilmu. 3 Terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini yakni, teori keadilan, teori kehendak, teori keseimbangan dalam kontrak, teori perlindungan hak asasi manusia, teori perlindungan minimum dan teori fungsi negara sebagai regulator Doktrin-doktrin yang dipergunakan adalah doktrin unconscionability, doktrin keberlakuan hak asasi manusia dalam hukum perdata. Pembahasan diperdalam 1 Johnny Ibrahim, Op.Cit, hal.293. 2 J.J.H.Brugink, 1996, Refleksi Tentang Hukum Pengertian-Pengertian Dasar Dalam Teori Hukum, Terjemahan Arief Shidarta, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.160. 3 Lili Rasjidi, Ira Thania Rasjidi, 2007, Dasar-dasar filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.11.

BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

  • Upload
    others

  • View
    21

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

BAB II

KAJIAN TEORITIK

2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku

Kajian teoritik merupakan pendukung dalam membangun atau berupa

penjelasan permasalahan yang dianalisis. Kajian teoritik digunakan sebagai pisau

analisis terhadap pemecahan permasalahan hukum yang diteliti yang memuat

uraian sistematis tentang teori dasar yang relevan terhadap bahan hukum dan hasil

penelitian sebelumnya yang berasal dari pustaka mutakhir yang memuat teori,

propisisi, konsep atau pendekatan terbaru yang berhubungan dengan penelitian

yang dilakukan.1 Kajian pustaka terdiri dari teori-teori, doktrin, asas-asas dan

konsep-konsep yang dipakai dalam membahas isu hukum yang ada dalam

penelitian ini.

Teori hukum adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan

dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum.2

Filsafat ilmu memberikan konteks dari teori merupakan sesuatu yang paling tinggi

yang dapat dicapai oleh suatu disiplin ilmu.3Terdapat beberapa teori yang

digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini yakni, teori keadilan, teori

kehendak, teori keseimbangan dalam kontrak, teori perlindungan hak asasi

manusia, teori perlindungan minimum dan teori fungsi negara sebagai regulator

Doktrin-doktrin yang dipergunakan adalah doktrin unconscionability, doktrin

keberlakuan hak asasi manusia dalam hukum perdata. Pembahasan diperdalam

1Johnny Ibrahim, Op.Cit, hal.293.

2J.J.H.Brugink, 1996, Refleksi Tentang Hukum Pengertian-Pengertian Dasar Dalam Teori

Hukum, Terjemahan Arief Shidarta, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.160.

3Lili Rasjidi, Ira Thania Rasjidi, 2007, Dasar-dasar filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya

Bakti, Bandung, h.11.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

dengan menguraikan asas-asas yang berhubungan dengan kontrak pada umumnya

dan kontrak baku pada khususnya, serta ajaran-ajaran dalam hak asasi manusia.

2.1.1. Tinjauan umum kontrak baku

2.1.1.1. Peristilahan dan pengertian kontrak

Pembahasan mengenai kontrak baku dilakukan dengan terlebih dahulu

memahami pengertian kontrak itu sendiri. Istilah kontrak digunakan dalam

praktek bisnis selain istilah perjanjian dan persetujuan. Kerancuan akan istilah

kontrak atau perjanjian masih sering diketemukan dalam praktek bisnis. Pelaku

bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai

pengertian yang sama. Menurut Muhammad Syaifuddin4 pengertian antara

perjanjian dan kontrak adalah sama, jika dilihat dari pengertian yang terdapat

dalam KUHPer sebagai produk warisan kolonial Belanda, maka ditemukan istilah

“overeenkomst” dan “contract” untuk pengertian yang sama, sebagaimana

dicermati dalam Buku III Titel Kedua Tentang Perikatan-Perikatan yang Lahir

dari Kontrak atau Persetujuan, yang dalam bahasa Belanda ditulis “Van

verbintenissen die uit contract of overeenkomst geboren worden”.

Para sarjana seperti Mariam Darus Badrulzaman5, J.Satrio

6, dan Purwahid

Patrik7 juga menganut pandangan yang menyatakan bahwa istilah kontrak dan

4Muhammad Syaifuddin, 2012, Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan), Mandar Maju,

Bandung, h.15.

5Mariam Darus Badrulzaman, 2011, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, (selanjutnya

disebut Mariam Darus Badrulzaman I), h.89.

6J.Satrio,1992, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut J.Satrio

I), h.19.

7Purwahid Patrik, 1994, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, (selanjutnya

disebut Purwahid Patrik I), hal.19.

Page 3: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

perjanjian mempunyai pengertian yang sama. Agus Yudha Hernoko8 memberikan

alasan bahwa kedua istilah tersebut juga digunakan dalam istilah kontrak

komersial, misalnya perjanjian waralaba, perjanjian sewa guna usaha, kontrak

kerjasama, perjanjian kerjasama dan kontrak konstruksi.

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Ricardo Simanjutak, yang menyatakan

bahwa;

Adapun pengertian kontrak secara tegas dimaksudkan sebagai

kesepakatan para pihak yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat.

Walaupun istilah kontrak merupakan istilah yang telah lama diserap ke dalam

bahasa Indonesia, karena secara tegas digunakan dalam KUH Perdata,

pengertian kontrak tidak dimaksudkan seluas dari pengertian perjanjian seperti

yang dimaksudkan dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Pengertian kontrak lebih

dipersamakan dengan pengertian dari perikatan ataupun hukum perikatan yang

digambarkan dalam Pasal 1233 KUH Perdata9.

Pendapat Ricardo Simanjutak lebih menekankan pada istilah “kontrak”

karena memiliki kekuatan hukum yang mengikat berbeda dengan perjanjian yang

lebih luas sifatnya. Pendapat Ricardo tersebut menekankan pada akibat hukum

dari kontrak.

Geoff Monahan dan David Barker berpendapat mengenai bentuk dari

kontrak. Bentuk dari kontrak bisa lisan ataupun tulisan bahkan kombinasi dari

lisan dan tulisan namun disyaratkan mempunyai akibat hukum bagi para pihak

sehingga kontrak yang tidak menimbulkan akibat hukum dipandang sebagai

bukan kontrak. Hal tersebut dapat dilihat dari pendapatnya sebagai berikut:

A valid contract is a contract that the law will enforce and creates legal

rights and obligations. A contract valid ab initio (from the beginning) contains

all the three essential elements of formation:

8Agus Yudha Hernoko, 2011, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak

Komsersial, Kencana Prenada Media, Jakarta, hal.13.

9Ricardo Simanjutak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Cet-1, Gramedia, Jakarta,

(selanjutnya disebut Ricardo Simanjutak I), h.27.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

• agreement (offer and acceptance);

• intention (to be bound by the agreement);

• consideration (for example, the promise to pay for goods or services

received).

In addition, a valid contract may have to be in writing to be legally valid

(although most contracts may be oral, or a combination of oral and written

words)10

.

(Kontrak yang sah adalah kontrak yang dapat dipaksakan berlakunya

secara hukum dan menimbulkan akibat hukum berupa hak-hak dan kewajiban-

kewajiban. Sebuah kontrak sah dari awal jika mengandung tiga elemen yakni

persetujuan (penawaran dan penerimaan), maksud untuk terikat dalam

perjanjian, adanya prestasi contohnya janji untuk membayar barang-barang

atau jasa yang diperlukan). Sebagai tambahan, kontrak yang sah dapat

berbentuk tulisan agar sah secara hukum (walaupun beberapa kontrak dapat

lisan, atau kombinasi dari lisan dan tulisan/ garis bawah dari penulis).

Pandangan Geoff Monahan dan David Barker tersebut tidak mensyaratkan

bahwa kontrak harus dalam bentuk tulisan, karena dapat saja kontrak berbentuk

lisan bahkan gabungan antara lisan dan tulisan.

T.M Scanlon menyatakan bahwa ada perbedaan antara janji dengan

kontrak yakni11

While promises do not, I have argued, presuppose a social institution of

agreement-making, the law of contracts obviously is such an institution.

Moreover, it is an institution backed by the coercive power of the state, and

one that, unlike the morality of promises, is centrally concerned with what is to

be done when contracts have not been fulfilled.

(Sementara janji-janji tidak memiliki akan hal ini, saya berpendapat

bahwa hukum dari kontrak adalah sebuah institusi. Bagaimanapun, ia adalah

sebuah institusi yang ada akibat adanya kekuasaan negara dan berbeda dengan

aspek moral dari janji-janji, hukum kontrak menekankan pada apa yang harus

dilakukan bila kontrak-kontrak tidak dipenuhi).

Berdasarkan pendapat tersebut, maka janji lebih menekankan pada aspek

moral sebagai kekuatan mengikatnya, sedangkan pada kontrak ada pada aspek

kekuatan memaksa jika tidak ditaati.

10Geoff Monahan, David Barker, 2001, Essential Contract Law, Second Edition, Cavendish

Publishing, Sydney, p.3.

11T.M. Scanlon, 2001, “Promises and Contracts”, dalam Peter Benson (ed), The Theory of

Contract Law, Cambridge University Press, New York, p.99.

Page 5: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Penekanan pada aspek memaksa dari kontrak dikemukakan oleh

Muhammad Syaifuddin dengan mengutip pendapat Steven L. Emauel mengenai

istilah kontrak bahwa “A “contract” is an agreement that the law will enforce in

some way. A contract must contain at least one promise, i.e, a commitment to do

something in the future” (Kontrak adalah suatu persetujuan yang mana hukum

akan menegakkannya dalam berbagai cara. Kontrak harus memuat paling tidak

satu janji, yaitu suatu komitmen untuk melakukan sesuatu di masa depan).12

Penjelasan Emanuel bahwa “The term”contract” is often used to refer to

a written document which embodies an agreement. But for legal purpose, an

agreement may be a binding and enforceable contract in most circumstance even

though it is oral,” (istilah “kontrak” seringkali digunakan untuk menunjukkan

dokumen tertulis yang didalamnya terkandung persetujuan. Namun, untuk tujuan

hukum, suatu persetujuan juga merupakan suatu kontrak yang mengikat dan dapat

ditegakkan dalam banyak situasi meskipun hanya secara lisan).13

Subekti menganut pandangan bahwa istilah kontrak, memiliki pengertian

yang lebih sempit, karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang

dibuat secara tertulis sedangkan suatu perjanjian yang dibuat secara tidak tertulis

(lisan) tidak dapat disebut dengan istilah kontrak, melainkan perjanjian atau

persetujuan.14

Subekti lebih menekankan perbedaan antara kontrak dengan

perjanjian pada unsur bentuknya.

12Muhammad Syaifuddin, Op.Cit, h.16.

13Ibid.

14Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Intermassa, Jakarta, h.1., Pendapat ini juga sama dengan

pendapat Budiono Kusumohamidjojo yang menyatakan bahwa ciri kontrak yang utama adalah

bahwa dia merupakan suatu tulisan yang memuat perjanjian dari para pihak, lengkap dengan

Page 6: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Berdasarkan beberapa pandangan tersebut, penulis lebih sependapat

dengan pendapat dari Ricardo Simanjutak yang memandang kontrak (dalam

bahasa Inggrisnya contract) juga merupakan perjanjian (dalam bahasa Inggrisnya

agreement) dengan penekanan pada konsekuensi hukum (legal enforceability)

apabila tidak dilaksanakan.15

Para pihak dapat membuat suatu kesepakatan-

kesepakatan atau perjanjian-perjanjian yang tidak mempunyai konsekuensi hukum

yang mengikat para pihak walaupun perjanjian-perjanjian tersebut adalah bersifat

komersial.

Ricardo Simanjutak menjelaskan bahwa kontrak merupakan bagian dari

pengertian perjanjian, artinya bahwa kontrak adalah juga perjanjian walaupun

belum tentu perjanjian adalah kontrak. Dalam pengertian kesepakatan para pihak

yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat kontrak sama dengan

perjanjian. Perjanjian yang tidak memiliki konsekuensi hukum tidak sama dengan

kontrak. Dasar untuk menentukan apakah perjanjian mempunyai konsekuensi

hukum yang mengikat ataukah hanya sebagai perjanjian yang mempunyai

konsekuensi moral dapat dilihat dari kemauan dasar dari para pihak yang

berkontrak16

. Dalam penulisan ini lebih mengacu pada pendapat Ricardo

Simanjutak yang menyatakan bahwa kontrak merupakan perjanjian yang memiliki

akibat hukum yang tegas.

ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat, serta yang berfungsi sebagai alat bukti tentang adanya

(seperangkat) kewajiban. Selanjutnya dikemukakan, bahwa kontrak adalah perjanjian yang

dirumuskan secara tertulis yang melahirkan bukti tentang adanya kewajibankewajiban (dan karena

itu memang juga hak-hak) yang timbal balik. Lihat Budiono Kusumohamidjojo, 2001, Panduan

Untuk Merancang Kontrak, Jakarta: Grasindo, h. 6-7).

15Ricardo Simanjutak, Op.Cit., h.28.

16Ibid,h.32.

Page 7: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Konsep perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPer yang menentukan

bahwa “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih

mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.” Subekti berpendapat bahwa

”Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain

atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.17

Sudikno Mertokusumo menguraikan bahwa “perjanjian adalah hubungan hukum

antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat

hukum”. Berdasarkan kedua pandangan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum antara dua pihak atau lebih

dan dilakukan untuk menimbulkan akibat hukum.

Akibat hukum yang ingin ditimbulkan oleh kontrak adalah berupa

perikatan. Pasal 1233 KUHPer mengatur mengenai perikatan dengan menentukan

bahwa “perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang”.

Perikatan adalah akibat hukum yang hendak dicapai oleh kontrak. Subekti

membedakan pengertian antara perikatan dengan perjanjian. Subekti menyatakan

bahwa hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu

menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-

sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu

setuju untuk melakukan sesuatu. Menurut Subekti perikatan adalah suatu

perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak

yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain

berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.”

17Subekti, Loc.Cit.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Secara singkat, perjanjian atau persetujuan menimbulkan perikatan.

Perikatan itu kemudian disebut sebagai kontrak apabila memberikan konsekuensi

hukum yang terkait dengan kekayaan dan mengikat para pihak yang saling

mengikatkan diri dalam perjanjian, atau dengan kata lain kontrak adalah

perjanjian yang memiliki konsekuensi hukum..

2.1.1.2. Peristilahan dan pengertian kontrak baku

Istilah yang dipergunakan dalam kontrak baku beragam.18

Mariam

Darus Badrulzaman mempergunakan istilah “perjanjian baku19

” yang dialih

bahasakan dari istilah bahasa Belanda yakni standaardcontract atau

staandardvoorwaarden. Dalam kepustakaan Jerman, istilah yang dipergunakan

untuk perjanjian baku adalah allgemeine geshaftsbedingun, standaardvertrag,

standaardkenditionen, sementara istilah dari bahasa Inggris, yaitu standardized

18Beberapa sarjana menyamakan istilah “baku” dengan “standar”. (Lihat Mariam Darus

Badrulzaman, 2003, Perjanjian Baku (Standard), Perkembangannya di Indonesia, dalam Buitr-

Butir Pemikiran Guru Besar dari Masa ke Masa, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas

Hukum USU 1979-2001, penyunting Tan Kamello, Pustaka Bangsa, Medan). P.Lindawaty S.Sewu

mempergunakan isilah”baku” di samping mengakui pula beragam peristilahan lainnya untuk

kontrak baku seperti kontrak-kontrak adhesi, syarat-syarat umum, syarat-syarat konsumen, kontrak-kontrak menggilas, ketentuan-ketentuan standar, syarat-syarat standar, kontrak-kontrak

standar (Lihat Lindawaty S.Sewu, 2006,“Aspek Hukum Perjanjian Baku dan Posisi Berimbang

Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba”, Disertasi, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung,

h.135-136). Istilah berbeda dipergunakan oleh J.Satrio yang mempegunakan istilah “adhesie”

(lihat J.Satrio, 1993, Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir Dari Undang-Undang, Citra Aditya

Bakti, Bandung). Istilah dari bahasa Inggris, yaitu standardized contract, standard form of

contract, contract of adhesion. (Lihat Ahmad Fikri Assegaf, 2014, Penjelasan Hukum

(Restatment0 Tentang Klausula Baku, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK),

Jakarta, h.3, istilah “standard form of contract” ;Catherine Elliott and Frances Quinn, 2003,

Contract Law, Pearson Education Limited, England, h.20, lihat juga Roger Halson, 2001, Contract

Law, Pearson Education Limited, England, h.4, P.S.Atiyah, 1995, An Introduction to the Law of

Contract, Clarendon Press, Oxford, h.16. Istilah “contract of adhesion” lihat Jane P.Mallor et.all, 2003, Business Law: The Ethical, Global, and E-Commerce Environment, McGraw Hill, New

York, h.336; dan istilah “baku” diartikan dalam Bahasa Indonesia (lihat Kamus Besar Bahasa

Indonesia,Departemen Pendidikan Nasional, h.94) diartikan sebagai tolak ukur yang berlaku untuk

kuantitas dan kualitas yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan, sedangkan standar diartikan

sebagai patokan.(Kamus Besar Bahasa Indonesia,Departemen Pendidikan Nasional, h.1089). 19Beberapa sarjana mempergunakan istilah kontrak baku, Lihat Muhammad Syaifuddin,

Op.Cit. h216, Munir Fuady, 2007, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) Buku

Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Munir Fuady I), h.75.

Page 9: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

contract, standard form of contract, contract of adhesion. 20

J.Satrio21

mempergunakan istilah perjanjian adhesie untuk kontrak baku, sedangkan

P.Lindawaty S.Sewu22

menyebutkan beragam peristilahan untuk kontrak baku

seperti kontrak-kontrak adhesi, syarat-syarat umum, syarat-syarat konsumen,

kontrak-kontrak menggilas, ketentuan-ketentuan standar, syarat-syarat standar,

kontrak-kontrak standar.

Menurut Black’s Law Dictionary, kontrak baku yang diartikan sebagai

“standard-form contract” adalah “Preprinted contract containing set clauses,

used repeatedly by a business or within a particular industry with only slight

additions or modifications to meet the specific situation (kontrak yang telah

dicetak sebelumnya yang berisikan sekumpulan klausula-klausula atau syarat-

syarat, dipergunakan berulang kali dalam suatu kegiatan usaha atau dalam

industry tertentu dengan sedikit penambahan atau perubahan yang disesuaikan

dengan situasi tertentu).23

Hondius merumuskan kontrak baku sebagai “Usulan klausul-klausul

tertulis yang diajukan untuk ditetapkan tanpa negoisasi terlebih dahulu mengenai

isinya, di dalam perjanjian-perjanjian umum dengan sifat tertentu yang masih

harus dibuat dalam jumlah tak tentu.”24

Pendapat lainnya dikemukakan oleh

Drooglever Fotujin yang mengartikan kontrak baku sebagai “Perjanjian-perjanjian

20Ahmad Fikri Assegaf, 2014, Penjelasan Hukum (Restatement) Tentang Klalusula Baku,

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Jakarta, h.3

21J.Satrio, 1993, Hukum Perikatan: Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang, Citra Aditya

Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut J.Satrio II), h.44

22P.Lindawaty S. Sewu, Op.Cit, h.135-136.

23Bryan A.Garner, 1999, Black‟s Law Dictionary, Seventh Edition, West Group Publishing,

h.325.

24Mariam Darus Badrulzaman I, Op.Cit, h.15.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

yang sebagian penting dari isinya ditentukan oleh sebuah susunan klausul-klausul

perjanjian yang telah ditetapkan.”25

Johannes Gunawan mengartikan kontrak baku sebagai “Kontrak yang

baik isi, bentuk maupun cara penuntupannya dirancang, dibuat, ditetapkan,

digandakan, serta disebarluaskan secara sepihak oleh salah satu pihak, biasanya

pelaku usaha, tanpa kesepakatan dengan pihak lainnya, biasanya konsumen.26

Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa kontrak baku adalah

merupakan kontrak yang dibakukan, dipakai sebagai pedoman atau patokan bagi

siapapun yang menutup perjanjian tanpa kecuali, disusun terlebih dahulu secara

sepihak serta dibangun mempergunakan syarat-syarat standar, ditawarkan kepada

pihak lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada kebebasan untuk melakukan

penawaran atau negoisasi, sedangkan hal yang dibakukan adalah meliputi model,

rumusan dan ukuran.27

Sutan Remy Sjahdeini memberikan pengertian tentang kontrak baku

dengan mengemukakan sebagai berikut:

Perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausul yang dibakukan oleh

pemakainya dan pihak lainnya pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk

merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan hanyalah

beberapa hal saja, misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna,

tempat, waktu dan beberapa hal lainnya yang spesifik dari objek yang

diperjanjikan. Dengan kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjian

tersebut tetapi klausul-klausulnya. Oleh karena itu, suatu perjanjian yang

dibuat dengan akta notaris, bila dibuat oleh notaris dengan klausul-klausul

yang hanya mengambil alih saja klausul-klausul yang telah dibakukan oleh

salah satu pihak, sedangkan pihak yang lain tidak mempunyai peluang untuk

merundingkan atau meminta perubahan atas klausul-klausul itu, maka

25Ibid.

26Johannes Gunawan, 2003, “Reorientasi Hukum Kontrak di Indonesia”, Artikel, Jurnal

Hukum Bisnis Volume 22 Nomor 6, (selanjutnya disebut Johannes Gunawan I), h.45.

27Mariam Darus Badrulzaman, 1980, Perjanjian Baku (Standard) Perkembangannya di

Indonesia, Alumni, Bandung, (selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman II), h.96.

Page 11: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

perjanjian yang dibuat dengan akta notaris itu pun adalah juga perjanjian

baku28

Pendapat yang sama dikemukan oleh Yusuf Sofhie bahwa “Kontrak standar

adalah perjanjian atau persetujuan yang dibuat para pihak mengenai sesuatu hal

yang telah ditentukan secara baku (standar) serta dituangkan secara tertulis.”29

Pengertian resmi dari kontrak baku ditentukan dalam Pasal 1 angka 10

UUPK yaitu “Setiap aturan baku atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah

dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha

yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjankjian yang mengikat dan

wajib dipenuhi oleh konsumen.”

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka kontrak baku adalah

kontrak yang didalamnya terkandung klausul-klausul yang dibuat secara baku,

isinya dibakukan oleh salah satu pihak yang memiliki kedudukan lebih dengan

tidak memberikan kesempatan kepada pihak lainnya bernegoisasi, diterima akibat

kebutuhan salah satu pihak untuk dituangkan dalam bentuk tertentu yang dibuat

secara massal dan kolektif.

Berkaitan dengan inti dari penulisan ini yang berkaitan dengan kontrak

baku dalam perspektif hak asasi manusia, maka ruang lingkup kontrak baku dalam

penulisan disertasi ini adalah kontrak baku yang ada dalam lapangan hukum

perdata yang bersifat komersial atau disebut kontrak komersial. Pengertian

kontrak komersial dikemukakan oleh Richard Stone membedakan pengertian

domestic agreement dengan commercial agreement, dengan menguraikan “if

28Sutan Remi Sjahdeini,2009, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi

Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, h.66.

29Yusuf Sofhie, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2000, h.92

Page 12: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

agreement is not a „domestic‟ one, then it will be regarder as „commercial‟.30

Menurut Richard Stone yang dimaksud dengan domestic agreement adalah

perjanjian dalam lingkup hukum keluarga, misal perjanjian kawin, sedangkan

commercial agreement diartikan setiap perjanjian yang bukan domestic

agreement. Robert W.Clark sebagaimana dikutip oleh Agus Yudha Hernoko

menambahkan unsur utama dari kontrak komersial adalah adanya “financial or

economic motive (benefit motive)” yang mendasari hubungan para pihak31

.

Berdasarkan pandangan tersebut maka kontrak baku yang akan dibahas dalam

penulisan ini adalah kontrak baku yang merupakan kontrak komersial32

.

Latar belakang lahirnya kontrak baku adalah efisiensi dan efektifitas

dalam berkontrak. Tujuan dibuatnya kontrak baku adalah untuk memberikan

kemudahan atau kepraktisan bagi para pihak yang terlibat. Abdul Kadir

Muhammad33

memberikan beberapa keuntungan kontrak baku yakni efisiensi

biaya, waktu dan tenaga, dan praktis karena telah tersedia naskah yang dicetak

berupa formulir atau blanko yang telah siap untuk ditandantangani. Penyelesaian

cepat karena konsumen tinggal menandatangani saja dan sifat homogenitas

kontrak yang dibuat dalam jumlah banyak.

30Richard Stone, 2000, Principle of Contract Law, Cavendish Publishing, London, h.84.

31Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, h.33.

32Lihat pembagian kontrak berdasarkan tulisan Agus Yudha Hernoko yang menekankan

pembedaan kontrak antara kontrak komersial dengan kontrak konsumen. Kontrak ini dibedakan

berdasarkan hubungan dan orientasi tujuan. Kontrak komersial bertujuan pada “profit motive”,

hubungan para pihak setara, salah satu pihak bukan merupakan konsumen, sedangkan kontrak

konsumen kedudukan para pihaknya subordinat (atas-bawah), bentuknya standar/adhesi, dan salah satu pihak merupakan konsumen/end user. Penulis beranggapan bahwa pembagian berdasarkan

jenis ini memiliki kesamaan yakni sama-sama bergerak di lapangan harta kekayaan dan dalam

kontrak konsumen pun terdapat “profit motive”, demikian pula dalam kontrak komersial bisa

terjadi hubungan atas-bawah (supplier dengan distributor), sehingga penulis lebih setuju dengan

menempatkan kontrak baku dalam kontrak komersial.(Lihat Agus Yudho Hernoko, Op.Cit, h.34-

35).

33Abdul Kadir Muhammad,1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perdagangan, Citra Aditya

Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Abdul Kadir Muhammad II), h.6.

Page 13: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Dalam prakteknya yang perlu diperhatikan adalah antara istilah

“klausula baku” dengan istilah “kontrak baku”. Secara leksikal, Kamus Besar

Bahasa Indonesia memberikan arti “klausul” adalah ketentuan tersendiri dari

perjanjian, yang salah pokok atau pasalnya diperluas atau dibatasi34

, sedangkan

kontrak adalah kesepakatan oleh para pihak yang menimbulkan akibat hukum.35

Apabila dihubungkan dari segi bahasa maka klausula baku adalah ketentuan

tersendiri dan bersifat tetap (baku) yang ditambahkan dalam kontrak.36

Pendapat yang menyamakan antara istilah “klausula baku” dengan

“kontrak baku” diungkapkan oleh P. Lindawaty Sewu yang mempergunakan

istilah “syarat-syarat baku” untuk istilah “klausula baku” dengan menyebutkan

bahwa syarat-syarat baku dapat diberi pengertian sebagai syarat-syarat konsep

tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih akan dibuat, yang

jumlah tidak tentu, tanpa membicarakan terlebih dahulu isinya, asas perjanjian

adalah tetap dan tidak dapat diadakan perundingan lagi dan dinyatakan juga

sebagai perjanjian baku.37

Artinya adalah bahwa klausula baku merupakan bagian

dari kontrak baku. Di dalam kontrak baku selalu terkandung klausula-klausula

baku sebagai syarat-syarat yang tidak dapat dinegoisasikan lagi.

Salah satu jenis klausula baku adalah klausula eksonerasi atau eksemsi.

Klausula eksonerasi atau eksemsi dalam bahasa Inggris disebut exoneration atau

34Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta, h.351.

35Ricardo Simanjutak, Op.Cit, h.27.

36Ahmad Fikri Assegaf, Op.Cit, h.13.

37P.Lindawaty Sewu, Op.Cit, h.127-128, Adrian Sutedi juga yang menyamakakan antara

istilah klausul baku dengan kontrak standar (Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam

Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor, h.1.)

Page 14: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

exemption38

. Klausul terkait memuat pembebasan atau pengecuali terhadap suatu

tanggung jawab tertentu. Klausula eksemsi atau exemption clause didefinsikan

sebagai “A contractual provision providing that a party will not be liable for

damages for which that party would otherwise have ordinarily been liable”.

(ketentuan dalam suatu kontrak yang menentukan bahwa salah satu pihak tidak

akan bertanggung jawab atas kerugian-kerugian, ketika biasanya ia harus

bertanggung jawab).39

2.1.1.3. Ciri-ciri kontrak baku

Ciri-ciri dari kontrak baku diuraikan oleh beberapa sarjana. Todd Rakoff

sebagaimana dikutip oleh Wayne R.Barnes40

menyatakan bahwa kontrak baku

memiliki 7(tujuh) ciri yakni:

1. Bentuknya formulir berisikan beberapa syarat yang tertuang dalam

formulir;

2. Formulir dibuat oleh salah satu pihak yang terlibat dalam kontrak yang

biasanya adalah perusahaan bisnis;

3. Kegiatan bisnisnya melibatkan transaksi jenis yang sama sebagai kegiatan

rutin;

4. Perusahaan selalu menghadirkan form kepada pihak lainnya dengan pola

dasar“take-it-or-leave-it”;

38John M.Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia: An English-Indonesian

Dictionary, h.223.

39Bryan A.Garner, Op.Cit, h.325

40Wayne R.Barnes, 2007, “Toward A Fairer Model of Consumer Assent to Standard Form

Contract: In Defense of Restatement Subsection 211 (3)”, Article, Washington Law Review

Association, Washington, h.234-235.

Page 15: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

5. Pihak lainnya tidak sering terlibat dengan transaksi jenis tersebut,

dibandingkan dengan volume jenis transaksi tersebut yang dilakukan oleh

pihak perusahaan;

6. Biasanya kewajiban utama dari konsumer atau pihak lainnya adalah hanya

membayar sejumlah uang.

Mariam Darus Badrulzaman41

menguaraikan ciri-ciri dari kontrak baku

adalah sebagai berikut:

1. Isinya ditentukan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya kuat;

2. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi

kontrak;

3. Penerimaan atas kontrak didasarkan atas kebutuhan dari debitur;

4. Bentuknya tertentu (tertulis);

5. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal dan kolektif.

P.Lindawati Sewu42

menyatakan bahwa unsur-unsur pokok dari suatu

kontrak baku adalah sebagai berikut:

1. kontrak disepakati oleh para pihak yang dijadikan acuan/pedoman bagi

para pihak yang terikat dalam kontrak;

2. pihak penyusun perjanjian adalah pihak pemilik/produsen dari barang atau

jasa yang memiliki daya tawar lebih kuat karena memilik kekuatan lebih;

3. pihak yang menerima kontrak biasanya berada dalam posisi menerima isi

kontrak yang ditawarkan kepadanya tanpa atau dengan kemungkina untuk

melakukan negosisasi lagi;

41Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,

Bandung, h.1.

42P.Lindawati Sewu, Op.Cit, h.137.

Page 16: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

4. posisi para pihak dalam keadaan tidak seimbang;

5. klausula kontrak biasanya disusun oleh salah satu pihak;

6. isi dari kontrak berupa klausula-klausula yang dibuat secara seragam untuk

diperlakukan kepada para pihak yang terikat dalam kontrak tanpa kecuali;

7. hampir tidak ada kebebasan bagi para pihak yang menerima penawaran

untuk melakukan negoisasi ulang atas klausula-klausula yang disodorkan

kepadanya.

Abdul Kadir Muhammad43

mengemukakan ciri-ciri kontrak baku adalah

sebagai berikut:

1. Bentuknya tertulis

Kata-kata atau kalimat pernyataan kehendak yang termuat dalam

kontrak baku dibuat secara tertulis berupa akta otentik atau akta di bawah

tangan.

2. Format yang dibakukan

Format kontrak meliputi model, rumusan, dan ukuran. Format ini

dibakukan, artinya telah ditentukan model, rumusan, dan ukurannya

sehingga tidak dapat diganti, diubah, atau dibuat dengan cara lain karena

telah dicetak.

3. Syarat-syarat kontrak ditentukan oleh pengusahan

Syarat-syarat kontrak yang merupakan pernyataan kehendak

ditentukan sendiri secara sepihak oleh penguasa.

4. Konsumen hanya menerima atau menolak

43Abdul Kadir Muhammad I, Op.Cit, h.92.

Page 17: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Jika konsumen bersedia menerima syarat-syarat kontrak yang

diberikan kepadanya, maka konsumen dapat menandatangani kontrak

tersebut, dengan konsekwensi bersedia menerima tanggung jawab kontrak.

Jika tidak setuju maka konsumen tidak dapat menawar, sehingga kontrak

tidak ditandatangani;

5. Penyelesaian sengketa

Dalam syarat-syarat kontrak terdapat klausula baku yang menentukan

mengenai penyelesaian sengketa, yang pada umumnya dilakukan melalui

arbitrase, namun tidak menutup kemungkina dilakukan di pengadilan;

6. Kontrak menguntungkan salah satu pihak (pengusaha)

Dalam kontrak baku, syarat-syarat baku biasanya dimuat lengkap

dalam naskah kontrak, atau ditulis sebagai lampiran yang tidak terpisah

atau merupakan satu kesatuan dengan formulir kontrak.

Dari berbagai pendapat mengenai ciri-ciri kontrak baku, maka dapat ditarik

ciri-ciri pokok dari kontrak baku adalah;

1. Kontrak baku bentuknya tertulis;

2. Format yang dibakukan, disusun secara seragam dan dibuat dalam jumlah

kolektif dan massal

3. Adanya klausula-klausula baku yang tidak dapat ditawar oleh pihak

lainnya;

4. Klausula kontrak disusun oleh salah satu pihak yang memiliki posisi lebih

5. Posisi para pihak tidak seimbang.

Page 18: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Berdasarkan ciri-ciri kontrak baku tersebut di atas, maka bentuk-bentuk

dari kontrak baku dibedakan menjadi 3 yang dikemukakan oleh Mariam Darus

Badrulzaman44

yakni:

1. Kontrak baku sepihak, adalah kontrak yang isinya ditentukan oleh pihak

yang kuat kedudukannya, misalnya kreditur yang lazimnya memiliki

posisi (ekonomi) yang lebih kuat dibandingkan dengan debitur;

2. Kontrak baku yang ditetapkan oleh pemerintah, ialah kontrak baku yang

mempunyai objek hak-hak atas tanah;

3. Kontrak baku yang ditentukan oleh Notaris atau Advokat, yang disediakan

untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat.

AZ Nasution45

memberikan pembagian terhadap bentuk-bentuk kontrak

baku berdasarkan Pasal 1 angka 10 UUPK, bentuk kontrak baku dibagi menjadi 2

yakni kontrak dan syarat-syarat:

1. Dalam bentuk kontrak, yakni suatu kontrak yang memuat klausula-

klausula baku yang telah dipersiapkan oleh salah satu pihak, dalam hal ini

pihak pelaku usaha. Kontrak baku selain memuat aturan-aturan umum

yang biasanya terkandung dalam kontrak-kontrak lainnya, juga memuat

pula persyaratan khusus yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak;

2. Dalam bentuk persyaratan, klasula baku berupa syarat-syarat tertentu yang

dimuat dalam kuitansi, tanda penerimaan, papan pengumuman, atau

44Mariam Darus Badrulzaman, 1986, “Perlindungan Konsumen Dilihat dari Sudut Peraturan

Perjanjian Baku (Standar)”, Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen,

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, Bina Cipta, (selanjutnya disebut Mariam Darus

Badrulzaman III), h.58.

45AZ Nasution, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar, Diadit Media,

Jakarta, h.99-100.

Page 19: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

secarik kertas tertentu yang termuat dalam kemasan atau wadah produk

yang bersangkutan.

2.1.2. Teori-teori terkait kontrak baku

2.1.2.1. Teori keadilan oleh Aristoteles

Teori keadilan oleh Aristoteles dipakai dalam menjawab rumusan

masalah pertama, kedua dan ketiga. Terhadap rumusan masalah yang pertama,

untuk mengetahui landasan filosofis pembuatan kontrak baku dalam perspektif

hak asasi manusia diperlukan nilai-nilai yang berada di balik perlindungan hak-

hak asasi manusia yakni nilai keadilan. Aspek filosofis dari kontrak adalah

berdasarkan nilai keadilan. Penentuan isi nilai keadilan dengan memakai teori dari

Aristotels yang dikembangkan lagi oleh John Rawls. Rumusan masalah yang

kedua mengenai apakah kontrak baku dapat melindungi hak-hak asasi manusia?

diukur dengan nilai-nilai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles yang

selanjutnya dikembangkan oleh John Rawls. Rumusan masalah yang ketiga terkait

dengan asas-asas hukum yang dapat dijadikan rujukan dalam pembuatan kontrak

baku yang dapat melindungi hak asasi manusia adalah asas-asas hukum kontrak

yang dapat “mendorong atau meningkatkan” nilai keadilan dalam pembuatannya,

sehingga dipakai teori keadilan.

Aristoteles mendefinisikan apa itu keadilan dengan melihat apa itu

ketidakadilan. Terlebih dahulu Aristoteles mendefinisikan apa yang dimaksud

dengan individu yang tidak adil. Individu yang tidak adil dapat berupa 1)

pelanggar hukum; 2) orang yang menginginkan lebih dari bagiannya; 3) orang

yang tidak bertindak secara kepatutan/layak. Hukum berfungsi untuk membuat

Page 20: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

warganya menjadi baik (dengan memaksakan perilaku yang bermoral). Aristoteles

menyebut hukum adalah kebajikan/keutamaan yang sempurna, karena merupakan

kebaikan tertinggi dalam kaitan hubungan bermasyarakat.46

Intinya keadilan

adalah kebajikan dan ketidakadilan adalah ketidakbaikan Artistoteles menyatakan

bahwa “The just, then, is the lawful and the fair, the unjust the unlawful and the

unfair” (Keadilan adalah tindakan yang sah dan layak, sedangkan ketidakadilan

adalah tindakan yang tidak sah dan tidak layak).47

Ketidakadilan tampak dalam dua jenis yakni: 1) Jenis tertentu

(particular type) yang berkaitan dengan pendistribusian barang-barang yang tidak

adil; 2) jenis umum (general type) yang mengatur mengenai pelanggar hukum dan

hal-hal yang berhubungan dengannya. Secara singkat maka ketidakadilan adalah

tindakan yang melanggar hukum dan ketidakseimbangan (unequal), sedangkan

keadilan adalah tindakan berdasarkan hukum dan keseimbangan (equal).

Ketidakseimbangan adalah salah satu bentuk dari ketidaktaatan pada hukum.48

Keadilan juga dapat dibedakan menurut pembagian yakni keadilan jenis tertentu

equality/fairness (keseimbangan/kelayakan) dan keadilan jenis umum (lawfulness)

berdasarkan hukum.

Keadilan jenis tertentu dibagi menjadi dua bentuk yakni distributive

justice (keadilan distribusi) berkaitan dengan pembagian atau distribusi barang-

barang yang sesuai dalam masyarakat (bersifat geometric), dan keadilan korektif

(corrective justice) berkaitan dengan hubungan antar orang (horizontal). Keadilan

46Aristotles, 2009, The Nicomachean Ethics, translated by David Ross, Oxford Univiersity

Press, Oxford New York, h.223-227.

47Ibid, h.225.

48Ibid, h.229-231.

Page 21: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

di bidang korektif ini juga dapat dibagi menjadi dua kategori yakni transaksi yang

sukarela (voluntary) dan transaksi yang tidak sukarela (involuntary). Kegiatan

yang bersifat sukarela dalam bidang bisnis seperti jual beli, transaksi-transaksi

komersial, sedangkan kegiatan yang bersifat tidak sukarela dalam bidang

pelanggaran-pelanggaran seperti pencurian, pemerkosaaan, pembunuhan.49

Aristoteles berupaya mendefinisikan titik tengah dari ketidakadilan. Ia

menyatakan bahwa dikarenakan ketidakadilan identik dengan ketidakseimbangan

(since the equal is intermediate, the just will be an intermediate).50

Di antara

kedua titik ekstrem antara keadilan dengan ketidakadilan adalah

kelayakan/keseimbangan (equal). Dalam membahas distribusi yang “equal” atau

layak bukan berarti setiap orang mendapat bagian yang sama namun

pembagiannya berdasarkan kepantasan atau kepatutan, disinilah Aristoteles lebih

menekankan pada pembagian yang proporsional (pembagian berdasarkan

ketidakadilan artinya pembagian yang tidak proporsional, di satu pihak lebih dan

di pihak lainnya secara proporsional kurang). Orang yang tidak adil mendapatkan

lebih banyak sedangkan yang lainnya menderita akibat keuntungan pihak yang

tidak adil. Untuk itulah diperlukan koreksi terhadap pembagian yang tidak adil

yang menimbulkan kesengsaraan. Aristoteles menyatakan bahwa “Unjust is what

violates the proportion; for the proportional is intermediate, and the just is

proportional” (ketidakadilan adalah apa yang melanggar proporsi, dan

proporsional adalah titik tengah, dan keadilan adalah proporsional).51

49Ibid, h.227-231.

50Ibid, h.231-232.

51Ibid, h.232-233.

Page 22: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Keadilan korektif berkaitan dengan equality (persamaan/keseimbangan),

namun proporsional berkaitan dengan aritmetika. Persamaan ini berhubungan

dengan tindakan hakim untuk memulihkan keadilan, tindakan-tindakan untuk

memulihkan pelanggaran hukum, melalui hukuman-hukuman terhadap orang-

orang yang mendapatkan sesuatu berdasarkan tindakan-tindakan yang

bertentangan dengan hukum. Untuk memulihkan keadaan, keadilan korektif

mencari titik tengah yang mungkin berarti menimbulkan kerugian pada seseorang

yang telah tanpa hak memperoleh sesuatu52

. Keadilan korektif dalam kegiatan-

kegiatan yang bersifat sukarela (voluntary) dengan para pihaknya paling sedikit 2

(dua) orang yang terlibat.

Aristoteles menyatakan bahwa hubungan timbal balik yang bersifat

proporsional merupakan hubungan yang penting dalam mewujudkan keadilan di

masyarakat. Hubungan timbal balik yang menguntungkan merupakan perekat

dalam masyarakat (saling memberi dalam hubungan timbal balik yang

proporsional atau “proportionate reciprocal giving”). Aristoteles mencontohkan

seorang pembuat rumah dan seorang pembuat sepatu yang berniat melakukan

tukar menukar barang-barang atau jasa-jasa. Untuk mewujudkan keadilan mereka

harus melakukan tukar menukar dalam bentuk keseimbangan yang proporsional.

Artinya mereka harus mencari berapa sepatu yang harus ditukar untuk membayar

jasa pembuat rumah53

. Apabila kesamaan atau kelayakan (“equility”) ditemukan

maka hubungan timbal balik yang menguntungkan yang bersifat proporsional

(establisih proportional equlity) baru dapat terwujud. Aristoteles menyatakan

52Aristoteles, Op.Cit, h.234-237.

53Aristoteles, Op.Cit, h.239

Page 23: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

bahwa tidak semua harus disamakan, namun para pihak harus berusaha untuk

menemukan proporsional yang pantas untuk semua orang agar bisa bahagia54

.

Keadilan adalah titik tengah sedangkan ketidakadilan adalah titik

ekstrem dan merupakan karakter yang berkaitan dengan

kelayakan/kepantasan/fairness. Ketidakadilan adalah merupakan sesuatu yang

berlebihan (mendapatkan lebih banyak barang) dan merupakan sesuatu yang

kekurangan (mengambil milik orang lain) dan merupakan sesuatu yang buruk

karena menyebabkan penderitaan.

Orang hanya bisa melakukan ketidakadilan apabila dilakukan dalam

tindakan yang sukarela. Apabila melakukan tindakan yang tidak adil dalam

keadaan terpaksa maka orang itu dapat disalahkan namun tidak seluruhnya

dikatakan melakukan tindakan yang tidak adil. Tindakan yang tidak dilakukan

secara sukarela apabila dilakukan dalam ketidaktahuan, bukan merupakan

pilihannya, dilakukan akibat paksaan.55

Syarat-syarat untuk dapat dikatakan

melakukan tindakan yang tidak adil adalah dilakukan dengan sengaja (voluntary),

dilakukan berdasarkan pilihan yang sadar (a product of choice) dan tidak

dilakukan akibat paksaaan (not spurred by external actions).

Teori keadilan dari Aristotels menitikberatkan keadilan berlandaskan

perimbangan khususnya keadilan komutatif dalam bidang tukar menukar.

Keadilan korektif ini yang diharapkan akan terwujud dalam perlindungan hak-hak

asasi manusia di bidang kontrak baku di lapangan hukum keperdataan.

54Aristoteles, Op.Cit, h.238.

55Aristoteles, Op.Cit, h.243.

Page 24: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Munir Fuady menjelaskan lebih lanjut teori Aristoteles yang membagi

keadilan menjadi tiga yakni keadilan distributif, keadilan komutatif (keadilan

korektif), dan keadilan hukum (legal justice). Pembagian ini bertujuan untuk

menemukan kesamaan. Keadilan distributif memberikan setiap orang apa yang

patut didapatnya atau yang sesuai dengan prestasinya seperti jasa baik (merits)

dan kecurangan atau ketercelaan (demerits), yang merupakan pekerjaaan dari

legistlatif. Keadilan distributif berlaku pada bidang hukum publik.56

Keadilan distritubitf berlaku dalam hukum publik, dan keadilan korektif

yang kedua berlaku dalam hukum perdata dan pidana. Keadilan distributif

berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama rata

diberikan oleh pencapaian yang sama rata, sama-sama bisa didapatkan oleh

anggota masyarakat, dengan mengesampingkan pembuktian matematis57

.

Aristoteles menyatakan bahwa “Distributive justice, in accordance with

geometrical proportion,” yang berarti bahwa keadilan distribusi pada dasarnya

memberikan bagian masing-masing orang sama banyaknya, tidak perlu dibedakan

apakah ia kaya atau miskin, dilakukan berdasarkan nilai yang ada di masyarakat.58

Keadilan korektif (komutatif) menurut Aristoteles adalah memberikan

setiap orang haknya atau sedekat mungkin dengan haknya (to give each one his

due) tidak sama rata. Keadilan korektif oleh Aristotetles dikaitkan dengan

pembagian yang bersifat aritmetik.59

Keadilan korektif (komutatif) merupakan

56Munir Fuady, 2007, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, (selanjutnya disebut

Munir Fuady II), h.111.

57Carl Joachim Friedrich diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, 2010, Filsafat Hukum

Perspektif Historis, Nusa Media, Bandung, h.25.

58Aristoteles, Op.Cit, h.231.

59Ibid,h.234.

Page 25: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

pekerjaan para hakim dalam hal menjatuhkan hukuman sesuai dengan kadar

kesalahannya atau memberikan ganti rugi sesuai kerugian yang dideritanya,

sehingga tidak ada orang yang mendapatkan keuntungan atas penderitaan orang

lain. Keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu

kontrak dilanggar maka keadilan korektif berupaya memberikan kompensasi yang

memadai bagi para pihak yang dirugikan.60

Menurut The Liang Gie61

bahwa keadilan yang dikemukakan oleh

Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia (fairness in human action).

Kelayakan berada di tengah-tengah antara titik yang terlalu banyak dan terlalu

sedikit. Keadilan menurut Aristoteles menitik beratkan pada perimbangan.

Keadilan berdasarkan Aristoteles berasal dari konsep yang rasional.62

Keadilan distributif (distributive justice) berwujud suatu perimbangan

(proportion) agar merupakan keadilan, yang merupakan suatu persamaan dari dua

perbandingan (equality of ratios). Aristoteles mengemukakan “Therefore the just

is intermediate, between a sort of gain and a sort of loss,namely, those which are

involuntary, it consists in having an equal amount before and after the transaction

(Terjemahan: oleh sebab itu keadilan adalah berada pada titik tengah, antara

keuntungan dan kerugian, terutama mereka yang tidak secara sadar atau sukarela

yang berupaya mendapatkan beberapa hal sebelum dan sesudah transaksi)63

Ketidakadilan adalah apa yang melanggar proporsi itu. Aristoteles

60Carl Joachim Friedrich, Op.Cit, h.24.

61The Liang Gie, 1982, Teori-Teori Keadilan Sumbangan Bahan untuk Pemahaman

Pancasila, Supersukses, Yogyakarta, h. 23-25.

62E.Fernando M.Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan; Tinjauan Hukum Kodrat

dan Antinomi Nilai, Kompas Media Nusantara, Jakarta, h.13.

63Aristoteles, Op.Cit, h.238.

Page 26: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

mengilustrasikan bahwa bagian A yang diterima sesuai dengan jasa A, dan bagian

B yang diterima sesuai dengan jasa B. Teori keadilan distributif dari Aristoteles

ini mendasarkan pada prinsip persamaan (equality).64

Keadilan korektif atau komutatif dimaksud untuk mengembalikan persamaan

dengan menjatuhkan hukuman kepada pihak yang bersangkutan. Pertukaran itu

merupakan unsur timbal balik yang proporsional (proportionate reciprocity).65

Aristoteles menyatakan bahwa “reciprocity in accordance with proportion and

not on the basis of precisely equal return66

” (pertukaran yang berdasarkan pada

proporsional bukan berdasarkan pada nilai balik yang equal atau sama). Keadilan

ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yang lain atau antara

warganegara yang satu dengan warga negara lainnya. Keadilan jenis ini

menyangkut hubungan horisontal antara warga yang satu dengan warga yang lain,

disebut juga sebagai keadilan komutatif atau niaga (commutative justice).

Dalam bisnis, keadilan komutatif juga disebut atau berlaku sebagai

keadilan tukar. Dengan kata lain, keadilan komutatif menyangkut pertukaran yang

adil antara pihak-pihak yang terlibat. Prinsip keadilan komutatif menuntut agar

semua orang menepati apa yang telah dijanjikannya, mengembalikan pinjaman,

memberi ganti rugi yang seimbang, memberi imbalan atau gaji yang pantas, dan

menjual barang dengan mutu dan harga yang seimbang. Keadilan perbaikan dan

keadilan komutatif bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan

kesejahteraan umum

64The Liang Gie, Loc.Cit.

65Ibid.

66Aristoteles, Op.Cit, h.239

Page 27: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

John Rawls mengembangkan keadilan korektif atau komutatif yang

dikemukakan oleh Aristoteles dalam teori keadilan yang disebut sebagai keadilan

sebagai kelayakan (Justice as Fairness). Menurut John Rawls keadilan akan

diperoleh jika dilakukan maksimum penggunaan barang secara merata dengan

memperhatikan dua prinsip keadilan. Rawls mendasarkan teori keadilannya

melalui pendekatan kontrak, “Justice as fairness is an example of what I have

called a contract theory”.67

Secara spesifik Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsip-

prinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep ciptaannya yang

dikenal dengan posisi asali dan selubung ketidaktahuan. Setelah selubung

ketidaktahuan itu dibuka orang akan tetap secara rasional berupaya untuk

memperoleh lebih besar barang-barang. Rawls menyatakan bahwa “But from the

standpoint of the original position, it is rational for the parties to suppose that

they do want a larger share, since in any case they are not compelled to accept

more if they do not wish to” (Terjemaan: bersandar dari posisi asli, adalah rasional

apabila mereka menginginkan bagian yang lebih besar, karena dalam hal apapun

mereka tidak dipaksa untuk menerima lebih banyak apabila mereka tidak

menginginkannya), 68

Rawls berupaya untuk memposisikan adanya situasi yang sama dan

setara antara tiap-tiap orang di dalam masyarakat serta tidak ada pihak yang

memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, seperti misalnya

kedudukan, status sosial, tingkat kecerdasan, kemampuan, kekuatan, dan lain

67John Rawls, 1999, A Theory of Justice Revised Edition, The Belknap Press of Harvard

UniversityPress, Cambrigde Massachosetts, h.14.

68Ibid, h.23.

Page 28: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

sebagainya. Tujuan dari kesamaan tersebut adalah agar orang-orang tersebut dapat

melakukan kesepakatan dengan pihak lainnya secara seimbang (khususnya dalam

kontrak). Teori ini jika dikaitkan dengan kontrak maka kedudukan para pihak

adalah sama sebelum kontrak dibuat, tidak ada diskriminasi, tidak ada kedudukan

pihak yang lebih kuat atau pihak yang lebih lemah, sehingga akan tercapai

pertukaran hak dan kewajiban yang adil.

Di dalam teorinya terdapat dua prinsip utama: Prinsip pertama bahwa

setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan kebebasan dasar yang paling

luas dan kompatibel dengan kebebasan-kebebasan sejenis bagi orang lain, yang

dikenal dengan prinsip kebebasan yang sama (equal liberty principle), seperti

misalnya kemerdekaan berpolitik (political of liberty), kebebasan berpendapat dan

mengemukakan ekspresi (freedom of speech and expression), serta kebebasan

beragama (freedom of religion)69

.

Prinsip kedua dari teori Rawls bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi

diatur sedemikian rupa, sehingga dapat diperoleh manfaat sebesar-besarnya bagi

anggota masyarakat yang paling tidak diuntungkan, disebut dengan prinsip

perbedaan. Jabatan-jabatan dan posisi-posisi harus dibuka bagi semua orang

dalam keadaan dimana adanya persamaan kesempatan yang adil (prinsip

persamaan kesempatan). Prinsip perbedaan dapat dibenarkan sepanjang

69John Rawls memiliki dua prinsip yaitu:” First, each person is to have and equal right to most extensive basic liberty compatible with a similar liberty for others, second: social and

economic inequalities are to be arranged so that are both (a) reasonable expected to be to

everyone‟s advantage (b) attached to position and office open to all”. (Terjemahan: pertama

bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas

kebebasan yang sama bagi semua orang. Kedua, bahwa ketimpangan sosial dan ekonomi diatur

sedemikian rupa sehingga (a) memberikan keutungan bagi semua orang dan (b) semua poisis dan

jabatan terbuka bagi semua orang). John Rawls, Op.Cit, h.60 , lihat juga Agus Yudha Hernoko,

Op.Cit, h..52-53.

Page 29: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

menguntungkan yang lemah, sehigga ketidaksamaan kesempatan akibat adanya

perbedaan kualitas kemampuan, kemauan dan kebutuhan dapat dipandang sesuatu

yang adil menurut Rawls, asalkan memberi manfaat pada orang yang kurang

beruntung atau lemah70

. Hasil kontrak tidak harus pembagian yang sama secara

matematis, namun bersifat proporsional sesuai dengan hak-hak dan kewajiban-

kewajiban para pihak dalam kontrak.

Rawls menempatkan kebebasan akan hak-hak dasar sebagai nilai yang

tertinggi untuk mewujudkan masyarakat yang adil yang diikuti dengan adanya

jaminan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menduduki jabatan atau

posisi tertentu dan adanya pembedaan tertentu juga dapat diterima sepanjang

meningkatkan atau membawa manfaat terbesar bagi orang-orang yang paling

tidak beruntung. Bagi teori Rawls ini, setiap orang mempunyai hak yang sama

untuk kaya, bukan hak untuk memiliki kekayaan yang sama. Teori keadilan dari

John Rawls yang lebih menekankan pada proporsional dipakai untuk menekankan

nilai keadilan dalam kontrak tidaklah harus sama melainkan lebih megarah ke

proporsional. Hasil tidak harus sama secara matematis namun pembagian hak dan

kewajiban diantara para pihak dilakukan secara proporsional71

..

2.1.2.2. Teori kehendak (will theory) oleh Roscoe Pound

Teori kehendak dipakai dalam membahas rumusan masalah pertama dan

masalah kedua. Teori kehendak untuk menjelaskan dasar filosofi kebebasan

berkontrak yang berasal dari kehendak bebas. Kehendak bebas sebagai dasar dari

kebebasan berkontrak merupakan penjelmaan dari nilai-nilai hak asasi manusia.

70Ibid.

71John Rawls, Op.Cit, h.15.

Page 30: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Pelopor dari teori ini adalah Roscoe Pound dalam buku An Introduction to the

Philoshopy of law72

, menguraikan bahwa:

Putting them in the order of their currency, we may call them (1) the will

theory, (2) the bargain theory, (3) the equivalent theory, (4) the injurious-

reliance theory. That is, promises are enforced as a giving effect to the will of

those who agree, or to the extent that they are bargains or parts of bargains, or

where an equivalent for them has been rendered, or where they have been

relied on by the promisee to his injury, according to the theory chosen.

(Terjemahan: menempatkan mereka dalam urutan; kita dapat

menyebutnya (1) teori kehendak; (2) teori tawar menawar; (3) teori kesamaan,

(4) teori kerugian-ketergantungan. Adalah janji-janji dapat dipaksakan akibat

adanya kehendak dari mereka yang sepakat, atau perjanjian diakui sampai

kepada batas tawar menawar atau bagian dari tawar menawar, atau dimana

suatu kesamaan/kesetaraan terhadap janji yang telah diberikan, atau apabila

perjanjian dipercayai oleh pihak yang menerima janji atas kerugiannya,

berdasarkan pada teori-teori yang dipilih).

Teori kehendak ini menekankan pada pentingnya “kehendak” ( will atau

intend ) dari pihak yang memberikan janji. Ukuran dari eksistensi, kekuatan

berlaku dan substansi dari suatu kontrak diukur dari kehendak tersebut.

Teori kehendak (the will theory) adalah suatu kesepakatan mengikat

karena merupakan keinginan para pihak yang menginginkan kesepakatan itu

mengikat atau para pihak yang menyatakan kehendaknya untuk mengikatkan

diri73

. Teori ini menekankan pada hasrat dari pihak yang memberikan janji,

ukuran dari eksistensi kontrak, kekuatan berlaku substansi diukur dari hasrat

tersebut. Dalam sebuah kontrak yang terpenting adalah apa yang mereka inginkan.

Berdasarkan teori kehendak ini maka kesepakatan mengikat karena

kehendak para pihak yang menginginkan kesepakatan itu mengikat. Para pihak

sendiri yang pada intinya menyatakan kehendaknya untuk mengikatkan diri. Kata

72Roscoe Pound, 1922, An Introduction To The Philosophy Of Law, Yale University Press, h.

57.

73Ibid, p.151.

Page 31: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

sepakat antara subyek terjadi secara sadar dan disengaja untuk menimbulkan suatu

akibat hukum berupa prestasi. Ukuran dari eksistensi, kekuatan berlaku, dan

substansi dari suatu kontrak diukur dari hasrat/kehendak tersebut. Inti dari

perjanjian adalah perwujudan kehendak para pihak. Teori ini didukung oleh

Subekti yang menyatakan bahwa "Perikatan yang lahir dari perjanjian memang

dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian.”74

Teori kehendak ini dikembangkan lagi oleh Charles Fried dalam teori

Contract as Promise dengan mengemukakan inti utama dari teorinya adalah "An

individual is morally bound to keep his promises because he has intentionally

invoked a convention whose function it is to give grounds--moral grounds--for

another to expect the promised performance. (Individu terikat pada janjinya

secara moral karena individu tersebut telah sengaja menimbulkan persetujuan

yang berfungsi ntuk memberikan dasar-dasar moral bagi orang lain untuk

mengharapkan pemenuhan perjanjian)"75

Janji itu mengikat karena pemberi janji

(promisor) telah memilih dengan sengaja (dari kehendaknya) untuk terikat dengan

janji tersebut. Penggunaan paksaan untuk melaksanakan perjanjian tersebut adalah

sah karena sejak semula pemberi janji memberikan kewenangan tersebut

berdasarkan kehendaknya untuk terikat. Kehendak dimaksud di sini adalah

kehendak bebas tanpa paksaan.

74Subekti, Op.Cit, h.3.

75Charles Fried, 1981, Contract as Promise A Theory of Contractual Obligation, Harvard

University Press, America, h.16.

Page 32: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Berdasarkan teori ini, maka hasrat atau kehendak yang dipakai sebagai

landasan mengikatnya kontrak menimbulkan janji76

. Kehendak yang dapat

dipaksakan berlakunya adalah kehendak yang bebas dari paksaan. Kontrak

dibangun atas dasar kepercayaan dan penghargaan terhadap orang. Pihak yang

telah membuat kontrak secara moral berkewajiban untuk melaksanakan janji-janji

karena pihak tersebut telah berjanji. Janji berasal dari apa yang diucapkan atau

diperbuat yang memberikan tanda adanya persetujuan77

. Landasan mengikat

kontrak adalah janji yang dibuat yang berdasarkan dari kehendak. Pemenuhan

akan janji merupakan pemenuhan terhadap moral. Janji dan moral tidak dapat

dipisahkan. Teori ini dipergunakan untuk memberikan landasan bahwa

keberlakuan kontrak baku adalah dibenarkan apabila terbentuk dari kehendak

yang bebas tanpa paksaan.

2.1.2.3. Teori Keseimbangan dalam kontrak (the balance theory of contracts)

oleh Joel Levin dan Banks Mc.Dowell

Teori ini dipakai untuk memberikan jawaban terhadap rumusan masalah

yang ketiga. Teori ini memberikan rujukan asas-asas yang dipakai dalam

pembuatan kontrak baku agar dapat memberikan keadilan terhadap para pihak

sehingga mampu melindungi hak asasi manusia. Teori ini dikemukakan oleh Joel

Levin dan Banks Mc.Dowell dengan awal thesis landasan kekuatan mengikatnya

76Interprestasi dari perbuatan sebagai perbuatan hukum dan kontrak sebagai suatu proses yang didasarkan atas kehendak dikemukakan pula oleh Wirjono Projodikoro yakni: Suatu perjanjian

berdasarkan atas janji seorang subjek dan janji berdasarkan kemauan orang itu berjanji. Maka

pokoknya harus ada kemauan. Akan tetapi oleh karena suatu janji tentu ditujukan kepada pihak

lain, yang kemudian mendapat hak atas pelaksanaan janji itu, kemauan orang itu baru berarti bagi

pihak lain itu, apa bila diucapkan. Bagaimanapun keluarnya dari suatu kemauan, kalau kemauan

ini disimpan saja di dalam hati sanubari seseorang, ini tidak berarti dalam hukum. (Wirjono

Projodikoro, 2000, Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, h.27)

77Ibid, h.4-5.

Page 33: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

kontrak adalah “A legally binding contract exists where an obligation has been

voluntarily assumed, is reasonably fair to the party against whom it is enforced, is

consistent with society‟s contractual expectations, and gives rise to no

administrative difficulties barring enforcement”(sebuah kontrak memiliki

kekuatan mengikat secara hukum apabila kewajiban yang timbul secara sukarela,

adil bagi pihak yang lainnya, konsisten dengan harapan-harapan masyarakat dalan

hubungan kontraktual, dan tidak memiliki kesulitan administrasi dalam

pelaksanaannya)78

:

Komponen kontrak yang dapat mengikat secara hukum terdiri dari

empat komponen yakni (1) Dilakukan secara sukarela (voluntariness); (2)

keadilan/kelayakan (fairness), (3) harapan-harapan hubungan kontraktual dalam

masyarakat/ketertiban umum (society‟s contractual expectations); (4) tidak ada

kesulitan adminsitrasi dalam pelaksanaannya (absence of administrative

difficulties). Komponen teori pertama dan kedua yakni “dilakukan secara sukarela

(kesukarelaan)” dan “keadilan” merupakan variabel yang berubah-ubah namun

bersifat “check and balance” artinya dalam suatu kontrak apabila tingkat

kesukarelaannya kurang maka secara proporsional keadilan harus ditingkatkan,

demikian pula sebaliknya apabila tingkat kesukarelaannya tinggi maka penekanan

pada tingkat keadilan menjadi lebih berkurang.

Kesukarelaan (voluntariness) diukur berdasarkan tindakan yang

dilakukan secara sadar (consciously) dan dipilih berdasarkan kehendak bebas

(willingly) dari pemberi janji. Semakin tinggi tingkat kesukarelaan maka semakin

78Joel Levin and Banks McDowell, “The Balance Theory of Contracts: Seeking Justice in

Voluntary Obligations”, Articles, sumber:http://lawjournal.mcgill.ca/userfiles/other-mcdowell.pdf,

diakses pada tanggal 1 November 2015.

Page 34: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

besar kekuatan berlakunya yang dapat dipaksakan oleh hukum untuk berlakunya.

Kontrak yang di dalamnya tidak terdapat pilihan bebas (tidak ada pilihan lain)

tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sehingga menimbulkan

kebutuhan akan “keadilan/kelayakan” di dalamnya.

Keadilan atau kelayakan (fairness) adalah sebuah konsep moral yang

menjadi perdebatan sejak dahulu. Berdasarkan teori ini konsep keadilan/kelayakan

(fairness) ditandai dengan adanya pengetahuan yang cukup terhadap semua aspek

dari kontrak dan memiliki kemampuan untuk memperhitungkan akibat dari

kontrak79

. Penekanannya pada hal-hal yang secara wajar akan disepakati oleh

para pihak berdasarkan pengetahuannya bukan pada persamaan hasil yang akan

diharapka (proporsional). Pengetahuan yang penuh oleh para pihak terhadap hal-

hal yang disyaratkan dalam kontrak.

Komponen ketiga dan keempat yakni sesuai dengan ketertiban umum

(consistency with society‟s contractual expectations) 80

dan tidak ada kesulitan

administratif (administrative convenience) dalam pelaksanaanya merupakan

variable yang tergantung pada undang-undang dan bersifat relatif. Kesulitan

administratif diartikan tidak menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaanya

contohnya penentuan ganti rugi yang jelas dan dapat diukur.

79Hal ini sesuai dengan teori keadilan dari John Rawls yang menekankan pada kelayakan

dalam keadilan.

80Peter Mahmud Marzuki menyatakan bahwa ketertiban umum yang dibuat untuk membatasi kebebasan berkontrak tidak harus dalam ruang lingkup hukum publik namun terdapat pula dalam

ruang lingkup hukum privat, ketertiban umum tidak harus selalu berupa aturan hukum yang

bersifat memaksa, melainkan dapat pula berupa asas-asas hukum. Suatu kontrak bertentangan

dengan ketertiban umum apabila bertentangan dengan asas yang fundamental dari organisasi

kehidupan bermasyarakat yang ada. Asas-asas fundamental merupakan nilai-nilai filosofis dari

kehidupan bernegara dan bermasyarakat. (Lihat Peter Mahmud Marzuki, 2003, “Batas-Batas

Kebebasan Berkontrak”, Artikel, Majalah Yuridika Volume 18 No.3 selanjutnya disebut Peter

Mahmud Marzuki II, hal.215)

Page 35: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

2.1.3. Doktrin Unconscionability

Doktrin unconscionability berkembang di Amerika Serikat, diatur dalam

Uniform Commercial Code (UCC) Section 2-302 yang menentukan bahwa81

:

(1) If the court as a matter of law finds the contract or any clause of the

contract to have been unconscionable at the time it was made, the court

may refuse to enforce the contract, or it may enforce the remainder of the

contract without the unconscionable clause as to avoid any

unconscionable result;

(2) When it is claimed or appears to the court that the contract or any clause

thereof may be unconscionable the parties shall be afforded a reasonable

opportunity to present evidence as to its commercial setting, purpose and

effect to aid the court in making the determination

(Terjemahan bebas:

(1) Apabila pengadilan berdasarkan hukum menenumkan sebuah kontrak atau

klausula dalam kontrak tidak dibuat berdasarkan hati nurani, pengadilan

dapat menolak melaksanakan kontrak, atau dapat memaksa

memperlakukan sisa kontrak tanpa adanya klausula tersebut untuk

menghindari akibat yang tidak berdasarkan moral;

(2) Apabila diklaim atau diperlihatkan kepada pengadila bahwa kontrak atau

klausula tertentu merupakan klausula yang tidak sesuai dengan hati

nurani, para pihak seharusnya diberikan kesempatan yang wajar untuk

menunjukkan bukti terkait pengaturan komersial, tujuan dan akibat-

akibat untuk membantu pengadilan membuat keputusan).

Pengertian dari unconscionability tidak diatur dalam UCC, mengakibatkan

penentuan dari unconscionability ini diserahkan kepada kebebasan hakim

(penafsiran pengadilan) terhadap fakta-fakta dari pengadilan itu sendiri. Namun

jika dilihat dari asal katanya yakni conscience yang artinya “1. the moral sense of

right and wrong; esp a moral sense applied to one‟s own judgment and action. 2.

In law, the moral rule that requires justice and honest dealings between people.

(Terjemahan bebas: Perasaan moral atau nilai moral tentang benar dan salah,

dipakai sebagai pedoman penilain dan tindakan.2. aturan moral terkait dengan

81Sumber http://www.law.cornell.edu/ucc/2/2-302, diakses pada tanggal 25 Agustus 2016.

Page 36: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

keadilan dan tindakan jujur antara para pihak) ”82

sedangkan “conscionable”

diartikan sebagai “confirming with good conscience, just and reasonable” dan

unconscionable diartikan sebagai “consciounableness”83

artinya adalah

pelaksanaan yang dilakukan dengan berdasarkan pada hati nurani (moral), adil

dan layak atau patut, sehingga unconscionable berarti tidak dilakukan berdasarkan

moral, keadilan dan kepatutan. Berdasarkan arti kata ini maka doktrin

uncoscionabilty dapat diartikan sebagai doktrin yang menekankan pada akibat

hukum terhadap kontrak (klausula-klausula dalam kontrak) yang dibuat tidak

berdasarkan pada nilai-nilai moral, keadilan dan kepatutan.

Penekanan penggunaan doktrin ini untuk menilai klausula eksemsi.

Doktrin ini menegaskan bahwa suatu kontrak dapat dibatalkan oleh pihak yang

dirugikan manakala dalam kontrak tersebut terdapat klausula yang tidak adil dan

sangat memberatkan salah satu pihak, walaupun kedua belah pihak telah

menandatangani kontrak yang bersangkutan.84

Doktrin ini mengacu kepada posisi

tawar menawar dalam kontrak yang berat sebelah karena tidak terdapat pilihan

bagi pihak lainnya.

Batalnya kontrak pada umumnya disebabkan adanya posisi tawar

meneawar dalam kontrak yang tidak seimbang (kedudukan para pihak tidak

seimbang) akibat tidak adanya pilihan lain. Alasan-alasan yang dapat mendasari

pembatalan kontrak karena ketidakadilan adalah atas dasar tidak terpenuhinya

82Bryan A Garner, Black‟s Law Dictionary, Ninth Edition, West Publishing, USA, h.345.

83Ibid.

84Munir Fuady, 2007, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya

Bakti,Bandung, selanjutnya disebut Munir Fuady III), h.52-53.

Page 37: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

unsur kesepakatan (Pasal 1320 KUHPer), kontrak melanggar ketertiban umum

atau kesusilaan (Pasal 1337 KUHPer).

Indikator ditemukannya ketidadilan dalam kontrak ada pada isi klausula

dan asumsi resiko yang diambil oleh para pihak. Indikatornya adalah dengan

melihat apakah dalam suatu kontrak terdapat klausula yang memihak ke salah satu

pihak sehingga menyebabkan kedudukan menjadi tidak seimbang pada saat

kontrak dibuat. Dilihat dari asumsi resiko yang menekankan walaupun pihak-

pihak yang terlibat kontrak tidak membaca isi kontrak namun secara hukum

dianggap telah mengasumsi resiko dari isi kontrak, namun dengan pembatasan

memiliki kedudukan yang seimbang.85

Doktrin ini dibedakan menjadi dua yakni yang bersifat prosedural dan

yang bersifat substantif. Procedural unconscionability berkaitan dengan prosedur

atau cara-cara terbentuknya kontrak sedangkan substantive unconscionability

lebih pada materi atau substansi kontrak. Procedural unconscionability adalah

ketidakadilan yang disebabkan karena klausula kontrak sebagai akibat dari

kedudukan para pihak yang tidak seimbang pada saat pembuatan kontrak.

Substantive unconscionability adalah klausula dalam kontrak yang bersifat berat

sebelah tanpa menghubungkannya dengan kedudukan para pihak, menekankan

pada isi kontrak, lebih bersifat material.86

2.1.4. Asas-asas hukum kontrak

Asas hukum merupakan landasan lahirnya suatu norma hukum.

Pengujian suatu norma hukum akan selalu dikembalikan kepada asas yang

85Ibid, h.53-54.

86Ibid

Page 38: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

mendasarinya. Asas hukum itu ditemukan dalam hukum positif, dalam sistem

peraturan-peraturan, keputusan-keputusan dan lembaga-lembaga dalam

keseluruhannya, akan tetapi disamping yang positif itu asas hukum berisi

penilaian susila, pemisahan yang baik dari yang buruk, yang menjadi landasan

hukum.87

Keberadaan asas hukum dalam sebuah sistem hukum diibaratkan

sebagai “otak” dalam tubuh manusia.88

Otak mempunyai fungsi yang sangat vital,

sebagai pusat pengaturan segala fungsi tubuh manusia, demikian pula dengan asas

hukum, menjadi pusat pemikiran sistem hukum. Satjipto Rahardjo bahkan

menyatakan bahwa asas hukum merupakan “jantungnya” peraturan hukum.89

Pentingnya peranan asas hukum baik sebagai “otak” maupun “jantung”

dari peraturan hukum, yang maknanya memberikan landasan bagi lahirnya suatu

peraturan hukum. Asas hukum lahir lebih dahulu dibandingkan dengan peraturan

hukum, sehingga sesuai dengan pendapat dari Bruggink bahwa:

Pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang sistem

hukum, masing-masing dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan-putusan hakim yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan

keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.90

Beberapa sarjana mencoba menguraikan arti dan pengertian dari asas

yang dimaksud. Sudikno berpendapat bahwa:91

Asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, asas hukum merupakan

pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan

konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang

87Paul Scholten, 1992, Mr. C Asser: Penuntun Dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda,

terjemahan Siti Soemarti Hartono, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, h.89.

88Muhammad Syaifuddin, Op.Cit, h.71

89Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.85

90J.J.H.Bruggink, 1996, Op.Cit., h. 119-120.

91Sudikno, 2010, Penemuan Hukum, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, h.7.

Page 39: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang

merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat

atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut.

Pendapat dari Sudikno didukung oleh Niewnhuis dengan menguraikan

bahwa asas hukum berfungsi sebagai pembangun sistem dengan menyatakan

bahwa:

Asas hukum berfungsi sebagai pembangun sistem karena asas-asas itu

bukan hanya mempengaruhi hukum positif, tetapi juga di dalam banyak

keadaan menciptakan suatu sistem. Jadi suatu sistem tidak akan ada tanpa

adanya asas-asas. Lebih lanjut asas-asas itu sekaligus membentuk sistem

“check and balance”, artinya asas-asas itu akan saling tarik menarik menuju

proses keseimbangan.92

Asas hukum dapat memberikan arah dalam segala peraturan yang ada. Hal

ini sesuai dengan pendapat dari Bachsan Mustafa yang dikutip oleh Agus Yudha

Hernoko bahwa “Asas hukum berfungsi sebagai pondasi yang memberikan arah,

tujuan, serta penilaian fundamental, mengandung nilai-nilai dan tuntutan etis.” 93

Asas hukum sebagai salah satu fondasi dasar dalam pengembangan ilmu

hukum, merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan

hukum dan sebagai ratio legis dari peraturan hukum. Asas hukum tidak akan

habis kekuatannya melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan akan tetap saja

ada dan melahirkan peraturan-peraturan selanjutnya.94

Fungsi asas-asas hukum kontrak pada intinya bertujuan untuk

mewujudkan keadilan, menjamin kepastian hukum, dan memberikan manfaat

92Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., h.25.

93Ibid, h.23.

94Satjipto Rahardjo, Op.Cit, ,h.45.

Page 40: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

ekonomis bagi para pihak pembuat kontrak. Berkaitan dengan fungsi tersebut

dapat dikelompokkan menjadi dua fungsi yakni95

:

(1) asas-asas hukum kontrak yang membangun konstruksi hukum kontrak

yakni asas-asas hukum kontrak yang fungsinya membangun fondasi

bagi konstruksi hukum kontrak dan menempatkan kedudukan hukum para

pihak dalam kontrak setara, jelas dan konkrit;

(2) asas-asas hukum kontrak yang mengarah pada substansi hukum kontrak,

yaitu asas-asas hukum kontrak yang berkaitan dengan isi kontrak meliputi

hak-hak dan kewajiban dalam hubungan-hubungan hukum kontraktual

yang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan

kesusilaan.

Intinya asas-asas dalam hukum kontrak saling menunjang dan secara

simultan membentuk aturan-aturan yang berkaitan dengan kontrak. Penerapan

asas-asas tersebut bersifat kasuistis artinya dalam kasus-kasus tertentu terdapat

asas-asas yang lebih menonjol dibandingkan asas-asas lainnya.

Di dalam hukum kontrak, dikenal beberapa asas yang penting bagi kontrak.

M Isnaeni sebagaiman dikutip oleh Muhammad Syaifuddin menegaskan beberapa

asas hukum sebagai pilar utama hukum dimana asas kebebasan berkontrak yang

dibantu dengan asas-asas lain sebagai penyangga berdasar proporsi yang

seimbang yakni asas pacta sunt servanda, asas kesederajatan, asas privity of

contract, asas konsensualisme, asas itikad baik.96

Seminar tentang “Reformasi

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata” yang diselenggarakan oleh Badan

95Muhammad Syaifuddin, Op.Cit., h.76-77.

96Ibid, h..75

Page 41: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Pengembangan Hukum Nasional (BPHN) pada Tahun 1981 mengemukakan

beberapa asas yakni asas kebebasan untuk mengadakan kontrak, asas menjamin

perlindungan bagi kelompok-kelompok ekonomi lemah, asas itikad baik, asas

keselarasan, asas kesusilaan, asas kepentingan umum, asas kepastian hukum, asas

pacta sunt servanda.97

Mariam Darus Badrulzaman menguraikan 10 (sepuluh) asas-asas hukum

kontrak yakni (1) asas perjanjian yang sah adalah undang-undang; (2) asas

kebebasan berkontrak; (3) asas konsensualisme; (4) asas kepercayaan; (5) asas

kekuatan mengikat; (6) asas persamaan hukum; (7) asas keseimbangan; (8) asas

kepastian hukum; (9) asas moral; (10) asas kepatutan.98

Berkaitan dengan beberapa asas-asas hukum kontrak tersebut yang akan

dibahas dalam penulisan ini adalah yang paling bersinggungan dengan kontrak

baku sebagai asas yang menempatkan kedudukan para pihak seimbang, sebagai

fondasi landasan kontrak baku yakni:

(1) asas kebebasan berkontrak;

(2) asas kekuatan mengikat kontrak sebagai undang-undang (pacta sunt

servanda);

(3) asas konsensualitas;

(4) asas itikad baik;

(5) asas keseimbangan;

(6) asas proporsionalitas;

(7) Asas perlindungan.

97Ibid, h.76.

98Mariam Darus Badrulzaman dkk, Op.Cit, h.82-89.

Page 42: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Guna lebih memperjelas maksud dan pengertian dari asas-asas tersebut maka

dapat dijelaskan satu persatu yakni.;

Ad. (1) asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak dikenal dengan istilah “partij otonomie”

atau “freedom of contract” atau “liberty of contract”. Istilah yang kedua lebih

umum digunakan daripada istilah yang pertama dan ketiga. Asas kebebasan

berkontrak bersifat universal, dianut oleh hukum kontrak di semua negara pada

umumnya. Penekanan utama terhadap asas kebebasan berkontrak karena asas ini

yang akan dijadikan “pintu masuk” nilai-nilai hak asasi manusia dalam kontrak.

Fungsi asas kebebasan berkontrak ditekankan oleh Atiyah99

yang

menyatakan bahwa kebebasan berkontrak"(it) is one of the most fundamental

features of the law of contract”. Prinsip ini berarti bahwa kebebasan berkontrak

didasarkan pada kesepakatan timbal balik dan kebebasan tersebut berasal dari

pilihan yang bebas dari para pihak yang tidak dipengaruhi oleh campur tangan

pihak lain

Pelaksanaan terhadap asas kebebasan berkontrak tidak dapat dilakukan

tanpa batas, sehingga diperlukan pembatas berupa asas-asas lainnya seperti itikad

baik, keseimbangan, konsensualisme. Kebebasan berkontrak merupakan suatu hal

yang mendasar dan sebagai inti dari individu dan masyarakat dalam

pengembangan aktivitas kehidupan pribadi di dalam lalu lintas kemasyarakatan.

Kebebasan berkontrak ditinjau dari dua sudut yakni dalam arti material dan

99P.S. Atiyah, 1984, An Introduction To The Law Of Contract, Clarendo Press, Oxford,

h.7

Page 43: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

formal100

.

Arti material dari kebebasan berkontrak memberikan kepada sebuah

perjanjian isi atau substansi yang dikehendaki dan subyek hukum tidak terikat

pada tipe-tipe kontrak tertentu. Pembatasan-pembatasan kontrak hanya dalam

bentuk ketentuan-ketentuan umum yang mensyaratkan bahwa isi tersebut harus

merupakan sesuatu yang halal dan menerapkan aturan-aturan khusus, berupa

hukum memaksa bagi jenis-jenis persetujuan-persetujuan tertentu, misalnya

ketenagekerjaan dan sewa menyewa. Kebebasan berkontrak dalam arti material

dikenal dengan sistem terbuka persetujuan-persetujuan.

Arti formal dari kebebasan berkontrak yakni sebuah persetujuan dapat

diadakan menurut cara yang dikehendaki. Pada prinsipnya tidak diperlukan

persyaratan apa pun tentang bentuk, hanya memerlukan persesuaian kehendak

atau kesepakatan antara para pihak. Kebebasan berkontrak dalam arti formil

dinamakan prinsip konsensualitas. Kedua arti dari kebebasan berkontrak tersebut

baik sistem terbuka dan konsensualitas akan memiliki arti jika dikaitkan dengan

akibat hukum dari suatu kontrak, yakni kekuatan mengikatnya101

Asas kebebasan berkontrak lahir pada abad pertengahan di Eropa bersamaan

dengan munculnya teori ekonomi klasik laissez faire yang merupakan reaksi dari

mercantile system.102

Sistem ini dirasakan kurang adil karena dalam

meningkatkan upaya untuk pertumbuhan ekonomi, sistem ini hanya memberikan

100Herlien Budiono, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra

Aditya Bakti, Bandung,(selanjutnya disebut Herlien Budiono I), h.12

101Lihat Pasal 1338 kalimat 1 KUHPER yang menentukan bahwa “semua persetujuan yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

102Essel R.Dillaovou (et.al), 1962, Principle of Bussines Law, New Jersey, Prentice Hall Inc,

h.51-55.

Page 44: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

hak-hak istimewa bagi kelompok-kelompok tertentu, dan tidak memberikan

kebebasan ekonomi kepada semua pelaku ekonomi.

Adam smith sebagai peletak dasar pemikiran ekonomi modern menekankan

pada tiga prinsip dasarnya yakni Pertama, dorongan psikologis yang utama dari

manusia sebagai mahluk ekonomi adalah dorongan untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Kedua, adanya keteraturan atau ketertiban alami (natural order) di

alam semseta ini yang menyebabkan setiap orang berusaha untuk memperoleh

kepentingannya sendiri telah menambah kebaikan (social good). Ketiga,

berdasarkan kedua pemikiran tersebut, dikemukakan bahwa program yang terbaik

adalah membiarkan proses ekonomi berjalan tanpa campur tangan, yaitu

sebagaimana yang kemudian dikenal sebagai laizzes faire, ekonomi liberal, atau

non intervensionisme.103

Adam Smith, dalam bukunya “An Inqury into the Nature and Causes of

the Wealth of Nations” mengatakan bahwa sistem merkantilis tidak memajukan

pertumbuhan ekonomi suatu negara, melainkan menghambat pertumbuhan

ekonomi dan kemajuan negara tersebut.104

Berdasarkan aliran tersebut asas

kebebasan berkontrak muncul dengan memberikan kebebasan kepada individu

untuk melakukan kontrak tanpa campur tangan pemerintah. Asas ini yang

merupakan manifestasi dari paham liberalism membangun dua postulat yakni

perikatan yang lahir dari hubungan kontraktual adalah dibolehkan dengan syarat

hubungan kontraktual dibuat dalam dalam keadaan bebas dan benar.

Eksistensi asas kebebasan berkontrak adalah saling mempertahankan

103Adam Smith, 1965, The Wealth of Nations, The Modern Library, New York, 1965, h.viii.

104Sonny Keraf, 1996, Pasar Bebas, Keadilan dan Peran Pemerintah, Kanisius, Yogyakarta,

(selanjutnya disebut Sonny Keraf I), h.214.

Page 45: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

eksistensi masing-masing pihak. Dwi Astuti Mochtar sebagaimana diuraikan oleh

Mohammad Syaifuddin berpendapat bahwa setiap kontrak dilandaskan pada

prinsip aequitas praestations, yaitu prinsip yang mendekati adanya kepantasan

menurut hukum yang pernah berkembang pada abad pertengahan. Prinsip itu

menekankan bahwa orang yang mengadakan kontrak harus memperhatikan

masalah keadilan, sehingga dapat mempertahankan eksistensi masing-masing

pihak105

. Fungsi menjaga eksistensi para pihak dipakai sebagai alat uji untuk

syahnya suatu kontrak.

Di Indonesia, asas kebebasan berkontrak terkandung dalam Pasal 1338

kalimat pertama KUHPer yang memuat ketentuan normatif bahwa “semua

kontrak yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”. Menurut Sutan Remi Sjahdeini asas kebebasan berkontrak meliputi

ruang lingkup:106

1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat kontrak;

2) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat kontrak;

3) Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari kontrak yang akan

dibuatnya;

4) Kebebasan untuk menentukan objek kontrak;

5) Kebebasan untuk menentukan bentuk kontrak;

6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang

yang bersifat opsional (aanvullend, optional)

Asas kebebasan berkontrak membebaskan para pihak menentukan apa saja

yang ingin diperjanjikan sekaligus menentukan apa saja yang tidak dikehendaki

untuk dituangkan dalam kontrak, namun pelaksanaan asas ini tidak dilakukan

tanpa batas. Udin Silalahi menyebut, bahwa asas kebebasan berkontrak bagi setiap

105Muhammad Syaifuddin, Op.Cit, h.87.

106Sutan Remi Sjahdeini, Op.Cit, h.47.

Page 46: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

individu memiliki dua pengertian sekaligus, yaitu kebebasan melakukan

perjanjian dan kebebasan membuat isi perjanjian.107

Asas kebebasan berkontrak

yang tertuang dalam Pasal 1338 kalimat pertama KUHPer ditafsirkan dan

dipahami secara sistemik dengan pasal-pasal lainnya dalam KUHPer yaitu:108

1) Ketentuan imperatif yang menentukan syarat-syarat sahnya kontrak

(Pasal 1320 KUHPer);

2) Ketentuan limitatif yang melarang pembuatan kontrak tanpa sebab atau

causa, atau pembuatan kontrak berdasarkan sebab atau causa yagn

dilarang, sehingga berakibat hukum kontrak itu tidak mempunyai

kekuatan mengikat (Pasal 1335 KUHPer);

3) Ketentuan limitatif yagn menentukan bahwa suatu sebab adalah

terlarang, jika dilarang oleh undang-undang, atau jika berlawanan dengan

kesusilaan atau ketertiban umum (Pasal 1337 KUHPer);

4) Ketentuan imperatif yagn mengharuskan suatu kontrak dilaksanakan

dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPer);

5) Ketentuan imperatif yagn mengikat kontrak dengan sifat, kepatutan,

kebiasaan dan undang-undang (Pasal 1339 KUHPer);

6) Ketentuan enumeratif yang mengatur hal-hal yang menurut kebiasaan

selamanya disetujui untuk secara diam-diam dimasukkan dalam kontrak

yagn dikenal dengan istilah”bestandiggebruikelijk beding” (Pasal 1347

KUHPer).

Ad (2) asas kekuatan mengikat kontrak sebagai undang undang (pacta sunt

servanda)

Asas ini merupakan asas yang memberikan akibat hukum dari adanya

kontrak. Herlien Budiono109

mengemukakan bahwa asas ini melandasi pernyataan

bahwa suatu kontrak akan mengakibatkan suatu kewajiban hukum dan karena itu

para pihak terikat untuk melaksanakan kesepakatan kontraktual. Suatu

kesepakatan harus dipenuhi dianggap sudah terberi dan tidak dipertanyakan

kembali. Keterikatan suatu kontrak terkandung di dalam janji yang dilakukan oleh

para pihak sendiri.

107M. Udin Silalahi, “Dasar Hukum Obligation To Contract”, Artikel, Jurnal Hukum Bisnis,

Vol. 22, No. 2, Tahun 2003, h.92.

108Muhammad Syaifuddin, Op.Cit, h.90.

109Herlien Budiono I, Op.Cit, ,hal.30-31

Page 47: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Niewenhuis sebagaimana dikutip oleh Agus Yudha Hernoko,

menyatakan bahwa kekuatan mengikat dari kontrak yang muncul seiring dengan

asas kebebasan berkontrak yang memberikan kebebasan dan kemandirian kepada

para pihak, pada situasi tertentu daya berlakunya dibatasi oleh dua hal yakni itikad

baik (Pasal 1338 kalimat ketiga KUHPer) dan adanya overmacht atau force

majeure.110

Asas mengikat sebagai undang-undang (pacta sun servanda) adalah

asas dalam kontrak yang mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap

perjanjian harus ditaati dan ditepati.

Kekuatan mengikat kontrak sebagai undang-undang menentukan bahwa

para pihak harus tunduk dan patuh pada ketentuan kontrak yang mereka buat

sebagaimana tunduk dan patuh kepada undang-undang. Apabila ada pihak yang

melanggar ketentuan dan persyaratan di dalam kontrak dapat dikenakan sanksi

seperti juga pelanggaran terhadap undang-undang.

Di Indonesia asas ini dapat dilihat dari Pasal 1338 kalimat pertama

KUHPer yang menentukan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang undang bagi mereka yang membuatnya.” Ketentuan ini

memberi dasar bahwa setiap subyek hukum dan sesama subyek hukum lainnya

dapat melakukan perbuatan hukum seolah-olah sebagai pembentuk undang-

undang melalui kontrak. Pasal 1338 (1) KUH Perdata secara tegas menetapkan

suatu kontrak mempunyai daya kekuatan mengikat sebagai undangundang,

bahkan berlaku sebagailex specialis terhadap ketentuan umum yang berlaku dan

110Agus Yudha Hernoko,Op.Cit, hal.129

Page 48: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

mengikat para pihak yang menandatangani kontrak tersebut.111

Berdasarkan hal

tersebut kontrak dianggap sebagai sumber hukum perikatan selain undang-undang

yang berarti setiap subyek hukum dapat membentuk hukum (hukum kontrak)

sama halnya dengan pembentuk undang-undang.

Menurut Van Appeldoorn, kontrak dianalogikan dengan undang-

undang, yang menyamakan hingga batas tertentu pembuat kontrak sebagai

pembuat undang-undang (legislator swasta) dan dibedakan melalui daya

berlakunya. Undang-undang berlaku sesuai prosedur dan proses mengikat semua

orang dan bersifat abstrak, sedangkan kontrak mempunyai daya berlaku terbatas

bagi para pihak yang bermaksud melakukan suatu perbuatan hukum yang

konkrit.112

Para pihak yang membuat kontrak memiliki kekuasaan untuk mengatur

bentuk dan substansi kontrak yang dibuat secara sah, sehingga mempunyai daya

berlaku sebagaimana undang-undang yang dibentuk oleh legislator dan memiliki

konsekwensi harus ditaati oleh para pihak yang membuat kontrak tersebut.

Pelaksanaan kontrak tersebut dapat melalui upaya paksa dengan bantuan sarana

penegakan hukum melalui proses gugatan ke pengadilan agar bagi para pihak taat

terhadap isi kontrak.

Asas hukum ini, telah meletakkan kontrak sebagai salah satu sumber

hukum bagi mereka yang membuatnya. Perumusan Pasal 1338 kalimat pertama

KUHPer tersebut memuat dua asas hukum secara bersamaan, yakni asas

111Ricardo Simanjuntak, “Akibat Dan Tindakan-Tindakan Hukum Terhadap Pencantuman

Klausula Baku Dalam Polis Asuransi Yang Bertentangan Dengan Pasal 18 Undang-Undang No.

8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Artikel, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, No. 2, Tahun

2003, (selanjutnya disebut Ricardo Simanjutak II), h. 56

112Muhammad Syaifuddin, Op.Cit, h.93.

Page 49: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

kebebasan berkontrak dan asas mengikat sebagai undang-undang yang menurut

logika hukum berarti:

1) Kedua asas hukum tersebut tidak boleh bertentangan satu dengan yang

lainnya;

2) Kontrak baru akan mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak

dalam kontrak tersebut, apabila di dalam pembuatannya terpenuhi asas

kebebasan berkontrak yang terdiri atas lima macam kebebasan.113

Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan untuk menentukan isi, bentuk,

pihak, causa dan kesediaan untuk membuat kontrak.

Asas bahwa para pihak harus memenuhi apa yang telah mereka sepakati

sebagai kewajiban masing-masing karena kontrak merupakan undang-undang bagi

pihak-pihak yang mengadakannya dan kekuatan mengikatnya dianggap sama

dengan kekuatan undang-undang, sehingga istilah pacta sunt servanda berarti

“janji itu mengikat”. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata

terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur

lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan secara moral.114

ad (3) asas konsensualitas;

Asas konsensualisme berasal dari kata latin “consensus” yang artinya

sepakat. Para pihak sepakat atau setuju mengenai prestasi yang diperjanjikan.

Dikaitkan dengan Pasal 1338 kalimat pertama KUHPer yang menyatakan bahwa

”Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Kata “sesuai dengan undang-

113Johannes Gunawan I, Op.Cit, h.48.

114Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Op.Cit, h.88.

Page 50: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

undang” berarti bahwa pembuatan perjanjian yang sesuai dengan undang-undang

atau hukum adalah mengikat. Sesuai dengan undang-undang berarti memenuhi

keempat syarat yang terkandung di dalam Pasal 1320 KUHPer.

Di dalam asas ini terkandung kehendak para pihak untuk saling

mengikatkan dirinya dan menimbulkan kepercayaan diantara para pihak terhadap

pemenuhan kontrak. Setiap kontrak yang telah di buat mengikat para pihak yang

membuatnya jika sudah tercapai kata sepakat mengenai prestasi atau hal pokok

dari suatu perjanjian.115

Asas ini merupakan dasar dari suatu kontrak, namun demikian pada

situasi tertentu terdapat kontrak yang tidak mencerminkan kesepakatan yang

sesungguhnya disebabkan karena adanya cacat kehendak karena kesesatan

(dwaling), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang) yang mempengaruhi

timbulnya pelaksanaan kontrak.

Sebagaimana yang tersirat dalam pasal 1320 KUHPer, bahwa sebuah

kontrak sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak sejak terjadi kata

sepakat. Kontrak-kontrak yang tunduk pada asas konsensualitas, saat terjadinya

kesepakatan merupakan saat terjadinya kontrak.116

Kekuatan mengikat dari suatu

kontrak adalah lahir ketika telah adanya kata sepakat, dimana para pihak yang

berjanji telah sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam suatu perbuatan hukum.

ad (4) Asas itikad baik

Asas itikad baik tertuang dalam kalimat ketiga Pasal 1338 KUHPer

kalimat ketiga yang menentukan bahwa “Persetujuan harus dilaksanakan dengan

115Muhammad Syaifuddin,Op.Cit,h.77

116Riduan Syahrani, 2000, Seluk Beluk dan Azas-azas Hukum Perdata, Alumni, Bandung,

h.214.

Page 51: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

itikad baik.” Kendalanya, dalam pasal tersebut tidak disebutkan secara eksplisit

apa yang dimaksud dengan itikad baik sehingga orang akan menenui kesulitan

dalam menafsirkan dari itikad baik itu sendiri. Makna “itikad baik” menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh,

maksud, kemauan (yang baik).117

Itikad baik merupakan suatu pengertian yang abstrak yang berhubungan

dengan apa yang ada dalam alam pikiran manusia. Sampai saat ini tidak ada

makna tunggal itikad baik dalam kontrak, sehingga masih terjadi perdebatan

mengenai bagaimana sebenarnya makna dari itikat baik itu. Itikad baik para pihak,

haruslah mengacu kepada nilai-nilai yang berkembang ditengah masyarakat,

sebab itikad baik merupakan bagian dari masyarakat. Dalam praktek pelaksanan

kontrak sering ditafsirkan sebagai hal yang berhubungan dengan kepatuhan dan

kepantasan dalam melaksanakan suatu kontrak.

Berdasarkan Simposium Hukum Perdata Nasional yang diselenggarakan

oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), itikad baik diartikan sebagai:

a) Kejujuran pada waktu membuat perjanjian;

b) Pada tahap pembuatan ditekankan, apabila perjanjian dibuat dihadapan

pejabat yang berwenang, para pihak dianggap beritikad baik.

c) Sebagai kepatutuan dalam tahap pelaksanaan.118

Menurut Wirjono Prodjodikoro dan Subekti, itikad baik (te goeder trouw)

yang sering diterjemahkan sebagai kejujuran, dibedakan menjadi dua macam,

117Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa-Depdikbud RI, 1997, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h.369.

118Ridwan Khairandy, 2003, “Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak”, Disertasi, Program

Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, (selanjutnya

disebut Ridwan Khairandy I), h.141.

Page 52: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

pertama, itikad baik pada waktu akan mengadakan hubungan hukum atau

kontrak, dan kedua, itikad baik pada waktu melaksanakan hak-hak dan kewajiban-

kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut.119

Itikad baik pada waktu

akan mengadakan kontrak berupa perkiraan atau anggapan seseorang bahwa

syarat-syarat dimulainya hubungan hukum telah terpenuhi. Itikad baik ini

terkandung dalam Pasal 1977 dan 1963 KUHPer, yang menentukan syarat untuk

memperoleh hak milik atas barang melalui daluwarsa. Itikad baik jenis ini bersifat

subjektif dan statis.

Itikad baik jenis kedua yakni itikad baik pada waktu melaksanakan

kontrak diatur dalam Pasal 1338 kalimat ketiga KUHPer bersifat objektif dan

dinamis mengikuti situasi sekitar perbuatan hukumnya serta titik beratnya pada

tindakan yang akan dilaksanakan oleh kedua belah pihak atas kontrak yang telah

disepakati.120

Arthur S.Hartkamp121

memberikan dua model pengujian terhadap

adanya itikad baik yang bersifat objektif dan dinamis yakni pertama, pengujian

objektif yang dikaitkan dengan kepatutan yang ditekankan pada tindakan yang

dilakukan dengan patut, kedua, pengujian subjektif yang dikaitkan dengan

keadaan karena ketidaktahuan (lack of notice). Pengujian dilakukan untuk setiap

tahap kontrak, baik tahap prakontrak, tahap penandatanganan, tahap pelaksanaan.

Sifat dari itikad baik dapat berupa subjektif, dikarenakan terhadap

perbuatan ketika akan mengadakan hubungan hukum maupun akan melaksanakan

perjanjian adalah sikap mental dari seseorang. Banyak penulis ahli hukum

Indonesia menganggap itikad baik bersifat subjektif. Akan tetapi sebagaimana

119Riduan Syahrani, .Op.Cit., h.260.

120Muhammad Syaifuddin, Op.Cit, h.95.

121Ibid, h.96.

Page 53: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

pendapat Wirjono Projodikoro yang dikutip oleh Riduan Syahrani para kalangan

ahli hukum Belanda antara lain Hofmann dan Vollmar menganggap bahwa

disamping adanya pengertian itikad baik yang subjektif, juga ada itikad baik yang

bersifat objektif, oleh mereka tidak lain maksudnya adalah kepatutan (billikheid,

redelijkheid).122

Berdasarkan teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat

diterapkan dalam situasi dimana kontrak sudah memenuhi syarat hal tertentu.

Permasalahan timbul akibat ajaran ini tidak melindungi pihak yang menderita

kerugian dalam tahap pra kontrak atau tahap perundingan, karena dalam tahap ini

perjanjian belum menenuhi syarat tertentu.123

Untuk menjawab hal tersebut maka

beberapa sarjana memberikan dasar keberlakuan itikad baik yang dibedakan pada

pra kontrak dan pasca kontrak.

Menurut Ridwan Khairandy asas itikad baik dalam kontrak dibedakan

antara itikad baik pra kontrak (precontractual good faith) dan itikad baik

pelaksanaan kontrak (good faith on contract performance).124

Itikad baik dalam

fase pra kontrak disebut juga sebagai itikad baik subjektif, sedangkan itikad baik

dalam tahap pelaksanaannya disebut sebagai itikad baik objektif. Itikad baik

subjektif adalah itikad baik yang harus ada pada saat para pihak melakukan

negoisasi dan bermakna kejujuran. Bersifat subjektif karena didasarkan pada

kejujuran para pihak yang melakukan negoisasi.

122Ibid,h.262.

123Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta, h.5.

124Ridwan Khairandy, 2013, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan

(Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta,(selanjutnya disebut Ridwan Khairandy II), h.91-92.

Page 54: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Itikad baik pada pra kontrak dapat ditemukan pada UUPK yang

mengakui bahwa itikad baik sudah harus ada sebelum ditandatangani perjanjian,

sehingga janji-janji pra kontrak dapat diminta pertanggungjawaban berupa ganti

rugi, apabila janji tersebut diingkari.125

Itikad baik objektif ditekankan pada isi

kontrak yang bersifat rasional dan patut. Isi kontrak berkaitan dengan hak dan

kewajiban para pihak yang melakukan kontrak..

Asas itikad baik menjadi salah satu instrumen hukum untuk membatasi

kebebasan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian. Artinya bahwa

kontrak harus dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan. Itikad baik meliputi

segala tahapan hubungan kontraktual, baik dari fase pra kontrak, fase kontrak, dan

fase pasca kontrak. Itikad baik mendasari seluruh proses pembuatan kontrak,

sehingga fungsi dari Pasal 1338 kalimat ketiga KUHPer bersifat dinamis

mengikuti seluruh proses kontrak.

Dalam hukum kontrak itikad baik memiliki tiga fungsi yaitu, fungsi

yang pertama, semua kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, fungsi

kedua adalah fungsi menambah yaitu hakim dapat menambah isi kontrak dan

menambah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kontrak itu

sedangkan fungsi ketiga adalah fungsi membatasi dan meniadakan (beperkende en

derogerende werking vande geode trouw).126

Dalam pelaksanaanya asas ini kerap

bersinggungan dengan “keadaan memaksa” dan “penyalahgunaan keadaan”.

ad (5) Asas keseimbangan

125Ibid., h. 8-9.

126Ibid, h. 33.

Page 55: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Kata “keseimbangan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti

“keadaan seimbang (seimbang-sama berat, setimbang, sebanding,

setimpal)”127

Makna keseimbangan dijelaskan oleh AB Massier & Marjanne

Termorshuizen-Art sebagaimana dikutip oleh Muhammad Syaifuddin dengan

mengajukan pengertian “ketidakseimbangan” (onvenwichtigheid,

onevenredigheid), dengan memakai indikasi adanya penyalahgunaan keadaan

karena adanya ketidaseimbangan kedudukan para pihak.128

Asas keseimbangan adalah suatu asas yang dimaksudkan untuk

menyelaraskan asas-asas pokok hukum kontrak yang dikenal dalam KUHPer

dengan jiwa dan semangat bangsa Indoensia.129

Kesetaraan para pihak dalam

membuat sebuah perjanjian merupakan landasan dari asas keseimbangan. Asas

keseimbangan diterangkan oleh Mariam Darus Badrulzaman yakni;

Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan

perjanjian itu. Asas keseimbangan merupakan kelanjutan dari asas persamaan.

Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelaksanaan prestasi melalui

kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan

perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan

kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan

itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang130

.

Menurut Agus Yudha Hernoko yang mengutip pendapat AB Massier

dan Marjanne Termorshuizen-Arts bahwa dalam hubungan perikatan, makna

seimbang adalah menurut imbangan, dengan memberi contoh pelunasan harus

dianggap berlaku untuk masing-masing utang menurut imbangan jumlah masing-

127Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia Depdikbud RI,

Op.Cit, h.373.

128Muhammad Syaifuddin, Op.Cit, h.97.

129Herlien Budiono, 2006, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia

Berlandaskan Asas-asas Wigati Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut

Herlien Budiono II), h.33.

130Mariam Darus Badrulzaman I, Op.Cit, h .43.

Page 56: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

masing.131

Keseimbangan diartikan dengan kesamaan, sebanding dalam jumlah,

ukuran atau posisi. Dalam kaitan dengan kontrak baku, maka asas keseimbangan

diartikan pada keseimbangan posisi para pihak.

Asas keseimbangan, menurut Herlien Budiono, dilandaskan pada upaya

mencapai suatu keadaan seimbang yang sebagai akibat darinya harus

memunculkan pengalihan kekayaan secara absah. Tidak terpenuhinya

keseimbangan berpengaruh terhadap kekuatan yuridikal suatu perjanjian. Dalam

terbentuknya perjanjian, ketidakseimbangan dapat muncul, karena perilaku para

pihak sendiri mapun sebagai konsekuensi dari substansi (muatan isi) perjanjian

atau pelaksanaan kontrak. Keadaan seimbang diharapkan dapat mencegah

kerugian di antara para pihak dalam suatu kontrak.132

Penekanan pada asas keseimbangan pada keseimbangan posisi para pihak.

Hal-hal yang dapat menggangu keseimbangan kontrak adalah cara terbentuknya

kontrak yang melibatkan pihak-pihak yang tidak memiliki kedudukan yang sama.

Ketidaksamaan kedudukan tersebut menghalangi terwujudnya kehendak untuk

mewujudkan keadilan dalam pertukaran ekonomi atas barang dan jasa yang

dijanjikan dalam kontrak. Dalam hal terjadi ketidaseimbangan posisi yang

menimbulkan gangguan terhadap isi kontrak diperlukan campur tangan dari badan

kekuasaan (hakim). Tujuan dari asas keseimbangan adalah hasil akhir yang

menempatkan posisi para pihak seimbang (equal) dalam menentukan hak dan

kewajibannya.

Ad (6). Asas proporsionalitas

131Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, h.75.

132Herlien Budiono II, Op.Cit., h.317-318.

Page 57: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Makna asas proporsionalitas diberikan oleh Peter Mahmud Marzuki yang

menyamakan dengan istilah “equitability contract” dengan unsur justice dan

fairness133

. Makna “equability” sebagai suatu hubungan yang setara, tidak berat

sebelah dan adil (fair), artinya hubungan kontraktual berjalan secara proporsional

dan wajar. Asas ini lahir akibat adanya asas aequitas praestasionis yaitu asas yang

menghendaki jaminan keseimbangan dan ajaran justum prestitum, yaitu

kepantasan menurut hukum. Kontrak berawal dari tidak samanya kedudukan para

pihak namun hal tersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak yang lebih

dominan untuk mengambil keuntungan secara tidak layak.

Asas proporsionalitas menekankan pada bagian masing-masing pihak yang

tidak harus selalu sama, namun pada proporsi pembagian kewajiban dan hak. Asas

ini menekankan pada pendekatan prosedural yang menitikberartkan pada

kebebasan berkehendak dan pendekatan substantif pada substansi perjanjian.134

.

Asas proporsionalitas bermakna sebagai asas yang mendasari pertukaran hak dan

kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya dalam seluruh proses

kontraktual.135

Asas ini meliputi seluruh tahapan kontrak, baik dari prakontrak,

pembuatan kontrak dan pelaksanaan kontrak (pre-contractual, contractual, post-

contractual).

Menurut Agus Yudha Hernoko, terdapat beberapa faktor yang dapat

dijadikan ukuran proporsionalitas, diantaranya didasarkan pada nilai-nilai

kesetaraan, kebebasan, distribusi proporsional, terdapatnya asas kecermatan,

133Peter Mahmud Marzuki II, Op.Cit, h.205

134Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, h.87.

135Ibid.

Page 58: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

kelayakan dan kepatutuan.136

Faktor-faktor tersebut bukan merupakan diukur

berdasarkan ilmu pasti atau angka-angka matematis (kesamaan hasil) melainkan

pada proporsi pembagian hak dan kewajiban diantara para pihak yang

berlangsung secara layak dan patut. Asas proporsionalitas tidak

mempermasalahkan kesamaan hasil secara matematis, namun lebih menekankan

pada pembagian hak dan kewajiban secara proporsional diantara para pihak

dengan memperhatikan kelayakan dan kepatutuan (fair and reasonableness).

Asas proporsionalitas dalam hal terjadinya kegagalan pelaksaaan kontrak

berfungsi sebagai alat penilai apakah kegagalan tersebut bersifat fundamental

sehingga menganggu pelaksanaan sebagian besar perjanjian atau hanyalah hal-hal

yang merupakan hal ringan/tidak mempengaruhi pelaksanaan perjanjian. Fungsi

tersebut mencegah terjadinya penyalahgunaan klausul pelaksanaan perjanjiaan,

demi keuntungan salah satu pihak.

Hal ini terjadi dalam suatu kontrak baku dimana posisi para pihak tidak

seimbang atau salah satu pihak memiliki kedudukan yang kuat (dominan) dan di

pihak yang lain memiliki kedudukan yang lemah. Asas proporsionalitas

memberikan pedoman dalam menentukan hak dan kewajiban masing-masing

pihak secara proporsional.

Ad 7) Asas perlindungan

Asas perlindungan dirumuskan dalam Lokakarya Hukum Perikatran

yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)

Departemen Kehakiman Republik Indonesia pada tanggal 17-19 Desember 1985.

136Ibid, h.89.

Page 59: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Asas perlindungan yaitu asas yang memberikan penekanan pada perlindungan

terhadap pihak yang lemah, dalam hal ini antara hubungan debitur dengan kreditur

yang perlu ditekankan mendapat perlindungan adalah pihak debitur karena pihak

ini berada dalam posisi yang lemah.

2.2. Kajian Teoritik Hak Asasi Manusia

Uraian awal mengenai pengertian hak dan kewajiban sebelum

penjelasan mengenai pengertian hak asasi manusia. Uraian dilanjutkan dengan

klasifikasi hak asasi manusia. Setelah pemaparan tinjauan umum hak asasi

manusia barulah akan diuraikan mengenai teori-teori terkait hak asasi manusia,

doktrin keberlakuan hak asasi manusia dalam hukum perdata dan ajaran hak asasi

manusia.

2.2.1. Tinjauan umum hak asasi manusia

2.2.1.1. Pengertian hak dan kewajiban

Pembahasan terhadap hak asasi manusia tidak akan lepas dari pengertian

tentang “hak” itu sendiri. Hak dibedakan menjadi 2 yakni hak relatif dan hak

absolut. Hak-hak keperdataan sebagai hak yang relatif, sedangkan hak yang

termasuk hak absolut adalah hak asasi manusia. Hak diartikan oleh Satjipto

Rahardjo sebagai suatu pemberian dari hukum kepada seseorang, dengan tujuan

untuk melindungi kepentingan orang tersebut.137

Berdasarkan pendapat ini, maka

Satjipto Rahardjo lebih menekankan fungsi hukum sebagai pemberi hak.

137Satjipto Rahardjo, Op.Cit., h.94

Page 60: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Pendapat Satjipto Rahardjo didukung oleh Fitzgerald sebagaimana

dikutip oleh Achmad Ali138

dengan mendasarkan ciri-ciri hak pada adanya subyek

hukum sebagai pemilik hak, adanya kewajiban sebagai apa yang dituju oleh hak

yang di dalamnya terdapat hubungan korelatif, adanya isi dari hak yakni

kewajiban bagi pihak lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, adanya

obyek hak berupa perbuatan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan

sesuatu, setiap hak mempunyai titel yakni dasar peristiwa tertentu yang

merupakan alasan melekatnya hak tersebut.

Konsep hak menurut Dworkin sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud

Marzuki bahwa hak bukan apa yang dirumuskan melainkan nilai yang mendasari

perumusan itu.139

Menurut Peter Mahmud Marzuki bahwa hak bukan diciptakan

oleh hukum, melainkan hak yang memaksa adanya hukum, dan keberadaan hak

akibat hakekat kemanusiaan itu sendiri yang adalah ciptaan Tuhan.140

K.Bertens menyatakan hak sebagai “klaim yang dibuat oleh orang atau

kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap masyarakat”141

. Pengertian

klaim yang dikemukakan oleh K.Bertens belum memberikan alasan timbulnya

klaim. Pendapat lain dikemukakan oleh Theo Hujbers142

yang membagi hak dalam

arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas hak adalah undangan berdasarkan rasa

dari manusia itu sendiri, sedangkan dalam arti sempit merupakan tuntutan mutlak

yang tidak boleh diganggu gugat.

138Achmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum, Cet-3, Ghalia Indonesia, Bogor, h.179.

139Peter Mahmud Marzuki, 2013, Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenada

Media Group, Jakarta (selanjutnya disebut Peter Mahmud Marzuki III), h.154.

140Ibid, h.155.

141K.Bertens,2001, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.179.

142Theo Hujbers, 1990, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, h.93.

Page 61: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Unsur atau komponen yang membentuk hak yakni adanya komponen

dari individu yang terletak dari pribadi, kemerdekaan dan tanggung jawab,

komponen yang berupa hubungan antara subyek hukum dengan materi suatu hak,

dan adanya fakta yang menghubungkan subyek tertentu dengan sesuatu

tertentu143

. Pendapat Achmad Ali mengenai unsur hak lebih ke arah gabungan

antara eksternal dengan internal yakni adanya unsur perlindungan, unsur

pengakuan, dan unsur kehendak.144

Dalam kaitan dengan hak asasi manusia,

penulis mengacu pada pendapat dari Peter Mahmud Marzuki dengan

mengedapankan adanya hak terlebih dahulu barulah hukum.

Kewajiban menurut W.Poespoprodjo145

, dapat dipandang dari dua sisi,

yakni sisi subjektif dan sisi obyektif. Sisi subjektif merupakan suatu keharusan

moral untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu, sedangkan berdasar sisi

obyektif kewajiban merupakan sesuatu yang harus dikerjakan atau tidak

dikerjakan.

Hubungan antara hak dan kewajiban adalah tak terpisahkan. Hubungan

hak dan kewajiban menyangkut keadilan. Pelaksanaan kewajiban akan

memunculkan timbulnya hak. Hak dibatasi oleh kewajiban. Kewajiban

dibebankan oleh hukum, semua keharusan moral yang merupakan kewajiban

dikuatkan oleh aturan hukum. Hak dan kewajiban diikat oleh suatu sistem hukum.

143Muhamad Erwin, 2011, Filsafat Hukum Refleksi Kritis terhadap Hukum, Rajawali Pers,

Jakarta, h.240-241.

144Achmad Ali, Op.Cit, h.181

145W.Poespoprodjo, K.Bertens, 1999, Filsafat Moral (Kesusilaan dalam Teori dan Praktek),

Pustaka Grafika, Bandung, h.275-276.

Page 62: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Paul Sieghart146

memberikan pendapat adanya hak dan kewajiban yang

bersifat timbal balik, bahwa terdapat kesalahan pandangan dalam teori-teori

hukum yang menyatakan bahwa hak-hak dan kewajiban-kewajiban adalah bersifat

simmetris berlaku dalam individu yang sama, artinya jika seseorang memiliki hak

berarti orang tersebut memiliki kewajiban yang timbul dari hak itu.

Kenyataannya, jika seseorang memiliki hak, pemenuhan akan hak tersebut akibat

orang lain yang memiliki kewajiban (correlative duty), demikian pula sebaliknya

jika seseroang memiliki kewajiban berarti orang lain memiliki hak akibat

kewajiban tersebut (corresponding right). Hak seseorang untuk berjalan dengan

rasa aman di pinggir jalan berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk

mengemudi secara hati-hati. Hak dan kewajiban timbal balik lain ditimbulkan

akibat kepentingan yang timbal balik pula.

2.2.1.2. Peristilahan dan pengertian hak asasi manusia

Pemahaman yang utuh terhadap hak asasi manusia, dimulai dengan

pemahaman terhadap istilah-istilah yang dipergunakan. Ditinjau dari berbagai

istilah yang ditemukan dalam literature. Hak asasi manusia merupakan terjemahan

dari “droits d€ l‟homme” dalam bahasa Perancis yang berarti hak manusia, atau

dalam bahasa Inggrisnya disebut “human rights” dan dalam bahasa Belanda

disebut “mensenrechten”. Istilah hak-hak dasar yang merupakan terjemahan dari

“basic rights” dalam bahasa Inggris dan “fundamentele rechten” dalam bahasa

Belanda147

. Istilah lain yang dikemukakan oleh Philipus M.Hadjon148

adalah

146Paul Sieghart, 1986, The Lawfull Rights of Mankind An Introduction to The International

Legal Code of Human Rights, Oxford University, Oxford, h.43.

147Bahder Johan Nasution, Op.Cit, h.129.

Page 63: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

istilah “natural right” dalam bahasa Inggris, dan istilah”rechten van den mens”

dalam bahasa Belanda, sedangkan dalam bahasa Indonesia mempergunakan

istilah-istilah seperti hak-hak asasi manusia, hak-hak kodrat dan hak-hak dasar.

Secara garis besar terdapat dua kelompok peristilahan dalam hak asasi

manusia yakni kelompok pertama mempergunakan istilah “hak dasar” sebagai

terjemahan dari istilah “grondrachten”, “grundrechte”, “fundamental rights”,

“droits fundamentaux” dan kelompok kedua mempergunakan istilah “hak asasi

manusia” sebagai terjemahan dari “mensenrechten”, “menchenrechte”, “human

rights”, dan “droits d€ l‟homme”.

Perbedaan pengertian antara hak-hak asasi dengan hak-hak dasar

dikemukakan oleh Bahder Johan Nasution yakni hak-hak asasi ditekankan pada

hak-hak yang memperoleh pengakuan secara internasional, sedangkan hak dasar

diakui melalui hukum nasional.149

Pengertian hak-hak asasi manusia terkait

dengan asas-asas idea dan politis, sedangkan hak dasar merupakan bagian dari

hukum dasar. Hak-hak asasi manusia bersifat lebih dinamis karena dimuat dalam

dokumen politik sedangkan hak-hak dasar dituangkan dalam dokumen yuridis

seperti Undang-Undang Dasar (konstitusi) dan dalam Konvensi Internasional.

Berdasarkan pemahaman tersebut pengertian hak asasi manusia dipahami pula

sebagai hak dasar, dan sama-sama dibatasi secara yuridis dan moral.

Pengertian hak-hak asasi manusia dapat ditemukan dalam berbagai

pendapat para sarjana. Miriam Budiarjo150

memberikan arti sebagai berikut:

148Philipus M.Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu,

Surabaya, h.38

149Bahder Johan Nasution, Op.Cit, h.130.

150Miriam Budiardjo, 1986, Dasar-dasar Ilmu Politik, Cet-10, Gramedia, Jakarta, h.121.

Page 64: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang diperoleh dan

dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan

masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan

atas dasar bangsa, ras, agama atau kelamin, dan karena itu bersifat universal.

Dasar dari semua hak asasi ialah bahwa manusia memperoleh kesempatan

berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya.

Ramdlon Naning sebagaimana dikutip oleh Harum Pudjiarto151

menguraikan

sebagai berikut:

Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada martabat manusia, yang

melekat padanya sebagai insan ciptaan Allah Yang Maha Esa atau hak-hak

dasar yang prinsip sebagai anugerah ilahi. Berarti hak asasi manusia

merupakan hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak

dapat dipisahkan dari hakekatnya, karena itu Hak Asasi Manusia bersifat luhur

dan suci.

Pengertian hak asasi manusia yang tertuang dalam UU HAM dijelaskan

dalam menimbang bagian b sebagai berikut: “Bahwa hak asasi manusia

merupakan hak-hak dasar yang melekat secara kodrati melekat pada diri manusia,

bersifat universal and langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati,

dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh

siapapun”.

Pasal 1 Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak

Asasi Manusia memberikan pengertian bahwa:

Hak asasi manusia sebagai perangkat hak yang melekat pada hakikat dan

Universitas Sumatera Utara keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang

Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung

tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Menuru Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 memberikan pengertian hak asasi

manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun yakni:

151Harum Pudjiarto, 1993, Hak Asasi Manusia di Indonesia Suatu Tinjauan Filosofis

Berdasarkan Pancasila dan Permasalahannya dalam Hukum Pidana, Atma Jaya, Yogyakarta,

h.25-26.

Page 65: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan

hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui

sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar

hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi

dalam keadaan apapun.

Pengertian-pengertian mengenai hak asasi manusia tersebut di atas,

dapat ditarik suatu garis bahwa hak asasi manusia itu ada justru karena sifat

kemanusiaannya, oleh karena derajat dan harkat martabat manusia yang tidak

dimiliki oleh mahluk-mahluk ciptaan Tuhan lainnya, sehingga hanya pada

manusia hak-hak tersebut ada. Hak-hak asasi manusia tersebut tidak boleh dicabut

oleh siapapun, sebab pencabutan hak-hak tersebut berarti hilangnya pengakuan

terhadap derajat dan martabat manusia. Hak asasi manusia merupakan suatu hak

yang lebih dulu ada, bukan sesuatu pemberian dari masyarakat atau negara, hak

itu dibutuhkan oleh manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hak

asasi manusia sebagai hak alamiah yang membutuhkan keberdaan hukum sebagai

legalitas formalnya (positive rights).

Negara memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi individu dari

individu-individu lainnya maupun dari negara itu sendiri. Hak asasi manusia

merupakan kebebasan yang dimiliki oleh seorang manusia, dan tidak ada

kekuasaan yang dapat mencampurinya, namun luas atau wilayah kebebasan ini

dibatasi oleh undang-undang.

Paul Sieghart152

menyatakan bahwa terdapat 3 karakteristik dari hak

asasi yang membedakan dari hak-hak lainnya yakni: tetap (inherence), tidak dapat

dicabut (inalienability) dan persamaan (equalibility). Pendapat dari Paul Sieghart

152Paul Sieghart, Op.Cit, h.43.

Page 66: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

sejalan dengan pendapat A. Gunawan Setiardjo yang memberikan pengertian

tentang hak asasi manusia sebagai hak-hak yang melekat pada manusia

berdasarkan kodratnya. Jadi hak-hak yang dimiliki sebagai manusia dan hak asasi

manusia diperlukan pemahaman secara universal.153

Pendapat Gunawan didukung

oleh Darwin Prinst dengan menekankan hak asasi manusia sebagai hak yang

berasal dari Tuhan Yang Maha Esa diberikan sebagai anugerah kepada manusia

melalui akal budi untuk membedakan yang baik dengan yang buruk sebagai

pedoman manusia dalam menjalankan kehidupannya154

Hak asasi manusia artinya hak yang bersifat mendasar. Hak-hak asasi

merupakan suatu perangkat asas-asas yang timbul dari nilai-nilai yang kemudian

menjadi kaidah-kaidah yang mengatur perilaku manusia dalam hubungan dengan

sesama manusia.155

Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh para sarjana di

atas dan yang dianut oleh undang-undang, maka hak asasi manusia adalah

sebagai hak kodrati, melekat akibat kodrat sebagai manusia dan wajib dilindungi

oleh negara. Pengertian ini memberikan makna konsep hak asasi manusia sebagai

hak-hak alamiah (natural rights). Konsep ini memiliki kelemahan yakni gagal

menjelaskan batas-batas dari kebebasan yang dimiliki oleh hak tersebut.

Kelemahan konsep hak asasi manusia sebagai hak-hak alamiah

dilengkapi oleh konsep hak-hak asasi manusia sebagai hak hukum (legal/positive

rights). Konsep hak-hak asasi manusia sebagai hak hukum merupakan hak

153A.Gunawan Setiardjo, 1993, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila,

Kanisius, Yogyakarta, h.71.

154Darwin Prinst, 2001, Sosialisasi dan Diseminasi Penegakkan Hak Asasi Manusia, Citra

Aditya Bakti, Bandung, h.8.

155Majda El Muhtaj, 2013, Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan

Budaya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disebut Majda El Muhtaj I), h.31.

Page 67: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

seseorang dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum yang secara legal tercantum

dalam hukum yang berlaku, sedangkan hak alami merupakan hak manusia in toto.

Hak hukum lebih menekankan sisi legalitas formal, sedangkan hak alami

menekankan sisi alamiah manusia (hak yang tak terpisahkan dari dimensi

kemanusiaan manusia).

Konsep hak-hak asasi manusia sebagai positive rights diatur dalam Pasal

28 J UUD 1945, yang menentukan kewajiban dasar manusia:

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia lain dalam tertib

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk

kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan

maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas

hak dan kebebasan orang lain untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai

pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanana dan ketertiban umum

dalam suatu masyarakat yang demokratis.

Pasal 28 J ayat (2) setelah Amandemen, menentukan pembatasan hak asasi

manusia dilakukan berdasarkan undang-undang, sehingga tidak semua hak-hak

asasi manusia bersifat absolut.

Hak hukum dan hak alamiah saling membutuhkan. Hak alami

membutuhkan legalitas formal untuk dapat berlaku dan diberlakukan secara

konkret dalam kehidupan, begitu juga sebaliknya hak hukum harus memiliki

kerangka fundamental berupa nilai-nilai filosofis dalam bingkai alamiah manusia

yang terangkai dalam hak alami. Sekalipun hak asasi manusia tidak kehilangan

kekuatan moralnya hanya karena tidak diakui oleh pihak yang berkuasa, tetapi

Page 68: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

tanpa pengakuan formal penjaminan keuutuhan manusia-manusianya akan

semakin sulit.156

Paul Sieghart157

menyatakan bahwa semua hak asasi manusia secara

alami mendasarkan pada individu-individu, namun perlindungan terhadap hak-hak

asasi tersebut dilakukan melalui sebuah entitas yakni negara dengan kekuasaan

yang dimilikinya. Negara memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi

individu dari individu-individu lainnya maupun dari negara itu sendiri. Hak asasi

manusia merupakan kebebasan yang dimiliki oleh seorang manusia, dan tidak ada

kekuasaan yang dapat mencampurinya, namun luas atau wilayah kebebasan ini

dibatasi oleh undang-undang.

2.2.1.3. Klasifikasi hak asasi manusia

Hak asasi manusia dikatagorikan dalam hak sipil, hak politik, serta hak

ekonomi, sosial dan budaya yang merupakan ciri dari nilai-nilai kemausiaan yang

mendasar sebagaimana pendapat dari Gavison yang dikutip oleh Majda El

Muhtaj158

bahwa:

Human rights are a sub-class of rights. Rights have moral, political, and

legal functions. Basic interest required for human dignity and flourishing

should be the subject of rights, and these interests include both CP (civil and

political rights) and SE (economic, social, and cultural rights) concerns. In this

sense, CP and SE concerns reinforce each other as ingridients for basic human

dignity. The satisfication of both is required by the unifying concept of human

dignity. There is no historical, logical, political, or moral reason for thinking

that only CP concerns can and should be the subject of rights.

(hak asasi manusia merupakan subkategori dari hak-hak. Hak-hak yang

memiliki fungsi moral, politik dan hukum. Kebutuhan mendasar akan nilai

kemanusiaan dan pertumbuhannya seharusnya merupakan tema dari hak-hak

tersebut, dan kepentingan akan hal ini termasuk dalam penekanan terhadap

156Ibid, h.32-34.

157Paul Sieghart, Op.Cit. h.44.

158Majda El Muhtaj I, Op.Cit, h.24.

Page 69: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

hak-hak sipil dan politik, (CP) dan hak ekonomi, sosial dan kebudayaan (SE).

Dalam kaitan ini, penekanan terhadap CP dan SE menjadi kedua-duanya

sebagai bahan-bahan dari nilai kemanusiaan yang mendasar. Pemenuhan akan

kedua penekanan ini membutuhkan sebuah unifikasi terhadap konsep dari nilai

kemanusiaan. Tidak ada alasan historis, logis, politik atau moral yang

menyatakan bahwa hanya penekanan pada CP yang dapat menjadi subyek dari

hak asasi manusia tersebut);

Hak asasi manusia yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah hak asasi

manusia di bidang ekonomi. Hak asasi manusia dalam bidang tersebut mewakili

hak yang timbul dalam lapangan kontrak keperdataan khususnya kontrak baku.

2.2.2. Teori-teori terkait hak asasi manusia

2.2.2.1. Teori perlindungan hak asasi manusia oleh John Locke

Teori ini dipakai dalam menjawab rumusan masalah yang pertama yakni

landasan filosofis yang dipakai sebagai landasan perlindungan hak-hak asasi

manusia dalam pembuatan kontrak baku. Teori ini menguraikan terlebih dahulu

landasan filosofis kekuatan mengikat dari kontrak yang merupakan hak asasi

manusia.

John Locke sebagai perintis ajaran hak asasi manusia dengan

menguraikan bahwa hak asasi manusia merupakan hak-hak alamiah yang

bersumber dari akal manusia sehingga hak-hak itu bersifat universal. John Locke

159 dalam bukunya “The Second Treaties of Civil Goverment and a Letter

Concerning Toleration” mengajukan sebuah pemikiran bahwa semua individu

dikarunai oleh alam hak mereka sendiri atau hak-hak manusia yang dimilikinya

secara pribadi dan tidak dapat dicabut oleh negara berupa hak hidup, hak

kebebasan/kemerdekaan, hak akan milik (life, liberty, property). Hak akan milik

159Rhona K.M.Smith et.al., 2008, Hukum Hak Asasi Manusia, Cet-1, PUSHAM UII,

Yogyakarta, h.12.

Page 70: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

berkaitan dengan fungsi kontrak untuk memperoleh kebendaan/jasa. John Locke

meletakkan konsepsi dasar yang kuat tentang tujuan negara adalah untuk

melindungi hak-hak asasi manusia. Negara dibentuk dengan tujuan melindungi

properti individu-individu dan menyelenggarakan kepentingan bersama.

Dalam rangka melaksanakan penyelenggaraan negara, maka diadakan

perjanjian pemerintahan (social contract) dengan raja, di mana raja diberikan

kekuasaaan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan berkewajiban melindungi

dan tidak boleh melanggar hak-hak individu. Apabila raja melanggar kesepakatan

tersebut, maka bertentangan dengan tujuan dibentuknya negara sehingga rakyat di

negara itu bebas menurunkan sang penguasa dan menggantikannya dengan suatu

pemerintah yang bersedia menghormati hak-hak tersebut.

Batasan dari kekuasaan negara adalah hak-hak asasi tersebut. Melalui

teori hak-hak kodrati ini maka eksistensi hak-hak individu yang pra positif

mendapat pengakuan kuat. Ajaran hukum alam ini melahirkan konsep hak asasi

manusia sebagai natural rights atau teori hak kodrati manusia.

Tugas negara menurut John Locke adalah menetapkan dan

melaksanakan hukum alam. Hukum alam disini dalam pengertiannya yang luas

artinya negara itu tidak hanya menetapkan dan melaksanakan hukum alam saja,

tetapi dalam pembuatan peraturan/undang-undang berpedoman pada hukum alam

yang bersifat universal dan rasional. Hukum sendiri mengakui akan adanya hak

asasi manusia.

Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki oleh seluruh manusia pada

segala waktu dan tempat berdasarkan takdirnya sebagai manusia. Hak asasi

Page 71: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

manusia dimiliki setiap orang berdasarkan fakta bahwa seseorang dilahirkan

sebagai manusia. Hak-hak tersebut termasuk hak untuk hidup, kebebasan dan

harta kekayaan (life, liberty and property) seperti yang diajukan oleh John Locke.

John Locke dalam teorinya mempertahankan hak milik pribadi secara moral.

Pengakuan tidak diperlukan bagi keberlakuan hak tesesebut, baik dari pemerintah

maupun dari suatu sistem hukum, karena hak asasi manusia bersifat universal.

Hak asasi manusia lebih dulu ada dibandingkan dengan negara. Berdasarkan

alasan tersebut, maka sumber hak asasi manusia semata-mata dari kodrati asal

manusia itu sendiri.160

Teori perlindungan hak asasi manusia oleh John Locke sejalan dengan

teori yang dikemukakan oleh Hugo Grotius. Grotius memandang manusia sebagai

oknum pribadi yang bebas serta memiliki hak-hak tertentu. Manusia sebagai

pribadi yang otonom dan bebas, sehingga hukum alam di mata Grotius selalu

berkaitan dengan hukum privat. Hukum positif tidak boleh bertentangan dengan

hukum alam kecuali untuk kepentingan umum.

Hukum digunakan untuk menjamin agar prinsip-prinsip dasar manusia

terjamin. Prinsip-prinsip dasar dimaksud adalah : (1) Milik orang lain harus

dihormati (“Punyamu”, bukan selalu “Punyaku”, jika kita pinjam dan membawa

keuntungan, maka harus diberi imbalan); (2). Kesetiaan pada janji. Kontrak harus

dihormati (pacta sunt servanda); (3) Harus ada ganti rugi untuk tiap kerugian yang

diderita; (4) Harus ada hukuman untuk setiap pelanggaran161

.

160Todung Mulya Lubis, 1993, In search of Human Rights Legal-Political Dilemmas of

Indonesia‟s New Order,1966-1990, Gramedia, Jakarta, h.15-16.

161Bernad L Tanya, Yoan N Simanjutak dan Markus Y Hage, 2013, Teori Hukum Strategi

Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, h.63.

Page 72: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

Grotius meletakkan dasar kekuatan mengikat sebuah kontrak adalah

berasal dari hukum alam. Kontrak adalah kesepakatan timbal balik para pihak

(mutual compact) yang memiliki daya mengikat dari hukum alam. Prinsip-prinsip

hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi

berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan

dapat ditemui dengan akal sehat. Manusia adalah mahluk lemah, ia membutuhkan

banyak hal untuk membuat hidupnynya nyaman, karena itulah ia mengikatkan diri

pada suatu masyarakat di mana ia berada untuk memenuhi kebutuhannya itu

antara ia dengan masyarakat maka hukum hadir di situ162

.

Sutan Remi Sjahdeini mengutip pendapat yang dikemukakan oleh

Grotius bahwa163

:

Hak untuk mengadakan perjanjian adalah salah satu dari hak-hak asasi

manusia. Grotius mengemukakan bahwa terdapat suatu supreme body of law

yang dilandasi oleh nalar manusia (human reason) yang disebutnya sebagai

hukum alam (natural law). Ia beranggapan bahwa suatu kontrak adalah suatu

tindakan suka rela dari seseorang dimana ia berjanji kepada orang lain dengan

maksud bahwa orang lain itu akan menerimanya. Kontrak tersebut adalah lebih

dari sekedar suatu janji, karena suatu janj tidak memberikan hak kepada yang

lain atas pelaksanaan janji itu.

Pendekatan berdasarkan hukum alam terhadap kebebasan berkontrak sebagai

suatu kebebasan manusia yang fundamental. Kontrak merupakan sarana yang

dapat mewujudkan hak-hak asasi manusia.

Pengaruh ajaran Hugo Grotius dan John Locke terhadap hukum kontrak

sangat besar. Menurut paham ini yang lebih menekankan pada hukum privat

khususnya kebebasan bahwa kebebasan merupakan hak dasar yang diperoleh dari

162Hugo Grotius, 1959, “On The Rights of War and Peace” dalam Clarence Morriss (ed), The

Great Legal Philosophers Selected Reading in Jurisprudence, University of Pennsylvania Press,

Philadelphia, h.44

163Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, h.24.

Page 73: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

hukum alam sehingga harus dilindungi oleh hukum. Dalam hukum kontrak asas

ini diwujudkan dalam asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak

memberikan kebebasan bagi para pihak untuk membuat perjanjian terhadap

siapapun, apapun bentuknya asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban

dan kesusilaan umum, pembatasan tersebut menyebabkan asas ini tidak berlaku

mutlak melainkan relatif.

2.2.2.2 Teori perlindungan minimum (the minimum content of natural law)

oleh H.L.A. Hart

Teori dari Hart yakni the minimum content of natural law dipakai untuk

menjawab permasalahan pertama, kedua dan ketiga. Dalam menjawab

permasalahan pertama maka salah satu alasan filosofis diperlukannya campur

tangan negara dalam pembuatan kontrak baku dengan mempergunakan

pendekatan dari Hart. Permasalahan kedua dijawab dengan melihat klausula-

klausula yang ada dalam kontrak baku apakah klausula-klausula tersebut sudah

memberikan perlindungan terhadap pihak yang lemah. Permasalahan ketiga

dengan memberikan dasar terhadap rujukan asas-asas hukum kontrak yang dapat

memberikan perlindungan terhadap pihak yang lemah dalam pembuatan kontrak

baku.

Teori Hart ini menyatakan bahwa hukum adalah mekanisme untuk

mengatur perilaku individu dalam hubungan sosial sehingga hukum harus

memiliki dasar, konten minimal tertentu agar dapat menjamin kelangsungan

hidupa anggotanya. Hart menerima moralitas sebagai syarat minimum hukum.

Bagi Hart, masuknya moral menjadi isi minimum hukum dikarenakan terdapat

Page 74: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

berbagai fakta natural dalam kehidupan manusia yang membuat prinsip moral

menjadi penting dan tak bisa diabaikan dalam pertimbangan hukum. Isi aturan

hukum yang menjamin kelangsungan hidup didasarkan pada 5 (lima) kelemahan

dasar manusia.

Lima kelemahan dasar manusia tersebut yakni: (1) Kerentanan manusia

(human vulnerability) sehingga perlu pembatasan terhadap penggunaan

kekekerasan; (2) kesetaraan perkiraan (approximate equality) keadaan yang

hampir sama antara manusia satu dengan manusia lainnya sehingga diperlukan

pembatasan terhadap tindakan agresi; (3) limited altruism (keterbatasan sifat tidak

mementingkan diri sendiri atau altruisme), manusia tidak setan namun tidak juga

malaikat, manusia berada di antara kedua kutub ekstrem sehingga diperlukan

sistem untuk saling sabar dan memahami yang melandasi aturan hukum dan

moral; (4) keterbatasan sumber daya (limited resources) sumber daya alam

terbatas, sedangkan manusia butuh sandang, pangan dan papan yang semuanya

tersedia dalam jumlah terbatas, sehingga diperlukan sistem untuk mengatur

kepemlikan dan hak-hak kepemilikan/sistem property; (5) keterbasan pemahaman

dan daya kemauan (limited understanding and strength of will) sehingga

diperlukan beberapa bentuk sanksi untuk menghindari dari godaan terhadap segala

bentuk penindasan.164

Merujuk pada keterbatasan manusia diperlukan upaya

hukum untuk melindunginya khususnya dalam pembuatan kontrak baku dimana

salah satu pihak berada pada kedudukan yang lebih rendah dibandingkan pihak

lainnya.

164H.L. A, Hart, Op.Cit, h.189-195.

Page 75: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

2.2.2.3. Teori fungsi negara sebagai regulator oleh W.Friedmann

Teori ini dipakai untuk menjawab permasalahan ketiga yakni mengenai

asas-asas hukum yang dapat dijadikan rujukan dalam pembuatan kontrak baku

agar dapat melindungi hak-hak asasi manusia. Fungsi negara sebagai regulator

dipakai menjelaskan dasar turut campur negara dalam pengaturan kontrak baku

sebagai bentuk pengaturan di bidang ekonomi. Friedman menjelaskan fungsi

negara dalam “mixed economy”. Friedmann menyatakan bahwa negara tidak

hanya sebagai wadah dari kekuasaan publik, namun sebagai fokus dari loyalitas,

keterikatan emosional, dan khususnya dalam masa krisis sebagai perwujudan dari

kesatuan kepentingan-kepentingan yang berbeda.165

. Mixed economy sebagai

aspek yang penting dimana turut campur negara terhadap kekuasaan privat

(kontrol harga atau anti monopoli) ataupun terhadap kekuasaan publik.166

Menurut Friedman terdapat 4 (empat) fungsi negara dalam sistem

ekonomi campuran yakni: (1) negara sebagai “provider” dari pelayanan-

pelayanan sosial; (2) negara sebagai “regulator” untuk mengatur dalam bidang

ekonomi; (3) negara sebagai “enterpeneur”(wirausaha) terkait nasionalisasi sektor

umum; (4) negara sebagai “umpire” dalam kaitan penyelesaian konflik dan klaim-

klaim terhadap sumber daya ekonomi, hak-hak dan kesempatan.

Dalam kaitan dengan penulisan ini, fungsi negara yang lebih ditekankan

adalah fungsi negara sebagai regulator yang mencangkup berbagai cara di mana

negara melakukan intervensi melalui penggunaan hukum publik dan langkah-

165W.Friedmann I, Op.Cit. h.9.

166Ibid, h.10

Page 76: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

lagkah kontrol legislatif, administratif dan judisial. Langkah-langkah kontrol

hukum yang paling representatif dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yakni:

1. Pembatasan hukum tentang kebebasan berkontrak dan property;

2. Kontrol hukum dimaksudkan untuk mengurangi konsentrasi kekuatan

ekonomi yang berlebihan;

3. Kontrol hukum dimaksudkan untuk memberikan perlindungan ekonomi

nasional khususnya di negara-negara sedang berkembang.

Dalam kaitan dengan penulisan disertasi ini,maka penekanan pembatasan

pada kebebasan berkontrak khususnya dalam kontrak baku dengan cara membuat

undang-undang yang mengontrol dan mengatur mengenai kontrak baku.

2.2.3. Doktrin keberlakuan hak asasi manusia dalam hukum perdata

Kaitan antara kontrak dengan hak asasi manusia dapat dilihat dari

doktrin keberlakuan hak asasi manusia dalam hukum perdata. Doktrin hukum

model keberlakuan hak asasi manusia dalam hukum perdata. Aharon Barak

mengemukakan167

empat model keberlakuan hak asasi manusia dalam hukum

perdata yakni (1) keberlakuan langsung (direct application model); (2) model

tidak dapat diperlakukan (non application model); (3) model keberlakuan tidak

langsung (indirect application model); (4) model keberlakukan khusus hanya bagi

negara.

Model keberlakuan langsung (direct application model) menekankan bahwa

hukum perdata, dan secara langsung dalam hubungan antara pribadi. Berdasarkan

167Aharon Barak, 1996, “Constitutional Human Rights and Private Law”, Articles,

sumber:http://digitalcommons.law.yale.edu/fss_papers/3698, diakses pada tanggal 01 Maret 2015,

h.224-226.

Page 77: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

model ini maka hak asasi manusia dilindungi selain dalam kaitannya dengan

hubungannya pada negara, juga antara individu.

Model kedua adalah model tidak dapat diperlakukan (non-application

model), artinya hak asasi manusia yang ada dalam konstitusi tidak dapat

diperlakukan bagi hubungan antar pribadi subyek hukum, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Pengadilan tidak dapat memaksakan keberlakuan keadah-

kaedah hak asasi manusia yang ada pada konstitusi dalam perkara perdata namun

hanya dapat diperlukan dalam kaitannya terhadap negara.

Model ketiga dan keempat adalah model yang terletak di tengah-tengah

kedua model tersebut. Model ketiga adalah keberlakuan secara tidak langsung

(indirect application model). Hak asasi manusia yang dilindungi tidak dapat

dipergunakan secara langsung dalam menangani perkara perdata namun nilai-nilai

hak asasi manusia diserap (absorption) dan dipakai dalam doktrin-doktrin (baik

terhadap doktrin yang telah ada maupun doktrin baru)

Model keempat adalah model yang menyatakan bahwa hak asasi manusia

hanya dipakai dalam kaitannya terhadap negara, tidak memiliki aplikasi baik

langsung maupun tidak langsung kepada selain negara, namun pengadilan atau

badang legislatif dilarang untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan hak-

hak asasi manusia.

Dalam penulisan disertasi ini memakai penekanan pada model keberlakuan

tidak secara tidak langsung (indirect application model). Hak asasi manusia yang

dilindungi tidak dapat dipergunakan secara langsung dalam menangani perkara

perdata namun nilai-nilai hak asasi manusia diserap (absorption) dan dipakai

Page 78: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

dalam doktrin-doktrin (baik terhadap doktrin yang telah ada maupun doktrin baru)

sebagai asas pembentukan peraturan yang berkaitan dengan kontrak baku.

2.2.4. Ajaran hak asasi manusia

Terdapat beberapa ajaran hak asasi manusia yang dapat diuraikan

terkait dengan pembuatan kontrak baku yakni.

1) Kesetaraan dan non-diskriminasi;

2) Ajaran mengenai kewajiban negara dalam implementasi hak asasi

manusia.

Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:

Ad 1) kesetaraan dan non-disrkiminasi

Hal essensial yang ada dalam hak asasi manusia berkaitan dengan

penulisan disertasi ini adalah kesetaraan/persamaan (equality) dan non-

diskriminasi. kesetaraan adalah ide yang meletakkan semua orang terlahir bebas

dan memiliki kesetaraan dalam hak asasi manusia. Kesetaraaan mensyaratkan

adanya perlakuan yang setara, di mana pada situasi yang sama harus diperlakukan

dengan sama, dan dengan perdebatan, dimana pada situasi yang berbeda

diperlakukan dengan berbeda pula168

.

Kesetaraan menegaskan pemahaman tentang penghormatan untuk

martabat yang melekat pada setiap manusia. Hal ini terjelaskan dalam pasal 1

Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948, sebagai prinsip

hak-hak asasi manusia: “Setiap orang dilahirkan merdeka dan mempunyai

martabat serta hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan

168C de Rover, 2000, To Serve & To Protect, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.340

Page 79: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.” Konsekuensi pemenuhan

persamaan hak-hak juga menyangkut kebutuhan dasar seseorang tidak boleh

dikecualikan. Persamaan, merupakan hak yang dimiliki setiap orang dengan

kewajiban yang sama pula antara yang satu dengan yang lain untuk

menghormatinya.

Non-diskriminasi adalah salah satu bagian dari kesetaraan. Jika semua

orang setara, maka seharusnya tidak ada perlakukan yang diskriminatif.169

Non-

diskriminasi sebenarnya merupakan bagian integral dengan persamaan yang

menjelaskan bahwa tiada perlakuan yang membedakan dalam rangka

penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak seseorang. Pembedaan, baik

berdasarkan kelas/bangsa tertentu, agama, suku, adat, keyakinan, jenis kelamin,

warna kulit dan sebagainya, adalah praktek yang justru menghambat realisasi hak-

hak asasi manusia. Hak-hak asasi manusia melarang adanya diskriminasi yang

merendahkan martabat atau harga diri komunitas tertentu, dan bila dilanggar akan

melahirkan pertentangan dan ketidakadilan di dalam kehidupan manusia.

Pelarangan terhadap diskriminasi adalah salah satu bagian dari prinsip

kesetaraan. Jika semua orang setara, maka seharusnya tidak ada perlakuan yang

diskriminatif (selain tindakan afirmatif yang dilakukan untuk mencapai

kesetaraan). Diskriminasi adalah kesenjangan perbedaan perlakuan dari perlakuan

yang seharusnya sama atau setara.170

Diskriminasi dibedakan menjadi dua yakni diskriminasi langsung dan

tidak langsung. Diskriminasi langsung adalah ketika seseorang baik langsung

169Rhona K.Smith et.al, Op.Cit.,h.39-40.

170C de Rover, Op.Cit, h.342..

Page 80: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

maupun tidak langsung diperlakukan dengan berbeda (less favourable) daripada

lainnya. Diskriminasi tidak langsung muncul ketika dampak dari hukum atau

dalam praktek hukum adalah bentuk dari diskriminasi, walaupun hal itu tidak

ditujukan untuk tujuan diskriminasi. Misalnya, pembatasan pada hak kehamilan

lebih berpengaruh kepada perempuan daripada kepada laki-laki.

DUHAM 1948 menyebutkan beberapa asalan dskriminasi antara lain

ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau opini lainnya,

nasional atau kebangsaan, kepemilikan akan suatu benda (property), kelahiran

atau status lainnya. Semua hal tersebut merupakan alasan yang tidak terbatas dan

semakin banyak pula instrumen yang memperluas alasan diskriminasi termasuk di

dalamnya orientasi seksual, umur dan cacat tubuh. Dalam penulisan ini

menekankan pada ketidaksamaan kedudukan para pihak dalam pembuatan

kontrak baku yang mengarah pada diskiriminasi tidak langsung.

Ad b) Kewajiban negara dalam implementasi hak asasi manusia

Implementasi hak asasi manusia dalam peraturan perundang-undangan

yang ada di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari tiga sifat dan fungsi tanggung

jawab negara terkait dengan hak asasi manusia yakni kewajiban untuk

menghormati (to respect), kewajiban untuk melindungi (to protect), dan

kewajiban untuk memenuhi (to fulfil)171

. Ketiga kewajiban ini dikaitkan dengan

dua sifat yang berbeda yakni sifat positif dan negatif dari kewajiban negara.

Kewajiban untuk menghormati (to respect) dikaitkan dengan kewajiban yang

171Yosep Adi Prasetyo, 2012, “Hak Ekosob dan Kewajiban Negara”, Makalah, disampaikan

dalam rangka Pemerkuatan Pemahaman Hak Asasi Manusia untuk Seluruh Hakim di Indonesia,

Lombok tanggal 28-31 Mei 2012, h.2, sumber httpl://pusham.uii.ac.id/, diakses pada tanggal 1 Mei

2015.

Page 81: BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. Kajian Teoritik Kontrak Baku · bisnis memahami bahwa kedua istilah antara perjanjian dan kontrak mempunyai ... komersial, misalnya perjanjian waralaba,

bersifat negatif, dimana campur tangan negara tidak diperlukan, sedangkan dua

kewajiban lainnya yakni “to protect” dan “to fulfil” mensyaratkan negara untuk

melakukan tindakan aktif.172

Kewajiban negara untuk memenuhi (to fulfil) mewajibkan negara untuk

mengambil langkah-langkah positif melalui kebijakan, tindakan administratif dan

tindakan yudisial untuk memastikan setiap individu pemegang hak dapat

semaksimal mungkin menikmati hak asasi manusia dan klaim atas hak asasi

manusia. Kebijakan perumusan undang-undang yang menjamin hak asasi manusia

artinya menjamin penikmatan hak dan atau mencegah pelanggaran oleh pihak lain

merupakan kewajiban negara terkait dengan hak asasi manusia.

Secara garis besar, kewajiban negara dalam implementasi hak asasi manusia

dapat dibagi dalam dua tugas pokok yakni proteksi (protection) dan realisasi

(realisation). Proteksi atau perlindungan mengharuskan negara untuk menjamin

dan melindungi hak asasi manusia. Kewajiban ini sering juga disebut “negative

rights” dimana negara dalam hal ini bersifat pasif. Negara hanya memberi regulasi

secara konstitusional agar semua warganya dapat menikmati hak-hak dasar yang

seharusnya dimiliki. Realisasi, merupakan kewajiban yang menuntut negara untuk

bertindak secara aktif dalam memenuhi hak asasi manusia.

172Nukila Evanty, Nurul Ghufron, Op.Cit, h.14-16.