25
8 BAB II TINJAUAN TEORETIK A. Kedudukan Pencinta Alam di UPI Mahasiswa selain diwajibkan belajar dengan kurikulum yang sifatnya mengikat atau intrakulikuler, juga tersedia kegiatan kemahasiswaan yang sifatnya ekstrakulikuler guna mendukung keberhasilan studi di perguruan tinggi, organisasi kemahasiswaan dibentuk sebagai wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan, membentuk profesional akademik, peningkatan kecendekiawanan, integritas kepribadian, dan mengembangkan atau menyalurkan aspirasi, minat dan bakat melalui kegiatan kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswaan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) merupakan salah satu komponen dari sistem akademis yang kontribusinya ditujukan untuk membina dan mengembangkan kepribadian dalam rangka mencapai fungsi dan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermartabat di tengah kehidupan masyarakat. Ada empat tingkatan organisasi kemahasiswaan yang ada di universitas yaitu : 1. Tingkat jurusan ada Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) sebagai organisasi yang wilayah kerjanya adalah mahasiswa jurusan, himpunan juga membantu Senat Mahasiswa (SM) fakultas dalam melaksanakan tugasnya. 2. Tingkat fakultas ada Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan Senat Mahasiswa. BPM adalah lembaga legislatif mahasiswa.

BAB II Kedudukan Pencinta Alam di UPIa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_010046_chapter2(1).pdf · 8 BAB II TINJAUAN TEORETIK A ... Ada empat tingkatan organisasi kemahasiswaan

  • Upload
    lynhan

  • View
    212

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

TINJAUAN TEORETIK

A. Kedudukan Pencinta Alam di UPI

Mahasiswa selain diwajibkan belajar dengan kurikulum yang sifatnya

mengikat atau intrakulikuler, juga tersedia kegiatan kemahasiswaan yang sifatnya

ekstrakulikuler guna mendukung keberhasilan studi di perguruan tinggi,

organisasi kemahasiswaan dibentuk sebagai wahana dan sarana pengembangan

diri mahasiswa ke arah perluasan, membentuk profesional akademik, peningkatan

kecendekiawanan, integritas kepribadian, dan mengembangkan atau menyalurkan

aspirasi, minat dan bakat melalui kegiatan kemahasiswaan. Organisasi

kemahasiswaan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) merupakan salah satu

komponen dari sistem akademis yang kontribusinya ditujukan untuk membina dan

mengembangkan kepribadian dalam rangka mencapai fungsi dan tujuan

mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermartabat di tengah kehidupan

masyarakat.

Ada empat tingkatan organisasi kemahasiswaan yang ada di universitas yaitu :

1. Tingkat jurusan ada Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) sebagai

organisasi yang wilayah kerjanya adalah mahasiswa jurusan, himpunan

juga membantu Senat Mahasiswa (SM) fakultas dalam melaksanakan

tugasnya.

2. Tingkat fakultas ada Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan Senat

Mahasiswa. BPM adalah lembaga legislatif mahasiswa.

9

3. Tingkat Universitas ada Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas dan

Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM/MPM) yang bertugas

mengnkoordinasi seluruh kegiatan kemahasiswaan untuuk semua fakultas.

4. Selain itu pada tingkat universitas juga ada Unit Kegiatan Mahasiswa

(UKM) yaitu unit yang menghimpun mahasiswa yang memiliki perhatian

khusus pada bidang yang sama, UKM ini meliputi bidang penalaran,

kegiatan olahraga, kesenian dan sastra, kerohanian atau keagamaan, dan

kegiatan khusus seperti MENWA, kesehatan seperti KSR PMI, dan bidang

lingkungan hidup dan pencinta alam (PA).

Untuk unit kegiatan pencinta alam struktur organisasi ada yang

berkedudukan di tingkat universitas, fakultas dan himpunan. Untuk tingkat

universitas kedudukannya sejajar dengan Badan Eksekutif mahasiswa (BEM)

UPI, sehingga hubungan antar lembaga tersebut bersifat koordinatif. Unit kegiatan

pencinta alam di dalam strukturnya punya Angaran Dasar dan Anggaran Rumah

Tangga (AD/ART) tersendiri. Kegiatan pencinta alam tingkat universitas ini

mempunyai bagian terendah yang ada di tingkat fakultas dan jurusan dimana di

tingkat fakultas dan jurusan lembaga ini biasanya menjadi badan semi otonom

yang berada di bawah BEM fakultas dan himpunan.

Di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) organisasi pencinta alam

tingkat universitas adalah Mahacita, tingkat fakultas : PAMOR, KPALH

Gandawesi, dan lain-lain, di tingkat jurusan : Jantera, Margasophana, Avisamba,

Pancak suci, Biocita, Gema Kalinga, dan lain-lain.

10

Keaggotaan dari organisasi pencinta alam ini bersifat sukarela, artinya

bahwa mahasiswa memilih dan bergabung dengan organisasi ini disesuaikan

dengan minat, bakat, dan kegemaran mahasiswa yang bersangkutan. Hal ini

berbeda dengan keanggotaan otomatis artinya mahasiswa ketika diterima di

universitas maka secara otomatis pula mahasiswa tersebut menjadi anggota

organisasi kemahasiswaan, biasanya kenganggotaaan otomatis ini berlaku untuk

ormawa BEM, dan himpunan.

B. Hakikat Pencinta Alam

Banyak sumber yang menerangkan tentang pengertian dari pencinta alam,

salah satunya adalah orang atau kelompok yang melakukan pekerjaan mencintai,

menikmati, menyelidiki, dan berpetualang dengan alam (Sarasehan Nasional

Himapala ITENAS:1996). Seorang pencinta alam senantiasa komitmen dengan

pendiriannya untuk bertanggung jawab terhadap kelestarian alam semesta.

Walaupun ia menikmati, menyelidiki dan berpetualang dengan alam, namun sejak

awal masa pembentukan kepribadian kaderisasi pencinta alam saat mengikuti

pendidikan dasar yang menekankan tentang prinsip-prinsip tentang bagaimana

kita memandang alam dan lingkungan, dan bagaimana prilaku kita terhadap alam,

dan bagaimana kita memanfaatkan alam dan lingkungan serta bagaimana menjaga

dan melestarikannya. Dasar-dasar tersebut ditanamkan secara kokoh kepada kader

pencinta alam dalam pergaulannya dengan alam itu sendiri.

Sesungguhnya dunia kepencintaalaman menyediakan sekian banyak

aspek, yang mampu memberikan nilai positif bagi kesadaran diri khususnya serta

11

kehidupan manusia pada umumnya. Kepencintaalaman adalah sebuah sistem nilai

dan juga merupakan jalan hidup, sementara kegiatannya bergumul dengan alam

terbuka adalah satu dari sekian banyak bentuk ekspresi dirinya dalam

mengapresiasikan alam dalam kehidupan. Menikmati alam, menyelidiki alam,

mengembara di alam adalah bentuk dan media kegiatan tetapi sama sekali bukan

tujuan itu sendiri, karena tujuannya adalah mencari bentuk dan hubungan esensial

antara manusia sebagai khalifah, serta alam yang memberinya energi hidup. Asas

kepencintaanalaman adalah sebuah nilai, sementara kegiatan di alam terbuka

seperti ibadah ritual bagi seorang yang bergelut dengan alam.

Proses regenerasi merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah

organisasi begitu pula organisasi pencinta alam. Organisasi pencinta alam baik di

kampus atau masyarakat senantiasa melaksanakan proses regenasi yang biasanya

disebut pendidikan dan latihan dasar (Diklatsar), kegiatan ini merupakan tahapan

awal dari rangkaian proses pendidikan bagi anggota baru dan selalu mendapatkan

porsi utama untuk dilaksanakan.

Sebagai organisasi pendidikan yang menggunakan alam dan lingkungan

sebagai medianya, maka dalam melakukan kegiatannya senantiasa melaksanakan

kaidah dan aturan yang berlaku di alam. Rumusan – rumusan dibuat dalam

mengembangkan kepencintaanalaman ke depan, salah satunya dibuatlah kode etik

pencinta alam di seluruh Indonesia yang mengikat setiap oganisasi pencinta alam

baik di kampus maupun di luar kampus (masyarakat), yaitu sebagai berikut :

1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa

2. Memelihara alam sebagaimana mestinya

12

3. Mengabdi kepada bangsa dan tanah air

4. Menghormati tata kehidupan masyarakat

5. Mempererat tali persaudaraan

6. Berusaha saling membantu di antara sesama manusia dalam rangka

mewujudkan pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pada mulanya pencinta alam ini adalah bagian dari kepanduan (pramuka),

karena salah satu tujuan dari kegiatan – kegiatan kepramukaan yang bersentuhan

dengan lingkungan adalah untuk membentuk kepedulian anggotanya terhadap

lingkungan, agar kelestarian lingkungan tetap terpelihara, namun seiring dengan

makin luasnya kajian dan kegiatan di kepecintaanalaman maka organisasi ini

berdiri sendiri terpisah dari kepanduan.

Setelah terpisah dari kepanduan maka lahirlah berbagai macam organisasi

kepecintaalaman baik yang dibidani oleh akademisi kampus seperti Mapala UI,

KMPA Ganesha ITB, Mahacita dan Jantera UPI, Wanala Unair, Siklus ITS,

Brimpals UMP Palembang, dan lain-lain, maupun masyarakat, seperti WWF,

Grend Peace, Wanadri yang merupakan oraganisasi kepecintaalaman tertua di

Indonesia, Kanopi, Plantagama, Walhi, Konus, Kelana, Pencinta alam Gappeta

dan lain – lain.

Sebagai gambaran organisasi kepecintalaman KMPA Ganesha ITB

merupakan organisasi pecinta alam murni milik ITB, organisasi ini dibentuk

dengan tujuan untuk :

1. Menanamkan rasa cinta alam dan kesadaran lingkungan hidup kepada

anggota dan masyarakat umumnya.

13

2. Aktif melakukan kegiatan pelestarian lingkungan hidup.

3. mengembangkan keterampilan hidup di alam bebas untuk tujuan

ilmiah.

4. Media pendidikan organisasi bagi anggotanya.

Dari tujuan – tujuan dibentuknya organisasi pecinta alam diturunkan

dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya menjaga dan melestarikan alam dan

lingkungan, seperti kajian-kajian tentang lingkungan hidup, pendidikan

konservasi, sumber daya alam, pogram lingkungan bebas sampah, penanaman

pohon, penjelajahan, explorasi, program pembersihan lingkungan, dan lain-lain.

C. Kepedulian

Menurut Sunaryo (1991:841), “peduli artinya mengindahkan;

memperhatikan; menghiraukan; atau melestarikan”. Jadi kepedulian (kata dasar

peduli dengan awalan ke dan akhiran an) mempunyai arti sangat peduli; sikap

mengindahkan. Adapun kepedulian sosial adalah mengindahkan dan

memedulikan sesuatu fenomena yang terjadi pada lingkungan sosial masyarakat.

Sebagaimana dikutip Rugaiyah (1996:17) “ konsep kepedulian lingkungan

atau environmental concern diartikan sebagai kepedulian terhadap kualitas

lingkungan ”, Geisler, Martinson dan Wilkening (1978:68), mengemukakan “

kepedulian lingkungan adalah kesadaran terhadap masalah-masalah lingkungan

spesifik dan sikap-sikap terhadap usaha-usaha untuk melindungi lingkungan ”.

Selanjutnya Van Pearson seperti dikutip Matulada (1994:211), mengemukakan “

suatu paradigma tentang kepedulian melalui pemikiran mistis, ontologis, dan

14

fungsional ”. Pemikiran mistis mengacu kepada kehidupan masyarakat sederhana

yang memiliki sifat kearifan lingkungan menyatu dalam kehidupan manusia,

semua berada dalam lingkungan keasliannya sebagai suatu yang lainnya berada

pada jarak masing-masing, terpisah sebagai subyek dan obyek yang seolah-olah

saling tidak memerlukan antara satu sama lainnya. Pemikiran fungsional

merangsang setiap yang ada memahami kedudukan dan fungsinya terhadap yang

lain dan menginginkan kehidupan ini tumbuh menjadi kesatuan yang utuh dan

mencari bentuk yang harmonis.

Menurut Mussen (1994:119), “ para ahli psikologi mengemukakan bahwa

kepedulian terdiri dari aspek mengatur perilaku orang lain, menggambarkan

perilaku diri sendiri, pengenalan diri, rasa memiliki dan empati ”. Mengatur

prilaku orang lain adalah upaya-upaya mempengaruhi orang lain agar berperilaku

sesuai dengan yang dikehendaki. Mengambarkan perilaku diri sendiri,

menunjukkan kepada perilaku yang dilakukan serta memusatkan perhatian

terhadap segala tindakannya. Sesuai dengan teori-teori di atas, bahwa kepedulian

lingkungan mempunyai tiga tingkatan, yaitu ; perasaan; sikap; dan perilaku

seseorang terhadap lingkungan. Rasa memiliki adalah mengakui akan

kepemilikan dari obyek-obyek yang ada di sekitarnya. Rasa empati adalah suatu

keadaan individu ikut merasakan perasaan-perasaan orang lain tanpa ikut

tenggelam kedalam perasaan orang lain.

Menurut Said dan Juminar (1990:80), bahwa “perasaan adalah campuran

penghayatan khusus sebagai jawaban atas pertemuan dengan dunia luar. Bisa

bersifat positif (senang) atau negatif (tidak senang). Dapat dikatakan, bahwa

15

dalam rasa senang atau tidak senang yang merupakan jawaban atas pertemuan

dengan dunia luar “. Karena itu, perasaan tidaklah pasif, atau sifat aktif yang

memungkinkan timbulnya peralihan kepada suatu tindakan. Jenis-jenis perasaan

yaitu gembira dukacita, cinta, takut, dan lain-lain yang memberi warna pada

kehidupan. Adapun kelompok perasaan yang dalam yaitu perasaan sosial, terdiri

dari: 1) rasa intelektual, berkaitan dengan rasa pasti dan tidak pasti; 2) rasa etis,

berkaitan dengan yang buruk dan baik; rasa menyesal; rasa tanggungjawab. Kalau

norma-norma religius dipandang sebagai wahyu dari Tuhan, rasa etis adalah yang

berkaitan dengan pengalaman makna hidup; 3) rasa estetis yang berkaitan dengan

keindahan, ditimbulkan oleh berbagai jenis seni.

Sikap adalah perbuatan yang dipersiapkan untuk bertindak berdasarkan

pada pendirian atau keyakinan. Menurut Boeriswati (1991:31), “ sikap merupakan

kecenderungan untuk beraksi dengan secara positif (menerima) ataupun negatif

(menolak) terhadap suatu objek berdasarkan penilaian diri terhadap objek itu “.

Sikap merupakan faktor yang mendorong atau menimbulkan tingkah laku tertentu.

Sikap senantiasa ada dalam diri namun tidak selalu aktif setiap saat.

Sikap terdiri atas tiga komponen yaitu komponen kognitif, afektif, dan

konatif. Komponen kognitif berupa kepercayaan, ide, konsep, komponen afektif

berupa perasaan yang menyangkut aspek emosional; dan konatif berupa

kecenderungan bertingkah laku sesuai dengan sikap. Menurut psikologi sosial,

sikap berarti kecenderungan-kecenderungan individual yang dapat ditemukan dari

cara-cara berbuat, yakni dari konsistensi dan berbagai keadaan yang berubah-ubah

dalam berhadapan dengan faktor sosial. Hal ini didasari bahwa, setiap teori sosial

16

umum tidak hanya harus memperhatikan unsur-unsur kultural obyektif tetapi juga

karakteristik subjektif yang berkorelasi. Dengan demikian bahwa sikap

mempunyai pengaruh memilih dan mengemudikan kejadian – kejadian dengan

sadar.

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau

lingkungan, menurut Nusyirwan (1991:427), “ perilaku adalah suatu yang

terorganisir yang sifatnya molar (berupa bagian-bagian terintegrasi dari pola-pola

kegiatan yang besar dan unsur terpenting dari organisasi adalah kognisi) “. Teori

lapangan seperti yang dikemukakan oleh Bandura (1962:79), “ individu belajar

perilaku baru dengan mengamati dan kemudian meniru prilaku orang lain,

sehingga menjadi model “. Kelompok yang beraliran psikoanalisis pada umumnya

melihat prilaku sebagai hasil pertentangan antara ide dan superego, sedangkan ego

betindak sebagai pelaksana perilaku. Perilaku itu ditentukan pula oleh motivasi

dan diterminan-diterminan yang tidak disadari.

D. Lingkungan

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1997, Tentang

Ketentuan – Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup di dalam

pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional (2003:456), diketengahkan konsep

lingkungan adalah “ kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan, mahluk hidup,

termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi

kelangsungan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya ”. Di sini

lebih menjelaskan keterhubungan satu elemen dengan yang lainnya yang saling

17

membutuhkan, sehingga apabila terjadi ketidakseimbangan akan mengakibatkan

tidak terpenuhinya kebutuhan yang diharapkan oleh mahluk lainnya, maka

kelangsungan dan kesejahteraan manusia akan terganggu.

Menurut Sumaatmadja (1989:25), bahwa yang dimaksud dengan

lingkungan adalah “ suatu organisme hidup yaitu segala sesuatu di sekeliling

organisme itu yang berpengaruh pada kehidupannya ”. Selanjutnya Sumaatmadja

menjelaskan, “semua kondisi, situasi, benda dan mahluk hidup yang ada di sekitar

sesuatu mahluk hidup (organisme), yang mempengaruhi perikehidupan,

pertumbuhan dan sifat-sifat atau karakter mahluk hidup tersebut dikonsepsikan

sebagai lingkungan “. Sesuai dengan perkembangan Geografi yang membicarakan

tentang alam dan berbagai aspek kehidupan di permukaan bumi, yang berusaha

mencari kedudukan manusia hubungannya dengan lingkungan alam, manusia

semenjak dilahirkan mulai diperkenalkan dengan lingkungan sekitarnya, baik

keluarga sebagai awal dari lingkungan sosial, lingkungan fisik berupa benda-

benda mati, maupun lingkungan hayati berupa mahluk hidup yang lain.

Dalam hal ini pengajaran Geografi itu berfungsi mengembangkan

kemampuan calon warga masyarakat dan warga negara yang akan datang untuk

berfikir kritis terhadap masalah kehidupan yang terjadi di sekitarnya, yang melatih

mereka untuk cepat tanggap terhadap kondisi lingkungan serta kehidupan di

permukaan bumi pada umumnya.

Secara alamiah lingkungan adalah keadaan atau kondisi, kekuatan sekitar

yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku organisme. Lingkungan

alam meliputi: iklim (perubahan-perubahan cuaca rata-rata pada tiap musim);

18

landform atau bentuk permukaan tanah (dataran rendah, dataran tinggi, gunung-

gunung, dan lain-lain); tanah atau soil (bagian kulit bumi yang teratas yang

mengalami pelapukan); air (sungai, laut, danau, rawa, sumur dan lain-lain);

vegetasi (hutan, padang rumput, kebun, gurun, dan sebagainya); mineral (metal,

dan non metal). Faktor-faktor tersebut dalam berbagai kombinasi dapat

mempengaruhi kehidupan manusia, dan manusia dapat mengadaftasi diri

kepadanya.

Lain halnya dengan pendapat yang mengatakan bahwa lingkungan itu

terbagi lagi menjadi dua, yaitu material dan stimuli, seperti yang dikemukakan

oleh Sumanto (1990:80), bahwa :

Lingkungan itu sebenarnya mencakup segala material dan stimuli (rangsangan) di dalam dan di luar diri individu, baik yang bersifat fisiologis, psikologis, maupun social cultural. Secara fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan material jasmaniah di dalam tubuh seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, system saraf, peredaran darah, pernapasan, pencernaan makanan, kelenjar-kelenjar indoktrin, sel-sel pertumbuhan, dan kesehatan jasmani. Secara psikologis, lingkungan mencakup segenap stimulasi (rangsangan) yang diterima oleh individu mulai sejak konsesi, kelahiran, sampai matinya. Stimulasi itu misalnya berupa sifat-sifat genes, interaksi genes, selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat kebutuhan, kemauan, emosi, dan kapasitas intelektual. Secara social cultural, lingkungan mencakup segenap stimulasi, interaksi dan kondisi eksternal dalam hubungannya dengan perlakuan ataupun karya orang lain. Pola hidup keluarga, pergaulan kelompok, pola hidup masyarakat, latihan, belajar, pendidikan pengajaran, bimbingan dan penyuluhan, adalah termasuk sebagai lingkungan.

Dengan demikian, maka semakin sehat lingkungan di mana ia hidup (di

rumah, kantor, tempat umum, dan tempat transfortasi), semakin rendah resikonya

ia mengalami gangguan kesehatan. Sejalan dengan itu maka pembangunan –

pembangunan fasilitas pribadi dan fasilitas umum mesti mengindahkan faktor

19

lingkungan guna memberikan kenyamanan dan penjagaan kita dari berbagai

perusakan lingkungan. Perubahan lingkungan merupakan tantangan bagi manusia

untuk dapat menjaga fungsi lingkungan hidup agar tetap normal sehingga daya

dukung kelangsungan hidup manusia di bumi ini akan tetap lestari serta

terjaminnya kesehatan masyarakat.

Sejalan dengan itu Slamet (200:19), mengatakan bahwa “ perlu

ditumbuhkan strategi baru untuk dapat meningkatkan dan memelihara kesehatan

masyarakat, yakni setiap aktifitas harus : (1) didasarkan atas kebutuhan manusia;

(2) ditujukan kepada kehendak masyarakat; (3) direncakanan oleh semua pihak

yang berkepentingan; (4) didasarkan pada prinsif ilmiah; dan (5) dilaksanakan

secara manusiawi “. Dengan demikian jika masyarakat sudah mengindahkan

kelima aspek tersebut dalam meningkatkan dan memelihara kesehatan

masyarakat, maka hal ini akan minimalnya mengurangi dampak-dampak dari

kurang memelihara dan menjaga kesehatan dan lingkungan

Lingkungan sosial yaitu masyarakat serta berbagai norma di sekitar

individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku mereka dan

interaksi antar mereka. Menurut Marbun (1982:55), lingkungan sosial yaitu

“lingkungan sosial manusia, dan manusia lain yang ada di sekitarnya, seperti

tetangga, teman-teman kerja, dan orang lain di sekitarnya ”. Pengertian ini lebih

menitikberatkan kepada hubungan manusia dan sesamanya tidak dengan mahluk

hidup lainnya. Hal ini sesuai dengan pengertian seperti diungkapkan Sumaatmadja

(1989:29), “ lingkungan sosial yaitu manusia baik secara individu maupun

kelompok yang ada di luar diri kita. Keluarga, tetangga, penduduk sekampung

20

maupun manusia antar bangsa, merupakan lingkungan sosial yang berpengaruh

terhadap perubahan dan perkembangan kehidupan kita “. Dengan

mengetengahkan kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

lingkungan sosial adalah lingkungan manusia dengan manusia lainnya yang bisa

mempengaruhi perubahan dan perkembangan manusia itu sendiri.

E. Pencemaran lingkungan

Faktor manusia yang kurangnya pengetahuan hubungan yang harmonis

dengan lingkungan atau karena keserakahan manusia untuk mengekploitasi

kekayaan alam yang melimpah dengan tanpa mengindahkan bagaimana untuk

melestarikannya mengakibatkan pencemaran di berbagai belahan bumi ini, dari

pencemaran lingkungan seperti terhadap kualitas air, udara, tanah dan lain-lain

yang mengakibatkan turunnya daya tahan, kualitas, dan kegunaan dari material

tersebut.

Menurut Suriaatmadja (1997:76), bahwa “ pencemaran alam dan

tumpukan sampah di kota besar adalah contoh yang jelas kelalaian manusia untuk

memberi kesempatan bagi mikroba pembusuk melakukan fungsinya dalam proses

resiklus materi. Jadi pada hakikatnya pencemaran alam merupakan gejala

teknologi yang berlawanan dengan kehendak dan kemampuan alam ”. Menurut

Suriaatmadja (1997:83), bahwa “ pencemaran alam merupkan faktor pembatas

pada populasi manusia. Artinya pengaruh sampingan dari pencemaran alam

terhadap udara, kesehatan manusia dan pertumbuhan tanaman dapat sedemikian

21

rupa besarnya, sehingga dapat menghambat dan membatasi perkembangan

manusia ”.

Dari dua pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa pencemaran

diakibatkan oleh perilaku manusia yang tidak mengindahkan siklus dan

kesempatan kepada mahluk lain untuk melaksanakan fungsi dan tugas yang

semestinya. Ada rangkaian penghubung yang terputus yang mengakibatkan

ekosistem mahluk hidup tidak berjalan seperti yang di dikehendaki oleh alam.

Seperti contoh mahluk hidup di atas bahwa mikroba pembusuk tidak diberikan

kesempatan untuk melakukan proses resiklus materi. Lingkungan memberikan

sumber kehidupan kepada kita terutama makanan.

Lingkungan diperlukan juga untuk perkembangan keturunan kita,

keterjagaan kondisi lingkungan merupakan tanggungjawab semua generasi, alam

dan segala yang dimilikinya bukan semata merupakan warisan nenek moyang

kita, tetapi adalah amanat yang harus dijaga untuk generasi.. Proses alamiah dan

sktifitas manusia selalu merubah lingkungannya. Apabila perubahan lingkungan

itu mengakibatkan efek negatif terhadap kesejahteraan kita terjadilah apa yang

disebut masalah lingkungan, misalnya pencemaran lingkungan pada hakikatnya

disebabkan oleh terganggunya siklus materi dan arus energi pada lingkungan kita,

sehingga terjadi akumulasi zat yang menganggu kesehatan. Wabah penyakit yang

merupakan masalah lingkungan pula, disebabkan oleh rusaknya keseimbangan

dalam jaring-jaring kehidupan.

Menurut Sumaatmadja (1989:89), bahwa “ masalah lingkungan yang

berupa erosi, tanah longsor, banjir, kelaparan, sanitasi yang tidak sehat,

22

kekeringan, pencemaran dan lain sebagainya, tidak lain adalah masalah yang

menganggu bahkan juga mengancam kelestarian hidup manusia “.

Dampak dari pencemaran dan bencana alam selain menyebabkan rusaknya

ekosistem yang telah terbangun, pencemaran dan bencana juga mempengaruhi

psikologis, perasaan, dan interaksi sosial dari masyarakat yang terkena bencana.

Hal ini seperti dikemukakan Evans (1982:246), bahwa “ lingkungan fisik sangat

mempengaruhi perasaan dan interaksi sosial kita. Salah satu faktor penting adalah

tingkat stres yang ditimbulkan oleh lingkungan fisik, beberapa penyebab stres

lingkungan, seperti misalnya gempa bumi atau banjir, yang bersifat mendadak dan

kuat serta mampu mengubah lingkungan “. Hal tersebut memang logis karena

masyarakat yang secara mendadak dan tak ada persiapan untuk menghadapi

bencana akan kaget dan panik ketika bencana itu datang.

Berbagai akibat yang ditimbulkan oleh alam tersebut tidak bisa ditentukan

kapan datangnya, tetapi dengan karakteristik alam dan lingkungan yang seperti itu

kita harus memeliharanya, seperti memelihara keseimbangan keseimbangan

ekologi, mengelola sumber daya alam yang seimbang, dan mengendalikan

kekuatan alam yang mengancam kesehatan biologi dan mental.

Menurut Barbara dan Dubos (1974:238), bahwa ;

Memelihara suatu lingkungan hidup manusia yang sesuai dengan keinginan kita berarti lebih dari pada memelihara keseimbangan ekologi, mengelola sumber daya alam secra ekonomi, dan mengendalikan kekuatan-kekuatan yang mengancam kesehatan biologi dan mental. Secara ideal, penciptaan lingkungan itu juga mengharuskan kelompok sosial mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan cara hidup dan alam sekitarnya menurut pilihan mereka masing-masing. Manusia bukan hanya hidup dan berfungsi di dalam lingkungannya, tetapi juga membentunya dan dibentuk olehnya. Sebagai akibat umpan balik yang terus menerus antara manusia dengan lingkungannya.

23

Jika manusia memperlakukan lingkungan tidak serasi dengan asas ekologi

yang berlaku pada satu ekosistem, akan terjadi ketimpangan ekologi dalam bentuk

masalah sosial yang menimpa manusia itu sendiri. Kebalikannya jika manusia

memperlakukan lingkungan itu sesuai dengan asas-asas ekologi bahkan lebih

mengembangkannya, maka manusia akan dapat menikmati hasil yang

ditumbuhkan lingkungan tadi.

Penanggulangan masalah lingkungan memerlukan usaha terpadu dari

berbagai pihak, ketimpangan ekologi ini juga merupakan masalah sosial. Ekologi,

khususnya ekologi manusia yang merupakan bidang ilmu dan penelaahan

hubungan manusia dengan lingkungannya, dapat memberikan pengertian,

pemahaman dan keterampilan kepada kita yang mempelajarinya untuk mampu

melakukan pendekatan terhadap masalah sosial yang terjadi secara praktis, dapat

mengungkapkan masalah-masalah kehidupan dengan kemungkinan alternatif

pemecahannya. Selain itu suasana lingkungan menjadi lebih serasi dan lestari

tidak saling menegasikan tetapi saling membutuhkan.

Selanjutnya dikatakan Sumaatmadja (1989:97), bahwa :

... agar keterampilan dan sikap, khususnya sikap terhadap hubungan antar manusia dengan kebudayaan dan lingkungan alam menjadi sasaran pendidikan lingkungan. Melalui penanaman nilai dan sikap serta pengembangan keterampilan terhadap lingkungan, kemampuan mengambil keputusan dan kesadaran terhadap kualitas lingkungan akan makin meningkat. Dengan demikian, ketimpangan ekologi atau masalah lingkungan yang diakibatkan oleh prilaku manusia, khususnya yang ditimbulkan oleh penerapan teknologi dapat makin berkurang sampai pada suatu saat ketimpangan tersebut akan mampu dihindarkan. Pendidikan lingkungan yang dapat meningkatkan perkembangan mental manusia, khususnya perkembangan mental generasi muda, dapat dijadikan modal dan landasan memelihara serta mempertahankan kelestarian lingkungan.

24

F. Kepedulian untuk menjaga dan melestarikan lingkungan

Dengan demikian maka, makin tinggi kesadaran manusia akan pentingnya

sumber daya lingkungan mampu menjamin kehidupan, makin penting pula

kedudukan pendekatan ekologi dalam kehidupan ini. Hanya barangkali pada masa

yang akan datang pendekatan ekologis ini akan lebih memanfaatkan hasil

teknologi canggih, sehingga menjadi lebih menyakinkan.

Dari hasil interaksi tadi, diperoleh pengalaman seperti yang dikemukakan

Sumaatmadja (1989:89), bahwa ;

...yang mengembangkan nilai hubungan antar manusia, nilai hubungan antara manusia dengan lingkungannya, dan bahkan juga nilai hubungan manusia dengan Tuhan Maha Pencipta. Nilai-nilai tadi menjaga kelestarian hubungan di antara sesama manusia hubungan manusia sebagai mahluk dengan Tuhan sebagai Khaliknya. Pembinaan moral merupakan titik sentral dalam menjaga kelestarian kehidupan dari ancaman masalah sosial, khususnya yang diakibatkan oleh ketimpangan ekologi. Masa depan manusia akan tetap cerah selama manusia mampu kembali kepada moralnya yang mencintai kebenarn dan mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan yang menjaga kelestarian lingkungan hidup yang menjamin kehidupan manusia. Oleh karena itu yang paling berat ditinjau dari kondisi lingkungan, lingkungan psikologilah (psychological environment) yang perlu mendapat perhatian. Peranan dalam arti luas, memiliki kesempatan yang berharga dalam menciptakan lingkungan psikologis yang serasi dengan kehidupan yang sejahtera yang mampu mengatasi masalah sosial hari ini dan hari-hari mendatang. Kita diberi kebebasan sebagai penguasa untuk meningkatkan kesejahteraan. Tetapi kita juga dibebani tanggungjawab untuk memeliharanya, karena semua yang ada di muka bumi ini adalah amanat Tuhan Maha Pencipta. Jika manusia berbuat sekehendak hati tanpa tanggungjawab, maka azab dan siksalah yang akan dijatuhkan

Keyakinan kita akan segala aturan-aturan alam (sunatullaah) dengan

berprilaku untuk menjalankan segala aturan dan meninggalkan larangan-larangan

yang disertai keluasan ilmu pengetahuan yang mandiri kreatif dan

25

bertanggungjawab adalah tujuan pendidikan yang paling dasar dalam kaitannya

dengan membentuk manusia-manusia yang peduli terhadap alam dan

lingkungannya. Dengan memperhatikan uraian di atas penulis menyimpulkan

bahwa kepedulian mahasiswa terhadap lingkungannya merupakan kesadaran

individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan alam,

maupun lingkungan sosial serta menjadikan lingkungan sebagai bagian dari

dirinya.

Dalam hal ini, yang merupakan dimensi di dalam kepedulian terhadap

lingkungan, yaitu: 1) rasa (memiliki, empati, etis, dan estetis) ; 2) sikap (kognitif,

afektif, dan konatif) ; 3) perilaku (mengatur prilaku, dan mengembangkan

prilaku). Sedangkan sebagai indikator kepedulian terhadap lingkungan adalah 1)

lingkungan alam; 2) lingkungan sosial budaya, dan 3) lingkungan buatan.

Proses terjadinya kepedulian didahului dengan adanya persepsi yang hasil

suatu pengamatan terhadap suatu objek yang dilihatnya, setelah itu dikelompokan

dalam suatu sistematika berfikir tertentu, lalu menafsirkan yang dilihatnya dan

terakhir akan melahirkan suatu tindakan. Manusia mengamati suatu objek

psikologi dengan kacamatanya sendiri yang diwarnai oleh nilai kepribadiannya.

Objek kepribadian ini dapat berupa kejadian, ide atau situasi tertentu.

Faktor pengalaman, proses belajar atau sosialisasi memberikan struktur

terhadap apa yang dilihat, sedangkan pengetahuan dan cakrawalanya memberikan

arti terhadap objek psikologi tersebut. Melalui komponen kognisi ini akan timbul

ide dan konsep mengenai apa yang dilihatnya. Berdasarkan nilai dan norma yang

dimiliki pribadi seseorang akan terjadi keyakinan terhadap objek tersebut.

26

Selanjutnya komponen afeksi memberikan evaluasi emosional, komponen

konasi yang menentukan kesedian dan kesiapan jawaban berupa tindakan terhadap

objek. Atas dasar tindakan ini, maka situasi yang semula kurang baik atau tidak

seimbang menjadi baik dan seimbang.

Di bawah ini diperlihatkan bagan mengenai proses terjadinya persepsi

menuju tindakan kepedulian yang dikemukakan oleh Mar’at (1981:23)

Kecenderungan bertindak

Gambar 2.1

Proses persepsi menuju tindakan kepedulian

Pengalaman Proses Pengetahuan

Persepsi

Cakrawala

Kognisi

Afeksi

Konasi

Sikap

Objek Psikologis

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi

27

Bagan di atas mengambarkan bahwa proses ini didahului oleh faktor

persepsi yang dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan

pengetahuan. Adapun syarat-syarat terbentuknya persepsi adalah sebagai berikut :

1. Adanya alat indra yang baik dan bisa menangkap stimulus yang mengenainya,

yang diteruskan melalui alat sensorik sehingga stimulus yang diterima dapat

diteruskan ke susunan saraf.

2. Adanya Objek atau sasaran yang diamati, yaitu segala sesuatu yang mengenai

alat indra yang datang dari luar.

3. Adanya perhatian atau atensi.

Dengan persepsi yang dibangun dari berbagai faktor akan didapatkan

pengetahuan tentang objek tersebut yaitu lingkungan, hal ini bisa pengetahuan

tentang konsep-konsep lingkungan, kedudukan manusia dalam lingkungan,

kebutuhan manusia akan lingkungan yang ada, dan bagaimana kita berperilaku

yang benar dengan lingkungan.

Selanjutnya dengan pengetahuan tentang lingkungan dia akan sadar dalam

benaknya, Dengan menggabungkan antara kesadaran dan keadaan yang terjadi di

tataran real, maka akan menimbulkan sikap peduli untuk menjaga dan

melestarikan lingkungan dengan tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan

karakteristik lingkungan. Dengan begitu maka orang itu bertindak peduli dengan

kesadaran bahwa memang harus ada etika yang dijunjung tinggi oleh semua

dalam rangka menjaga fungsi dan kualitas lingkungan.

28

G. Etika Lingkungan

Di dalam hidup manusia tidak bisa dipisahkan dari kebergantungan

dengan lingkungan alam sekitarnya. Manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari

biota mahluk hidup lainnya. Dengan alasan tersebut pergaulannya dengan alam

dan lingkungan manusia tidak boleh semena-mena memperlakukan alam dan

lingkungan sebagai objek dengan memperlakukannya tanpa mengindahkan

perilaku dan etika yang dapat menjaga dan melestarikan lingkungan. Memang di

sekolah-sekolah diajarkan dan ditanamkan kesadaran melalui pendidikan

lingkungan, namun belum disadari oleh hati mereka tentang etika yang

memperlakukan lingkungan sebagaimana mertinya. Dalam beretika lingkungan

bukan hanya sekedar mencintai lingungan seperti para seniman, penggiat cagar

alam.

Menurut Daldjoeni dan Suyitno (1985 :39), bahwa “ etika lingkungan

tidak dapat dilepaskan dari iman manusia beragama di dalam ia bertanggungjawab

terhadap Tuhan mengenai relasinya dengan lingkungan dan segenap mahluk yang

ada di dalamnya “. Di sini dijelas bahwa beretika lingkungan harus dengan

kesadaran akan keyakinan dan keimanan yang menegaskan bahwa kita dengan

lingkungan harus menjaga perilaku dan sikap kita yang menghormati terhadap

kelestarian lingkungan, sehingga manusia sebagai bagian dari lingkungan alam

tidak boleh bertindak superior yang memperlakukan alam dengan semaunya.

Menurut Soerjani dkk (1987:15), bahwa “ etika lingkungan merupakan

petunjuk atau perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral

lingkungan. Dengan etika lingkungan kita tidak saja mengimbangi hak dengan

29

kewajiban terhadap lingkungan, tetapi ettika lingkungan juga membatasi tingkah

laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam

batas kepentingan hidup kita ”. Di sini lebih jelas lagi bahwa ada batasan-batasan

tertentu yang tidak boleh dilanggar manusia dalam berhubungan dengan alam dan

lingkungan. Hal ini dimaksudkan selain untuk kelestarian lingkungan juga untuk

menjaga kepentingan-kepentingan manusia dalam mempertahankan hidupnya.

Menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan guna mendukung

kehidupan manusia akan tercipta jika manusia bertindak atau beretika dengan

lingkungan dengan bijaksana, sebagaimana dikemukakan oleh Ndraha, dkk

(1992:139), :

Bertindak bijaksana dalam memanfaatkan lingkungan hidup berarti ; 1) memanfaatkan sumberdaya alam dengan tidak menyebabkan kerusakan lingkungan, 2) melaksanakan efisiensi pemanfaatan energi sumberdaya alam, sehingga memerlukan kebijakan yang menyeluruh, 3) mempertimbangkan akan adanya kebutuhan generasi yang akan datang, 4) usaha memanfaatkan teknologi bertujuan untuk ; a) memperbaiki efisiensi produksi, b) mencegah kemungkinan timbulnya pencemaran proses produksi maupun limbah konsumen, c) menanggulangi perluasan pencemaran yang telah terjadi, d) mencari alternatif pengganti dalam berbagai pemanfaatan energi dan sumber daya alam, e) menjajagi kemungkinan pengembangan teknologi baru untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan sebagainya.

Ketika manusia beretika terhadap lingkungan pada dasarnya adalah upaya

bagaimana manusia menjaga keberlangsungan hidupnya yang berkelanjutan. Jadi,

pada dasarnya etika lingkungan ini bertujuan agar manusia meskipun menjadi

species yang dominan namun harus berperilaku seolah-olah mereka tidak

dominan, sehingga keseimbangan alam yang diidam-idamkan dapat tercapai.

30

Selanjutnya menurut Ndraha, dkk (1992:140), bahwa ;

Etika lingkungan merupakan petunjuk atau pengarahan prilaku manusia agar dapat ; 1) mengetahui hak dan kewajiban terhadap lingkungan, 2) mengendalikan tingkah lakunya dalam batas yang dapat ditolelir oleh lingkungan hidup, 3) mampu dan berani menunjukan keterbatasan dirinya, 4) berminat pada pembaharuan, 5) mempunyai orientasi pandangan jauh ke depan, 6)mempunyai tingkat keuletan yang tinggi, 7) mengejar prestasi bukan prestise, 8) mempunyai kemampuan untuk melakukan kerjasama, 9) memperdulikan berbagai peraturan yang berlaku.

Pemahaman tentang etika lingkungan harus dilaksanakan bukan orang

perorang atau lembaga perlembaga tetapi harus oleh setiap orang, karena manusia

itu dalam kehidupannya dengan lingkungan selalu saling terkait dan bergantungan

yang sesuai dengan fungsi dan perannya masing masing. Dengan adanya etika

lingkungan itu manusia mempunyai pengetahuan tentang mana yang baik dan

mana yang buruk terhadap lingkungan serta berprilaku tidak hanya semata-mata

bagi kepentingan manusia saja tetapi juga bagi kepentingan lingkungan. Sehingga

dapat menjamin kehidupan yang berlanjut. Etika lingkungan ini tercermin dari

perilaku manusia mengelola lingkungannya.

Menurut Gurniwan (2001:65), bahwa “ etika lingkungan yang terbentuk di

dalam kehidupan manusia sebagai hasil dari kebudayaan dianggap memiliki nilai

yang tinggi, sehingga manusia harus menjalankannya ”. Memang hal demikian

itu sangat logis karena perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan

harus memiliki nilai yang tinggi dan dijadikan pedoman oleh manusia, pedoman

tingkah laku itu dapat berupa adat istiadat, sistem norma, sistem etika, aturan

moral, aturan sopan santun, aturan perundang-undangan, pandangan hidup dan

idiologi.

31

H. Anggapan Dasar

Anggapan dasar memegang peranan penting dalam suatu penelitian karena

merupakan suatu landasan bagi terlaksananya suatu proses pemecahan masalah.

Menurut Surakhmad (1982:107) mengungkapakan bahwa “anggapan dasar

merupakan titik tolak yang kebenarannya diterima oleh peneliti”.

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah bahwa kepedulian mahasiswa

baik pencinta alam maupun non pecinta alam sangat ditentukan oleh perilaku

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa yang bersangkutan baik

tindakan terhadap diri sendiri maupun kepada mahluk lain dalam kaitannya

dengan lingkungan.

Perbedaan kepedulian mahasiswa terhadap lingkungan kampus terutama

jika dilihat dari tindakan atau perilaku mahasiswa yang menjadi cirri khas

terhadap kepedulian mereka terhadap lingkungan kampus. Dimana mahasiswa

alam karena bergelut dan belajar mengenai alam dan lingkungan setidaknya ada

pemahaman bagaimana mereka diajarkan untuk peduli dan memiliki terhadap

lingkungan dibanding dengan mahasiswa non pencinta alam. Atas dasar itulah

kepedulian setiap mahasiswa berbeda karena hal ini dapat dilihat dari aspek

permasalahannya yaitu tidakahan atau perilaku mereka terhadap lingkungan.

I. Hipotesis

Menurut Tika (1996:28) hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara

terhadap suatu masalah. Jawaban tersebut masih perlu diuji kebenarannya.

32

Rumusan hipotesis dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswa pencinta alam

dan non pecinta alam terhadap kepedulian kepada lingkungan kampus.

a. Ho (Hipotesis nol) yang menyatakan bahwa : tidak terdapat

perbedaan kepedulian terhadap lingkungan kampus antara

mahasiswa Pencinta alam dengan mahasiswa non pencinta alam.

b. Ha (Hipotesis alternative/kerja) yang menyatakan bahwa: terdapat

perbedaan kepedulian terhadap lingkungan kampus antara

mahasiswa Pencinta alam dengan mahasiswa non pencinta alam.