19
11 BAB II KERANGKA TEORI Setiap proses penelitian, selalu diperlukan kerangka teori yang digunakan untuk mendukung pernyataan dan juga sebagai bahan dasar dilakukannya suatu penelitian. Teori itu sendiri bermakna serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena social secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun & Effendi, 1984). Maka dari itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan. Kerangka teoritis ini merupakan salah satu hal yang penting dalam suatu penelitian agar pembahasan, analisis dan evaluasi yang diadakan atas data praktis bersifat ilmiah. Aspek-aspek teoritis yang mendukung dalam penelitian ini digunakan untuk melandasi persoalan penelitian yang telah dirumuskan. 1. Dikotomi Feminin dan Maskulin Feminin dan maskulin merupakan hasil dari kontruksi sosial masyarakat yang dilekatkan pada jenis kelamin tertentu, sehingga dikotomi feminin dan maskulin menjadi suatu norma atau aturan tertentu dalam proses hidup keberdampingan antara laki-laki dan perempuan (Chandra, 1983). Konstruksi sosial mengenai dikotomi feminin dan maskulin merupakan hasil dari legitimisasi kekuasaan laki-laki. Salah satu akses kekuasaan laki-laki adalah budaya patriarki yang memandang laki-laki adalah sosok yang superior. Hal tersebut dapat dilihat dari paparan stereotip feminin dan maskulin berikut yang menempatkan perempuan pada figur yang lemah dan kurang dapat diandalkan karena sangat lekat dengan afeksi sehingga mendapat justifikasi sebagai mahkluk yang tidak mampu menggunakan rasionalitas Feminin adalah citra, sifat, ungkapan diri yang bagaimana pun juga tetap didambakan oleh wanita dan selalu ingin dipertahankannya. Di dalam kata feminin itu tersiratlah sekaligus : keibuan, kelemahlembutan, kemanisan, keserasian, ketenangan dan lain-lain yang seiring. Sebaliknya, maskulin sangat

BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

11

BAB II

KERANGKA TEORI

Setiap proses penelitian, selalu diperlukan kerangka teori yang digunakan

untuk mendukung pernyataan dan juga sebagai bahan dasar dilakukannya suatu

penelitian. Teori itu sendiri bermakna serangkaian asumsi, konsep, definisi dan

proposisi untuk menerangkan suatu fenomena social secara sistematis dengan cara

merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun & Effendi, 1984). Maka dari

itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan. Kerangka

teoritis ini merupakan salah satu hal yang penting dalam suatu penelitian agar

pembahasan, analisis dan evaluasi yang diadakan atas data praktis bersifat ilmiah.

Aspek-aspek teoritis yang mendukung dalam penelitian ini digunakan untuk

melandasi persoalan penelitian yang telah dirumuskan.

1. Dikotomi Feminin dan Maskulin

Feminin dan maskulin merupakan hasil dari kontruksi sosial masyarakat

yang dilekatkan pada jenis kelamin tertentu, sehingga dikotomi feminin dan

maskulin menjadi suatu norma atau aturan tertentu dalam proses hidup

keberdampingan antara laki-laki dan perempuan (Chandra, 1983). Konstruksi

sosial mengenai dikotomi feminin dan maskulin merupakan hasil dari legitimisasi

kekuasaan laki-laki. Salah satu akses kekuasaan laki-laki adalah budaya patriarki

yang memandang laki-laki adalah sosok yang superior. Hal tersebut dapat dilihat

dari paparan stereotip feminin dan maskulin berikut yang menempatkan

perempuan pada figur yang lemah dan kurang dapat diandalkan karena sangat

lekat dengan afeksi sehingga mendapat justifikasi sebagai mahkluk yang tidak

mampu menggunakan rasionalitas

Feminin adalah citra, sifat, ungkapan diri yang bagaimana pun juga tetap

didambakan oleh wanita dan selalu ingin dipertahankannya. Di dalam kata

feminin itu tersiratlah sekaligus : keibuan, kelemahlembutan, kemanisan,

keserasian, ketenangan dan lain-lain yang seiring. Sebaliknya, maskulin sangat

Page 2: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

12

lekat dengan kaum pria yang cenderung lebih kasar dan keras, seperti jantan,

macho, berwibawa, tegas, berjiwa memimpin dan lain-lain yang seiring. Save

Dagun turut mengutarakan perbedaan sifat perempuan dan laki-laki yang mengacu

pada stereotip gender tradisional (Dagun,1992):

Feminin Maskulin Tidak Agresif Sangat Agresif Tidak Bebas Sangat Bebas

Sangat Emosional Tidak Emosional Tidak memendamkan emosi Hampir memendamkan emosi

Sangat subjektif Sangat objektif Sangat mudah terpengaruh Tidak mudah terpengaruh

Tidak dominan Dominan Sangat terangsang kemelut yang kecil Tidak terpengaruh kemelut yang

keci Pasif Aktif

Tidak memakai logika Menggunakan Logika Orientasi Rumah Orientasi Dunia

Mudah Tersinggung Tidak mudah tersinggung Mudah menangis Sulit menangis Tidak percaya diri Sangat percaya diri

Umumnya bukan seorang pemimpin Tampil sebagai pemimpin Tidak menyukai situasi agresif Menyukai situasi agresif

Tidak ambisi Sangat ambisi Lemah lembut Kasar

Tenang Riuh Rendah Mudah meluapkan perasaan Tidak mudah meluapkan perasaan

Dalam setiap diri manusia pasti memiliki dua unsur feminin dan maskulin,

hanya saja pada masyarakat Indonesia yang menganut budaya patriarkal, dikotomi

tersebut sangat tegas. Sehingga, perempuan harus menggunakan standar feminin

tradisional yang baku, begitu pula laki-laki yang dilekatkan pada standar maskulin

yang baku. Jung, seorang neo-freudian memiliki pemikiran yang sama mengenai

stereotip gender tradisional yang dilekatkan terhadap perempuan dan laki-laki,

beliau menulis “menyembunyikan sfat-sifat feminin merupakan suatu keutamaan

bagi laki-laki. Sementara itu, wanita, sekurang-kurangnya sampai saat ini,

Tabel 2.1 Perbedaan sifat perempuan dan laki-laki

Page 3: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

13

menganggap tidak pantas untuk kelihatan seperti laki-laki” (Handayani, 2004).

Lebih lanjut dalam Bem Sex-Role Inventory (BSRI) dijelaskan mengenai dimensi

feminitas. Dimensi feminitas biasanya mencakup ciri-ciri sifat berikut ini: penuh

kasih sayang; menaruh simpati/perhatian kepada orang lain; tidak memikirkan diri

sendiri; penuh pengertian; mudah iba/kasihan; pendengar yang baik; hangat dalam

pergaulan; berhati lembut; senang terhadap anak-anak; lemahlembut; mengalah;

malu; merasa senang jika dirayu; konsumtif; berbicara dengan suara keras; mudah

terpengaruh; polos/naif/sopan; suka merawat diri; bersifat kewanitaan. Sedangkan

dimensi maskulinitas mencakup ciri-ciri sifat: mempertahankan

pendapat/keyakinan sendiri; berjiwa bebas/tidak terganggu dengan pendapat

orang; berkepribadian kuat; penuh kekuatan (fisik); mampu memimpin/ punya

jiwa kepemimpinan; berani mengambil resiko; suka mendominasi atau

menguasai; punya pendirian/berani bersikap; agresif; percaya diri; bersikap

analitis/ melihat hubungan sebab-akibat; mudah membuat keputusan; mandiri;

egois; bersifat kelelaki-lelakian; berani bersaing/kompetisi; bersikap/bertindak

sebagai pemimpin (Handayani, 2004).

Berdasarkan pemaparan stereotip feminin dan maskulin yang dikemukakan

oleh beberapa pakar sebelumnya, peneliti mengklasifikasikan stereotip tersebut ke

dalam beberapa tema, sebagai berikut:

Page 4: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

14

Tabel 2.2 Dikotomi Feminin dan Maskulin Berdasarkan Tema Tema Feminin

Maskulin Keterangan Penampilan o Suka merawat

diri/ bersolek

• Tidak suka

merawat diri/ cuek

Feminin ditampilkan sebagai sosok yang memperhatikan kecantikan dan kemolekan tubuh. Sedangkan, maskulin ditampilkan sebagai sosok yang cuek terhadap penampilan diri.

Afeksi (Emosi)

o Sangat emosional

o Tidak memendam emosi

o Sangat terangsang kemelut kecil

o Mudah tersinggung

o Mudah menangis o Menaruh simpati

pada orang lain o Penuh kasih

sayang o Mudah

iba/kasihan o Merasa senang

jika dirayu

• Tidak emosional • Hampir

memendam emosi • Tidak terpengaruh

kemelut kecil • Tidak mudah

tersinggung • Sulit menangis

Feminin dilekatkan dengan afeksi yang tinggi dan lebih bebas dalam mengekspresikan apa yang dirasakan. Maskulin digambarkan sebagai mahkluk yang miskin afeksi, cenderung menutup diri dari berbagai bentuk afeksi.

Kognisi (Pikiran)

o Tidak memakai logika

o Mudah terpengaruh

o Penuh pengertian o Subjektif

• Memakai logika • Tidak mudah

terpengaruh • Objektif • Mudah membuat

keputusan

Feminin cenderung lemah dalam kemampuan berfikir / irasional. Maskulin ditonjolkan sebagai sosok yang analitis dan rasional.

Konasi (Tindakan)

o Konsumtif o Lemah lembut o Tidak agresif o Pasif o Mengalah o Berbicara dengan

suara keras o Simpati

• Produktif • Kasar • Agresif • Aktif • Suka

mendominasi/ menguasai

• Berani bersaing/ berkompetisi

• Bertindak sebagai pemimpin

Pekerjaan o Orientasi rumah • Orientasi dunia

Feminin diletakkan dalam ranah domestik dan maskulin pada ranah publik.

Page 5: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

15

Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa stereotip gender tradisional

menjalar ke dalam tiga komponen sikap, yaitu baik dari afeksi, kognisi maupun

konasi. Ciri feminin yang akan diujikan ke dalam konten Cosmopolitan Men

adalah sebagai berikut:

a. Suka bersolek

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), solek didefinisikan

sebagai:

so·lek /solék/ 1 a serba elok (tt pakaian, hiasan, dsb); 2 a suka berhias diri

(berdandan); 3 n cara berhias diri (berpakaian);

ber·so·lek v berdandan; berhias diri; mempercantik diri: walaupun sudah dewasa,

ia masih belum pandai -;

so·lek-me·nyo·lek n hal (perihal) bersolek: spt juga wanita-wanita lainnya, ia

juga senang dng -;

mem·per·so·lek v menjadikan elok; memperindah;

pe·so·lek n (orang) yg suka bersolek: ia dikenal sbg gadis – (kamus besar bahasa

Indonesia)

Keterangan: terlihat dalam contoh kalimat yang mendefiniskan kata solek

tersebut, perempuan dikonotasikan sebagai seseorang yang akrab dengan

tindakan solek.

b. Konsumtif

Gaya hidup konsumtif adalah pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-

hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, pendapat (opini) sehingga gaya hidup

akan mencerminkan keseluruhan individu yang dalam hal ini diwujudkan dalam

bentuk kecenderungan manusia melakukan konsumsi tiada batas dan lebih

mementingkan keinginan daripada kebutuhannya (Kotler dalam Angela,2009).

Gaya hidup konsumtif berkaitan dengan konsumsi barang/jasa, makanan-

minuman, pakaian dan perlengkapan (kosmetika, sepatu,hp dsb), transportasi,

hobi yg dilakukan secara berlebihan, pemborosan waktu dan energi (dalam

Soesanto, 2011)

Rusimin (dalam Soesanto, 2011) menyatakan beberapa aspek dalam

perilaku konsumtif, diantaranya:

Page 6: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

16

- Aspek Motif

Meliputi dorongan-dorongan yg bersifat irasional maupun emosional, ikut-ikutan

dan uji coba.

- Aspek Mode

Mencangkup macam-macam barang yg sedang popular dan digemari oleh orang

banyak. Orang cenderung dianggap prestisius bila mengkonsumsi jenis produk

tertentu atau produk dengan merk tertentu yg dianggap fashionable

- Inferiority complex

Berkaitan dengan masalah harga diri yg rendah, kurang percaya diri, gengsi dan

konsumen membeli untuk mendapatkan simbol status pribadi.

c. Sangat Emosional

Terbuka dalam mengungkapkan emosi, khususnya sedih, susah, tergantung,

tak berdaya, rasa gembira, rasa cinta (Albin,1990). Menurut KBBI, emosi adalah

keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan,

keharuan, kecintaan). Emosional adalah menyentuh perasaan; mengharukan;

dengan emosi; beremosi. Emosi memiliki berbagai macam bentuk, diantaranya

adalah rasa sedih, rasa dukacita, depresi, rasa takut, rasa cemas, rasa marah, cinta,

rasa benci, rasa gembira, rasa bersalah, rasa malu, rasa iri (Albin, 1990).

Ungkapan emosi tersebut digolongkan ke dalam emosi biasa atau yang lazim

dialami oleh seseorang. Kompleksitas seorang manusia menimbulkan variasi

emosi yang signifikan, oleh karena itu, emosi dapat diklasifikasikan menjadi

emosi positif dan emosi negatif (Santrock, 1999: 353). Emosi positif adalah

perasaan yang disenangi oleh manusia, karena mencakup rasa bahagia/ gembira/

senang/ sukacita, jatuh cinta, antusias, ketertarikan, inspirasi, harapan, bangga,

pujian, kagum, puas, percaya, percaya diri. Emosi negatif mecakup rasa marah,

cemburu, dukacita, depresi, sedih, bersalah, malu, iri, tidak gembira, tidak aman,

terancam, tidak puas, kecewa, putus asa, cemas, dikhianati, bingung/ tidak yakin/

bimbang, ragu-ragu, dipermalukan, tidak percaya, tidak percaya diri .

Perempuan dan laki-laki pasti mengalami pengalaman emosional dalam

hidup,tetapi perbedaan terletak pada cara pengungkapannya. Emosional melekat

dalam stereotip feminin karena perempuan cenderung melampiaskan emosi

Page 7: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

17

tertentu dalam bahasa atau verbal, sebaliknya laki-laki lebih mengungkapkan

dengan gesture dan respon fisik (Dagun,1992).

d. Kasih Sayang

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,definisi dari kasih sayang

merupakan ungkapan perasaan cinta dan suka yang tulus tanpa imbalan.

e. Orientasi Rumah/ Domestik

Jika merujuk pada KBBI, arti dari domestik itu sendiri adalah mengenai

(bersifat) rumah tangga dan rumah tangga berarti yang berkenaan dengan urusan

kehidupan dalam rumah (seperti hal belanja rumah); berkenaan dengan keluarga.

Aktivitas yang dilakukan dalam sektor rumah tangga diantaranya adalah

memelihara, mengasuh, mengelola keuangan, memasak, orientasi terhadap

keluarga, melayani.

2. Majalah

2.1 Majalah sebagai komunikasi massa

“Mass Communication is message comunicated through a mass medium to

a large number of people”

Komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media

yang ditujukan kepada masyarakat yang abstrak, yaitu sejumlah orang yang tidak

nampak oleh penyampai pesan (Effendy, 2002). Dalam arti lain dapat disimpulkan

bahwa komunikasi massa merupakan proses transmisi pesan yang sifatnya masif

dan cenderung bersifat satu arah dari media massa -seperti koran, majalah,

televisi, radio dan media baru- kepada khalayak luas.

Fokus dari komunikasi massa adalah media massa, kehadiran media massa

yang semakin mengepung kehidupan sehari-hari masyarakat dirasa amat sangat

penting untuk ditilik lebih dalam. McQuail (2005) mengemukakan beberapa

fungsi dari media masa yakni :

1. Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan

saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga

dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma

Page 8: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

18

2. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk

memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan

kelompok secara kolektif; media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian

normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan

3. Media juga merupakan saluran yang dimanfaatkan untuk mengendalikan arah

dan memberikan dorongan terhadap perubahan sosial.

Majalah adalah salah satu media yang memfasilitasi terwujudnya

komunikasi massa. Majalah disajikan dalam kemasan yang menarik dan

mengedepankan estetika dalam penggarapan cover hingga konten di dalamnya.

Berbeda dengan surat kabar yang menyajikan informasi peristiwa terkini secara

universal dan bersifat umum, majalah lebih membidik target audience-nya lebih

sempit dan khusus. Industri majalah semakin bertumbuh pesat dimulai dari

Zaman Reformasi yang menampakkan titik terang bagi praktik demokrasi dalam

pers karena pada masa transisi tersebut berbagai pihak mulai menerbitkan majalah

sesuai dengan selera pasar. Tingginya minat masyarakat dalam mengkonsumsi

majalah, tidak lepas dari keunikan dan kelebihan yang coba ditawarkan dalam

kemasan majalah. Beberapa karakteristik majalah yang turut menjadi keunggulan,

diantaranya adalah (Karlina, 2000) :

1. Penyajian lebih dalam

Frekuensi majalah pada umumnya disajikan dalam rentang mingguan hingga

bulanan. Berita dalam majalah disajikan lebih lengkap, karena proses

terjadinya peristiwa disajikan secara kronologis.

2. Nilai aktualitas lebih lama

Nilai aktualitas majalah mencapai tempo satu minggu karena majalah

mingguan baru selesai dibaca dalam tempo tiga atau empat hari.

3. Menampilkan gambar dan foto lebih banyak

Jumlah halaman banyak, menampilkan gambar/foto yang lengkap, dengan

ukuran besar kadang kadang berwarna, kualitas kertas yang digunakan lebih

baik.

4. Sampul/cover majalah sebagai daya tarik

Page 9: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

19

Disamping foto, cover juga merupakan daya tarik tersendiri yang menunjukan

ciri suatu majalah, sehingga secara sepintas pembaca dapat mengidentifikasi

majalah tersebut. Cover ibarat pakaian dan aksesorisnya pada manusia. Cover

biasanya menggunakan kertas bagus dengan warna yang menarik.

Menurut Dominick, majalah diklasifikasikan menjadi lima kategori utama, yaitu :

1. General consumen magazine (majalah konsumen umum)

2. Bussiness publication (majalah bisnis)

3. Literacy reviews and academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah)

4. Newsletter (majalah khusus terbitan berkala)

5. Public Relation Magazine ( majalah humas)

Sedangkan kategori majalah secara umum dapat dibagi pada beberapa

kelompok,diantaranya adalah majalah berita, keluarga, wanita, pria, remaja

wanita, remaja pria, anak-anak, ilmiah populer, umum, hukum, pertanian, humor,

olahraga, daerah; dengan mengacu pada sasaran khalayak yang spesifik.

Tata letak majalah tidak dapat diabaikan karena turut memegang posisi

sentral dalam keberhasilan sebuah majalah. Berikut akan dipaparkan mengenai

elemen-elemen yang terkandung dalam media cetak, khususnya surat kabar dan

majalah, diantaranya adalah1

1. Header

:

Area diantara sisi atas kertas dan margin atas

2. Judul/ Head/ Heading/ Headline

Beberapa kata singkat yang berfungsi untuk mengawali sebuah artikel.

3. Deck/ Blurb/ Standfirst

Gambaran singkat tentang topik yang dibicarakan pada isi tulisan (bodytext),

sehingga berfungsi sebagai pengantar dari sebuah isi tulisan. Ciri-ciri deck

ditunjukkan dengan ukuran huruf yang lebih kecil dari judul tetapi tidak lebih

besar dari ukuran hudruf pada isi tulisan, biasanya terletak diantara judul dan

isi tulisan.

4. Initial Caps

1 http://wahyuercheend.blogspot.com/2011/11/elemen-elemen-layout-dan.html (diunduh tanggal 6 November 2012)

Page 10: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

20

Huruf awal yang berukuran besar dari kata pertama pada paragraf. Penggunaan

initial caps lebih condong pada pemenuhan sisi estetika dari penyajian suatu

artikel, oleh karena itu hanya terdapat satu initial caps dalam setiap artikel.

5. Kotak/ Box/ Bingkai/ Frame

Kotak biasanya memuat informasi tambahan dari artikel utama. Jika letaknya

di pinggir halaman disebut dengan sidebar.

6. Artwork

Semua jenis karya seni, seperti ilustrasi, sketsa, kartun, kecuali karya fotografi.

Fungsi artwork adalah untuk menunjang tampilan dari sebuah artikel,

sehingga penggunaanya disesuaikan dengan kebutuhan dari artikel tersebut.

7. Footer

Area diantara sisi bawah kertas dan margin bawah.

8. Kicker/ Eyebrow

Sebuah tulisan yang menujukkan bab, topik atau rubrik yang sedang dibaca.

9. Callouts

Keterangan yang menyertai elemen visual, biasanya ditulis dalam satu bidang

atau memiliki garis-garis yang menghubungkannya dengan bagian-bagian dari

elemen visualnya.

10. Byline/ Credit Line/ Writer’s Credit

Nama seseorang yang menjadi penulis atau pengarang yang menulis pada

bagian isi dari artikel

11. Caption

Keterangan yang menyertai elemen visual dan biasanya memiliki ukuran huruf

lebih kecil dan jenis huruf yang dipilih berbeda dengan huruf dalam artikel

utama.

12. Foto

Foto dapat memperkuat pesan yang disampaikan dari sebuah artikel, karena

setiap foto yang baik mampu mencapai tataran afeksi dari pembacanya.

13. Sidebar

Berisi nama situs yang dapat dikunjungi oleh pembaca untuk memperoleh lebih

lanjut informasi terkait dengan artikel tersebut

Page 11: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

21

14. Point Bullets

Suatu daftar atau list yang mempunyai beberapa baris berurutan ke bawah,

biasanya di depan tiap barisnya diberi penanda berupa angka atau simbol.

15. Informational/ Graphic

Fakta-fakta dan data-data statistik dari hasil survei dan penelitian yang

disajikan dalam bentuk grafik, diagram, tabel dan peta.

16. Signature/ Mandatories

17. Nomor Halaman/ Page Number

Nomor halaman yang terletak pada bagian bawah halaman guna

mempermudah pembaca dalam menandai artikel yang ingin dibaca.

18. Indent

Baris pertama paragraf yang menjorok masuk ke dalam, sedangkan hanging

indent adalah kebalikannya, yaitu baris pertama tetap pada posisi dan baris-

baris di bawahnya menjorok masuk ke dalam.

19. Subjudul/ Subhead/ Crosshead

Sebuah judul kecil yang berada dalam isi atau bodytext, huruf yang dipakai

biasanya dibuat berwarna dan mencolok mata.

20. Pull quotes/ Liftouts

Elemen layout yang menerangkan bodytext atau garis besar dari isi.

21. Isi/ Bodytext/ Bodycopy

Elemen layout yang paling banyak memberikan informasi terhadap topik

bahasan. Keberhasilan bodytext didukung oleh elemen-elemen yang telah

diutarakan di atas, sehingga pembaca tertarik untuk membaca secara

keseluruhan informasi yang disampaikan dalam sebuah artikel.

2.2. Majalah sebagai agen kontruksi sosial dan teks budaya populer

Media massa merupakan sektor yang vital bagi masyarakat, sifatnya yang

massif membuat perhatian masyarakat tertuju pada segala elemen yang

terkandung di dalamnya baik isi pemberitaan hingga penayangan iklan dalam

media massa. Oleh karena itu, media massa juga memiliki peranan yang besar

dalam membentuk suatu pola konstruksi sosial masyarakat. Konstruksi sosial

Page 12: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

22

sendiri merupakan teori yang dikemukakan oleh Peter L. Burger dan Thomas

Luckman (dalam Eriyanto, 2002) yang mengatakan bahwa manusia merupakan

instrumen dalam menciptakan realitas yang objektif melalui proses eksternalisasi

(usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan

mental maupun fisik). Menurut teori konstruksi sosial tersebut, pemahaman

seseorang akan sesuatu dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan sekitarnya.

Penegasan majalah sebagai agen konstruksi sosial juga terlihat dalam salah

satu fungsi media massa bagi individu dilihat dari sudut pandang identitas pribadi

yaitu untuk menemukan penunjang nilai-nilai pribadi, menemukan model

perilaku, mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media), serta

meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri (McQuail,1996). Majalah

semenjak awal kelahirannya telah bertindak sebagai buku panduan dalam

menjalani kehidupan, sehingga tanpa disadari, khalayak menjadi tergantung

dengan segala daya tarik yang ditawarkan sebuah majalah. Janice Winship pun

berpendapat mengenai sikap ketergantungan perempuan dan majalah , beliau

berujar, ”menghilangkan majalah perempuan berarti menghilangkan kehidupan

jutaan perempuan yang membaca dan menikmatinya tiap minggu”.

Teks Media atau seluruh elemen yang dimunculkan oleh media membentuk

sebuah budaya populer yang oleh para pemikir kajian budaya, seperti Kellner

(dalam Strinati, 2004) mendefinisikannya sebagai wilayah peperangan ideologis

dan praktek penguasaan atas kelas sosial, ras, suku, kebangsaan, subalternitas

maupun orientasi seksual . Sedangkan dalam perspektif antropologis, kebudayaan

populer adalah kebudayaan yang memiliki elemen-elemen budaya tanpa harus

mengikuti norma-norma tradisi atau adat istiadat masyarakat tertentu. Kemudian,

pelaku budaya dapat mengaktualisasikan elemen budaya dengan lebih bebas tanpa

mengindahkan atau takut pada pakem yang telah ada (Meliono & Budianto,

2004). Pemicu utama tumbuhnya budaya populer adalah media massa.

Masyarakat sudah menjadi pecandu media, tingkat ketergantungan akan

informasi/ pemberitaan dalam media yang tinggi memposisikan media sebagai

suatu barang yang dipuja. Tidak heran apabila segala pesan dalam media sangat

efektif dalam mempengaruhi pola perilaku masyarakat dan pada akhirnya

Page 13: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

23

membentuk sebuah budaya baru dari realitas yang ditawarkan oleh media. Teks

budaya populer yang dihasilkan melalui media massa sangat beragama,

diantaranya adalah mode berpakaian, lagu, film, program radio, program televisi,

majalah, dsb.

3. Invasi Budaya dan Hibridisasi

Invasi budaya terdiri dari dua susunan kata, yaitu invasi dan budaya. Invasi

jika didefinisikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti hal atau

perbuatan memasuki wilayah negara lain dengan mengerahkan angkatan

bersenjata dengan maksud menyerang atau menguasai negara tersebut;

penyerbuan ke dalam wilayah negara lain atau hal berbondong-bondong

memasuki suatu daerah, tempat, atau negeri. Definisi kata invasi yang

dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia lebih diasosiasikan pada

tindakan militer. Budaya berarti keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil

karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia

dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009). Konsep mengenai invasi budaya

disinggung oleh seorang filsuf pendidikan bernama Paulo Freire dalam bukunya

yang berjudul Pedagogy of The Oppressed:

“cultural invasion is thus always an act of violence against the person of

the invaded culture, who lose their originality or face the threat of losing

it” (invasi budaya selalu berkenaan dengan kekerasan terhadap budaya dari

kelompok terinvasi yang kehilangan otentisitasnya)

Berbagai definisi dari invasi, budaya maupun invasi budaya yang

dirumuskan oleh Freire, pada akhirnya perlu dipertegas mengenai invasi budaya

yang dimaksudkan dalam konteks penelitian ini. Invasi budaya dalam penelitian

ini dipandang sebagai penyerangan terhadap suatu wilayah dan berdampak pada

hilangnya otentisitas dari budaya yang terinvasi, dalam hal ini ciri feminin yang

menyerang beberapa rubrik dalam majalah Cosmopolitan Men.

Page 14: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

24

Kemunculan rubrik-rubrik yang lekat dengan unsur feminin tersebut

membuat Cosmopolitan Men menjadi majalah yang mengandung dua unsur

feminin dan maskulin sekaligus yang sebelumnya terpisah dalam dikotomi. Hal

tersebut menggambarkan bahwa penyerangan ciri feminin terhadap arena

maskulin,yaitu dalam kasus ini adalah majalah Cosmopolitan Men, terjadi melalui

persilangan antara ciri feminin dan ciri maskulin. Jika Freire mendefinisikan

invasi budaya sebagai sebuah hilangnya otentisitas dari budaya yang terinvasi,

invasi dalam penelitian ini meskipun tidak sepenuhnya menghilangkan ciri dari

budaya terinvasi tetapi tetap dimaknai tidak autentik. Dikatakan tidak lagi autentik

atau aseli karena adanya persilangan antara dua unsur atau entitas yg

bersebarangan dan bermuara pada munculnya sebuah entitas baru dalam majalah

Cosmopolitan Men. Persilangan tersebut dapat dijelaskan dengan teori mengenai

hibridisasi yang merupakan salah satu paradigma globalisasi.

Globalisasi atau kecenderungan kesalingkaitan yang berkembang di seluruh

dunia ini disertai dengan benturan-benturan perbedaan budaya. Jan Nederveen

Pieterse (2009) mengutarakan bahwa perbedaan budaya yang dibawa oleh

globalisasi dapat dilihat dari tiga sudut pandang atau tiga paradigma, yaitu

diferensialisme, konvergensi dan hibridisasi. Berikut akan diulas mengenai

karakteristik dari tiga paradigma tersebut melalui skema dalam tabel 2.1 (Pieterse,

2009)

Page 15: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

25

Dimensi Diferensialisme Konvergensi Hibridiasi Kosmologi Kemurnian Emanasi Perpaduan Analitis Budaya

kedaerahan Pusat kebudayaan dan penyebaran budaya

Budaya translokal

Garis Keturunan

Perbedaan dalam bahasa, agama daerah dan kasta

Kekaisaran dan universalisme religius. “Sentrisme” kuno

Pencampuran budaya, dari teknologi, agama dan bahasa

Jaman Modern

Diferensialisme romantis, pemikiran yang berpacu, patriotisme berlebihan. Relativisme budaya

Universalisme rasional. Evolusionisme. Modernisasi. Coca-colonisasi

Mettisage, hibridisasi, creolisasi, sinkretisme.

Sekarang “Benturan Peradaban” Pembersihan etnis. Pengembangan etnis.

Mcdonalisasi. Disneyfikasi. Barbiefikasi. Homogenisasi

Pandangan posmodern dari budaya, aliran kebudayaan

Masa Depan Sebuah mozaik ketahanan perbedaan budaya dan peradaban

Homogenitas budaya global

Buka-tutup pencapuran berkelanjutan

Hibridisasi mengambil istilah dalam bidang biologi, yaitu hibrida, dalam

KBBI mempunyai arti turunan yang dihasilkan dari perkawinan antara dua jenis

yang berlainan. Hibrida diterapkan dalam tumbuhan dan hewan, sedangkan

hibridisasi lebih berkenaan dengan sosial-budaya. Hibridisasi merupakan proses

pencampuran budaya sebagai akibat dari globalisasi yang membawa budaya

global ke dalam teritori budaya setempat. Tidak dapat dipungkiri dengan

masuknya budaya global dalam suatu wilayah dipandang sebagai manifestasi dari

aliansi sosial-politik antar wilayah yang dipertemukan dalam titik perjuangan

Tabel 2.3 Tiga Cara Melihat Perbedaan Budaya

Page 16: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

26

budaya dan ideologi. Nestor Garcia melihat gagasan hibriditas sebagai alat

analisis yang sangat penting dalam melakukan investigasi terhadap ketegangan

kompleksitas budaya antara modernitas dan tradisi lokal tempat hibridisasi kultur

berlangsung (dalam Littlejohn, 2009). Pencampuran budaya dalam konsep

hibridisasi ini dipandang sebagai proses budaya yang berkonotasi positif, yaitu

proses pencampuran merupakan hasil negosiasi dari pengaruh budaya asing dan

budaya setempat (Littlejohn,2009). Hibridisasi terjadi melalui dua cara, yaitu

hibridisasi alami melalui pernikahan campuran antar pendatang dan penduduk

asli, imigrasi, sedangkan hibridisasi non-alami dilakukan melalui media massa

lintas negara dengan konten yang disesuaikan dengan budaya setempat. Majalah

transnasional adalah salah satu kendaraan dari proses hibridisasi non-alami.

Konten dari majalah transnasional membawa sebuah budaya global yang asing

dengan budaya setempat. Cosmopolitan Men adalah salah satu contoh majalah

transnasional yang terbit di Indonesia. Hadirnya Cosmopolitan Men terkesan

melahirkan sebuah proses hibridisasi atau persilangan ciri feminin di dalam arena

maskulin yang melampaui stereotip gender tradisional.

Pemahaman mengenai invasi budaya dan hibridisasi yang digunakan dalam

penelitian ini merupakan landasan bagi peneliti untuk merumuskan kriteria invasi

budaya yang terjadi dalam rubrik Cosmopolitan Men. Invasi budaya dapat

dikatakan terjadi apabila dua wilayah yang awal mulanya merupakan dua kubu

dengan ciri yang berbeda kemudian karena dilakukan penyerangan dari salah satu

wilayah, maka dua ciri tersebut bersinergi ke dalam satu wilayah. Jika dikaitkan

dengan ruang feminin dan maskulin, maka invasi budaya terjadi apabila ciri

feminin terdapat dalam rubrik Cosmopolitan Men melalui tahap pengujian analisis

isi.

Page 17: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

27

4. Kerangka Pikir Gambar 2.1 Alur Pemikiran

Dikotomi

Analisis Isi

Teks: - Judul - Subjudul - Deck - Isi/Bodytext - Kotak/Box

Rubrik: 1. Grooming Opening 2. Grooming Q&A 3. Fashion Opening 4. Fashion Outfit Advice 5. From The Editor 6. Ask Cosmo Men

Anything 7. Miss V 8. Connecting 9. Cosmo Men Cooking

Majalah Cosmopolitan Men

Maskulin Feminin

Visual: - Artwork - Foto Produk - Foto Model

Laki-laki - Foto Model

Perempuan

Invasi

Hibridisasi

Stereotip Gender Tradisional

Laki-Laki Perempuan

Ciri Feminin: - Suka bersolek - Konsumtif - Emosional - Kasih Sayang - Orientasi

rumah

Ciri Maskulin: - Cuek - Produktif - Rasional - Kasar - Orientasi

publik

Page 18: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

28

Penjelasan:

Stereotip gender tradisional berbicara mengenai dikotomi feminin dan

maskulin yang begitu tegas dan kaku, sehingga ruang feminin dan maskulin

terpisah menjadi dua kubu yang terhalang oleh sekat. Pandangan tradisional ini

melekatkan perempuan dengan ciri feminin dan laki-laki dengan ciri maskulin.

Feminin ditunjukkan dengan ciri-ciri diantaranya adalah suka bersolek, konsumtif,

emosional, kasih sayang, orientasi rumah, sedangkan maskulin ditunjukkan

dengan ciri-ciri yang berseberangan dengan ciri feminin yang dikemukakan

sebelumnya, diantaranya adalah cuek atau acuh tak acuh, produktif, rasional,

kasar, orientasi publik. Ciri dan definisi feminin selalu dirumuskan bertentangan

dengan ciri dan definisi maskulin, seperti maskulin dengan rasional dan feminin

dengan non-rasional atau emosional.

Dikotomi feminin yang mengikat perempuan dan maskulin yang mengikat

laki-laki secara ekslusif dalam pandangan tradisional, tidak ditemukan dalam

konten majalah Cosmopolitan Men. Cosmopolitan Men merupakan majalah gaya

hidup pria yang dapat disebut sebagai sebuah arena maskulin. Majalah

Cosmopolitan Men menyajikan konten yang memiliki kandungan ciri-ciri feminin

di dalamnya. Peneliti menangkap indikasi gejala invasi budaya feminin dalam

arena maskulin di majalah Cosmopolitan Men. Hal tersebut dilihat dari masuknya

beberapa karakteristik nilai feminin dalam majalah tersebut yang dirasa

melampaui stereotip gender tradisional. Arena maskulin dalam Cosmopolitan Men

seakan menampakkan sebuah wajah atau entitas baru. Entitas baru yang

dimaksudkan muncul karema adanya persilangan antara dua entitas yang

berseberangan, yaitu feminin dan maskulin yang terpisah ke dalam dua kubu. Di

dalam kajian ilmiah, persilangan dua entitas yang menghasilkan entitas baru

dikenal dengan istilah hibridisasi. Indikasi invasi feminin dapat dibuktikan

melalui studi analisis isi yang menguji frekuensi kemunculan ciri feminin dalam

majalah Cosmopolitan Men. Oleh karena itu, dalam skema kerangka pikir, kotak

invasi dan hibridisasi digambarkan dengan garis putus-putus karena masih

merupakan rumusan masalah yang harus dipecahkan dalam penelitian ini.

Page 19: BAB II KERANGKA TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6928/2/T1_362006002_BAB II.pdf · itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan

29

Peneliti memfokuskan rubrik dalam Cosmopolitan Men sebagai sampel

untuk studi analisis isi. Rubrik yang disinyalir terkandung ciri feminin berjumlah

9 buah, yaitu Grooming Opening, Grooming Q&A, Fashion Opening, Fashion

Outfit Advice, From The Editor, Ask Cosmo Men Anything, Connecting, Miss V,

Cosmo Men Cooking. Elemen dalam rubrik yang diamati terbagi ke dalam dua

bagian, yaitu elemen tekstual (judul, subjudul, deck, isi/bodytext, kotak/box) dan

elemen visual (artwork, foto produk, foto model laki-laki, foto model perempuan).