60
20 BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS A. Kerangka Teoritis 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik adalah alat untuk mencapai tujuan publik, bukan tujuan orang perorangan atau golongan dan kelompok. Meskipun sebagai alat (tool) keberadaan kebijakan publik sangat penting dan sekaligus krusial. Penting karena keberadaannya sangat menentukan tercapainya sebuah tujuan, meskipun masih ada sejumlah prasyarat atau tahapan lain yang harus dipenuhi sebelum sampai pada tujuan yang dikehendaki. Krusial karena sebuah kebijakan yang di atas kertas telah dibuat melalui proses yang baik dan isinya juga berkualitas, namun tidak otomatis bisa dilaksanakan kemudian menghasilkan sesuai yang selaras dengan apa yang dinginkan oleh pembuatnya. Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali diperlakukan seolah lebih penting atau sejajar dengan tujuan yang hendak dicapai, padahal ia hanyalah sekedar alat, meskipun alat yang sangat penting. Tidak jarang, bagi sebagian orang atau kelompok tertentu kebijakan ditempatkan sedemikian penting, sehingga melupakan esensi dasarnya. Tarik menarik dalam perjuangan menyusun dan menetapkan kebijakan seolah lebih

BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

  • Upload
    dangdat

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

20

BAB II

KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN

ANALISIS

A. Kerangka Teoritis

1. Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah alat untuk mencapai tujuan publik, bukan

tujuan orang perorangan atau golongan dan kelompok. Meskipun sebagai alat

(tool) keberadaan kebijakan publik sangat penting dan sekaligus krusial.

Penting karena keberadaannya sangat menentukan tercapainya sebuah tujuan,

meskipun masih ada sejumlah prasyarat atau tahapan lain yang harus

dipenuhi sebelum sampai pada tujuan yang dikehendaki. Krusial karena

sebuah kebijakan yang di atas kertas telah dibuat melalui proses yang baik

dan isinya juga berkualitas, namun tidak otomatis bisa dilaksanakan

kemudian menghasilkan sesuai yang selaras dengan apa yang dinginkan oleh

pembuatnya. Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

diperlakukan seolah lebih penting atau sejajar dengan tujuan yang hendak

dicapai, padahal ia hanyalah sekedar alat, meskipun alat yang sangat penting.

Tidak jarang, bagi sebagian orang atau kelompok tertentu kebijakan

ditempatkan sedemikian penting, sehingga melupakan esensi dasarnya. Tarik

menarik dalam perjuangan menyusun dan menetapkan kebijakan seolah lebih

Page 2: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

21

penting dari upaya lain yaitu bagaimana mencari cara yang lebih efektif dan

efisien dalam mencapai tujuan. Biaya besar yang dikeluarkan untuk

menyusun kebijakan adalah cerminan betapa pentingnya sebuah kebijakan

dan sekaligus cerminan akan perlakuan berlebihan seolah hadirnya kebijakan

lebih penting dari upaya pencapaian tujuan yang sebenarnya. Memang

perlakukan yang demikian dapat dimengerti karena tanpa kebijakan publik

yang tepat, maka tujuan yang dikehendaki sulit dicapai. Namun sekali lagi

harus proporsional karena sejatinya ia adalah sebuah alat, meskipun bukan

alat yang biasa dalam mencapai sebuah tujuan organisasi.

Tentu tidak semua kebijakan publik memiliki nilai atau bobot yang

sama jika dilihat dari sudut tingkat pentingnya. Ada kebijakan yang sangat

penting dan mendesak, namun tidak sedikit yang tergolong bukan skala

prioritas, meskipun semua kebijakan publik memiliki nilai strategis atau

sama sama penting. Semua itu tergantung dari isi dan tujuan yang hendak

dicapai. Dan lagi-lagi persoalan tujuan menjadi sesuatu yang penting dan

menjadi tolok ukur nilai startegis kebijakan. Bisa saja kebijakan yang sama

memiliki makna strategis yang berbeda di daerah atau tempat lain. Logika

serupa juga berlaku bagi sebuah negara dimana sebuah kebijakan tertentu

dianggap sangat penting dan mendesak, sementara bagi negara lain tidak

diperlakukan demikian. Artinya aspek konteks kebijakan memiliki peranan

Page 3: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

22

yang menentukan arti strategis sebuah kebijakan, disamping faktor substansi

atau isi kebijakan.1

Salah satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Thomas

R. Dye yang menyatakan “Kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang

tidak dilakukan maupun apa yang dilakukan oleh pemerintah. Pokok kajian

dari hal ini adalah negara. Pengertian ini selanjutnya dikembangkan dan

diperbaharui oleh para ilmuwan yang berkecimpung dalam ilmu kebijakan

publik. Definisi kebijakan publik menurut Thomas R. Dye ini dapat

diklasifikasikan sebagai keputusan ( decision making ), dimana pemerintah

mempunyai wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif, termasuk

keputusan untuk membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu

persoalan publik.”2 Pendapat lebih eksplisit dikemukakakn oleh Pater Cane

dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan policy tidak lain adalah

the nonstatutory criteria yang menjadi dasar suatu keputusan (dan tindakan)

pemerintah yang seyogianya berdasarkan statutory.3

Kebijakan tidak selalu direalisasikan dalam bentuk peraturan, tetapi

juga dengan tindakan (atau tidakmelakukan tindakan). Khususnya dalam

konteks peraturan kebijakan, maksud dari adanya tindakan ini adalah supaya

kebijakan pemerintah tersebut dapat diketahui oleh publik; naar buiten

1 http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/pustaka_unpad_kebijakan_publik.pdf,

dikunjungi pada tanggal 29 Agustus 2016 pukul 14.17. 2 Ibid hlm. 13. 3 Pater Cane, Administrative Tribunals and Adjudocation, Oxford-Portland: Hart

Publishing,2009, hlm.147.

Page 4: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

23

gebracht schriftelijk beleid (harfiahnya berarti menampakkan keluar suatu

kebijakan tertulis).4

Di Kota Salatiga sendiri, kebutuhan masyarakatnya untuk bekerja

semakin tinggi, namum karena kurangnya lapangan pekerjaan, dimana

semakin hari tidak bisa lagi menampung Tenaga Kerja, menjadi hambatan

dan masalah ketenagakerjaan, intinya adalah semakin bertambahnya jumlah

penduduk maka kebutuhan anak pekerjaanpun akan semakin meningkat,

tetapi lapangan pekerjaan yang di sediakan oleh pemerintah daerah ataupun

wirausahawan belum cukup untuk menampung jumlah pengangguran yang

ada. Sehingga persaingan untuk mendapatkan pekerjaan di dalam Negeri pun

semakin ketat khususnya di Kota Salatiga, sedangkan keadaan ekonomi yang

semakin memburuk yang mengakibatkan pencari pekerjaan baik pria ataupun

wanita terpaksa memilih untuk menghalalkan berbagai cara untuk bertahan

hidup, seperti dengan berjualan di trotoar-trotoar jalan yang semestinya tidak

diperuntukan untuk berjualan dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri

(Pedagang Kaki Lima di Pasar Tiban Jalan Lingkar Salatiga, Kota Salatiga)

karena dengan berjualan di bahu jalan yang semestinya diperuntukan untuk

pengguna lalu lintas darat seperti sepeda motor dan mobil. Dalam hal ini,

Pemerintah Kota Salatiga berperan penting dalam upaya melindungi

keselamatan penjual ataupun pembeli di Pasar Tiban Kota Salatiga. Penataan

tempat berjualan bagi PKL harusnya rapi dan tidak membahayakan atau pada

4 Philipus M. Hadjon, et al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta:Gadjah

Mada University Press,2002, hlm. 152.

Page 5: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

24

kategori aman, dengan hal ini akan memperkecil resiko yang akan

ditimbulkan, dan juga menyediakan pos informasi beserta melibatkan dinas

yang terkait untuk terjun langsung mengawasi kondisi Pasar Tiban Kota

Salatiga agar tetap terkontrol.

2. Kewenangan Pemerintah Daerah

Indonesia adalah sebuah Negara yang wilayahnya terbagi-bagi atas

Daerah-Daerah Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas Daerah

Kabupaten dan Daerah Kota. Daerah Provinsi merupakan Wilayah

Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Gubernur sebagai wakil

Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi Gubernur dalam

menyelenggarakan urusan Pemerintahan Umum di wilayah Daerah Provinsi.

Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mempunyai Pemerintahan Daerah yang

diatur dalam Undang-Undang. Pemerintah Daerah penyelenggara urusan

Pemerintah oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut Asas Otonomi dan

Tugas Pembantu dengan Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.5 Urusan Pemerintah yang menjadi

kewenangan Pemerinth Daerah diselenggarakan berdasarkan Kriteria

Eksternalitas, Akuntabilitas, dan Efisiensi dengan memperhatikan keserasian

hubungan antar tingkatan dan susunan Pemerintah.

5 Wikipedia, ”Pemerintah Daerah di Indonesia”, 12 Oktober 2015, pukul 02.38,

http:/id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan Daerah di Indonesia,dikunjungi pada tanggal 31

Agustus 2016 pukul 20.39 WIB.

Page 6: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

25

Kriteria Eksternalitas adalah Kriteria pembagian urusan pemerintahan

dengan memperhatikan dampak yang timbul bersifat lokal atau lintas

Kabupaten/Kota dan atau regional sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu

urusan pemerintahan.

Akuntabilitas adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan

memperlihatkan pertanggungjawaban pemerintah, pemerintah daerah

provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan

urusan Pemerintahan tertentu kepada masyarakat.

Efisiensi adalah kriteria pembagian urusan pemerintah dengan

memperlihatkan daya guna tertinggi yang dapat diperoleh dari

penyelenggaraan suatu urusan Pemerintahan antara ditangani pemerintah

daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah provinsi dan/atau pemerintah.

Dalam menyelenggarakan Pemerintah, Pemerintah Pusat

menggunakan Asas Desentralisasi6, Tugas Pembantu

7, dan Dekonsentrasi

8,

sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan. Sedangkan dalam

menyelenggarakan Pemerintah Daerah menggunakan Asas Otonomi dan

Tugas Pembantu.

Berbicara menenai Otonomi Daerah, istilah Otonomi Daerah berasal

dari bahasa Yunani yaitu Autos yang artinya sendiri dan Nomos yang artinya

6 Asas Desentralisasi adalah Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah

otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem NKRI. 7 Asas Tugas Pembantu adalah Asas yang menghendaki adana tugas untuk turut serta dalam

melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah otonom tinggi

dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya. 8 Asas Dekonsentrasi adalah asas yang menghendaki adanya pelimpahan wewenang dari

pemerintah pusat atau kepala wilayah atau kepala instansivivertikal tingkat atasnya kepada

pejabat-pejabat di daerah.

Page 7: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

26

aturan. Otonomi daerah adalah Hak, Wewenang dan Kewajiban yang

diberikan kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan Pemerintah dan kepentingan Masyarakat setempat menurut aspirasi

masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan

Pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan

pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam menyelenggarakan Otonomi, Daerah mempunyai Hak untuk 9:

a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya ;

b. Memilih pimpinan daerah ;

c. Mengelola aparatur daerah

d. Mengelola kekayaan daerah

e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah ;

f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam

dan sumber daya lainnya yang berada di daerah.

g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan

h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan.

Dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah, maka Daerah

mempunyai kewajiban sebagai berikut10

:

9 Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 10 Ibid.

Page 8: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

27

a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, dan kesatuan dan

kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;

d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;

e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

g. Menyediakan fasilitas social dan fasilitas umum yang layak;

h. Mengembangkan sistem jaminan social;

i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;

j. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah;

k. Melestarikan lingkungan hidup;

l. Mengelola administrasi kependudukan;

m. Melestarikan nilai sosial budaya;

n. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang–undangan

sesuai dengan kewenangannya; dan

o. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan.

Adanya Hak dan Kewajiban tersebut, Otonomi Daerah memiliki

peran penting dalam menyelenggarakan dan mewujudkan kesejahteraan

sosial pada masyarakat disuatu Daerah karena pelaksanaan Otonomi Daerah

berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Page 9: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

28

Berdasarkan pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintah

Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan

Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah otonom. Sedangkan untuk mengetahui kriteria urusan

Pemerintahan yang menjadi kewenangan dari Pemerintah Daerah juga telah

di atur sedemikian rupa melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 13 Ayat (4), yang meliputi: 11

a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah

kabupaten/kota;

b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah

kabupaten/kota;

c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya

hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau

d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih

efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota.

Sehingga Pemerintah Kota Salatiga sebagai bagian dari Pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki peranan yang penting dalam

memberikan Kebijakan dan menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi

seluruh lapisan masyarakat di Kota Salatiga yang dilakukan berdasarkan

Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan. Pemerintah Kota Salatiga wajib

11 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 10: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

29

menciptakan Ketentraman, Keharmonisan dan Keadilan Sosial bagi seluruh

lapisan Masyarakat di Kota Salatiga.

3. Diskresi

Dari segi bahasa, diskresi (discretion) adalah kebijaksanaan,

keleluasaan, penilaian, kebebasan untuk menentukan. Discretionnary berarti

kebebasan untuk menentukan atau memilih, terserah kepada kebijaksanaan

seseorang. Discretionary power to act: kebebasan untuk bertindak.12

Istilah

diskresi ini sering disebut dengan Ermessen yakni mempertimbangkan,

menilai, menduga atau menilai, pertimbangan, dan keputusan. Dalam bahasa

Belanda diskresi ini memiliki beberapa arti seperti disebutkan R.K,Kuipers

berikut ini:” diskresi; sifat hati-hati, kewaspadaan, sikap hati-hati dalam

pembicaraan dan tindakan. Berkelakuan sederhana; pertimbangan sendiri,

kehendak, pilihan bebas, berbudi luhur atau tanpa pamrih, ampunan dan

tanpa belas kasihan). Bryan A.Garner mengemukakan pengertian diskresi

sebagai “tingkah laku dan managemen yang bijaksana; kearifan yang diiringi

kewaspadaan;sikap hati-hati; penilaian individu; kekuasaan bebas mengambil

keputusan”. Dari kata dasar diskresi ini muncul istilah diskresi administrasi

(administrative discretion) yakni “seorang pejabat publik atau kekuasaan

institusi melakukan pertimbangan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya”.13

12 John M.Echols dan Hassan Shadily,Kamus Inggris Indonesia,Gramedia Pustka

Utama,Jakarta,2006,hlm.185-186 dan Peter Salim,the Contemorary English-Indonesia

Discretionary,Seventh Edition,Modern English Press,Jakarta,1996,hlm.524-525. 13 Ridwan, Diskresi..., Op.Cit., hlm. 124.

Page 11: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

30

Berdasarkan pengertian dari segi bahasa tersebut, dapat dikemukakan bahwa

yang dimaksud dengan diskresi yang relevan pada tulisan ini adalah

pertimbangan sendiri, wewenang untuk melakukan tindakan berdasarkan

kebijakan sendiri, pertimbangan seorang pejabat publik dalam melakukan

tugasnya, dan kekuasaan seseorang untuk mengambil pilihan melakukan atau

tidak melakukan tindakan. S.A de Smith mengatakan, “ kekuasaan diskresi

mengimplementasikan kebebasan memilih, pejabat yang berwenang dapat

memutuskan apakah melakukan atau tidak melakukan tindakan dan jika

melakukan tindakan, bagaimana melakukannya ”. 14

Menurut pendapat yang di kemukakan oleh Florence Heffron dan

Neil McFeeley, bahwa diskresi pemerintah itu mengandung makna

sebagai berikut: 15

“ Memperkenankan pemerintah untuk mengambil keputusan

ketika,kapan,bagaimana, dan terhadap siapa pengaturan dan ketentuan

itu akan diterapkan. Diskresi pemerintah itu diperluas ketika pembuat

undang-undang tidak merumuskan standar atau standar yang samar

atau tidak memiliki arti tegas yang membolehkan dan mengharuskan

pemerintah menentukan sendiri substansi dan penerapan peraturan.

Pilihan merupakan esensi diskresi dan diskresi adalah esensi

administrasi. ”

14 S.A. de Smith, Constitutional and Administrative Law,Second Edition,Penguin

Education,England,1973, hlm. 531. 15 Florence Heffron dan Neil McFeeley, The administrative Regulatory Process, Longman, New

York, 1983, hlm.44 .

Page 12: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

31

Seiring dengan perkembangan masyarakat yang kian kompleks,

dimungkinkan bahwa berbagai persoalan yang terjadi ditengah masyarakat

dan harus diurus oleh organ pemerintah itu telah ada pengaturannya dan juga

ada yang belum diatur. Terhadap persoalan urusan yang belum ada

pengaturannya (leemten in het recht), sementara harus dilayani oleh

pemerintah , maka dalam rangka pelayanan terhadap warga negara organ

pemerintah menggunakan diskresi. Adapun terhadap persoalan yang ada

peraturannya,pengguna diskresi juga di mungkinkan terutama berkenaan

dengan norma samar (vage norm) atau norma terbuka (open texture) yang

terdapat pada peraturan perundang-undangan tersebut sehingga memerlukan

penjelasan, interpretasi, pertimbangan berbagai kepentingan terkait, atau

karena ada peraturan itu terdapat pilihan yang dapat diambil oleh organ

pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya.16

Dalam perkembangannya, pemerintah tidak boleh menolah untuk

memberikan pelayanan bagi warga negara dengan alasan tidak ada peraturan

perundang-undangan yang mengaturnya. Ketika tidak ada peraturan

perundang-undangan atau ada peraturan perundang-undangan, namun

normanya samar atau multiinterpretasi, pemerintah dapat menggunakan

diskresi. Florence Heffron dan Neil McFeeley mengatakan:

“Dengan demikian, diskresi merupakan peluang bagi pemerintah,

karena kesamaran alami undang-undang atau peraturan yang

16 Ridwan, Diskresi..., Op.Cit., hlm. 132.

Page 13: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

32

memberikan kewenangan, untuk membuat keputusan secara individual

beserta interpretasi, implementasi, dan/atau penegakan hukum. Diskresi

bukan hanya perlu, tetapi juga bermanfaat dalam suatu masyarakat yang

mempercayai konsep (keadilan orang perorang atau merata). Tanpa

diskresi, hukum tidak dapat diterapkan secara wajar terhadap fakta-fakta

yang spesifik dan kondisi yang ditampilkan kasus tertentu: fakta yang

tidak sama tidak dapat diperlakukan secara sama.”17

4. Ketentuan PERDA di Kota Salatiga yang Berkaitan Dengan Penataan

PKL & Pasar Tiban

a. Dasar Hukum yang digunakan adalah :

i. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2015

tentang Penataan, Pengelolaan dan Pemberdayaan

PKL.

ii. Isi ketentuan umum18

(a) Penataan Pedagang Kaki Lima adalah upaya yang

dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui pendataan,

pendaftaran dan penyelenggaraan Tanda Daftar

Usaha.

(b) Pengelolaan lokasi PKL adalah upaya yang dilakukan

Pemerintah Daerah melalui penetapan lokasi PKL,

17 Florence Heffron dan Neil McFeeley, The administrative...,op.cit, hlm.44 18 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2015.

Page 14: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

33

peremajaan, pemindahan dan penghapusan Lokasi

PKL dengan memperhatikan kepentingan umum,

sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan,

ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan

Peraturan Perundang-Undangan.

(c) Pemberdayaan PKL adalah upaya yang dilakukan

oleh Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat

secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim

usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL

sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik

kualitas maupun kuantitas usahanya.

(d) Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha

PKL yang berada di lahan dan/atau bangunan milik

Pemerintah Daerah dan/atau swasta.

(e) Tanda Daftar Usaha, yang selanjutnya disebut TDU,

adalah surat yang dikeluarkan oleh Walikota atau

pejabat yang ditunjuk sebagai tanda bukti pendaftaran

usaha PKL sekaligus sebagai alat kendali untuk

pemberdayaan dan pengembangan usaha PKL di

lokasi yang ditetapkan oleh Walikota.

(f) Rencana Tata Ruang Wilayah, yang selanjutnya

disingkat RTRW, adalah Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Salatiga.

Page 15: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

34

(g) Rencana Detail Tata Ruang Wilayah, yang

selanjutnya disingkat RDTRW, adalah Rencana

Detail Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga.

Dalam penataan Pedagang Kaki Lima yang dilakukan oleh

Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah dirumuskan dalam Pasal 4, Pasal 35,

dan Pasal 36 Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2015 tentang Penataan,

Pengelolaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, yang menyatakan

bahwa pelaksanaan penataan PKL harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

- Pasal 4

(1) Penataan PKL dilakukan terhadap PKL dan lokasi

tempat kegiatan PKL.

(2) Penataan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan dengan cara:

a. pendataan PKL;

b. pendaftaran PKL; dan

c. penyelenggaraan TDU.

- Pasal 35

Kewajiban PKL antara lain:

a. mematuhi waktu kegiatan usaha yang telah ditetapkan

oleh Walikota;

b. memelihara keindahan, ketertiban, keamanan,

kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat usaha;

Page 16: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

35

c. menempatkan dan menata barang dagangan dan/atau

jasa serta peralatan dagangan dengan tertib dan teratur;

d menjaga ketertiban umum;

e. menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa

menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun, apabila

lokasi usaha tidak ditempati selama 1 (satu) bulan atau

sewaktu-waktu lokasi tersebut dibutuhkan oleh

Pemerintah Daerah;

f. menempati tempat atau lokasi usaha yang telah

ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai TDU yang

dimiliki PKL; dan

g. membayar pajak daerah dan retribusi daerah sesuai

ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

- Pasal 36

PKL dilarang:

a. Melakukan kegiatan usahanya di ruang umum yang

tidak ditetapkan untuk Lokasi PKL;

b. Merombak, menambah dan mengubah fungsi serta

fasilitas yang ada di tempat atau lokasi usaha PKL yang

telah ditetapkan dan/atau ditentukan Walikota;

c. Menempati lahan atau Lokasi PKL untuk kegiatan

tempat tinggal;

Page 17: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

36

d. Berpindah tempat atau lokasi dan/atau

memindahtangankan TDU tanpa sepengetahuan dan

seizin Walikota;

e. Menelantarkan dan/atau membiarkan kosong lokasi

tempat usaha tanpa kegiatan secara terus-menerus

selama 1 (satu) bulan;

f. Mengganti bidang usaha dan/atau memperdagangkan

barang ilegal;

g. Melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan

atau mengubah bentuk trotoar, fasilitas umum, dan/atau

bangunan di sekitarnya;

h. Menggunakan badan jalan untuk tempat usaha, kecuali

yang ditetapkan untuk Lokasi PKL terjadwal dan

terkendali;

i. PKL yang kegiatan usahanya menggunakan kendaraan

dilarang berdagang di tempat-tempat larangan parkir,

pemberhentian sementara, atau trotoar; dan

j. Memperjual belikan atau menyewakan tempat usaha

PKL kepada pihak lainnya.

Page 18: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

37

i. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 3 Tahun 2015 tentang

Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko

Swalayan.

ii. Isi ketentuan umum19

(a) Pusat Perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang

terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang

didirikan baik secara vertikal maupun horisontal,

yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau

dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan

perdagangan barang.

(b) Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan

adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah

melalui pengaturan lokasi pendirian, batasan luas

lantai, sistem penjualan dan waktu operasional Pusat

Perbelanjaan dan Toko Swalayan, serta pola

Kemitraan dengan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah sehingga dapat terwujud iklim usaha

perdagangan yang sehat, saling memerlukan, saling

memperkuat dan saling menguntungkan.

(c) Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan

adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah

dalam bentuk pemberdayaan dan pengawasan

19 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 3 Tahun 2015.

Page 19: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

38

terhadap Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan

dalam melakukan Kemitraan dengan Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah dan Koperasi.

(d) Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau

badan usaha, baik berbentuk badan hukum maupun

bukan berbentuk badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik

sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai

bidang ekonomi.

(e) Izin Usaha Pusat Perbelanjaan, yang selanjutnya

disingkat IUPP, adalah izin untuk dapat

melaksanakan usaha pengelolaan Pusat Perbelanjaan.

(f) Pasar Rakyat adalah pasar yang dibangun dan

dikelola oleh Pemerintah Daerah, swasta, badan usaha

milik negara dan badan usaha milik daerah termasuk

kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa

Toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh

pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau

koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan

dengan proses jual beli barang perdagangan melalui

tawar menawar.

Page 20: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

39

(g) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang selanjutnya

disingkat UMKM adalah kegiatan ekonomi yang

berskala mikro, kecil dan menengah sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2008 tentang Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah.

Dalam penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Tiban yang dilakukan

oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah dirumuskan dalam Pasal 31

Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pembinaan Pusat

Perbelanjaan dan Toko Swalayan., yang menyatakan bahwa tugas dan

wewenang pemerintah daerah dalam pelaksanaan penataan dan pembinaan

pusat perbelanjaan dan toko swalayan, sebagai berikut :

- Pasal 31

Dalam penataan dan pembinaan Pusat Perbelanjaan dan

Toko Swalayan, Pemerintah Daerah mempunyai tugas dan

wewenang:

a. menetapkan kebijakan teknis dan melaksanakan

pembinaan, pengawasan, monitoring dan evaluasi

penyelenggaraan Pusat Perbelanjaan dan Toko

Swalayan;

b. menyelenggarakan pelayanan penerbitan izin dan

rekomendasi usaha Pusat Perbelanjaan dan Toko

Swalayan;

Page 21: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

40

c. melaksanakan pembinaan dan pengawasan, monitoring

dan evaluasi kegiatan informasi pasar dan stabilisasi

harga serta peningkatan penggunaan produksi dalam

negeri;

d. melaksanakan pembinaan, sosialisasi, informasi dan

publikasi penyelenggaraan perlindungan konsumen;

e. mengoordinasikan penyelesaian permasalahan dalam

penyelenggaraan Pusat Perbelanjaan dan Toko

Swalayan;

f. memfasilitasi hubungan kerjasama antara Pemasok

UMKM dan Koperasi dengan Toko Swalayan.

i. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 15 Tahun 2013 tentang

Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

ii. Isi ketentuan umum20

(a) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang selanjutnya disingkat

LLAJ, adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu

Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan LLAJ, Prasarana LLAJ,

Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta

pengelolaannya.

(b) Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang diRuang Lalu

Lintas Jalan.

20 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 15 Tahun 2013.

Page 22: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

41

(c) Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari

satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan

di Ruang Lalu Lintas Jalan.

(d) Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan

pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi

lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas

permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air,

serta di atas permukaan air, kecuali Jalan rel dan Jalan kabel.

(e) Prasarana LLAJ adalah Ruang Lalu Lintas, Terminal,dan

Alat Perlengkapan Jalan yang meliputi Marka,Rambu, Alat

Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman

Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan,

serta fasilitas pendukung.

(f) Ruang Lalu Lintas Jalan adalah Prasarana yan diperuntukkan

bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang yang

berupa Jalan dan fasilitas pendukung.

(g) Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang

berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan

yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau

petunjuk bagi Pengguna Jalan.

(h) Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada dipermukaan

Jalan atau di atas permukaan Jalan yang meliputi peralatan

atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang,

Page 23: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

42

garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk

mengarahkan arus Lalu Lintas dan membatasi daerah

kepentingan Lalu Lintas.

(i) Pejalan Kaki adalah setiap orang yang berjalan di Ruang Lalu

Lintas Jalan.

(j) Ketertiban LLAJ adalah suatu keadaan berlalu lintas yang

berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban

setiap Pengguna Jalan.

(k) Kelancaran LLAJ adalah suatu keadaan berlalu lintas dan

penggunaan Angkutan yang bebas dari hambatan dan

kemacetan di Jalan.

Dalam penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Tiban yang dilakukan

oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah dirumuskan dalam Pasal 31

Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2013 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan,

yang menyatakan bahwa tujuan dari penyelenggaraan Lalu Lintas Angkutan

Jalan oleh pemerintah daerah dalam pelaksanaan penataan dan terwujudnya

ekita dalam berlalu-lintas, sebagai berikut :

- Pasal 3

LLAJ diselenggarakan dengan tujuan:

a. terwujudnya pelayanan LLAJ yang selamat, tertib,

lancar, dan terpadu dengan moda Angkutan lain untuk

mendorong perekonomian wilayah, dan memajukan

kesejahteraan masyarakat;

Page 24: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

43

b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum

bagi masyarakat.

- Pasal 4

Ruang lingkup penyelenggaraan LLAJ mencakup

keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran LLAJ

melalui:

a. kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang

di Jalan; dan

b. kegiatan yang menggunakan sarana, Prasarana, dan

fasilitas pendukung LLAJ.

i. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030.

ii. Isi ketentuan umum21

(a) Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut,

dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu

kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lain

hidup melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan

hidupnya.

(b) Struktur ruang adalah susunan pusat–pusat permukiman dan

sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai

21 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011.

Page 25: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

44

pendukung kegiatan social ekonomi mayarakat secara hirarki

memiliki hubungan fungsional.

(c) Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata

ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan

ruang.

(d) Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk

menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi

penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

(e) Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga yang selanjutnya

disebut RTRW Kota Salatiga adalah rencana tata ruang yang

bersifat umum dari wilayah Kota Salatiga yang berisi tujuan,

kebijakan, strategi, rencana struktur ruang, rencana pola

ruang, kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang, dan

pengendalian pemanfaatan ruang.

(f) Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis

beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya

ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek

fungsional.

(g) Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk

mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata

ruang yang telah ditetapkan.

Page 26: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

45

(h) Disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk mencegah,

membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang

tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

(i) Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam

proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

pengendalian pemanfaatan ruang.

Dalam penataan PKL di Pasar Tiban yang dilakukan oleh Pemerintah

Daerah Kota Salatiga telah dirumuskan dalam Pasal 15-16 Peraturan Daerah

No. 4 Tahun 2011 tentang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Salatiga Tahun 2010-2030, yang menyatakan bahwa Kelurahan Pulutan

merupakan akan direnanakan sebagai pusat pelayanan lokal meliputi

pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi. Hal tersebut terdapat dalam

Perda RTRW Kota Salatiga, sebagai berikut :

- Pasal 15 ayat (1)

(1) Rencana pengembangan sistem pusat pelayanan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf

a terdiri dari:

a. pusat pelayanan kota;

b. subpusat pelayanan kota; dan

c. pusat lingkungan.

- Pasal 15 ayat (4)

Pusat lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c meliputi:

Page 27: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

46

a. Kelurahan Blotongan;

b. Kelurahan Bugel;

c. Kelurahan Kauman Kidul;

d. Kelurahan Pulutan;

e. Kelurahan Kalibening;

f. Kelurahan Tingkir Lor;

g. Kelurahan Tingkir Tengah;

h. Kelurahan Noborejo;

- Pasal 16 ayat (3)

Pusat lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15

ayat (1) huruf c sebagai pusat pelayanan lokal meliputi

pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi.

5. Teori Peran Dalam Sosiologi Hukum

Pemerintah melalui Dinas Perindustrian, Koperasi, dan usaha Mikro

Kecil dan Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM) memiliki peran penting

dalam menyelenggarakan serta mewujudkan Kesejahteraan Sosial bagi

seluruh lapisan Masyarakat terutama Kesejahteraan bagi setiap Pedagang

ataupun Pembeli Pasar Tiban di JLS. Peran adalah pola perilaku yang

diharapkan dilakukan oleh seseorang yang memiliki atau menduduki suatu

Page 28: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

47

status dan posisi tertentu dalam organisasi, kelompok atau lembaga-

lembaga.22

Menurut Soerjono Soekanto, Peran (role) merupakan aspek dinamis

kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak yang

kewajiban-kewajiban sesuai dengan kedudukan, maka dia menjalankan suatu

peranan.23

Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan

posisi dalam pergaulan masyarakat. Posisi seseorang dalam Masyarakat

(social-position) merupakan unsur yang statis yang menunjukan tempat

Individu dalam organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada

fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki

suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.

Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal, antara lain :24

1) Peranan adalah meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan

posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti

ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing

seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3) Peranan juga dapat dikatakan perilaku individu yang penting bagi

struktur sosial.

22 Robert M.Z Lawang, Buku Pokok Pengantar Sosiologi, Penerbit Karunia, Jakarta, hlm.85. 23 Seorjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Penerbit Yayasan Penerbit Universitas

Indonesia, Jakarta, 1974, hlm. 130. 24 Ibid, hlm. 131.

Page 29: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

48

Bahwasanya, setiap peranan bertujuan agar antara individu yang

melaksanakan peranan tadi dengan orang-orang disekitarnya yang

bersangkutan, atau ada hubungan dengan peran tersebut, terdapat hubungan

yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati kedua belah

pihak.

Abu Ahmadi juga mengatakan bahwa Peran adalah suatu kompleks

pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat

dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi sosialnya. Sebagai

pola perikelakuan, maka peranan mempunyai beberapa unsur, yakni antara

lain :25

a. Peranan ideal, sebagaimana dirumuskan atau diharapkan oleh

masyarakat, terhadap status-status tertentu. Peranan ideal tersebut

merumuskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terkait pada

status-status tertentu.

b. Peran yang dianggap oleh dirinya sendiri, peranan ini merupakan

hal yang oleh individu harus dilakukan pada situasi-situasi tertentu.

Artinya, seorang individu menganggap bahwa dalam situasi-situasi

tertentu (yang dirumuskannya sendiri), dia harus melaksanakan

peranan tertentu.

c. Peranan yang dilaksanakan atau dikerjakan, ini merupakan

peranan yang sesungguhnya dilaksanakan oleh individu di dalam

kenyataannya, yang terwujud dalam perikelakuan yang nyata.

25 Soerjono Soekanto, Memperkenalkan Sosiologi, Penerbit CV, Rajawali, Jakarta, 1982, hlm. 30.

Page 30: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

49

Peranan yang dilaksanakan dalam kenyataan, mungkin saja

berbeda dengan peranan ideal maupun peranan yang di anggap

oleh dirinya sendiri. Peranan yang dilaksanakan secara aktual

senantiasa dipengaruhi oleh sistem kepercayaan, harapan-harapan,

persepsi, dan juga oleh kepribadian individu yang bersangkutan.

Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada

individu-individu dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut :26

a. Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur

masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.

b. Peranan tersebut seyogyanya diletakkan pada individu-individu

yang oleh masyarakat di anggap mampu melaksanakannya.

c. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tak

mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh

masyarakat karena mungkin pelaksanaannya memerlukan

pengorbanan arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu

banyak.

d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan

peranannya, belum tentu masyarakat akan dapat memberikan

peluang-peluang yang seimbang.

Akan tetapi, didalam interaksi sosial terkadang kala kurang disadari

bahwa yang paling penting adalah melaksanakan peranan dari pada

26 Budi Sulistyowati, Soerjono Soekanto, ed., Sosiologi Suatu Pengantar, PT.Rajagrafindo

Persada, Jakarta, 2014, hlm. 213.

Page 31: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

50

kedudukan sehingga terjadi hubungan-hubungan yang timpang yang tidak

seharusnya terjadi. Hubungan yang timpang tersebut lebih cenderung

mementingkan bahwa suatu pihak hanya mempunyai hak saja, sedangkan

pihak lain hanyalah mempunyai kewajiban belaka. 27

B. Hasil Penelitian

Dalam penjelasan ini, penulis memaparkan 3 hal yang antara lain

mengenai gambaran umum wilayah penelitian, hasil penelitian, dan analisa.

Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang keadaan dan

situasi wilayah penelitian, serta untuk mengetahui beberapa kebijakan yang

sampai saat ini telah dilakukan oleh Dinas-Dinas terkait

(DISPERINDAGKOP UMKM, Dinas Perhubungan, Satpol-PP).

1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Kota Salatiga terletak di antara dua Kota besar di Jawa Tengah yaitu

Kota Semarang (49 km ke arah utara) dan Kota Solo (52 km ke arah selatan).

Secara mortologi, Kota Salatiga berada di daerah cekungan, kaki Gunung

Merbabu diantara gunung-gunung kecil antara lain: Gajah Mungkur,

Telomoyo, dan Payung Rong., oleh sebab itu kota ini memiliki iklim tropis

dan memiliki hawa yang sejuk dan segar. Secara astronomi Kota Salatiga

terletak antara 1100.27'.56,81" - 1100.32'.4,64" BT 0070.17'. - 0070.17'.23"

27 Ibid, hlm. 214.

Page 32: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

51

LS 28

. Kota Salatiga secara administratif terbagi atas 4 kecamatan yakni

Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Sidomukti, Kecamatan Argomulyo,

Kecamatan Tingkir.

Seiring dengan perkembangan kegiatan perkotaan,dampak yang timbul

adalah masalah penggunaan lahan yang berubah,perubahan penggunaan lahan

tersebut salah satunya terjadi karena adanya kepadatan penduduk yang tinggi.

Parameter yang mengakibatkan terjadinya masalah kepadatan penduduk

adalah tingginya pertumbuhan alami yang berasal dari daerah itu sendiri

maupun arus penduduk yang masuk dari luar kota yang mengakibatkan

bertambahnya peruntukan lahan untuk permukiman di daerah perkotaan, yang

berarti berkurangnya lahan kosong di dalam kota.

Lokasi penelitian berada di kawasan Jalan Lingkar Salatiga, terutama

pada sekitaran Pulutan dan Kecandran. Kawasan ini banyak dimanfaatkan

oleh para PKL yang khususnya berjualan pada hari Minggu pagi-siang hari.

Kebanyakan dari PKL di kawasan ini memanfaatkan trotoar dan tepi-tepi jalan

sebagai tempat usahanya, baik itu di sisi kanan maupun kiri jalan di Jalan

Lingkar Salatiga. Sebagian aktivitas masyarakat terpusat disini, khususnya

aktivitas perdagangan. Jumlah PKL di Pasar Tiban Jalan Lingkar Salatiga

kurang lebih 700 PKL dan juga 60 tukang parkir (yang menggunakan trotoar

dan tepi jalan).29

28 http://salatigakota.go.id/TentangGeografi.php, dikunjungi pada tanggal 25 Oktober 2016 pukul

03.15 WIB. 29 Wawancara Bapak Sobiron, Ketua Paguyuban Pasar Tiban, Tanggal 11 September 2016, jam

07.00 WIB.

Page 33: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

52

2. Gambaran Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga terhadap Pasar Tiban

Perencanaan pemanfaatan ruang Kota Salatiga diatur dalam Perda No

4 Tahun 2011 mengenai RTRW. Dalam RTRW diatur mengenai kawasan

yang dikembangkan dalam berbagai bidang seperti pendidikan, perkantoran,

perindustrian, perdagangan dan jasa, serta agro bisnis. Pemerintah memiliki

kebijakan bahwa kawasan yang dikembangkan untuk perdagangan dan jasa

yang dapat dimanfatkan oleh PKL. Berdasarkan Perda No 4 Tahun 2011,

pemerintah membuat Perda No 4 Tahun 2015 mengenai PKL agar

pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan secara maksimal. Perda No 4 Tahun

2015 ditindak lanjuti dengan Perda No 4 Tahun 2011, dalam perda ini di

cantumkan mengenai lokasi-lokasi yang dapat dimanfaatkan untuk berjualan

oleh PKL. Kawasan-kawasan yang dapat dimanfaatkan oleh PKL untuk

berjualan sebagai berikut: kawasan PKL Kridanggo di Kelurahan Kalicacing,

kawasan PKL Lapangan Pancasila di Kelurahan Kalicacing, kawasan PKL

Jenderal Sudirman di Kelurahan Salatiga, Kelurahan Kutowinangun dan

Kelurahan Kalicacing, kawasan PKL Pasar Andong di Kelurahan Mangunsari,

dan kawasan PKL Margosari di Kelurahan Salatiga.30

Kawasan JLS terutama di kawasan Pulutan dan Kecandran yang

biasanya di peruntukkan sebagai Pasar Tiban di Hari Minggu semestinya tidak

dapat di peruntukkan untuk lokasi berjualan para PKL, karena tidak sesuai

30 Pasal 53 ayat 2 Peraturan Daerah Kota Salatiga No 4 Tahun 2011.

Page 34: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

53

dengan kriteria lokasi usaha PKL yaitu tidak boleh mengganggu sirkulasi

pejalan kaki, tidak boleh bertentangan dengan peraturan lalulintas, tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perparkiran serta tidak boleh menempati taman

dan fasilitas publik. Kedua peraturan tersebut dilaksanakan dalam berbagai

kegiatan sesuai dengan tugas dan wewenang yang dimiliki baik itu

DISPERINDAG-UMKM dan PKL maupun Satpol PP, kegiatan yang banyak

dilakukan yaitu patroli keliling, sosialisasi serta penyuluhan.

Akan tetapi, telah berlakunya kebijakan yang memang tidak secara

tertulis yang di terapkan oleh Pemerintah Kota Salatiga terhadap adanya Pasar

Tiban dengan syarat tidak terganggunya aktivitas lalulintas yang di sebabkan

oleh adanya PKL, hal tersebutlah yang mengakibatkan Pasar Tiban sendiri

sampai saat ini masih ada dan tetap berjalan sebagaimana mestinya.

3. Hasil Wawancara dengan Pemerintah Kota Salatiga

Pasar Tiban sendiri memang diperuntukkan seluruhnya untuk

kemakmuran masyarakat Salatiga dan sekitarnya. Hal ini juga di amini oleh

salah satu Anggota DPRD Kota Salatiga yang tergabung dalam Komisi C,

yang berpendapat bahwa Pasar Tiban terutama di Pulutan dan Kecandran

memang memiliki hal magis untuk dapat menarik minat dari para pedagang

dan pembeli, ataupun juga warga yang ingin menikmati pemandangan yang

ada di sekitar JLS bagian Pulutan dan Kecandran. Sementara bilamana JLS

akan di pergunakan untuk kegiatan yang lain maka DISHUB dan Satpol PP

Page 35: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

54

akan berkoordinasi kepada paguyuban beserta pada pedagang untuk sementar

meliburkan aktivitas perdagangan yang biasa di lakukan.31

Oleh karena itu, Pemerintah Kota Salatiga yang diwakili oleh Satpol

PP, DISHUB, dan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha

Mikro Kecil dan Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM) selalu

memonitoring berjalannya aktivitas jual beli agar tidak mengganggu hak-hak

dari pengguna jalan yang lain dengan selalu menghimbau kepada penjual dan

pembeli melalui Paguyuban Pasar Tiban agar tetap tertib. Kebijakan

pengendalian pemanfaatan ruang telah di lakukan oleh Pemerintah Kota

Salatiga, dengan melakukan penertiban dam juga monitoring yang dilakukan

oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan

Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM) selaku legal sektor dari penerapan

Perda No. 4 Tahun 2015 beserta Satpol PP,32

Disamping itu juga pemerintah

dilekati dengan kewajiban untuk memberikan pelayanan publik,

melaksanakan fungsi pelayanan, dan juga menerapkan kebijakan publik yang

memasyarakatkan masyarakat, terutama bagi negara-negara yang menganut

atau dipengaruhi oleh konsep negara kesejahteraan seperti di Indonesia.

Dinas-dinas yang mewakili Pemerintah Kota Salatiga tersebut bertugas untuk

melakukakan tindakan, antara lain :

31 Wawancara Bapak H.M. Sofi’i, Komisi C DPRD Kota Salatiga Fraksi PKB, Tanggal 11

September 2016, jam 07.28 WIB. 32 Wawancara Bapak Wahyudi Joko, KASI Pengawasan UMKM Kota Salatiga, Tanggal 20 Mei

2016, jam 10.30 WIB.

Page 36: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

55

1. Melakukan Tindakan Preventif 33

Satpol-PP beserta Dishub telah melakukan sosialisasi dan

penyuluhan setiap 1 bulan sekali, secara meluas kepada perwakilan

PKL dan Paguyuban di Pasar Tiban. Sosialisasi dan penyuluhan PKL

di berikan diruang rapat Paguyuban Pasar Tiban yang dihadiri oleh

perwakilan PKL dan paguyubannya. Topik pembahasan yang di

sosialisasikan adalah mengenai ketertiban dan kebersihan pedagang

agar tidak mengganggu pengguna jalan yang lain.

Dimaksud dengan penyuluhan adalah tindakan untuk memberikan

pengarahan ataupun edukasi kepada PKL perkawasan mengenai suatu

hal atau suatu topik. Penyuluhan ini bertujuan agar keberadaan PKL

tetap ada dan tidak merugikan lingkungan sekitarnya. Karena memang

keberadaan PKL di Pasar Tiban telah mendapatkan kebijakan dari

Walikota Salatiga untuk tetap ada selama tidak mengganggu lalu lintas

di sekitar JLS. Sedangkan sosialisasi adalah memberi informasi

kepada seluruh PKL beserta paguyubannya yang ada di Pasar Tiban

Kota Salatiga.

Selain tindakan preventif oleh Satpol PP beserta Dishub melalui

sosialisasi dan penyuluhan, tindakan preventif juga di lakukan melalui

pemberian kebijakan oleh Walikota Salatiga bagi PKL di Pasar Tiban

untuk tetap berjualan di sekitar kawasan Pulutan-Kecandran selama

33

Wawancara Bapak Ahmad , KASI Penegakan Perda, Tanggal 13 Oktober 2016, jam 09.27

WIB.

Page 37: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

56

tetap menjaga ketertiban lalulintas yang ada. Dengan demikian, maka

Pasar Tiban tersebut secara tidak langsung telah di izinkan oleh

Walikota Salatiga selama tetap tertib dan tidak mengakibatkan

kemacetan, dan dengan adanya Pasar Tiban tersebut akan menambah

daya tarik bagi Kota Salatiga di bidang pariwisata.

Patroli keliling dilakukan setiap hari (khususnya hari Minggu) oleh

Satpol PP bersama Dishub terhadap Pasar Tiban. Tindakan ini

merupakan usaha untuk melakukan pengawasan dan monitoring

terhadap PKL yang berjualan di JLS yang terfokus di Kelurahan

Pulutan dan Kecandran. Pengawasan yaitu kegiatan yang dilakukan

untuk memantau tempat para PKL, agar tetap berjualan dengan tertib

dan tidak mengganggu pengguna jalan yang lain. Kegiatan

pengawasan dilakukan oleh Satpol PP beserta Dishub melalui patroli

keliling dengan menggunakan mobil patroli untuk memberikan

himbauan kepada PKL (Paguyuban Pasar Tiban) dengan cara lisan.

Patroli dilakukan sendiri oleh Salpol PP maupun gabungan dengan

Dinas Perhubungan, patroli keliling ini merupakan bentuk kegiatan

yang dilakukan oleh Satpol PP dengan memberlakukan 2 jadwal untuk

tugas patroli (Pagi dan Sore), dalam melakukan pengawasan kepada

para PKL.

2. Melakukan Tindakan Represif

Page 38: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

57

Kontribusi dari Satpol-PP guna mendukung suksesnya pelaksanaan

Otonomi Daerah, yang diharapkan Satpol-PP menjadi motivator dalam

menjamin kepastian pelaksanaan peraturan daerah dan upaya

menegakkannya ditengah-tengah masyarakat,sekaligus membantu

dalam menindak segala bentuk penyelewengan dan penegakan hukum.

Dalam melaksanakannya harus menunggu dari keputusan kepada

daerah, dan tentunya hal tersebut tidaklah mudah karena dalam

melaksanakan kewenangannya ini Satpol-PP dibatasi oleh kewenangan

represif yang bersifat non yustisial.

Dalam menghadapi sitiasi seperti ini, Satpol-PP harus dapat

mengambil sikap yang tepat dan bijaksana sesuai dengan paradigma

baru Polisi Pamong Praja yaitu menjadi aparat yang ramah, bersahabat,

dapat menciptakan suasana batin dan nuansa kesejukan bagi

masyarakat, namun harus tetap tegas dalam bertindak demi tegaknya

peraturan yang berlaku.

Pengawasan dari Pasar Tiban sebenarnya merupakan wewenang dari

DISPERINDAGKOP UMKM, akan tetapi dinas yang terkait tidak pernah

berkoordinasi kepada Satpol-PP dan juga Dinas Perhubungan untuk

mengawasi ataupun melakukan monitoring terhadap pada PKL di Pasar Tiban.

Dengan itulah Satpol-PP melakukan inisiatif untuk melakukan

pengawasannya dengan melibatkan Dinas Perhubungan dan tidak melibatkan

Page 39: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

58

DISPERINDAGKOP UMKM yang merupakan instansi yang memang

menangani Pasar Tiban tersebut.34

Sementara itu menurut dari perwakilan DISPERINDAGKOP UMKM

sendiri memberi keterangan, bahwa Pasar Tiban memang sudah tidak menjadi

wewenang dari DISPERINDAGKOP UMKM, karena Jalan Lingkar Salatiga

sendiri sudah berubah menjadi jalan provinsi dan wewenang untuk mengawasi

Pasar Tiban sekarang otomatis menjadi otoritas dari pihak provinsi untuk

menertibkannya.35

Oleh karena itu DISPERINDAGKOP UMKM sudah tidak

ikut dalam pengawasan Pasar Tiban yang menjadi tanggungjawab provinsi

untuk mengawasinya.

Peringatan ataupun penertiban dapat di lakukan oleh Satpol-PP, karena

memang tugas dan wewenang dari Satpol-PP yaitu menertibkan dan menindak

warga masyarakat atau bagan hukum yang mengganggu ketenteraman dan

ketertiban umum, penegakan Peraturan Daerah (Perda) yang harus ditaati oleh

semua pihak, melakukan tindakan represif non yustisial terhadap warga

masyarakat yang melanggar Peraturan Daerah.

Peringatan tertulis diberikan sebanyak tiga kali kepada para PKL,

apabila masih tetap melanggar maka Satpol-PP melakukan tindakan penyitaan

terhadap barang-barang dagangan mereka. Para PKL dapat mengambil barang

dagangan yang disita oleh Satpol-PP dengan membuat surat pernyataan untuk

34 Wawancara Bapak Ahmad , KASI Penegakan Perda, Tanggal 19 Oktober 2016, jam 13.43

WIB. 35

Wawancara Bapak Wahyudi Joko, KASI Pengawasan UMKM Kota Salatiga, Tanggal 18

Oktober 2016 jam 09.57 WIB.

Page 40: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

59

tidak mengulangi pelanggaran tersebut kembali. Pengambilan barang yang

disita oleh pihak Satpol-PP dapat dilakukan sebanyak dua kali, apabila masih

melanggar maka barang dagangan yang telah di sita tidak dapat lagi di ambil

oleh para PKL.

Sementara hambatan-hambatan yang di alami oleh Satpol-PP dan

Dinas Perhubungan terletak dalam melakukan penyuluhan dan sosialisasi.

Dalam sosialisasi dan penyuluhan banyak PKL yang tidak mengindahkan apa

yang telah di berikan oleh Satpol-PP dan Dinas Perhubungan. Hal tersebut di

sebabkan karena kebutuhan ekonomi yang di perlukan oleh PKL.36

4. Hasil Wawancara dengan Paguyuban Pasar Tiban

Asal mula terjadinya Pasar Tiban yang berdiri pada awal 2011 sendiri

telah berjalan sebelum JLS tersebut di fungsikan seperti sekarang, ada 5

penjual makanan ringan yang berjualan di sekitaran Pulutan dan Kecandran

dan nampaknya memang menguntungkan dengan Pemandangan yang ada di

sekitaran JLS tersebut seperti dapat melihat Gunung Merbabu dan Merapi

dengan jelas, beserta hamparan sawah yang terlihat indah dan mengagumkan

mampu menarik penjual yang lain beserta pembeli yang banyak berdatangan,

entah untuk berbelanja ataupun juga berjalan-jalan untuk melihat

pemandangan yang ada di Jalan Lingkar Salatiga. Penjual ataupun juga

pembeli yang datang di Pasar Tiban tidak hanya yang berdomisili di Kota

36

Wawancara Bapak Ahmad , KASI Penegakan Perda, Tanggal 19 Oktober 2016, jam 13.43

WIB.

Page 41: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

60

Salatiga, tetapi juga banyak yang datang dari Kabupaten Semarang dan

sekitarnya, tetapi 70% memang benar-benar masyarakat Kota Salatiga itu

sendiri. Sampai sekarang pedagang yang terdaftar telah mencapai 700

pedagang dan 60 pekerja parkir.37

Hal-hal yang menyangkut keberadaan dari Pasar Tiban yang sampai

sekarang masih ada dan tetap berjualan pada setiap hari Minggu pagi memang

nyatanya mampu mendatangkan keuntungan tidak hanya untuk pedagang saja,

tetapi juga mendatangkan keuntungan bagi masyarakat sekitar dan juga

menambah perekonomian dari mayarakat sekitar kawasan Pulutan-Kecandran,

hal ini dikarenakan dengan adanya Pasar Tiban akan mendatangkan banyak

pembeli yang tidak hanya warga Salatiga saja, dan hal ini dimafaatkan oleh

warga sekitar untuk menambah penghasilannya dengan ikut berjualan dan

juga menjadi juru parkir di sekitaran Pasar Tiban. Tidak hanya itu, tetapi

warga Pulutan-Kecandran juga menarik pungutan terhadap para PKL yang

memang tidak ditentukan besarannya melalui Paguyuban Pasar Tiban yang

selanjutnya hasilnya akan dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu untuk

karangtaruna di kawasan Pulutan-Kecandran untuk kebersihan.38

Ketertiban PKL juga sangat diperhatikan oleh pengurus paguyuban

yang ikut terjun langsung untuk mengawasinya dan setelah pasar tersebut

telah selesai maka dengan cepat anggota-anggota paguyuban beserta

karangtaruna langsung membersihkan sampah-sampah yang ada agar tidak

37 Wawancara Bapak Sobiron, Ketua Paguyuban Pasar Tiban, Tanggal 11 September 2016, jam

07.00 WIB. 38 Ibid.

Page 42: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

61

mengganggu pemandangan kota dan keindahan Jalan Lingkar Salatiga. Untuk

peran Pemerintah Kota Salatiga memang pada kenyataannya tidak ada

keterkaitan yang terjun langsung untuk mengatasi Pasar Tiban karena

Pemerintah Kota Salatiga telah mempercayakan ketertiban kepada Paguyuban

Pasar Tiban.

Keberadaan Pasar Tiban sendiri tidak hanya mendatangkan

keuntungan, tetapi terdapat kerugian yang di timbulkan dengan adanya Pasar

Tiban, Pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan Jalan Lingkar Salatiga

telah menimbulkan dampak yang negatif bagi lingkungan sekitarnya, seperti

terhambatnya aktivitas lalu lintas (kemacetan) di sekitar tempat tersebut, itu

dikarenakan para PKL melakukan aktivitas perdagangannya di bahu-bahu

jalan dan sampai di jalur lalu lintas yang dipergunakan untuk aktivitas

berkendara motor dengan memparkirkan kendaraannya yang dipergunakan

untuk berjualan di dalam mobil yang mengakibatkan kawasan JLS menjadi

sempit, dan tentu saja apa yang telah dilakukan oleh para PKL Pasar Tiban di

JLS telah mangganggu kenyamanan pengendara dan para pejalan kaki

dikarenakan pada kenyataannya adanya pemanfaatan trotoar-trotoar jalan dan

juga badan jalan di kawasan JLS di pagi hari yang semestinya dipergunakan

untuk para pejalan kaki dan aktivitas berlalu lintas berubah menjadi tempat

para PKL untuk mendirikan untuk tempat usaha, kota menjadi tidak teratur,

menjadikan kemacetan, tidak bersih dan tidak tertib.39

39

Hasil Observasi Penulis, Tanggal 11 September 2016, di Pasar Tiban, Jalan Lingkar Salatiga.

Page 43: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

62

Paguyuban Pasar Tiban sebagai wakil dari seluruh PKL yang berada di

Pasar Tiban sendiri memang terus melakukan koordinasi mengenai ketertiban

dan kenyamanan Pasar Tiban sendiri kepada Satpol-PP dan Dinas

Perhubungan Kota Salatiga, dengan demikian di harapkan akan terjadi

harmonisasi antara Paguyuban dengan Pemerintah Kota Salatiga untuk duduk

bersama-sama dalam pengawasan terhadap Pasar Tiban yang juga menjadi

aset dari Salatiga untuk kehidupa bermasyarakat dan kesejahteraan

masyarakat di Salatiga.40

5. Hasil Wawancara dengan Pedagang Kaki Lima (PKL)

Permasalahan keberadaannya para PKL memang tidak terlepas dari

dampak krisis ekonomi yang terjadi secara global akhir-akhir ini, bahkan

memberikan dampak hingga di semua bidang. Akibat dari pemutusan

hubungan kerja itu mengakibatkan pengangguran, disamping itu terdapat

golongan masyarakat angkatan kerja yang mengalami kesulitan mencari

pekerjaan, hah tersebut diperparah dengan minimnya lapangan pekerjaan yang

tersedia yang mengakibatkan semakin tertekannya perekonomian mereka.

Berhubungan dengan itu, maka usaha untuk mencari nafkah salah satunya

dengan cara berjualan di pinggir jalan. Masyarakat cenderung memanfaatkan

ruang ataupun fasilitas umum untuk dipergunakan dalam aktivitas mereka

berjualan karena memang tidak memiliki modal yang cukup untuk menyewa

40

Wawancara Bapak Sobiron, Ketua Paguyuban Pasar Tiban, Tanggal 23 Oktober 2016, jam

07.28 WIB.

Page 44: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

63

ruko ataupun berjualan di tempat yang semestinya dan dengan berjualan

dengan memanfaatkan fasilitas publik tentu akan mengurangi biaya mereka

bilamana harus menyewa toko atau kios.

Melihat fakta yang ada menunjukan bahwa masih banyak PKL di

Pasar Tiban Kota Salatiga yang memanfaatkan fasilitas-fasilitas publik yang

semestinya tidak diperuntukan sebagai tempat usaha mereka, antara lain

memanfaatkan trotoar dan tepi jalan. Tidak semua PKL mengetahui bahwa

tempat-tempat yang mereka gunakan untuk berjualan tersebut di larang untuk

di manfaatkan sebagai tempat berjualan, sebagaimana tergambar dalam tabel

dibawah ini :

Tabel 3.1.

Pengetahuan responden mengenai tempat yang

tidak diizinkan untuk berjualan.

Jawaban Jumlah Presentase (%)

Mengetahui 18 PKL 72 %

Tidak Mengetahui 7 PKL 28 %

Jumlah 25 PKL 100 %

Sumber: Wawancara Penulis, 16 Oktober 2016

Sebenarnya banyak PKL di Pasar Tiban Kota Salatiga yang

mengetahui bahwa trotoar dan badan jalan memang tidak boleh di manfaatkan

Page 45: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

64

untuk tempat usaha. Jumlah PKL yang mengetahui bahwa badan jalan dan

trotoar di larang untuk di manfaatkan yaitu 18 PKL (72%), sedangkan yang

tidak mengetahui hanya 7 PKL (28%).

Ada dua alasan yang di kemukakan oleh PKL tentang mengapa masih

tetap memanfaatkan fasilitas-fasilitas publik sebagai tempat berjualan bagi

mereka, yakni ada yang beralasan karena banyak pembeli yang datang karena

tempat yang mereka pilih memanglah cukup strategis dan ada yang beralasan

sudah adanya pelanggan ataupun mereka telah mendapatkan pembeli tetap

bagi dagangan mereka, sebagaimana didata dalam tabel dibawah ini :

Tabel 3.2

Alasan responden menggunakan fasilitas publik

sebagai tempat berjualan.

Jawaban Jumlah Presentase (%)

Sudah ada pelanggan 11 PKL 44 %

Banyaknya pembeli 14 PKL 56 %

Jumlah 25 PKL 100 %

Sumber : Wawancara Penulis, 16 Oktober 2016

Ada 11 PKL (44%) yang memanfaatkan trotoar dan badan jalan

sebagai tempat berjualan, karena memang PKL tersebut telah mempunyai

Page 46: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

65

pelanggan, sedangkan 14 PKL (56%) beralasan karena banyaknya pembeli

yang ada di kawasan tersebut.

Selain itu, patroli keliling yang dilakukan setiap hari oleh Satpol PP

bersama Dishub terhadap Pasar Tiban. Patroli yang dilakukan oleh Salpol PP

maupun gabungan dengan Dinas Perhubungan, patroli keliling ini merupakan

bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Satpol PP dengan memberlakukan 2

jadwal untuk tugas patroli (Pagi dan Sore), dalam melakukan pengawasan

kepada para PKL. Nampaknya tidak semua PKL mengetahui adanya patroli

keliling yang diadakan oleh instansi terkait setiap hari minggu. Hal ini terlihat

dalam tabel dibawah ini :

Tabel 3.3.

Patroli keliling oleh Satpol-PP dan DISHUB Kota Salatiga.

Sumber : Wawancara Penulis, 16 Oktober 2016

Berdasarkan tabel di atas, menunjukan bahwa baik dari Satpol-PP

maupun Dinas Perhubungan dalam melakukan patroli keliling tidak di lakukan

setiap hari. Dari hasil observasi yang penulis lakukan terdapat 5 PKL (20%)

Jawaban Jumlah Presentase (%)

Setiap Hari Minggu 5 PKL 20 %

Kadang-kadang 14 PKL 56 %

Tidak Pernah 6 PKL 24 %

Jumlah 25 PKL 100 %

Page 47: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

66

mengemukakan bahwa Satpol-PP melakukan patroli keliling setiap hari

minggu, 14 PKL (56%) mengemukakan dilakukan kadang-kadang, dan 6 PKL

(24%) mengemukakan tidak pernah.

C. Analisis

1.1 Upaya kebijakan dari Pemerintah Daerah Kota Salatiga dalam menangani

Pedagang Kaki Lima di Pasar Tiban Jalan Lingkar Salatiga.

Perencanaan pemanfaatan ruang Kota Salatiga diatur dalam Perda No 4

Tahun 2011 mengenai RTRW. Dalam RTRW diatur mengenai kawasan yang

dikembangkan dalam berbagai bidang seperti pendidikan, perkantoran,

perindustrian, perdagangan dan jasa, serta agro bisnis. Pemerintah memiliki

kebijakan bahwa kawasan yang dikembangkan untuk perdagangan dan jasa

yang dapat dimanfatkan oleh PKL. Berdasarkan Perda No 4 Tahun 2011,

Pemerintah membuat Perda No 4 Tahun 2015 mengenai PKL agar

pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan secara maksimal. Perda No 4 Tahun

2015 ditindak lanjuti dengan Perda No 4 Tahun 2011, dalam perda ini di

cantumkan mengenai lokasi-lokasi yang dapat dimanfaatkan untuk berjualan

oleh PKL. Kawasan-kawasan yang dapat dimanfaatkan oleh PKL untuk

berjualan sebagai berikut: kawasan PKL Kridanggo di Kelurahan Kalicacing,

kawasan PKL Lapangan Pancasila di Kelurahan Kalicacing, kawasan PKL

Jenderal Sudirman di Kelurahan Salatiga, Kelurahan Kutowinangun dan

Kelurahan Kalicacing, kawasan PKL Pasar Andong di Kelurahan

Page 48: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

67

Mangunsari, dan kawasan PKL Margosari di Kelurahan Salatiga.41 Kawasan

Jalan Lingkar Salatiga terutama di kawasan Pulutan dan Kecandran yang

biasanya di peruntukkan sebagai Pasar Tiban di Hari Minggu semestinya

tidak dapat di peruntukkan untuk lokasi berjualan para PKL, karena tidak

sesuai dengan kriteria lokasi usaha PKL yaitu tidak boleh mengganggu

sirkulasi pejalan kaki, tidak boleh bertentangan dengan peraturan lalulintas,

tidak boleh bertentangan dengan peraturan perparkiran serta tidak boleh

menempati taman dan fasilitas publik.

Pembuatan kebijakan oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga yang

ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah merupakan tindakan yang

semestinya tepat untuk membatasi dan mengatur keberadaan PKL dalam

melakukan usaha, sehingga tidak timbul dampak negatif bagi lingkungan dan

aktivitas lalulintas di sekitarnya.

Para PKL dapat memanfaatkan ruang kota sesuai dengan RTRW

(Rencana Tata Ruang Wilayah) serta sesuai dengan kriteria lokasi usaha,

ruang yang memang dapat dimanfaatkan oleh para PKL untuk berjualan yaitu

ruang yang berada dalam kawasan yang di kembangkan untuk perdagangan

dan jasa. Sedangkan, di Kawasan Kecandran dan Pulutan telah di tetapkan

sebagai Pusat Lingkungan, tetapi sebagian besar PKL di Kota Salatiga

memanfaatkannya sebagai sarana untuk berdagang di setiap Minggu Pagi.

Pemanfaatan yang di lakukan oleh PKL tentu telah tidak sesuai dengan

fungsi yang semestinya dari kawasan tersebut, dan tidak sesuai dengan asas

41 Pasal 53 ayat 2 Peraturan Daerah Kota Salatiga No 4 Tahun 2011.

Page 49: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

68

dan tujuan pemanfaatan ruang. Dalam pemanfaatan ruang harus sesuai

dengan asas pemanfaatan ruang yaitu pemanfaatan sebagai upaya untuk

mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang

melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.42

Sedangkan pemanfaatan ruang yang telah di lakukan oleh para PKL tidaklah

sesuai dengan asas dan tujuan pemanfaatan ruang yakni pemanfaatan yang

dilakukan oleh PKL tidak serasi, selaras, seimbang dan tidak sesuai dengan

daya dukung ruang yang ada, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi

lingkungan dan tidak dapat menciptakan kualitas suatu ruang.

Teori dari sebuah diskresi juga di kemukakan oleh Carl I. Friedrick

mendefinisikannya sebagai “serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,

kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan

ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut

ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang

ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.43

Dalam kebijakan yang

dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga, pastinya telah memikirkan apa

kemungkinan yang akan terjadi bila mana tetap mengijinkan Pasar Tiban

tetap beroperasi, baik dampak baik maupun buruk yang akan ditimbulkan.

Dengan adanya kebijakan untuk tetap dapat beroperasinya Pasar Tiban di

JLS bertujuan untuk kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruhnya

masyarakat Salatiga dan sekitarnya, karena dengan tetap beroperasinya Pasar

42

Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1. 43 Riant Nugroho, Public Policy, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009), hlm. 83.

Page 50: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

69

Tiban maka akan berakibat bagi pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat

sekitar dan juga dapat menjadi salahsatu wisata berbelanja di Kota Salatiga.

Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga yang di

wakili oleh Satpol-PP dan Dinas Perhubungan untuk ikut melakukan

pengawasan, pendataan, monitoring, dan melakukan penertiban terhadap

PKL yang melanggar kesepakatan bersama Walikota terhadap keberadaan

Pasar Tiban di JLS sangatlah tepat untuk dilakukan, karena walaupun selama

ini pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh PKL memang jelas-jelas

melanggar Pasal 9 Peraturan Daerah No 4 Tahun 2015 mengenai kriteria

lokasi yang memang tidak di peruntukan bagi PKL, sehingga menimbulkan

dampak negatif bagi lalu lintas dan lingkungan sekitarnya. Keberadaan Pasar

Tiban sendiri merupakan salah satu bentuk kebijakan yang di buat oleh

pemerintah untuk tetap di bolehkan untuk berjualan selama masih mengikuti

himbauan-himbauan yang di sosialisasikan oleh Pemerintah Daerah yaitu

tetap menjaga keteriban umum sehingga tidak mengganggu aktivitas lalu

lintas dan tetap menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

Menurut James E. Anderson, “Kebijakan adalah serangkaian tindakan

yang mempunyai tujuan tertentu, yang di ikuti dan dilaksanakan oleh seorang

pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu”. 44

masih berjalannya aktivitas di Pasar Tiban sampai saat ini merupakan wujud

nyata dari suatu kebijakan, dalam hal kebijakan tentang lokasi PKL telah di

tetapkan dalam bentuk Perda No 4 Tahun 2015 tentang PKL. Kegiatan

44 Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijakan Publik, Sinar Grafika, Jakarta,1994, hlm. 33.

Page 51: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

70

tentang lokasi PKL di Pasar Tiban dilakukan karena Pasar tersebut

merupakan pasar yang terjadwal yang sifatnya tidak tetap dan juga dengan

adanya Pasar Tiban maka akan membantu perekonomian di Kecandran-

Pulutan, selain itu dengan keberadaan Pasar Tiban maka akan dapat

menciptakan lapangan kerja baru bukan hanya untuk masyarakat Kota

Salatiga. Tetapi dalam pelaksanaannya memang kurang maksimal, karena

seharusnya dengan keberadaan Pasar Tiban yang mendatangkan banyak

keuntungan seharusnya terdapat kesadaran dari para PKL tidak

memanfaatkan fasilitas publik untuk sarana mereka berjualan, dengan adanya

mereka berjualan di bahu jalan bahkan untuk parkirpun juga memanjaatkan

badan jalan.

Menurut Van Metter dan Van Hord, “implementasi sebagai suatu

tindakan yang dilaksanakan oleh individu atau pejabat/kelompok pemerintah

atau swasta yang di arahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah di

gariskan”.45

Implementasi dapat dilaksanakan dalam beberapa kegiatan yang

menyangkut kebijakan dari Pemerintah Daerah tersebut. Dengan keberadaan

Pasar Tiban selama ini dapat dikatakan sebagai kegiatan nyata dari

pelaksanaan suatu kebijakan (Peraturan Daerah N0 4 Tahun 2015 tentang

PKL). Oleh karenanya, implementasi Perda No 4 Tahun 2015 dinyatakan

secara nyata dalam kegiatan keberadaan lokasi bagi PKL. Oleh karena itu,

suatu kebijakan perlu dilakukan dalam beberapa kegiatan, sehingga tercapai

45

Wahab Solichin Abdul, Analisa Kebijakan-dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hlm. 50.

Page 52: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

71

tujuan yang diinginkan yaitu menumbuhkan dan mengembangkan

kemampuan PKL menjadi ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri, serta

mementingkan kepentingan publik.

Tujuan dari kebijakan publik adalah kepentingan publik. Begitu juga

kebijakan lokasi PKL di area JLS yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah

Kota Salatiga untuk kepentingan publik, yakni antara PKL dan masyarakat

sekitar serta untuk mewujudkan kesejahteraan dan harmonisasi untuk

bersama. Dengan adanya keberadaan Pasar Tiban, diharapkan dapat

menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan keberadaan PKL di Pasar

Tiban dapat membantu perekonomian di Pulutan-kecandran.

Dengan adanya PKL yang berjualan di sekitaran area JLS yang

memang semestinya tidak semestinya menjadi tempat untuk perdagangan

karena pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh PKL tidak sesuai dengan

Peraturan Daerah No 4 Tahun 2015 mengenai kriteria lokasi usaha, sehingga

harus dilakukan penataan ruang. Dalam penataan ruang terdapat tiga proses,

yaitu :

1. Pertama, perencanaan pemanfaatan ruang Kota Salatiga terdapat dalam

Peraturan Daerah No 4 Tahun 2011 tentang RTRW, tetapi tidak adanya

aturan yang mengatur secara jelas mengenai kebijakan lokasi yang dapat

dimanfaatkan oleh PKL untuk usaha. Pemerintah mempunyai kebijakan

bahwa kawasan yang di kembangkan untuk perdagangan dan jasa dapat

dimanfaatkan untuk berdagang PKL. Oleh karena itu, banyak PKL yang

memanfaatkan ruang di kawasan JLS khususnya di sekitaran Pulutan-

Page 53: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

72

Kecandran, karena kawasan ini seharusnya di kembangkan sebagai pusat

lingkungan, karena kawasan ini sebagai pusat pelayanan lokal yang

meliputi pelayanan ekonomi, sosial, dan administrasi.

2. Kedua, yaitu pemanfaatan ruang di kawasan JLS khususnya sekitaran

Pulutan-Kecandran memang tidak sesuai kriteria tempat usaha yaitu para

PKL memanfaatkan fasilitas-fasilitas publik dan tidak sesuai dengan daya

dukung pertumbuhan dan perkembangan kota sehingga menimbulkan

dampak negatif pula bagi lingkungan sekitar. Oleh karena itu, agar sesuai

dengan daya dukung pertumbuhan dan perkembangan kota serta terjadi

keselarasan antar komponen dalam masyarakat. Pemerintah semestinya

mewujudkan pemanfaatan yang serasi, seimbang sesuai dengan daya

dukung pertumbuhan dan perkembangan kota dan harus sejalan dengan

tujuan serta kebijakan pembangunan nasional dan daerah. Pemerintah

seharusnya menyesuaikan antara pemanfaatan ruang dengan daya dukung

ruang yang ada yang di peruntukan bagi PKL. Oleh sebab itu, pemerintah

membuat kebijakan yaitu membiarkan Pasar Tiban tetap beroperasi.

Dengan harapan dapat mewujudkan kesejahteraan dan keharmonisan

antara PKL dan masyarakat sekitar, serta sejalan dengan tujuan serta

kebijakan pembangunan nasional dan daerah.

3. Bagian ketiga dari penataan ruang yaitu pengendalian pemanfaatan ruang.

Pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui dua bentuk yaitu

pengawasan dan penertiban. Instansi yang berwenang untuk melaksanakan

pengendalian, yaitu Satpol-PP, DISHUB, DISPERINDAGKOP UMKM

Page 54: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

73

sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Pengendalian pemanfaatan ruang di

selenggarakan dalam bentuk pengawasan dan penertiban. Bentuk

pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga melalui instansi

terkait dilakukan dalam bentuk pemantauan dan sosialisasi yang dilakukan

dengan Patroli keliling oleh Satpol-PP serta Dinas Perhubungan, sedangkan

sosialisasi dilakukan dengan melibatkan Paguruban Pasar Tiban. Pengawasan

dalam bentuk lain seperti pendataan dan pelaporan kurang dapat

dilaksanakan. Kegiatan yang di lakukan oleh instansi-instansi tersebut masih

kurang maksimal karena mereka dalam melakukan pengawasan terkhusus

dalam bentuk pemantauan (Patroli) tidak dilakukansecara rutin. Tindakan

yang kurang maksimal ini terlihat pada tabel 3.3 karena patroli dilakukan

tidak terprogram, sehingga tidak nampak kelanjutannya.

Dengan adanya PKL di Pasar Tiban yang sebenarnya memang PKL

melakukan pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan kriteria lokasi usaha yaitu

para PKL memanfaatkan fasilitas publik sebagai tempat usaha, keadaan ini

nampak memang di Pasar Tiban yang berlokasi di sekitaran JLS. Tindakan yang

telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam bentuk pengawasan dan

monitoring terhadap para PKL di Pasar Tiban yaitu dengan melakukan

pengawasan terhadap para PKL, agar tetap berjualan dengan rapi dan tidak

mengganggu lalulintas yang ada.

Pengawasan yang telah dilakukan memang masih kurang maksimal

dilakukan karena pengawasan dan teguran yang diberikan hanya bersifat lisan

dan teguran tersebut tidak langsung di tujukan untuk PKL tetapi melalui

Page 55: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

74

Paguyuban di Pasar Pagi. Selain itu, bentuk pengawasan hanya dilakukan dalam

bentuk pemantauan, sedangkan pengawasan dalam bentuk pelaporan dan

pendataan tidak dilaksanakan oleh instansi terkait dalam rangka melakukan

pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena itu dalam penerapan kebijakan

tersebut di butuhkan kesadaran dari masing-masing individu untuk

melaksanakan kebijakan tersebut dengan sebaik-baiknya.

Tindakan preventif lain yang telah dilakukan yaitu sosialisasi dan

penyuluhan, tetapi berdasarkan pada tabel 3.1 pada kenyataannya masih banyak

PKL di Pasar Tiban yang tidak mengetahui bahwa tempat-tempat yang

dimanfaatkan merupakan tempat yang tidak boleh dimanfaatkan untuk berjualan.

Ini menandakan bahwa masih kurang sekali sosialisasi dan penyuluhan mengenai

larangan untuk memanfaatkan lokasi usaha yang dapat mengganggu kepentingan

umum. Sehingga banyak PKL yang memanfaatkan fasilitas-fasilitas publik.

Ada beberapa instansi Pemerintah Daerah yang mempunyai tugas dan

wewenang untuk mengatur dan menindak para PKL yang merupakan

pelanggaran. Instansi pemerintah yang mempunyai tugas dan wewenang

berkaitan dengan PKL antara lain Satpol-pp, DISHUB, DISPERINDAGKOP

UMKM. Akan tetapi setelah penulis melakukan penelitian di instansi-instansi

tersebut, maka penulis mendapatkan kurangnya koordinasi antar instansi

dikarenakan DISPERINDAGKOP UMKM setelah diwawancarai mengaku

sudah tidak berwenang untuk menangani hal tersebut yang maka di maksud

adalah Pasar Tiban dikarenakan sekarang ini JLS sudah tidak milik Pemerintah

Kota Salatiga karena terdapat kesepakatan tukar guling dengan Pemerintah

Page 56: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

75

Provinsi. Dengan demikian hanya Satpol-PP dan DISHUB yang masih

melakukan pengawasan terhadap Pasar Tiban.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Satpol-PP dan Dinas

Perhubungan sampai saat ini telah melakukan beberapa tindakan, baik itu

tindakan preventif maupun represif. Berdasarkan tugas dan wewenan yang

dimiliki oleh Satpol-PP yang telah di uraikan di Bab II. Satpol-PP telah

melakukan beberapa tindakan baik preventif maupun represif. Pemerintah Kota

Salatiga telah menjalankan kebijakannya terhadap keberadaan Pasar Tiban,

tepatnya terhadap keberadaan PKL yang memanfaatkan sekitaran JLS untuk

berjualan, baik itu di sisi kiri maupun kanan jalan. Dengan keadaan seperti ini

semestinya Pemerintah Kota Salatiga harus melakukan pengawasan khusus

terhadap keberadaan PKL yang telah memanfaatkan ruang-ruang yang

semestinya tdak diperuntukkan bagi PKL.

Walaupun PKL sudah tertata, Satpol-PP dan Dishub juga harus tetap

melakukan pengawasan keliling untuk memberi peringatan kepada PKL.

Peringatan diberika berkaitan dengan waktu berjualan yang telah di sepakati

bersama dengan Paguyuban Pasar Pagi dan Satpol-PP. Selama ini pengawasan

yang dilakukan kurang maksimal karena hanya dilakukan dalam bentuk

monitoring, padahal pengawasan dapat dilakukan dalam betuk laporan serta

pendataan. Peran masyarakat dalam bentuk pelaporan sangat di perlukan agar

pemanfaatan ruang yang ada tetap sesuai dengan kesepakatan kebijakan agar

tetap menjaga ketertiban umum. Tetapi yang terjadi, sedikit masyarakat yang

melapor kepada Dinas terkait apabila mereka dirugikan oleh keberadaan para

Page 57: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

76

PKL. Evaluasi perlu dilakukan karena ini akan menilai apakah kebijakan yang di

terapkan oleh Pemerintah telah berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dinas

terkait tidak melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang ditetapkan dan

evaluasi terhadap kebijakan adanya Pasar Tiban di JLS. Evaluasi merupakan

bagian akhir dari proses kebijakan dan dapat mengetahui kelebihan kekurangan

bahkan gagalnya suatu kebijakan. Tetapi instansi terkait tidak dilakukan evaluasi

terhadap kebijakan tersebut maupun evaluasi terhadap adanya Pasar Tiban,

sehingga para PKL tetap melaksanakan aktivitasnya seperti biasa walaupun PKL

mengganggu pengguna jalan yang lain.

Tugas dan wewenang Satpol-PP yang lain yaitu melakukan pembinaan

kepada PKL. Pembinaan terhadap PKL ini erupakan salah satu tindakan

preventif yang dilakukan oleh Satpol-PP. Pelaksanaan pembinaan terhadap PKL

sesuai dengan tugas dan wewenang tetapi kurang maksimalnya hal tersebut

karena pembinaan tidak dilakukan secara rutin oleh Dinas terkait. Pembinaan

dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan penyuluhan oleh Satpol-PP, yang

bertempat di Paguyuban Pasar Tiban. Penyuluhan ini dihadiri oleh Paguyuban

dan beberapa PKL beserta Dinas Perhubungan Kota Salatiga. Sedangkan topik

yang sering menjadi pembahasan yakni mengenai kebersihan, dihimbau untuk

menjaga ketertiban umum, dan cara berdagang yang baik. Penyuluhan ini

dilakukan tidak secara teratur oleh Satpol-PP, hal ini menunjukan bahwa PKL

tidak mendapat penyuluhan secara rutin oleh Satpol-PP.

Page 58: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

77

2.1 Hambatan-hambatan yang dialami dalam pelaksanaan kebijakan dari Pemerintah

Daerah Kota Salatiga terhadap keberadaan Pasar Tiban di JLS , yaitu :

a. Hambatan dari Pedagang Kaki Lima

Kebanyakan PKL belum mengindahkan apa yang telah menjadi

kesepakatan dari Pemerintah Daerah dengan Paguyuban Pasar Tiban, dan

banyaknya PKL yang tidak mengindahkan apa yang telah di sosialisasikan

oleh Satpol-PP dan Dinas Perhubungan. Hal tersebut di sebabkan karena

kebutuhan ekonomi yang di perlukan oleh PKL untuk membiayai

kehidupannya beserta keluarganya. Masih banyak PKL yang berjualan

sampai di badan jalan sehingga mengganggu aktivitas pengguna jalan.

Selain itu, untuk tempat parkir yang belum di sediakan sehingga panyak

yang memarkirkan kendaraannya di badan jalan.

b. Hambatan dari Pemerintah Daerah

Jumlah petugas yang di miliki oleh Satpol-PP hanya berjumlah 67

petugas dan 3 PPNS (petugas penyidik). Apabila Satpol-PP akan melakukan

penertiban, petugas yang bisa di turunkan hanya 37 petugas saja dalam sekali

melakukan penertiban, hal ini disebebkan karena petugas yang lain bertugas

menjaga Pemerintahan dan Rumah Dinas Walikota. Dengan petugas yang

sedikit dalam melakukan penertiban, maka Satpol-PP meminta bantuan

kepada Dinas Perhubungan untuk melakukan penertiban. Sedangkan,

DISPERINDAGKOP UMKM yang sejatinya memang menjadi legal sector

keberadaan Pasar Tiban sendiri memilih untuk tidak ikut campur lagi dengan

upaya pengawasan dan monitoring tentang ketertiban Pasar Tiban, hal itu

Page 59: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

78

dikarenakan Pasar Tiban sudah tidak menjadi wewenang dari Pemerintah

Kota Salatiga.

c. Hambatan dari Masyarakat

Dalam hal ini, Satpol-PP bersama dengan DISHUB mengalami hambatan

pada pengawasan PKL, khususnya tingkat pemahaman yang di miliki oleh

para PKL saat sosialisasi. Pada saat sosialisasi dan penyuluhan, banyak PKL

yang memang tidak memahami topik yang disampaikan pada saat sosialisasi

dan penyuluhan. Keadaan ini disebabkan karena kebanyakan dari PKL

memiliki tingkat pendidikan yang rendah, sehingga mereka kesulitan

memahami apa yang telah disampaikan oleh Dinas terkait dalam

sosialisasinya maupun dalam penyuluhan.

Faktor ekonomi juga ikut berperan terhadap keberadaan PKL yang ada di

Pasar Tiban, Masyarakat cenderung memanfaatkan ruang ataupun fasilitas

umum untuk dipergunakan dalam aktivitas mereka berjualan karena memang

kurangnya lapangan pekerjaan lain yang ada dan mahalnya untuk menyewa

kios-kios yang ada. Oleh sebab itulah mereka memilih berjualan di Pasar

Tiban dengan memanfaatkan trotoar-trotoar yang ada untuk mereka berjualan

yang memang hanya di kenakan pungutan seikhlasnya untuk uang kebersihan

oleh Paguyuban Pasar Tiban.

Social engineering, fungsi hukum dalam masyarakat merupakan salah satu

sarana perubahan sosial yang ada dalam masyarakat. Terdapat suatu hubungan

interaksi antara sektor hukum dan perubahan sosial yang terjadi dalam

Page 60: BAB II KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/2/T1_312013039_BAB II... · Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa dan seringkali

79

masyarakat. Adanya perubahan hukum akan mempengaruhi perubahan sosial

yang ada di masyarakat begitupun sebaliknya. Dalam hal ini, penerapan

kebijakan terhadap keberadaan Pasar Tiban telah cukup baik dalam

penerapannya yaitu PKL dapat memanfaatkan trotoar-trotoar yang ada sebagai

tempat usaha dan tetap menjada kebersihan yang ada di sekitar mereka berjualan,

serta manfaat yang telah ditimbulkan dengan adanya Pasar Tiban di JLS. Dengan

adanya kebijakan tersebut telah mampu meningkatkan perekonomian yang ada,

khususnya di sekitaran Pulutan-Kecandran. Sehingga dengan pemanfaatan ruang

oleh PKL dapat bermanfaat untuk seluruh masyarakat dan meningkatkan roda

perekonomian.