Upload
duongtram
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
12
BAB II
A. Kewenangan
1. Pengertian Kewenangan
Kata kewenangan berasal dari kata dasar wewenang yang diartikan
sebagai hal berwenang, hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk
melakukan sesuatu. Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan
formal, kekuasaan berasal dari kekuasaan legislate (diberi oleh undang-
undang) atau dari kekuasaan eksekutif administrative. Kewenangan yang
biasanya terdiri dari beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap
segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang
pemerintahan.13
Dalam literature ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum
sering ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang.
Kekuasaan sering disamakan begitu saja dengan kewenangan dan
kekuasaan sering dipertukarkan dengan istilah kewenangan, demikian pula
sebaliknya. Bahkan kewenangan sering disamakan juga dengan
wewenang. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa
“ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah” (the rule
and the ruled).14
13 Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia Indonesia, Hal. 78 14 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, 1998, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, Hal. 35--36
13
Ateng Syafrudin berpendapat ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan
wewenang. Kita harus membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dengan
wewenang (competence, bevoegheid). Kewenangan adalah apa yang diberikan
oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel”
(bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat
wewenang-wewenang (rechtshe voegdheden). Wewenang merupakan lingkup
tindakan hukum public, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi
wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang
dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distrubi
wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.15Secara
yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.
Bagir Manan mengemukakan bahwa wewenang dalam bahasa hukum tidak sama
dengan kekuasaan (match). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat
atau tidak berbuat. Di dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan
kewajiban (rechten en plichen). Di dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak
mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen),
sedangka kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelanggarakan
pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertical berarti kekuasaan untuk
menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintahan negara secara
keseluruhan.
15 Op.cit, Hal. 78
14
2. Sumber Kewenangan
Di dalam negara hukum dikenal atas legalitas yang menjadi pilar
utamanya dan merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar
dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan keneharaan di setiap
negara hukum terutama bagi negara-negara hukum dan sistem
konstitunental. Philipus M. hadjon mengemukanan bahwa kewenangan
diperoleh melalui tiga sumber yaitu ; atribusi, delegasi, mandate.
Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan
negara oleh Undang-undang Dasar, kewenangan delegasi dan mandate
adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan.16
Bedanya kewenangan delegasi terdapat adanya pemindahan atau
pengalihan kewenangan yang ada, atau dengan kata lain pemindahan
atribusi kepada pejabat dibawahnya dengan dibarengi pemindahan
tanggung jawab. Sedangkan pada kewenangan mandat yaitu dalam hal ini
tidak ada sama sekali pengakuan kewenangan atau pengalihan tangan
kewenangan, yang ada hanyajanji-janji kerja intern antara penguasa dan
pegawai (tidak adanya pemindahan tanggung jawab atau tanggung jawab
tetap pada yang memberi mandat). Setiap kewenangan dibatasi oleh isi
atau materi, wilayah dan waktu. Cacat dalam aspek-aspek tersebut
menimbulkan cacat kewenangan (onbevoegdheid) yang menyangkut cacat
isi, cacat wilayah, dan cacat waktu.
16 Philipus m. Hadjon, Wewenang, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya, Hal. 112
15
3. Perbedaan Atribusi, Mandat, dan Delegasi
Bagir Manan, menyatakan dalam Hukum Tata Negara, kekuasaan
menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Wewenang
mengandung arti hak dan kewajiban. Hak berisi kebebasan untuk
melakukan tindakan tertentu. Dalam hukum administrasi negara
wewenang pemerintahan yang bersumber dari peraturan perundang-
undangan diperoleh melalui cara-cara yaitu atribusi, delegasi, dan
mandat.17
Atribusi terjadinya pemberian wewenang pemerintahan yang baru
oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Atribusi
kewenangan dalam peraturan perundang-undangan adalah pemberian
kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang pada
puncaknya diberikan oleh UUD 1945 atau UU kepada suatu lembaga
negara atau pemrintah. Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan
dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap diperlukan. Disini
dilahirkan atau dicipkatakan suatu wewenang baru. Legislator yang
kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintahan dibedakan:
original legislator, dalam hal ini di tingkat pusat adalah MPR sebagai
pembentuk Undang-undang Dasar dan DPR bersama Pemerintah sebagai
yang melahirkan suatu undang-undang. Dalam kaitannya dengan
kepentingan daerah, oleh konstitusi diatur dengan melibatkan DPD. Di
17 Bagir Manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam rangka Otonomi Daerah, 2000, Fakultas Hukum Unpad, Bandung, Hal. 1-2
16
tingkat daerah yaitu DPRD dan pemerintah daerah yang menghasilkan
Peraturan Daerah.18
Pada delegasi, terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang teah
ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh
wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata
usaha negara lainnya. Jadi suatu delegasi selalu diawali oleh atribusi
wewenang.19
Pengertian mandat dalam asas-asas Hukum Administrasi Negara,
berbeda dengan pengertian mandataris dalam konstruksi mandataris
menurut penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan. Dalam Hukum
Administrasi Negara mandat diartikan sebagai perintah untuk
melaksanakan atasan, kewenangan dapat sewaktu-waktu dilaksanakan oleh
pemberi mandat, dan tidak terjadi peralihan tanggung jawab. Berdasarkan
uraian tersebut, apanila wewenang yang diperoleh organ pemerintahan
secara atribusi itu bersifat asli berasal dari peraturan perundang-undangan,
yaitu dari redaksi pasal-pasal tertentu dalam peraturan perundang-
undangan. Penerima dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas
wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan ekstern
pelaksanaan wewenang yang didistribusikan sepenuhnya berada pada
penerima wewenang atribusi.20
18 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, 2013, Jakarta, PT Raja Grafindo, Hal.104 19 Ibid. Hal. 104-105 20 Ibid. Hal. 109
17
B. Pasar Modal
1. Pengertian Pasar Modal
Pasar Modal dalam pengertian klasik diartikan sebagai suatu
bidang usaha perdangangan surat-surat berharga seperti saham, sertifikat
saham, dan obligasi atau efek-efek pada umumnya. Pengertian pasar modal
sebagaimana pasar umum yaitu merupakan tempat bertemunya penjual dan
pembeli, tetapi pasar modal berbeda dengan pasar konkret. Dalam pasar
modal yang diperjualbelikan adalah modal atau dana.21
Menurut Hendy M. Fakhruddin (2008:33), pasar modal adalah:
“Suatu pasar dimana dana-dana jangka panjang baik hutang maupun modal sendiri diterbitkan dan diperdagangkan. Dana-dana jangka panjang yang merupakan hutang biasanya berbentuk obligasi. Sedangkan dana jangka panjang yang merupakan modal sendiri biasanya berbentuk saham”.
Berdasarkan definisi di atas, di sebutkan bahwa di pasar modal
diperdagangkan berbagai komoditas modal sebagai instrument jangka
panjang. Komoditas modal tersebut di bagi menjadi dua kelompok yaitu
modal hutang dan modal sendiri. Modal sendiri adalah surat berharga yang
bersifat penyertaan atau ekuitas seperti saham, waran, dan right. Sedangkan
modal hutang adalah surat berharga pendapatan tetap (fixed income) seperti
obligasi dan obligasi konversi.
Menurut Rusdin (2008:1) definisi capital market atau pasar modal dalam
pengertian luas dan pengertian khusus adalah sebagi berikut:
21 Najih A., 1999, Gisymar, Insider Trading dalam Transaksi Efek, Bandung, Penerbit
Citra Aditya Bakti, hal.. 10
18
“Pasar Modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintahan melalui perdagangan instrument keuangan jangka panjang seperti obligasi, saham dan lainnya”.
Pasar modal sebagaimana pasar konvensional pada umumnya
adalah tempat bertemuya penjual dan pembeli. Pasar (market) merupakan
sarana yang mempertemukan aktivitas pembeli dan penjual untuk komoditas
atau jasa. Pengertian modal (capital) dapat dibedakan22 :
1. Barang modal (capital goods) seperti tanah, bangunan, gedung, mesin
dan lain-lain.
2. Modal uang (fund) yang berupa financial assets.
Pasar modal (capital market) mempertemukan pemilik dana
(supplier of fund) dengan pengguna dana (user of fund) untuk tujuan
investasi jangka menengah (middle-term investment) dan panjang (long-
term investment). Kedua belah pihak melakukan jual beli modal yang
berwujud efek. Pemilik dana menyerahkan sejumlah dana dan penerima
dana (perusahaan terbuka) menyerahkan surat bukti kepemilikan berupa
efek. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian pasar
modal adalah seluruh kegiatan yang mempertemukan penawaran dan
permintaan atau merupakan aktivitas yang memperjualbelikan surat
berharga.23
22 M. Irsan nasarudin, SH.(et.al), 2011, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta,
Penerbit Kencana, hal.. 10 23 Ibid.
19
Adapun pengertian pasar modal menurut Undang-undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal 1 angka 13 adalah “kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdangangan efek, perusahaan
publik yang berkaitan dengan efek.” Dengan demikian Undang-undang
Pasar Modal tidak memberikan definisi secara menyeluruh melainkan lebih
menitikberatkan kepada kegiatan dan para pelaku dari suatu pasar modal. 24
Berdasarkan uraian itu perlu dijelaskan beberapa istilah seperti
modal atau dana; efek atau sekuritas; pedagang perantara; exchange atau
bursa. Modal atau dana yang diperdagangkan dalam pasar modal
diwujudkan dalam bentuk surat berharga atau dalam terminologi financial
market disebut efek yang berupa saham, obligasi atau sertifikat atas saham
atau dalam benti surat berharga lainnya atau surat berharga yang merupakan
derivative dari bentuk surat berharga saham atau sertifikat yang
diperjualbelikan di pasar modal tersebut. Dalam bahasa Inggris disebut
securities. Dalam bahasa Belanda disebut effecten, dan dalam bahasa Latin,
effectus. Kata securities bersumber pada pengertian bahwa surat berharga
tersebut memberikan garansi atau jaminan yang dapat dicairkan (liquid)
dengan sejumlah uang sesuai dengan nilai yang tercantum dalam surat
berharga itu. Sedangkan kata bursa diambil dari kata bourse, yang berarti
tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk komditas tertentu dengan
penyelenggaraannya melalui prosedur perantara.25
24 Munir Fuady, 2001, Pasar Modal Modern, Bandung, Penerbit Citra Aditya Bakti, hal.
11 25 Sumantoro, 1990, Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia, Jakarta, Penerbit Ghalia
Indonesia, hal. 10
20
2. Peranan Pasar Modal
Pasar modal memiliki fungsi strategis yang membuatnya
mempunyai daya tarik, tidak saja bagi yang memerlukan dana dan pihak
yang meminjakan dana (lenders), tetapi juga bagi Pemerintah. Di era
globalisasi hampir semua negara menaruh perhatian yang besar terhadap
pasar modal karena memiliki peranan strategis bagi penguatan ketahanan
ekonomi suatu negara. Terjadinya pelarian modal ke luar negeri bukan
hanya akibat dari merosotnya nilai tukar rupiah atau tingginya inflasi dan
suku bunga suatu negara, akan tetapi juga disebabkan karena tidak
tersedianya alternatif investasi yang menguntungkan di negara tersebut
dan/atau pada saat yang sama, investasi portofolio di negara asalnya. Oleh
karena itu sangat beralasan kalau Pemerintah Indonesia begitu gigih dalam
menghidupkan, membina, mengawasi untuk terciptanya kegairahan pasar
modal yang sehat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan informasi,
keterbukaan bursa, kewajaran dan efisien.
Pada dasarnya terdapat empat peranan (fungsi) strategis dari pasar
modal bagi perekonomian suatu negara, yakni sebagai berikut :26
a. Sebagai sumber penghimpun dana, pasar modal dapat berfungsi sebagai
alternative sumber penghimpun dana selain sistem perbankan yang
selama ini dikenal. Karena dalam batas-batas tertentuuntuk
menggunakan dana pinjaman dari kredit perbankan , terutama kalau
perbandingan antara utang dan modal sendiri (debt to equity ratio) telah 26 Marzuki Usman, singgih Riphat, Syahrir Ika, Pengetahuan Dasar Pasar Modal, Institut Bankir Indonesia bekerja sama dengan Jurnal keuangan Moneter Departemen Keuangan RI, 1997 Hal. 14-18
21
mencapai tingkat diatas batas toleransi kesehatan financial perusahaan.
Dalam keadaan seperti ini perusahaan terpaksa menahan diri untuk
melakukan perluasan usaha, kecuali bila perusahaan tersebut bisa
memperoleh dana alternatif dalam bentuk modal sendiri (equity), maka
dana yang diperoleh perusahaan dalam pasar modal dengan menerbitkan
surat berharga, maka perusahan akan terhindar dari debt to equity ratio
yang terlalu tinggi.
b. Sebagi alternatif invetasi para pemodal, dengan adanya pasar modal
memberikan kesempatan kepada para pemodal untuk membentuk
portopolio investasi dengan cara mengkombinasikan dengan
mengharapkan keuntungan yang lebih besar dan sanggup menanguung
sejumlah resiko tertentu yang mungkin terjadi. Investasi di pasar modal
lebih fleksibel karena setiap pemodal dapat melakukan pemindahan
dananya dari satu perusahaan ke perusahaan lain, atau dari satu industri
ke industri lain sesuai dengan perkiraan akan keuntungan yang
diharapkan seperti deviden dan capital gain dan prefensi mereka atas
resiko dari saham-saham tersebut; sehingga dengan demikian pasar
modal memungkinkan terjadinya alokasi dana yang efisien.
c. Biaya penghimpunan dana melalui pasar modal relatif rendah dengan
perusahan menerbitkan saham dibandingkan jika meminjam dana
melalui perbankan. Sebagai ilustrasi misalnya bank menawarkan
deposito dengan tingkat bunga 15% artinya biaya penghimpunan dana
bagi 15% per tahun, kemudian memberikan pinjaman dalam bentuk
22
kredit dengan tingkat bunga 21% per tahun, maka spread suku bunga
sebesar 6%. Sedangkan biaya-biaya yang ditanggung perusahaan dalam
rangka proses emisi (meliputi biaya konsultan keuangan, penjamin,
wali amanat jika untuk obligasi, biaya administrasi di Bapepam,
akuntan publik, notaries, konsultan hukum dan jasa penilai lain) hanya
sekitar 3,5% yang ditanggung untuk waktu selama usia sekuritas.
d. Bagi negara, pasar modal akan mendorong perkembangan investasi.
Suatu negara semaju apapun selalu membutuhkan investasi yang
ditanamkan dalam negara tersebut. Pasar modal sebagai tempat
bertemunya antara pemilik yang mempunyai kelebihan dana dengan
pihak perusahaan yang membutuhkan dana dapat memobilisasi dana
masyarakat. Bahkan bukan hanya itu bagi perusahaan; baik perusahaan
negara maupun swasta yang melakukan go public dengan dana yang
diperolehnya dari pasar modal akan dapat melakukan ekspansi usaha
yang berarti ada penambahan penyerapan tenaga kerja, kenaikan jumlah
produksi, kenaikan omzet penjualan, kenaikan pendapatan dan tentunya
akan menambah pemasukan pajak bagi negara.
Jadi dengan kata lain pasar modal memainkan peranan pentig dalam
perkembangan ekonomi suatu negara karena pasar modal dapat
berfungsi sebagai berikut :27
a. Sarana untuk menghimpun dana-dana masyrakat untuk disalurkan
ke dalam kegiatan-kegiatan yang produktif;
27 Munir fuady, Hukum Pasar Modal Modern Buku I, Citra Aditya Bhakti, Bandung, Hal. 11
23
b. Sumber pembiayaan yang mudah, murah dan cepat bagi dunia
usaha dan pembangunan nasional;
c. Mendorong terciptanya kesempatan burusaha dan sekaligus
kesempatan kerja;
d. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi;
e. Sebagai alternative investasi bagi investor/pemodal;
f. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu “rate” yang
“reasonable”;
g. Memperkokoh beroprasinya mekanisme financial market dalam
menata sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi sarana
“open market operation” pada waktu dibutuhkan oleh bank sentral.
Hampir semua Negara di dunia ini memiliki pasar modal yang
bertujuan untuk menciptakan fasilitas bagi keperluan industry dan
keseluruhan entitas dalam memenuhi permintaan dan penawaran modal.
Pasar modal dalam suatu negara bisa berperan sebagai sarana perusahaan
untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dan menjual saham
atau menerbitkan obligasi. (Jogiyanto, 2003:11)
3. Jenis-jenis Pasar Modal
Penjualan saham (termasuk jenis sekuritas lain) kepada masyarakat
dapat dilakukan dengan beberapa cara. Umumnya penjualan dilakukan
sesuai dengan jenis atau bentuk pasar modal dimana sekuritas tersebut
diperjualbelikan. (Jogiyanto, 2003:15) ada beberapa macam, yaitu:
24
a. Pasar perdana (primary market), yaitu pasar modal yang menjual
pertama saham sekutitas lainnya sebelum sekuritas tersebut tercatat di
bursa efek. Harga saham di pasar ini ditentukan oleh penjamin emisi
dan perusahaan yang go-public.
b. Pasar sekunder (secondary market), yaitu pasar modal dalam bentuk
bursa efek yang memperjualbelikan saham dan sekuritas pada
umumnya setelah penjualan di primary market. Harga pasar di pasar ini
ditentukan oleh permintaan dan penawaranyang dipengaruhi faktor
emiten.
c. Pasar ketiga (third market), yaitu pasar modal tempat saham dan
sekuritas lain diperdagangkan di luar bursa efek.
d. Pasar keempat (fourth market), yaitu pasar perdagangan saham antar
investor atau antar pemegang saham tanpa melalui pialang atau
perantara efek.
4. Asas-asas Pasar Modal28
a. Pasar yang teratur adalah suatu keadaan pasar dimana didalamnya
terdapat pengelola pasar dan adanya aturan main yang baku. Para
pelaku atau pemain dalam pasar tersebur hars mengetahui dan
mematuhi aturan main tersebut.
b. Pasar yang wajar adalah suatu keadaan pasar dimana hubungan dalam
penentuan harga dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran (supply
and demand) dan bukan merupakan hasil rekayasa (manipulasi pasar).
28 I Putu Gede Ary Suta, Menuju Pasar Modal Modern, yayasan Sad Satria Bakti, Jakarta, 2000, Hal. 128-129
25
Untuk dapat dikatakan pasar yang wajar, maka harus dipenuhi syarat
bahwa harga tidak didominasi oleh salah satu pihak, berapapun harga
yang terjadi tidak ada intervensi baik oleh pemerintah, pihak-pihak
penyelenggara dan perusahaan yang menciptakan harga yang semu
untuk kepentingan pribadi yang dapat merugikan kepentingan investor.
c. Pasar yang efisien didasarkan kepada teori market efisien yang
menyatakan bahwa pergerakan harga saham akan selalu bergerak
kearah harga yang benar bila distribusi informasi yang menyebar ke
pasar merata, sehingga harga yang tercipta merupakan refleksi dari
harga pasar yang benar. Berarti faktor distribusi informasi yang
menyebar dan diterima oleh masyarakat investor/pasar secara merata
akan mengahasilkan pembentukan harga yang wajar. Sehingga
penggunaan parameter kenaikan atau penurunan harga saham, hanya
dapat diformulasi dengan tepat berdasarkan pemantauan dan
pengamatan secara terus menerus atas efektivitas penyebaran informasi.
Dari keterangan diatas pasar efisien adalah suatau keadaan dimana
dimana para partisipan dalam hal ini para pelaku pasar (baik pembeli
maupun penjual efek) jumlahnya harus cukup besar sehingga tidak
satupun dari pihak partisipan akan dapat mempengaruhi mekanisme
pasar. Untuk dapat dikatakan suatu pasar efisien harus terpenuhinya
syarat bahwa semua pihak merupakan pembentuk harga (price taker),
setiap partisipan memiliki akses langsung terhadap informasi secara
26
simultan untk memperoleh (profit/gain), harga pasar yang terjadi
mencerminkan informasi pasar dan tidak ada yang mendominasi.
d. Transparansi informasi untuk kepentingan perlindungan bagi pemegang
saham publik
I Putu Gege Ary Suta dalam bukunya “Menuju Pasar Modal
Modern” menjelaskan secara lebih rinci mengenai transparansi atau
keterbukaan informasi, kewajaran dan pelaporan yang harus dilakukan
oleh setiap pihak yang melakukan penawaran tender untuk membeli
efek emiten atau perusahaan yang sudah go public dalam kegiatan pasar
modal (pasal 83 sampai dengan pasal 7 UU Pasar Modal).
C. Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading)
1. Pengertian Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading)
Salah satu bentuk kejahatan di pasar modal adalah perdagangan
orang dalam (insider trading). Secara teknis pelaku perdagangan orang
dalam dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pihak yang mengemban
kepercayaan secara langsung maupun tidak langsung dari emiten atau
perusahaan publik atau disebut juga sebagai pihak yang berada dalam
fiduciary position, dan pihak yang menerima informasi orang dalam dari
pihak pertama (fiduciary position) atau dikenal dengan (Tippess). Pihak
yang termasuk dalam golongan pertama adalah komisaris, direktur, atau
pegawai, pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik, orang
perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan
27
usahanya dengan emiten atau perusahaan public memungkinkan orang
tersebut memperoleh informasi orang dalam, atau pihak yang dalam waktu 6
bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya. Dalam UUPM pihak ini disebut sebagai “orang dalam”.29
Praktik insider trading diklangan para ahli terdapat perbedaan
pendapat mengenai apakah insider trading merupakan suatu bentuk
kiejahatan atau tidak. Menurut ilmu ekonomi, praktek insider trading
bukanlah suatu bentuk kejahatan dalam pasar modal. Dalam buku Jogiyanto
Hartono dijelaskan bahwwa insider trading merupakan perdagangan
sekuritas yang dilakukan oleh corporate insider. Corporate insider adalah
pejabat perusahaan, manajemennya, direksinya atau pemegang saham
mayoritasnya yang mempunyai informasi privat. Security Exchange
Commision (SEC) mengharuskan insider yang mempunyai kepemilikan
lebih besar dari 10% dari saham perusahaan harus melaporkan kegiatan
transaksi sekuritasnya ke SEC secara bulanan. Informasi ini dipublikasikan
secara bulanan oleh SEC dalam publikasi “Official Summary of Security
Transaction and Holdings”. Official Summary ini telah banyak digunakan
sebagai basis data penelitian untuk menguji apakah insider dapat
memperoleh abnormal return.
Di Amerika Serikat pun juga terdapat kontroversi mengenai hal ini,
dimana ada pihak yang berpendapat bahwwa insider trading tidak
merupakan suatu pelanggaran dalam transaksi efek, tetapi justru merupakan
29 Ibid. hal 11
28
suatu yang posistif dalam menaikkan harga efek di bursa dan akan
mendatangkan keutungan bagi yang memiliki infromasi atau pengetahuan
terlebih dahulu, sebab yang mendapatkan informasi atau pengetahuan sudah
selayaknya mendapatkan keuntungan. Hal senada juga diungkapkan oleh
Henry G. Manne bahwa “insider trading akan membuat pasar lebih efisien,
apabila orang dalam diperbolehkan melakukan transaksi, mereka akan
seringkali melakukan transaksi saham sehingga menjadi pasti”.
Sedangkan menurut ahli hukum, insider trading merupakan bentuk
transaksi efek yang dilarang. Hal ini disebabkan antara lain oleh:
a. Insider trading berbehaya bagi mekanisme pasar yang fair dan efisien.
Hal tersebut akan berakibat pada:
1) Pembentukan harga yang tidak fair (informed market theory)
Pembentukan harga tersebut disebabkan kurangnya informasi yang
merata yang dimiliki para pelaku bursa, artinya hanya dimiliki oleh
orang dalam atau sekelompok orang tertentu yang mempunyai akses
terhadap orang dalam.
2) Perlakuan yang tidak adil diantara pelaku pasar (iarket egalitarism
theory atau fai play).
3) Berbahaya bagi kelangsungan hidup pasar modal. Hilangnya
kepercayaan investor terhadap bursa akan menyebabkan perubahan
kebijakan investasinya dan akhirnya bursa tidak lagi dianggap
sebagai alternative sumber pembiayaan yang menguntungkan.
29
b. Insider trading berdampak negative bagi emiten. Hilangnya
kepercayaan investor terhadap emiten merupakan salah satu penyebab
hilangnya image positif investor, dan apabila hal tersebut terjadi maka
sulit bagi emiten merebut kembali simmpati masyarakat. Hal tersebut
akan berdampak negative secara luas baik dari aspek ekonomis,
sumberdaya serta pangsa pasar yang ada.
c. Kerugian bagi investor, kerugian tersebut disebabkan karena investor
membeli efek pada harga yang mahal dan menjualnya pada harga yang
mmurah, sehingga investor merasa dirugikan dan tidak mendapat
perlindungan.
d. Kerahasiaan itu milik perusahaan (business property theory), artinya
rahasia perusahaan tidak dapat dipergunakan semaunya sendiri bagi
pemegang informasi material, hal ini akan mengakibatkan kerugian
ekonomis secara luas bagi perusahaan.
Insider trading merupakan istilah teknis yang hanya dikenal di pasar
modal, dimaka mengacu kepada praktek orang dalam melakukan
transaksi sekuritas denga menggunakan informasi eksklusif yang
mereka miliki yang belum tersedia bagi masyarakat atau investor.
Batasan pengertian insider trading pada mulanya hanya mengenai
transaksi yang dilakukan orang dalam.
Untuk memberikangambaran tentang pengertian insider trading
tersebut, maka penulis akan mengutip beberapa pendapat para ahli tang
antara lain sebagi berikut :
30
a. Menurut Henry Campbell Black, menyatakan sebagai berikut:
Batasan pengertian insider trading pada mulanya hanya
mengenai transaksi yang dilakukan oleh orang dalam. Batasan
insider trading banyak sekali, antara lain ; batasan insider
trading menurut Black’s Law Dictionary adalah:30
“Buying and selling of corporate shares by officers, directors and stockholders who own more than 10% of the stock of a corporation listed on national exchange. Such transaction must be reported monthly to Securities and Exchange Commision”.
b. Menurut Buckley, Mark Q. Connely, memberikan batasan
bahwa insider trading adalah menunjuk kepada transaksi
sekuritas yang dilakukan minimum oleh pegawai dan direktur
perusahaan. Batasan tersebut hanya menyebutkan pelakunya,
tetapi tidak menjelaskan mengapa para karyawan, direktur atau
pemegang saham lebih dari 10% tersebut melakukan jual atau
beli saham.31
Berdasarkan batasan tersebut diatas, Najih A. Gisymar
menimpulkan bahwa perdagangan efek dapat tergolong sebagai praktek
insider trading apabila memenuhi tiga unsure minimal, yaitu adanya orang
dalam; informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum
disclousure; melakukan transaksi karena informasi material.
30 Henry Campbell Black, 1979, Black’s Law Dictionary, St Paul Minn, Penerbit West
Publishing Company, hal. 715-716 31 Syprianus A., S.H., M.H., 2011, Penegakan Hukum Terhadap Insider Trading Di
Pasar Modal Dan Upaya Perlindungan Terhadap Investor, Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI, hal. 27
31
Dalam pasal 95, 96, dan 97 UUPM ditentukan bahwa pihak yang
mempunyai informasi orang dalam, baik dia merupakan orang dalam atau
bukan dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas efek emiten atau
perusahaan publik dimaksud atau perusahaan lain yang melakukan traksaksi
dengan emiten atau perusahaan public yang bersangkutan. Selain itu juga
dilarang mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau
penjualan atas efek dimaksud atau memberi informasi orang dalam kepada
pihak manapun yang diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud
untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek. 32
Undang-undang Pasar Modal Indonesia tidak memberikan batasan
insider trading secara tegas. Undang-undang Pasar Modal memberikan
batasan terhadap transaksi yang dilarang antara lainyaitu orang dalam dari
emiten yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan
transaksi penjualan atau pembelian atas efek emiten atau perusahaan lain
yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan public yang
bersangkutan.
2. Unsur Perdagangan Orang Dalam
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dikatakan bahwa perdagangan
efek dapat tergolong sebagai praktik insider trading apabila memenuhi tiga
unsure minimal, yaitu:33
32 Ibid. 33 Ibid., hal. 29
32
a. Adanya orang dalam;
b. Informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum
disclosure;
c. Melakukan transaksi karena informasi material.
3. Para Pihak yang dikategorikan orang dalam
Orang dalam yang dimaksud oleh Pasal 95 UU PM tersebut
adalah:34
a. Komisaris, direktur, atau pegawai emiten;
b. Pemegang saham utama emiten;
c. Orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena
hubungan usahanya dengan emiten atau perusahaan publik
memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi; atau
d. Pihak yang dalam waktu (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c di atas.
Kata “kedudukan” dalam penjelasan huruf c tersebut adalah jabatan
pada lembaga, institusi, atau badan pemerintah. “hubungan usaha” yang
dimaksud dalam penjelasan huruf c tersebut adalah hubungan kerja atau
kemitraan dalam kegiatan usaha, antara lain hubungan nasabah, pemasok,
kontraktor, pelanggan dan kreditur. “Profesi” yang dimaksud dalam huruf c
tersebut , misalnya adalah konsultan hukum atau pengacara.35
34 Penjelasan Pasal 95 Undang-undang Pasar Modal 35 Syprianus A., S.H., M.H., Op.cit., hal. 30
33
D. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
1. Sejarah Otoritas Jasa Keuangan
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya
keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank
Indonesia. Ada tiga hal yang melatarbelakangi pembentukan OJK, yaitu
perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan
lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat Pasal 34 Undang-Undang
No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, Pasal ini merupakan respon dari
krisis Asia yang terjadi pada 1997-1998 yang berdampak pada Indonesia
mengakibatkan banyak bank yang mengalami koleps sehingga timbul
keresahan terhadap Bank Indonesia dalam mengawasi bank-bank di
Indonesia. Ide awal pembentukan OJK sebenarnya hasil kompromi untuk
menghindari jalan buntu pembahasan Undang-undang tentang Bank
Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Secara historis gagasan
pembentukan otoritas terjadi pasca krisis ekonomi pada tahun 1997 yang
melumpuhkan industri perbankan, kondisi ini memperlihatkan lemahnya
perlindungan terhadap konsumen perbankan yang menyebabkan Bank
Indonesia harus mengeluarkan talangan liquidity support atau dana bantuan
likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan total Rp. 218,3 trilliun. Dana yang
diberikan tidak hanya kepada bank swasta namun kepada Bank Exim yang
sekarang sudah dilebur ke dalam Bank Mandiri. Gagasan pembentukan
34
otoritas baru dimasukkan dan menjadi perintah oleh Undang-undang No. 23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia.36
Namun pada tahun 2004 pemerintahan dan DPR tidak juga
melahirkan otoritas baru tetapi merevisi Undang-undang Bank Indonesia,
pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan
idependensi kepada bank sentral tujuannya agar Bank Indonesia (yang
selanjutnya disebut BI) dengan pengelolaan moneter Negara tidak perlu
dipusingkan lagi dengan masalah pengawasan Pada akhir tahun 2010
Undang-undang OJK belum juga selesai perencanaan awal yang akan
disahkan pada rapat paripurna 17 Desember 2010 tidak terlaksana.
Pemerintah dan DPR tidak sepakat mengenai struktur dan tata cara
pembentukan Dewan Komisioner OJK, pemerintah mengusulkan Dewan
Komisioner terdiri atas tujuh anggota dan dua orang di antaranya merupakan
ex-officio yang otomatis berasal dari Kementerian Keuangan dan BI.37
Pada tahun 2011 parlemen (DPR) yang diketuai Priyo Budi
Santoso menyetujui pengesahan RUU OJK menjadi Undang-undang dalam
Rapat Paripurna DPR pada Oktober 2011, dengan hasil:38
a. fungsi penyelidikan dan penyidikan OJK disepakati;
b. masa transisi BI yaitu 3 tahun sejak OJK diundangkan atau akhir
2014, untuk Bapepam-LK harus sudah melebur pada akhir 2012;
36 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Hal. 36 37 Tito Sulistio, Mencari Ekonomi Pro Pasar: Catatan tentang Pasar Modal, Privatisasi
dan Konglomerasi Lokal, The Investor, Jakarta, 2004, Hal. 252 38 Ibid.,
35
c. Dewan Komisioner harus sudah dipilih pada Juni 2012 yang mana
panitia penyeleksi calon DK dipimpin oleh Menteri Keuangan. Pada
bulan Januari 2012 Presiden telah membentuk Panitia Seleksi
pemilihan sembilan calon anggota Dewan Komisioner OJK dan pada
Juli 2012 terpilihlah ketua dewan komisioner merangkap anggota dan
delapan dewan komisoner merangkap anggota lainnya. OJK
memiliki struktur dengan unsur check and balance terlihat dari
pemisahan jelas antara fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan
bertujuan untuk:
1) menciptakan ketegasan pemisahan antara tanggung jawab
regulator (Dewan Komisioner) dengan tanggung jawab
supervisor (kepala eksekutif masing-masing pengawas
perbankan, pasar modal dan industri keuangan non-bank);
2) menghindari pemusatan kekuasaan yang terlalu besar pada satu
pihak agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan;
3) mendorong terjadinya pembagian kerja (division of labor)
sehingga tercipta profesionalisme dari spesialisasi di masing-
masing fungsi pengaturan dan pengawasan.
Pengalihan pengawasan perbankan dan non-perbankan akhirnya
secara resmi dilimpahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan pada 1 Januari
2014, agenda OJK di awal tahunnya mengawasi pasar modal, perbankan,
reksa dana dan dana pensiun dengan masalah penarikan dana stimulus oleh
bank sentral Amerika Serikat atau taping off yang mempengaruhi kinerja
36
ekonomi dan pasar modal Indonesia.Dalam naskah akademik yang menjadi
landasan yuridis pembentukan OJK yaitu Pasal 34 Undang-Undang No. 3
Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia yang menyatakan bahwa:39
1) tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang,
2) pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana yang dimaksud ayat
(1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.
Adapun landasan filosofis pembentukan Otoritas Jasa Keuangan
bahwa OJK harus merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan urusan
kenegaraan yang terintegrasi secara baik dengan lembaga-lembaga Negara
dan pemerintahan lainnya di dalam mencapai tujuan dan cita-cita
kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam konstitusi Republik
Indonesia. Di mana pengawasan terhadap perbankan, pasar modal, dan
industry keuangan non-bank perlu dilakukan secara terpisah karena adanya
perbedaan karakteristik dari masing-masing industri jasa keuagan tersebut,
diharapkan dapat tercapainya spesialisasi dalam pengawasan,
pengembangan metode pengawasan yang tepat, serta mengurangi luasnya
rentang kendali pengawasan agar proses pengambilan keputusan dan
pelaksanaan atas keputusan tersebut menjadi lebih efisien dan efektif.40
Dengan dibentuknya OJK, fungsi, tugas, dan wewenang pembinaan
dan pengawasan atas sektor jasa keuangan beralih ke institusi ini. OJK akan
39 Nazia Tunisa, Peran Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Pendaftaran
Jaminan Fidusia, Agung Podomoro Group, Jurnal Cita Hukum, Vol. II No. 2 Desember 2015, ISSN: 2356-1440
40 Ibid.,
37
mengambil alih sebagian tugas dan wewenang Bank Indonesia, Ditjen
Lembaga Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(BAPEPAM-LK), dan institusi pemerintah lain yang memang mengawasi
lembaga pengelola dana masyarakat. OJK menjadi lembaga pengawas
perbankan dan lembaga keuangan non-bank, sebelum OJK terbentuk
pengawasan perbankan dilakukan oleh BI dan pengawasan (supervisi) pasar
modal dan lembaga keuangan non-bank dilakukan oleh BAPEPAM-LK,
yang merupakan perwakilan dari Kementerian Keuangan. Tugas yang tetap
dipegang BI adalah pengaturan kegiatan bank yang terkait dengan
kewenangan otoritas moneter. Sedangkan landasan sosiologis dari
pembentukan OJK adalah peran pengaturan dan pengawasan yang dilakukan
OJK harus diarahkan untuk menciptakan efisiensi, persaingan yang sehat,
perlindungan konsumen, serta memelihara mekanisme pasar yang sehat.
Untuk itu, prinsip kesetaraan pengaturan dan pengawasan yang didasarkan
pada prinsip-prinsip keadilan dan transparansi harus ditetapkan sedemikian
rupa untuk menciptakan suatu aktifitas dan transaksi dibentuk paling
lambat akhir 2010. Namun, sebelum diamandemenkan Undang-Undang No.
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang No. 3
Tahun 2004 bunyi kententuannya adalah: ”Lembaga Pengawas Jasa
Keuangan/LPJK (yang kemudian menjadi Otoritas Jasa Keuangan/OJK)
paling lambat harus dibentuk pada akhir 2002”. 41
41 Ibid.,
38
2. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang
dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang
berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank
seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan lainnya. Secara lebih lengkap, OJK adalah lembaga independen
dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 tersebut.42
Tugas pengawasan industri keuangan non-bank dan pasar modal
secara resmi beralih dari Kementerian Keuangan dan Bapepam-LK ke OJK
pada 31 Desember 2012. Sedangkan pengawasan di sektor perbankan
beralih ke OJK pada 31 Desember 2013 dan Lembaga Keuangan Mikro
pada 2015.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan di sektor
jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang RI No. 21
Tahun 2011 tentang OJK.
42 OJK, Latar Belakang Pembentukan OJK, http://www.ojk.go.id, diakses pada tanggal 21
November 2016
39
3. Tujuan OJK
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam
sector keuangan :
a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel;
b. Mampu mewujudkan system keuangan yang tumbuh berkelanjutan
dan stabil;
c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat
4. Fungsi dan Tugas OJK
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintregrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan
terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, dan sektor
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa
Keuangan lainnya.43
E. Penyadapan
1. Pengertian Penyadapan
Penyadapan (interception) saat ini merupakan salah satu metode
yang dipakai untuk melakukan penyelidikan atau penyidikan maupun
sebagai alat bukti yang akan digunakan untuk menanggulangi atau
mencegah terjadinya suatu tindak pidana atau kejahatan serius yang menjadi
43 Departemen Perizinan dan Informasi OJK, 2011, Booklet Perbankan Indonesia, Jakarta,
Hal.4
40
sorotan utama di Indonesia. Setiap tindakan yang dibuat oleh penyidik harus
memiliki dasar hukum dan pertimbangan itu dapat dipertanggung jawabkan,
baik dalam penyelidikan, penyidikan maupun pengumpulan alat bukti
adalah melalui penyadapan. Di Indonesia tindakan penyadapan
sesungguhnya mempunyai bebraoa dsar hukum da pertimbangan yang
tersebar di beberapa peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-
undangan mengenai penyadapan atau intersepsi ini terdiri atas 2 (dua) bagia
yaitu antara lain:44
a. Peraturan perundang-undangan dalam subjek dan kewenangan
penyadapan;
b. Peraturan perundang-undangan dalam tata cara penyadapan.
Kedati telah diatur dalam beberapa UU, namun dalam proses
penyelidikan, penyidikan serta alat bukti elektronik sifatnya masih parsial
dan limitative, sebab ia hanya dapat dipergunakan terbatas dalam tindakan
hukum kasus-kasus tertentu. KUHAP sebagai sumber hukum acara pidana
sendiri tidak mengatur mengenai alay bukti digital. Pada prinsipnya teknik
penyidikan tindak pidana dengan menggunakan metode penyadapan adalah
sama dengan teknik tindak pidana umumlainya, namun menginat masalah
teknologi informatika berkaitan dengan teknologi maka yang menjadi suatu
kendala dalam penyidikan adalah proses pembuktiannya.
Pada dasarnya kewenangan penyidik dalam penyidikan secara
umum adalah ang diatur di dalam pasal 7 KUHAP. Dan di dalam KUHAP
44 Amastassia Louise E dan Citra Amira Zolecha, Jurnal Kekuatan pembuktian Dari Tindak
Penyadapan Pada proses Penyidikan Dalam Perkara Pidana, Hal. 7
41
sendiri, sebagaimana dalam Pasal 284 ayat (2) memberikan pengecualian
terhadap ketentuan hukum acara dalam UU pidaa tertentu, sehingga dengan
demikian dimungkinkan dalam UU Pidana khusus termasuk UU yang
berkaitan dengan tindak pidana yang memuat penyadapan sebagai bagian
dari penyidikan telah memberikan kewenangan khusus atau tambahan
terhadapa penyidik dalam melaksanakan tugas penyidikan. Sehingga dari
informasi dari atas tersebut, dapat dipastikan satu kesimpulan. Bahwa
penyidik berwenang melakukan penyadapan dalam rangka penyidikan
perkara tindak pidana.45
2. Perumusan penyadapan dalam peraturan Perundang-undangan di
Indonesia
Dalam konteks permintaan penegak hukum untuk melakukan
penyadapan dala rangka penegakan hukum adalah terkait dengan
perkaraperkara pidana yang harus mengacu pada hukum acara pidana. Oleh
karenanya, permintaan penyadapan dan tata caranya haruslah diatur dalam
hukum acar pidana atau suatu regulasi yang setara dengan undang-undang.
Karena itu, pengaturan mengenai legalitas penyadapan harus dibentuk dan
diformulasikan secara tepat sesuai dengan UUD 1945.
Adapun beberapa undang-undang pidana formil di luar KUHAP
yang mengatur mengenai alat bukti elektronik sebagai salah satu alat bukti
dalam pembuktian dan penyidikan adalah sebagai berikut :
45 Ibid.,
42
a. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
DalamUnang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
telekomunikasi. Khususnya Pasal40 disebutkan bahwa :
“Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun”. Melalui pasal 40 Undnag-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
telekomunikasi tersirat dengan tegas bahwa penyadapan pada prinsipnya
adalah dilarang. Sesuai dengan penjelasan Pasal 40 yang pada dasarnya
informasi yang dimiliki seseorang adalah hak pribadi yang harus
dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang. Dan pengecualian dari
Pasal 40 UU Telekomunikasi adalah pasal 42 ayat (2) UU
Telekomunikasi yang berbunyi sebagai berikut :
“Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas:
1) Permintaan tertulis Jakasa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;
2) Permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku”
b. Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Dalam tindak pidana korupsi, penyadapa dapat diperoleh berupa
informasi dan dokumen elektronik. Tindakan penyadapan oleh KPK
dalam penyadapan, mempunyai beberapa dasar hukum dan
43
pertimbangan, antara lain tersebut diatur dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a
yang berbunyi sebagai berikut :
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan
Korupsi berwenang :
Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
Mengenai alat bukti penyadapan sebagai alat bukti elektroik sendiri
sudah diatur dalam Undang-undang tindak pidana korupsi ini dapat
dilihat secara jelas daam Pasal 44 ayat (2) dimana disebutkan
bahwa :
Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah
ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan
tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim,
diterima, atau disimpan baik secara biasa aupun elektronik atau
optic.
c. Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan
peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun
2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi
Undang-undang
Mengenai penyadapandi dalam Undnag-undang Nomor 15 tahun
2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, selain mengatur
tentang pidana material yaitu macam pidana yang diklasifikasikan
sebagai terorisme atau unsure tindak pidana terorisme juga mengatur
44
aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut. Pengaturan
mengenai penyadapan dalam Undang-undang Nomor 15 tahun 2003
diatur dalam Pasal 18, sebagaimana berikut :
Penyidik yang diberi tugas melakukan penyelidikan dan atau
penyidikan dapat melakukan:
1) Penyadapan terhadap seseorang yang diduga atau patut diduga
melakukan tindak pidana terorisme.
Mengenai alat buktinya sendiri diatur dalam Pasal 27 yang berbunyi
sebagai berikut :
Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi:
2) Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;;
3) Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang
serupa dengan itu; dan
4) Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau
didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu
sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain
kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada :
a) Tulisan, suara, atau gambar;
b) Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;
45
c) Huruf, tanda, angka, symbol, atau perforasi yang memiliki
makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca
atau memahaminya.
d. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Perdagangan Orang
Dalam hal penyadapansebagai proses penyidikan undang-undang
nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang juga diatur di dalam Pasal 31 yang berbunyi sebagai
berikut:
1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup penyidik berwenang
menyadap telepon atau alat komunikasi lain yang diduga digunakan
untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melakukan tindak pidana
perdagangan orang.
2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya
dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun.
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang juga mengatur penyadapan sebagai
alat bukti dalam pembuktian yaitu diatur di dalam Pasal 29 yang
berbunyi sebagai berikut :
Alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana, dapat pula berupa:
46
a) informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan
secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu;
dan
b) data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau
didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu
sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain
kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tidak terbatas
pada:
1) tulisan, suara, atau gambar;
2) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; atau
3) huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki
makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca
atau memahaminya.
e. Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Penyadapan atau intersepsi diatur di dalam Pasal 31 Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
yang berbunyi :
1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau
Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
47
2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di
dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik
Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun
maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan,
dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang sedang ditransmisikan.
3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas
permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum
lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penyadapan menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Penyadapan atau intersepsi di dalam UU Informasi dan
Transaksi Elektronik adalah merupakan salah satu perbuatan tindak
pidana yang dilarang dan memiliki pengecualian yaitu permintaan
atas penegakan hukum.
f. Undang-undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah
mengatur penyadapan sebagai bagian dari penyelidikan dan penyidikan
48
yang sebagai bukti awal yang cukup sebagaimana diatur didalam Pasal
1 Angka 19 serta Pasal 75 huruf i yang berbunyi sebagai berikut :
Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan
atau penyidikan dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi,
dan/atau jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon dan/atau
alat komunikasi elektronik lainnya.
Dan Pasal 75 huruf i disebutkan bahwa : Dalam rangka melakukan
penyidikan, penyidik BNN berwenang: melakukan penyadapan yang
terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup;
g. Undang-undang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Didalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan
Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah mengatur
penyadapan sebagai bagian dari penyelidikan dan penyidikan yang telah
direkomendasikan oleh PPATK sebagaimana diatur didalam Pasal 44
ayat (1) huruf h yang berbunyi sebagai berikut :
Dalam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan
dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf d, PPATK
dapat:
1) merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai
pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi
49
elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
Selain itu Undang-undang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan
Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ini juga
mengatur tentang aspek formil atau acara pidana dari tindak pidana
pencucian uang ini. Dimana dalam Pasal 73 Undang-undang ini
mengatur tentang informasi elektronik sebagai alat bukti. Dimana
bunyi adalah sebagai berikut :
Alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang
ialah:
a) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;
dan/atau
b) alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau
alat yang serupa optik dan Dokumen.
3. Perbedaan ketentuan penyadapan dalam beberapa UU yang ada di
Indonesia :46 Tabel 1
No. Undang-undang Pelaksana Izin Jangka Waktu
1. UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
-Penyidik Polri -PPNS
Perintah tertulis Kapolri atau pejabat yang ditunjuk
Paling lama 30 hari
2. UU No. 31 Tahun 1999 tentang
-Penyidik
46 Puteri Hikmawati, S.H., M.H., 2015, Penyadapan di Indonesia: Perspektif Ius
Constitutum dan Ius Constituendum, P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika, Jakarta Pusat, Hal. 44
50
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999
3. UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Penyelenggara jasa telekomunikasi
-Permintaan tertulis Jaksa Agung dan/atau Kapolri untuk tindak pidana tertentu -Permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan UU yang berlaku
4.
UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Penyelidik, penyidik, penuntut
Tidak ada ketentuan izin
Tidak ada ketentuan batas waktu
5. UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah penggati UU No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana terorisme menjadi UU
Penyidik Izin Pengadilan Negeri
Tidak lebih dari satu tahun
6. UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantsan
Penyidik Izin Ketua Pengadilan
Paling lama satu tahun
51
Tindak pidana Perdagangan Orang
7. UU No. 11 tahun 2008 tentang Infromasi dan Transaksi Elektronik
Atas permintaan Kepolisian, Kejaksaan, danatau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarka UU
8. UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika
Penyidik BNN Izin ketua pengadilan
Tidak lebih dari tiga bulan dan diperpanjang tiga bulan lagi
9. UU No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Instansi penegak hukum
Rekomendasi dari PPATK
Tidak ada batas waktu
10. UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara
-untuk penyelengaraan fungsi intelijen -penyadapan kepada sasaran yang mempunyai bukti permulaan yang cukup
-atas perintah BIN --penetapan ketua pengadilan negeri
Paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan
4. Penyadapan dan kaitannya dengan HAM
Menurut Hans Kelsen, sebagaimana dikuti oleh M. Hatta, salah
satu syarat untuk disebut sebagai negara hukum antara lain dengan
52
ditegakkannya hak asasi manusia.47 Konsepsi dasar HAM pada dasarnya
adalah adanya pengakuan bahwwa semua manusia dilahirkan bebas dan
sama hak dan martabatnya. HAM wajib dilindungi oleh hukum karena
apabila HAM tidak dilindungi oleh hukum, keberadaan penjaminan dan
penghormatan terhadap HAM akan terlanggar. Dengan demikian,
perlindungan HAM yang merupakan salah satu cirri negara hukum (the rule
of law principle) tidak akan terpenuhi. Perlindungan HAM bersifat
universal, yang saat ini menjadi bagian dari norma hukum internasional
yang wajib dipatuhi dan ditaati oleh masing-masing negara.48
HAM terbagi menjadi dua bagian, yakni HAM yang dapat dibatasi
(derogable right) dan HAM yang tidak dapat dibatasi (nonderogable
right).49 Istilah derogable right diartikan sebagai hakhak yang masih dapat
ditangguhkan atau dibatasi (dikurangi) pemenuhannya oleh negara dengan
konsdisi tertentu. Sementara itu, maksud dari istilah non derogabe right
adalah hak-hak yang tidak dapat ditangguhkan atau dibatasi (dikurangi)
pemenuhannya oleh negara.50
Derogable right muncul dengan tujuan utama negara, akan tetapi
dengan mempertimbangkan dari segala unsure dan aspek yang dapat
mempengaruhi dari stabilitas politik dan keamanan suatu negara dengan
mengedapankan nilai demokratis dan kepentingan masyarakat umum.
47 A. Masyhur Effendi, 1993, Dimensi Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum
Nasiona dan Internasional, Bogor, Ghalia Indonesia, Hal. 32 48Ibid., Hal. 21 49Rizky Ariestandi Irmansyah, 2013, Hukum Hak Asasi Manusia dan Demokrasi,
,Yogyakarta , Graha Ilmu, Hal. 66 50Ibid.,
53
Sedangkan non derogable right merupakann jaminan atas hakak dasar
manusia dengan pertimbangan segala aspek persoaan terkait, seperti
masalah kebebasan menentukan jalan hidup sendiri, bebas dari ancaman dan
ketakutan, hak perlindungan negara, dan kebebasan untuk menyalurkan
pendapat dan keyakinan sesuai dengan hati nuraninya.51
Penderogasian atau penyampigan penegakan dan penjaminan
HAM dalam kepentingan penegakan hukum (law enforcement) dewasa ini
menjadi isu yang controversial. Hakl ini dikarenakan terdapat kotadiksi
dalam penerapannya. Tindakan penyadapan misalnya, dikhawatirkan akan
mengenyamingkan HAM, sehingga perlu dibatasi pada penegakan hukum
public, khususnya hukum pidana.52
UUD 1945 memberikan dasar konstitusional bagi adanya
pembatasan pribadi seseorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 28 J ayat
(2) yang menyatakan bahwa :
“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatsan yang ditetapkan dengan undangundang dengan maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.
Dari ketentuan tersebut , jelas bahwa UUD 1945 memberikan
syarat mutlak bagi adanya pembaasan hakdan kebebasan pribadi seseorang,
dalam hal ini penyadapan, harus ditetapkan dengan undangundang. Dalam
UU, tindakan penyadapan harus diatur dengan memberikan kewenangan
51 Ibid., Hal. 67 52 Puteri Hikmawati, S.H., M.H., Op.cit, Hal. 22
54
pada lembaga penegak hukum tertentu untuk melakukan penyadapan, dan
memberikan batasan secara tegas dimulai dari proses permohonan izin sapai
pada pelaksanaan penyadpan, agar pelanggaran HAM dapat dihindari atau
diminimalsisasi.53
53 Puteri Hikmawati, S.H., M.H., Op.cit., Hal. 22