34
BAB II TINJAUAN TEORITIS A.Manajemen Sumber Daya Manusia Setiap organisasi membutuhkan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia seperti yang dikemukakan oleh Gomes (2001:1), bahwa sumber daya dalam organisasi bisa dikelompokan atas dua macam, yakni : (1) Sumber daya manusia (human resource), dan (2) Sumber daya non-manusia (non-human resource). Yang termasuk dalam kelompok sumber daya non-manusia antara lain modal, mesin, teknologi, bahan-bahan (material) dan lain-lain. Untuk memiliki sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh organisasi, diperlukan manajemen sumber daya manusia (MSDM), sebagai upaya mendapatkan dan menghimpun tenaga kerja yang mempunyai kualitas dan dapat bekerja secara efisien. Menurut Fathoni (2006:142), upaya tersebut merupakan tahap yang sangat menentukan dalam kehidupan organisasi, terutama manakala terdapat tenaga kerja yang mempunyai sifat kepribadian dan mempunyai kemampuan/keterampilan kerja yang kurang menunjang bagi pelaksanaan organisasi. Oleh Hasibuan (2002:27), disebut dengan pengadaan (procurement), adalah fungsi operasional pertama Manajamen Sumber Daya Manusia (MSDM). Dijelaskan, pengadaan pegawai sebagai tenaga kerja merupakan masalah penting, sulit dan kompleks karena untuk mendapatkan dan menempatkan orang-orang

BAB II - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5247/5/2012-2-61201-931410137-bab2-25012013044551.pdfDalam konsep manajemen SDM, menurut Purwoko (2008: 5) “Pengadaan tenaga kerja merupakan

  • Upload
    lamminh

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.Manajemen Sumber Daya Manusia

Setiap organisasi membutuhkan sumber daya, baik sumber daya manusia

maupun sumber daya non manusia seperti yang dikemukakan oleh Gomes

(2001:1), bahwa sumber daya dalam organisasi bisa dikelompokan atas dua

macam, yakni : (1) Sumber daya manusia (human resource), dan (2) Sumber daya

non-manusia (non-human resource). Yang termasuk dalam kelompok sumber

daya non-manusia antara lain modal, mesin, teknologi, bahan-bahan (material)

dan lain-lain.

Untuk memiliki sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh organisasi,

diperlukan manajemen sumber daya manusia (MSDM), sebagai upaya

mendapatkan dan menghimpun tenaga kerja yang mempunyai kualitas dan dapat

bekerja secara efisien. Menurut Fathoni (2006:142), upaya tersebut merupakan

tahap yang sangat menentukan dalam kehidupan organisasi, terutama manakala

terdapat tenaga kerja yang mempunyai sifat kepribadian dan mempunyai

kemampuan/keterampilan kerja yang kurang menunjang bagi pelaksanaan

organisasi.

Oleh Hasibuan (2002:27), disebut dengan pengadaan (procurement),

adalah fungsi operasional pertama Manajamen Sumber Daya Manusia (MSDM).

Dijelaskan, pengadaan pegawai sebagai tenaga kerja merupakan masalah penting,

sulit dan kompleks karena untuk mendapatkan dan menempatkan orang-orang

10

yang kompeten, serasi, serta efektif tidaklah semudah membeli dan menempatkan

mesin. Pegawai sebagai tenaga kerja adalah aset utama organisasi yang menjadi

perencana dan pelaku aktif setiap aktivitas organisasi. Mereka mempunyai

pikiran, perasaan, keinginan, status, dan latar belakang pendidikan, usia dan jenis

kelamin yang heterogen yang dibawa ke dalam organisasi. Pegawai bukan mesin,

uang, dan material yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai serta diatur sepenuhnya

dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.

Dalam konsep manajemen SDM, menurut Purwoko (2008:5) “Pengadaan

tenaga kerja merupakan proses pengelolaan yang lebih memperhatikan manusia

sebagai aset potensial daripada hanya sebagai variabel biaya”. Manajemen SDM

melibatkan semua keputusan dan tindakan manajemen yang mempengaruhi sifat

hubungan antara organisasi dan pegawai sebagai sumber daya organisasi.

Hasibuan (2002:10) mengemukakan pula bahwa “Manusia selalu berperan

aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi karena manusia menjadi

perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak

mungkin tewujud tanpa peran aktif karyawan meskipun alat yang dimiliki

organisasi begitu canggihnya”.

Selanjutnya, Sedarmayanti (2004:136-137) mengemukakan pula bahwa

“Sumber daya manusia (SDM) dipandang semakin besar peranannya bagi

kesuksesan suatu organisasi, maka banyak organisasi semakin menyadari bahwa

unsur "manusia " dalam organisasi dapat memberi keunggulan bersaing”. "Manu-

sia" sebagai unsur sumber daya manusia telah memberi serta mempengaruhi

kesuksesan dan persaingan dari suatu organisasi. Manajemen sumber daya

11

manusia berhubungan dengan sistem rancangan formal dalam suatu organisasi

untuk menentukan efektivitas dan efisiensi dilihat dari bakat seseorang untuk

mewujudkan sasaran suatu organisasi. Manajemen sumber daya manusia dalam

suatu organisasi mencakup perekrutan, kompensasi, pelatihan dan pengembangan,

serta lainnya.

Demikian pula menurut Matheus & Sulistiyani (2004:47), tidak lebih

sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan dalam pengelolaan SDM.

Serangkaian aktivitas tersebut dilakukan secara berkelanjutan, sehingga tercipta

SDM yang mampu mendukung organisasi. Dengan demikian ada jaminan bagi

kemajuan dan perkembangan organisasi secara menyeluruh.

Berkaitan dengan hal tersebut, fungsi manajemen SDM harus dievaluasi

dan direkayasa sehingga tiap individu dapat memberi kontribusi untuk kinerja

yang unggul dan kompetitif. Pada kebanyakan organisasi, kinerja lebih tergantung

kepada kinerja individu, dan banyak cara untuk memikirkan tentang jenis kinerja

yang dibutuhkan karyawan untuk suatu organisasi agar dapat berhasil, diantaranya

menurut Sedarmayanti (2004:137) ada tiga elemen kunci yaitu:

1. Produktivitas : Diukur dari jumlah output per tenaga kerja, peningkatan

tanpa henti pada produktivitas telah menjadi kompetisi global.

Produktivitas tenaga kerja di sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh

usaha, program dan sistem manajemen.

2. Kualitas : Kualitas suatu barang maupun jasa akan sangat mempengaruhi

kesuksesan jangka panjang organisasi. Jika suatu organisasi mempunyai

reputasi menyediakan barang maupun jasa yang buruk kualitas, hal ini

12

akan mengurangi perkembangan dan kinerja organisasi tersebut.

3. Pelayanan : Sumber Daya Manusia sering kali terlibat pada proses

produksi barang atau jasa, manajemen Sumber Daya Manusia harus

diikutsertakan pada saat merancang proses operasi. Pemecahan masalah

harus melibatkan semua karyawan, tidak hanya manajer, dimana proses

tersebut sering kali membutuhkan perubahan pada budaya perusahaan,

gaya kepemimpinan, dan kebijakan dan praktik Sumber Daya Manusia.

Semua orang yang beraktivitas dalam organisasi disebut sebagai sumber

daya manusia. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) berkaitan dengan

berbagai kegiatan organisasi seperti seleksi calon pegawai, penerimaan, pelatihan,

dan pengembangan, penggajian, evaluasi, promosi pegawai, dan pemutusan

hubungan kerja. Dengan demikian di dalam MSDM terdapat proses panjang untuk

mendapatkan, mengembangkan, membina, mengevaluasi pegawai, dan apabila

sudah mencapai batasan tertentu dilepaskan kembali sesuai dengan ketentuan dan

prosedur yang berlaku. Semua aktivita MSDM berada dalam konteks organisasi

yang secara sadar dan berencana ingin meningkatkan kinerjanya (Sulistiyani &

Rosidah,2009:35).

Dalam rangka itu, manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah

kebijakan dan praktik menentukan aspek ”manusia” atau sumber daya manusia

dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi

penghargaan dan penilaian (Sedarmayanti,2009:13). Dijelaskan bahwa, tujuan

manajemen sumber daya manusia secara umum adalah untuk memastikan bahwa

organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang. Sistem manajemen

13

sumber daya manusia dapat menjadi sumber kapabilitas organisasi yang

memungkinkan perusahaan atau organisasi dapat belajar dan mempergunakan

kesempatan untuk memperoleh peluang baru.

Para pakar sumber daya manusia (SDM) mengandalkan optimalisasi

penggunaan SDM sebagai kunci keunggulan kompetitif bagi organisasi.

Persoalannya adalah bagaimana membentuk kompetensi-kompetensi dan

komitmen karyawan baik secara individu atau kelompok guna memenuhi

kebutuhan-kebutuhan organisasi dan mengintegrasikan kompetensi-kompetensi

tersebut ke dalam proses bisnis dan sistem manajemen yang dijalankan organisasi.

Kualitas dan karakteristik pegawai yang diperlukan oleh organisasi pada

hakikatnya tidak terlepas dari tantangan-tantangan bersaing yang akan dihadapi

oleh organisasi sekarang maupun di masa yang akan datang. Karena itu, praktek-

praktek manajemen sumber daya manusia (MSDM) harus mampu membentuk

kualitas kemampuan dan komitmen sumber daya manusia (SDM) yang sesuai

dengan karakteristik perusahaan atau organisasi baik melalui pendekatan lunak

maupun pendekatan keras (Alwi, 2001:45-46).

”Proses manajemen sumber daya manusia (MSDM) sebagai suatu usaha untuk

memelihara, meningkatkan kemampuan, kapasitas maupun profesionalisme

pegawai. Proses tersebut disebut dengan pengembangan pegawai” (Sulistiyani &

Rosidah,2009:219).

14

B.Kreativitas

1. Pengertian

Dalam era globalisasi saat ini, kreativitas merupakan pendukung kerja

yang penting, karena kemajuan suatu negara sangat tergantung pada sumbangan

kreatif yang berupa ide-ide baru dan teknologi baru dari masyarakat, menurut

Jersild, Sawrey dan Telford (dalam Mulyani, 1987 : 15). Setiap individu memiliki

potensi kreatif dalam bertingkah laku, yang secara luas dapat diartikan bahwa

setiap orang mempunyai potensi kreatif dalam hal berpikir, bertindak serta berasa.

Potensi kreatif ini berbeda dengan aktualisasi, kualitas, maupun kuantitasnya pada

masing-masing orang, tergantung pada faktor-faktor tertentu, seperti halnya

kontrol diri (Semiawan, 1983 : 29). Rogers (dalam Robert, 1975 : 9) berpendapat

bahwa “Kreativitas merupakan gerakan kecenderungan manusia untuk

mengaktualisasikan dirinya sesuai kemampuan yang dimilikinya (1), Rogers

(1975) mendefinisikan “Kreativitas sebagai munculnya suatu hasil yang baru,

berkembangnya satu sisi individual secara unik serta materi, kejadian, orang-

orang atau lingkungan hidup menjadi lain”. Selanjutnya Drevdah (dalam

Medinnus dan Johnson 1996 : 23), menyatakan bahwa “Kreativitas merupakan

kemampuan untuk mencipta karangan, hasil atau ide-ide baru yang sebelumnya

tidak dikenal oleh pencipta, kemampuan ini merupakan aktivitas imajinatif atau

berpikir sintesis, yang hasilnya bukan merupakan pembentukan kombinasi dari

informasi yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya menjadi hal

yang baru, harus berarti dan bermanfaat” (2) sedangkan Campbell (dalam

Manguhardjana 1986 : 13) mengemukakan pendapatnya mengenai kreativitas.

15

Kreativitas merupakan suatu kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya

baru atau novel, yang diartikan sebagai inovatif, belum ada sebelumnya, segar,

menarik, aneh dan mengejutkan (3), berguna atau useful, yang diartikan sebagai

lebih enak, lebih praktis, mempermudah, mendorong, mengembangkan, mendidik,

memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan

hasil yang baik (4), dapat dimengerti atau understandable, yang diartikan hasil

yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu, atau sebaliknya

peristiwa-peristiwa yang terjadi begitu saja, tak dapat dimengerti, tak dapat

diramalkan dan tak dapat diulangi (5).

Selanjutnya Guilford (dalam Munandar, 1987 : 7) mengatakan bahwa

“Kreativitas merupakan kemampuan berpikir divergen atau pemikiran menjajaki

bermacam-macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan, yang sama

benarnya”. Selanjutnya dilakukan penelitian mengenai kreativitas dengan

menggunakan analisis faktor, ditemukan faktor penting yang merupakan sifat dari

kemampuan berpikir kreatif, yaitu :

a. Fluency of thinking atau kelancaran berpikir, yaitu banyaknya ide yang keluar

dari pemikiran seseorang.

b. Flexibility atau keluwesan, yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacam-

macam pendekatan dalam mengatasi persoalan; orang yang kreatif adalah

orang yang luwes dalam berpikir, mereka dengan mudah dapat meninggalkan

cara berpikir lama dan menggantikan dengan cara berpikir yang baru.

c. Elaboration, yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan mengurai

secara terinci.

16

d. Originality atau keaslian, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.

e. Redefinition, kemampuan untuk merumuskan batasan-batasan dengan melihat

dari sudut lain daripada cara-cara yang lazim.

Jadi kreativitas merupakan kemampuan untuk menampilkan alternatif dari

apa yang sudah ada atau dari prosedur yang biasa dilakukan. Para ahli sepakat

bahwa kreativitas adalah potensi yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang,

dalam derajat yang berbeda-beda (Semiawan, 1993). Meskipun telah disetujui

bahwa kreativitas adalah konsep yang luas dan majemuk meliputi aspek kognitif

dan non kognitif, tetapi penelitian yang membahas konsep ini lebih banyak

menekankan pada keterkaitan antara kreativitas dengan aspek kognitif seperti

inteligensi dan prestasi belajar (Kuwato, 1993). Munandar (1990) beranggapan

bahwa “Untuk mengembangkan potensi kreatif, dibutuhkan usaha-usaha

mengembangkan aspek non kognitif”. Salah satu aspek non kognitif tersebut

adalah sifat-sifat dalam kepribadian seseorang. Banyak penelitian yang

berkesimpulan bahwa aspek-aspek non-kognitif seperti sifat, minat dan

tempramen, akan turut menentukan kualitas pelayanan seseorang. Latihan-latihan

pengembangan aspek non-kognitif seperti berani mencoba sesuatu, berani

mengambil resiko, usaha peningkatan minat dan motivasi berkreasi, pandai

memanfaatkan waktu, serta kepercayaan diri dan harga diri akan sangat

menentukan kreativitas.

2. Ciri-ciri dan Kepribadian Individu Kreatif

Individu yang kreatif menunjukan ciri yang berbeda dalam hal motivasi,

intelektual, dan kepribadian pada suatu bidang. Sejumlah studi yang membahas

17

mengenai pola kepribadian anak, remaja, maupun orang dewasa yang kreatif

ditemukan bahwa tidak ada ciri yang tunggal yang secara khas terdapat pada

orang kreatif, melainkan sejumlah ciri yang berhubungan yang disebut ciri pribadi

kreatif (Hurlock, 1978).

Kuwato (1993) mengatakan bahwa “Ciri pribadi kreatif di antaranya

adalah : keberanian dalam mengambil resiko, sifat asertif (cara kerja yang

cenderung pada tugas dan permasalahannya, bukan pada individu), mandiri dan

independen, percaya diri, dan dorongan ingin tahu yang kuat”. Allport (dalam

Suryabrata, 1983) mengatakan bahwa perbedaan ciri sifat antara satu orang

dengan orang yang lain akan menyebabkan perbedaan cara penyesuaian terhadap

lingkungan, misalnya cara pemecahan masalah. Pada individu yang menonjol

kreativitasnya akan tampak beberapa ciri sifat yang menonjol yang berbeda

dibandingkan individu yang kurang kreatif (Hurlock, 1978). Ciri tersebut

diantaranya adalah sifat mandiri, keberanian mengambil resiko, minat yang luas,

serta dorongan ingin tahu yang kuat. Individu yang kreatif adalah individu yang

memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dalam bentuk ingatan yang berupa

data informasi atau kemampuan dalam memecahkan masalah. Data informasi

merupakan sesuatu yang sudah dikenal sebelumnya dan yang dipelajari oleh

individu selama hidupnya. Steiner (1992) mengemukakan pendapatnya mengenai

sifat dari individu yang kreatif. Individu yang kreatif adalah individu yang :

a. Memiliki kelancaran konseptual. Ia mampu menghasilkan sejumlah ide

dengan cepat.

b. Memiliki ide bersifat orisinal dan luar biasa.

18

c. Mempertimbangkan ide-ide atas dasar baik atau buruk ide tersebut, dan bukan

atas dasar sumber ide, termotivasi oleh problem itu sendiri dan mengikutinya

kemanapun arahnya.

d. Menangguhkan penilaian dan menghindari komitmen secara dini.

Menggunakan banyak waktu untuk melaksanakan analisis dan

menerangkannya.

e. Bersikap tidak otoriter, dalam arti mampu bersikap fleksibel, menerima

impuls-impuls, dan eksplorasi tanpa disiplin.

f. Bebas dalam hal penilaian. Kurang bersifat konformis. Kerapkali menyimpang

dari ide-ide yang berlaku. Memandang diri sendiri berbeda dengan orang lain.

g. Mempunyai kehidupan fantasi yang kaya dan pandangannya tentang realitas

jelas.

Gilmer (1978) berpendapat bahwa “Orang yang kreatif mampu untuk

memotivasi diri, mereka tidak konvensional tetapi lebih senang untuk

memperoleh ide-ide yang baru”. Munandar (1999) menyatakan bahwa individu

yang kreatif senang dan tertarik pada tugas-tugas majemuk, mereka berani

mengambil resiko untuk membuat kesalahan dan dikritik oleh orang lain,

menghargai keindahan dan tidak mudah putus asa. Hurlock (1978) menyatakan

beberapa ciri kepribadian kreatif, yaitu individualitas yang kuat, yang tercermin

pada sifat mandiri, keberanian dalam mengambil resiko, minat yang luas, serta

dorongan ingin tahu yang kuat. Ditambahkan bahwa kreativitas juga didukung

oleh keterbukaan terhadap segala sumber yang dimilikinya, mempermainkan dan

19

mengolah sumber tersebut untuk mencari alternatif yang lain. Dapat dikatakan

secara keseluruhan, kepribadian seseorang mempengaruhi daya kreativitasnya.

Kemajuan di segala bidang serta informasi yang semakin pesat, menuntut

pengembangan sumber daya secara maksimal. Pengembangan sumber daya

manusia dimaksudkan agar membentuk seluruh kemampuan yang dimiliki oleh

individu. Dengan demikian individu mampu untuk menghadapi tantangan jaman.

Individu dituntut untuk mampu menyesuaikan diri, bergerak dengan cepat serta

mampu untuk mencari alternatif baru dalam proses pemecahan masalah. Sehingga

dalam mengantisipasi hal tersebut individu dituntut memiliki kemampuan untuk

kreatif terhadap tantangan yang baru.

Para ahli berpendapat bahwa individu yang kreatif memiliki kebebasan

berpikir dan bertindak. Teori-teori yang membahas mengenai kreativitas

menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan

kreativitas adalah faktor lingkungan dan faktor-faktor dalam diri seseorang,

diantaranya faktor kepribadian. MacKinnon dan Barron (dalam Munandar, 1999)

dalam penelitian mereka terhadap subjek yang dikategorikan kreatif,

berkesimpulan bahwa perbedaan antara individu kreatif dan tidak kreatif adalah

pada karakteristik tertentu dalam kepribadian mereka. Munandar (1999) pada

penelitiannya memperoleh kesimpulan bahwa ciri-ciri sifat yang dapat dipelajari

seperti minat, sikap, dan motivasi, mempunyai peran yang penting dalam hal

produktivitas kreatif. Pada Penelitian sebelumnya disimpulkan bahwa individu

yang memiliki ketekunan terhadap tugas serta penghayatan terhadap apa yang

dikerjakan mampu menghasilkan karya-karya kreatif yang lebih banyak

20

dibandingkan mereka yang kurang tekun dan merasa cepat puas terhadap hasil

kerja.

Barron, MacKinnon, dan Roe (dalam Munandar 1999) dalam penelitian

mereka menyimpulkan bahwa aspek kepribadian yang mendukung munculnya

perilaku kreatif yaitu; keberanian menanggung resiko, energik, adanya dorongan

untuk mengetahui lebih lanjut hal-hal yang belum jelas, terbuka dalam

menyatakan pendapat, memiliki rasa keindahan, mandiri dalam sikap, daya

imajinasi yang kuat, senang mencoba hal-hal yang baru, memiliki minat yang

luas dan bebas. Barron (dalam Meeker, 1985) pada penelitiannya menemukan

bahwa orang-orang kreatif menunjukan kelancaran dalam ucapan, ketrampilan

tangan atau dalam pengungkapan gagasan. Individu yang memiliki kreatif motoris

akan berbicara lewat keterampilan tangan mereka sebagai cara mengungkapkan

gagasan, sedangkan kreatif alami akan menunjukkan bakat dan keluwesan dalam

cara berpikir, yang disebut inspirasi. Individu yang kreatif menunjukan energi

yang berlebih dan jadwal kerja yang menantang. Individu yang kreatif memiliki

rasa percaya diri yang tinggi, mengembangkan kemampuan diri untuk tidak

tergantung dan cenderung untuk menggunakan pendapat dan pertimbangannya

sendiri, mampu menguasai diri dan mandiri.

Potensi kreatif individu yang semula masih dalam diri menjadi

teraktualisasi atau terwujudkan dalam perilaku, karena ada situasi yang aman dan

bebas. Makna kebebasan dan keamanan dalam hal menyatakan pendapat, perasaan

dan pikiran. Kebebasan tersebut berasal dari dirinya sendiri, termasuk di

dalamnya kemampuan untuk mengendalikan diri dalam menarik alternatif yang

21

memungkinkan untuk mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimiliki. Sehingga

pada pemunculan proses kreativitas individu, perilaku yang bersifat mandiri

sangat diperlukan (Mulyani, 1987). Pribadi mandiri tiada lain dibangun oleh

pribadi yang penuh rasa percaya diri. Terbentuknya rasa percaya diri pada diri

individu akan meningkatkan kualitas diri individu.

Perkembangan kemampuan mengontrol diri pada individu berkenaan

dengan kemasakan emosi. Individu dikatakan telah mencapai kemasakan emosi

apabila ia mampu untuk melepaskan emosinya dengan cara yang bisa diterima dan

pada waktu yang tepat. Kontrol emosi yang sehat akan mungkin dimiliki bila

individu memiliki kekuatan ego (ego strength) yaitu suatu kemampuan untuk

menahan diri dari terjadinya ledakan emosi bila ingin melakukan sesuatu atau

mengesampingkan perasaaan bila itu yang diinginkannya (Hurlock, 1973).

Meskipun tidak secara eksplisit, kehidupan emosional seseorang juga berpengaruh

terhadap kreativitas. Emosi yang labil atau dinamis, seringkali membuat orang

menjadi merasa cepat bosan, tidak suka untuk mengerjakan hal-hal yang sifatnya

monoton, selalu menginginkan perubahan-perubahan, bersikap aktif, dan optimis.

Cara berpikir individu terhadap stimulus dapat membedakan kemampuan

mereka dalam mengontrol diri. Individu yang mempunyai kemampuan berpikir

positif dalam menghadapi suatu situasi dengan stimulus tertentu, akan lebih

mampu mengendalikan dirinya dan dapat meneruskan kegiatannya dalam situasi

tersebut. Hal ini dimungkinkan karena berpikir positif meliputi ide-ide dan

kreativitas, termasuk ide individu dalam membuat perencanaan ketika bertindak.

Sehubungan dengan pernyataan tersebut, Mischel dkk. (dalam Kail dan Nelson,

22

1993) dalam penelitian mereka, menyimpulkan bahwa kemampuan individu untuk

mengendalikan diri dipengaruhi oleh perencanaan yang baik dalam bertindak.

Individu dapat melakukan berbagai usaha untuk mengendalikan dirinya dengan

cara berusaha untuk tidak melihat stimulus, berusaha untuk tidak menyentuh

stimulus atau melakukan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian dari

stimulus. Usaha tersebut merupakan perilaku yang terencana dan efektif sehingga

individu mampu mengontrol dirinya.

3.3. Proses Kreatif

Kreativitas tidak hanya sekedar keberuntungan tetapi merupakan kerja

keras yang disadari. Kegagalan bagi orang yang kreatif hanyalah merupakan

variabel pengganggu untuk keberhasilan. Dia akan mencoba lagi, dan mencoba

lagi hingga berhasil. Orang yang kreatif menggunakan pengetahuan yang kita

semua memilikinya dan membuat lompatan yang memungkinkan, mereka

memandang segala sesuatu dengan cara-cara yang baru. Gordon Dryden (2000:

185) dalam buku Revolusi Cara Belajar mengatakan bahwa ,” Suatu ide adalah

kombinasi baru dari unsur-unsur lama. Tidak ada elemen baru. Yang ada

hanyalah kombinasi-kombinasi baru.”

Tony Buzan (2003: xix) dalam bukunya yang berjudul Head First

mengatakan bahwa,” Kreativitas dahulu dianggap sebagai ”anugrah yang ajaib”,

yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sekarang kita tahu bahwa kecerdasan

merupakan anugrah ajaib yang dimiliki semua orang. Menguraikan kekuatan

kecerdasan kreatif hanyalah masalah memahami bagaimana melakukannya.”

Sebagai manusia kita harus menyadari bahwa setiap manusia mempunyai potensi

23

untuk mengembangkan apa yang dianugrahkan kepadanya. Ginanjar (2002: 139)

dalam bukunya ESQ mengatakan bahwa,” Dalam God Spot (titik tuhan)

bersemayam dorongan (drive) seperti mencipta, kreatif, inovatif,dll. milik Tuhan.

… Tetapi potensi-potensi dahsyat spiritual manusia itu sering kali tertutup atau

ter”cover”. Itulah yang dimaksud tertutup atau terbelenggu, yakni ketika manusia

menutupi dirinya sendiri.

Selanjutnya, Gardner (2002: 58) dengan “Teori Multi Kecerdasan”

mengatakan bahwa , “ IQ tidak boleh dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu

entitas tunggal yang tetap yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan

kertas. Ungkapan yang tepat adalah bukan seberapa cerdas Anda, tetapi

bagaimana Anda menjadi cerdas”.

Dalam menunjang kreativitas maka diperlukan adanya kecerdasan. Setiap

orang memiliki beberapa tipe kecerdasan. Gardner mendifinisikan “kecerdasan

adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk

yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih”. Dengan kata lain

kecerdasan dapat bervariasi menurut konteknya.

Kreativitas tidak timbul serta-merta, tetapi melalui proses. Proses kreatif

menurut Bobbi De Porter & Mike Hernacki (2001:301) dalam bukunya Quantum

Learning mengalir melalui lima tahap, tahap-tahap tersebut sebagai berikut :

a. Persiapan : Mendifinisikan masalah, tujuan, atau tantangan.

b. Inkubasi : Mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran.

c. Iluminasi : Mendesak ke permukaan, gagasan-gagasan bermunculan.

24

d. Verifikasi : Memastikan apakah solusi itu benar-benar memecahkan

masalah.

e. Aplikasi : Mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti solusi

tersebut.

C.Pelayanan

Kata pelayanan berasal dari kata layanan yang berarti menolong

menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain. Dalam kamus umum

Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata pelayanan mempunyai arti : (i)

Perbuatan melayani dan (ii) Perlakuan melayani. Sehingga bisa di katakan bahwa

pelayanan adalah tingkat perbuatan dan atau perlakuan dengan cara melayani

orang lain untuk memenuhi apa yang dibutuhkan. Menurut Kotler (2000 : 159)

pelayanan merupakan seberapa produk atau jasa yang disediakan kepada

pelanggan, meliputi kecepatan waktu, ketepatan dan perhatian selama proses

layanan tersebut dilakukan (Kotler, 2000:159).

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)

keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi

itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada

hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk

melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan

kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan

kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998).

25

Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk

memberikan layanan baik dan profesional.

Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah

merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi

masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services)

oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga

negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh

Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan

pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah

dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan

atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam

rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian

layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai

kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang

telah ditetapkan.

Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu

perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin

baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha

dalam Widodo, 2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang

menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan,

keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan

26

semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh

pemerintahnya.

Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik

harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana,

transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat

membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan

masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam

Widodo, 2001). Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan

kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap

anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan krativitasnya untuk

mengatur dan menentukan masa depannya sendiri.

Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang

dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan

(aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut :

1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan

dan sasaran;

2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan

secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan

mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan;

3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya

kejelasan dan kepastian mengenai :

a. Prosedur/tata cara pelayanan;

27

b. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan

administratif;

c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab

dalam memberikan pelayanan;

d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya;

e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan

kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian,

rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses

pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan

dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta;

5. Efisiensi, mengandung arti :

a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung

dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan

keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang

berkaitan;

b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal

proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan

adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah

lain yang terkait.

6. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan

masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan;

28

7. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa

yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani;

8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan,

keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa

mengalami tumbuh kembang.

Sedangkan menurut Basu Swasta (2000 : 26) terdapat 3 (tiga) hal yang

dibutuhkan pelanggan / nasabah terhadap pelayanan yaitu :

1. Keberadaan pelayanan (Avability of Service), yaitu kecepatan petugas

membantu konsumen ketika tiba untuk melaksanakan suatu janji.

2. Ketanggapan pelayanan yaitu lamanya waktu menunggu akan kecepatan

pelayanan terhadap konsumen.

3. Profesionalisme yaitu sikap para karyawan ketika berhadapan dengan

konsumen atau nasabah (Swasta, 2000 : 26).

Berdasarkan pendapat diatas, maka pelayanan merupakan hal penting dalam

meningkatkan jumlah nasabah, karena dengan pelayanan dan profesionalisme

yang baik dari karyawan akan mempengaruhi jalannya kegiatan usaha untuk

mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Maka untuk melihat dan

menganalisanya di tentukan berdasarkan 5 (lima) dimensi jasa, yaitu :

a) Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai

dengan janji yang diberikan atau ditawarkan.

b) Responsiveness, yaitu respon karyawan dalam membantu dan

memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap.

29

c) Assurance, meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan produk

secara cepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam

memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di

dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam

menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan.

d) Emphaty, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan

kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,

kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan

usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan.

e) Tangibles, yaitu berupa penampilan fisik seperti gedung dan ruangan

front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapian dan

kenyamanan ruangan, dan kelengkapan peralatan komunikasi.

Dari penelitian sebelumnya bahwa menurut (Ratminto & Atik, 2005:18)

dalam Keputusan MENPAN No. 63/2003, bahwa pelayanan adalah segala bentuk

layanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di

lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan usaha Milik Daerah dalam

bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan

masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Definisi tersebut memberikan pemahaman yang berarti bahwa dalam

proses pelayanan terjadi interaksi antara dua kepentingan, yaitu instansi

pemerintah, lembaga ( BUMB/BUMD) dengan masyarakat atau pengguna

layanan. Kedua kepentingan tersebut mempunyai posisi tawar menawar, yang

30

pada akhirnya diharapkan mampu memberikan nilai positif bagi kedua belah

pihak.

Menurut Moenir (2002) bahwa keberhasilan sebuah pelayanan dalam

lembaga pemerintah sangat tergantung pada beberapa faktor yang mendukung.

Masing-masing faktor mempunyai peranan yang berbeda, akan tetapi saling

berpengaruh dan mempunyai kontribusi tercipatanya sebuah pelayanan yang

memuaskan.Faktor pendukung itu antara lain:

1. Faktor Kesadaran.

Faktor ini mengarah pada keadaan jiwa seseorang yang merupakan titik temu

dari berbagai pertimbangan sehingga diperoleh suatu keyakinan, ketenangan,

ketetapan hati dan keseimbangan jiwa untuk melakukan sesuatu hal.

2. Faktor aturan

Aturan akan menuntun seseorang berperilaku sesuai yang diharapakan

3. Faktor organisasi.

Faktor ini dilihat dari aspek mekanisme kerja yang terorganisir. Dalam

organisasi diperlukan faktor pendukung supaya mekanisme kerja dapat berjalan

lancar, antara lain adanya sistem yang jelas dan pasti, struktur organisasi yang

mapan, prosedur yang dapat dipahami oleh semua pihak pelaksana, metode

yang dapat diterapkan.

4. Faktor pendapatan

Pendapatan harus sesuai dengan beban kerja yang menjadi kewajiban pegawai,

Tuntutan organisasi harus seimbang sesuai dengan gaji/upah yang diterima

pegawai.

31

5. Faktor Kemampuan

Kemampuan pegawai merupakan titik ukur sejauh mana mereka mampu

memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ini merupakan pemikiran yang

tidak terpisah dengan seluruh komponen organisasi.

6. Faktor sarana dan prasarana

Berbagai jenis peralatan kerja dan perlengkapannya yang menjadikan sebuah

pelayanan menjadi baik, yang pada akhirnya berfungsi dalam:

a). Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan

b). Meningkatkan produktivitas

c). Ketepatan kerja

d). Menumbuhkan rasa nyaman bagi yang mempunyai kepentingan

e). Menimbulkan rasa puas bagi yang berkepntingan

D.Faktor- faktor Pendukung dan Penghambat Kreativitas Pegawai

1. Faktor Pendukung

Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas menurut Munandar

(1999:15) adalah “Kemampuan berpikir dan sifat kepribadian yang berinteraksi

dengan lingkungan tertentu. Faktor kemampuan berpikir terdiri dari kecerdasan

(inteligensi) dan pemerkayaan bahan berpikir berupa pengalaman dan

ketrampilan”. Faktor kepribadian terdiri dari ingin tahu, harga diri dan

kepercayaan diri, sifat mandiri, berani mengambil resiko dan sifat asertif. Faktor

individu yang mendukung berkembangnya kreativitas adalah keterbukaan

individu terhadap pengalaman di sekitarnya, kemampuan untuk mengevaluasi

32

hasil yang diciptakan dan kemampuan untuk menggunakan elemen dan konsep

yang ada. Ditambahkan bahwa yang membedakan kreativitas antara individu

dengan individu yang lain adalah perbedaan aspek internal individu dan aspek

eksternalnya.

Faktor internal individu menurut Rogers (1995) bahwa kondisi internal

yang memungkinkan timbulnya proses kreatif adalah :

a. Keterbukaan terhadap pengalaman, terhadap rangsangan-rangsangan dari luar

maupun dari dalam (firasat, alam pra sadar). Keterbukaan terhadap

pengalaman adalah kemampuan menerima segala sumber informasi dari

pengalaman hidupnya sendiri dengan menerima apa adanya, tanpa ada usaha

defense, tanpa kekakuan terhadap pengalaman-pengalaman tersebut dan

keterbukaan terhadap konsep secara utuh, kepercayaan, persepsi dan hipotesis.

Dengan demikian individu kreatif adalah individu yang mampu menerima

perbedaan.

b. Evaluasi internal, yaitu bahwa pada dasarnya penilaian terhadap produk

ciptaan seseorang terutama ditentukan oleh diri sendiri, bukan karena kritik

dan pujian dari orang lain. Walaupun demikian individu tidak tertutup dari

kemungkinan masukan dan kritikan dari orang lain.

c. Kemampuan untuk bermain dan bereksplorasi dengan unsur-unsur, bentuk-

bentuk, konsep-konsep. Kemampuan untuk membentuk kombinasi dari hal-

hal yang sudah ada sebelumnya.

Sprinthall (dalam Munandar 1999 : 27) mengatakan bahwa “Di samping

faktor lingkungan yang mampu menerima dan mendorong individu untuk selalu

33

mencoba alternatif dari apa yang selama ini telah diketahui, maka individu kreatif

juga dituntut untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan mengolah segala apa

yang telah dimilikinya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukannya”.

Kemampuan menguasai pengetahuan sangat ditentukan oleh kemampuan

inteligensi. Inteligensi merupakan kemampuan untuk belajar secara luas. Untuk

mencari jawaban atas permasalahan atau untuk menampilkan alternatif dari apa

yang sudah ada atau dari prosedur yang biasa, sangat ditentukan oleh pengetahuan

subjek tentang apa-apa yang dapat dilakukan dan cara yang biasa dilakukan

sebelumnya. Pengetahuan ini membutuhkan penguasaan terhadap materi yang ada

dan permasalahan yang dihadapi. Dapat dikatakan bahwa untuk dapat

menampilkan gagasan-gagasan individu dituntut memiliki pengetahuan yang

mendalam mengenai materi yang dihadapi. Ini berarti diperlukan kemampuan

menyerap pengetahuan yang memadai.

Kreativitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi cara individu

dalam mengambil keputusan. Keputusan yang kreatif penting untuk kelangsungan

efektivitas organisasi, karena keberadaannya berpengaruh langsung terhadap

produktivitas, memberi sumbangan dalam riset dan strategi pemunculan produk

baru atau bidang-bidang lain. Keputusan kreatif seringkali baru dan berbeda dari

apa yang berlaku, namun tidak bersifat eksentrik, menurut Campbell (dalam

Mangunhardjana, 1986 : 17) Para ahli mencoba merumuskan pengertian dalam

melakukan pertimbangan dan pengambilan keputusan. Diantaranya adalah Stoner

(1982) yang mendefinisikan bahwa “Pengambilan keputusan merupakan kegiatan

memilih satu atau lebih dari sejumlah alternatif untuk mencari penyelesaian suatu

34

masalah tertentu”. Dalam organisasi-organisasi yang berorientasi pada tugas,

aktivitas pemecahan masalah kerapkali dinamakan pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan bersifat fundamental bagi kehidupan manusia dan

perilaku organisasi karena merupakan alat untuk melaksanakan pengawasan

terhadap individu yang bekerja.

Herbert (1977) merumuskan tiga fase pokok dalam proses pengambilan

keputusan, yaitu :

a. Aktivitas intelijen. Dengan meminjam istilah “intelejen” dari kaum militer,

maka fase inisial ini terdiri dari tindakan meneliti lingkungan untuk

menemukan kondisi-kondisi yang mengharuskan adanya keputusan.

b. Aktivitas disain. Pada fase kedua ini, terjadi tindakan : menemukan

(penemuan), mengembangkan dan menganalisa tindakan-tindakan yang akan

dilakukan.

Aktivitas pilihan. fase ketiga dan yang terakhir adalah pilihan sebenarnya

dimana orang memilih kelompok tindakan-tindakan dari alternatif yang

tersedia. Aspek eksternal (lingkungan) yang memungkinkan tumbuh dan

berkembangnya kreativitas adalah lingkungan kebudayaan yang mengandung

keamanan dan kebebasan psikologis. Kreativitas muncul dari kualitas dan

keunikan.

2. Faktor Penghambat Kreativitas Pegawai

a. Kepemimpinan

Secara umum pemimpin dalam kelompok adalah bertanggung jawab

dalam menggerakkan aktivitas dan motivasi anggota kelompok untuk mencapai

35

tujuan bersama. Pemimpin bertanggung jawab atas seluruh aktivitas staffing,

trainning & aktivitas lain (Mintzberg).

Setiap jaman memiliki pemimpin besar. Perubahan sosial terjadi karena

para pemimpin besar memulai & memimpin perubahan & menghalangi orang lain

yang berusaha membawa masyarakat kearah yang berlawanan (James, 1980).

Kepemimpian dipengaruhi oleh situasi dimana faktor-faktor tertentu dari

situasi menentukan ciri-ciri pemimpin yang sesuai untuk situasi tersebut.

Munculnya pemimpin dalam suatu organisasi tergantung pada aspek karakteristik

birokrasi, organisasi informal, karakteristik hubungan antara atasan bawahan,

rancangan tugas yang memungkinkan individu mencapai aktualisasi diri dan

aspek kesesuaian antara sasaran organisasi dengan sasaran individual para

anggotanya (Bennis, 1981).

Kepemimpinan dihasilkan oleh ciri kepribadian pemimpin, karakteristik

kelompok dan anggotanya dan kejadian yang dihadapi pada saat itu (Case, 1993).

b. Kebijakan Kepegawaian

Dari berbagai fenomena penolakan masyarakat terhadap aturan maupun

kebijakan pemerintah khususnya dalam bidang kepegawaian, permasalahan yang

muncul adalah bagaimana sebenarnya aturan dan kebijakan yang baik, aturan dan

kebijakan yang mampu merespons keinginan masyarakat.

Leopold Pospisil dalam bukunya yang berjudul Anthropological of Law,

menyebutkan bahwa aturan atau kebijakan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

Authorian law dan Common Law.

36

Authorian Law adalah hukum yang dibuat oleh penguasa. Hukum ini

mempunyai sifat statis dan nilai keadilannya besifat subyektif, tergantung dari

frame penguasa melihat.

Sebaliknya Common law dalah hukum yang hidup dalam masyarakat.

Secara empiris hukum ini dikenal dengan hukum adat. Hukum adat dibentuk

berdasarkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Nilai adil dan benar, baik

dan buruk, adalah berdasarkan pada nilai-nilai individu anggota masyarakat yang

terakumulasi dalam satu nilai masyarakat secara keseluruhan. Sehingga common

law merupakan aturan yang bersifat dinamis dan mempunyai obyektifitas dalam

melihat fenomena adil, benar, salah, baik, buruk, jahat dan lainnya.

Pendapat senada disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo (1994) yang

menyatakan bahwa “keberlakuan suatu aturan hukum atau kebijakan didasarkan

pada tiga hal penting yaitu philosophisce geltung, jurisdische geltung dan

sosiologische geltung”. Philosophische geltung menyatakan bahwa aturan hukum

akan berlaku apabila memenuhi syarat filosofis. Di negara kita dasar falsafah

adalah Pancasila, sehingga semua produk hukum dan kebijakan harus didasarkan

pada Pancasila.

Jurisdische geltung menyatakan bahwa suatu aturan hukum atau kebijakan

mempunyai kekuatan berlaku apabila memenuhi peryaratan yuridis yaitu dibuat

oleh pejabat atau lembaga yang berwenang sesuai prosedur yang berlaku.

Sosiologische geltung menyatakan bahwa suatu aturan hukum atau kebijakan

mempunyai kekuatan berlaku apabila dapat diterima oleh masyarakat. Dua

pendapat ini setidaknya memberikan sedikit arahan bagaimana suatu aturan atau

37

kebijakan yang baik itu dibuat. Dalam hal pembuatan aturan dan kebijakan di

bidang kepegawaian dalam upaya meminimalisasi resistensi masyarakat perlu

memperhatikan aspirasi masyarakat khususnya masyarakat Pegawai Negeri Sipil.

Ini artinya komunikasi pejabat yang berwenang dengan Pegawai Negeri Sipil

harus intens dilakukan. Sehingga pembuatan aturan dan kebijakan tidak saja dari

atas ke bawah (top down) tetapi juga dari bawah ke atas (bottom up).

Menurut Charles Prather, dalam bukunya Blueprint for Innovation,

meskipun kreativitas dan inovasi sangat dihargai di banyak perusahaan, namun hal

tersebut tidak selalu dikomunikasi kepada para pegawainya. Perusahaan bahkan

seringkali tidak memberikan ruang gerak bagi para pekerjanya untuk berkreasi

dan berinovasi.

Hambatan lain yang mengganggu kreativitas adalah jika pekerjaan yang

kita jalani tidak sesuai dengan minat dan bakat yang kita miliki. Selain itu gaya

kreativitas yang dimiliki tidak “match” dengan tuntutan pekerjaan sehari-hari.

Contoh: gaya kreativitas Anda adalah sebagai “agent of change” tetapi pekerjaan

Anda lebih bersifat rutin, mekanistik dan menuntut anda untuk melakukannya

sesuai dengan aturan atau prosedur yang sudah baku. Hambatan lain datang dari

unsur psikologis. Untuk menjadi kreatif seseorang harus berani untuk dinilai aneh

oleh orang lain. Lihat saja para penemu dan seniman-seniman besar yang pada

saat menciptakan karyanya seringkali dianggap “gila”. Nah, karena itu tidak

semua pegawai siap untuk berbeda pendapat/ide dengan orang lain meskipun ide

tersebut kemudian terbukti benar. Pola pendidikan kita yang kurang mendorong

38

adanya variasi atau perbedaan pendapat juga sangat mendukung kurangnya

kreativitas pegawai.

E.Penelitian Terdahulu

Mangkunegara (2011) dalam penelitiannya dengan judul menghargai

kreativitas karyawan menyimpulkan bahwa kreativitas bisa datangnya tiba-tiba

atau didesain. Karena itu ketika ide timbul maka mereka yang kreatif segera

mengolah misteri itu dalam bentuk nyata. tidak terpesona dengan misterinya. Cara

mengolahnya diawali dengan mengendalikan misteri ke dalam pemikiran-

pemikiran maju. Dengan kata lain bahwa misteri mendorong seseorang untuk

berbuat sesuatu yang lebih baik. Itulah kreativitas namanya. Semua itu bisa lahir

dari manajer dan bahkan karyawan.

Kreativitas karyawan akan semakin terbuka lagi kalau ada unsur

rangsangan dari luar. Bentuk rangsangan adalah paling tidak perhatian dari

manajernya dalam mendorong karyawan untuk terus mengembangkan kreativitas

sekalipun bentuknya sangat sederhana. Usulan kepada manajer untuk diadakannya

diskusi tentang mutu produk, penciptaan model distribusi pemasaran dan

pelayanan prima adalah beragam contoh tentang kreativitas.

Oleh karena itu, manajer harus mampu menangkap sinyal-sinyal potensi

yang dimiliki karyawannya. Bahkan harus proaktif untuk membuka peluang

mereka dalam mengembangkan kreativitasnya. Sebab maju mundurnya suatu

perusahaan salah satunya sangat ditentukan oleh mutu karyawannya. Bentuk

penghargaan pada karyawan bisa dimulai dari ucapan terimakasih dan dorongan

moril manajer hingga dalam bentuk “award”. Bentuknya bisa berupa pemberian

39

penghargaan uang, trophy, piagam, dan bahkan kompensasi kenaikan golongan

dan gaji serta membuka peluang untuk mengikuti pendidikan lanjutan.

Diharapkan penghargaan tersebut dapat memotivasi karyawan untuk berinovasi.

Sementara itu perusahaan perlu menciptakan suasana persaingan sehat di kalangan

karyawan. Fenomena dorongan untuk berlomba di kalangan karyawan dalam

penciptaan inovasi mencerminkan bahwa perusahaan telah mampu membangun

model pengembangan mutu sumberdaya manusia yang berkelanjutan.

Hasil penelitian lainnya yang di lakukan oleh Setyowidodo (2000)

mengemukakan bahwa ada pengaruh antara pemikiran kreatif dan perilaku

inovatif terhadap kinerja sumber daya manusia. Penelitian ini menggunakan

metode survey explanatory berfokus pada populasi karyawan PT X di Jakarta.

Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling. Data dikumpulkan

dengan menggunakan observasi, wawancara, dan kuesioner yang validitas dan

reliabilitas telah diuji. Data dianalisis dengan menggunakan metode SEM

(Structural Equation Model) dengan menggunakan program perangkat lunak

LISREL 8.30. Hasil penelitian ini selanjutnya mengilhami produktivitas SDM non

keuangan. Dari tiga indikator produktivitas SDM non finansial yang disebutkan di

atas, hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan karyawan merupakan faktor

dominan dalam variabel produktivitas SDM non keuangan. Penelitian telah

menguji bahwa peran manajemen adalah pengaruh yang sangat kuat terhadap

pertumbuhan pemikiran kreatif dan perilaku inovatif. Indikator inovatif,

menyatakan bahwa usaha manajemen untuk menciptakan semangat

kewirausahaan rendah. Kedua indikator berkontribusi untuk membangun nilai

40

rata-rata total Wirausaha Praktek dan Wirausaha Kebijakan, namun kontribusi

untuk yang pertama disebutkan adalah lebih rendah daripada kontribusi untuk

yang kedua tersebut. Kita dapat mengatakan bahwa di tingkat manajerial,

kepuasan karyawan terjadi karena fakta bahwa mereka memiliki keterlibatan

karyawan pada pembuatan kebijakan, tetapi tidak ada realisasi belum ide-ide di

lapangan.

Ardani (2010) dalam penelitiannya mengenai pengembangan kreativitas

usaha kafé tenda dan warung Lesehan melalui pelayanan prima sebagai upaya

berwiraswasta untuk mengatasi pengangguran di kota Malang menyimpulkan

bahwa kreativitas dalam pemberian pelayanan terbaik (pelayanan prima) bagi

konsumen akan meningkatkan pendapatan.

Untuk lebih jelasnya hasil penelitian terdahulu akan diuraikan dalam tabel

dibawah ini;

No Nama Peneliti Judul Hasil Ket.

1. Syafri Mangkunegara Menghargaikreativitaskaryawan.

Kreativitas bisadatangnya tiba-tibaatau didesain

2. Urif Setyowidodo Pengaruh antarapemikiran kreatifdan perilakuinovatif terhadapkinerja sumberdaya manusia.

Ada pengaruhantara pemikirankreatif dan perilakuinovatif terhadapkinerja sumber dayamanusia.

3. Tristiadi Ardi Ardani Pengembangankreativitas usahakafé tenda danwarung Lesehanmelaluipelayanan prima.

Bahwa kreativitasdalam pemberianpelayanan terbaik(pelayanan prima)bagi konsumenakan meningkatkanpendapatan.

41

Jadi menurut peneliti bahwa yang lebih cenderung diikuti oleh peneliti

adalah hasil penelitian yang dikemukakan oleh Setyowidodo dimana hasil

penelitiannya bahwa ada pengaruh antara pemikiran kretif dan prilaku inovatif

terhadap kinerja sumber daya manusia, hal ini ada kaitannya dengan judul

penelitian peneliti yaitu kreatifitas pegawai dalam pelayanan perizinan di kantor

pelayanan perizinan terpadu. Jadi antara pemikiran kreatif dan kreatifitas

muaranya adalah perilaku yang inovatif.

F.Kerangka Pikir Penelitian

Penyediaan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat saat ini

merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap pemerintah

daerah. Bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan pemerintah dalam

memberikan pelayanan publik kepada masyarakat merupakan keberhasilan

penyelenggaraan pemerintahan. Tuntutan tersebut semakin terasa dengan

diberikannya kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah kabupaten/kota seiring

dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang

telah diperbaharui dengan UU 32 Tahun 2004. Penetapan dan penerapan program

yang berorientasi pada kreativitas pelayanan perizinan merupakan strategi Kantor

Pelayanan Perizinan Terpadu dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kreativitas pelayanan dilakukan dengan

menggali berbagai strategi berdasarkan konsep dan teori yang diterapkan

diberbagai unit pelayanan, dengan menekankan pada prinsip kreativitas pegawai

di KPPT Kabupaten Gorontalo Utara.

42

Berdasarkan hal tersebut, peneliti menyusun kerangka konseptual

penelitian yang dibuat dalam bentuk gambar kerangka pemikiran sebagai berikut;

Gambar 1, Alur Kerangka Pikir

PENGEMBANGANSDM

FAKTORPENDUKUNG :1. KETERBUKAAN

TERHADAPPENGALAMAN

2. EVALUASI HASIL3. KEMAMPUAN

BERPIKIR

MANAJEMENSUMBER DAYA

MANUSIA

PENDIDIKAN&

PELATIHAN

PENGEMBANGANKEPRIBADIAN KREATIVITAS

PEMBINAANCARA KERJA

FAKTORPENGHAMBAT :1. KEPEMIMPINAN2. KEBIJAKAN

KEPEGAWAIAN3. SISTEM PENILAIAN

PELAYANAN