25
14 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi Filologi dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan kebudayaan masa lampau yang berupa tulisan. Studi atas karya tulisan masa lampau dilakukan karena adanya anggapan bahwa dalam tulisan terkandung nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan masa kini (Wurianto, 2000). Karya-karya tulisan masa lampau tersebut merupakan hasil peninggalan yang mampu menginformasikan buah pikiran, perasaan dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang pernah ada. Selain itu, sebagai produk masa lampau, bahan yang berupa kertas dan tinta, serta bentuk tulisan, dalam perjalanan waktu semenjak diciptakannya sampai saat ini telah mengalami perubahan atau bahkan kerusakan, baik karena faktor waktu maupun karena faktor kesengajaan dari para penyalinnya. Gejala demikian itu terbaca pada munculnya variasi bacaan dalam karya tulisan dari masa lampau. Filologi pada intinya mengkaji teks klasik melalui penggarapan naskah. Tujuan kajian teks klasik adalah mengenali secara sempurna dan menempatkan teks dalam konteks yang lebih luas, miasalnya pengetahuan tentang sejarah suatu bangsa. Secara umum filologi bertujuan 1) pemahaman terhadap kebudayaan suatu bangsa melalui hasil sastra baik lisan maupun tulis, 2) pemahaman makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya, 3) penangkapan nialai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan. Sedangkan secara khusus filologi menyunting sebuah teks yang paling dekat dengan teks asli. Selain itu bertujuan

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

14

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Filologi

Filologi dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan kebudayaan masa

lampau yang berupa tulisan. Studi atas karya tulisan masa lampau dilakukan karena

adanya anggapan bahwa dalam tulisan terkandung nilai-nilai yang masih relevan

dengan kehidupan masa kini (Wurianto, 2000). Karya-karya tulisan masa lampau

tersebut merupakan hasil peninggalan yang mampu menginformasikan buah

pikiran, perasaan dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang pernah

ada. Selain itu, sebagai produk masa lampau, bahan yang berupa kertas dan tinta,

serta bentuk tulisan, dalam perjalanan waktu semenjak diciptakannya sampai saat

ini telah mengalami perubahan atau bahkan kerusakan, baik karena faktor waktu

maupun karena faktor kesengajaan dari para penyalinnya. Gejala demikian itu

terbaca pada munculnya variasi bacaan dalam karya tulisan dari masa lampau.

Filologi pada intinya mengkaji teks klasik melalui penggarapan naskah.

Tujuan kajian teks klasik adalah mengenali secara sempurna dan menempatkan teks

dalam konteks yang lebih luas, miasalnya pengetahuan tentang sejarah suatu

bangsa. Secara umum filologi bertujuan 1) pemahaman terhadap kebudayaan suatu

bangsa melalui hasil sastra baik lisan maupun tulis, 2) pemahaman makna dan

fungsi teks bagi masyarakat penciptanya, 3) penangkapan nialai-nilai budaya lama

sebagai alternatif pengembangan kebudayaan. Sedangkan secara khusus filologi

menyunting sebuah teks yang paling dekat dengan teks asli. Selain itu bertujuan

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

15

mengungkap sejarah terjadinya teks, sejarah perkembangan dan pengungkapan

resepsi pembaca pada setiap kurun penerimaanya (Wurianto, 2000: 22).

Filologi adalah ilmu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas

dan mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan. Dilihat dari

kedudukan filologi, kedudukan filologi diantara ilmu-ilmu lain sangat erat,

khususnya keterkaitan dengan objek penelitian filologi, filologi memandang ilmu-

ilmu lain sebagai ilmu bantunya, sebaliknya ilmu-ilmu lain memandang filologi

sebagai ilmu bantunya. Ilmu-ilmu yang dipandang sebagai ilmu bantu filologi

antara lain linguistik, ilmu sastra, pengetahuan tentang Hindu, Budha, Islamologi,

sejarah kebudayaan, antropologi, dan folklor (Wurianto, 2000: 04-05). Ilmu filologi

mempunyai hubungan erat dengan kajin bahasa, sastra, dan kebudayaan.

Mazhab filologi baru merekomendasikan metode diplomatik dalam

penelitian filologi yang dilakukan dengan cara menampilkan teks apa adanya, tanpa

ada koreksi teks emendation dari peneliti sama sekali. Sementara mazhab filologi

baru, ada mazhab filologi tradisional yang beranggapan bahwa jika terdapat variasi

bacaan dalam sebuah salinan, maka telah terjadi kesalahan dan kekeliruan errors

dari penyalin yang mutlak harus diluruskan, sehingga manuskrip yang

menggandung kesalahan tersebut disebut sebagai manuskrip yang rusak corrupt.

Meskipun demikian, sebagian pengkaji yang lain berpendapat bahwa variasi bacaan

yang terdapat dalam salinan naskah manuskrip merupakan sebuah kreasi penyalin

sesuai dengan konteks ruang dan waktunya masing-masing.

Dengan demikian, filologi tradisional memiliki kecenderungan untuk

berusaha menemukan bentuk mula teks, atau setidaknya merekonstruksi teks agar

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

16

terbentuk sedekat mungkin aslinya, sedangkan filologi modern lebih mengarahkan

hasil kerjanya untuk menemukan makna kreasi penyalin seperti tampak dalam versi

teks yang dijumpainya. Ilmu filologi mengasumsikan bahwa dalam benda cagar

budaya yang disebut naskah itu tersimpan beraneka ragam informasi menyangkut

buah pikiran, perasaan, kepercayaan, adat-istiadat, kegiatan sehari-hari, ajaran dan

berbagai informasi lainnya yang terkait sebuah masyarakat tertentu pada masa

lampau. Namun seiring dengan perkembangannya, filologi diartikan sebagai ilmu

tentang pengetahuan yang pernah ada, ilmu sastra, sastra tinggi dan studi teks

(Hidayatullah, 2015: 29).

2.2 Naskah

Filologi mengkaji informasi masa lalu melalui naskah yang ada. Umumnya

naskah lama tertulis dalam bentuk tulisan tangan. Oleh sebab itu objek penelitian

filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan

perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Naskah adalah sebuah bentuk

karya tulis yang berupa bahan baik kertas, buku, atau sejenisnya. Jadi naskah

merupakan benda konkrit yang dapat dilihat atau dipegang. Semua naskah yang

berupa bahan tulisan tangan itu disebut handscript atau manu-script. Dalam

bentuknya yang asli umumnya naskah lama Indonesia ditulis di atas media berupa

“Dhluwang” yaitu kertas Jawa dari kulit kayu, diatas “ron-tal/lonta” biasanya pada

naskah yang berasal dari Bali atau Lombok. Baru setelah pengaruh Eropa pada abad

ke-18 dan 19 naskah lama Indonesia ditulis di atas kertas Eropa (Wurianto, 2000:

11-12).

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

17

Kesadaran bahwa manuskrip atau naskah kuno merupakan sumber

pengetahuan yang paling otentik tentang jati diri umat manusia dan latar budaya

yang dimiliki pendahulunya dapat diwujudkan dalam usaha untuk menjaga,

mengkaji, dan melestarikannya (Jabali dalam Amin, 2011: 89). Dalam kosakata

bahasa Indonesia secara umum, kata naskah digunakan tidak terbatas pada

dokumen tulis tangan saja melainkan bisa mencakup dokumen cetak lainnya.

Dalam konteks penerbitan, kata naskah dan manuskrip juga sering digunakan

untuk menyebut sebuah draft buku yang diserahkan ke penerbitan dan siap untuk

dicetak. Dalam kajian filologi, kata naskah dan manuskrip digunakan secara

bergantian dengan pengertian yang sama, yaitu dokumen tulisan tangan kuno.

Pada dasarnya pengertian naskah tidak dibatasi oleh kandungan isinya, ia

biasanya berisi paparan teks dalam berbagai bidang yang sangat luas, angka-angka

matematis, peta, ilustrasi gambar atau foto, dan lain-lain. Sebuah naskah

beriluminasi biasanya merupakan gabungan indah dari teks, gambar, hiasan

pinggir, kaligrafi huruf, atau ilustrasi sepenuh halaman (full-page illustrations).

Pada masa lalu, terutama sebelum ditemukan mesin cetak, semua dokumen

dihasilkan melalui tulisan tangan, baik berbentuk gulungan (scroll) papirus atau

buku (codex) pada masa berikutnya. Nama tempat di mana naskah-naskah klasik

disalin oleh para juru tulis disebut skriptorium (scriptorium) atau skriptoria (bentuk

jamak).

Pada awalnya, skriptorium biasa digunakan untuk menunjuk pada ruangan di

dalam biara pada zaman pertengahan Eropa yang ditujukan untuk menyalin manuskrip

oleh penulis monastik. Revolusi besar-bearan di bidang penggandaan naskah terjadi

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

18

pada tahun 1440 ketika Johansen Gutenberg dari Jerman berhasil menemukan mesin

cetak. Gutenberg berhasil membangun sebuah piranti mesin cetak yang belakangan

berhasil menyempurnakan teknik percetakan aneka dokumen dengan memanfaatkan

perkembangan teknologi pada waktu itu. Oleh karena itu, sebuah dokumen yang

awalnya hanya dapat digandakan secara manual dengan kecepatan puluhan halaman

perhari, kini berubah drastis menjadi ribuan halaman perhari berkat teknologi mesin

cetak. Tentu saja perkembangan mesin cetak ini tidak serta merta menggantikan tradisi

penyalinan dengan tulis manual, karena di Eropa sendiri biaya percetakan masih

dianggap mahal pada awal penemuannya.

Dalam konteks naskah-naskah keilmuan Islam, termasuk yang beredar di

Nusantara, karya-karya yang beredar dalam bentuk syarh dan hasyiyah ini

tergolong sangat banyak dan lazim, sehingga kajian filologis naskah-naskah

keagamaan Islam tersebut tidak lagi bisa dibatasi hanya dengan menyebutnaskah

dan teks saja, melainkan juga harus diperkaya dengan istilah ‘matan‘, syarh

(gloses) dan hasyiyah (commentaries). Bahkan sejumlah katalog naskah dan juga

kitab cetak beberapa waktu terakhir telah disusun dengan mempertimbangkan

keterkaitan antarteks matan, syarh, dan hasyiyah.

Pengumpulan secara fisik tidaklah cukup untuk pemeliharan naskah-naskah

yang memiliki pengetahuan tentang ide, pikiran dan perasaan yang terkandung di

dalamnya (Ikram, 1997: 33). Oleh karena itu, sebagai benda cagar budaya,

keberadaan manuskrip telah dilindungi oleh undang-undang. Hal ini telah

dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 bahwa benda-benda

cagar budaya adalah benda-benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

19

yang berupa kesatuan atau kelompok atau bagian-bagian atau sisa-sisa yang

berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya

yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun

serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan

kebudayaan (Ahmad Rahman dalam Sairi, 2005: 12). Dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya kembali

ditegaskan bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa

Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs

Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu

dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu

pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan.

2.3 Teks

Naskah perlu dibedakan dengan teks, karena kekeliruan membedakan dan

memahaminya keduanya akan mengakibatkan kerancuan dalam setiap

pembahasan. Teks berarti kandungan atau subtansi naskah. Sebuah naskah apabila

dibaca terdapat teks yang dapat dipahami isinya. Teks mengacu kepada kandungan

pada naskah yang bersifat abstrak. Teks terdiri dari isi, yaitu ide-ide atau amanat

yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca (Wurianto, 2000: 13). Jika

naskah mengacu pada bundel fisik dokumen kuno yang sedang kita diskusikan,

maka teks adalah hal yang terkandung dalam dokumen tersebut. Sebuah naskah bisa

jadi mengandung satu atau lebih teks, bahkan bisa berisi topik atau bidang keilmuan

yang sama sekali berbeda satu sama lainnya. Hal ini sangat memungkinkan karena

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

20

pada masa lalu seseorang memiliki bundel naskah yang belum ditulisi terlebih

dahulu, sebelum membubuhkan dokumen atau informasi apapun yang mereka

miliki dan ingin mereka abadikan dalam bentuk tulisan.

Adanya aksara yang digunakan dalam penulisan teks merupakan tanda

kemajuan dari masyarakat penutur bahasa tersebut. Hal itu karena tulisan

merupakan perwujudan dari kehendak, keinginan, serta pemikiran dari penulisnya.

Untuk bisa menulis, di samping memiliki pengetahuan tentang tulisan (aksara)

sebagai lambang bahasa bunyi, juga diperlukan khazanah pengetahuan sehingga

dapat dikatakan bahwa masyarakat yang memiliki tulisan adalah masyarakat yang

berbudaya (Yazidi, 2013: 50).

Khusus dalam tradisi tulisan dan intelektual Arab-Islam, teks juga

dibedakan lagi menjadi matan (matn), komentar (syarh), dan penjelasan (hasyiyah)

(Faturahman, 2015: 7-8). Matan adalah teks dasar utama dalam sebuah naskah yang

dalam beberapa kasus, menjadi landasan bagi seorang pengarang, bisa penulis

matan itu sendiri atau orang lain, untuk menulis karya berupa syarh atau hasyiyah

atasnya. Umumnya, syarh atau hasyiyah ditulis karena pengarang merasa bahwa

cakupan diskusi yang terdapat dalam matan dirasa kurang memadai, terutama bagi

kelompok pembaca tertentu yang membutuhkan penjelasan lebih terperinci dan

mendalam.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

21

2.4 Fungsi Teks

Teks terdiri dari beberapa kata bahkan milyaran kata yang tertulis dalam

sebuah naskah klasik yang berisi cerita yang panjang. Kata menunjuk sesuatu

yang abstrak, karena teks terdiri dari kata-kata maka teks juga dikatakan sebagai

sesuatu yang abstrak. Isi teks tersebut sangat beraneka ragam yang mencerminkan

dinamika setiap budaya itu sendiri sesuai dengan budaya masing-masing tempat

teks itu berasal. Teks dapat berupa karya sastra, penuangan gagasan penulis, ilmu

pengetahuan, dan hal-hal yang dapat dituliskan (Sudardi, 2003: 10-11).

Setiap ungkapan bahasa pada sebuah teks, mengacu kepada sesuatu seperti

sistem tanda dan makna bahasa yang memiliki fungsi. Apa yang diacu oleh teks

merupakan bagian gambaran mengenai dunia yang ada dalam angan-angan. Pesan

tersebut berkaitan dengan pikiran, perasaan, gagasan segala sesuatu yang ada.

Bagian ini dinamakan konteks pesan. Hal ini bukan berarti isi teks bersifat nyata

dan teksnya bersifat realistis, tetapi bahwa setiap isi hanya dapat dimengerti jika

hal tersebut ditempatkan dalam sebuah konteks. Kejadian-kejadian fantastis dalam

sebuah dongeng itu tidak bisa terjadi dalam kenyataan, namun unsur-unsurnya

berkaitan dengan pengertian mengenai kenyataan (Luxemburg dkk, 1986: 91).

Fungsi sebuah teks adalah keseluruhan sifat yang bersama-sama menuju

tujuan yang sama serta bagaimana dampaaknya. Menurut Jacobson (dalam

Surastina, 2018: t.hl) teks berfungsi sebagai pesan dalam sebuah komunikasi.

Tindak komunikasi sendiri ditentukan oleh lima faktor, di antaranya adalah a)

pemancar dan penerima yang menulis teks dengan tujuan tertentu. Adapun

penerima adalah si pembaca yang menerima pesan dan memiliki maksud tertentu

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

22

(terhibur dan sebagainya), b) pesan sejumlah tanda yang menunjukkan makna-

makna seperti pikiran, perasaan, dan ide-ide yang disampikan, c) konteks

keterkaitan antara suatu pesan dengan suatu kenyataan (tentang sesuatu yang ada

atau yang mungkin ada). Konteks merupakan kenyataan yang diacu oleh pesan,

walaupun itu seperti dalam dongeng fantasy (tidak ada dalam kenyataan), unsur-

unsurnya tetap berkaitan dengan kenyataan yang menjadi pesan, dan daat

dimengerti bila dietempatkan dalam sebuah konteks, d) kode perwujudan dari

pesan, yaitu tanda-tanda (lambang) yang memiliki sistem (mempunyai kaidah-

kaidah sebagai dasar atau alasan mengapa tanda menunjukkan isi pesan). Kode ada

dua macam, yaitu kode primer yang berupa bahasa dan kode sekunder yang berupa

struktur cerita bentuk matrik, prinsip dan jenis yang merupakan ciri, e) saluran

media yang menyalurkan pesan. Dalam sastra sendiri yang ada adalah bahasa.

Bahasa merupakan penyalur pesan, dimana pesan tidak akan tersampaikan jika

bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan konteks sastra tersebut.

Karya-karya tulis yang diamanfaatkan untuk menyampaikan ajaran Agama

Islam penciptaannya melalui modifikasi, manulasi, atau menyesuaian mengikuti

ajaran yang akan disampaikan. Peran dan fungsi karya-karya masa lampau yang

sarat nilai filologi bagi masayrakat cukup besar. Keharmonisan hidup

bermasyarakat terbina berkat etika hidup yang dibawa oleh Agama Islam (Taib

Osman dalam Widyastuti, 2011), mengemukakan bahwa para Penulis Melayu pada

waktu itu menggunakan karya-karya tulis dengan jalan tidak melibas dan

menggantikannya dengan karya-karya yang tegas-tegas Islami, tetapi dengan penuh

kebijaksanaan menggunakan wahana yang telah ada. Beberapa ide yang

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

23

ditampilkan dalam karya-karya tulis Melayu bernuansa Islam ini di samping yang

jelas-jelas memperlihatkan ajaran sangat penting bagi penyampaian ajaran Agama

Islam sesuai dengan selera masyarakat pada waktu itu. Ide-ide yang disampikan

dala karya-karya tersebut berpusat pada ajaran, yang teruta ajaran tentang Allah dan

hakikat serta kekuasaanya. Karena itulah yang menjadi esesnsi doktrin Islam.

Demikian pula, ide yang tertuang dalam katya-karya tersebut terutama dalam ajaran

etika dan moral (Widyastuti, 2011).

2.5 Penggarapan Naskah

a) Transliterasi

Transliterasi adalah proses penggantian huruf atau pengalihan huruf demi

huruf dari satu abjad ke abjad yang lain. Transliterasi juga dapat diartikan sebagai

pemindahan, pengalihan, atau pengubahan tata tulis yang menggunakan aksara

Latin, tanpa mengubah bahasa, dengan tujuan mempermudah pembacaan naskah.

Seperti dari huruf pada bahasa Melayu Jawi (Arab), Jawa, Sansekerta dan huruf-

huruf lainnya ataupun mengubah dari satu ejaan ke ejaan lain. Sebagaimana tugas

filolog adalah menjadikan teks dapat dibaca oleh masyarakat pada masanya. Dalam

kasus tulisan-tulisan lama yang pada masa sekarang sudah tidak banyak dikenal lagi

oleh masyarakat, maka transliterasi ini sangat membantu (Hidayatullah, 2015: 34).

Dengan kata lain, transliterasi juga sangat penting untuk memperkenalkan teks-teks

lama yang tertulis dengan aksara daerah. Kegiatan transliterasi perlu diikuti oleh

pedoman penulisan yang berhubungan dengan penulisan dan pembagian kata,

ejaan, dan tanda baca (Wurianto, 2000: 10).

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

24

Pada umumnya, teks-teks kuno ditulis tanpa memperhatikan unsur-unsur

tata tulis (pungtuasi) yang merupakan kelengkapan wajib pemahaman teks. Hal ini

disebabkan pengaruh tradisi lisan dan gaya penceritaan yang mengalir seperti

halnya gaya tuturan saat dibacakan pada peristiwa-peristiwa tertentu untuk dihayati

dan dinikmati bersama (Wurianto, 2000: 10). Dalam hal ini, konsistensi filolog

mutlak diperlukan, sehingga tidak membingungkan pembaca nantinya, apabila

terdapat kaidah transliterasi yang bermacam-macam maka hendaklah memilih dari

kaidah-kaidah yang digunakan. Hal yang harus diperhatikan adalah fenomena

penerbitan edisi dengan transliterasinya saja dengan meninggalkan huruf teks lama

yang kanannya tidak banyak orang mengetahui hendaknya dihindari, sehingga

dalam penerbitan tetap menggunakan edisi teks aslinya dan menerbitkan edisi

transliterasinya. Hal ini disebabkan karena tulisan tersebut adalah satu bentuk

peninggalan budaya yang penting untuk dijaga dan dilestarikan karena kandungan-

kandungan yang terdapat di dalamnya memperlihatkan tentang kesinambungan

dengan ekspresi kehidupan masa kini (Supriadi, 2011: 31). Selain itu, biasanya

sebagai bukti perkembangan suatu bahasa seperti kasus huruf Melayu Jawi. Huruf

ini adalah satu bentuk kebudayaan nusantara yang menunjukkan hubungan antara

peradaban Melayu dengan peradaban Islam.

Berdasarkan pedoman, transliterasi harus mempertahankan ciri-ciri teks asli

sepanjang hal itu dapat dilaksanakan, karena pada proses pengalihan aksara

samapai penafsiran teks yang bertanggung jawab sangat membantu pembaca dalam

memahami isi teks. Pengalihaksaraan naskah merupakan kegiatan penggarapan

naskah tahap awal, yang dalam penggarapannya tidak kurang mendapatkan

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

25

hambatan dan rintangan. Hambatan itu diantaranya, karena teks naskah kuno ditulis

tanpa memperhatikan spasi antar kata, ejaan, dan fungtuasi yang kadang jarang

diperhatikan, sebab tulisan-tulisan lama (seperti huruf Pegon) tidak mengenal huruf

besar atau kapital dan juga huruf kecil, pemakaian tanda petikan langsung, tanda

titik, juga koma sesuai dengan fungsinya secara umum.

b) Terjemahan

Terjemahan adalah proses menjadikan sebuah bahasa dapat dipahami oleh orang

yang tidak mengenal bahasa aslinya. Upaya terjemahan ini dilakukan untuk menjadikan

teks tersebut tepat pada masanya, seperti diterjemah dari bahasa jawa kepada bahasa

Indonesia, Inggris atau juga sebaliknya dengan melihat perkembangan masa bahasa

tersebut. Proses penerjemahan ini memiliki seninya tersendiri karena tidak semua orang

mampu memberikan suatu terjemahan yang bagus dan tepat.

Menurut Hidayatullah (2015: 35), ada beberapa cara untuk menerjemahkan

suatu teks, diantaranya yaitu:

a. Terjemahan secara harfiah yaitu menerjemahkan secara tekstual mengikuti

kosakata yang terdapat dalam teks atau menerjemahkan kata demi kata.

b. Terjemahan agak bebas yaitu menerjemahkan ide yang terkandung dalam

teks dengan tidak terlalu terikat dengan kosakata teks. Akan tetapi, di sini

penerjemah harus menguasai bahasa teks dan juga bahasa yang akan

digunakan untuk menerjemahkan teks.

c. Terjemahan yang sangat bebas yaitu menerjemahkan dengan bebas

melakukan perubahan yang terdapat dalam teks.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

26

Menerjemahkan sebenarnya adalah pengalihan makna bahasa sumber ke

dalam bahasa sasaran dengan mengungkapkan kembali di dalam bahasa sasaran

dengan bentuk-bentuk bahasa sasaran yang mengandung makna yang sama dengan

makna bentuk-bentuk bahasa sumber tersebut. Menerjemahkan dapat pula berarti

mengalihkan makna yang terdapat dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran

dan mewujudkannya kembali di dalam bahasa sasaran dengan bentuk-bentuk yang

sewajar mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa sasaran

(Simatupang, 1999: 2). Menurut Larson (dalam Simatupang, 1999: 3), untuk

memperoleh terjemahan yang terbaik, terjemahan haruslah: (a) memakai bentuk-

bentuk bahasa sasaran yang wajar, (b) mengomunikasikan sebanyak mungkin

makna bahasa sumber, (c) mempertahankan dinamika teks sebagai sumber.

c) Tekstologi

Tekstologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk teks (isi teks)

misalnya gagasan yang hendak disampaikan oleh pengarang dalam bentuk cerita

sebagai pembungkusnya. Tekstologi berkaitan denga penafsiran dan pemahaman

teks serta penyuntingan teks secara kritis/ilmiah. Tekstologi merupakan pengetauan

yang menyelidiki sejarah teks suatu karya. Salah satu penerapanya adalah adanya

edisi ilmiah teks yang bersangkutan (Wurianto, 2000: 15).

Pada penelitian sebuah teks, harus didahulukan dari penyuntingannya

karena dalam penelitian, sebuah teks harus dilihat sebagaian kajian keseluruhan.

Secara metodis, perubahan yang ada haruslah dicermati secara sadar, misalnya

ketika adanya perubahan ideologi, artistik, maupun psikologisnya harus

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

27

didahulukan pengkajiannya daripada pengkajian terhadap perubahan mekanis.

Dengan demikian, pengkaji filologi harus mengetahui bahwa rekonstruksi

peradaban keilmuan dan sastra telah diciptakan pada pada masa lalu, tetapi tidak

semua naskah dapat diselamatkan sampai sekarang (Wurianto, 2000: 16).

Teks dapat terdiri dari beberapa kata, namun dapat pula terdiri miliyaran

kata tertulis dalam sebuah naskah yang berisi cerita yang panjang. Kata sebenarnya

menunjukkan sesuatu yang abstrak karena teks naskah terdiri dari kata-kata, maka

teks juga merupakan sesuatu yang abstrak. Isi teks tersebut beraneka ragam yang

mencerminkan dinamika budaya bangsa yang dimiliki. Teks dapat berupa karya

sastra, penuangan ide-ide/gagasan, cita-cita, ilmu pengetahuan, atau singkatnya

dapat berupa segala hal yang dapat dituliskan (Surdardi dalam Sairi: 2005: 22).

Setiap ungkapan bahasa, termasuk sebuah teks, mengacu kepada sesuatu.

Hal yang diacu oleh teks merupakan bagian gambaran mengenai dunia yang ada

dalam angan-angan kita. Pesan itu kita kaitkan dengan sebagian pikiran, perasaan,

dan ide-ide mengenai segala sesuatu yang ada atau mungkin dapat ada. Bagian

tersebut dinamakan kontes pesan. Hal ini bukan berarti bahwa isi teks bersifat riil

sedangkan teksnya realistis, tetapi ini berarti bahwa setiap isi hanya dapat

dimengerti jika hal tersebut ditempatkan dalam sebuah konteks. Kejadian-kejadian

fantastis dalam sebuah dongeng tidak dapat terjadi dalam kenyataan, tetapi unsur-

unsurnya berkaitan dengan pengertian mengenai kenyataan (Luxemburg dkk, 1989:

91).

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

28

2.6 Nilai-nilai Religius

Nilai atau value (bahasa Inggris) atau valaere (bahasa Latin) yang berarti

berguna, mampu akan, berdaya, berlaku dan kuat. Nilai merupakan kualitas suatu

hal yang dapat menjadikan hal itu disukai, diinginkan, berguna, dihargai dan dapat

menjadi objek kepentingan. Menurut Steeman (dalam Sjarkawi, 2008: 29) nilai

adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai tindakan

seseorang. Nilai menjadi pengarah, pengendali dan penentu perilaku seseorang.

Kata dasar religius berasal dari bahasa latin religare yang berarti

menambatkan atau mengikat. Dalam bahasa Inggris disebut dengan religi dimaknai

dengan agama. Dapat dimaknai bahwa agama bersifat mengikat, yang mengatur

hubungan manusia dengan Tuhan-nya. Dalam ajaran Islam hubungan itu tidak

hanya sekedar hubungan dengan Tuhan-nya akan tetapi juga meliputi hubungan

dengan manusia lainnya, masyarakat atau alam lingkungannya (Asmuni, 1997: 2).

Menurut Alim (2011: 10) dari segi isi, agama adalah seperangkat ajaran yang

merupakan perangkat nilai-nilai kehidupan yang harus dijadikan barometer para

pemeluknya dalam menentukan pilihan tindakan dalam kehidupannya. Dengan kata

lain, agama mencakup totalitas tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari

yang dilandasi dengan iman kepada Allah, sehingga seluruh tingkah lakunya

berlandaskan keimanan dan akan membentuk sikap positif dalam peribadi dan

perilakunya sehari-hari. Religius ialah sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah

agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain (Fadillah, 2013: 190).

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

29

Religius merupakan penghayatan dan pelaksanaan ajaran agama dalam kehidupan

sehari-hari.

Nilai religius adalah nilai yang bersumber dari keyakinan keTuhanan yang

ada pada diri seseorang (Sjarkawi, 2008: 31). Dengan demikian nilai religius ialah

sesuatu yang berguna dan dilakukan oleh manusia, berupa sikap dan perilaku yang

patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-

hari.

Terdapat dua nilai dalam Islam yaitu nilai Illahiyah dan nilai Insaniyah. Nilai

Ilahiyah merupakan nilai yang erat kaitannya dengan ketuhanan. Sedangkan nilai

insaniyah berkaitan dengan kemanusiaan. Keduanya berhubungan dengan tingkah

laku manusia. Tetapi yang dimaksud nilai dalam hal ini adalah konsep yang berupa

ajaran-ajaran Islam, dimana ajaran Islam itu sendiri merupakan seluruh ajaran Allah

yang bersumber Al-Qur’an dan Sunnah yang pemahamannya tidak terlepas dari

pendapat para ahli yang telah lebih memahami dan menggali ajaran Islam (An-

Nahlawi, 1989: 27).

Menurut Muhammad (2004:49) sebagai agama wahyu terakhir agama Islam

merupakan satu sistem aqidah dan syariah serta akhlak yang mengatur hidup dan

kehidupan manusia dalam berbagai hubungan. Agama Islam tidak hanya mengatur

hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat termasuk dengan diri

manusia itu sendiri, akan tetapi juga dengan alam sekitarnya/lingkungan hidup. Jika

menelaah kembali pengertian pendidikan Islam, terdapat nilai-nilai yang

terkandung di dalamnya, dan ini merupakan materi-materi yang ada di dalam

pendidikan islam yaitu: a) Nilai Aqidah (keyakinan) berhubungan secara vertikal

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

30

dengan Allah SWT (Hablun Min Allah) b) Nilai Syari’ah (pengamalan)

implementasi dari aqidah hubungan horizontal dengan manusia (Hablun Min an-

Naas) c) Nilai Akhlaq (etika vertikal horizontal) yang merupakan aplikasi dari

aqidah dan muamalah.

2.6.1 Nilai Aqidah

Menurut Hidayat, dkk (Hidayat dkk dalam Santi, 2013: 446) aqidah

menurut bahasa berasal dari kata al-aqdu yang berarti ikatan, at-tausiqu yang berarti

kepercayaan, dan ar-robtu biquwwah yag berarti mengingatkandengan kuat.

menurut KBBI aqidah merupakan keyakinan pokok atau kepercayaan dasar. aqidah

islam menurut istilah merupakan ajaran mengenai kepercayaan yang kuat terhadap

ajaran islam yang meliputi percaya kepadan Allah SWT dan segala ajaran-Nya

(Santi, 2013: 446).

Agama Islam sebagaimana telah disebutkan itu mencakup aqidah dan

syari’ah. Dan telah kami tunjukan sedikit tentang syari’atnya dan telah kami

kemukakan rukun-rukunnya yang dianggap sebagai dasar syari’atnya. Adapun

aqidah Islam, maka dasar-dasarnya ialah iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-

kitab-Nya, Rasul-rasulNya, hari akhir dan takdir baik dan takdir buruk.

Aqidah atau keyakinan merupakan landasan pokok bagi seorang beragama.

dengan keyakinan tersebut seseorang akan mematuhi atau menjauhi larangan yang

telah diberikan oleh Allah SWT (Fajri, 2009: t.hl). Aqidah merupakan aqaid yakni

beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh hati mendatangkan

ketentraman jiwa menjadi keyakinan yang tidak tercampuri dengan keraguan. Jadi

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

31

dapat diambil kesimpulan aqidah merupakan keyakinan dalam keagamaan yang

dianut oleh manusia dan menjadi pedoman segala bentuk aktivitsa, sikap,

pandangan, dan pegangan hidup.

2.5.2. Nilai Syariah

Menurut Nurlela (dalam Darmawi, 2018: 428), syariah adalah ketentuan

Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah secara vertikal, mengatur

hubungan manusia sesama manusia dan hubungan manusia dengan makhluk

lainnya secara horizontal. Menurut Nasrul dkk (dalam Darmawi, 2018: 428),

syariah adalah ketentuan-ketentuan Allah SWT yang mengatur tentang suatu

perbuatan yang akan dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya oleh seseorang serta

tujuan dari perbuatan itu, baik dalam bentuk ibadah khusus maupun ibadah umum.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu syariah adalah

ilmu yang mengkaji tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan antara

manusia dengan penciptanya dan antara sesama manusia dan makhluk lainnya.

Menurut Darmawi (2028), Hukum-hukum ini aspek pembahasannya dibagi

menjadi: thaharah, shalat, puasa, zakat, dan haji, dan lain sebagainya.

a) Thaharah

Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’

thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan

mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

32

dan menghilangkan najis (Anwar, 1987: 9). Thaharah secara umum. Dapat

dilakukan dengan empat cara berikut 1) Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan

kelebihan-kelebihan yang ada dalam badan 2) Membersihkan anggota badan dari

dosa-dosa 3) Membersihkan hati dari akhlak tercela 4) Membersihkan hati dari

selain Allah. Cara yang harus dipakai dalam membersihkan kotoran hadas dan najis

tergantung kepada kuat dan lemahnya najis atau hadas pada tubuh seseorang. Bila

najis atau hadas itu tergolong ringan atau kecil maka cukup dengan membersihkan

dirinya dengan berwudhu. Tetapi jika hadas atau najis itu tergolong besar atau berat

maka ia harus membersihkannya dengan cara mandi janabat, atau bahkan harus

membersihkannya dengan tujuh kali dan satu di antaranya dengan debu. Kebersihan

dan kesucian merupakan kunci penting untuk beribadah, karena kesucian atau

kebersihan lahiriah merupakan wasilah (sarana) untuk meraih kesucian batin.

b) Najis

Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan, sedangkan menurut

istilah adalah sesuatu yang haram seperti perkara yang berwujud cair (darah,

muntah muntahan dan nanah), setiap perkara yang keluar dari dubur dan qubul

kecuali mani. Untuk melakukan kaifiat mencuci benda yang kena najis, terlebih

dahulu akan diterangkan bahwa najis terbagi atas tiga bagian: 1) Najis mugallazah

(tebal), yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh tujuh

kali, satu kali di antaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur dengan

tanah. 2) Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kencing anak Iaki-Iaki yang belum

memakan makanan apa-apa selain susu ibu saja (Tasman, 2010: 22). Mencuci

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

33

benda yang kena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada benda itu,

meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang belum memakan

apa-apa selain ASI, kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir di

atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagaimana

mencuci kencing orang dewasa.

c) Shalat

Shalat adalah rukun Islam yang kedua dan merupakan rukun yang sangat

ditekankan (utama) sesudah dua kalimat syahadat. Menrut Haryanto (2007: 59)

Telah disyari’atkan sebagai sesempurna dan sebaik-baiknya ibadah. Sedangkan

menurut Salim (2007: 77), Shalat ini mencakup berbagai macam ibadah: zikir

kepada Allah, tilawah Kitabullah, berdiri menghadap Allah, ruku’, sujud, do’a,

tasbih, dan takbir. Shalat merupakan pokok semua macam ibadah badaniah. Allah

telah menjadikannya fardhu bagi Rasulullah SAW sebagai penutup para rasul

pada malam Mi’raj di langit, berbeda dengan semua syari’at. Hal itu tentu

menunjukkan keagungannya, menekankan tentang wajibnya dan kedudukannya di

sisi Allah.

Terdapat sejumlah hadits berkenaan dengan keutamaan dan wajibnya shalat

bagi perorangan. Hukum fardhunya sangat dikenal di dalam Agama Islam. Barang

siapa yang mengingkari shalat, ia telah murtad dari Agama Islam. Ia dituntut untuk

bertobat. Jika tidak bertobat, ia harus dihukum mati menurut ijma’ kaum muslimin.

Shalat secara etimologis adalah do’a. Arti shalat secara terminologis adalah ucapan

dan perbuatan tertentu yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

34

Dinamakan demikian karena mengandung do’a. Orang yang melakukan shalat tidak

lepas dari do’a ibadah, pujian dan permintaan. Itulah sebabnya dinamakan shalat

(Salim, 2007).

Menurut Mahalli (2003: 152), shalat memiliki syarat-syarat yang tidak akan

menjadi sah, kecuali dengan syarat-syarat tersebut. Seseorang yang melakukan

shalat tanpa memenuhi syarat-syaratnya shalat, maka shalatnya tidak diterima, jika

tidak ada atau tidak ada sebagiannya, maka shalatnya tidak sah. Syarat-syarat

wajibnya shalat menurut al-Jazairi (2000: 301-302), Muslim, berakal, baligh, bersih

dari darah haid dan juga nifas.

Sholat memeliki beberapa hal yang dapat membatalkanya. Menurut Mahalli

(2003: 153) adapun hal-hal yang membatalkan sholat antara lain, 1) meninggalkan

salah satu rukun shalat dengan sengaja, 2) berhadas, baik terjadi sngaja maupun

tidak sengaja, 3) terkena najis baik badan, pakaian, atau tempat shalat, 4) dengan

sengaja berbicara yang bukan untuk kemashlahata shalat, 5) terbuka auratnya, 6)

mengubah niat, misalnya ingin memutuskan shalat, 7) banyak gerak yang bukan

merupakan gerakan dalam shalat, 8) membelakangi kiblat, 9) tertawa, 10)

mendahului imam dalam dua rukun shalat apalagi lebih, 11)Murtad, artinya ke;uar

dari agama Islam. Jika salah satu hal tersebut dilakukan dalam keadaan shalat, maka

shalat tersebut menjadi batal.

Menurut Mahalli (2003: 165-185), Rukun atau fardhu shalat adalah segala

perbuatan dan perkataan dalam shalat yang apabila di tiadakan, maka shalat tidak

sah. Dalam mazhab Imam Syafi'i shalat dirumuskan menjadi 13 rukun. Perumusan

ini bersifat ilmiah dan memudahkan bagi kaum muslimin untuk mempelajari dan

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

35

mengamalkannya. 13 rukun tersebut antara lain 1) niat 2) berdiri tegak bagi yang

kuasa, berdiri bisa duduk bagi yang lemah 3) takbiratul ihram 4) membaca al-

fatihah 5) ruku’ 6) bangkit dari ruku’ lalu i’tidal berdiri tegak seperti keadaan

semula 7) sujud 8) duduk di antara dua sujud 9) duduk tahiyat, 10) membaca

tasyahud, 11) membaca shalawat 12) mengucap salam 13) tertib.

d) Tayamum

Tayammum merupakan salah satu cara untuk bersuci yang sifatnya adalah

dlaruri dalam artian adanya tayammum adalah apabila bersuci dengan

menggunakan atau alat bersuci yang utama yaitu air tidak ada atau tidak bisa karena

adanya halangan maka bersucinya dengan cara tayammum. Tayammum menurut

bahasa adalah “menuju”, sedang menurut istilah ahli fiqh Tayammum adalah

menyampaikan atau mengusapkan debu yang suci ke muka dan kedua tangan

sebagai ganti dari wudlu atau mandi atau pengganti membasuh anggauta dengan

syarat-syarat husus (Rifa’i, 1978).

Menurut Rifa’i (1978: 103), Kata tayammum dalam kamus Idris al-

Marbawy diartikan menyengaja. Sedang menurut syara’ ialah menyengaja tanah

untuk penghapus wajah dan kedua tangan dengan maksud dapat melakukan shalat

dan ibadah lainnya. Tayammum merupakan istilah untuk menyatakan suatu

pekerjaan yang menggunakan debu pada wajah dan kedua tangan dengan syarat-

syarat tertentu. Tayammum adalah sengaja memakai tanah debu untuk mengusap

wajah dan kedua tangan dengan niat pembolehan shalat dan semacamnya.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

36

e) Shalat Mayit

Menurut Rifai, (1978: 103), jenazah (Mayat atau Jasad) adalah orang yang

telah meninggal dunia. Setelah proses pengurusan jenazah, termasuk di dalamnya

memandikan, mengkafani, dan menyolatkannya, atau proses lainnya berdasar

ajaran agama masing-masing, biasanya mayat dikuburkan atau dikremasi (dibakar).

Proses pengurusan jenazah ini biasanya dilakukan oleh keluarga Jenazah dengan

dukungan pemuka agama.

Shalat Jenazah adalah jenis salat yang dilakukan untuk jenazah muslim.

Setiap muslim yang meninggal baik laki-laki maupun perempuan wajib dishalati

oleh muslim yang masih hidup. Shalat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah

shalat yang dilakukan umat Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia.

Hukum melakukan shalat jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila

sebagian kaum muslimin telah melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim

yang meninggal dunia, maka tidak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya

untuk melaksanakan pengurusan jenazah tersebut.

f) Haid dan nifas

Haid secara bahasa adalah mengalirnya sesuatu. Kata haid tanpa berasal dari

kata ḥaḍa-ḥaiḍan yang diartikan dengan keluarnya darah dalam waktu dan jenis

tertentu. Berbeda dengan pernyataan di atas, kata ḥaḍa dan ḥasya mempunyai arti

yang sama yaitu mengalir dan menempel. Secara syara‟, haid adalah darah yang

keluar dari rahim perempuan dalam keadaan sehat dan tidak karena melahirkan atau

sakit pada waktu tertentu (Abdillah, 2010).

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

37

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta

sampai dengan 6 minggu (42 hari). Masa nifas (puerperium) adalah masa yang

dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali

seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira

6 minggu (Sulistyawati, 2015).

Masa nifas disebut juga masa post partum atau peurperium adalah masa atau

waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam

minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan

dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain

sebagainya yang berkaitan saat melahirkan (Suherni dkk, 2009 : 1)

Menurut Prawirohardjo (2008 : 122), masa nifas (puerperium) dimulai

setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

keadaan sebelum hamil. Jadi dapat disimpulkan masa nifas adalah masa dimana

setelah bayi dan plasenta lahir sampai organ-organ kandungan pulih seperti

sebelum hamil dengan waktu kurang lebih sekitar enam minggu.

g) Nikah

Menurut kamus Bahasa Indonesia, Perkawinan berasal dari kata “kawin”,

yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan

hubungan kelamin atau bersetubuh. Menurut Ghazaly (2006: 7), perkawinan

disebut juga “pernikahan” berasal dari kata “nikah” yang menurut bahasa artinya

mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh. Kata

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Filologi

38

“nikah” sendiri diergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk akad nikah

(Ghazaly, 2006).

Perkawinan atau pernikahan dalam fikih berbahasa Arab disebut dengan dua

kata, yaitu nikah dan zawaj. Menurut fiqih, nikah adalah salah satu asas pokok

hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Nikah

adalah akad yang menggunakan lafaz nikah yang bermakna tajwiz dengan maksud

mengambil manfaat untuk bersenang-senang. Perkawinan adalah suatu perjanjian

yang kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki

dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santunmenyantuni,

kasih-mengasihi, tentram dan bahagia.

Basyir (2000: 86), menyatakan bahwa tujuan perkawinan dalam Islam

adalah untuk memenuhi tuntutan naluri hidup manusia, berhubungan dengan laki-

laki dan perempuan, dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga sesuai ajaran

Allah dan Rasul-Nya. Tujuan perkawinan dalam Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam

yaitu untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan

rahmah (keluarga yang tentram penuh kasih sayang).