16
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan Pertumbuhan industri menjadi salah satu faktor penting dalam keberhasilan ekonomi masyarakat moderen di era globalisasi ini. Bahkan, karena dalam posisi pembangunannya yang cukup sentral membuat perkembangan industri menjadi sangat masif dan menjadi dasar bagi peningkatan kemakmuran suatu negara. Hingga saat ini setiap kebutuhan manusia akan barang dan jasa bergantung pada sektor industri. Oleh karena itu, perlu adanya sebuah rancangan untuk menuntun proses produksi pada perusahaan agar tercipta sebuah ekosistem industri yang baik dan ramah lingkungan. Agar pembangunan industri terus berkembang dan berkelanjutan dalam jangka panjang, maka harus ada perubahan pada kualitas pembangunan tersebut. Secara umum kegiatan industri haruslah dilakukan secara efisien, terutama dalam penggunaan sumber daya supaya dapat menghasilkan pencemaran atau limbah industri yang lebih sedikit, dan lebih berdasar pada penggunaan sumber daya yang dapat diperbarui, dan meminimalkan dampak negatif terhadap manusia beserta lingkungan. Kualitas lingkungan bisa diartikan juga dengan kualitas hidup, yaitu jika kualitas sebuah lingkungan baik maka secara tidak langsung maka kualitas hidup manusia berkembang menjadi lebih baik. Dengan begitu dapat diketahui bahwa perkembangansuatu industri haruslah berjalan secara bersinergis dengan lingkungan. Hal ini juga dicantumkan pada Undang Undang Dasar No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup Pasal 1 ayat 2 yang menyatakan bahwa perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup merupakan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi dari lingkungan hidup untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan pada lingkungan hidup yang meliputi pencemaran, pengendalian, pemeliharaan dan penegakan hukum.

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

Pertumbuhan industri menjadi salah satu faktor penting dalam keberhasilan

ekonomi masyarakat moderen di era globalisasi ini. Bahkan, karena dalam posisi

pembangunannya yang cukup sentral membuat perkembangan industri menjadi

sangat masif dan menjadi dasar bagi peningkatan kemakmuran suatu negara.

Hingga saat ini setiap kebutuhan manusia akan barang dan jasa bergantung pada

sektor industri. Oleh karena itu, perlu adanya sebuah rancangan untuk menuntun

proses produksi pada perusahaan agar tercipta sebuah ekosistem industri yang baik

dan ramah lingkungan.

Agar pembangunan industri terus berkembang dan berkelanjutan dalam

jangka panjang, maka harus ada perubahan pada kualitas pembangunan tersebut.

Secara umum kegiatan industri haruslah dilakukan secara efisien, terutama dalam

penggunaan sumber daya supaya dapat menghasilkan pencemaran atau limbah

industri yang lebih sedikit, dan lebih berdasar pada penggunaan sumber daya yang

dapat diperbarui, dan meminimalkan dampak negatif terhadap manusia beserta

lingkungan. Kualitas lingkungan bisa diartikan juga dengan kualitas hidup, yaitu

jika kualitas sebuah lingkungan baik maka secara tidak langsung maka kualitas

hidup manusia berkembang menjadi lebih baik.

Dengan begitu dapat diketahui bahwa perkembangansuatu industri haruslah

berjalan secara bersinergis dengan lingkungan. Hal ini juga dicantumkan pada

Undang Undang Dasar No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan

Lingkungan Hidup Pasal 1 ayat 2 yang menyatakan bahwa perlindungan dan

pengolahan lingkungan hidup merupakan upaya sistematis dan terpadu yang

dilakukan untuk melestarikan fungsi dari lingkungan hidup untuk mencegah

terjadinya pencemaran dan kerusakan pada lingkungan hidup yang meliputi

pencemaran, pengendalian, pemeliharaan dan penegakan hukum.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

5

2.2 Pengukuran Kinerja

Menurut Whittaker, dalam vanany (2009) pengukuran kinerja merupakan

alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan

keputusan dan akuntabilitas. Disamping itu, pengukuran kinerja juga digunakan

untuk memberi gambaran mengenai sejauh mana keberhasilan atau kegagalan suatu

organisasi perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang telah

dilaksanankan oleh perusahaan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah di

tetapkan.

Neely dan Kennerly (2000) Berhasil merumuskan apa saja yang seharusnya

ada dalam sistem pengukuran kinerja yang akan memberikan pedoman bagi para

manager dan konsultan didalam membuat suatu sistem pengukuran kinerja bagi

organisasi, yaitu sebagai berikut:

1. Pengukuran kinerja harus mampu memonitor efisiensi dan keefektifan untuk

mencapai tujuan organisasi,

Fungsi dari pengukuran kinerja tidak hanya untuk mengukur tetapi juga untuk

menganalisa, mengevaluasi dan melakukan perbaikan agar mampu menunjang

efisiensi dan kefektifan dalam mencapai tujuan strategis suatu organisasi

2. Mampu menerapkan (menggambarkan) kinerja organisasi secara menyeluruh,

Sistem pengukuran kinerja yang baik seharusnya tidaklah bersifat parsial

berdasarkan fungsionalitas di organisasi. Tidak terintegrasinya pengukuran

kinerja dapat menimbilkan terjadinya ketidaksinergisan antara departemen di

suatu organisasi dan bahkan dapat minimbulkan tidak terwujudnya tujuan

strategis.

3. Adanya sarana-sarana pendukung,

Sarana pendukung tersebut diharapkan mampu menyediakan informasi untuk

dibandingkan, disortir, di analisa, dan diinterpretasikan. Harapannya hasil

analisa dan interpretasi terhadap indikator kinerja kunci terutama yang bernilai

buruk atau kurang akan dapat.diperbaiki dan dijalankan untuk periode yang

akan datang. Pengukuran kinerja membutuhkan data penting, baik itu berjenis

data primer maupun data sekunder. Tanpa adanya data yang baik apa yang

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

6

hendak diukur akan sulit untuk dilakukan dan akan terhambatnya periodisasi

pengukuran dan analisis dalam waktu yang relative lama.

4. Mendukung tujuan strategi organisasi (strategic objective),

Sistem pengukuran kinerja seharusnya diturunkan dari tujuan strategi

organisasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja dapat mendukung aksi

dari apa yang hendak dicapai dan diaplikasikan oleh strategi organisasi.

Seringkali adanya perubahan strategi organisasi akan menyebabkan sistem

pengukuran kinerja organisasi juga harus berubah.

5. Memiliki kesimbangan yang tepat,

Penting mendesaian sistem pengukuran kinerja tidak hanya memperhatikan

aspek non-finansial yang diyakini menunjang keberhasilan organisasi.

Keseimbangan yang tepat antara aspek finansiallebih berorientasi pada jangka

pendek sehingga tidak menjamin organisasi dapat bertahan dalam jangka

panjang. Oleh karena itu penting memperhatikan aspek non-finansial seperti:

kepuasaan pelanggan, biaya, kualitas, pengiriman, fleksibilitas, dan

responsiveness.

6. Memiliki indikator kinerja terbatas,

Mengukur dan menganalisa kinerja membutuhkan pengumpulan data.

Banyaknya data menyebabkan waktu dan biaya yang diperlukan menjadi lama

dan mahal. Disisi lain, banyak indikator kinerja yang harus diukur dan dianalisa

menyebabkan pekerjaan manajer akan lebih banyak dan bisa mengganggu kerja

regulernya. Oleh karena itu penting bagi organisasi membatasi indikator kinerja

dengan hanya memilih indikator kinerja kunci saja.

7. Mudah diterima,

Tujuan utama adanya sistem pengukuran kinerja adalah memberikan informasi

penting pada waktu yang tepat dan dengan orang yang tepat pula. Penting bagi

organisasi mendesain sistem pengukuran kinerjanya dengan cara mudah

mengakses informasi kinerja, mudah menggunakannya, dan mudah mengerti

apa yang telah dievaluasi.

8. KPI haruslah terspesifikasi,

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

7

KPI (Key Performance Indikator) yang hendak digunakan seharusnya memiliki

tujuan yang jelas dan definisinya tidak ambigu bagi karyawan yang

menggunakannya. Kedepannya, penting melakukan spesifikasi KPI dan

penentuan terget yang stretching.

Menurut Mardiasmo (2009: 122) manfaat yang diperoleh dengan

dilakukannya pengukuran kinerja yaitu sebagai berikut:

1. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai

kinerja manajemen.

2. Memberikan arahan untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan

3. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkan

dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki

kinerja.

4. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward and

punishment) sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.

5. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan perusahaan dalam

rangka memperbaiki kinerja organisasi.

6. Membantu mengidentifikasi apakah suatu kepuasan sudah terpenuhi.

7. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.

2.3 Sistem Pengukuran Kinerja Lingkungan

Menurut Purwanto (2006) Pengukuran kinerja lingkungan sudah menjadi

bagian dari suatu sistem manajemen lingkungan. Pengukuran kinerja lingkungan

merupakan hasil yang dapat diberikan sistem manajemen lingkungan pada

perusahaan secara riil dan aktual. Sedangkan yang dimaksud kinerja lingkungan

sendiri adalah hasil yang dapat diukur dari hasil sistem manajemen lingkungan,

yang terkait dengan kontrol aspek-aspek lingkungannya. Pengkajian kinerja

lingkungan didasarkan pada kebijakan lingkungan, sasaran lingkungan dan target

lingkungan (ISO 14004, dari ISO 14001 oleh Sturm, 1998).

Ruchmawan (2010) mengatakan bahwa pengukuran kinerja lingkungan

terdapat beberapa peluang, berikut diantaranya:

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

8

1. Isu-isu lingkungan yang komplek dan mengalami kesulitan dalam melakukan

kuantifikasi.

2. Pembandingan pengaruh lingkungan dari perusahaan dengan aktivitas-

aktivitas ekonomi yang berbeda.

3. Tidak ada pendekatan standar untuk pelaporan lingkungan dan pengukuran

kinerja, meskipun dari sebuah range dan guidelines telah dikembangkan.

4. Ketersediaan dan kualitas data lingkungan sering berkurang.

5. Pendekatan yang diterima secara universal tidak ada pembobotan pengaruh

lingkungan yang berbeda melawan satu sama lain, dan beberapa pengukuran

yang menyeluruh akan menghasilkan persaingan yang tinggi.

Dengan begitu perusahaan perlu mengadakan pengukuran kinerja, agar

perusahaan mendapat sertifikat sistem manajemen lingkungan, ISO 14001 dan

target-target pencapaian lainnya. Gunther dan Sturm dalam Himawan (2010)

mengembangkan suatu model pengukuran kinerja lingkungan yang terdiri dari 5

langkah, yaitu:

1. Identifikasi stakeholder yang relevan dengan perusahaan. Dimulai dengan

memenuhi kepentingan stakeholder, menentukan tujuan yang ingin dicapai

dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja lingkungan.

2. Pengukuran dan dokumentasi factor-faktor yang mempengaruhi lingkungan

menggunakan prinsip ecological breakdown.

3. Evaluasi factor-faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan dalam rangka

pengambilan keputusan operasional mengenai kinerja lingkungan, hingga

pengaruh perusahaan terhadap lingkungan dapat diketahui.

4. Penentuan target kinerja lingkungan dengan membandingkan antara nilai

actual dan target dan menentukan tingkat atau level pencapaian tujuan.

5. Rekomendasi tindakan yang sesuai bagi perusahaan, dan pengambilan

keputusan berdasarkan tujuan dari kinerja lingkungan ditetapkan.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

9

2.3.1 Metode Integrated Environmental Performance Measurement System

(IEPMS)

Integrated Environmental Performance Measurement System adalah

metode yang digunakan untuk mengukur kinerja lingkungan. Penilaian kinerja

lingkungan menggunakan metode IEPMS, akan mempertimbangkan dengan

dua ukuran yaitu ukuran kuantitatif dan kualitatif, sehingga hasil yang

didapatkan akan lebih terintegrasi (Adnin, 2013). Berikut gambaran ukuaran

pertimbangan kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode IEPMS

dapat dilihat pada gambar 2.1.

Visi/ Tujuan lingkungan pada organisasi

Ukuran Kriteria Lingkungan

Kuantitatif(berfokus pada hasil)

Kualitatif (berfokus pada aktifitas)

1. Penggunaan sumber daya2. Indikator-indikator resiko3. Ijin-ijin regulasi4. Biaya perbaikan lingkungan5. Jumlah komposisi limbah yang didaur ulang 6. penanganan limbah dan buangan

1. Tujuan dan kebijakan lingkungan 2. Program-program research and development3. Pertanggungjawaban lingkungan 4. Kecelakaan dan keselamatan kerja (K3) 5. Program pelatihan lingkungan, 6. Program audit lingkungan 7. Program manajemen limbah8. Penghargaan dan pengakuan publik9. Program benchmarking10. Sistem akuntansi lingkungan

Ukuran Kriteria Lingkungan

IEPMS

Gambar 2.1 Model dari IEPMS (sumber: rahmawati 2010)

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

10

Dari Christopher (1993) dalam Purwanto (2000) mengusulkan

pendekatan langkah pengukuran:

Ukuran tahap ini mengembangkan ukuran yang mendefinisikan kinerja

produktifitas dan mutu sehingga sasaran dapat tercapai. Adapun hal-hal yang

perlu dipertimbangkan untuk memilih ukuran-ukuran yang tepat adalah

sebagai berikut:

1. Menentukan kegunaan dari ukuran-ukuran yang spesifik berdasarkan

pada visi atau tujuan-tujuan lingkungan dari suatu organisasi.

2. Menggunakan data yang mudah dicari dan dimengerti berdasarkan pada

kinerja aktual.

3. Perbandingan antara biaya-biaya yang harus dikeluarkan dengan bobot

keuntungan untuk mendapatkan informasi lingkungan yang berkualitas

tinggi.

4. Menggunakan informasi historis dengan hati-hati disebabkan kriteria

kualitas data bisa saja tidak cukup bahkan tidak memuaskan.

5. Prioritas stakeholder menjadi cerminan dalam mencapai tujuan

organisasi.

6. Mengukur apa yang dapat dikontrol dan menyediakan ukuran yang

mudah dimengerti.

2.3.2 Key Environmental Performance Indicator (KEPI)

Key to Environmental Performance Indicator (KEPI) adalah suatu

informasi kuantitatif dan kualitatif tentang evaluasi lingkungan serta efektifitas

dan efisiensi perusahaan dalam mengelola sumber daya (Stutz et.al., 2004).

Menurut Jones dalam Himawan (2011) menyatakan bahwa dengan pendekatan

KEPI tersebut, dapat diindikasikan potensi dampak yang dapat timbul dari tiap-

tiap proses, sehingga perusahaan dapat melakukan tindakan perbaikan atau

tindakan pencegahan pada komponen proses produksi yang mempunyai resiko

dampak lingkungan.

Menurut Purwanto (2000) Indikator kinerja lingkungan dibagi menjadi

dua golongan yaitu Indikator kinerja lagging dan indikator leading. Indikator

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

11

kinerja lagging adalah indikator yang digunakan untuk ukuran kinerja end-

process. Sedangkan indiktor kinerja leading merupakan indikator untuk

ukuran kinerja in-process.

Purwanto (2000) mengatakan Jenis indikator yang sering dijumpai

merupakan indikator lagging. Manfaat utama indikator ini merupakan mudah

digunakan sekaligus mudah dimengerti. Namun, kerugian utamanya adalah

indikator ini mengambil kesimpulan situasi dimana aksi korektifnya hanya

dapat diambil setelah kejadian, dan bahkan memakan biaya tertentu. Jenis

indikator yang kedua adalah indikator in-process atau indikator leading

merupakan indikator yang mengukur impelementasi dari prosedur yang

dilakukan atau mengukur faktor apa saja yang diharapkan dapat

membawaperbaikan kinerja lingkungan. Contohnya indikator leadingnya

adalah jumlah audit pemenuhan lingkungan dan kesehatan dan keselamatan

selama setahun. Manfaat utama dari jenis ini ialah aksi korektif yang dapat

diambil bahkan sebelum kejadian defisiensi muncul yang mengurangi kinerja

lingkungan. Kekurangan dari indikator ini adalah ada beberapa faktor yang

sulit diinterpretasikan bahkan cenderung bersifat kualitatif daripada

kuantitatif sehingga sulit mendapatkan perhatian dari para pemegang saham

(termasuk publik) (Purwanto, 2000).

Dikutip dari ISO 14301 (1999), dalam Purwanto (2000) membagi

indikator lingkungan menjadi 2 kategori yang berbeda:

1. Indikator Kinerja Lingkungan (EPI)

a. Indikator Kinerja Manajemen (MPI): Menyediakan informasi

berdasarkan masalah manajemen, seperti pelatihan, keperluan hukum,

alokasi sumber daya, pembelian, pengembangan produk, dll.

b. Indikator Kinerja Operasional: menyediakan pada pihak manajemen

informasi mengenai operasi terkait, seperti input, disain dan operasi

peralatan, dan output.

2. Indikator Kondisi Lingkungan (ECI): menyediakan informasi mengenai

kondisi lingkungan lokal, regional, maupun

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

12

Untuk menentukan indikator kunci atau KEPI hal yang harus dilakukan

adalah mencari ukuran dan aspek lingkungan. Selanjutnya, menentukan tujuan

strategis sesuai dengan aspek lingkungan yang dilakukan dengan cara

melakukan diskusi grup dengan pihak pihak yang memahami aspek

lingkungan sehingga menemukan faktor kuncinya. Penentuan Key

Environmental Performance Indicator (KEPI) menurut aspek lingkungan dan

tujuan strategis yang telah dibuatdengan memasukan ukuran yang bersifat

kuantitatif serta kualitatif untuk menggambarkan sebuah tingkat pencapaian

yang sudah perusahaan capai sejauh ini. Verifikasi KEPI Berkonsultasi

mengenai rancangan awal KEPI pada pimpinan perusahaan untuk

menghasilkan KEPI yang sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini.

2.3.3 ISO 14001

ISO 14001 (Sistem Manajemen Lingkungan) merupakan standar sistem

manajemen perusahaan yang berfungsi untuk memastikan bahwa proses yang

digunakan dan produk yang dihasilkan telah memenuhi komitmen terhadap

lingkungan, terutama dalam upaya pemenuhan terhadap peraturan perundag-

undagan di bidang lingkungan, pencegahan pencemaran dan komitmen

terhadap perbaikan secara berkelanjutan.

ISO 14001 dikembangkan dari konsep Total Quality Management

(TQM) yang berprinsip pada aktivitas PDCA (Plan – Do – Check – Action) atau

prinsip yang berkelanjutan, sehingga elemen-elemen utama Energy

Management System (EMS) ini juga akan mengikuti prinsip PDCA. Adapun

prinsip dasar EMS ini meliputi:

1. Kebijakan (dan komitmen) lingkungan

Kebijakan lingkungan harus terdokumentasi dan dikomunikasikan kepada

seluruh karyawan dan tersedia bagi masyarakat, dan mencakup komitmen

terhadap perbaikan berkelanjutan, pencegahan pencemaran, dan patuh

pada peraturan serta menjadi kerangka kerja bagi penetapan tujuan dan

sasaran,

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

13

2. Perencanaan

Mencakup identifikasi aspek lingkungan dari kegiatan organisasi,

identifikasi dan akses terhadap persyaratan peraturan, adanya tujuan dan

sasaran yang terdokumentasi dan konsisten dengan kebijakan, dan adanya

program untuk mencapai tujuan dan sasaran yang direncanakan (termasuk

siapa yang bertanggung jawab dan kerangka waktu),

3. Penerapan dan operasi

Mencakup definisi, dokumentasi tertulis sistem manajemen lingkungan,

dokumentasi tertulis prosedur pengendalian dokumen, dokumentasi tertulis

prosedur pengendalian operasi, dokumentasi tertulis prosedur tindakan

darurat, dan dokumentasi tertulis yang menjamin terjalinnya komunikasi

internal dan eksternal yang baik,

4. Pemeriksaan dan tindakan koreksi

Mencakup prosedur yang secara teratur memantau dan mengukur

karakteristik kunci dari kegiatan dan operasi, prosedur untuk menangani

situasi ketidaksesuaian, prosedur pemeliharaan catatan spesifik dan

prosedur audit kenerja sistem manajemen lingkungan,

5. Tinjauan manajemen

Mengkaji secara periodik sistem manajemen lingkungan keseluruhan

untuk memastikan kesesuaian, kecukupan, efektifitas sistem manajemen

lingkungan terhadap perubahan yang terjadi,

6. Penyempurnaan secara terus-menerus

2.4 Alat Penunjang Pengukuran Kinerja

Alat-alat penunjang pengukuran kinerja digunakan untuk membantu dalam

proses pengukuran kinerja seperti halnya penentuan bobot kinerja dengan

menggunakan metode Analytical Hierarcy Process (AHP) dan didukung dengan

aplikasi seperti expert choice. Lalu setelah itu akan dilakukan scoring system

dengan metode Objective Matrix yang pertama kali dikemukakan oleh James

Riggs.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

14

2.4.1 Analytic Hierarcy Process (AHP)

Peralatan utama proses Analisis Hirarki (Analytical Hierarchy Process)

merupakan sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi

manusia (Saaty, 2012). Dalam penjabaranya hirarki tujuan tidak memiliki

pedoman yang pasti seberapa jauh pengambil keputusan menjabarkan tujuan

menjadi yang lebih rendah atau tinggi. Beberapa hal yang harus diperhatikan di

dalam melakukan proses penjabaran hirarki tujuan adalah:

1. Pada saat penjabaran dari tujuan ke dalam sub tujuan, harus diperhatikan

apakah setiap aspek dari tujuan tercakup dalam sub tujuan tersebut.

2. Apabila tujuan terpenuhi, perlu manghindari terjadinya pembagian yang

terlampau banyak baik dalam arah horizontal atau vertikal.

3. Suatu tujuan belum ditetapkan untuk dijabarkan atas hirarki tujuan yang

lebih rendah harus ditentukan suatu tindakan terbaik yang dapat diperoleh

bila tujuan tersebut tidak dimasukkaan.

2.4.1.1 Keuntungan yang diperoleh dalam penerapan AHP

Model Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas

L. Saaty, dapat memecahkan masalah yang kompleks dimana kriteria yang

diambil cukup banyak (Kadarsyah, 1998: 130-131).

1. Memiliki sifat fleksibel sehingga manyebabkan penambahan dana,

pengurangan kriteria pada suatu hierarki dapat dilakukan dengan

mudah dan tidak mengacaukan hierarki.

2. Dapat memasukkan preferensi pribadi dan mengakomodasi berbagai

kepentingan pihak lain sehingga diperoleh penilaian yang objektif dan

tidak sektoral.

3. Proses perhitunganya cukup mudah karena hanya membutuhkan

operasi dan logika sederhana.

4. Dengan cepat dapat menunjukkan dominasi, prioritas, tingkat

kepentingan serta pengaruh dari setiap elemen terhadap elemen lainya.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

15

2.4.1.2 Kelemahan penerapan AHP

1. Partsipan atau responden harus memiliki kompetensi pengetahuan dan

pengalaman mendalam terhadap segenap aspek permasalahan yang

mengenai metode AHP itu sendiri.

2. Penilaian cenderung subjektif karena sangat dipengaruhi oleh situasi

serta preferensi, konsep dasar, pesepsi dan sudut pandang partisipan.

3. Jawaban ataupun penilaian responden yang konsisten belum tentu

selalu logis dalam arti sesuai dalam permasalahan yang ada. (Saaty,

1988: 7-9).

2.4.1.3 Prinsip Pokok Analitical Hierarcy Process

Dalam menggunakan Analitical Hierarcy Process (AHP), ada tiga prinsip

pokok yang harus diperhatikan, yaitu: (Saaty, 1988: 7-9)

1. Prinsip penyusunan hierarki

Untuk mendapatkan pengetahuan yang rinci maka harus menyusun

realitas yang kompleks kedalam bagian yang menjadi elemen pokoknya

dan seterusnya secara hierarki (berjenjang).

2. Prinsip menentukan prioritas

Prioritas ini ditentukan berdasarkan parspektif pihak-pihak terkait yang

berkompeten terhadap pengambilan keputusan. Baik secara langsung

maupun tidak langsung.

3. Prinsip konsistensi logis

Dalam mempergunakan prinsip ini Analitical Hierarcy Process (AHP)

memasukkan aspek kualitatif maupun kuantitatif pikiran manusia.

Aspek kuantitatif untuk mendefinsikan penilaian dan preferensi secara

ringkas dan padat sedangkan aspek kualitatif untuk mengekspresikan

persoalan dan hierarkinya.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

16

2.4.2 Objective Matrix (OMAX)

Scoring bisa dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah dengan

metode Objective Matrix (OMAX). Dengan metode tersebut kita dapat

mengkombinasikan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode Objective

Matrix (OMAX) digunakan untuk mengukur aspek kinerja yang

dipertimbangkan dalam suatu unit kerja. Indikator dari setiap input dan output

dapat didefinisikan dengan jelas dan menyertakan pertimbangan pihak

manajemen dalam penentuan skor sehingga lebih fleksibel.

Konsep dari metode pengukuran ini adalah penggabungan beberapa kriteria

kinerja dan kelompok kerja kedalam sebuah matrik. Setiap kriteria kinerja

memiliki sasaran khusus untuk perbaikan serta memiliki bobot sesuai dengan

kepentingan terhadap tujuan organisasi. Hasil akhir dari pengukuran dengan

metode OMAX ini yaitu sebuah nilai tunggal untuk suatu kelompok kerja.

Langkah-langkah umum pengukuran kinerja dengan menggunakan metode

OMAX adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan kriteria kinerja

Dale Furtwengler (2002) mengidentifikasikan beberapa kriteria yang

efektif dalam mengukur kinerja, yaitu sebagai berikut:

a. Kuantitatif

b. Mudah dipahami

c. Seimbang

d. Mudah dipantau

e. Sering dipublikasikan

2. Penetapan skala skor kinerja

Dalam metode Objective Matrix skor performance yang digunakan yaitu

antara 0 sampai 10. Berarti ada 11 target pencapaian untuk setiap

indikatornya.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

17

Tabel 2.1 kerngka OMAX (Objective Matrix)

KPI KPI 1 KPI 2 KPI 3 … … KPIn

Pencapaian

Target 10

9

8

7

6

5

4

Nilai rata -

rata

3

2

1

Nilai

terendah

0

Skor

Bobot

Nilai

Performance indicator

Indeks Pencapaian Kinerja Perspektif Pelanggan

Susunan kerangka model Objective Matrix (OMAX) terdiri dari:

a. Kriteria

Merupakan indikator kinerja (KPI) yang akan diukur kinerjanya dan

dinyatakan sesuai denga matriks yang digunakanya.

b. Performance

Merupakan tempat hasil yang diperoleh dari perhitungan KPI

kemudian dicantumkan untuk KPI yang sudah diukur.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

18

c. Butir – butir Matriks (target)

Tingkat 0 merupakan tingkat paling rendah dari kinerja selama periode

dasar, tingkat 3 menunjukkan tingkat kinerja kelompok kerja pada saat

pengukuran periode dasar, tingkat 10 tingkat realistis yang dapat dicapai

dengan sistem yang berlaku.

d. Score

Hasil dari pengukuran data aktual yang dibandingkan dengan tingkat

kinerja yang paling mendekati. Score menunjukan nilai kinerja Key

Performance indicator (KPI) yang diukur sesuai dengan matriks

standart yang digunakan yaitu dari 1 sampai 10.

e. Weight

Merupakan bobot dari Key Performance indicator (KPI) yang akan

diukur, nilai ini diperoeh dari hasil pembobotan Analitical Hierarcy

Process (AHP).

f. Value

Merupakan hasil perkalian dari scor kinerja dengan bobot KPI-nya.

g. Performance indicator

Menyatakan total value dari semua KPI yang telah diukur. Pada

Performance indicator akan dilakukan perbandingan kinerja pada

periode sebelumnya dengan periode pengukuran yang dinyatakan

dengan indeks. Apabila indeks menunjukan nilai lebih besar dari 1 maka

kinerja periode pengukuran saat ini lebih baik dari sebelumnya dan

sebaliknya apabila nilai indeks kurang dari 1 maka kinerja pengukuran

saat ini lebih jelek dari sebelumnya. Apabila bernilai 1 maka maka

pengukuran kinerja saat ini sama dengan tahun sebelumnya.

3. Penetapan skor atau bobot berdasarkan kepentingan kriteria kinerja.

Penetapan bobot kepentingan kriteria kinerja adalah tangggung jawab

manajemen. Proses dalam penentuan bobot dilakukan dengan dua cara yaitu

cara obyektif dan subyektif.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Industri dan Aspek Lingkungan

19

4. Mengukur indikator kinerja

Langkah terakhir dari metode pengukuran ini yaitu dengan menggabungkan

hasil dari langkah-langkah sebelumnya menjadi suatu indikator.

2.4.3 Trafic Light System (TLS)

Trafic Light System (TLS) berhubungan erat dengan scoring system

(OMAX). Trafic Light System sendiri memiliki fungsi sebagai tanda apakah

suatu skor dari salah satu indikator kinerja memerlukan sebuah perbaikan atau

tidak. Indikator Trafic Light System ini dipresentasikan dengan beberapa

warna sebagai berikut:

1. Warna Hijau

Diberikan untuk KEPI yang mencapai nilai antara level 8 - 10. Artinya

pencapaian dari suatu indikator kinerja tersebut sudah tercapai atau bahkan

melampaui target.

2. Warna Kuning

Diberikan untuk KEPI yang mencapai nilai antara level 4 - 7. Artinya

pencapaian dari suatu indikator kinerja tersebut belum tercapai meskipun

nilai sudah mendekati target. Jadi pihak manajemen harus berhati-hati

dengan adanya berbagai macam kemungkinan.

3. Warna Merah

Diberikan untuk KEPI yang mencapai nilai antara level 0 - 3. Artinya

pencapaian dari suatu indikator kinerja tersebut benar-benar dibawah

target yang telah ditetapkan dan memerlukan perbaikan dengan segera.