Upload
vuongtu
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian IPA
IPA singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam atau sering diterjemahkan sebagai
sains yang berarti suatu ilmu atau pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-
gejala alam, baik benda hidup atau mati melalui metode ilmiah. Seperti yang
dikemukan Wahyana 1968 (Trianto 2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu
kumpulan pengetahuan tersusun sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam. Menurut Kardi dan Nur (Trianto 2010: 136), IPA
atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik mkhluk hidup maupun benda
mati yang diamati. Menurut Depdiknas (2006: 443), “IPA berkaitan dengan
bagaimana siswa mencari tahu fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya sekumpulan pengetahuan yang harus dihafal siswa, melainkan siswa juga harus
memiliki kemampuan proses penemuan (discovery).”
IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di sekolah dasar. Dengan belajar
IPA siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA
menekankan pada pemberian pemahaman langsung dan kegiatan praktis untuk
mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah.
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan
sikap ilmiah. Menurut Trianto (2010:137) IPA adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses
ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk
ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori
yang berlaku secara universal.
9
Menurut Trianto (2010:138), secara khusus fungsi dan tujuan IPA
berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas, 2003:2) adalah sebagai
berikut.
1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.
3) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains
dan teknologi.
4) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Dilihat dari hakikat, fungsi dan tujuannya, IPA bukan sekedar ilmu atau
pengetahuan yang dipelajari tetapi perlu dikembangkan melalui berbagai metode
ilmiah. Sehingga, IPA dapat membentuk watak anak lebih mencintai alam karena
mereka belajar mengenai alam itu sendiri. Melalui pembelajaran IPA juga diharapkan
siswa dapat mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah serta
mempersiapkan diri terhadap perkembangan jaman yang semakin maju dan canggih.
Oleh karena itu, IPA perlu dipelajari dan dihayati sehingga menjadi bekal hidup
dalam kehidupan di masyarakat.
IPA membahas tentang gejala – gejala alam yang disusun secara sistematis
yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.
IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang
sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan hasil
dari observasi / eksperimen. Winaputra ( Usman, 2010 ) mengemukakan bahwa tidak
hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda / makhluk hidup tetapi
memerlukan kerja, cara pikir dan memecahkan masalah.
Berdasarkan uraian diatas sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai
objek dan menggunakan metode ilmiah. Sudah sangat jelas memberikan pemahaman
bahwa IPA sesungguhnya merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari segala
macam fenomena yang terjadi di alam.
10
2.1.1.1 Ruang Lingkup IPA
Ilmu pengetahuan alam (IPA) sebagai disiplin ilmu yang berhubungan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Pengajaran IPA diharapakan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan didalam kehidupan sehari
hari. Proses pelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajah dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri untuk menumbuhkan
kemampuan fisik, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai
aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu Pendididkan IPA menekankan pada
pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan
pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, menyebutkan bahwa
Ruang Lingkup Pelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan
interaksinya dengan tumbuhan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.
3. Energi dan perubahanya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
2.1.1.2 Tujuan Pelajaran IPA
Tujuan mata pelajaran IPA di SD dalam kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) 2006 yaitu:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya.
11
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengarui antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan
melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturan sebagai
salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bakal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjudkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.1.3 Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran itu menunjukkan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran
sebagai akibat perlakuan guru (Rusman 2012:93).
Berdasarkan Kurikulum 2004, tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
(SD) dan Madrasah Ibtidaiyyah (MI) adalah agar siswa mampu :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan
antara lain sebagai berikut.
1. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
12
2. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep,
fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan
hubungan antara sains dan teknologi.
3. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan,
memecahkan masalah dan melakukan observasi.
4. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur
terbuka, benar dan dapat bekerja sama.
5. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk
menjelaskan berbagai peristiwa alam.
6. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan
keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.
(Depdiknas 2003, dalam Trianto 2010:143).
Pada pembelajaran IPA di SD tentu berbeda dengan IPA yang ada di
sekolah menengah. Oleh karena itu, harus memperhatikan metode
pembelajaran yang tepat bagi siswa SD. Dari tujuan pembelajaran IPA di atas
dapat disimpulkan bahwa tujuan IPA adalah agar siswa mengenal, menyadari
akan alam serta menjaga, melestarikan dan memanfaatkan alam dengan
sebaik-baiknya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran SD haruslah
berpusat pada siswa baik potensi, kebutuhan, perkembangan siswa serta
menyeluruh secara berkesinambungan.
IPA sebagai disiplin ilmu dan penerepannya dalam masyarakat
membuat pendidikan IPA menjadi penting, tetapi pengajaran IPA yang
bagaimana yang paling penting untuk anak – anak? Oleh karena itu struktur
kognitif anak – anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif
ilmuan, padahal mereka perlu diberikan kesempatan untuk berlatih
ketrampilan – ketrampilan proses IPA dan yang perlu memodifikasi sesuai
tahap perkembangan kognitif ( Usman, 2010:5)
Palo dan Marten ( Usman, 2010:5) menegasakan bahwa IPA tercakup
juga coba – coba dan melakukan kesalahan, gagal dan mebcoba lagi. IPA
tidak menyediakan untuk semua masalah yang kita ajukan. Dalam IPA anak –
anak dan kita harus tetap bersifat skeptis sehingga kita selalu siap
13
memodifikasi model – model yang kita punyai tentang ala mini sejalan
dengan penemuan – penemuan baru yang kita daptkan.
2.1.2 Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut para ahli adalah sebagai berikut.
Menurut Sudjana (Rusman, 2012:1). Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi
terhadap semua sitiuasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat
dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat
melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat,
mengamati dan memahami sesuatu Sudjana (Rusman, 2012:1). Kegiatan
pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa.
Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar. Perilaku
mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait dengan bahan pembelajaran.
Anthony Robbins (Trianto, 2012:15) mendefinisikan belajar sebagai proses
menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan
sesuatu (pengetahuan) yang baru.
Traves (Agus Suprijono, 2013:2) belajar adalah proses menghasilkan
penyesuian tingkah laku. Menurut Geoch (Agus Suprijono, 2013:2) belajar adalah
perubahan perbuatan sebagai hasil latihan.
Berdasarkan pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
proes melihat, menciptakan hubungan antara sesuatu dan menghasilkan perubahan
perbuatan sebagai hasil latihan.
Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam praktiknya yang
banyak dianut. Guru bertindak sebagai pengakar yang berusaha emberikan ilmu
pengetahuan sebanyak – banyaknya dan peserta didik giat mengumpulkan atau
menerimanya.
2.1.2.2 Hasil Belajar
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjukan
14
pada suatu perolehan akibat dilakukan suatu aktivitas / proses yang mengakibatkan
berubahnya input secara fungsional. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya
perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku merupakan
perolehan yang menjadi belajar (Purwanto, 2013:45) . dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perolehan akibat perubahan perilaku
individu.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2010:3), hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak
mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.
Menurut Rusman (2012:123) mendefinisikan hasil belajar adalah sejumlah
pengalaman yang diperoleh siswa. Hasil belajar yang diukur merefleksikan tujuan
pengajaran Gronlund (Purwanto, 2013:45)
Hasil belajar adalah pola – pola perbuatan, nilai – nilai, pengertian –
pengertian, sikap – sikap, apresiasi dan ketrampilan – ketrampilan (Agus Suprijono,
2013:5).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan hasil belajar merupakan hasil akhir yang
diperoleh seseorang dari proses kegiatan belajar dari seluruh kegiatan siswa dalam
mengikuti pembelajaran di kelas dan menerima suatu pelajaran untuk mencapai hasil
belajar dengan menggunakan alat penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang
dinyatakan dalam bentuk nilai.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas
pengukuran. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur
yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering
digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan
wawancara, skala sikap dan angket.
15
2.1.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapat pengetahuan,
penanaman konsep, keterampilan dan pembentukan sikap. Menurut Slameto (2003)
faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua yaitu faktor intern
meliputi faktor jasmaniah, psikologis dan kelelahan, sedangkan faktor ekstern
meliputi faktor keluarga, sekolah dan masyarakat.
a. Faktor Intern, ada tiga faktor yaitu:
1. Faktor jasmaniah, meliputi
a) Kesehatan: proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan
seseorang terganggu. Agar seseorang dapat belajar dengan baik
haruslah mengusahakan kesehatan badannya.
b) Cacat tubuh: sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang
sempurna mengenai tubuh/badan. Keadaan cacat tubuh akan
mempengaruhi belajar, siswa yang cacat belajarnyapun terganggu.
2. Faktor psikologi
Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor
psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah
intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan
3. Faktor kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit dipisahkan tetapi dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan
rohani (bersifat psikis).
b. Faktor Ekstern, ada tiga faktor yaitu:
1. Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa:
cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah
tangga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar
belakang kebudayaan.
2. Faktor Sekolah
16
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah, alat pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran,
keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
3. Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh
terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa
dalam masyarakat.pada uraian berikut ini penulis membahas tentang
kegiatan siswa dalam masyarakat, dibahas tentang kegiatan siswa dalam
masyarakat, massa media, teman bergaul dan bentuk kehidupan
masyarakat, yang semuanya mempengaruhi belajar.
Sependapat dengan Slameto menurut Munadi (2008, dalam Rusman
2012:124), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi faktor
internal dan eksternal, yaitu :
1. Faktor internal yang meliputi faktor fisiologis (kesehatan
jasmani, keadaan fisik) dan faktor psikologis (intelegensi,
perhatian, minat, bakat, motivasi, kognitif dan daya nalar siswa).
2. Faktor eksternal yang meliputi faktor lingkungan (lingkungan
fisik dan lingkungan sosial) dan faktor instrumental (kurikulum,
sarana belajar mengajar dan guru).
Ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor
intern yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar
meliputi jasmaniah, psikologis dan kelelahan dan faktor ekstern yaitu
faktor luar dari individu atau lingkungan meliputi keluarga, sekolah dan
masyarakat. Faktor-faktor tersebut akan sangat berpengaruh terhadap
prestasi siswa, dan untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dan
memuaskan maka siswa perlu memperhatikan faktor-faktor tersebut.
Untuk dapat meningkatkan hasil belajarnya siswa harus kebiasaan
belajar yang baik. Begitu juga untuk guru juga harus menciptakan iklim
belajar yang nyaman dan menyenangkan. Guru tidak hanya
17
memperhatikan hasil belajar siswa saja, tetapi juga faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
2.1.3 Cooperative Learning
Cooperative Learning merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa
belajar dalam kelompok dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen dan
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Ada beberapa pendapat tentang
pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) yang ditemukan oleh para ahli
pendidikan antara lain sebagai berikut.
Pembelajaran Cooperative adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis
kerja kelompok termasuk bentuk – bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru (Agus Suprijono, 2013:54)
Davidson dan Warsham (Isjoni, 2012:27) mendefinisikan pembelajaran
kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa
belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang berkelompok
pengalaman individu maupun pengalaman kelompok.
Nurulhayati (Rusman, 2011:203) mendefinisikan pembelajaran kooperatif
adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok
kecil untuk saling berinteraksi.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil
dimana siswa dalam satu kelompok saling bekerja sama memecahkan masalah untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok.
Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran
kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem
pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas
dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus
belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa
18
lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya lebih efektif daripada pembelajaran oleh
guru.
Pendekatan kelompok diharapkan dapat metumbuh kembangkan rasa sosial
yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa
egoisme dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan
sosial di kelas. Anak didik dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dalam kelompok,
akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan. Yang mempunyai
kelebihan dengan ikhlas mau membantu yang kekurangan. Sebaliknya yang
kekurangan dengan rela hati mau mau belajar dari yang berlebihan, tanpa ada rasa
minder. Persaingan yang positifpun terjadi di kelas dalam rangka untuk mencapai
prestasi belajar yang optimal. Inilah yang diharapkan, yakni anak didik yang aktif,
kreatif dan mandiri.
Dalam model pembelajaran kooperatif, terdapat beberapa ciri dari
pembelajaran kooperatif:
a. Setiap anggota memiliki peran.
b. Terjadi hubungan interaksi langsung antara siswa.
c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman
sekelompoknya.
d. Guru membantu ketrampilan-ketrampilan interpersonal kelompok.
e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlakukan.
Menurut Roger dan David Johnson (Rusman 2011: 212) ada lima unsur dasar
dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning ), yaitu sebagai berikut.
1. Prinsip ketergantungan positif (positiv interdependence), yaitu dalam
pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas
tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing
anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan
merasakan saling ketergantungan.
2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu
keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota
kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas
dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.
19
3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu
memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk
bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan
menerima informasi dari anggota kelompok lain.
4. Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih
siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan
pembelajaran.
5. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama
mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Menurut Johnson dan Sutton (Trianto 2011: 60), terdapat lima unsur
penting dalam belajar kooperatif, yaitu:
1. Pertama, saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam
belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk
mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan
sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan
merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga
mempunyai andil erhadap suksesnya kelompok.
2. Kedua, interaksi antara siswa yang semakian meningkat. Belajar kooperatif
akan meningkatkan interaksi siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang
siswa membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok.
Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara ilmiah karena
kegagalan seseorang dalam kelompok memengaruhi suksesnya kelompok.
Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan
mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interkasi yang terjadi dalam
belajar kooperatif adalah dalam tukar menukar ide mengenai masalah yang
sedang dipelajari bersama.
3. Ketiga, Tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual dala
belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalah hal: (a)
membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat
hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan
teman sekelompoknya.
4. Keempat, Ketrampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar
kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan
seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa
lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota
kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut
ketramilan khusus.
5. Kelima, Proses kelompok. Belajar koopertaif tidak akan berlangsung
tanapa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika angora kelompok
20
mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan
membuat hubungan kerja yang baik.
2.1.4 Karakteristik Model Pembelajaran Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan
pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya
kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga ada
unsur kerja sama uantuk menguasai materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang
menjadi ciri khas dari Cooperative Learning.
Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif,
yaitu : 1) Perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan
kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk
memperjuangkan keberhasilan kelompok. 2) Perspektif sosisal artinya
melalui koooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar.
3) Perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi
antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk
berfikir mengolah berbagai informasi Sanjaya (Rusman, 2012:207).
Menurut Rusman (2012:207), karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran
kooperatif yaitu:
1. Pembelajaran secara tim.
2. Didasarkan pada manajemen kooperatif.
3. Kemampuan untuk bekerja sama.
4. Keterampilan bekerja sama.
Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan dan penghargaan
kooperatif. Siswa yang bekerja sama dalam situasi pembelajaran didorong dan
dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus
mengorganisasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam pembelajaran
kooperatif , dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai
satu penghargaan bersama.
21
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang
menggunakan pembelajaran kooperatif, pelajaran dimulai dengan guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini
diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan secara verbal.
Selanjutnya, siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti
bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama
mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja
kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi
penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Tabel 2.1
Langkah-langkah Model Cooperative Learning
Tahap Kegiatan Guru
Tahap 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa.
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan
dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan
pentingnya topik yang akan dipelajari dan
memotivasi siswa belajar.
Tahap 2
Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi atau materi kepada
siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan
bacaan.
Tahap 3
Mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok-
kelompok belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membimbing
setiap kelompok agar melakukan transisi secara
efektif dan efisien.
Tahap 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Tahap 5
Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Tahap 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
(Rusman, 2011)
22
2.1.5 Tipe STAD
Model pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Menurut Slavin (Rusman 2011:213)
model STAD (Student Teams Achievement Devision) merupakan variasi
pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Model ini juga sangat mudah
diadaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, bahasa inggris, teknik dan
banyak subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Student Team Achievement Division (STAD) Model pembelajaran STAD
menempatkan siswa dalam timbelajar beranggota4-5 orang yang merupakan
campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku Trianto (2010:73)
STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat sampai lima
yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu
pelajaran, dan kemudian siswa-siswa di dalam kelompok itu memastikan bahwa
semua anggota kelompok itu bias menguasai pelajaran itu. Akhirnya, semua siswa
menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak
bias saling membantu satu sama lain. Nilai-nilai kuis siswa diperbandingkan dengan
nilai rata-rata mereka sendiri yang sebelumnya, dan nilai rata-rata itu diberi hadiah
berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau seberapa
tinggi nilai itu melampaui nilai mereka yang sebelumnya. Nilai-nilai ini kemudian
dijumlah untuk mendapatkan nilai kelompok, dan kelompok yang bisa mencapai
kriteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah-hadiah yang lainnya.
Gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling
mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai ketrampilan yang
diajarkan guru. Jika siswa menginginkan kelompok mereka memperoleh hadiah,
mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajarai pelajaran.
Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga
membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Persiapan-persiapan tersebut antara lain:
23
a. Mempersiapkam perangkat pembelajaran
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan
perangkat pembelajarannya, yang meliputi Rencana Pembelajaran (RP), Buku
siswa, lembar kegiatan siswa (LKS) beserta lembarjawabannya.
b. Membentuk kelompok kooperatif
Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam
kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan
kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok
kooperatif perlu mmemerhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang
sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif
sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik.
c. Menentukan skor awal
Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan
sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya pada
pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-
masing individu dapat dijadikan skor awal.
d. Pengaturan tempat duduk
Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan
baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif
apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekauan yang
menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.
e. Kerja kelompok
Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD,
terlebih dahulu diadakan latihan kerja sama kelompok. Hal ini bertujuan
untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.
Siswa dan kelompok dengan bantuan tim STAD mengerjakan permasalahan
dengan bersumber pada buku-buku teks, ceramah guru, penampilan gambar-gambar,
tayangan video dan sebagainya. Dalam belajar bekerja sama ini mereka saling
ketergantungan, sehingga mereka yang lambat berfikirnya akan bertambah
24
pengetahuannya, karena dorongan teman sebaya. Berkat bantuan tim STAD yang
menguasai materi pelajaran, maka belajar bekerja sama memecahkan permasalahan
itu akan lancar dan mencapai hasil yang optimal. Kebenaran hasil belajar bekerja
sama itu nanti akan disutujui oleh guru. Secara garis besar model metode ini terdiri
dari 6 langkah, yaitu :
1. Penyampaian tujuan dan motivasi. Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin
dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Pembagian kelompok. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, dimana
setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas
(keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender atau jenis kelamin, ras
atau etnik.
3. Presentasi dari guru. Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih
dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan
tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi
motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses
pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah
nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang
ketrampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan
pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya.
4. Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim). Siswa belajar dalam kelompok yang
dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja
kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing
memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan,
memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini
merupakan ciri terpenting dari STAD.
5. Kuis (evaluasi). Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis
tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap
presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara
individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin
25
agar siswa secara individual bertanggung jawa kepada diri sendiri dalam
memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan
untuk setiap soal.
6. Penghargaan prestasi tim. Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil
kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya
pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh
guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut.
a) Menghitung skor Individu. Untuk menghitung perkembangan skor
individu dihitung sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2.2
Penghitungan Perkembangan Skor Individu
No. Nilai Tes Skor
Perkembangan
1.
2.
3.
4.
5.
Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar.
10 sampai 1 poin dibawah skor dasar.
Skor 0 sampai 10 poin diatas skor dasar.
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar.
Pekerjaan sempurna (tanpa
memperhatikan skor dasar)
0 poin
10 poin
20 poin
30 poin
30 poin
(Trianto, 2012)
b) Menghitung Skor Kelompok. Skor kelompok dihitung dengan
membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu
dengan menjumlahkan semua skor perkembangan individu anggota
kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok tersebut. Sesuai
dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh skor
kelompok sebagaimana dalam tabel berikut
26
Tabel 2.3
Penghitungan Perkembangan Skor Kelompok
No Rata-rata Skor Kualifikasi
1.
2.
3.
4.
0 ≤ N ≤ 5
6 ≤ N ≤ 15
16 ≤ N ≤ 20
21 ≤ N ≤ 30
-
Tim yang baik (good team)
Tim yang baik sekali (great team)
Tim yang istimewa (super team)
(Trianto, 2012)
c) Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok. Setelah masing-
masing kelompok atau tim memperoleh predikat, guru memberikan
hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai
dengan prestasinya (kriteria tertentu yang ditetapkan guru).
Berdasarkan tinjauan tentang Cooperative Learning tipe STAD ini
menunjukkan bahwa Cooperative Learning tipe STAD merupakan tipe Cooperative
Learning yang cukup sederhana. Dikatakan demikian karena kegiatan pembelajaran
yang dilakukan masih dekat dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat
dalam langkah – langkah Cooperative Learning tipe STAD, yaitu adanya penyajian
informasi atau materi pelajaran. Perbedaan model ini dengan pembelajaran
konvensional terletak pada adanya pemberian penghargaan pada kelompok.
Menurut Soewarso (Ricky, 2010:34) kelemahan-kelemahan yang mungkin
terjadi adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran kooperatif tipe STAD bukanlah obat yang paling
mujarab untuk memecahkan masalah yang timbul dalam
kelompok kecil.
2. Adanya ketergantungan sehingga siswa yang lambat berfikir
tidak dapat berlatih belajar mandiri.
3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD memerlukan waktu yang
lama sehingga target pencapaian kurikulum tidak dapat
dipenuhi.
27
4. Pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak dapat menerapkan
materi pelajaran secara cepat.
5. Penilaian terhadap individu, kelompok dan pemberian hadiah
menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya.
Meskipun banyak kelemahan yang timbul, menurut Soewarso (Ricky,
2010:34) pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki keuntungan, yaitu:
1. Pelajaran kooperatif tipe STAD membantu siswa mempelajari
isi materi pelajaran yang sedang dibahas.
2. Adanya anggota kelompok lain yang menghindari
kemungkinan siswa mendapatkan nilai rendah, karena dalam
pengetesan lisan siswa dibantu oleh anggota kelompoknya.
3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menjadikan siswa mampu
belajara berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain,
dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan
bersama-sama.
4. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menghasilkan pencapaian
belajar siswa yang tinggi menambah harga diri siswa dan
memperbaiki hubungan dengan teman sebaya.
5. Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan memberikan
dorongan bagi siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.
6. Siswa yang lambat berfikir dapat dibantu untuk menambah
ilmu pengetahuannya.
7. Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru
untuk memonitor siswa dalam belajar bekerja sama.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Slavin dalam Shlomo (2012), tujuan utama dari kelompok belajar siswa
adalah mempercepat pemahaman semua siswa. Metode kelompok belajar siswa sudah
28
banyak dievaluasi dan secara konsisten dinyatakan efektif berdasarkan penelitian
yang diawasi dengan baik di sekolah-sekolah umum reguler.
Penelitian yang dilakukan oleh Nofitasari yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Mata Pelajaran IPA Terhadap Hasil
Belajar Siswa Kelas 4 SDN Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang
Semester 2 Tahun Ajaran 2012/2013”. Hasil penelitian menunjukan pada kelompok
kontrol diperoleh nilai rata-rata sebesar 67,22 sedangkan kelompok eksperimen 76.
Berdasarkan hasil analisis uji beda nilai rata-rata posttest kelompok kontrol dan
eksperimen menunjukkan nilai sig (2-tailed) sebesar 0,002 < 0,05 atau berdasarkan
kriteria pengujian –t hitung < -t tabel (-3,315 < -1,688), maka Ho ditolak, berarti ada
perbedaan yang signifikan antara nilai posttest kelas kontrol dengan nilai posttest
kelas eksperimen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan
hasil belajar secara positif dan signifikan pada siswa kelas 4 SDN Kesongo 01
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang tahun 2012/2013.
Penelitian yang dilakukan oleh Katalina yang berjudul “Pengaruh Penggunaan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) Siswa Kelas V SD Negeri Kecandran 01 Gugus Gajahmada
Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil
penelitian menunjukan setelah dilaksanakan analis data hasil dari uji t-tes diketahui
nilai t adalah 7,745 dengan probabilitas signifikan 0.00<0,05, maka terdapat
perbedaan yang signifikan untuk pembelajaran menggunakan Model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran konvensional. Perbedaaan rata-rata
berkisar antara 9,39755 sampai 16,00816 dengan perbedaan rata-rata 12,70286
Dilihat skor rata-rata hitung prestasi belajar, siswa yang pembelajarannya
menggunakan Model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai skor rata rata
10,04. Sedangkan pembelajarannya menggunakan metode konvensional mempunyai
rata-rata hitung 04,81. Hasil penelitian ini menyatakan adanya pengaruh yang
signifikan dengan mengunakan Model Pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
29
Konvensional, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran
Kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) kelas V SDN Kecandran 01 Gugus Gajahmada Kecamatan Sidomukti Kota
Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.
Penelitian yang dilakukan oleh Suryani Lilik yang berjudul “Pengaruh
Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Students Team Achievement
Divisions (STAD) Terhadap Hasil Belajar IPA Bagi Siswa Kelas IV SD N Tanggung
Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mean dari hasil belajar kelas eksperimen adalah 9,11 dan mean kelompok
kontrol adalah 7,50. Selisih mean kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 1,61.
Hasil perhitungan diperoleh signfikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05
(0,000<0,05) dan besar t hitung (-15,44) kurang dari t tabel (-2,009). Karena
signifikansi kurang dari 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel maka hipotesis
diterima, artnya terbukti ada pngruh model pembelajaran STAD terhadap hasil belajar
IPA bagi siswa kelas IV SD N Tanggung.
Hasil penelitian diatas kebanyakan masih menggunakan media gambar saja
sehingga masih monoton dan siswa merasa jenuh, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan berbeda dengan penelitian yang dilakukan diatas, karena peneliti ini
menggunakan alat peraga visual dan praktikum sehingga pembelajarnnya akan
menarik bagi siswa karena dengan praktikum siswa akan lebih aktif serta kreatif
dalam penelitian ini tidak menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran.
2.3 Kerangka Pikir
Kebanyakan guru masih menerapkan pembelajaran konvensional dalam
mengajar IPA. Dalam pembelajaran, guru menggunakan metode ceramah saja, siswa
menjadi pasif dalam pembelajaran. Guru menjadi sangat aktif dan siswa menjadi
penonton dalam kegitan pembelajaran. Siswa tidak dilibatkan untuk berinteraksi
dengan temannya dalam proses belajar mengajar, tetapi siswa dituntut hanya terlibat
dengan gurunya . Hal ini membuat siswa tidak terbiasa untuk belajar bekerjasama
30
Kelas
Kontrol
Pre Test
Pembelajaran
menggunakan
pembelajaran
konvensional
ceramah
Post Test
Uji beda hasil
posttest apakah ada
signifikan dengan
penggunaan
Cooperative
Learning tipe STAD
Kelas
Eksperimen
Pre Test
Pembelajaran
menggunakan
Cooperative
Learning tipe
STAD
Post Test
dengan orang lain yang ada di sekitarnya, dalam memecahkan sebuah masalah belajar
yang dihadapinya.
Dengan menggunakan Cooperative Learning tipe STAD dapat meningkatkan
minat belajar pada siswa. Sehingga dalam kegiatan belajar tidak hanya monoton
secara individu saja, tetapi siswa belajar secara interaksi dengan cara mengelompok
dan melakukan beberapa interaksi antara siswa yang satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian pemahaman terhadap materi pelajaran dapat secara optimal,
sehingga hasil belajar siswa pun menjadi optimal.
Berikut bagan kerangka berfikir Pengaruh Model Cooperative Learning tipe
STAD Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SDN Karangtengah Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2014/2015.
Bagan : 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
31
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah dipaparkan di atas,
maka dapat dirumuskan :
H0 : Tidak ada pengaruh Model Cooperative Learning tipe STAD terhadap hasil
belajar IPA siswa kelas 3 SDN Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang Semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015.
H1: Ada pengaruh Model Cooperative Learning tipe STAD terhadap hasil belajar
IPA siswa kelas 3 SDN Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang Semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015.