Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Perilaku Konsumen
Berkembangnya suatu peradaban, teknologi dan berbagai pelayanan yang
diberikan atau disediakan oleh perusahaan jasa akan ada baiknya perusahaan yang
menyediakan jasa mempelajari ilmu mengenai perilaku konsumen, dimana akan
memberikan manfaat untuk memprediksi perilaku orang lain dalam mengambil
suatu keputusan. Bisa memprediksi perilaku orang lain akan memberikan
keuntungan yang besar agar kita bisa berkomunikasi dengan baik kepada orang
tersebut guna meminimalis kesalahan supaya tidak terjadi kesalahan komunikasi.
Untuk menganalisis perilaku konsumen yang realistis hendaknya
menganalisis juga proses-proses yang tidak dapat atau sulit diamati, yang
menyertai setiap pembelian. Dalam mempelajari perilaku konsumen sebenarnya
tidak hanya mempelajari apa (what) yang dibeli tetapi juga dimana (where),
bagaimana kebiasaannya, dan dalam kondisi macam apa (under what conditions)
atas apa barang-barang atau jasa yang dibeli. Dimana pengertian perilaku
konsumen nantinya akan membentuk bagi manager pemasaran untuk memahami
perilaku tersebut sehingga perusahaan dapat mengembangkan, menentukan harga,
dan promosi.
Perusahaan yang berorientasi pada konsumen harus memperhatikan
konsumen dan kebutuhannya yang tercermin dari perilakunya tersebut. Dimana
dengan mempelajari perilaku konsumen, perusahaan dapat merancang pola
komunikasi yang baik dan tepat melalui kegiatan promosi dalam rangka
mempengaruhi konsumen sehingga mereka tertarik untuk membeli produk barang
atau jasa yang kita tawarkan dan dapat memprediksi selera konsumen sehingga
dapat memproduksi barang atau jasa yang sesuai dengan selera konsumen.
Sehingga prediksi dan penjelasan perilaku konsumen perusahaan dapat
memahami dan mengendalikan konsumen agar mereka dapat menjadi konsumen
yang loyal.
Menurut Engel et al (2006), perilaku konsumen adalah tindakan yang
langsung terlibat dalam pemerolehan,pengonsumsian, dan penghabisan produk
atau jasa, termasuk proses yang mendahului dan menyusul tindakan ini. Menurut
Mowen dan Minor (2002), perilaku konsumen adalah : studi unit-unit dan proses
pembuatan keputusan yang terlibat dalam penerimaan, penggunaan dan
pembelian, dan penentuan barang, jasa, dan ide. Schiffman dan Kanuk (2000)
mendefinisikan perilaku konsumen sebagai “perilaku yang diperlihatkan
konsumen untuk mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan
menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan
kebutuhan mereka.
Perilaku Konsumen didefinisikan sebagai unit pembelian dan proses
pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuatan barang, jasa,
pengalaman, serta ide (Kotler, 2005). Selanjutnya Kotler (2005) menjelaskan
perilaku konsumen sebagai suatu studi tentang unit pembelian bisa perorangan,
kelompok atau organisasi. Masing-masing unit tersebut akan membentuk pasar
sehingga muncul pasar individu atau pasar konsumen, unit pembelian kelompok
dan pasar bisnis yang dibentuk organisasi.
Pemahaman perilaku konsumen sangatlah penting karena sebagai pondasi
bagi sebuah perusahaan guna mencapai tujuannya yanitu menyalurkan produk
barang atau jasa yang dijualnya. Prinsip pemasaran mengatakan bahwa
pencapaian tujuan organisasi tergantung pada seberapa mampu organisasi
memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan dan memenuhinya secara lebih
efisien dan efektif. Menurut Griffin (2005) perilaku konsumen adalah semua
kegiatan,tindakan serta proses psikolog yang mendorong tindakan tersebut pada
saat sebelum membeli, akan membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan
jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegunaan mengevaluasi. Dari
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
perilaku konsumen adalah tindakan yang dilakukan konsumen guna mencapai dan
memenuhi kebuthuannya baik untuk menggunakan, mengkonsumsi, maupun
menghabiskan barang atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan
menyusul. Hal ini sejalan dengan pendapat Engel et al (2006). Dari beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian perilaku konsumen adalah :
1. Disiplin ilmu yang mempelajari perilaku individu, kelompok, atau
organisasi dan proses-proses yang digunakan konsumen untuk
menyeleksi,menggunakan produk,pelayanan, pengalaman (ide) untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, dan dampak dari proses-
proses tersebut pada konsumen dan masyarakat.
2. Tindakan yang dilakukan oleh konsumen guna mencapai dan memenuhi
kebutuhannya baik dalam penggunaaan, pengkonsumsian maupun
penghabisan barang dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului
dan yang menyusul.
3. Tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh konsumen dengan merasakan
adanya kebutuhan dan keinginan, kemudian berusaha mendapatkan produk
yang diinginkan, mengkonsumsi produk tersebut, dan berakhir pada
tindakan-tindakan pasca pembelian, yaitu perasaan puas atau tidak puas.
2.2 Loyalitas Konsumen
Dalam strategi pemasaran salah satu konsep yang sangat penting dan
sasaran yang ingin dicapai adalah loyalitas merek yaitu bagaimana meraih
pelanggan atau konsumen yang loyal atau setia terhadap produk (loyalitas
pelanggan). Karena pada dasarnya mempertahankan loyalitas terhadap merek dari
pelanggan menjadi hal penting untuk kelangsungan hidup produk atau jasa. Dan
ini menjadi strategi yang lebih efektif dari pelanggan baru. Disamping itu juga
telah dipikirkan bahwa biaya untuk menarik pelanggan baru secara enam kali
lebih besar dari pada mempertahankan pelanggan yang telah ada. Salah satu
atribut terpenting dalam menciptakan loyalitas adalah pelayanan.
2.2.1 Pengertian Loyalitas Konsumen
Kesetiaan pelanggan adalah aset yang bernilai strategik, maka peneliti
perilaku konsumen tertarik untuk mengembangkan konsep ini beserta
pengukurannya. Masalah pokok yang timbul bagi para peneliti biasanya
bagaimana mendefinisikan istilah kesetiaan, apakah istilah tersebut dikaitkan
dengan perilaku konsumen atau sikap konsumen. Pada awal perkembangan
kesetiaan pelanggan lebih dikaitkan dengan perilaku. Ini dapat dilihat dari teori
belajar tradisional (Classical and Instrumental Conditioning) yang cenderung
melihat kesetiaan dari aspek perilaku, konsumen dianggap mempunyai kesetiaan
terhadap suatu barang atau jasa tertentu jika ia telah membeli barang atau jasa
yang sama tersebut sebanyak tiga kali berturut-turut. Kendalanya adalah kesulitan
dalam membedakan antara yang benar-benar setia dengan yang palsu meskipun
perilakunya sama.
Konsep kesetiaan pelanggan yang dalam perkembangannya lebih pada
aspek perilaku, dikembangkan lebih luas lagi dengan melibatkan dimensi sikap
dan perilaku. Konsep ini dikembangkan oleh Dick dan Basu (1994) kesetiaan
dipandang sebagai hubungan erat antara sikap relatif dengan perilaku pembelian
ulang. Pandangan yang mendasarkan hubungan antara sikap perilaku ini amat
bermanfaat bagi pemasar. Pertama, dari segi validitas akan lebih baik, terutama
dapat digunakan untuk memprediksi apakah kesetiaan yang terlihat dari perilaku
pembelian ulang terjadi karena memang sikapnya yang positif (senang) terhadap
produk tersebut ataukah hanya karena situasi tertentu yang memaksanya (spurious
loyalty). Kedua, memungkinkan pemasar melakukan identifikasi terhadap faktor
yang dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan atas pelayanan yang telah
diberikan.
Rundle-Thiele(2006) membagi loyalitas menjadi tiga macam yaitu :
1. Attitudinal loyalty adalah terciptanya keinginan atau intensi untuk
melakukan pembelian ulang dari perusahaan yang sama dan
merekomendasikannya (Dick dan Basu 1994), tetapi hal tersebut
belum terjadi pada kenyataannya.
2. Behavioural loyalty adalah perilaku sesungguhnya dari konsumen
untuk melakukan pembalian ulang dan merekomendasikannya.
3. Composite loyalty merupakan gabungan kedua macam loyalitas
sebelum yang didefinisikan sebagai loyalitas selalu meberi perilaku
yang diinginkan, intensi dan pembelian ulang. Loyalitas yang sesuai
dengan penelitian ini adalah Composite loyalty dimana kesetian dilihat
sebagai adanya intensi untuk melakukan pembelian ulang yang
kemudian menimbulkan sebuah perilaku untuk melakukan pembelian
ulang.
Konsumen yang loyal merupakan aset penting bagi perusahaan. Hal ini dapat
dilihat dari karakteristik yang dimilikinya.
2.2.2 Karakteristik loyalitas Konsumen
Griffin (2005) menyatakan bahwa konsumen yang loyal memiliki karakteristik
sebagai berikut :
• melakukan pembelian secara teratur
• melakukan pembelian disemua lini produk atau jasa.
• merekomendasikan produk lain
• menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing.
2.2.3 Tahap-tahap Loyalitas
Dalam konteks bisnis, loyalitas dijelaskan sebagai keinginan konsumen
untuk berlangganan pada perusahaan terus menerus, membeli dan menggunakan
produk dan jasa perusahaan berulang kali, dan merekomendasikan produk
perusahaan kepada orang lain (Lovelock dan Wirtz, 2004). Richard Oliver dalam
Lovelock (2004) mengatakan bahwa pada mulanya konsumen akan mengalami
loyalitas kognitif, yaitu merasakan bahwa brand yang satu lebih disukai daripada
brand yang lain berdasarkan informasi atribut tentang brand yang diterimanya.
Pada tahap kedua, konsumen mengalami loyalitas afektif, yaitu konsumen
membangun kesukaan terhadap brand berdasarkan kepuasan penggunaan yang
terakumulasi. Pada tahap ketiga, konsumen mengalami loyalitas konatif, dimana
pada tahap ini konsumen berkomitmen untuk membeli kembali brand yang sama.
Sedangkan menurut Griffin (2005) membagi tahapan loyalitas konsumen menjadi
seperti berikut :
a) Terduga (suspects), meliputi semua orang yang mungkin akan membeli
barang atau jasaperusahaan, tetapi sama sekali belummengenal perusahaan
dari barang atau jasa yang ditawarkan.
b) Prospek (prospect), merupakan orang-orang yang memiliki kebutuhan
akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk
membelinya. Meskipunbelum melakukan pembelian, para prospek tealah
mengetahui keberadaan perusahaan dari barang atau jasa yang ditawarkan
karena seseorang telah merekomendasikan barang atau jasa tersebut
kepadanya.
c) Prospek terdiskualifikasi (disqualified prospects), prospek yang telah
mengetahui keberadaaan barang atau jasa tertentu, tetapi tidak
mempunyai kebutuhan barang atau jasa tersebut, atau tidak mempunyai
kebutuhan untuk membeli akan barang atau jasa tersebut.
d) Pelanggan mula-mula (first time customer), pelanggan yang untuk pertama
kalinya membeli. Mereka masih menjadi pelanggan baru.
e) Pelanggan berulang (repeat customer), pelanggan yang telah membeli
produk barang atau jasa yang sama sebanyak dua kali atau lebih, atau
membeli dua macam produk yang berbeda dalam kesempatan yang
berbeda pula.
f) Klien, klien membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan
dibutuhkan. Mereka membeli secara teratur.Hubungan dengan jenis
pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka
tidak terpengaruh terhadap produk lain.
g) Pendukung (adveaters), seperti halnya klien, pendukung pembeli barang
atau jasa yang ditawarkan dan yang dibutuhkan, serta melakukan
pembelian secara teratur. Selain itu, mereka mendorong teman-teman
mereka agar membeli barang atau jasa yang direkomendasikan perusahaan
tersebut pada orang lain. Dengan begitu secara tidak langsung mereka
telah melakukan pemasaran dan membawa pelanggan untuk perusahaan.
h) Mitra, merupakan bentuk hubungan yang paling kuat antara pelanggan dan
perusahaan, dan berlangsung terus-menerus karena kedua pihak
melihatnya sebagai hubungan yang saling menguntungkan.
2.2.4 Prinsip-Prinsip Loyalitas
Kotler (2005) mengemukakan bahwa pada hakikatnya loyalitas pelanggan dapat
diibaratkan sebagai perkawinan antara perusahaan dan publik (terutama
pelanggan inti). Jalinan relasi ini akan berlangsung lama jika melihat sepuluh
prinsip pokok loyalitas yaitu,antara lain :
1. Kemitraan yang didasarkan pada etika dan integritas yang utuh.
2. Nilai tambah (kualitas, biaya, waktu siklus,teknologi,profitabilitas dan
sebagainya), dalam kemitraan antara pelanggan dan pemasok.
3. Sikap saling percaya antara manager dan karyawan, serta perusahaan
dengan pelanggan inti.
4. Keterbukaan (saling berbagi data teknologi,strategi dan biaya) antara
pelanggan dan pemasok.
5. Pemberian bantuan secara aktif dan kongkrit.
6. Tindakan berdasarkan semua untur antusiasme konsumen.
7. Fokus pada faktor-faktor tidak terduga yang bisa menghasilkan
kesenangan pelanggan.
8. Kedekatan dengan pelanggan internal dan eksternal.
9. Pembinaan relasi dengan pelanggan pada tahap purna beli.
10. Antisipasi kebutuhan dan harapan pelanggan di masa yang akan datang.
Adanya hubungan jangka panjang dalam Loyalitas, konsumen yang loyal akan
lebih toleransi terhadap harga (de Ruyter, Wetzels, dan Van Birgelen,1999). Hal
ini berarti semakin besar loyalitas seorang konsumen maka ia akan menerima
perubahan harga yang terjadi dan tetap melakukan pembelian ulang karena
konsumen merasa bahwa harga yang diterima sebanding dengan hasil yang
didapat.
2.3 Kualitas pelayanan jasa
Pada saat membicarakan mengenai kualitas pelayanan, maka salah satu
konsep yang harus dipahami bersama adalah ; apakah yang dimaksud dengan
pelayanan atau jasa? Serta bagaimana kaitannya antara pelayanan itu sendiri
dengan pemasaran. Dalam pemasaran produk mempunyai arti luas, yaitu satu
kesatuan yang ditawarkan baik yang berwujud atau yang tidak berwujud. Produk
yang berwujud biasanya disebut dengan barang (goods) dan produk yang tidak
berwujud disebut jasa (service.)
2.3.1 Definisi Jasa
Jasa memiliki banyak arti, mulai dari pelayan personal (personal service)
sampai jasa sebagai suatu produk. Banyak pakar pemasaran telah memberikan
definisi tentang jasa. Kotler (2005) mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan
atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu.
Produksinya mungkin saja terkait atau tidak terkait dengan produk fisik. Zeithaml
dan Bitner dalam Hurrayati (2005) mengemukakan bahwa pada dasarnya jasa
seluruh aktifitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik,
dikonsumsi dan diproduksi pada saat yang bersamaan, memberikan nilai tambah,
dan secara prinsip tidak berwujud (intangible) bagi pembeli pertamanya.
Berdasarkan dari beberapa devinisi tersebut yang sudah dijabarkan diatas,
jasa pada dasarnya adalah sesuatu yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
• Sesuatu yang tidak berwujud, tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen
• Proses produksi jasa dapat atau tidak menggunakan bantuan suatu produk
fisik.
• Jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikannya.
• Terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa.
2.3.2 Karakteristik jasa
Karakteristik jasa menurut Kotler (2005) ada empat yang membedakan dengan
barang yaitu, antara lain :
1. Tidak berwujud (intangibility)
Jasa berbeda dengan barang, karena jasa tidak dapat dilihat,
dirasa,diraba,dilihat, didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Dengan
kata lain, konsumen tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum merka
menikmatinya sendir. Oleh karena itu, untuk mengurangi ketidakpastian,
konsumen akan mencari tanda atau bukti dari kualitas jasa tersebut.
2. Tidak terpisahkan (insaparability)
Biasanya barang produksi disimpan dalam persediaan, didisribusikan, dijual
baru dikonsumsi. Akan tetapi jasa dijual terlebih dahulu baru dapat
diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi penyedia jasa dan
pelanggan merupakan ciri khusus dalam pelayanan jasa.
3. Bervariasi (variability)
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan keluaran nonbaku, artinya
banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan
dimana jasa tersebut dihasilkan.
4. Tidak tahan lama (perishability)
Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lamadan tidak dapat disimpan.
Daya tahan tergantung dari situasi yang diciptakan dari macam-macam
faktor yang ada.
2.3.3 Strategi Pemasaran Jasa
Pendekatan strategi pemasaran 4P biasanya sering berhasil untuk barang,
tetapi berbagai elemen tambahan perlu diperhatikan dalam bisnis jasa. Broms and
Bitnes dalam Kotler (2005) menyarankan 3P tambahan dalam proses. Pollack
(2009) memberi tambahan supaya pada strategi pemasaran lebih aplikatif pada
bidang jasa, 4P (product, price, promotion, and palace) kini diperluas dan
ditambah empat unsur lainnya, yaitu (people, process, physical, and customer
service).
2.3.4 Dimensi Kualitas Jasa
Parasuraman (2002) mengemukakan adanya lima dimensi Kualitas jasa, yaitu:
a. Keandalan (Reability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
yang dijanjikan dengan tepat (accurately) dan kemampuan untuk
dipercaya (dependably), terutama memberikan jasa dengan tepat waktu (on
time), dengan cara yang sama sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan,
dan tanpa melakukan kesalahan.
b. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu kemauan atau keinginan para
karyawan untuk membantu memberikan jasa yang dibutuhkan oleh para
konsumen.
c. Jaminan (Assurance),yaitu meliputi pengetahuan, kemampuan,
keramahan, kesopanan, dan sifat yang dapat dipercaya dari kontak
personal untuk menghilangkan sifat keragu-raguan konsumen dan
membuat mereka merasa terbebas dari bahaya dan resiko.
d. Empati (Emphaty), meliputi sikap kontak personal atau perusahaan untuk
memahami kebutuhan dan kesulitan, konsumen, komunikasi yang baik,
perhatian pribadi, dan kemudahan untuk melakukan komunikasi.
e. Produk fisik (Tangibles), tersedianya fasilitas fisik, perlengkapan dan
sarana komunikasi, dan lain-lain yang bisa dan harus ada dalam proses
jasa.
2.3.5 Definisi Kualitas Pelayanan
Pada umumnya pelayanan yag bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan
yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering. Kata kualitas mengandung
banyak definisi dan makna, setiap orang akan mendefinisikan secara berlainan.
Menurut Kotler (2002:83) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang
dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Dan menurut Kotler
(2005) merumuskan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas pelayanan (service quality) dapat
diketahui dengan cara membandingkan presepsi para konsumen atas pelayanan
yang nyata-nyata mereka terima dengan pelayanan sesungguhnya yang mereka
rasa dan mereka peroleh. Maka kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas
yang dilakukan oleh perusahaan guna memenuhi harapan konsumen.
Definisi kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan
dan keinginan pelanggan serta ketetapan penyampaiannya untuk mengimbangi
harapan pelayanan. Kualitas yang sangat memuaskan akan berdampak baik pada
suatu perusahaan jasa, yaitu perusahaan tersebut akan mendapatkan citra yang
baik pula dimata para konsumen.
2.3.6 Atribut kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan merupakan sebuah perbandingan antara kenyataan
yang diperoleh pelanggan, apakah sesuai dengan harapan yang mereka inginkan.
Jika sesuai yang mereka inginkan, maka dapat dikategorikan bahwa pelayanan
tersebut berkualitas baik.
Menurut Tjiptono (1996:56) atribut-atribut dalam kualitas pelayanan
antara lain :
a. Ketepatan waktu pelayanan meliputi waktu tunggu dan waktu proses.
b. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan-kesalahan.
c. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanana.
d. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi,
ruang tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-
lain.
e. Atribut pendukung lainnya seperti AC, kebersihan dan lain-lain.
2.4 Harga
Dalam dunia bisnis harga mempunyai banyak nama, misalnya dalam dunia
perdagangan produk disebut harga, dalam dunia perbankan disebut bunga, atau
didunia bisnis jasa akuntansi, konsultan disebut fee, biaya telepon disebut tarif
dan dalam dunia asuransi disebut premi.
2.4.1 Pengertian Harga
Harga memiliki peranan yang sangat penting bagi konsumen, dan manager
harus benar-benar memperhatikan salah satu faktor tersebut sebagai sikap
pembentukan sikap konsumen. Harga memiliki suatu pengertian, suatu nilai
produk barang ataupun jsa yang umumnya dinyatakan dalam satuan moneter
(Rupiah, Dollar, Yen, dll).
Menurut Kottler (2001:439) harga adalah sejumlah uang yang
dibebeankan dari sebuah produk atau jasa atau jumlah dari nilai tukar konsumen
atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk jasa atau barang
tersebut. Konsumen sangat sensitif terhadap harga sehingga harga suatu produk
yang relatif lebih tinggi dibandingkan pesaingnya dapat mengeliminasi produk
dari pertimbangan konsumen. Selain itu harga juga dapat digunakan sebagai
indikator pengganti kualitas produk, dengan hasil produk yang berharga tinggi
yang bisa dipandang positif oleh segmen pasar tertentu.
Ada lima dimensi negatif dan dua dimensi positif dari suatu harga yaitu, antara
lain :
a. peranan negatif dari pertimbangan harga:
Sadar nilai (value conscious), keadaan dimana konsumen memperhatikan
kualitas suatu produk terhadap harga.
Sadar harga (price conscious), keadaan dimana konsumen lebih berfokus
pada pembayaran harga yang lebih murah.
Penawaran kupon, keadaan dimana konsumen menanggapi tawaran
pembelian yang melibatkan kupon.
Penawaran penjualan, keadaan dimana konsumen menanggapi penawaran
pembelian yang melibatkan pengurangan harga sememntara
Pakar harga, keadaan dimana konsumen menjadi sumber informasi bagi
orang lain tentang harga dipasar bisnis.
b. peranan positif dari harga untuk mempengaruhi konsumen yaitu ada dua :
hubungan harga-mutu, keadaan dimana konsumen menggunakan
harga sebagai indikator mutu
sensitif prestise, keadaan ini dimana konsumen membentuk
presepsi dari sebuah harga yang menguntungkan berdasarkan
sensitivitas terhadap persepsi terhadap orang lain dari tanda-tanda
status dengan harga yang lebih mahal.
Menurut Petter dan Olson (2005:458), harga merupakan pengorbanan
yang harus dikeluarkan oleh konsumen untuk memperoleh barang atau jasa.
Pertukaran dalam pemasaran baru akan terjadi jika terdapat kesesuain harga yang
dibayar oleh pembeli (konsumen) dengan harga yang ditawarkan oleh perusahaan,
karena konsumen lebih tertarik pada harga yang masuk akal, yang berarti
memiliki nilai yang sesuai dengan yang diinginkan konsumen pada saat transaksi
pembelian barang ataupun jasa. Dan mungkin semakin pantas harga sebuah
barang atau jasa yangg diterima maka semakin besar kemungkinan barang atau
jasa tersebut dibeli. Didalam pemasaran harga merupakan faktor yang penting
dalam menciptakan kepuasan pelanggan, karena kapanpun pelanggan
mengevaluasi nilai dari suatu barang atau jasa, dan para konsumen selalu berpikir
dan menimbang-nimbang mengenai harga (Cronin, Brady dan Hult : 2000).
Sehingga penting bagi pemasar untuk menetapkan harga yang pantas agar
terciptanya kepuasan pelanggan.
Kotler dan Keller (2009) menyebutkan bahwa konsumen kurang sensitif
terhadap harga apabila barang atau jasa tersebut memiliki harga yang rendah
ataupun frekuensi pembeliannya rendah. Konsumen kurang sensitif terhadap
harga pada saat hanya sedikit ataupun tidak terdapat barang pengganti atau
pesaing yang menjual barang serupa, konsumen tidak sadar bahwa terdapat harga
yang lebih tinggi, konsumen lambat untuk menerima perubahan dari kebiasaan
pembelian, konsumen berfikir bahwa harga lebih tinggi itu wajar, dan harga
hanyalah sebagaian kecil dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan sebuah produk. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa adanya
kebiasaan pembelian yangterjadi akibat dari kepuasan pelanggan yang berujung
pada kesetiaan konsumen menyebabkan adanya pengaruh loyalitas terhadap harga
yang diterima.
Mengacu pada penelitian Matin Consuegra et al (2007) terdapat faktor-
faktor yang mempengaruhi jarak dari harga yang dapat diterima. Keanekaragaman
dalam harga antara barang yang satu dengan barang yang laindan bahkan antara
produsen yang satu dengan yang lain menyebabkan adanya jarak didalam harga
yang dapat diterima. Semakin besar perbedaan yang satu dengan yang lainnya,
maka konsumen lebih memilih perubahan harga, dan terlebih pada perusahaan
jasa, khususnya pada restoran yang mengutamakan pelayanan kepada konsumen
karena pada jasa tidak mempunyai standarisasi, maka harga dari sebuah jasa juga
terkadang tidak tetap.
Tingkat referensi harga adalah sebuah tingkat harga yang dijadikan
perbandingan bagi seorang konsumen terhadap barang atau jasa (Kotler dan
Amsrong,2001). Tingkat referensi harga tersebut dapat berbentuk harga pada saat
itu, harga yang ada dimasa lau ataupun menilai situasi pembelian. Jadi
kesimpulannya sekalipun harga mengalami kenaikan, konsumen tetap dapat
menerima harga tersebutdan rela untuk membayarnya.
2.4.2 Prosedur Penetapan Harga
Dalam penetapan harga pada sebuah produk perusahaan harus mengikuti prosedur
enam langkah (Kotler, 1992), yaitu :
1. Perusahaan dengan hati-hati dalam menyusun tujuan-tujuan
pemasarannya, misalnya mempertahankan hidup, memenangkan laba saat
ini dan ingin memenangkan bagian pasar atau kualitas dari produk
tersebut.
2. Perusahaan menentukan kurva permintaan yang memperlihatkan
kemungkinan-kemungkinan jumlah produk yang akan terjual per periode,
pada tingkat-tingkat harga alternatif. Permintaan yang semakin tidak
elastis, semakin tinggi pula harga yang ditetapkan oleh perusahaan.
3. Perusahaan memperkirakan bagaimana biaya akan bervariasi pada tingkat
produksi yang berbeda-beda.
4. Perusahaan mengamati harga-harga para pesaing sebagai dasar untuk
menetapkan harga mereka sendiri.
5. Perusahaan memilih salah satu metode penetapan harga yang terdiri dari
penetapan harga plus, analisis pulang pokok, dan penetapan laba sasaran,
penetapan harga nilai yang diperoleh,penetapan harga yang sesuai dengan
laju perkembangan dan penetapan harga dalam sampul tertutup.
6. Perusahaan harus memilih harga final, menyatakan dalam cara psikologis
yang paling efektif dan mengeceknya untuk meyakinmkan bahwa harga
tersebut sesuai dengan kebijakan penetapan harga perusahaan serta sesuai
pula dengan penyalur, grosir, wiraniaga perusahaan, pesaing, pemasok dan
pemerintah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa harga merupakan sebuah
konsep yang memiliki arti sangat penting bagi konsumen. Akan tetapi harga juga
memiliki keanekaragaman yang memiliki arti cukup berbeda bagi konsumen.
2.4.3 Tujuan Penetapan Harga
Dalam teori ekonomi klasik,sebuah perusahaan selalu berorientasipada
seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari suatu produk barang atau jasa
yang ditawarkan, sehingga tujuan penetapan harga yaitu hanya berdasarkan pada
tingkat keuntungan yang diperoleh. Tetapi tujuan penetapan harga bukan hanya
berdasarkan tingkat keuntungan yang akan diperoleh melainkan juga berdasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan non ekonomisnya.
Berikut tujuan dari penentapan harga :
1. Memaksimumkan laba : penentapan harga biasanya memperhitungkan
tingkat keuntungan yang akan diperoleh, semakin besar keuntungan
margin yang didapat maka semakin tinggi pula harga yang ditetapkan
untuk konsumen. Dalam menetapkan harga sebaiknya
memperhitungkan daya beli dan variabel lain yang dipengaruhi oleh
harga, agar memperoleh keuntungan yang maksimum.
2. Return On Investment (ROI) / pengembalian Modal Usaha : setiap
usaha ingin mengembalikan modal yang tinggi. ROI yang tinggi dapat
dicapai dengan jalan menaikkan profit margin serta meningkatkan
angka penjualan.
3. Mempertahankan pangsa pasar : tujuan penetapan harga yang tepat
adalah mempertahankan pangsa pasar.
4. Tujuan Stabilisasi Harga : dalam pasar yang konsumennya sangat
sensitif dengan harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya,
maka para pesaing harus menurunkan harganya juga. Dan kondisi ini
mendasari terbentuknya stabilisasi harga. Tujuan stabilasasi harga
yaitu ; guna mempertahankan hubunganyang stabil antara harga
perusahaan dengan harga industri (industry leader).
2.5 Kepuasan Konsumen
Kepuasan atau ketidakpuasan adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadapkinerja produk
yang riil atau aktual dengan kinerja produk yang diharapkan. Kepuasan konsumen
diukur dengan seberapa besar harapan tentang produk barang dan pelayanan
sesuai dengan produk dan pelayanan yang aktual.
2.5.1 Pengertian Kepuasan Konsumen
Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen setelah
membandingkan antara apa yang dia terima dan harapannya (Umar, 2005:65).
Seorang pelanggan, jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh produk
atau jasa, sangat besar kemungkinannya menjadi pelanggan dalam waktu yang
lama.
Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller yang dikutip dari buku
Manajemen Pemasaran mengatakan bahwa Kepuasan Konsumen adalah perasaan
senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja
(hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan (2007:177).
Memuaskan kebutuhan konsumen adalah keinginan setiap perusahaan.
Selain faktor penting bagi kelangsungan hidup perusahaan, memuaskan
kebutuhan konsumen dapat meningkatkan keunggulan dalam persaingan.
Konsumen yang puas terhadap produk dan jasa pelayanan cenderung untuk
membeli kembali produk dan menggunakan kembali jasa pada saat kebutuhan
yang sama muncul kembali dikemudian hari. Hal ini berarti kepuasan merupakan
faktor kunci bagi konsumen dalam melakukan pembelian ulang yang merupakan
porsi terbesar dari volume penjualan perusahaan.
2.5.2 Atribut Pembentukan Kepuasan Konsumen
Menurut Hawkins dan Lonnely (1997-31), atribut-atribut pembentukan customer
satisfaction dikenal dengan “The Big Eight” yang terdiri dari :
1. Value to Price Relationship : It will be determined by the value of the
difference between what the customers and what he pays to receive it.
Artinya bahwa hubungan antara harga dengan nilai produk yang
ditentukan oleh perbedaan antara nilai yang diterima pelanggan terhadap
suatu produk yang dihasilkan oleh badan usaha.
2. Product Quality: it is the sum total of all the quality components the
product and that contribute to the value it adds. Artinya merupakan mutu
dari semua komponen-komponen yang membentuk produk sehingga
produk tersebut mempunyai nilai tambah.
3. Product Features : they are the physical components that yield the benefit.
Artinya merupakan komponen-komponen fisik dari suatu produk yang
menghasilkan.
4. Reliability: it is the combined effect of product dependability it is an
amalgam how well a product works is comparison to its promise. Artinya
merupakan dari gabungan kemampuan suatu produk dari badan usaha
yang dapat diandalkan, sehingga suatu produk yang dihasilkan dapat
sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh perusahaan.
5. Warranty: it is offer to refund the purchase price or replace a defective
product in the event that the productfails after purchase. Artinya
penawaran untuk pengembalian harga pembelian atau mengadakan
perbaikan terhadap produk yang rusak dalam suatu kondisi dimana suatu
produk mengalami kerusakan setelah pembelian.
6. Response to and Remedy of Problems : it is the employee’s attitude in
racting of helpfulness to resolves the problems. Artinya merupakan sikap
karyawan didalam memberikan tanggapan terhadap keluhan atau
membantu pelanggan didalam mengatasi masalah yang terjadi.
7. Sales Eperience : Consists of all interpersonal relationship between
employee’s and customer in communication that related to purchase.
Artinya merupakan hubungan semua antar pribadi antara karyawan dengan
pelanggan khususnya dalam hal komunikasi yang berhubungan dengan
pembelian.
8. Convenience of Aquuisition : Easy a product can be obtained. Artinya
merupakan kemudahan yang diberikan oleh badan usaha kepada
pelanggan terhadap produk yang dihasilkannya.
2.5.3 Faktor-Faktor yang Menentukan Tingkat Kepuasan Konsumen
Dalam menentukan tingkat kepuasan konsumen, terdapat lima faktor utama yang
harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu :
a. Kualitas produk
Konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
b. Kualitas pelayanan
Terutama untuk industri jasa. Konsumen akan merasa puas bila mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang
diharapkan.
c. Emosional
Konsumen akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang
lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek
tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai
sosial yang membuat konsumen menjadi puas terhadap merek tertentu.
d. Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga
yang yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
konsumennya.
e. Biaya
Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung
puas terhadap produk atau jasa itu.
2.5.4 Metode Pengukuran Kepuasan Konsumen
Menurut Kotler yang dikutip dari Buku Total Quality Management ada beberapa
metode yang dapat digunakan dalam melakukan pengukuran kepuasan pelanggan,
diantaranya (Tjiptono, 2003:104):
a. Sistem keluhan dan saran
Organisasi yang berpusat pelanggan (Customer Centered) memberikan
kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran dan
keluhan. Informasi-informasi ini dapat memberikan ide-ide cemerlang bagi
perusahaan dan memungkinkannya untuk bereaksi secara tanggap dan cepat untuk
mengatasi masalah-masalah yang timbul.
b. Ghost shopping
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan
adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap
sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan temuan-temuannya mengenai
kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman
mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghot shopper
juga dapat mengamati cara penanganan setiap keluhan.
c. Lost customer analysis
Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu
terjadi. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan customer
loss rate juga penting, peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan
perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.
d. Survai kepuasan pelanggan
Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan penelitian
survai, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara langsung. Perusahaan akan
memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga
memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap
para pelanggannya.
Mengingat restoran termasuk kelompok perusahaan jasa, seperti halnya
perbankan, perhotelan, dan rumah sakit, maka kepuasan pelanggan dan loyalitas
pelanggan diduga lebih dipengaruhi oleh faktor kualitas layanan. Karena itu pula,
dalam penelitian ini berfokus pada faktor-faktor kualitas layanan. Disamping itu,
faktor kualitas layanan di satu sisi sifatnya spesifik, tidak mudah diduplikasi,
dimana kualitas layanan yang diberikan oleh penyedia jasa yang satu belum tentu
sama dengan yang diberikan oleh penyedia jasa yang lain. Di sisi lain, tolok
ukurnya sudah jelas, yaitu dengan menggunakan lima dimensi kualitas layanan
seperti yang dirumuskan oleh Parasuraman : reliability, responsiveness,
assurance, empathy, dan tangibles.
Kepuasan pelanggan dapat memberikan manfaat, diantaranya hubungan
antara perusahaan dengan pelanggannnya menjadi harmonis, memberikan dasar
yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan
membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mounth) yang
menguntungkan bagi perusahaan. Sehinnga dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya kepuasan konsumen adalah yang mencakup perbedaan antara harapan
dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Kepuasan konsumen hanya dapat tercapai
dengan memberikan pelayan
yang berkualitas kepada pelanggannya. Dimana kualitas pelayanan memiliki
hubungan yang sangat erat dengan kepuasan konsumen.
Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan konsumen
dan pada akhirnya kepuasan tersebut dapat menciptakan loyalitas konsumen.
Dengan terciptanya kualitas pelayanan yang baik akan membantu mendorong
kepuasan konsumen karena kualitas pelayanan yang baik merupakan sarana untuk
kepuasan konsumen. Kualitas pelayanan dapat diwujudkan dengan memberikan
layanan kepada konsumen dengan sebaik mungkin sesuai dengan harapan dari
konsumen. Ketidakpuasan pada salah satu atau lebih dari dimensi layanan tersebut
tentunya memberikan kontribusi terhadap tingkat layanan secara keseluruhan,
sehingga upaya untuk meningkatkan kualitas layanan untuk masing-masing harus
tetap terjaga dan menjadi perhatian utama.
2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis
Pada sebuah perusahaan yang memberikan pelayanan jasa khususnya restoran,
perusahaan pemberi jasa tersebut harus memperhatikan variabel dari kualitas
pelayanan yang diberikan (X1), harga yang ditawarkan (X2), dan kepuasan
pelanggan (X3). Sedangkan Loyalitas konsumen (Y) merupakan hasil yang akan
dicapai oleh perusahaan untuk menciptakan konsumen agar datang kembali
membeli dan menjadi konsumen loyal dengan layanan yang telah diterima oleh
para konsumen secara aktual. Berdasarkan hal tersebut, kerangka pemikiran
teoritis pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis
2.7 Hipotesis
Hipotesa I : Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen
Kualitas Pelayanan
(X1)
Harga
(X2)
Kepuasan Konsumen
(X3)
Loyalitas Konsumen
(Y)
Hipotesis penelitian berikut dikembangkan berdasarkan konsep penelitian yang
disajikan pada Gambar 2.2 dengan didukung oleh beberapa hasil studi empiris
yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Irawan (2007 :37) menyatakan bahwa kualitas jasa pelayanan dan
kepuasan konsumen adalah salah satu faktor dari lima faktor yang mempengaruhi
loyalitas konsumen. Kualitas jasa ini berfokus pada lima dimensi yang
dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry sejak tahun 1988, yaitu
masing-masing adalah : reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan
tangible (Tjiptono dan Chandra, 2005 : 133). Menurut Irawan (2007 : 39),
kepuasan pelanggan untuk industri perbankan, perhotelan, dan rumah sakit sangat
ditentukan oleh faktor kualitas jasa atau layanannya. Mengingat restoran
merupakan perusahaan jasa, maka kepuasan pelanggannya juga sangat
dipengaruhi pula oleh kualitas jasa atau layanannya.
Beberapa studi empiris juga telah dilakukan oleh para peneliti untuk mengetahui
pengaruh kualitas layanan dan kepuasan pelanggan terhadap loyalitas konsumen.
Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Astawa (2008) meneliti pengaruh kualitas layanan dan kepuasan pada niat beli
ulang pelanggan Hotel Inna Kuta Beach. Dengan basis rata-rata pelanggan
pertahun selama tiga tahun (2005 – 2007) sebagai populasi penelitian, ukuran
sampel ditentukan sebanyak 185 orang (berdasarkan kreteria analisis SEM).
Sampel yang dijadikan responden ditentukan berdasarkan metode convenience
sampling sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan metode angket. Dengan
metode analisis data ditemukan bahwa :
Kualitas layanan berpengaruh positif dan signifikan pada kepuasan pelanggan.
2. HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DAN KEPUASAN KONSUMEN
TERHADAP NIAT BERKUNJUNG ULANG PELANGGAN FAMILY RESTAURANT
FUSSION,KLAN VALLEY MALAYSIA, dimana terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen terhadap loyalitas
konsumen.
3. Pengaruh Kualitas Pelayanan dengan Loyalitas Konsumen PT.TELKOMSEL
JAKARTA dimana terdapat pengaruh yang positif antara kualitas pelayan yang diberikan
dengan loyalitas konsumen.
Hipotesa II : Pengaruh harga yang ditawarkan terhadap Loyalitas
Konsumen
Menurut Herman et al (2007) dimana persepsi harga mempengaruhi penilaian
kepuasan konsumen dan loyalnya konsumen keseluruhan secara langsung dan
tidak langsung melalui persepsi kepantasan harga. Mereka menyatakan bahwa
persepsi kepantasan harga dan penilaian kepuasan memiliki beragam komponen
yang saling berkolerasi satu sama lain. Arah pengaruh antar komponen
kepantasan harga dan kepuasan konsumen bergantung pada saat dimana informasi
harga diterima oleh pembeli dalam satu rangkaian proses pembelian. Menurut
Schiffman dan Kanuk (2007:173) bagaimana konsumen mempersiapkan harga,
sebagai harga yang tinggi, harga yang rendah atau pantas, yang memiliki
pengaruh yang kuat terhadap kepuasan pembelian. Mengacu pada penelitian-
penelitian lainnya mengenai kepantasan harga, menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif terhadap harga yang diberikan guna memberikan kepuasan
kepada konsumen dan menjadi konsumen loyal. Teori ini didukung dengan hasil
penelitian dari
1. Jurnal Raymond Setiabudi dan Sabrina Octorina tenteang “Hubungan
kepantasan harga, Harga yang diterima, dan Kepuasan konsumen terhadap
Loyalitas konsumen”. Dimana pada penelitian ini tedapat hubungan yang positif
dan signifikan antara kepantasan harga,harga yang diterima dan kepuasan
konsumen terhadap loyalitas konsumen.
Hipotesa III : Pengaruh kepuasan konsumen terhadap Loyalitas konsumen
Setiap para pelaku usaha berharap bahwa pencapaian upayanya tidak berhenti
pada suatu titik di mana para pelanggannya mengalami kepuasan atas kualitas
pelayanan yang diberikan, tetapi selalu berharap bahwa pelanggannya akan
menjadi loyal terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya. Karena, menurut
Olorunniwo, et.al, 2006; Michel, et.al, 2000; Kandampully, et.al, 2000; Kartajaya,
2007 dalam Astawa, 2008 : 22, pelanggan yang terpuaskan cenderung untuk loyal
terhadap penyedia barang atau jasa.
Teori di atas didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti
sebelumnya, yang diantaranya dikutip dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Astawa (2008) meneliti pengaruh kualitas layanan dan kepuasan pada niat
beli ulang pelanggan Hotel Inna Kuta Beach.
Dengan basis rata-rata pelanggan pertahun selama tiga tahun (2005 – 2007)
sebagai populasi penelitian, ukuran sampel ditentukan sebanyak 185 orang
(berdasarkan kreteria analisis SEM). Sampel yang dijadikan responden
ditentukan berdasarkan metode convenience sampling sedangkan
pengumpulan data dilakukan dengan metode angket. Dengan metode analisis
data ditemukan bahwa :
Kualitas layanan berpengaruh positif dan signifikan pada kepuasan pelanggan
yang menjadikan para konsumen menjadi loyal.
2. Analisis pengaruh kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan, dan nilai
pelanggan dalam meningkatkan loyalitas pelanggan JOGLO SEMAR BUS
(Studi pada wilayah Semarang Town Square) Hasil pengolahan yang
diperoleh yaitu kualitas pelayanan dan kepuasan berpengaruh postif dan
signifikan terhadap loyalitas konsumen.
2.8 RINGKASAN PENELITIAN TERDAHULU
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang relevan dan dapat dijadikan
perbandingan oleh peneliti dalam memahami kepuasan pelanggan diantaranya
sebagai berikut :
Tabel : 2.1
Tabel Penelitian Terdahulu
N
O
JUDUL
PENELITIAN
VARIABEL
PENELITIAN
HASIL
PENELITIAN
SUMBER TAHUN
1. Pengaruh Kualitas
Pelayanan dan
Kepuasan pada niat
Beli ulang
Pelanggan Hotel
Inna Kuta Beach
1.VARIABEL
BEBAS (X) :
kualitas
pelayanan dan
kepuasan
konsumen
2. VARIABEL
TERIKAT (Y)
Loyalitas
konsumen
Dimana
penelitian ini
kualitas
pelayanan dan
kepuasan
konsumen
berpengaruh
postif terhadap
loyalitas
konsumen.
ASTAWA
(2008)
2.
Hubungan Kualitas
Pelayanan dan
Kepuasan
Konsumen
Terhadap Niat
Berkunjung ulang
Pelanggan Family
Restaurant
Fussion,Klan
Valley Malaysia
1.variabel (X) :
Kualitas dan
kepuasan
konsumen
2.variabel (Y) :
Loyalitas
Konsumen
Hasil
pengolahan
data
berdasarkan
metode regresi
linear
berganda dapat
disimpulkan
bahwa kualitas
pelayanan dan
kepuasan
konsumen
mempunyai
pengaruh yang
positif
terhadap niat
pelanggan
untuk
berkunjung
kembali
kerestoran
yang
dimaksud.
Fen, Lian
and KDU
College
(2008)
3. Analisis pengaruh
kualitas pelayanan,
kepuasan
pelanggan, dan
nilai pelanggan
dalam
meningkatkan
loyalitas pelanggan
JOGLOSEMAR
BUS (Studi pada
wilayah Semarang
Town Square)
1.Variabel (X) :
Kualitas
pelayanan dan
kepuasan
konsumen
2. Variabel (Y) :
Loyalitas
Konsumen
Hasil
pengolahan
yang diperoleh
yaitu kualitas
pelayanan dan
kepuasan
berpengaruh
postif dan
signifikan
terhadap
loyalitas
konsumen
Vina
Agustina
(2012)
4. Pengaruh kualitas
pelayanan dengan
loyalitas konsumen
PT.TELKOMSEL
JAKARTA
1.Variabel (X) :
Kualitas
Pelayanan
2.Variabel (Y) :
Loyalitas
Konsumen
Terdapat
hubungan
yang positif
dan signifikan
thdp loyalitas
konsumen.
Anna
Nurfahan
(2012)
5. Hubungan
kepantasan
harga,Harga yang
diterima, dan
kepuasan
konsumen terhadap
loyalitas
konsumen.
1.Variabel (X) :
Kepantasan
harga,Harga
yang diterima,
Kepuasan
Konsumen
2.Variabel (Y) :
Loyalitas
Konsumen
Terdapat
hubungan
yang positif
dan signifikan
antara
kepantasan
harga,harga
yang diterima
dan kepuasan
konsumen
terhadap
loyalitas
konsumen.
Jurnal
Raymond
Setiabudi
dan
Sabrina
Octoria
Sihombin
g