Upload
doanmien
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2. 1 Information Technology Service Management (ITSM)
Untuk memahami pengelolaan suatu layanan, maka perlu dipahami
terlebih dahulu apa itu layanan, dan bagaimana manajemen layanan dapat
membantu penyedia layanan untuk memberikan dan mengelola layanan. Layanan
merupakan sarana untuk memberikan nilai kepada pengguna dengan memfasilitasi
hasil yang ingin dicapai pengguna tanpa adanya kepemilikan biaya dan risiko
khusus (Cartlidge et al., 2007). Perlu diketahui bahwa layanan berkontribusi lebih
dari 75% pada negara – negara perekonomian maju. Hal ini dikarenakan adanya
transisi dari ekonomi dan manufaktur yang bersifat tradisional ke ekonomi
berbasis layanan. Karena layanan semakin bergantung kepada ICT (Information
and Communication Technologies), efisiensi dan efektivitas penyampaian layanan
TI semakin penting (Ristola, 2010). Infrastruktur merupakan salah satu layanan TI
yang setidaknya mencakup hardware, software, dan network. Infrastruktur
teknologi kerap kali rentan terhadap masalah atau mengalami kerusakan sehingga
membutuhkan perbaikan.
Agar efisien dan efektif dalam menyediakan layanan TI bagi suatu
organisasi atau perusahaan dalam mendukung bisnisnya, maka dibutuhkan
Manajemen Layanan TI atau Information Technology Service Management
(ITSM) (Binders & Romanovs, 2014). Service Management adalah kumpulan
10
kemampuan organisasi khusus untuk memberikan nilai bagi pengguna dalam
bentuk layanan
(Cartlidge et al., 2007). Kemampuan organisasi khusus mencakup semua proses,
metode, fungsi, peran dan aktivitas yang digunakan oleh service provider untuk
memungkinkan mereka memberikan layanan kepada pengguna. Tujuan utama
service management adalah untuk memastikan bahwa layanan TI telah sesuai
dengan kebutuhan bisnis dan mendukung secara efektif. Semua organisasi
menggunakan TI untuk menuju kesuksesan. Jika proses TI dan layanan TI
dilaksanakan, dikelola, dan didukung dengan cara yang tepat, bisnis akan menjadi
lebih berhasil, terhindar dari gangguan, produktivitas terjaga, mengurangi biaya,
meningkatkan pendapatan, dan mampu mencapai tujuan bisnisnya.
Service management lebih dari sekedar memberikan layanan. Input
terhadap service management adalah sumber daya dan kemampuan yang
mewakili aset service provider. Outputnya adalah layanan yang memberi nilai
kepada pengguna. Service management yang efektif merupakan aset strategis dari
service provider, menyediakan kemampuan layanan untuk menjalankan bisnis inti
pengguna yang memberikan nilai bagi pengguna dengan memfasilitasi hasil yang
ingin dicapai pengguna.
Keberhasilan penerapan sistem ITSM dalam suatu organisasi akan
menghasilkan berbagai manfaat. Beberapa manfaat dalam mengimplementasikan
ITSM antara lain: meningkatkan kepuasan pengguna, kepuasan karyawan, budaya
service management, memiliki proses yang lebih standar, peningkatan tools dan
teknologi, standarisasi layanan, meningkatkan kualitas layanan, meningkatkan
efisiensi atau produktivitas, hemat biaya, dan transparansi operasi yang lebih baik
(Jäntti, Rout, Wen, Heikkinen, & Cater-Steel, 2013; Taghva, Mohammad Reza;
Taghavifard, 2016). Implementasi ITSM juga menjadikan suatu organisasi atau
11
perusahaan menjadi lebih adaptif, fleksibel, efektivitas biaya, dan service oriented
(Shahsavarani, 2011).
Implementasi good practice dapat membantu penyedia layanan untuk
menciptakan sistem manajemen layanan yang efektif. Good practice hanya
menerapkan hal-hal yang telah terbukti berhasil dan efektif. Good practice yang
bagus bisa berasal dari berbagai sumber, termasuk public framework (seperti ITIL
dan CMMI). Untuk memahami tingkat kematangan perusahaan saat mengadopsi
kerangka kerja ITSM, dapat menggunakan maturity model. Salah satu maturity
model yang dapat digunakan adalah CMMI (Capability Maturity Model
Integration). Tingkat kematangan tersebut dimaksudkan sebagai profil proses TI
dan perusahaan akan mengidentifikasi tingkat kematangan sebagai deskripsi
kondisi perusahaan saat ini. CMMI (Capability Maturity Model Integration)
adalah suatu framework yang dirancang untuk memberikan best practice terkait
pengelolaan, pengukuran, dan memantau berbagai proses pengembangan
perangkat lunak (Houari, 2011; Pooja Narayan Patil., 2016). CMMI digunakan
untuk menilai kematangan dan meningkatkan proses kinerja suatu organisasi
(Alyahya, Ahmad, & Lee, 2012; Pane & Sarno, 2015;). CMMI juga dapat
membantu organisasi mendeteksi dan mencapai tujuan bisnis yang terukur,
membangun produk berkualitas tinggi, meningkatkan kepuasan pelanggan dan
menjamin bahwa kita bekerja se-profesional mungkin (Aljedaibi & Alsulami,
2017; Taghva, Mohammad Reza; Taghavifard, 2016).
Setiap organisasi yang mengimplementasikan ITSM harus mencoba
mencapai tingkat yang optimal untuk menghindari tingkat layanan TI yang
rendah. Tingkat layanan TI yang rendah menunjukkan bahwa penyedia layanan TI
12
atau service provider tidak mampu memberikan layanan yang optimal dan nilai
tambah pada pengguna (Sunarto, 2016).
Tingkat kematangan pada ITSM dimulai dari tingkat terendah (1 - Initial)
hingga tingkat tertinggi (5 – Optimized) (Alshathry, 2016). Tabel 2.1
menggambarkan karakteristik tingkat kematangan:
Tabel 2. 1 Maturity Levels characteristics
Sumber: (Aljedaibi & Alsulami, 2017)
Gambar 2. 1 Characteristics of the Maturity Levels (Pooja Narayan Patil.,
2016)
13
Tabel 2. 2 CMMI Level Details
Sumber: (Pooja Narayan Patil., 2016)
Berikut adalah penjabaran pada masing – masing tingkat kematangan
(Aljedaibi & Alsulami, 2017; Pooja Narayan Patil., 2016):
1. Tahap 1 – Initial: Pada tahap initial, proses software bersifat ad hoc dan
tidak teratur karena lingkungan organisasi. Beberapa proses didefinisikan,
dan kesuksesan bergantung pada usaha individu.
2. Tahap 2 – Managed: Suatu organisasi telah mencapai seluruh tujuan
spesifik dan generik dari area proses tingkat kematangan 2. Organisasi
menetapkan dasar untuk pengembangan perangkat lunak yang berkualitas
tinggi dan berbiaya rendah. Organisasi menciptakan kelompok kerja yang
pada akhirnya menentukan strategi pengembangan perangkat lunak,
mengembangkan rencana kerja, dan memantau serta mengendalikan
14
pekerjaan untuk menjamin implementasi dilakukan tepat waktu. Selain itu,
organisasi tersebut menetapkan kesepakatan dengan pelanggan. Kelompok
kerja, aktivitas kerja, proses dan produk kerja dikelola berdasarkan
kebijakan organisasi. Organisasi juga harus menyediakan sumber daya,
pelatihan, dan menetapkan tanggung jawab untuk pelaksanaan setiap
proses. Evaluasi berkala atas komitmen terhadap proses dibuat untuk
melibatkan manajemen senior.
3. Tahap 3 – Defined: Tingkat ini mencakup semua karakteristik yang
didefinisikan pada tingkat 2. Organisasi menetapkan prinsip manajemen
proyek, manajemen bisnis, dan praktik terbaik dalam pengembangan
perangkat lunak untuk memastikan bahwa organisasi memenuhi
persyaratan. Perlu dicatat bahwa ini adalah proses yang didefinisikan
dengan baik dan dipahami dan dokumen-dokumen tersebut
didokumentasikan. Proses di tingkat 3 didefinisikan secara jelas dalam hal
input, output, standar (entry-exit), aktivitas, dan distribusi peran. Oleh
karena itu, prosesnya lebih konsisten daripada tingkat 2. Pada tingkat ini,
perbaikan lebih lanjut juga dilakukan terhadap kegiatan yang terkait
dengan tingkat kematangan 2.
4. Tahap 4 – Quantitatively Managed: Tujuan kuantitatif untuk kualitas dan
kinerja proses ditetapkan dan digunakan sebagai kriteria dalam mengelola
proses. Tujuan kuantitatif didasarkan pada kebutuhan pelanggan,
pengguna akhir, organisasi, dan pelaksana proses. Kinerja kualitas dan
15
proses dipahami dengan signifikansi statistik dan dikelola sepanjang masa
operasi.
5. Tahap 5 – Optimizing: Pada tingkat ini meliputi seluruh karakteristik yang
didefinisikan pada tingkat 4. Mengoptimalkan organisasi dengan terus
meningkatkan operasi berdasarkan pemahaman kuantitatif terhadap tujuan
bisnis dan kebutuhan kinerja organisasi. Untuk memahami perbedaan
mendasar di balik setiap proses dan hasilnya, organisasi menggunakan
metodologi yang dapat diukur. Tujuan bisnis dan kinerja organisasi
ditinjau untuk memantau setiap perubahan dalam kinerja kegiatan. Dengan
menggunakan metode statistik dan metode kuantitatif, proses yang
didefinisikan, kelompok kerja, standar, dan teknologi pendukung
ditargetkan pada peningkatan dan aktivitas terukur. Perbedaan mendasar
pada tingkat ini adalah berkaitan dengan kinerja organisasi pada
umumnya, dengan menggunakan data yang dikumpulkan dari banyak
kelompok.
16
2. 2 Information Technology Infrastructure Library (ITIL)
Framework
Gambar 2. 2 ITIL service lifecycle (sumber: ITIL, 2007)
Framework ITIL (Information Technology Infrastructure Library)
merupakan pendekatan sistematis terhadap penyampaian kualitas layanan TI
(Latif, 2010; Pierre Bern, 2012). ITIL memberikan deskripsi rinci tentang
sebagian besar proses penting organisasi TI, dan mencakup informasi tentang
prosedur, tugas, peran, dan tanggung jawab. ITIL dapat digunakan sebagai dasar
untuk menyesuaikan kerangka kerja dengan kebutuhan masing-masing organisasi.
Pada tahun 2007, OGC (Office of Government Commerce) menerbitkan ITIL versi
ketiga (ITIL V3) dan masih berlaku hingga saat ini. ITIL terdiri dari tahapan –
tahapan pengelolaan manajemen layanan TI yang dikenal sebagai service
lifecycle. Service lifecycle merupakan adalah model organisasi yang memberikan
wawasan tentang (Pierre Bern, 2012):
1. Cara pengelolaan layanan terstruktur.
2. Cara berbagai komponen lifecycle dihubungkan satu sama lain.
17
3. Dampak yang akan terjadi pada satu komponen pada komponen lain dan
pada keseluruhan lifecycle system.
Service lifecycle pada ITIL terdiri dari 5 proses (Binders & Romanovs,
2014), antara lain:
1. Service Strategy
2. Service Design
3. Service Transition
4. Service Operation
5. Continual Service Improvement
Tabel 2. 3 The five stages of the service lifecycle
Sumber: (Pierre Bern, 2012)
Tools atau framework yang digunakan pada penelitian ini adalah ITIL v3
maturity assessment, khusus service operation. Proses penilaian ini didasari
dengan beberapa pertanyaan yang memiliki bobot nilai pada setiap pertanyaannya.
18
Assessment ini dibagi sesuai dengan metode dari ITIL v3 - service operation,
antara lain: incident management, event management, request fulfillment, problem
management, access management. Gambar 3.1 merupakan bentuk dari hasil
penilaian dari kelima variable yang akan diukur dari service operation ITIL v3.
Angka satu sampai dengan lima adalah tingkatan kematangan dari sistem yang
diterapkan. Penilaian akan dilakukan dengan menghitung jumlah rata-rata dari
pertanyaan pada kuesioner dan total dari nilai rata-rata responden yang akan
dipakai untuk nilai maturity level.
Gambar 2. 3 Bentuk ITIL Maturity Assessment (Sumber: (Sunarto, 2016))
Pada service lifecycle ITIL, IT service desk merupakan bagian dari tahapan
service operation. Tujuan dari Service operation adalah untuk memberikan
tingkat layanan yang disepakati kepada pengguna dan pelanggan, dan untuk
19
mengelola aplikasi, teknologi dan infrastruktur yang mendukung penyampaian
layanan. Hanya pada tahap lifecycle inilah layanan benar-benar memberikan nilai
bagi bisnis dan merupakan tanggung jawab staf Service operation untuk
memastikan bahwa nilai tersampaikan. Hal ini penting bagi Service operation
untuk menyeimbangkan tujuan yang bertentangan, seperti (Commerce, 2007):
1. Internal IT view versus external business view
The Konflik yang paling mendasar disemua fase ITSM lifecycle adalah
antara pandangan TI sebagai seperangkat layanan TI (pandangan eksternal
bisnis) dan pandangan TI sebagai seperangkat komponen teknologi
(pandangan internal TI).
Pandangan eksternal tentang TI adalah cara layanan yang dialami oleh
pengguna dan pelanggannya. Para pengguna dan pelanggan tidak selalu
memahami, juga tidak peduli, rincian teknologi apa yang digunakan untuk
mengelola layanan tersebut. Yang dipedulikan oleh pengguna dan
pelanggan bahwa layanan tersebut disampaikan sesuai kebutuhan dan yang
telah disepakati.
Pandangan internal TI adalah cara di mana komponen dan sistem TI
dikelola untuk memberikan layanan. Karena sistem TI rumit dan beragam,
hal tersebut dinyatakan bahwa teknologi dikelola oleh beberapa tim atau
departemen yang berbeda, dimana masing-masing departemen difokuskan
untuk mencapai kinerja dan ketersediaan sistem.
20
2. Stability versus responsiveness
Tidak peduli seberapa bagus fungsionalitas layanan TI dan tidak peduli
seberapa baik desainnya, nilai layanan TI akan jauh lebih murah jika
komponen layanan tidak tersedia atau jika kinerjanya tidak konsisten. Hal
ini berarti bahwa service operation perlu memastikan bahwa infrastruktur
TI stabil dan tersedia sesuai yang dirancang. Pada saat bersamaan, service
operation perlu menyadari bahwa bisnis dan kebutuhan TI berubah.
Banyak organisasi TI tidak dapat mencapai keseimbangan ini dan
cenderung berfokus pada stabilitas infrastruktur TI atau kemampuan untuk
merespons perubahan dengan cepat.
3. Quality of service versus cost of service
Service operation diperlukan secara konsisten untuk memberikan tingkat
layanan TI yang disepakati kepada pelanggan dan pengguna, sekaligus
menjaga biaya dan pemanfaatan sumber daya pada tingkat yang optimal.
Mencapai keseimbangan optimal antara biaya dan kualitas adalah peran
kunci service management. Mencapai keseimbangan yang benar itu
penting. Terlalu fokus pada kualitas akan menghasilkan layanan TI yang
memberikan lebih dari yang diperlukan, dengan biaya lebih tinggi, dan
dapat menyebabkan diskusi mengenai pengurangan harga layanan. Terlalu
banyak fokus pada biaya akan menimbulkan TI yang berada dibawah
anggaran, namun menghasilkan bisnis yang berisiko melalui layanan TI
dibawah standar.
21
4. Reactive versus proactive
Organisasi reaktif adalah organisasi yang tidak bertindak kecuali jika
diminta melakukannya oleh faktor eksternal, misalnya persyaratan bisnis
baru, aplikasi yang telah dikembangkan atau eskalasi keluhan yang
dilakukan oleh pengguna dan pelanggan. Sedangkan suatu organisasi
proaktif selalu mencari cara untuk memperbaiki situasi saat ini. Organisasi
proaktif akan terus-menerus memindai lingkungan internal dan eksternal,
mencari tanda-tanda perubahan yang berpotensi memengaruhi. Secara
umum akan lebih baik mengelola layanan TI secara proaktif, namun
pencapaian ini tidak mudah direncanakan atau diraih.
Berdasarkan sumber materi ITIL V3 (Commerce, 2007), proses service operation
terdiri dari:
2.2. 1 Event Management
Event adalah perubahan keadaan yang memiliki kepentingan untuk
pengelolaan item konfigurasi atau layanan TI (Cartlidge et al., 2007).
Event Management adalah proses yang memantau semua kejadian yang
terjadi melalui infrastruktur TI untuk memungkinkan operasi berjalan
normal dan juga untuk mendeteksi dan eskalasi kondisi pengecualian.
Event biasanya berupa pemberitahuan yang dibuat oleh layanan TI,
Configuration Item (CI) atau monitoring tool. Kemampuan untuk
mendeteksi kejadian, memahaminya dan menentukan tindakan
22
pengendalian yang tepat merupakan tujuan event management. Oleh
karena itu, event management menyediakan entry point untuk pelaksanaan
banyak proses dan aktivitas service operation.
Event management dapat diterapkan pada aspek service management apa
pun yang perlu dikontrol dan dapat diotomatisasi, termasuk:
1. Configuration items
2. Environmental conditions (contoh: kebakaran dan deteksi asap)
3. Lisensi perangkat lunak untuk monitoring
4. Security (contoh: deteksi intrusion)
5. Aktivitas normal (contoh: audit trail)
Terdapat 3 jenis event, yaitu:
2. Peristiwa yang menunjukkan operasi normal
3. Peristiwa yang menunjukkan adanya pengecualian operasi (tidak
normal)
4. Peristiwa yang menunjukan operasi yang tidak biasa, tetapi bukan
pengecualian
Aktivitas utama dari event management proses adalah:
a) An event occur
b) Event notification
c) Event detection
23
d) Event filtering
e) The significance of event
f) Event correlation
g) Trigger
h) Response option
i) Review action
j) Closing the event
24
Gambar 2. 4 Event Management Process (Commerce, 2007)
25
2.2. 2 Incident Management
Incident dapat didefinisikan sebagai gangguan yang tidak direncanakan
terhadap layanan TI atau dapat dikatakan juga pengurangan kualitas
layanan TI. Incident mangement adalah proses untuk menangani semua
insiden. Hal ini dapat mencakup kegagalan atau pertanyaan yang
dilaporkan oleh pengguna, oleh staf teknis, atau terdeteksi secara otomatis
dan dilaporkan oleh event monitoring tools. Tujuan utama dari proses
incident management adalah untuk mengembalikan operasi layanan
normal secepat mungkin dan meminimalkan dampak buruk pada operasi
bisnis, sehingga memastikan tingkat kualitas dan ketersediaan layanan
terbaik dapat terjaga. Incident management mencakup segala kejadian
yang mengganggu, atau yang dapat mengganggu layanan.
Beberapa elemen berikut yang menjadi bagian dari incident management,
yaitu:
a) Skala waktu
b) Model kejadian
c) Dampak
d) Keadaan yang mndesak
e) Prioritas
f) Kejadian utama
26
Aktivitas utama dari incident management proses adalah:
a) Identifikasi.
b) Registrasi.
c) Prioritas.
d) Diagnosa.
e) Eskalasi.
f) Investigasi dan diagnosa.
g) Resolusi dan pemulihan.
h) Penutupan kejadian.
27
Gambar 2. 5 Incident Management Process (Commerce, 2007)
2.2. 3 Request Fulfillment
Service request adalah permintaan dari pengguna untuk informasi atau
saran, atau untuk perubahan standar, atau untuk akses ke layanan TI
28
(Cartlidge et al., 2007). Request fulfillment adalah proses menangani
permintaan layanan dari pengguna. Tujuan proses Request fulfillment
meliputi:
a) Menyediakan saluran bagi pengguna untuk meminta dan menerima
layanan standar yang telah ditentukan, proses persetujuan, dan
kualifikasi yang telah ditentukan sebelumnya.
b) Memberikan informasi kepada pengguna dan pelanggan tentang
ketersediaan layanan dan prosedur untuk mendapatkannya.
c) Sebagai sumber dan mengirimkan komponen layanan standar yang
diminta.
d) Membantu informasi umum, keluhan atau komentar.
Aktivitas proses, metode, dan teknik terkait request fulfillment meliputi:
a) Pilihan menu: pengguna dapat mengirimkan permintaan layanan
mereka sendiri melalui link ke service management tools.
b) Persetujuan keuangan: kebanyakan dari permintaan layanan
memiliki implikasi terhadap keuangan. Biaya dari penanganan
layanan harus terlebih dahulu ditentukan. Di dalam semua kasus,
biaya harus diestimasi setelah pengguna memberikan izin.
c) Persetujuan lainnya: Dalam beberapa kasus, persetujuan lebih lanjut
mungkin diperlukan - seperti persetujuan terkait kepatuhan atau
persetujuan bisnis yang lebih luas. Request fulfillment harus
memiliki kemampuan untuk menentukan dan memeriksa persetujuan
tersebut jika diperlukan.
29
d) Penutupan: setelah permintaan layanan telah selesai, maka service
desk akan menutup permintaan.
2.2. 4 Problem Management
Problem adalah penyebab satu atau lebih insiden. Penyebabnya biasanya
tidak diketahui pada saat sebuah catatan masalah dibuat, dan proses
problem management bertanggung jawab untuk penyelidikan lebih lanjut
(Cartlidge et al., 2007). Problem management adalah proses yang
bertanggung jawab untuk mengelola lifecycle dari semua masalah. Tujuan
utama dari Problem management adalah untuk mencegah terjadinya
masalah dan mengakibatkan terjadinya insiden, untuk menghilangkan
kejadian yang berulang dan meminimalkan dampak insiden yang tidak
dapat dicegah. Problem management mencakup kegiatan yang diperlukan
untuk mendiagnosis akar penyebab insiden dan untuk menentukan resolusi
terhadap masalah tersebut. Problem management juga bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa resolusi tersebut dilaksanakan melalui prosedur
pengendalian yang tepat, terutama change management dan release
management.
Problem management terdiri dari dua proses utama:
a) Reactive Problem Management, yang umumnya dijalankan sebagai
bagian dari service operation.
30
b) Proactive problem management, diinisiasi pada Service Operation,
namun umumnya menjadi sebagai bagian dari Continual Service
Improvement.
Aktivitas proses, metode, dan teknik terkait problem management
meliputi:
a) Deteksi masalah
b) Mencatat masalah
c) Kategorisasi masalah
d) Prioritas masalah
e) Investigasi dan diagnosa masalah
f) Workarounds
g) Mengajukan error record yang diketahui
h) Resolusi masalah
i) Penutupan
j) Review major problem
k) Deteksi error pada lingkungan Development
31
Gambar 2. 6 Problem Management Process (Commerce, 2007)
32
2.2. 5 Access Management
Access management adalah proses pemberian hak kepada pengguna yang
berwenang untuk menggunakan layanan, sekaligus mencegah akses ke pengguna
yang tidak berwenang. Hal ini disebut juga sebagai Rights Management atau
Identity Management di berbagai organisasi. Access management memberikan
hak bagi pengguna untuk dapat menggunakan layanan atau sekelompok layanan.
Oleh karena itu, pelaksanaan kebijakan dan tindakan yang ditetapkan dalam
security dan availability management. Access management secara efektif
merupakan pelaksanaan availability dan information security management, karena
memungkinkan organisasi mengelola kerahasiaan, ketersediaan dan integritas data
organisasi dan kekayaan intelektual.
Pada dasarnya access management meliputi:
a) Akses: mengacu pada tingkat dan ruang lingkup fungsi layanan
atau data bahwa diperbolehkan untuk digunakan oleh pengguna.
b) Identitas: mengacu pada informasi tentang orang-orang dalam
organisasi dikenali sebagai individu dan status/jabatan mereka
dalam organisasi.
c) Hak: mengacu pada pengaturan yang sebenarnya untuk pengguna.
Layanan yang diizinkan untuk digunakan oleh mereka, tipikalnya
seperti membaca, menulis, mengeksekusi, mengedit, dan
menghapus.
d) Layanan: kebanyakan pengguna memiliki akses ke beberapa
33
layanan, karena itu lebih efektif untuk memberikan akses ke setiap
pengguna atau kelompok untuk keseluruhan rangkaian layanan
yang diizinkan untuk digunakan oleh mereka secara bersamaan.
e) Direktori layanan: merujuk pada jenis alat tertentu yang digunakan
untuk mengatur hak dan akses.
Aktivitas proses, metode, dan teknik terkait access management meliputi:
a) Meminta akses
b) Verifikasi
c) Pemberian hak
d) Pemantauan status identtas.
e) Mendaftar dan memantau akses.
f) Logging dan pelacakan akses.
g) Mencabut dan membatasi hak.
Aktivitas dari service operation, antara lain:
1. Monitoring and Control
Pemantauan dan pengendalian layanan didasarkan pada siklus
pemantauan, pelaporan dan tindakan yang berkelanjutan. Tahapan ini
sangat penting untuk mendukung dan meningkatkan layanan serta
menetapkan dasar untuk menetapkan strategi hingga mencapai
peningkatan yang berarti bagi organisasi atau perusahaan.
Tiga kondisi yang menjadi dasar dari aturan pemantauan dan
pengendalian, antara lain:
34
a) Pemantauan merujuk pada pengamatan situasi untuk mendapatkan
perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.
b) Laporan mengacu pada analisis, produksi, dan distribusi dari output
dari kegiatan yang sedang dipantau.
c) Pengendalian merujuk pada pengelolaan kegunaan atau perilaku
perangkat, sistem, atau layanan.
Pemantauan terdiri dari dua tingkat:
a) Pengendalian dan pemantauan internal adalah berfokus pada
kegiatan dan item yang ada pada tim atau departemen.
b) Pengendalian dan pemantauan eksternal meskipun setiap tim atau
departemen yang bertanggung jawab untuk mengelola daerah
sendiri, mereka tidak bertindak secara independen. Setiap tim atau
departemen juga akan mengontrol item dan kegiatan atas nama
kelompok, proses, atau fungsi lain.
Aktivitas pengendalian dan pemantauan terdiri dari siklus yang digunakan
dalam pengelolaan sebagai berikut:
a) Kinerja kegiatan dalam proses atau prosedur.
b) Efektivitas proses atau prosedur secara keseluruhan.
c) Kinerja perangkat atau serangkaian perangkat.
Secara detil, aktivitas monitoring dan control digambarkan sebagai
35
berikut:
Gambar 2. 7 Monitoring and Control (Commerce, 2007)
2. IT Operations
Untuk fokus pada pemberian layanan yang disepakati dengan pelanggan,
sebagai penyedia layanan yang harus dilakukan adalah pengelolaan
infrastruktur teknis yang digunakan pemberian layanan. Organisasi TI
akan selalu disibukkan dengan berbagai layanan operasional, akan tetapi
pada kegiatan ini harus benar-benar berfokus pada pemberian layanan
sesuai dengan layanan yang telah disepakati kepada pengguna atau
pelanggan. Contoh aktivitas tersebut seperti job scheduling dan backup
and restore.Adapun input dan output dari IT operation adalah:
a) Input: bagaimana memberikan layanan TI seperti yang didefinisikan
dalam desain layanan dan komunikasi dalam transisi pelayanan.
36
b) Output: layanan TI terkirim kepada pelanggan.
3. Service Desk
Service desk adalah unit fungsional terdiri dari staf yang terlibat dalam
sebuah peristiwa dari layanan yang ditujukan kepada pengguna. Peristiwa
dari layanan ini dapat datang melalui panggilan surat elektronik (email)
dan infrastruktur. Service desk merupakan elemen yang sangat penting dari
departemen TI pada sebuah organisasi. Service desk harus menjadi satu-
satunya pusat kontak atau SPOC (single point of contact) dari pengguna
dan terhubung dengan semua insiden, permintaan akses dan permintaan
layanan. Aplikasi service desk digunakan sebagai perangkat lunak yang
mencatat dan mengelola semua peristiwa.
Unsur – unsur terpenting dalam menyusun service desk adalah:
a) Local service desk - berlokasi atau secara fisik dekat dengan
pengguna.
b) Centralized service desk - mengurangi jumlah dari personil service
desk dengan menempatkan service desk dalam satu lokasi.
c) Virtual service desk - menggunakan teknologi, khususnya internet
dan dengan menggunakan alat pendukung.
d) Follow the sun service
e) Specialized service desk group - insiden yang berkaitan dengan
layanan TI tertentu dapat dialihkan langsung ke kelompok khusus.
Aktivitas yang menjadi contoh dari tanggungjawab service desk:
37
a) Logging semua insiden / rincian permintaan layanan.
b) Menyediakan lini pertama investigasi dan diagnosis.
c) Menyelesaikan insiden / permintaan layanan.
d) Eskalasi insiden.
e) Menginformasi pengguna tentang perkembangan.
f) Menutup semua insiden, permintaan dan semua panggilan lainnya
yang telah diselesaikan.
g) Memperbarui CMS di bawah arahan dan persetujuan dari
configuration management yang disepakati.
Input dan output dari service desk adalah:
a) Input: insiden dan permintaan layanan.
b) Output: investigasi dan diagnosis, menyelesaikan insiden/permintaan
layanan, eskalasi insiden, menginformasi perkembangan kepada
pengguna, Menutup semua insiden, permintaan dan semua panggilan
lainnya yang telah diselesaikan.
c) Berkomunikasi dengan pengguna.
d) Memperbaharui CMS.
2. 3 Gartner Magic Quadrant
Gartner Magic Quadrant adalah metodologi penelitian dan alat
visualisasi untuk memantau dan mengevaluasi kemajuan dan posisi perusahaan di
pasar berbasis teknologi yang spesifik. Gartner merupakan salah satu perusahaan
38
terkemuka yang terlibat dalam menganalisa industri dibidang teknologi informasi,
yang berdampak pada IT vendor melalui pengaruh mereka perihal bagaimana IT
seharusnya diakuisisi dan digunakan (Bernard, Brent Gallupe, Brent, & Bernard,
2013). Gartner Magic Quadrant dapat menjadi alat yang sangat berguna bagi
investor yang ingin menemukan perusahaan yang sesuai dengan kebutuhan dan
bisnis mereka yang ingin membandingkan pesaing di pasar mereka dan mungkin
mendapatkan keunggulan.
Gambar 2. 8 Garner Magic Quadrant ITSM Tools (Gartner, 2017)
Magic Quadrant membagi bisnis pesaing menjadi empat bagian yang berbeda,
berdasarkan pada kedua kelengkapan visi dan kemampuan untuk menjalankannya:
a) Niche Players: Mencermati rendahnya kelengkapan visi dan kemampuan
untuk mengeksekusi, perusahaan-perusahaan ini dapat melakukannya
dengan baik di segmen pasar namun tidak dapat mengungguli vendor yang
39
lebih besar. Biasanya berfokus pada fungsionalitas atau wilayah tertentu,
atau bisnis baru.
b) Visionaries: Miliki kesadaran tentang bagaimana pasar akan berkembang
dan berpotensi menjadi inovatif, namun mungkin tidak dapat
mengeksekusi visi ini. Normal untuk bisnis di pasar awal, namun para
visioner di pasar yang lebih matang biasanya adalah usaha kecil yang
mencoba bersaing, atau bisnis yang lebih besar mencoba melepaskan diri
dari kebiasaan.
c) Challengers: Mampu mengeksekusi, tapi mungkin kurang memiliki
penglihatan yang kuat. Penantang cenderung menjadi vendor yang lebih
besar di pasar dewasa yang tidak ingin mengganggu rencana mereka saat
ini. Mereka memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin jika visi
mereka berkembang.
d) Leaders: Menilai tinggi pada kedua kelengkapan visi dan kemampuan
untuk mengeksekusi, pemimpin cenderung menjadi perusahaan besar di
pasar yang matang, memiliki basis pelanggan yang besar, dan sangat
terlihat di pasar itu. Pemimpin memiliki sejumlah besar penarikan pasar
tertentu, dan bahkan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
keseluruhan arah pasar.
2. 4 Referensi Penelitian Sebelumnya
40
Menurut penelitian studi kasus yang dilakukan oleh Sunarto (2016)
dengan judul “Evaluasi Sistem Helpdesk IT Support Menggunakan Framework
ITIL Pada XYZ Group” bahwa ITIL v3 sebagai tools penelitian untuk mengukur
maturity level pada sistem yang telah diimpelementasikan. Framework ITIL v3
juga digunakan sebagai tolak ukur penilaian untuk mencapai peningkatan maturity
level yang lebih baik. Suatu tim IT dapat mengetahui berapa nilai kematangan
sistem saat ini dan nilai kematangan sistem yang ingin dicapai oleh tim IT.
Di tahun 2017, penelitian yang dilakukan oleh Evasaria M. Sipayung,
Cut Fiarni, Ernest Aditya dengan judul “Perancangan Sistem Informasi Helpdesk
Menggunakan Framework ITIL V3”. Hasil dari penelitian mereka adalah konsep
single point of contact pada helpdesk di perusahaan dapat menggunakan ITIL v3,
termasuk klasifikasi, monitoring, dan evaluasi terhadap suatu kegiatan pada
sistem helpdesk tersebut. Selain itu, dashboard dapat membantu proses kegiatan
evaluasi bagi manajer untuk mengevaluasi banyaknya kerusakan, barang yang
bermasalah, dan divisi yang paling sering mengalami masalah.
Norita Ahmad dan Zulkifli M. Shamsudin (2013) adalah para penulis
jurnal yang berjudul “Systematic Approach to Successful Implementation of ITIL”.
Hasil penelitian mereka ini mengungkapkan bahwa ketiadaan CSF (Critical
Success Factor) seperti prosedur change management, metodologi project
management, dan komunikasi yang efektif mempengaruhi penerapan ITIL di
suatu perusahaan. Menurut CIO pada salah satu perusahaan, salah satu alasan
penerapan buruk ITIL dikarenakan perusahaan tidak memiliki strategi manajemen
proyek dan juga tidak mengikuti metodologi manajemen proyek. Hal ini juga
menyebabkan penerimaan ITIL bagi staf TI tidak setinggi yang diharapkan sesuai
41
dengan model adopsi, meskipun manajemen telah membeli ITSM tools yang
sesuai dengan ITIL, menyewa konsultan untuk mengarahkan proses pelaksanaan
dan memberikan pelatihan yang dibutuhkan bagi karyawan.
Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Lena Magdalena (2011) dengan
judul “Analisis Problem Management pada IT Helpdesk dengan implementasi
ITSM dan SLA (Studi Kasus: Citigroup Indonesia)”, bahwa aplikasi helpdesk
dapat menjadi saluran untuk menghadirkan layanan IT kepada user dan menjadi
bahan pengetahuan user terhadap permasalahan yang terdapat pada sistem yang
sedang berjalan. serta dapat digunakan untuk monitoring progress atau
perkembangan dari tiket yang ada. Selain itu, user harus familiar dengan aplikasi
helpdesk yang digunakan dan tidak menghabiskan banyak waktu untuk membuat
suatu tiket.