18
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitas Agresi merupakan perilaku yang dimaksudkan menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikis. Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang tertuju pada keberhasilan menyakiti atau melukai hidup yang tidak ingin diperlakukan demikian (Bron & Byrne, dalam Sarwono, 2009). Dalam hal ini jika menyakiti seseorang karena unsur ketidaksengajaan, maka perilaku tersebut bukan dikategorikan perilaku agresi. Sebuah definisi klasik diusulkan oleh Buss (Krahé, 2005). Ia mengkarakterisasikan agresi sebagai sebuah respons yang mengantarkan stimuli ‘beracun’ kepada makluk hidup lain. Dalam arti tertentu, ternyata definisi yang behavioristis ini dianggap terlalu luas, karena mencakup banyak bentuk perilaku yang seharusnya tidak dapat digolongkan seagai agresi. Tetapi dalam arti lain, definisi tersebut terlalu sempit karena mengesampingkan semua proses nonperilaku seperti pikiran dan perasaan. Menurut Buss (1992), agresi manusia tidak muncul sebagai adaptasi khusus untuk menangani masalah tertentu tetapi muncul sebuah adaptasi untuk menangani sejumlah masalah yang berkaitan untuk kelangsungan hidup manusia.

BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

8�

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Agresivitas

1. Pengertian Agresivitas

Agresi merupakan perilaku yang dimaksudkan menyakiti orang lain

baik secara fisik maupun psikis. Tingkah laku agresif adalah tingkah laku

yang tertuju pada keberhasilan menyakiti atau melukai hidup yang tidak ingin

diperlakukan demikian (Bron & Byrne, dalam Sarwono, 2009). Dalam hal ini

jika menyakiti seseorang karena unsur ketidaksengajaan, maka perilaku

tersebut bukan dikategorikan perilaku agresi.

Sebuah definisi klasik diusulkan oleh Buss (Krahé, 2005). Ia

mengkarakterisasikan agresi sebagai sebuah respons yang mengantarkan

stimuli ‘beracun’ kepada makluk hidup lain. Dalam arti tertentu, ternyata

definisi yang behavioristis ini dianggap terlalu luas, karena mencakup banyak

bentuk perilaku yang seharusnya tidak dapat digolongkan seagai agresi.

Tetapi dalam arti lain, definisi tersebut terlalu sempit karena

mengesampingkan semua proses nonperilaku seperti pikiran dan perasaan.

Menurut Buss (1992), agresi manusia tidak muncul sebagai adaptasi

khusus untuk menangani masalah tertentu tetapi muncul sebuah adaptasi

untuk menangani sejumlah masalah yang berkaitan untuk kelangsungan hidup

manusia.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

9�

Baron dan Richardson (Krahé, 2005) mengusulkan penggunaan istilah

agresi untuk mendeskripsikan segala bentuk perilaku yang dimaksudkan

untuk menyakiti atau melukai makluk hidup lain yang terdorong untuk

menghindari perlakuan itu. Motif utama perilaku agresif bisa jadi adalah

keinginan menyakiti orang lain untuk mengeskpresikan perasaan-perasaan

negatif, seperti pada agresi permusuhan atau keinginan mencapai tujuan yang

diinginkan melalui tindakan agresif (Krahé, 2005).

Berkowits (Krahé, 2005) mendefinisikan agresi dalam hubungannya

dengan pelanggaran norma atau perilaku yang tidak dapat diterima secara

sosial berarti mengabaian masalah bahwa evaluasi normatif mengenai

perilaku yang sering kali berbeda, bergantung pada perspektif pihak yang

terlibat. Sebagai contoh, sebagian orang menganggap hukuman badan adalah

cara pengasuhan anak yang efektif dan dapat diterima, sementara yang

lainnya menganggap sebagai bentuk agresi yang tidak dapat diterima.

Pemicu yang umum dari agresi adalah ketika seseorang mengalami

salah satu kondisi emosi tertentu, yang sering dilihat adalah emosi marah

(Sarwono, 2009). Marah adalah sebuah pernyataan yang disimpulkan dari

perasaan yang ditunjukkan yang sering disertai dengan konflik atau frustasi

(Segall, dkk dalam Sarwono,2009).

Ada dua istilah yang berhubungan erat dengan agresi yaitu koersi

(paksaan) dan violence (kekerasaan). Koersi diartikan oleh Tedeschi dan

Felson (Krahé, 2005) sebagai tindakan yang dilakukan dengan niat membuat

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

:�

orang lain menderita atau memaksa orang lain patuh. Tindakan koersif dapat

berbentuk ancaman, hukuman, atau paksaan badaniah.

Berlawanan dengan koersi, yang lebih luas dibandingkan agresi, istilah

kekerasan merupakan salah satu subtipe agresi yang menunjuk pada bentuk-

bentuk agresi fisik ekstrem. Kekerasan didefinisikan sebagai pemberian

tekanan intensif terhadap orang atau properti dengan tujuan merusak,

menghukum,atau mengontrol (Geen dalam Krahé, 2005). Sedangkan Archer

dan Browne (Krahé, 2005) mendefinisikan kekerasan sebagai serangan fisik

yang merusak yang bagaimanapun juga tidak dibenarkan secara sosial.

Berdasarkan definisi di atas maka penulis menyimpulkan bahwa

agresivitas adalah tingkah laku seseorang yang sengaja ditujukan untuk

melukai individu lain.

2. Penyebab Agresivitas

Menurut Sarwono (2009) ada beberapa sumber agresivitas, antara lain :

a. Sosial

Frustasi, terhambatnya atau tercegahnya upaya mencapai tujuan

kerap menjadi penyebab agresi. Dalam keadaan frustasi seseorang akan

mengambil tindakan yang bernuansa agresif seperti penyerangan terhadap

orang lain. Selain itu faktor provokasi verbal atau fisik merupakan

penyebab agresi. Faktor sosial lainnya adalah alkohol. Penelitian atas 14

negara menemukan pola bahwa tingkah laku kriminal dilakukan oleh

pelaku saat menenggak alkohol.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

,<�

b. Personal

Personal merupakan pola tingkah laku berdasarkan kepribadian.

Orang bertipe A cenderung lebih agresif dibandingkan orang dengan tipe

B. Tiper A cenderung indentik dengan karakteristik terburu-buru dan

kompetitif (Gifford dalam Sarwono, 2009). Orang tipe A cenderung lebih

melakukan hostile aggression. Hostile aggression merupakan agresi yang

bertujuan untuk melukai atau menyakiti korban. Sedangkan tipe B lebih

melakukan instrumental aggression. Instumental agresi adalah tingkah

laku agresif yang dilakukan karena ada tujuan yang utama dan tidak

ditujukan untuk melukai atau menyakiti korban.

c. Sumber Daya

Salah satu penyebab munculnya agresi adalah budaya. Segall,dkk

(dalam Sarwono, 2009) menengarai faktor kebudayaan terhadap agresi.

Lingkungan geografis, seperti pantai/ pesisir, menunjukkan karakter lebih

keras dibandingkan masyarakat yang hidup dipedalaman.

d. Situasional

Ada yang mengatakan cuaca yang cerah membuat hati juga cerah.

Sedangkan cuaca panas membuat hati panas. Ketidaknyamaan akibat

cuaca panas menyebabkan kerusuhan dan dan bentuk-bentuk agresi lain

(Hariies dalam Sarwono, 2009). Hal yang paling sering muncul ketika

cuaca panas adalah timbulnya rasa tidak nyaman yang berujung pada

meningkatnya agresi sosial (Harries dan Stadler dalam Sarwono, 2009).

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

,,�

e. Sumber Daya

Manusia ingin memenuhi kebutuhnya dengan daya dukung alam.

Dibutuhkan upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan tawar

menawar. Jika tidak terjadi kesepakatan maka ada dua kemungkinan

tindakan yang diambil. Pertama, mencari sumber pemenuhan kebutuhan

lain, kedua mengambil paksa dari pihak yang memilikinya. Sumber daya

lain adalah letak daerah yang strategis untuk perdagangan, yang sering

memunculkan perselisihan hingga peperangan.

f. Media Massa

Tayangan dari televisi berpotensi besar diimitasi oleh pemirsanya

(Mardiana dalam Sarwono, 2009). Banyak faktor yang bisa menimbulkan

agresi pada akhirnya membutuhkan kerangka pikir proses dari agresi yang

berupa model.

3. Bentuk Agresivitas

Manusia akan cenderung melakukan agresi bila ada faktor-faktor

eksternal maupun internal yang membuat seseorang merasa terancam atau

terusik ketenangannya. Setiap kondisi dan situasi, individu mengekspresikan

perilaku agresifnya ke dalam bentuk yang berbeda.

Buss dan Perry (1992) berpendapat behwa ada empat bentuk pola agresi

yang biasa dilakukan oleh individu, yaitu :

a. Agresi fisik. Agresi yang dilakukan untuk melukai diri sendiri

maupun orang lain secara fisik seperti memukul, menendang, dan

lain-lain.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

,(�

b. Agresi verbal. Agresi yang dilakukan secara verbal kepada lawan,

seperti mengumpat, menyebarkan cerita yang tidak menyenangkan

tentang seseorang kepada orang lain, memaki, mengejek,

membentak, dan berdebat.

c. Kemarahan. Agresi yang semata-mata dilakukan sebagai

pelampiasan keinginan untuk melukai, menyakiti atau agresi yang

tanpa tujuan selain untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan

atau kematian pada sasaran atau korban. Reaksi emosional akut

yang ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang termasuk

ancaman agresi lahiriah, pengekangan diri, serangan lisan,

kekecewaan atau frustasi dan dicirikan oleh reaksi kuat pada sistem

syaraf otonomik, khususnya oleh reaksi darurat pada bagian

simpatik, dan secara implisit disebabkan oleh reaksi serangan

lahiriah, baik yang bersifat sematik atau jasmaniah maupun yang

verbal.

d. Permusuhan. Agresi yang dilakukan oleh individu sebagai cara

untuk mencapai tujuan tertentu. Permusuhan cenderung untuk

menimbulkan kerugian, kejahatan, gangguan atau kerusakan pada

orang lain, kecenderung melontarkan rasa kemarahan pada orang

lain.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

,3�

B. Konseling Kelompok

1. Pengertian Konseling Kelompok

Konseling kelompok merupakan bentuk khusus dari layanan konseling ,

yaitu wawancara konseling antara konselor profesional dengan beberapa

orang sekaligus yang tergabung dalam suatu kelompok kecil (Winkel &

Hastuti, 2006). Prayitno (1999) mengemukakan bahwa layanan konseling

kelompok adalah layanan yang menggunakan dinamika kelompok sebagai

media kegiatannya, apabila dinamika kelompok dikembangkan dan

dimanfaatkan secara efektif maka dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Dinamika kelompok perlu dibentuk pada sesi awal konseling. Apabila

pembentukan dinamika antar kelompok gagal maka konseling akan berjalan

tidak efektif.

Melalui konseling kelompok pada siswa yang memiliki kesamaan

masalah dapat disadarkan bahwa banyak siswa lain yang mengalami

permasalahan tersebut. Penyadaran tersebut akan memberi suatu penguatan

kepada siswa untuk terbuka dan bebas dalam mengutarakan permasalahan

pribadinya.

2. Tahap – tahap Konseling Kelompok

Menurut Corey & Corey (dalam Loekmono, 2003) konseling kelompok

dlaksanakan secara bertahap. Terdapat 5 tahap yaitu tahap pembentukan

kelompok, tahap permulaan, tahap transisi, tahap kerja, tahap akhir, serta

tahap evaluasi dan tindak lanjut.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

,4�

Berikut ini penjelasan tahap – tahap konseling kelompok secara singkat.

a. Tahap pementukan kelompok Tahap ini merupakan tahap persiapan pelaksanaan konseling

kelompok. Pada tahap ini terutama tahap pembentukan kelompok, yang dilakukan dengan seleksi anggota dan menawarkan program kepada calon peserta konseling sekaligus membangun harapan kepada calon peserta.

b. Tahap permulaan (orietasi dan eksplorasi) Pada tahap ini, konselor mulai menentukan struktur

kelompok, mengeksplorasi harapan anggota, anggota mulai belajar fungsi kelompok, sekaligus mulai menegaskan tujuan kelompok. Setiap aggota kelompok mulai mengenalkan dirinya dan menjelaskan tujuan atau harapannya. Kelompok mulai membangun norma untuk mengontrol aturan-aturan kelompok dan menyadari makna kelompok untuk mencapai tujuan.

c. Tahap transisi Pada masa transisi ini para anggota masih merasa takut dan

cemas dan perasaan itu masih cukup tinggi. Pada awal tahap kedua ini anggota kelompok mempunyai keinginan untuk terbuka tetapi pada sisi lain takut untuk terbuka pada kelompoknya.

d. Tahap bertumbuh / berkembang Pada tahap ini anggota kelompok sudah mulai

mengungkapkan permasalahan pribadinya secara terbuka apa adanya. Dalam tahap ini anggota kelompok juga mulai berinteraksi dan beradaptasi dalam kelompok dan telah meninggalkan fase bagaimana belajar dan berinteraksi dengan kelompok.

e. Tahap penutup Tahap ini adalah tahap di mana kelompok sudah memasuki

tahap lamanya waktu sesi kelompok yang sudah disepakati bersama.

C. Self Management

1. Pengertian Self Management

Self management adalah suatu proses di mana konseli mengarahkan

perubahan tingkah laku sendiri, dengan menggunakan satu strategi atau

kombinasi strategi (Cormier & Nurius, 2003). Dalam menggunakan prosedur

self management, konseli mengarahkan usaha perubahan dengan mengubah

aspek-aspek lingkungan atau dengan mengatur konsekuensi.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

,5�

Dalam teknik ini konseli harus aktif untuk melakukan perubahan yang

diinginkan. Menurut Cormier & Nurius (2003), ada empat macam strategi

dalam self management yaitu:

a. Self monitoring : upaya konseli untuk mengamati diri sendiri,

mencatat sendiri tingkah laku tertentu (pikiran, perasaan dan tindakan)

tentang dirinya dan interaksinya dengan peristiwa lingkungan.

b. Stimulus control : merancang sebelumnya antesendent atau isyarat

pedoman/ petunjuk untuk menambah atau mengurangi tingkah laku.

c. Self reward : pemberian hadiah pada diri sendiri, setelah

tercapainya tujuan yang diinginkan.

d. Self as model : menggunakan diri sendiri sebagai model, melihat

diri sendiri menampilkan tujuan perilaku yang dirubah.

Keempat strategi ini dikelompokkan menjadi strategi self

management karena masing-masing prosedur konseli sendiri yang

mengarahkan secara langsung gayanya, memonitor, mengubah, memberi

penghargaan, sebagai model, dan proses self efficacy untuk menampilkan

tugas yang khusus untuk menciptakan keinginan merubah perilakunya

(Cormier & Nurius, 2003).

2. Ciri – ciri Program Self Management yang Efektif

Program self management yang dirancang dan dilaksanakan dengan

baik mempunyai beberapa keuntungan (Cormier & Nurius, 2003) yaitu:

a. Menambahkan pengawasan individu terhadap lingkungan dan

mengurangi ketergantungan terhadap konselor atau yang lainnya.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

,6�

Perasaan dapat mengawasi lingkungan sering kali memotivasi konseli

untuk melakukan tindakan.

b. Praktis, tidak mahal, dan gampang.

c. Mudah dijawab.

Karakteristik strategi self management efektif (Cormier & Nurius,

2003) adalah :

a. Menggunakan kombinasi strategi, beberapa memusatkan pada tingkah

laku anteseden dan yang lain pada konsekuensi.

b. Menggunakan strategi secara konsisten dalam jangka waktu tertentu.

c. Adanya bukti evaluasi diri dari konseli, membentuk tujuan dengan

standar yang tidak terlalu tinggi, realistik dan terjangkau.

d. Menggunakan penguat diri.

e. Adanya dukungan lingkungan.

3. Pengembangan Program Self management efektif

Menurut Cormier & Nurius (2003) menyatukan lima karakteristik self

management yang efektif ke dalam gambaran dari langkah – langkah untuk

menghubungkan dengan program self management. Berikut ini langkah –

langkah program self management yang efektif :

a. Konseli mengidentifikasi dan mencatat target tingkah laku dan

mengawasi antesenden dan konsekuensinya.

Untuk mengembangkan program self management yang efektif, langkag 1

dan 2 merupakan pembentukan evaluasi diri dan self efficacy. Tahap ini

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

,8�

meliputi self monitoring yang mana konseli mengumpulkan garis besar

data mengenai perilaku yang akan dirubah.

b. Konseli secara tegas mengidentifikasi tingkah laku yang ingin diubah,

kondisi, dan tingkatan perubahan.

Tingkah laku, kondisi, dan tingkatan dari perubahan merupakan tiga

bagian dari tujuan outcome konseling. Penggambaran tujuan adalah bagian

penting dari program self management karena efek motivasi yang

memungkinkan dari pembentukan tujuan.

c. Konselor menjelaskan kemungkinan stategi self management.

Langkah ketiga dan keempat langsung menolong konseli memilih

kombinasi dari strategi self management yang digunakan. Konselor akan

menjelaskan semua program self management yang memungkinkan untuk

konseli. Konselor sebaiknya menjelaskan bahwa konseli sebaiknya

memilih beberapa strategi yang meliputi pengaturan sebelumnya dari

antesenden dan beberapa yang meliputi manipulasi dan pengaturan diri

dari konsekuensi.

d. Konseli memilih satu atau lebih strategi self management.

Akhirnya konseli bertanggung jawab untuk memilih yang mana strategi

self management yang akan digunakan. Pemilihan strategi konseli

merupakan bagian penting dari semua self directed dari program self

management, meskipun langkah ini mungkin berguna dari asisten konselor

dari konselor professional atau yang lainnya meliputi dukungan usaha

konseli selesai memilih berbagai pilihan strategi.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

,9�

e. Konseli secara verbal menyatakan untuk melaksanakan langkah

keempat.

Langkah kelima samapai kesembilan semua meliputi pertimbangan

prosedural yaitu kekuatan komitmen konseli dan mendorong konsistensi

penggunaan strategi setiap waktu. Konseli menyatakan kepada diri sendiri

secara verbal untuk melakukan dengan spesifikasi apa dan bagaimana

banyaknya perubahan yang diinginkan dan langkah strategi, konseli akan

menciptakan perubahan.

f. Konselor mengajarkan dan memberi contoh strategi yang dipilih.

Konselor akan mengajarkan konseli bagaimana melakukan strategi yang

dipilih. Konselor juga dapat mengikuti daftar pedoman untuk self

monitoring, stimulus control maupun self reward. Secara tegas instruksi

dan contoh oleh konselor mendorong konseli untuk menggunakan

prosedur lebih akurat dan efektif.

g. Konseli berlatih strategi yang dipilih.

Kumpulan petunjuk diberikan oleh konselor mungkin memberikan

pengaruh untuk beberapa tingkatan untuk semua hasil layanan. Konseli

juga dapat menggunakan strategi –strategi secara lebih efektif jika ada

kesempatan untuk melatih kembali prosedur di bawah bimbingan konselor.

h. Konseli menggunakan strategi yang dipilih dalam kehidupan nyata.

i. Konseli mencatat penggunaan dan tingkatan target tingkah laku.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

,:�

Konseli mencatat (mengawasi) frekuensi penggunaan dari tiap –tiap

strategi dan tingkatan dari target perilaku. Beberapa dari pengaruh layanan

self management dapat juga berfungsi untuk pencatatan diri konseli.

j. Data konseli ditinjau kembali oleh konselor dan konseli, konseli

melanjutkan atau merevisi program.

Langkah kesepuluh dan kesebelas meliputi aspek dari evaluasi diri,

penguatan diri, dan dukungan lingkungan. Konseli mempunyai

kesempatan untuk mengevaluasi kemajuan ke arah tujuan dengan

meninjau kembali data pencatatan diri yang terkumpul selama

pelaksanaan. Peninjauan kembali data dapat mengindikasi bahwa program

berjalan secara lancer atau beberapa penyesuaian dibutuh.

k. Membuat peta data hasil penguatan diri dan lingkungan untuk

kemajuan konseli.

Ketika data menyarankan bahwa beberapa kemajuan kea rah tujuan dibuat,

evaluasi diri konseli dapat mengumpulkan kesempatan untuk penguatan

diri. Pembuatan peta data dapat mempertinggi penguatan diri dan dapat

mendatangkan dukungan lingkungan yang penting untuk pemeliharaan

jangka panjang perubahan konseli.

4. Strategi Self Management

a. Self Monitoring

Self monitoring adalah suatu proses di mana konseli mengamati dan

mencatat hal – hal tentang diri dan interaksi dengan situasi lingkungan.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

(<�

Langkah – langkah self monitoring yaitu :

1) Rasional

Konselor memberi penjelasan tentang apa yang akan dimonitor

dan mengapa, menekankan bahwa hal ini dapat dilakukan sendiri, dan

dapat dilakukan sesering mungkin.

2) Penentuan respon

Konselor membantu konseli menentukan usaha yang ditargetkan

secara eksplisit.

3) Mencatat respon

Konselor mengajarkan konseli tentang waktu, metode dan alat –

alat untuk mencatat. Dalam hal ini menggunakan post behavior

monitoring.

4) Membuat peta respon

Setiap minggu konseli dapat menjumlahkan frekuensi dan

membuat petanya.

5) Memperlihatkan data

Konseli dapat menempelkan di tempat tertentu agar dapat

mendorong kemajuan perilaku yang baru.

6) Analisi data

Selama periode self monitoring konseli hendaknya membawa data

ke konselor untuk ditinjau kembali. Konseli dapat memulai sendiri data

dengan membandingkan data sebelumnya dengan tingkah laku yang

diinginkan dan tingkat perubahannya.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

(,�

b. Stimulus Control

Stimulus control adalah penyusunan/ perancangan kondisi – kondisi

lingkungan yang telah ditentukan sebelumnya, yang membuat

terlaksanakan/ dilakukannya tingkah laku tertentu.

c. Self Reward

Self reward digunakan untuk memperkuat atau menambah respon

yang diinginkan. Self reward berfungsi mempercepat target tingkah laku.

Ada 4 komponen yang merupakan bagian integral dari prosedur self

reward yang efektif.

1) Pemilihan hadiah yang memadai/ cocok :

a) Hadiah bersifat mendidik.

b) Gunakan hadiah yang terjangkau.

c) Gunakan beberapa hadiah.

d) Gunakan bermacam jenis (verbal, material, mutakhir,

potensial,dan sebagainya).

e) Tukar hadiah bila tidak cocok.

2) Pengadaan hadiah

a) Konseli sendiri yang menentukan kelayakan respon yang

ditargetkan.

b) Tentukan sendiri seberapa banyak yang akan dilakukan dalam

hubungan dengan hadiah yang telah dipilih.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

((�

3) Pengaturan waktu self reward

a) Hadiah harus dilakukan sesudahnya, bukan sebelum tingkah

laku.

b) Hadiah harus disegerakan.

c) Hadiah harus mengikuti perubahan, bukan janji – janji.

4) Rencana untuk mempertahankan pengubahan diri

a) Cari bantuan orang lain untuk sharing atau menyalurkan hadiah.

b) Tinjauan dengan konselor.

Konselor hendaknya menemukan cara memperkuat pernyataan

keterlibatan konseli untuk menggunakan strategi self management secara

konsisten. Menurut Nursalim,dkk (2005) beberapa hal yang perlu

diperhatikan antara lain:

a. Banyak konseli ragu terhadap metode ini pada pertama kali proses

konseling. Maka konselor hendaknya tidak memperkenalkan strategi self

management pada pertemuan awal.

b. Penggunaan strategi self management sebagian tergantung terhadap

motivasi konseli untuk berubah.

d. Self As Model

Prosedur Self as model menggunakan konseli sebagai model.

Hosford dan de Visser ( dalam Cormier dan Nurius, 2003)

mendeskripsikan self-modeling sebagai prosedur yang mana konseli

melihat dirinya sebagai model dan menampilkan tujuan sikap yang ingin

dirubah. Latihan yang berhasil diberi hadiah, dan yang salah dikoreksi.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

(3�

Sebagai catatan bahwa prosedur ini tidak hanya modeling tetapi juga

latihan dan umpanbalik.

Dowrick ( dalam Cormier dan Nurius, 2003) menelaah mengenai self

as model, digunakan dari anak- anak sampai orang tua dan mencakup

target seperti keterampilan fisik ( rehabilitasi dan olahraga), akademik dan

tujuan vokasional, komunkasi, serta penyesuaikan pribadi dan sosial.

Tingkah laku yang dimodelkan hendaknya disesuaikan dengan usia

konseli, gender, dan budaya. Diadopsi 5 langkah yang diasosiasikan

dengan prosedur self as model dari Hosford dan de Visser. 5 komponen

tersebut sebagai berikut :

1) Dasar pemikiran tentang strategi.

2) Merekam perilaku yang diinginkan.

3) Mengedit perilaku.

4) Mendemonstrasikan

5) Pekerjaan rumah : konseli mengobservasi dan melatihkan secara

rutin.

D. Penelitian yang Relevan

Kursin (2005) meneliti tentang “Efektivitas Layanan Konseling

Kelompok dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Panti Pamardi Putra

Mandiri Semarang Tahun 2004/2005” menjelaskan bahwa perilaku agresif fisik

siswa pada mulanya tinggi dan setelah mendapatkan layanan konseling kelompok

menurun menjadi kategori rendah sedangkan perilaku agresif verbal siswa yang

pada mulanya sangat tinggi setelah mendapatkan layanan konseling kelompok

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1810/3/T1_132008036_BAB II.pdf · Tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang

(4�

juga menurun menjadi kategori rendah. Hal ini diperkuat dengan hasil uji

wilcoxon diperoleh Zhitung = 2,521 > Ztabel = 1,96. Maka layanan konseling

kelompok sangat efektif untuk mengurangi perilaku agresif siswa di Panti

Pamardi Putra Mandiri Semarang.

Laila Indriyati (2007) meneliti tentang “ Keefektifan Konseling Kelompok

dengan Pendekatan Behavioral untuk Mengurangi Perilaku Agresif pada Siswa

kelas XI SMA Purusatama Semarang Tahun 2006/2007” menunjukkan bahwa

konseling kelompok dengan pendekatan behavioral secara signifikan dapat

mengurangi perilaku agresif pada siswa kelas XI SMA Purusatama Semarang

Tahun 2006/2007 yang ditunjukkan dengan p= 0,004 lebih kecil dari a= 0,05.

Novi Kristina (2011) meneliti mengenai “Pengaruh Layanan Konseling

Kelompok terhadap Perilaku Agresif pada siswa kelas VIII MTs At-Taqwa

Jatingarang Bodeh Pemalang Tahun 2010/2011” mengemukakan bahwa ada

pengaruh layanan konseling kelompok terhadap perilaku agresif pada siswa kelas

VIII MTs At-Taqwa Jatingarang Bodeh Pemalang Tahun 2010/2011 yang

ditunjukkan dengan t hitung = 2,208 > t tabel = 1,684.

E. Hipotesis

” Layanan Konseling Kelompok dengan Teknik Self Management secara

efektif dapat mengurangi agresivitas siswa kelas VIII G SMP N 2 Ambarawa.”