Upload
doanngoc
View
224
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Asma
1. Pengertian Asma
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan
oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan
T-lymphocytes terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala
dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat
reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner and suddarth,
2011). Penyakit asma merupakan proses inflamasi kronik saluran
pernapasan yang melibatkan banyak sel dan elemennya. (GINA, 2011).
Asma adalah suatu penyakit dengan adanya penyempitan saluran
pernapasan yang berhubungan dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trakea dan bronkus berupa hiperaktivitas otot polos dan inflamasi,
hipersekresi mukus, edema dinding saluran pernapasan, deskuamasi epitel
dan infiltrasi sel inflamasi yang disebabkan berbagai macam
rangsangan(Alsagaff, 2010)
Bedasarkan beberapa definisi diatas maka peneliti dapat menarik
kesimpulan Asma adalah suatu penyakit yang di tandai oleh hiperresponsif
cabang trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan yang akan
menimbulkan obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan (mengi dan
sesak).
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
15
2. Klasifikasi Asma
Menurut GINA, Tahun 2011 Klasifikasi asma berdasarkan tingkat
keparahnya dibagi menjadi empat yaitu :
a. Step 1 (Intermitten)
Gejala perhari ≤ 2X dalam seminggu. Nilai PEF normal dalam
kondisi serangan asma. Exacerbasi: Bisa berjalan ketika bernapas, bisa
mengucapkan kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat.
Biasanya tidak ada gejala retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≤
2X dalam sebulan. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≥ 80%
atau <20 %.
b. Step 2 (Mild intermitten)
Gejala perhari ≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari.
Serangan asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: Membaik ketika
duduk, bisa mengucapkan kalimat frase, RR meningkat, kadang-
kadang menggunakan retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≥ 2X
dalam sebulan. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% atau
20% – 30%.
c. Steep 3 (Moderate persistent)
Gejala perhari bisa setiap hari, Serangan asma diakibatkan oleh
aktivitas. Exaserbasi: Duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat
mengucapkan kata per kata, RR 30x/menit, Biasanya menggunakan
retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≥ 1X dalam seminggu.
Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF 60% - 80% atau > 30%.
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
16
d. Step 4 (Severe persistent)
Gejala perhari, Sering dan Aktivitas fisik terbatas. Eksacerbasi:
Abnormal pergerakan thoracoabdominal. Gejala malam Sering. Fungsi
paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≤ 60% atau > 30%.
Diambil dari GINA (2005). Global Strategy for Asthma
Management and Prevention, www.ginasthma.com; Lewis,
Heitkemper, Dirksen (2000). Medical-Surgical Nursing. St. Louis,
Missouri: Mosby ; Wong (2003). Nursing Care of Infants and
Children. St. Louis, Missauri:Mos.
Brunner & suddarth (2002) menyampaikan asma sering di
rincikan sebagai alergik, idiopatik, nonalergik atau gabungan, yaitu :
a. Asma alergik
Disebabkana oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal
(misal: serbuk sari, binatang, amarah dan jamur ) kebanyakan
alergen terdapat di udara dan musiman. Pasien dengan asma alergik
biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat
masa lalu ekzema atau rhinitis alergik, pejanan terhadap alergen
pencetus asma.
b. Asma idiopatik atau nonalergik
Asma idiopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan
alergen spesifik faktor-faktor, seperti comand cold, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang dapat
mencetuskan rangsangan. Agen farmakologis seperti aspirin dan
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
17
alergen anti inflamasi non steroid lainya, pewarna rambut dan agen
sulfit (pengawet makanan juga menjadi faktor). Serangan asma
idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dapat berkembang menjadi bronkitis
kronis dan empizema.
c. Asma gabungan
Adalah asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau
nonalergik.
3. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor presdiposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma menurut Baratawidjaja (2000) yaitu :
a. Faktor presdiposisi
Berupa genetik dimana yang diturunkan adalah bakat
alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunanya
yang jelas. Penderita denganpenyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga yang menderita menyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika
terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitifitas saluran
pernafasan juga bisa di turunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
18
a) Inhalan yaitu yang masuk melalui salura pernafasan misalnya
debu, bulu binantang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.
b) Ingestan yaitu yang masuk melalui mulut misalnya makanan
dan obat obatan.
c) Kontaktan yaitu yang masuk melalui kontak denga kulit
misalnya perhiasan, logam dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa penggunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atsmosfir yang mendadk dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
3) Stress
Stress atau gangguan emosi menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah
ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati
penderita asma yang alami stress perlu diberi nasehat untuk
menyelesaiakan masalah pribadinya. Karena juka stresnya belum
diatasi maka gejala asma belum bisa diobati.
4) Lingkungan kerja
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
19
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes atau polisi lalul intas. Gejala ini membaik
pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga atau aktivitas yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan
asma jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat.
Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
Menurut NANDA (2013) etiologi asma adalah dari :
a) Lingkungan, yaitu berupa aspa dan rokok
b) Jalan napas, yaitu berupa spasme inhalasi asap,
perokok,pasif, sekresi yang tertahan, dan sekresi di bronkus.
c) Fisiologi, yaitu berupa inhalasi dan penyakit paru obstruksi
kronik.
4. Patofisiologi
Corwin (2000) berpendapat bahwa pada penderita asma, terjadi
bronkokonsentriksi. Proses bronkokonsentriksi ini diawali dengan proses
hypersensitivitas yang distimulasi agent fisik seperti suhu dingin, debu,
serbuk tanamana dan lainya. Asma juga dapat terjadi karena adanya
stimulasi agent psikis seperti kecemasan dan rasa takut. Pada suatu
serangan asma otot-otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
20
yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya
peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara.
Hal ini memperkecil diameter dari saluran udara (disebut
bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus
berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel tertentu didalam
saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggung jawab terhadap awal
terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan
bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya
konstraksi otot polos, peningkatan pembentukan lender dan perpindahan
sel darah putih tertentu ke bronki.
Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu
yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu
halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi asma juga
bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama
terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca
dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskanya histamin dan
leukotrien.
5. Tanda dan Gejala Asma
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala
yang di timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang hari, dan
malam hari, sesak napas/susah bernapas, bunyi saat bernapas (whezzing
atau mengi) rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
21
sesak napas atau susah bernapas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan
episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2011)
Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan, seperti
berhadapan dengan bulu binatang, uap kimia, perubahan temperature,
debu, obat (aspirin, beta-blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem
respirasi, asap rokok dan stress (GINA, 2004). Gejala asma dapat menjadi
lebih buruk dengan terjadinya komplikasi terhadap asma tersebut sehingga
bertambahnya gejala terhadap distress pernapasan yang di biasa dikenal
dengan Status Asmaticus (Brunner & Suddarth, 2011).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa
pernapasan whizing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika
bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored
(pepanjangan ekshalasi), perbesaran vena leher, hipoksemia, respirasi
alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan
tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara
whizing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan (Brunner & Suddarth, 2011).
Begitu bahayanya gejala asma (Dahlan, 1998). Gejala asma dapat
mengantarkan penderitanya kepada kematian seketika, sehingga sangat
penting sekali penyakit ini dikontrol dan di kendalikan untuk kepentingan
keselamatan jiwa penderitanya (Sundaru, 2008; Dahlan, 1998).
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
22
6. Faktor Risiko Asma
Berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host
faktor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi
genetik yang mempengaruhi berkembangnya asma yaitu genetik asma,
alergik (atopi), hipereaktiviti atau hiperesponsif bronkus, jenis kelamin
dan ras.
Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan atau
predisposisi asma, untuk berkembang menjadi asma, yang menyebabkan
terjadinya eksaserbasi dan gejala asma yang menetap. Beberapa
hal/kondisi yang termasuk dalam faktor lingkungan, yaitu: alergen,
sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan,
diet, status sosio ekonomi dan besarnya keluarga (Mangunegoro, 2004).
7. Manifestasi klinik
Gejala klasik pada asma bronchial ini adalah sesak napas, mengi
(whezzing), batuk, sebagian penderita nyeri dada. Pada serangan asma
yang lebih berat gejala- gejala yang timbul adalah sianosis, gangguan
kesadaran, hiperventilasi dada, tachicardi dan pernafasan dangkal. Gejala
gejala yang umum pada penderita asma menurut Crockett (2001)
diantarnya (a) Sering pilek, sinusitis, bersin, mimisan, amandel, sesak,
suara serak, (b) pembesaran kelenjar dileher dan kepala bagian belakang
bawa, (c) Sering lebam kebiruan pada kaki atau tangan seperti bekas
terbentur , kulit timbul bisul, kemerahan, bercak putihdan bekas hitam
seperti tergigit nyamuk, (d) Sering menggosok mata, hidung dan telinga
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
23
berlebihan, (e) Nyeri otot dan tulang belulang malam hari, (i) Sering
kencing, (g) Gangguan saluran pencernaan antara lain gastroesofageal
reflek, sering muntah, nyeri perut, sariawan, lidah sering putih atau kotor,
nyeri gusi atau gigi, mulut berbau, air liur berlebihan dan bibir kering, (h)
Sering buang air besar (>2 kali/hari), sulit buang air besar (obstipasi),
kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang
angin, (i) Kepala, telapak kaki atau tangan sering teraba hangat atau
dingin, (j) Sering berkeringat berlebih, (k) mata gatal, timbul bintik di
kelopak mata, mata sering berkedip, (l) Gangguan hormonal berupa
tumbuh rambut berlebih di kaki dan tangan, keputihan dan (m) sering sakit
kepala dan migran.
8. Penatalaksanaan Asma
a. Pengendalian asma
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan
yaitu sebagai berikut:
1) Pengetahuan
Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang
keadaan penyakitnya dan mekanisme pengobatan yang akan
dijalaninya kedepan (GINA, 2005).
2) Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang
menangani penyakit asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-
hal apa saja yang mungkin terjadi terhadap penderita asma dengan
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
24
kondisi gejala yang dialaminya beserta memonitor perkembangan
fungsi paru (GINA, 2005).
3) Menghindari Faktor Resiko
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam
mengurangi gejala asma adalah menhindari faktor pencetus yang
dapat meningkatkan gejala asma. Faktor resiko ini dapat berupa
makanan, obat-obatan, polusi, dan sebagainya (GINA, 2005).
b. Pengobatan Medis Jangka Panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada
penderita asma intermitten, tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada
penderita asma mild intermitten, menggunakan pilihan obat
glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh Teofilin, kromones,
atau leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten, menggunakan
pilihan obat β-agonist inhalsi dikombinasikan dengan glukokortikoid
inhalasi, teofiline atau leukotrien. Untuk asma severe persisten, β2-
agonist inhalasi dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi,
teofiline dan leukotrien atau menggunakan obat β2 agonist oral
(GINA, 2005).
Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma
(Controller):
1) Glukokortikosteroid Inhalasi
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
25
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk
mengurangi gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan
fungsi paru, mengurangi hiperresponsive dan mengurangi gejala
asma dan meningkatkan kualitas hidup (GINA, 2005). Obat ini
dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal, menimbulkan iritasi
pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek
sistemik, menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas
osteoblast (GINA, 2005).
2) Glukokortikosteroid Oral
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat
kortikosteroid inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi,
diabetes, penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal,
katarak, glukoma, obaesitas dan kelemahan (GINA, 2005).
3) Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada
gejala asma. Obat ini dapat menurunkan gejala dan menurunkan
reaksi hiperresponsive pada 2-agonist inhalsi dikombinasikan
dengan glukokortikoid inhalasi, teofiline atau leukotrien. Untuk
asma severe persisten, β2-agonist inhalasi dikombinasikan dengan
glukokortikosteroid inhalasi, teofiline dan leukotrien atau
menggunakan obat β2 agonist oral (GINA, 2005). imun
nonspecific. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat
pemakaian dengan bentuk formulasi powder (GINA, 2005).
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
26
4) Β2-Agioinst Inhalasi
Obat in berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam
setelah pemakaian. Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada
waktu malam, meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat
menimbulkan tremor pada bagian musculoskeletal, menstimulasi
kerja cardiovascular dan hipokalemia (GINA, 2005).
5) B2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala
asma pada waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas,
meningkatkan kerja jantung, dan menimbulkan tremor pada bagian
muskuloskeletal (GINA, 2005).
6) Teofiline
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau
pencegahan asma bronkial dengan merelaksasi secara langsung
otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal. Obat ini dapat
menyebabkan efek samping berupa mual, muntah, diare, sakit
kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35
mcg/mL menyebabkan hperglisemia, hipotensi, aritmia jantung,
takikardi, kerusakan otak dan kematian (Depkes RI, 2007).
7) Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi
untuk mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi
paru dan menurunkan gejala asma (GINA, 2005).
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
27
Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (Reliever)
asma:
a) β2- Agoinst Inhalasi
Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini
digunakan untuk mengontrol gejala asma, variabilitas peak
flow, hiperresponsive jalan napas. Obat ini dapat menstimulasi
kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA,
2005).
b) Β2- Agionst Oral
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat
menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan
hipokalemia (GINA, 2005).
c) Antikolinergic
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat
meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menyebabkan mulut
kering dan pengeluaran mucus (GINA, 2005).
c. Metode Pengobatan Alternative
Metode pengobatan alternative ini sebagian besar masih dalam
penelitian. Buteyko merupakan salah satu pengobatan alternative yang
terbukti dapat menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi
paru penderita asma, selain itu memperbaiki gejala yang ditimbulkan
asma. Buteyko ini merupakan tehnik bernapas yang dirancang khusus
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
28
untuk penderita asma dengan prinsip latihan tehnik bernapas dangkal
(GINA, 2005).
Slow deep breathing adalah metode bernapas yang frekuensi
bernapas kurang dari 10 kali permenit dengan fase ekshalasi yang
panjang (Breathesy, 2007). Slow deep breathing adalah gabungan dari
metode nafas dalam (deep breathing) dan napas lambat sehingga
dalam pelaksanaan latihan pasien melakukan nafas dalam dengan
frekuensi kurang dari atau sama dengan 10 kali permenit. Latihan
napas dalam dan lambat secara teratur akan meningkatkan respons
saraf parasimpatis dan penurunan aktivitas saraf simpatik,
meningkatkan fungsi pernafasan dan kardiovaskuler, mengurangi efek
stres, dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental (Velkumary &
Madanmohan, 2004; Kiran, Behari, Venugopal, Vivekanandhan &
Pandey, 2005; Larson & Jane, 2004).
Penelitian Telles dan Desiraju (1991) menunjukkan bahwa
pengaturan pernapasan dalam dan lambat menyebabkan penurunan
secara signifikan konsumsi oksigen. Teknik pernapasan dengan pola
yang teratur juga dapat dilakukan untuk relaksasi, manajemen stres,
kontrol psikofisiologis dan meningkatkan fungsi organ (Ritz & Roth,
2003; Kwekkeboom, 2005; Lane & Arcinesgas, 2007; Geng & Ikiz,
2009).
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
29
B. Latihan Pernafasan (deep breathing exercise)
1. Pengertian deep breathing
Slow deep breathing adalah metode bernapas yang frekuensi
bernapas kurang dari 10 kali permenit dengan fase ekshalasi yang panjang
(Breathesy, 2007). Slow deep breathing adalah gabungan dari metode
nafas dalam (deep breathing) dan napas lambat sehingga dalam
pelaksanaan latihan pasien melakukan nafas dalam dengan frekuensi
kurang dari atau sama dengan 10 kali permenit.
2. Indikasi deep breathing exercise
Terapi deep breathing exercise diidentifikasikan untuk mengobati
Penyakit-penyakit yang dapat dikontrol bahkan disembuhakn dengan
terapi pernapasan:
a. Gangguan saluran pernapasan (asma bronkiale, pulmonary distonia)
b. Gangguan pencernaan (maag/gastritis, perut kembung, dan susah
buang air besar)
c. Gangguan pada system reproduksi
d. Sakit perut pada saat mentruasi.
e. Mentruasi tidak teratur
f. Sulit tidur (imsonia)
g. Gangguan pada pembulu darah
h. Batu saluran kencing
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
30
3. Cara melakukan deep breathing exercise
Langkah-langkah dalam latihan slow deep breathing, menurut
University of Pittsburgh Medical Center, (2003).
a. Atur pasien dengan posisi duduk
b. Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut
c. Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui hidung
dan tarik napas selama 3 detik, rasakan abdomen mengembang saat
menarik napas
d. Tahan napas selama 3 detik
e. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas secara
perlahan selama 6 detik. Rasakan abdomen bergerak ke bawah.
f. Ulangi langkah 1 sampai 5 selama 15 menit.
g. Latihan slow deep breathing dilakukan dengan frekuensi 3 kali sehari.
4. Manfaat dan Tujuan Latihan Penapasan deep breathing exercise
Latihan pernapasan juga merupakan salah satu penunjang
pengobatan asma karena keberhasilan pengobatan asma tidak hanya
ditentukan oleh obat asma yang dikonsumsi, namun juga faktor gizi dan
olah raga. Bagi penderita asma, olah raga diperlukan untuk memperkuat
otot-otot pernapasan. Latihan pernapasan bertujuan untuk:
a. Melatih cara bernafas yang benar.
b. Melenturkan dan memperkuat otot pernafasan.
c. Melatih ekspektorasi yang efektif.
d. Meningkatkan sirkulasi.
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
31
e. Mempercepat asma yang terkontrol.
f. Mempertahankan asma yang terkontrol.
g. Kualitas hidup lebih baik.
Menurut Wara kushartanti (2002) program latihan yang dirancang
bagi penderita asma pada dasarnya menitik beratkan pada latihan
pernapasan yang bertujuan untuk:
a. Meningkatkan efisiensi fase ekspirasi
b. Mengurangi aktivitas dada bagian atas
c. Mengajarkan pernapasaan diafragma
d. Merelakskan otot yang tegang
e. Meningkatkan fleksibilitas otot intercostalis, pectoralis, scalenius, dan
trapezius
Di dalam suatu system pernapasan pada waktu frekuensi
pernapasan menurun maka kapasitas tidal dan kapasitas vital akan
meningkat. Pada meditasi terjadi relaksasi sempurna dari otot-otot tertentu
dan kunci utama keberhasilan senam pernapasan adalah keteraturan dan
kepatuhan melakukan latihan pernafasan tersebut (Laurentia, 2009).
Ada beberapa fungsi terapi pernapasan adalah:
a. Mengatur keseimbangan seluruh fungsi organ tubuh
b. Meningkatkan daya tahan terhadap suatu penyakit
c. Memulihkan organ tubuh yang mengalami disfungsional.
d. Mengatur keseimbangan cairan tubuh, aktivitas hormaon, aktivitas
enzim, dan laju metabolisme.
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
32
e. Mempelancar peredaran darah secara sistemik.
f. Meningkatkan kemampuan gerak tubuh.
g. Meningkatkan ketenangan batin dan percaya diri.
h. Defensive (pertahanan diri)
Napas dalam lambat dapat menstimulasi respons saraf otonom
melalui pengeluaran neurotransmitter endorphin yang berefek pada
penurunan respons saraf simpatis dan peningkatkan respons parasimpatis.
Stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respons
parasimpatis lebih banyak menurunkan ativitas tubuh atau relaksasi
sehingga dapat menurukan aktivitas metabolik (Velkumary &
Madanmohan, 2004). Stimulasi saraf parasimpatis dan penghambatan
stimulasi saraf simpatis pada slow deep breathing juga berdampak pada
vasodilatasi pembuluh darah otak yang memungkinkan suplay oksigen
otak lebih banyak sehingga perfusi jaringan otak diharapkan lebih adekuat
(Denise, 2007; Downey, 2009).
Jerath, Edry, Barnes, (2006) mengemukakan bahwa mekanisme
penurunan metabolisme tubuh pada pernapasan lambat dan dalam masih
belum jelas, namun menurut hipotesanya napas dalam dan lambat yang
disadari akan mempengaruhi sistem saraf otonom melalui penghambatan
sinyal reseptor peregangan dan arus hiperpolarisasi baik melalui jaringan
saraf dan non-saraf dengan mensinkronisasikan elemen saraf di jantung,
paruparu, sistem limbik, dan korteks serebri. Selama inspirasi, peregangan
jaringan paru menghasilkan sinyal inhibitor atau penghambat yang
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
33
mengakibatkan adaptasi reseptor peregangan lambat atau slowly adapting
stretch reseptors (SARs) dan hiperpolarisasi pada fibroblas. Kedua
penghambat impuls dan hiperpolarisasi ini dikenal untuk menyinkronkan
unsur saraf yang menuju ke modulasi sistem saraf dan penurunan aktivitas
metabolik yang merupakan status saraf parasimpatis.
Penelitian Telles dan Desiraju (1991) menunjukkan bahwa
pengaturan pernapasan dalam dan lambat menyebabkan penurunan secara
signifikan konsumsi oksigen. Teknik pernapasan dengan pola yang teratur
juga dapat dilakukan untuk relaksasi, manajemen stres, kontrol
psikofisiologis dan meningkatkan fungsi organ (Ritz & Roth, 2003;
Kwekkeboom, 2005; Lane & Arcinesgas, 2007; Geng & Ikiz, 2009).
Latihan napas dalam dan lambat secara teratur akan meningkatkan respons
saraf parasimpatis dan penurunan aktivitas saraf simpatik, meningkatkan
fungsi pernafasan dan kardiovaskuler, mengurangi efek stres, dan
meningkatkan kesehatan fisik dan mental (Velkumary & Madanmohan,
2004; Kiran, Behari, Venugopal, Vivekanandhan & Pandey, 2005; Larson
& Jane, 2004).
C. Arus Puncak Ekspirasi (APE)
1. Pengertian
Arus puncak ekspirasi (APE) adalah jumlah aliran udara maksimal
yang dapat dicapai saat ekspirasi paksa dalam waktu tertentu (Bagian
Pulmonologi FKUI, 2005). Arus puncak ekspirasi adalah metode
sederhana, noninvasif, dan ekonomis untuk mengetahui kecepatan dan
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
34
kekuatan dari ekspirasi, dengan satuan liter permenit, dengan ekspirasi
paksa dari kapasitas total paru. Ini biasa digunakan untuk mendeteksi
fungsi paru yang berhubungan dengan penyempitan saluran nafas.
Pengukuran ini khususnya diperlukan bagi pasien yang tidak mampu
mendeteksi obstruksi saluran pernafasan. (Zapletal,2003). Angka normal
APE untuk laki laki dewasa sekitar 500-700 L/menit, sedangakan untuk
wanita dewasa berkisar antara 380-500 L/menit (Jain, et al, 1998).
Pemeriksaan APE bertujuan untuk mengukur secara objektif arus udara
pada saluran nafas besar (Rasmin, et al, 2001), sehingga dapat dipakai
untuk mengetahui kenaikan tahanan saluran nafas, yang memberikan
gambaran tentang obstruksi saluran nafas (Rahmatullah, 1999).
Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter
merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana (PDPI, 2006) yang dapat
memberikan peringatan dini adanya penurunan fungsi paru (Siregar,
2008). Agar pemeriksaan dapat dikerjakan dengan baik dan benar maka
pemeriksa memberikan contoh terlebih dahulu (Alsagaff dan
Mangunnegoro, 1993), selanjutnya penderita disuruh melakukan ekspirasi
sekuat tenaga melalui alat tersebut (Yunus, 1993). Pengukuran arus
puncak ekspirasi tergantung pada otot thoracoabdominal dan tingkat stres
dari subjek dievaluasi, dan karena memerlukan ekspirasi maksimal.
(Barcala,2008)
Hasil pengukuran APE dalam bentuk angka dibandingkan dengan
nilai APE prediksi yang dibuat sesuai jenis kelamin, usia,tinggi badan,
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
35
yang diinterpretasikan dengan sistem zona ’traffic light’. Zona hijau bila
nilai APE 80%-100% dibandingkan nilai prediksi, mengindikasikan
fungsi paru baik. Zona kuning 50%-80% menandakan mulai terjadinya
penyempitan saluran respiratorik, dan zona merah ≤ 50% berarti saluran
respiratorik besar telah menyempit (Sheikh et al., 2000).
Data peak flow yang dapat menggambarkan tanda-tanda peringatan
dini untuk suatu penyakit yang dalam beberapa kasus mungkin menunjukkan
penurunan fungsi paru-paru 1-3 hari sebelum gejala pernapasan lain menjadi
jelas. Tinggi badan, jenis kelamin dan usia merupakan hal yang dapat
menunjukkan hasil perkiraan dari nilai peak flow. (Febriana et.al, 2009).
Pengukuran fungsi saluran pernapasan, dengan peak flow meter
sebelum penggunaan obat, perlu dilakukan untuk mengetahui derajat
keparahan penyakit asma yang sedang dialami seorang pasien asma.
2. Kecenderungan pasien dengan asma
Pada penyakit obstruksi saluran napas, biasanya penderita
mengalami kesukaran pada waktu ekspirasi, sebab kecenderungan
menutupnya saluran napas sangat meningkat dengan adanya tekanan
positif dalam dada selama ekspirasi. Hal ini tidak terjadi pada saat
inspirasi oleh karena tekanan negatif pleura pada inspirasi akan
mendorong terbukanya saluran napas saat alveoli mengembang. Dengan
demikian udara akan mudah masuk paru tetapi terperangkap di dalam paru
(Guyton dan Hall, 2008)
.
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
36
3. Tujuan dilakukan pengukuran APE
Pada pasien asma nilai APE cenderung menurun, hal ini di
sebabkan karena Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan
untuk membantu pengobatan seperti (DEPKES RI, 2007):
1) Mengetahui apa yang membuat asma memburuk
2) Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan
berjalan baik
3) Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan
penambahan atau penghentian obat
4) Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD
4. Indikasi Pengukuran APE
Pengukuran peak flow meter Perlu dilakukan pada pasien dengan
asma sedang sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE)
dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada (DEPKES RI, 2007) :
a. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan
oleh pasien di rumah.
b. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
c. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma
persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan
di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal perburukan melalui
gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang
mengancam jiwa.
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
37
5. Faktor yang mempengaruhi Nilai APE
Jenis kelamin, umur, tinggi badan, berat badan, dan body surface
area, merupakan Faktor-faktor yang mempengaruhi Arus Puncak
Ekspirasi (APE), pada detik pertama mempengaruhi force expiratory
volume dan force vital capacity. (Meenakshi et.al, 2012)
1) Jenis kelamin
Sesudah pubertas anak laki laki menunjukan kapasitas faal
paru yang lebih besar dari pada perempuan. Kapasitas vital rata-
rata pria dewasa muda lebih kurang 4,6 liter dan permpuan muda
kurang lenih 3,1 liter, meskipun nilai-nilai jauh lebih besar pada
beberapa orang dengan berat badan sama (Antarudin, 2003)
2) Umur
Faal paru pada masa anak-anak bertambah atau meningkat
volumenya dan mencapai maksimal pada usia 9-21 tahun, setelah
usia itu faal paru terus menurun sesuai dengan bertambahnya usia
(Yunus, 2003). Pada keadaan normal, nilai Arus Puncak Ekspirasi
(APE) berbanding terbalik dengan umur (Widiyanti, 2008)
3) Tinggi Badan
Tinggi badan mempunyai korelasi positif APE. Artinya,
bertambahnya tinggi seseorang, APE akan bertambah besar
(Alsagaff, 1993)
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
38
6. Cara pengukuran Arus Puncak Ekspirasi
a. Spirometer
Spirometer suatu metode sederhana untuk mempelajari
pertukaran udara paru-paru adalah mancatat volume udara yang
bergerak ke dalam dan ke luar paru-paru disebut spirometer. Sebuah
alat spirometer terdiri dari sebuah silinder yang berada dalam sebuah
ruangan berisi air yang keseimbangannya dapat diatur melalui suatu
pemberat. Dalam selinder terdapat campuran udara pernafasan
biasanya udara atau O2, suatu tabung yang menghubungkan mulut
dengan ruang udara. Karena nafas masuk dan ke luar ruang udara
maka silinder terangkat/naik dan turun, dan suatu grafik akan terlihat
pada kertas yang terdapat pada silinder yang berputar. Untuk
memudahkan menjelaskan berbagai kejadian pertukaran udara paru-
paru maka udara dalam paru-paru telah dibagi menjadi 4 volume dan 4
kapasitas.
b. Peak Flow Meter
Peak Flow Meter suatu alat yang sederhana, ringkas, mudah
dibawa, murah, serta mudah penggunaannya dapat dipakai untuk
memeriksa Peak Expiratory Flow Rate (PEFR). Peak Expiratory Flow
Rate merupakan salah satu parameter yang diukur pada spirometri
yaitu kecepatan aliran udara maksimal yang terjadi pada tiupan paksa
maksimal yang dimulai dengan paru pada keadaan inspirasi
maksimal(Oceandy D, 1995)
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
39
Prinsip kerja peak meter alat ini hanya dapat mengukur APE,
tetapi sudah memadai untuk melakukan pemantauan penyakit paru
obstruktif seperti asma atau melakukan uji tapis massal. Pengukuran
dapat dilakukan penderita sendiri atau dibantu orang lain. Sampai saat
ini, alat aku yang di pakai untuk pengukuran APE ini adalah wright
peak flow meter yang di rancang oleh BM Wright dan CB McKerrow
(1959). Cara kerja alat ini berdasarkan azaz mekanika, dimana deras
arus udara di ukur dengan gerakan piston yang terdorong oleh arus
udara yang di tiupkan melalui pipa penuip. Piston akan mendorong
jarum penunjuk (marker). Karena piston dikaitkan dengan sebuah
pegas, maka setelah arus berhenti, oleh gaya tarik balik (recoil) piston
tertarik kedudukan semula dan jarum penunjuk tertingal pada titik
jangkauan piston terjauh. Nilai APE di baca pada titik jarum penunjuk
tersebut.
Peak flow meter ini tidak hanya dapat digunakan di rumah sakit
maupun di klinik saja, tetapi dapat juga digunakan di rumah ataupun di
kantor untuk membantu mendiagnosis asma dan evaluasi respon terapi.
Lebih lanjut peak flow meter dapat memberikan peringatan lebih awal
terhadap pasien jika terjadi perubahan pada fungsi sistem pernapasan.
APE ini memiliki nilai yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
tinggi badan, umur dan jenis kelamin.
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
40
Tahapan melakukan pengukuran APE sebagai berikut :
1. Bila memerlukan, pasang mouthpiece ke ujung peak flow
meter
2. Penderita berdiri atau duduk dengan punggung tegak dan
pegang peak flow meter dengan posisi horisontal (mendatar)
tanpa menyentuh atau mengganggu gerakan marker.
Pastikan marker berada pada posisi skala terendah (nol).
3. Penderita menghirup napas sedalam mungkin, masukkan
mouthpiece ke mulut dengan bibir menutup rapat
mengelilingi mouthpiece, dan buang napas sesegera dan
sekuat mungkin.
4. Saat membuang napas, marker bergerak dan menunjukkan
angka pada skala, catat hasilnya.
5. Kembalikan marker pada posisi nol lalu ulangi langkah 2-4
sebanyak 3 kali, dan pilih nilai paling tinggi. Bandingkan
dengan nilai terbaik pasien tersebut atau nilai prediksi.
Rentang nilai APE:
1) Zona hijau (normal) Nilai antara 80-100%
2) Zona kuning (hati hati) Nilai antara 50-79%
3) Zona merah (darurat) Nilai kurang dari 50%.
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
41
D. Kerangka teori
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian (Corwin, 2000)
Faktor
presipitasi
a. Alergen
b. Perubahan
cuaca
c. Stress
d. Lingkungan
e. Aktivitas
berat
Sesak
nafas
Peningkatan
pembentukan
lendir/sekret
Bronkokontrik
si
Peningkata
n respirasi
rate
Penurunan
peak flow
rate/ APE
Timbul serangan
asma
Farmakologi
a. Bronkodilator
b. Teofiline
c. Glukokortikost
eroid inhalasi
Non farmakologi
Deep breathing
exercise
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015
42
E. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
H. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu kesimpulan sementara atau jawaban sementara dari
suatu penelitian (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan kerangka teori dan
kerangka konsep diatas dapat dirumuskan suatu Hipotesis penelitian ini yaitu :
Deep breathing exercise effektif meningkatkan Arus puncak ekspirasi (APE).
Deep Breathing
Exercise
Penurunan peak flow
rate atau Arus puncak
ekspirasi (APE).
Farmakologi
d. Bronkodilator
e. Teofiline
f. Glukokortikos
teroid inhalasi
Efektifitas Latihan Nafas..., Dodi Rohman, Fikes UMP, 2015