Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Entrepreneurship
1. Pengertian Entrepreneurship
Kata “kewirausahaan” sebagai terjemah dari entrepreneurship dilontarkan
pada tahun 1975 dan mulai digunakan di antara anggota kelompok entrepreneur
Developmen Program – Development Teknology Centre (EDP-DTC), Institut
teknologi bandung1.Perkembangan teori dan istilah entrepreneur sebagai berikut:
a. Asal kata entrepreneur dari bahasa prancis yang berarti betwen taker atau
go-between.
b. Abad pertengahan berarti actor atau orang yang bertanggung jawab dalam
proyek produksi berskala besar untung rugi dalam mengadakan kontrak
pekerjaan dengan pemerintah dengan menggunakan fixed price.
c. Tahun 1725 Richard Cattilon menyatakan entrepreneur sebagai orang yang
menanggung resiko yang berbeda dengan orang yang memberi modal.2
Menurut Geoffrey G. Mendith, kewirausahaan merupakan gambaran dari
orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan
bisnis, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil
1 Moko P. Astameon, Entrepreneurship Dalam Perspektif Kondisi Bangsa Indonesia, (Bandung,
Alfabeta, 2008), 50 2 Buchari Alma, Kewirausahaan, (Bandung: Alfabeta, 2005), 20-21
11
keuntungan daripadanya, serta mengambil tindakan yang tepat guna memastikan
kesuksesan.3
Secara umum tahap-tahap melakukan wirausaha yaitu:
a. Tahap memulai, tahap dimana seseorang berniat melakukan usaha
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, diawali dengan melihat
peluang baru yang mungkin untuk membuka usaha baru.
b. Tahap melaksanakan usaha, tahap ini seorang entrepereneur mengelola
berbagai aspek yang terkait dengan usahanya, mencangkup aspek-aspek:
pembiayaan, SDM, kepemilikan, organisasi, kepemimpinan yang meliputi
bagaimana resiko dan mengembil keputusan, pemasaran, dan melakukan
evaluasi.
c. Mempertahankan usaha, tahap dimana entrepreneur berdasarkan hasil
yang telah dicapai melakukan analisis perkembangan yang dicapai untuk
ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
d. Mengembangkan usaha, tahap dimana jika hasil yang diperoleh positif,
mengalami perkembangan, dan dapat bertahan maka perluasan usaha
menjadi salah satu pilihan yang mungkin diambil.
Secara sederhana arti entrepreneur adalah orang yang berjiwa berani
mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan.4 Motivasi
menjadi entrepreneur adalah sesuatu yang melatar belakangi atau mendorong
seseorang melakukan aktivitas dan memberi energy yang mengarah pada
3 Panji Anorga dan Joko Sudantoko, Koperasi: Kewirausahaan Dan Pengusaha Kecil, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2002 ), 137. 4 Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), 19
pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi
ketidakseimbangan dengan membuka suatu usaha atau bisnis.
2. Karakteristik Entrepreneurship
Diantara karakteristik seorang entrepreneur yang menonjol adalah5 :
a. Proaktif
Salah satu karakter yang menonjol dari seorang wirausaha ini adalah
proaktif, suka mencari informasi yang ada hubungannya dengan dunia yang
digeluti. Mengapa mereka melakukan ini tidak lain adalah agar mereka tidak
ketinggalan informasi, sehingga segala sesuatuya dapat disikapi dengan bijak dan
tepat. Misalnya adanya pesaing baru yang memasarkan produk sejenis. Informasi
tetang produk yang sejenis yang baru masuk produk ini bisa menjadi ancaman
produk yang dihasilkannya, agar ia bisa membuat strategi menghadapi persaingan
maka ia perlu tahu lebih dahulu apa saja kelebihan dan kekurangan produk baru
tersebut. Dengan bahan informasi yang ia dapatkan itu akan dapat menyusun
strategi menghadapi persaingan pasar, seperti segmenting, targetting dan
positioning yang banyak dibahas dalam majemen pemasaran.
b. Produktif
Salah satu karakter kunci untuk sukses menjadi seorang wirausaha adalah
selalu ingin mengeluarkan uang untuk hal-hal yang produktif. Ia tidak sembarang
mengeluarkan uang, teliti, cermat, dan penuh perhitungan dalam memutuskan
pengeluaran.
5 Muhammad Syahrial Yusuf, Meraih Keajaiban Rezeki Dengan Wirausaha, (Jakarta: Erlangga,
2013),51-52
Seorang wirausaha sebelum mengeluarkan uangnya ia berfikir lebih
dahulu apakah uangnya akan kembali. Oleh karena itu ia lebih mementingkan
pengeluaran yang bersifat produktif dari pada yang bersifat konsumtif. Dengan
cara demikian maka bagi seorang wirausaha bukan mustahil sumber
penghasilannya tidak hanya satu pintu, tetapi bisa dari berbagai pintu (multi
income).
Berbeda dengan orang yang bermental konsumtif yang biasanya kalau
mengeluarkan uangnya lebih cenderung pada hal-hal yang bersifat kemewahan,
dan gengsi yang tidak menghasilkan keuntungan.
c. Pemberdaya
Karakter lain yang juga dimiliki oleh seorang wirausaha adalah
memperdaya atau memberdayakan orang lain. Seoang wirausaha sejati biasanya
sangat memahami manajemen, bagaimana menangani pekerjaan yang membagi
habis tugas dan memberdayakan orag lain yang ada dalam pembinaanya untuk
mencapai tugas yang diinginakan. Dengan demikian disatu sisi tujuan bisnisnya
tercapai, dan disisi lain anak buahnya (orang yang bekerja padanya) juga
diberdayakn sehingga mendapat pengalaman, yang pada gilirannya nanti dapat
berdiri sendiri berkat pemberdayaan yang dilakukan oleh pimpinannya.6
Bagi seorang wirausahawan muslim hal itu merupakan suatu kewajiban
sebagaimana disebutkan dalam hadist Nabi Muhammad saw berikut :
كلكم راع و كلكم مسؤول عن رعيته
6 Ibid..52-53.
Artinya: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin harus
bertanggung jawab atas kepemimpinannya”. (Muttafaqun Alaih).
d. Tangan Diatas
Seorang entrepreneur sejati, lebih-lebih entrepreneur yang berbasis
syariah umumnya memiliki karakter tangan diatas (suka memberi). Salah satu cara
yang dilakukannya adalah memperbanyak sedekah. Ia tidak bangga mengatakan
saya berhasil mendapat bantuan dari donatur negara maju, tatapi ia akan bangga
apabila ia turut membantu tempat ibadah, panti asuhan, sekolah/ tempat
pendidikan. Bagi seorang entrepreneur yang berbasis syariah yakin bahwa setiap
rezeki yang diterima harus ada sebagian yang dibagikan kepada orang-orang yag
kurang beruntung tang diberikan secara ikhlas. Dan setiap pemberian yang ikhlas
akan menambah kualitas dan kuantitas rezekinya dan hidupnya penuh berkah.
Itulah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu hadistnya
“tangan diatas lebih mulia dari tagan yang dibawah”.
e. Rendah Hati
Seorang entrepreneur sejati menyadari keberhasilan yang dicapainya
bukan sepenuhnya karena kehebatannya, tetapi ia sadar betul disamping upayanya
yang sungguh-sungguh ia juga tidak terlepas dari pertolongan Allah. Wirausaha
yang berbasis syari’ah yakin betul dengan adanya petolongan Allah. Ia tidak
seperti karun yang membanggakan diri yang mengaku semua kekayaan yang
dimilikinya adalah hasil kerja keras dan kecerdasannya. Hal tersebut telah di
ceritakan Allah dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
............. Artinya: Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu
yang ada padaku"(QS. Al-Qashash:78).7
Apa yang dikatakan Karun itu merupakan kesombongan dan sekaligus
pengingkaran terhadap nikmat Allah. Karena kesombongan dan mengingkari
nikmat Allah Karun akhirnya harus menerima nasib tragis, Allah membenamkan
rumah dan semua kekayaan di dalam tanah. Hal itu sudah menjadi janji Allah
terhadap orang yang bersyukur akan ditambahkan nikmat-Nya, dan terhadap yang
ingkar (kufur) atas nikmat Allah, siksa Nya amat pedih, sebagaimana dijelaskan
dalam firman Nya :
Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(QS.
Ibrahim :7).8
Bagi seorang wirausaha berbasis syari’ah, dengan iman yang menghujam
didadanya ia sadar betul dengan janji Allah, sehingga ia selalu bersyukur dan
tawadhu (rendah hati), dan Allah pun mempermudah segala urusan bisnisnya.
Sikapnya yang rendah hati itu tampak dari kebiasaanya menolong wirausaha
7 Departemen Negara Ri, Al-Quran Dan Tafsirnya., 336
8 Ibid., 127
pemula yang belajar kepadanya, cara kerjanya membina dan mengembangkan
kemampuan karyawannya.
f. Kreatif
Seorang wirausaha juga mempunyai karakter kreatif, yaitu mampu
menangkap dan menciptakan peluang-peluang bisnis yang bisa dikembangkan.
Ditengah persaingan bisnis yang ketat sekalipun seorang wirausaha tetap mempu
menangkap dan menciptakan peluang baru untuk berbisnis, sehingga ia tidak
pernah khawatir kehabisan lahan.
g. Inovatif
Seorang wirausaha juga mempunyai karakter inovatif, yaitu mampu
melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam menangani bisnis yang digelutinya,
sehingga bisnis yang dilakukannya tidak pernah usang dan selalu dapat mengikuti
perkembangan zaman. Sifat inovatif ini akan mendorong bangkitnya kembali
kegairahan untuk meraih kemajuan dalam berbisnis.
3. Kedudukan Entrepreneur dalam Islam
Dalam pandangan Islam, menjadi seorang entrepreneur dalam sebuah
usaha yag halal dan baik, sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya adalah
sebuah pekerjaan yang mulia dan agung, Rasulullah telah bersabda:9
9 Muhammad Syahrial Yusuf, Meraih Keajaiban Rezeki Dengan Wirausaha, (Jakarta: Erlangga,
2013), 40
“Seorang pengusaha yang jujur (ash-shiddiqi) lagi dapat dipercaya (al-amin).
Akan bersama para nabi, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang
sholeh.”(HR. At-Tirmidzi)
Oleh karena itu, eksistensi entrepreneur sangat mutlak peranannya di
tengah-tengah masyarakat yang masih dalam keadaan tidak menentu. Saat ini
diperlukan lahirnya para entrepreneur muslim yang telah dicontohkan pada masa
Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan pada masa kholifah yaitu para
entrepreneur yang jujur, amanah, dan bertawa. Sebagaimana telah digambarkan
dalam Qur’an, sifat yang harus dimiliki seorang entrepreneur:
Artinya: “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh
jual beli dari meningat Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)
membayar zakat. Mereka takut kepada suau hari (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang.”(QS. An-Nur:37)10
Dari keterangan diatas dapat dipahami bahwa seseorang entrepreneur
muslim yang menjalankan kewajibanya sebagaimana yang diperintahkan Allah
dan Rasul-Nya, yang memiliki moralitas tinggi yang ditandai dengan sifat jujur
dan amanah, maka kelak dia akan ditempatkan bersama para Nabi, Syuhada, dan
10 Departemen Negara Ri, Al-Quran Dan Tafsirnya, 447.
orang-orang shaleh yang merupakan sebaik-baik manusia. Itulah setinggi-tinggi
pembalasan dan keridhaan Allah kepada manusia yang mengikuti petunjuk-Nya.
Pentingnya menjadi entrepreneur ini juga dinyatakan dalam sebuah hadis
“perhatikan olehmu sekalian, sesungguhnya perdagangan itu di dunia ini adalah
sembilan dari sepuluh (sembilan puluh persen) pintu rezeki” (HR. Ahmad).
Hadis diatas diperkuat oleh hadis lain yaitu,” usaha yang paling utama
adalah jual beli yang baik dan pekerjaan seorang laki-laki dengan ketrampilan
dengan tangan sendiri,”(HR.Ahmad).11
Dari beberapa dalil yang dikemukakan, tidak diragukan, tidak diragukan
bahwa Islam memberikan tempat yang mulia dan tinggi kepada entrepreneur
muslim yang jujur lagi amanah, jika seorang pedagang yang berusaha secara
tradisional namun jujur dan amanah mendapatkan tempat yang tinggi bersama
para Nabi, Syuhada, dan Shalihin, maka sama halnya dengan seorang
entrepreneur modern yang harus mengeluarkan segala potensi yang dimilikinya
untuk menggapai kesuksesan, baik potensi pemikiran.
B. Konsep Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari terjemahan kata motivation, yang diserap dari bahsa
latin yaitu matere yang berarti dorongan, rangsangan atau daya penggerak.
Wahyosuminidjo mendefinisikan motivasi ”sebagai suatu proses psikologis yang
11 Muhammad Syahrial Yusuf, Meraih Keajaiban Rezeki Dengan Wirausaha, (Jakarta: Erlangga,
2013), 45-46
mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang
terjadi dalam diri sendiri
Motif adalah ungkapan dari kebutuhan-kebutuhan individu. Dipandang
dari sisi individu, motif-motif merupakan kepribadian dan aspek internalnya. Di
sisi lain individu, stimulus merupakan dorongan luar yang merupakan faktor
pembantu dalam merealisasikan tujuan.12
Dari beberapa pendapat tentang definisi motivasi tersebut dapat
disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu penggerak dalam diri seorang
individu untuk melakukan atau mencapai suatu hal dengan tujuan tertentu,
motivasi merupakan proses yang menentukan tingkah laku demi tercapainya suatu
tujuan, motivasi merupakan pengaruh kekuatan yang akan menimbulkan perilaku
individu, sehingga individu tersebut terdorong untuk bertindak atau melakukan
suatu. apabila individu memiliki motivasi maka individu tersebut telah memiliki
kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam dirinya sendiri.
2. Macam-Macam Motivasi
Motivasi seseorang dapat tumbuh dan berkembang melalui dirinya sendiri
yang disebut sebagai motivasi instrinsik, maupun dari lingkungan sekitarnya yang
disebut sebagai motivasi ekstrinsik.
Motivasi instrinsik dan ekstrinsik ini merupakan jenis-jenis motivasi yang
dikenal secara umum.
a. motivasi instrinsik adalah motivasi yang bersumber dari dalam diri individu
dan telah menjadi bagian dirinya tanpa harus menunggu rangsangan dari luar.
12 Abdul Hamid Mursi, Sdm Yang Produktif: Pendekatan Al-Quran Dan Sains, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1997), 92
Para ahli sependapat bahwa motivasi instrinsik ini akan berpengaruh terhadap
perubahan perilaku. Bahkan motivasi intrinsik ini dapat dibangun dari motivasi
ekstrinsik, maksutnya lingkungan tempat seseorang berada dengan berbagai
kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang, dirangsang, diawasi, kemudian
diarahkan. Penghargaan dan hukuman dapat menjadikan motivasi ekstrinsik
menjadi motivasi intrinsik.
b. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang bersumber dari luar diri seseorang,
seperti narasumber dalam seminar, keluarga, lingkungan, teman, majalah,
buku, atau rangsangan dari luar lainnya. Namun, masalah pokok dari motivasi
ekstrinsik ini adalah efek motivasinya akan cepat menghilang. Dengan
demikian, motivasi ekstrinsik ini harus senantiasa didukung oleh lingkungan,
fasilitas dan orang yang mengawasi sebab kesadaran dari dalam diri
individunya belum tumbuh.13
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Winardi menyebutkan faktor-faktor internal yang
mempengaruhi motivasi adalah usia, pendidikan, pengalaman, pengetahuan,
sikap, dan cita-cita, imbalan-imbalan instrinsik (misalnya: suatu perasaan
keberhasilan dalam hal melaksanakan tugas tertentu yang sangat menarik dan
menantang) merupakan bagian integral dari tugas yang di hadapinya dan
ditentukan oleh individu yang melaksanakan tugas tersebut.
13 Abdul Rahman Shaleh Dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif
Islam (Jakarta: Kencana, 2004), 139
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik adalah
ekonomi, sosial, budaya serta lingkungan yang terdiri dari lingkungan rumah,
sekolah, dan masyarakat. Imbalan-imbalan ekstrinsik (misalnya: upah atau gaji,
promosi-promosi, pujian-pujian dan sebagainya) tidak tergantung pada tugas yang
dilaksanakan karena dikendalikan oleh pihak lain.14
Semakin besar atau kuat faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
seseorang, maka akan semakin besar atau kuat pula dorongan seseorang untuk
melakukan sesuatu. Hal ini disebabkan karena motivasi merupakan upaya untuk
menimbulkan rangsangan atau dorongan tenaga tertentu pada seseorang agar ingin
berbuat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Faktor-Faktor Motivasi Dalam Entrepreneurship.
Studi yang dilakukan oleh Russel M. Knight di kanada menyimpulkan bahwa
seorang wirausaha/entrepreneur utamanya tidak dimotivasi oleh financial
incentive, tetapi oleh keinginan untuk melepaskan diri dari lingkungan yang tidak
sesuai, selain untuk menemukan arti baru bagi kehidupannya. Faktor motivasi
tersebut yaitu:15
a. The foreign refugge yaitu peluang-peluang ekonomi di negara lain yang
lebih menguntungkan sering kali mendorong orang untuk meninggalkan
negaranya yang tidak stabil secara politis untuk berwirausaha di sana.
14 Winardi, Motivasi Dan Pemotivasian Dalam Manajemen, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada,
2001), 61 15 Irham fahmi, kewirausahaan, Teori, kasus dan solusi, (Bandung, Alfabeta, 2013), 21-22.
b. The corporate refugee yaitu pekerja-pekerja yang tidak puas dengan
lingkungan perusahaanya merasa bahwa kepuasan kerjanya akan meningkat
dengan memulai dan menjalankan bisnis sendiri.
c. The parental (paternal) refugee maksutnya banyak individu yang
memperoleh pendidikan dan pengalaman dari bisnis yang dibangun oleh
keluarganya sejak ia masih anak-anak. Mereka biasanya kemuadian akan
berusaha untuk mencoba bisnis yang lain daripada yang selama ini dikerjakan
oleh keluarga.
d. The feminist refugee, artinya para wanita yang merasa telah mendapatkan
perlakuan diskriminatif dibandingkan kaum laki-laki, baik dalam sistem
pendidikan, lingkungan perusahaan, maupun dalam masyarakat, akan
berusaha membuktikan bahwa dirinya mampu dengan mendirikan perusahaan
sendiri.
e. The housewife refugee, para ibu rumahtangga yang pada awalnya sibuk
mengurus anak dan rumah tangganya akan mencoba membantu suaminya
dalam hal keuangan karena kebutuhan anak-anak makin dewasa makin besar.
Mereka biasanya akan mencoba bisnis kecil-kecilan dengan dibantu oleh
anggota keluarga lainya.
f. The society refugee adalah anggota masyarakat yang tidak setuju dengan
kondisi lingkunganya biasanya akan mencoba menjalankan usaha yang tidak
terikat dengan lingkungan yang ada.
g. The educational refugee artinya banyak orang yang gagal dalam studinya
atau mereka yang tidak cocok dengan sistem pendidikan yang ada, menjadi
terpacu untuk berwirausaha.
Menurut Hendro ada beberapa faktor yang mempengaruhi keinginan
seseorang untuk memilih jalur entrepreneurship sebagai jalan hidupnya. Faktor-
faktor itu adalah faktor individual/personal, suasana kerja, tingkat pendidikan,
personality (kepribadian), prestasi pendidikan, dorongan keluarga, lingkungan dan
pergaulan, ingin lebih dihargai atau self-esteem, serta keterpaksaan dan keadaan.16
Sementara itu, kecenderungan yang terjadi pada mahasiswa-mahasiswa
yang duduk diperguruan tinggi saat ini adalah kebanyakan dari mereka lebih
menginginkan pekerjaan yang mapan dengan mendapatkan status yang terhormat
dan banyak menghasilkan pendapatan setelah menyelesaikan pendidikannya.
Kecenderungan bahwa sebagian besar mahasiswa, termasuk mahasiswa tingkat
tingkat akhir, serta para sarjana yang baru saja lulus tidak memiliki rencana
berwirausaha. Umunya mereka lebih memilih untuk menjadi seorang pekerja pada
perusahaan-perusahaan besar maupun instansi pemerintah (PNS) guna menjamin
masa depan mereka. Oleh karena itu, para sarjana lulusan perguruan tinggi perlu
diarahkan dan didukung untuk tidak hanya berorientasi sebagai pencari kerja (job
seeker) namun dapat dan juga siap menjadi pencipta pekerjaan (job creator).
Hal utama yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan wirausaha
adalah karena adanya keinginan untuk berwirausaha. Adi Susanto
16 Hendro, Dasar-Dasar Kewirausahaan, 61-63.
mengemukakan, beberapa motivasi yang dapat mendorong seseorang untuk
menjadi wirausaha yaitu:17
a). Keberhasilan diri dari berwirausaha
Lingkungan yang dinamis menyebabkan seorang entrepreneur
menghadapi keharusan untuk menyesuaikan dan mengembangkan diri agar
keberhasilan dapat dicapai. Seorang entrepreneur bukan saja mengikuti perubahan
yang terjadi dalam dunia usaha tetapi perlu berubah seseringkali dan dengan cepat
memiliki pemikiran yang inovatif dan berorientasi pada masa depan.
Menurut ranto keberhasilan berwirausaha tidaklah identik dengan seberapa
berhasil seseorang mengumpulkan uang atau harta serta menjadi kaya, karena
kekayaan bisa diperoleh dengan berbagai cara sehingga menghasilkan nilai
tambah. Berusaha lebih dilihat dari bagaimana seseorang bisa membentuk,
mendirikan, serta menjalankan usaha dari sesuatu yang tadinya tidak terbentuk,
tidak berjalan atau mungkin tidak sama sekali. Seberapa kecilnya ukuran suatu
usaha jika dimulai dari nol dan bisa berjalan dengan baik maka nilai berusahanya
jelas lebih berharga daripada sebuah organisasi besar yang dimulai dengan
bergelimang fasilitas.18
Keberhasilan diri sebagai salah satu wakil dari motivasi untuk menjadi
entrepreneur karena mempercayai bahwa orang-orang mungkin akan termotivasi
untuk menjadi entrepreneur apabila mereka percaya wirausaha memiliki
kemungkinan lebih besar untuk berhasil dari pada bekerja untuk orang lain untuk
mendapatkan hasil yang berharga. Salah satu faktor penting dan menjadi daya
17Adi susanto, Kewirausahaan,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000).87 18 Basuki Ranto, Manajemen Usahawan, (Jakarta: Bagian Publikasi Lembaga Management Feui,
2007),20.
penggerak bagi seseorang untuk menjadi entrepreneur adalah keinginannya untuk
memenuhi kebutuhan tinggi untuk berhasil, maka orang tersebut akan bekerja
keras dan tekun belajar.
Sementara itu, keberhasilan usaha baru tergantung pada keadaan
perekonomian nasional pada saat bisnis diluncurkan. Keberhasilan berwirausaha
sebagai pendorong keinginan seseorang untuk menjadi entrepreneur, karena
persepsi keberhasilan sebagai hasil menguntungkan atau berharap untuk berakhir
melalui pencapaian tujuan dari usahanya. Artinya, jika seseorang mencapai tujuan
usaha yang diinginkan melalui prestasi, ia akan dianggap berhasil. Indikator
keberhasilan yang sesungguhnya bukanlah apa yang dicapai, tetapi apa yang
dirasakan. Agar sukses atau berhasil, kita harus menjadi bahagia.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha para pengusaha
baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Faktor internal lebih banyak
berasal dari pengusaha itu sendiri diantaranya adalah : latar belakang pendidikan,
usia, pengalaman, efikasi diri, motivasi dan masalah internal lainnya. Faktor
eksternal dihadapkan kepada permasalahan diluar organisasi diantaranya:
lingungan, peluang, persaingan, sistem informasi global, dan maslah eksternal
lainnya.19
b). Toleransi akan resiko
Setiap pekerjaan mengandung resiko dan tantangan yang berbeda-beda.
Setiap wirausaha dapat melaluinya tergatung bagaimana cara pandang individu
tersebut pada tantangan atau resiko yang dihadapi. Individu ketika memulai usaha
19 Hutagalung, Kewirausahaan,(Medan,USU Press,2008),8.
harus mengetahui terlebih dahulu peluang dan resiko yang ditimbulkan oleh usaha
tersebut, setelah itu individu tersebut harus berusaha mengatasi hambatan dan
tantangan yang ada untuk mencapai kesuksesan.
Meredith dalam purwinarti dan Ninggarwati mengatakn bahwa terdapat
beberapa resiko yang mungkin terjadi dari suatu usaha bisa bermacam-macam,
mulai dari resiko yang bersifat umum dalam bentuk keuangan, resiko sosial dan
resiko kejiwaan, hingga resiko yang terjadi terhadap badan atau fisik. Dalam
menghadapi resiko tersebut, seorang wirausaha harus mempertimbangkan daya
tarik dari setiap alternatif yang ada, sejauh mana bersedia menanggung resiko,
kemungkinan akan keberhasilan dan kegagalannya, serta kemampuannya untuk
meningkatkan keberhasilan dan mengurangi kegagalannya, serta demikian
wirausaha menghadapi resiko dengan perencanaan yang sangat profesional dan
matang.20
Pada ketiga subjek, mereka mampu mengatasi resiko dan tantangan yang
dihadapi berdasarkan ajaran agama yang mereka yakini kebenanrannya. Semua
agama mengajarkan kebaikan kepada umatnya dalam menyelesaikan masalah dan
menghadapi resiko serta tantangan yang ada. Jadi dapat disimpulkan bahwa cara
pandang individu pada resiko dan tantangan yang dihadapi serta cara penyelesaian
masalahnya menentukan keberhasilan usaha individu tersebut dalam memperoleh
hasil yang diinginkan.
Sementara itu, dalam pengambilan keputusan pelaku bisnis atau seorang
entrepreneur sebaiknya mempertimbangkan tingkat toleransi akan adanya resiko.
20 Winardi, Motivasi Dan Pemotivasian Dalam Manajemen, 71
Seorang entrepreneur dapat dikatakan riskaverse (menghindari resiko) dimana
mereka hanya mau mengambil peluang tanpa resiko, dan seorang entrepreneur
dikatakan risklover (menyukai resiko) dimana mereka mengambil peluang dengan
tingkat resiko yang tinggi. Kegiata akan selalu memiliki tingkat resiko yang
berbanding lurus dengan tingkat pengembaliannya. Apabila anda menginginkan
pengembalian atau hasil yang tinggi, anda juga harus menerima tingginya tingkat
resiko. Setiap individu memiliki tingkat toleransi yang berbeda-beda terhadap
resiko, ada yang senang dengan resiko dengan tingkat pengembalian yang
diinginak dan ada yang takut akan resiko.
Persepsi terhadap resiko berbeda-beda tergantung kepada kepercayaan
seseorang, kelakuan penilaian dan perasaan dan juga termasuk faktor-faktor
pendukungnya, antara lain latar belakang pendidikan, pengalaman praktis di
lapangan, karateristik individu, kejelasan informasi, dan pengaruh lingkungan
sekitar.
Terdapat perbedaan persepsi tentang resiko itu sediri, meskipun tidak
terlalu mencolok, antara lain:21
a. Faktor-faktor yang mempunyai efek merugikan terhadap
kesuksesan pelaksanaan proyek secara finansial maupun ketepatan
waktu, diman faktor waktu itu sendiri tidak selalu dapat di
identifikasi.
b. Sesuatu keadaan secara fisik, kontrak maupun financial menjadi
lebih sulit daripada yang telah disetujui dalam kontrak.
21 Suryana, Kewirausahaan:Pedoman Praktis, Kiat Dan Proses Menuju Sukses,(Jakarta:Salemba
Empat,2003)14-15.
c. Kesempatan untuk membuat keuntungan diatas kontrak, dimana
kepuasan klien,harga kontrak, dan waktu penyelesaian diutamakan.
d. Suatu kondisi dimana peristiwa-peristiwa yang tidak direncanakan
terjadi.
Menurut Suryana seorang entrepreneur harus mampu menngambil resiko
yang moderat, artinya resiko yang diambil tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
rendah. Keberanian menghadapi resiko yang di dukung komitme yang kuat, akan
mendorong seorang entrepreneur untuk terus berjuang mencari peluang sampai
memperoleh hasil. Hasil-hasil itu harus nyata atau jelas, dan merupakan umpan
balik bagi kelancaran kegiatannya.
Sebagai seorang wirausaha kita boleh mengambil resiko yang tidak perlu
dan harus dapat menguasai emosi dalam mengambil resiko jika keuntungannya
diperkirakan sama atau bahkan lebih besar daripada resiko yang terkandung.
Dalam beberapa hal, kita harus menggunakan intuisi dalam menilai tindakan apa
saja yang mengandung resiko karena intuisi akan dapat turut menentukan sampai
sejauh mana resikonya dan hasil apa saja yang mungkin diperoleh.
Kemauan dan kemampuan untuk mengambil resiko merupakan salah satu
nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau mengambil resiko
akan sukar memulai dan berinisiatif. Menurut Angelita S. Banjaro, “seorang
wirausaha yang berani menanggung resiko adalah orang yang selalu ingin jadi
pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik”.22
22 Ibid.21
Pengambilan resiko berkaitan dengan berkaitan dengan kepercayaan diri
sendiri. Artinya, semakin besar keyakinan seseorang pada kemampuan sendiri,
maka semakin besar keyakinan orang tersebut akan kesanggupan mempengaruhi
hasil dan keputusan, dan semakin besar pula kesediaan seseorang untuk mencoba
apa yang menurut orang lain sebagai resiko. Oleh karena itu, pengambil resiko
ditemukan pada orang-orang inovatif dan kreatif yang merupakan bagian
terpenting dari perilaku kewirausahaan.
c). Keinginan merasakan kebebasan dalam bekerja
Kebebasan untuk menjalankan usaha merupakan keuntungan lain bagi
seorang entrepreneur. Hasil dari survey dalam bisnis berskala kecil tahun 1991
menunjukan bahwa 38% dari orang-orang yang meninggalkan pekerjaanya di
perusahaan lain karena mereka ingin menjadi bos atau perusahaan sendiri.
Beberapa entrepereneur menggunakan kebebasannya untuk menyususn
kehidupan dan perilaku kerja pribadinya secara fleksibel. Kenyataanya banyak
seorang entrepreneur tidak mengutamakan fleksibilitas disatu sisi lain. Akan
tetapi mereka menghargai kebebasan dalam karir kewirausahaan, seperti
mengerjakan urusan mereka dengan cara sendiri, memungut laba sendiri dan
mengatur jadwal sendiri.23
Schermerhorn mengatakan terdapat ciri-ciri khas yang berkaitan dengan
seorang entrepreeur yaitu mampu menentukan nasibnya sendiri, pekerja keras
dalam mencapai keberhasilan, selalu tergerak untuk bertindak secara pribadi
dalam mewujudkan tujuan menantang, memiliki toleransi terhadap situasi yang
23 Hendro Dan Chandra Ww, Be A Smart And Good Entrepreneur, (Jakarta:Erlangga,2006),18.
tidak menentu, cerdas dan percaya diri dalam menggunakan waktu yang luang.
Ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan seorang entrepreneur yaitu mampu
menentukan nasibnya sendiri, pekerja keras dalam mencapai keberhasilan, selalu
tergerak untuk bertindak secara pribadi dalam mewujudkan tujuan menantang,
memiliki toleransi terhadap situasi yang tidak menentu, cerdas dan percaya diri
dalam menggunakan waktu yang luang. Dalam suatu penelitian di inggris
menyatakan bahwa motivasi seorang membuka bisnis adalah 50% ingin
mmepunyai kebebasan dengan berbisnis sendiri, hanya 18% menyatakan ingin
memperoleh uang dan 10% menyatakan jawaban membuka bisnis untuk
kesenangan, hobi, tantangan atau kepuasan pribadi dan melakuka kreatifitas.
Sedangkan penelitian di Rusia 80% menyatakan mereka membuka bisnis karena
ingin menjadi bos dan memperole otonomi serta kemerdekaan pribadi.24
Beberapa alasan merasakan pekerjaan bebas dijadikan sebagai motivasi
seseorang untuk menjadi entrepreneur yaitu fleksibel waktu, tidak perlu
mendapatkan tekanan dari atasan atau perusahaan dan pendapatan yang lebih
besar. Rusman Hakim mengemukakan sejumlah nilai positif bagi mereka yang
menjalani wirausaha. Pertama, mereka tidak tergantung kepada ada atau tidaknya
lowongan kerja, karena mereka sendirilah yang membuka lapangan kerja. Kedua,
entrepreneur tidak diperitah oleh orang lain, ia bisa “bos” bagi orang lain atau
menjadi “bos” bagi dirinya sendiri, ketiga, entrepreneur memiliki peluang
penghasilan yang tak terbatas. Keempat, entrepreneur mengatur diri sendiri jam
kerja, liburan, besar penghasilan dan sebagainya. Kelima, mempunyai wawasan
24 Buchari Alma, Kewirausahaan, 40.
dan pergaulan yang luas. Keenam, bisa mengembangkan gagasan sepenuhnya,
tanpa mendapat hambatan yang berarti dari pihak lain. Ketujuh, bisa langsung
sibuk bekerja.25
Motivasi seorang wirausaha muslim bersifat horizontal dan vertikal.
Secara horizontal terlihat pada dorongannya untuk mengembangkan potensi diri
dan keinginanya senantiasa mencari manfaat sebayak-banyaknya untuk orang
lain. Sementara secara vertikal dimaksudkan untuk mengabdikan diri kepada
Allah. Motivasi disini berfungsi sebagai pendorong, penentu arah, dan penetapan
skala prioritas.26
5. Motivasi menjadi Entrepreneurship dalam Perspektif Islam
Motivasi menjadi entrepreneur dalam pandangan Islam bersifat vertikal dan
horizontal. Secara horizontal terlihat pada dorongannya untuk mengembangkan
potensi diri dan keinginanya untuk selalu mencari manfaat sebesar mungkin bagi
orang lain. Sementara secara vertikal, yang dimaksudkan untuk mengabdikan diri
kepada Allah swt. Motivasi di sini berfungsi sebagai pendorong, penentu arah,
dan penetapan skala prioritas.
Seorang wirausawan muslim memiliki keyakinan yang kukuh terhadap
kebenaran agamanya sebagai jalan keselamatan, dan bahwa dengan agamnya
tersebut akan menjadi wirausahawan muslim yang unggul. Keyakinan ini
membuat seseorang wirausahawan muslim melakukan usaha dan kerjanya sebagai
zikir, bertawakkal, serta bersyukur pasca usahanya.
25 Machendrawati Dan Safei, Pengembangan Masyarakat,49. 26 Salim Segaf Al-Djufri, Bagaimana Menciptakan Dan Membangun Usaha Yang
Islami,(Jakarta:Tim Media Communications,2005),31.
Hal ini merupakan dimensi vertikal dari keberagaman seseorang sebagai
implementasi aqidahnya. Secara aqidah, menjadi wirausahawan muslim adalah
sebagai bukti ketaatan dan pengabdian kepada Allah swt, sebab kegiatan
kewirausahaan merupakan bagian dari aktifitas ibadah, sehingga harus dimulai
dengan niat yang suci, cara dan tujuan yang benar, serta memanfaatkan hasil yang
benar.
Namun, islam juga memberikan panduan agar manusia memenuhi
kewajiban-kewajibannya kepada sesama manusia lainnya sebagai motivasi
menjadi wirausahawan muslim dimensi horizontal. Dengan semakin banyaknya
wirausahawan muslim, maka akan semakin banyak pula keteladanan dalam
masyarakat, karena seorang wiausahawan muslim memiliki pribadi yang unggul,
berani, dan hidupnya tidak merugikan anggota lain, bahkan sebaliknya akan
memberikan manfaat bagi anggota masyarakat yang lain, seperti, memberikan
kontribusi besar bagi anggota masyarakat yang lain. Seperti, memberikan
kotribusi besar bagi perluasan lapangan kerja, sehingga akan mengurangi angka
pengangguran dan akan meningkatkan kekuatan ekonomi negara.27
27 Muhammad Edy Susilo, “Sosialisasi Semangat Entrepreneurship Berlandaskan Nilai-Nilai
Islami”,
Dalam Http://Repository.Upnyk.Ac.Id, Diakses Pada 16 Desember 2015.
C. Kerangka Konseptual
Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Keberhasilan diri
(X1)
Toleransi akan resiko
(X2)
Keinginan menjadi
entrepreneur
(Y)
Keinginan merasakan
pekerjaan bebas
(X3)
1. Adi Susanto dalam buku kewirausahaan
2. Teori Geoffrey G. Mendith