Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
Untuk membedakan penelitian Upaya Meningkatkan Penguasaan
Kosakata Melalui Kegiatan Membaca Kritis Pada Siswa Kelas VIII B SMP
Negeri 2 Kebasen Tahun pelajaran 2009-2010 dengan penelitian sebelumnya,
maka penulis meninjau penelitian yang berjudul Pengaruh Kosakata Bahasa
Indonesia Terhadap Kemampuan Menjawab Pertanyaan Teka-Teki Silang (TTS)
Siswa Kelas VIIISMP Negeri 1 Slawi Tahun Pelajaran 2007-2008 hasil penelitian
dari Wuryasih, sebagai berikut.
1. Landasan teori
Landasan teori dalam penelitian, Wuryasih menggunakan salah satu
teknik pembelajaran kosakata dengan media permainan bahasa yaitu
permainan teka-teki silang (TTS), karena permainan adalah suatu aktivitas
untuk memperoleh keterampilan berbahasa tertentu dengan cara
menggembirakan. Teknik pembelajaran dengan media permainan teke-teki
silang ini sangat cocok diuji cobakan pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 1
Slawi yang memiliki sifat ingin tahu yang sangat besar dan tertarik dengan hal
yang matang.
2. Metode Analisis Data Penelitian
Analisis data adalah suatu cara mengolah data yang telah terkumpul
dari hasil penelitian di lapangan, kemudian agar dapat diinterpretasikan secara
8 Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
verbal dan uraian.dalam menganalisis data penelitian yang akan dilaksanakan
peneliti menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.
3. Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh maka langkah selanjutnya adalah melakukan
analisis data. Langkah pertama adalah pengujian prasyarat yaitu uji normalitas
dan uji homogenitas.
4. Rumusan Masalah
Dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi penguasaan kosakata
siswa perlu membatasi masalah yang mengacu pada judul yaitu:
“Pengaruh Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia Terhadap
Kemampuan Menjawab Pertanyaan Teka-Teki Silang (TTS) Siswa SMP
Negeri 1 Slawi Tahun Pelajaran 2007-2008”
5. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh penguasaan kosakata bahasa Indonesia terhadap
kemampuan menjawab pertanyaan teka-teki sislang (TTS) pada siswa kelas
VIII SMP Negeri 1 Slawi.
6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data pembahasan hasil penelitian maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari penguasaan
kosakata bahasa Indonesia terhadap kemampuan menjawab pertanyaan teka-
teki silang pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Slawi. Hal ini berarti bahwa
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
makin tinggi penguasaan kosakata bahasa Indonesia maka hasil permainan
teka-teki silang siswa semakin banyak.
B. Pembelajaran Bahasa
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar
nasional pendidikan bab V standar kompetensi lulusan untuk pelajaran bahasa
(termasuk bahasa Indonesia) menekankan pada kemampuan membaca dan
menulis yang sesuai dengan jenjang pendidikan. Ruang lingkup mata pelajaran
bahasa Indonesia mencakup kemampuan berbahasa yang meliputi aspek :
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek itu merupakan
aspek yang terintegrasi dalam pembelajaran walaupun dalam penyajian silabus
keempat aspek itu masih sulit dipisahkan.
Bahasa merupakan sarana komunikasi, sementara bahasa dan sastra
Indonesia seharusnya diajarkan pada siswa melalui pendekatan yang sesuai
dengan hakikat dan fungsinya. Pendekatan pembelajaran bahasa yang
menekankan aspek kinerja atau keterampilan berbahasa dan fungsi bahasa adalah
pendekatan komunikatif. Dalam kehidupan sehari-hari, fungsi utama bahasa
sebagai sarana komunikasi. Bahasa dipergunakan sebagai alat komunikasi untuk
berbagai keperluan dan situasi pemakaian. Untuk itu, orang tidak akan berpikir
sistem bahasa, tetapi berpikir bagaimana menggunakan bahasa itu secara tepat
sesuai dengan konteks dan situasi. Jadi, secara pragmatik bahasa lebih merupakan
suatu bentuk kinerja dan performasi daripada sebuah sistem ilmu.
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
C. Keterampilan Membaca
Keterampilan membaca (reading skills) erat hubungannya dengan
keterampilan menyimak atau mendengarkan, berbicara dan menulis. Dalam
memperoleh keterampilan membaca biasanya melalui suatu urutan yang teratur.
Mula-mula, pada masa kecil, kita belajar menyimak atau mendengarkan bahasa
kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Menyimak
dan berbicara kita pelajari sebelum memasuki sekolah, sedangkan membaca dan
menulis dipelajari di sekolah. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya
merupakan satu kesatuan yang merupakan catur tunggal (Dawson[et al] dalam
Tarigan, 1994:2). Setiap keterampilan itu erat sekali hubungannya dangan proses
berpikir yang mendasari bahasa. Makin terampil seseorang berbahasa, makin
cerah dan jelas jalan pikirannya.
D. Pengertian Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan penulis melalui
media kata-kata atau bahasa tulis. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang
tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses
membaca itu tidak terlaksana dengan baik (Hodgson dalam Tarigan, 1994:7).
Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan
pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara
dan menulis yang justru melibatkan penyandian (enconding). Sebuah aspek
pembacaan sandi (decoding) adalah hubungan kata-kata tulis (written word)
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencangkup perubahan
tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna (Anderson dalam Tarigan,
1994:7). Menurut definisi tersebut, maka kegiatan membaca berisi kerja yang
lebih rumit dari pekerjaan yang biasa, yaitu menggunakan semua kemampuan
mental manusia seperti kemampuan menganalisis, mempertimbangkan,
memecahkan masalah untuk segala masukan yang akan direkam di dalam batin si
pembaca ataupun tidak.
Ditambahkan pula bahwa membaca dapat dianggap sebagai suatu proses
untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat dan mengetahui pikiran yang
terkandung dalam kata-kata yang tertulis. Dengan demikian, hubungan antara ide
atau pesan yang hendak dikemukakan oleh penulis dan penafsir atau interpretasi
pembaca turut menentukan ketepatan membaca. Berangkat dari batasan membaca
yang telah dipaparkan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca
seseorang dapat diartikan sebagai kesanggupan atau kecakapan yang sudah
terlatih dengan baik dan cermat untuk memahami dan menangkap informasi atau
pesan yang disampaikan oleh pihak lain (penulis) melalui sarana tulisan.
Dari beberapa pengertian membaca yang telah dikemukakan terdapat
beberapa persamaan, yaitu memahami dan menangkap gagasan atau informasi
baik yang tersurat atau tersirat dalam bacaan atau bahasa tulis. Jadi, yang paling
esensial dalam kegiatan membaca adalah pemahaman isi bacaan untuk
memperoleh makna yang tepat. Untuk sampai pada tahap pemahaman ini, tentu
saja pertama-tama pembaca harus berusaha untuk selalu mengerti arti dari setiap
kata yang ada dalam bacaan. Kemudian pembaca berusaha untuk mengerti
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
hubungan arti kata dalam kalimat. Selanjutnya, pembaca berusaha untuk mengerti
hubungan arti kalimat dalam bacaan.
E. Tujuan Membaca
Tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh
informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna atau arti erat sekali
hubungannya dengan maksud kita dalam membaca. Berikut ini beberapa tujuan
membaca:
1. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang
telah dilakukan oleh sang tokoh, apa yang telah terjadi pada tokoh khusus,
atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh sang tokoh.
Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-
perincian atau fakta-fakta.
2. Membaca untuk , mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik
dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari
atau yang dialami sang tokoh dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan
oleh sang tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut
membaca untuk memperoleh ide-ide utama.
3. Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap
bagian cerita, apa yang terjadi pertama, kedua, dan ketiga. Ini disebut
membaca untuk mengetahui urutan atau susunan.
4. Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh
merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
sang pengarang kepada para pembaca. Ini disebut membaca untuk
menyimpulkan atau membaca inferensi.
F. Membaca Kritis
Membaca kritis adalah sejenis membaca yang dilakukan secara
bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluatif, serta analitis, dan bukan
hanya mencari kesalahan (Albert[et al] dalam Tarigan, 1994:89). Membaca secara
kritis adalah cara membaca dengan melihat motif penulis dan menilainya
(Seodarso, 1991:71).
Membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis
dengan melisankan atau hanya dalam hati (Moeliono (Ed) 1993:62), sedangkan
kritis adalah bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan, tajam
dalam penganalisisan (Moeliono (Ed) 1993:466).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa membaca kritis adalah
suatu kegiatan melihat atau memahami isi dari suatu bentuk tertulis dengan
melisankan atau hanya dalam hati secara bijaksana, penuh tenggang hati,
mendalam, evaluatif, serta analitis.
Menurut Tarigan (1994:91-92) membaca kritis menuntut pembaca agar :
1. Memahami maksud penulis
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam membaca kritis adalah
menentukan atau memahami maksud atau tujuan penulis. Pada umumnya
tulisan memenuhi satu atau lebih dari keempat tujuan wacana umum
(discourse) yaitu : memberi tahu (to infrom), meyakinkan (to convince),
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
mengajak, mendesak, meyakinkan (to persuade), dan menghibur (to
entertain). Sekalipun kita jarang menemui suatu pilihan bacaan yang secara
jelas dibatasi pada salah satu dari keempat tujuan ini, tetapi salah satu di
antaranya biasanya menonjol. Sebagai seorang pembaca yang kritis, maka kita
harus berusaha mencari serta mendapatkan maksud yang tersembunyi ini.
2. Memanfaatkan kemampuan membaca dan berpikir kritis.
Kemampuan membaca dan berpikir secara kritis juga menuntut agar
kita sadar akan sikap-sikap serta prasangka-prasangka kita sendiri, dan unsur-
unsur lain dalam latar belakang pribadi kita yang mungkin mempengaruhi
kegiatan membaca dan berpikir kita dalam membaca.
3. Memahami organisasi dasar tulisan
Maksud penulis dalam menulis suatu artikel atau wacana sebagian
besar menentukan sifat dan lingkup pembicaraannya, rangka dasarnya, dan
sikap umum serta pendekatannya. Para pembaca yang teliti mengamati
indikasi-indikasi atau petunjuk-petunjuk mengenai pilihan itu dan bagaimana
caranya disajikan. Biasanya penyajian seorang penulis dibagi menjadi tiga
bagian yaitu pendahuluan, isi, dan kesimpulan
a. Pendahuluan
Dalam mengkomunikasian ide-idenya secara jelas maka seorang
penulis akan mempergunakan satu atau lebih paragraf pembukaan untuk
memperkenalkan subjeknya beserta pendekatan khusus terhadap hal itu.
Sering pula dia menunjukkan secara singkat pokok-pokok penting yang
akan dicakup, dan menetapkan aspek-aspek masalah apa yang akan
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
dimasukkan ataupun dikeluarkan. Dengan kata lain, dia hendak
menyatakan ruang lingkup dan pembahasan uraiannya. Sering pula dia
menjelaskan maksudnya dalam penulisan artikel atau wacana itu. Dia
mungkin menyatakan maksudnya secara tidak langsung dalam ulasan-
ulasanya mengenai pokok masalah, tema, atau ruang lingkupnya.
Akhirnya, dia akan mempergunakan paragraf-paragraf pembukaan untuk
menentukan nada artikel atau wacana tersebut.: berat atau ringan, harfiah
atau satiris, serius atau humor, dan sebagainya. Pembaca yang seksama
akan mengamati indikasi-indikasi yang serupa untuk memudahkannya
membaca dengan pemahaman yang lebih tinggi serta mendalam, dan
menilai karya itu secara lebih jujur.
b. Isi
Artikel atau wacana yang tertulis rapi menjelaskan di mana
pendahuluan berakhir, dan dimana pula isi artikel atau wacana itu bermula.
Biasanya isi suatu uraian membagi dirinya sendiri menjadi dua, tiga, atau
empat bagian utama. Kadang-kadang kita dapat menemui petunjuk-
petunjuk tipografis mengenai bagian-bagian penting itu: angka-angka
romawi, judul-judul dicetak tebal, atau spasi-spasi terbuka. Kadang juga
kita menemukan kata-kata yang menunjukkan penomeran-penomeran dan
langkah-langkah. Kata-kata seperti : pertama, kedua, lebih lanjut,
akhirnya, dan sebaliknya menunjukkan langkah-langkah dalam suatu
uraian yang tersusun secara logis.
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
c. Kesimpulan
Pada penutup suatu artikel atau wacana kerapkali kita
memperhitungkan bahwa penulis mengalihkan perhatiannya dari apa yang
sedang dikatakan menuju apa yang dikatakannya. Inilah suatu pertanda
bagi kita bahwa dia akan menutup atau menyimpulkan artikelnya itu.
Penulis yang seksama kerapkali menegaskan apa yang telah dikatakannya
pada paragraf-paragraf pembukaan mengenai pokok-pokok penting dan
perkembangannya. Kita hendaknya mempergunakan bantuan-bantuan
serupa itu yang akan menolong kita dalam meresensi atau meninjau
kembali keseluruhan penyajian tersebut. Para pembaca yang teliti, cermat,
bertanggung jawab, akan tetap waspada baik terhadap indikasi-indikasi
yang eksplisit maupun yang implisit dari tema, maksud, ruang lingkup, dan
organisasi umum sang penulis (Albert [et al] dalam Tarigan, 1994:95).
4. Menilai penyajian pengarang
Selaku pembaca yang kritis kita harus mampu menilai, mengevaluasi
penyajian bahan sang penulis. Dalam membaca kita harus bermodalkan
pertanyaan-pertanyaan dalam hati. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan
dari berbagai segi antara lain:
a. Dari segi informasi
b. Dari segi logika
c. Dari segi bahasa
d. Dari segi kualifikasi
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
e. Dari segi sumber-sumber informasi yang dipergunakan oleh sang
pengarang
5. Menerapkan prinsip-prinsip kritis pada bacaan sehari-hari
Kita sebagai warga negara yang baik dihadapkan pada bahan bacaan
yang mengalir terus, sumber tempat mereka harus menimba serta memperoleh
pendapat-pendapat mereka mengenai masalah politik, sosial, keagamaam, dan
moral serta sejumlah topik lainnya yang tidak dapat mereka abaikan begitu
saja. Bertumpuknya bahan bacaan, memperingatkan kita serta mendorong kita
untuk menciptakan bagi kita sendiri prinsip-prinsip yang dapat membimbing
kita dalam membaca. Pada umumnya, bacaan haruslah mencakup hal-hal yang
harus dibaca untuk menjaga agar kita dapat mengikuti perkembangan-
perkembangan mutakhir dalam berbagai bidang. Para pembaca yang teliti dan
kritis terus menerus akan mengevaluasi ide-ide yang disajikan pada mereka,
terutama sekali untuk melihat apakah ide-ide itu menarik perhatian dan
memberikan pertimbangan, penilaian padanya dan mengambil pendapat-
pendapat mengenai hal penting.
6. Meningkatkan minat membaca
Pada dasarnya orang yang membaca dengan baik adalah orang yang
biasanya berpikir baik dan dia memiliki suatu dasar pendapat, suatu batu ujian
bagi pertimbangan. Orang yang setengah buta huruf kerapkali ditandai oleh
minat-minat yang amat terbatas dan ruang lingkup bacaan yang terbatas.
Orang-orang yang hanya membaca ruangan olahraga, komik, halaman
perhimpunan pada koran harian biasanya tidak sanggup mengikutsertakan
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
dirinya kecuali dalam suatu percakapan yang sembrono. Sebagai manusia yang
ingin menjadi anggota masyarakat yang dihormati serta yang bertanggung
jawab maka harus mencurahkan perhatian serta usaha pada minat baca anda.
Suatu sikap ingin tahu untuk menggali bidang-bidang pengetahuan baru akan
menolong anda untuk meningkatkan serta memperluas minat membaca. Orang
yang teliti selalu menemui bidang-bidang baru untuk digarap dan diteliti.
Orang yang menghadapi apa yang telah diketahuinya saja akan segera
menemui dirinya tertinggal jauh di belakang teman sebayanya. Untuk
meningkatkan minat membaca maka perlu sekali kita berusaha:
a. Menyediakan waktu untuk membaca
Alasan umum untuk tidak membaca adalah kekurangan waktu.
Memang tidak perlu mengingkari bahwa terdapat banyak tuntutan terhadap
waktu kita, tetapi kalau kita berminat pada kemajuan pribadi maka kita pun
akan mengatur hari kita sehingga kita mempunyai sedikit waktu yang
digunakan membaca dengan baik. Mempertimbangkan dengan baik akan
segala nilai dan tuntutan waktu kita, pasti akan menolong kita untuk
menentukan mana yang memberi sumbangan yang paling banyak terhadap
perkembangan pribadi kita.
b. Memilih bahan bacaan yang baik
Menyediakan waktu untuk membaca sangat erat hubungannya
dengan salah satu aspek yang paling penting dari membaca kritis, yaitu
mengetahui apa manfaat dari membaca. Oleh karena itu setiap pribadi
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
harus mempunyai prinsip-prinsip sendiri yang dapat membimbing
pilihannya terhadap apa yang harus dibaca dan apa yang harus dilewatkan.
G. Penguasaan Kosakata
Pemahaman makna secara tepat merupakan prasyarat yang perlu untuk
membaca agar dapat memahami maksudnya. Kosakata sangat erat hubungannya
dengan pemahaman dan penalaran, sehingga suatu tes kosakata yang baik dapat
secara efektif berfungsi sebagai pengukur intelegensi umum. Tes intelegensi yang
baik mengandung banyak butir (item) kosakata. Hal utama yang minimal harus
dimiliki agar dapat memahami bacaan adalah pemahaman arti kata-kata yang
digunakan oleh pengarang. Pengembangan kosakata yang banyak dan cermat
merupakan tahapan yang penting bagi pemahaman yang baik.
1. Tipe-tipe kosakata
Tipe kosakata yang pertama-tama diperoleh oleh seseorang adalah
kosakata dasar. Kebanyakan anak kecil dapat menanggapi secara benar kata-
kata yang diucapkan orang lain, sebelum mereka dapat menggunakan kata-
kata tersebut untuk berbicara. Kosakata dengar lebih awal berkembang
daripada kosakata bicara. Dalam hidup ini jumlah kata-kata yang dapat
ditanggapi secara benar jika kata-kata tersebut didengar tetap lebih banyak
daripada jumlah kata yang dapat digunakan dengan benar dalam berbicara atau
menulis. Ketika anak-anak mulai membaca, mereka mulai memperoleh
kosakata baca. Kata-kata yang mereka kenal dalam bentuk tulis dan mereka
pahami. Jumlah kosakata bermakna yang dimiliki oleh seorang anak adalah
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
jumlah semua kata yang dapat dipahaminya atau digunakannya secara benar,
baik dalam mendengarkan, berbicara, membaca, atau menulis.
2. Jumlah kosakata bermakna
Sampai dengan tahun 1940-an, sebagian besar penelitian tentang
jumlah kosakata yang dimiliki oleh anak-anak (di Amerika Serikat)
menunjukkan bahwa rata-rata anak memasuki kelas 7-9 dengan pengetahuan
arti kata-kata sekitar 8.500 kata di sekolah menengah pertama. Perbedaan
antarindividu diketahui cukup besar dalam tiap umur tertentu. Roelke dalam
Zuchdi (1993:4) menemukan bahwa dari tiga matra atau dimensi kosakata
yang berhubungan secara signifikan dengan pemahaman yaitu:
a. Keleluasaan atau keekstensifan jumlah kata-kata yang diketahui
sinonimnya oleh anak.
b. Kedalaman atau keintensifan jumlah makna kata yang diketahui setiap
kata.
c. kesesuaian atau kefleksibelan pilihan makna khusus yang cocok dalam
suatu tautan (konteks).
Dalam hal ini, kebanyakan tes kosakata hanya merupakan tes
keluasan (keekstensifan). Matra atau dimensi kosakata yang juga signifikan
adalah derajat konsep yang diwakili oleh sebuah kata yakni abstrak atau
konkrit. Anak-anak yang cerdas dan pembaca-pembaca yang baik cenderung
memberikan batasan yang abstrak atau umum terhadap kata-kata, sedangkan
anak-anak yang kurang pandai atau pembaca yang tidak baik cenderung
memberikan batasan kata-kata dalam hal penggunaan atau fungsinya.
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
3. Kata atau konsep
Kata adalah ujaran yang mewakili suatu konsep atau gagasan. Kata-
kata merupakan suatu bagian dari sistem bahasa, berintegrasi dalam pola-pola
sintaksis. Mempelajari kata-kata bukanlah merupakan kegiatan yang terisolasi,
tetapi merupakan suatu bagian kehidupan yang berjalan terus, suatu proses
konseptualisasi yang tak pernah berakhir (Dale [et al] dalam Tarigan,
1985:21). Selaras dengan kematangan perkembangan anak, konsep yang
diwakili oleh kata itu secara berangsur-angsur diketahui secara lebih cermat.
Rentel dalam Zuchdi (1993:5) menyarankan prinsip-prinsip berikut ini untuk
mengajarkan konsep:
a. Menciptakan nama kata yang cocok untuk suatu konsep atau sifat
b. Menekankan ciri-ciri penting yang membedakannya dengan konsep
atau sifat lain
c. Memberikan contoh untuk suatu konsep dalam urutan yang cocok
d. Mendorong dan membimbing murid menemukan intisari suatu konsep
e. Memberikan contoh penerapan konsep. Memberikan kesempatan
kepada anak-anak memahami terbentuknya konsep tidaklah cukup.
Guru dapat menolong anak-anak mencari kesimpulan ciri-ciri konsep,
menjelaskan dan mengkondifikasikan atau menyusun secara teratur.
Konsep yang menyatakan benda (kata benda) atau tindakan (kata
kerja) atau sifat yang dapat diamati (kata keadaan, kata keterangan) termasuk
yang mudah dikembangkan, konsep yang menyatakan hubungan (misalnya
kata penghubung dan kata depan) lebih sulit dikembangkan. Pemahaman kata-
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
kata penghubung itu ada hubungannya dengan intelegensi dan pemahaman
lisan dan sangat erat berkorelasi dengan pemahaman bacaan atau wacana. Kata
ucapan yang merupakan kata tugas yang sangat penting. Foust dalam Zuchdi
(1993:6) menggolongkan kata depan (preposisi) menjadi : penunjuk arah,
tempat, waktu, dan menyatakan sesuatu yang abstrak. Dalam bahasa Inggris
jumlah kata depan itu tidak banyak tetapi lebih banyak daripada dalam bahasa
Indonesia. Namun demikian pemahaman kata depan merupakan hal yang
penting guna pemahaman kalimat.
4. Metode mengajarkan atau mempelajari kosakata
Survai yang teliti mengenai pengajaran kosakata menggolongkan
prosedur pengajaran kosakata menjadi dua macam yakni metode langsung dan
metode tautan atau konteks (Herold dan Stall dalam Zuchdi, 1993:14).
Metode langsung meliputi:
a. Mempelajari daftar kata-kata. Biasanya suatu daftar kata diberikan
untuk dicari artinya dalam kamus dan digunakan dalam kalimat.
b. Mempelajari bagian-bagian kata, akar kata, perfiks, sufiks, dipelajari
asal usul kata, sinonim, antonim, homonim,buku kerja, materi-materi
terprogram, dan alat bantu pandang- dengar.
Metode tautan (konteks) meliputi:
a. Pengajaran langsung mengenai cara menggunakan tautan (konteks).
b. Belajar secara insidental dari banyak bacaan.
c. Berbagai cara yang terkait, meliputi diskusi tentang konotasi, denotasi,
idiom, makna ganda, asal-usul kata.
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
Salah satu tugas pokok pengajaran kosakata yang diemban oleh guru
ialah menolong para siswa untuk melihat persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaan yang belum mereka lihat sebelumnya. Salah satu dari
manfaat pengajaran kosakata adalah mempelajari kaidah-kaidah bagi
perubahan kata-kata dari satu jenis ke jenis kata yang lain. Selanjutnya bila
kita menyadari bahwa setiap bahasa memiliki kehalusan, kepelikan, keunikan,
serta nuansa-nuansa sendiri maka wajarlah bahwa telaah kosakata kita tidak
boleh hanya memikirkan kata baru atau kata yang terkenal saja, tetapi yang
terpenting justru kata yang tepat. Apabila siswa dapat mempergunakan kata-
kata yang tepat, berarti mereka telah mempunyai pilihan kata atau diksi yang
serasi dan ini berarti bahwa “one goal in vocabulary development” telah
tercapai. Jadi jelas terlihat bahwa antara kata-kata dan pikiran kritis terdapat
hubungan yang erat (Tarigan, 1985:22).
5. Memahami dan membedakan kata yang bersinonim dan antonim
a. Sinonim
Kata sinonim terdiri dari syn (sama atau serupa) dan akar kata
onoma (nama) yang bermakna sebuah kata yang dikelompokkan dengan
kata-kata lain di dalam klasifikasi yang sama berdasarkan makna umum
(Keraf, 1985:34). Dengan kata lain, sinonim adalah suatu istilah yang dapat
dibatasi sebagai telaah mengenai bermacam-macam kata yang memiliki
makna yang sama atau keadaan dimana dua kata atau lebih memiliki
makna yang sama.
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
Sinonim tidak hanya membantu kita untuk menyampaikan
gagasan-gagasan umum tetapi juga membantu kita untuk membuat
perbedaan-perbedaan yang tajam dan tepat antara makna kata-kata itu.
Contoh: 1) laki-laki- pria 2) mau-akan 3) datang- tiba 4) suka- senang 5) meninggal- wafat
b. Antonim
Berkontras dengan sinonim adalah antonim. Kata antonim terdiri
dari anti (lawan) dan akar kata onim (nama). Antonim adalah kata yang
mengandung makna yang berbalikan atau berlawanan dengan kata yang
lain (Keraf, 1985:39).
Seperti halnya telaah sinonim, maka telaah antonim ini pun dapat
membantu siswa mempelajari kata-kata melalui proses pengklasifikasian.
Contoh: 1) jantan – betina 2) utara – selatan 3) barat – timur 4) pria – wanita 5) internal – eksternal
6. Mengenal kata-kata yang berhomonim, homofon dan homograf
a. Homonim
Homonim adalah kata-kata yang bentuk dan cara pelafalannya
sama, tetapi memiliki makna yang berbeda (Kosasih, 2007:35).
Contoh : 1) bisa = ular
bisa = dapat
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
2) kali = kelipatan kali = sungai
3) basi = mangkuk besar basi = berbau/ berasa masam
4) buta= tidak dapat melihat buta= raksasa
b. Homofon
Homofon adalah suatu kata yang lafalnya sama, tetapi bentuk
tulisan dan artinya berbeda (Kosasih, 2007:36).
Contoh : 1) sanksi = hukuman
sangsi = ragu-ragu 2) tank = jenis kendaraan perang
tang = alat penjepit paku 3) massa = kelompok orang
masa = waktu 4) bang = abang, anak laki-laki
bank = tempat penyimpanan uang
c. Homograf
Homograf adalah suatu kata yang tulisannya sama, tetapi lafal dan
artinya berbeda (Kosasih, 2007:36).
Contoh: 1) teras = pejabat
teras = serambi 2) apel = upacara
apel = nama buah 3) memerah = memeras
memerah = menjadi merah 4) kecap = cicipi
kecap = nama jenis lauk
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
7. Penggunaan kata yang mengalami penyempitan dan perluasan makna
a. Perluasan makna
Kata yang mengalami perluasan makna adalah kata yang pada saat ini
mempunyai makna lebih luas atau lebih umum daripada makna dahulu
(Hamdani, 1992:29).
Contoh:
1) Bapak-bapak yang terhormat, kami persilahkan duduk kembali.
2) Ibu-ibu PKK sedang mengadakan lomba masak.
Kata bapak-bapak dan ibu-ibu pada kalimat tersebut adalah kata- kata yang
mengalami perluasan makna. Dahulu kata bapak dan ibu berarti orang tua
kandung. Akan tetapi, sekarang kata bapak dan ibu lebih luas maknanya.
Selain berarti “ orang tua kandung“juga berarti orang yang dihormati atau
tokoh masyarakat.
b. Penyempitan makna
Kata yang mengalami penyempitan makna adalah kata yang pada saat ini
mempunyai makna lebih khusus daripada makna dahulu (Hamdani,
1992:29).
Contoh:
Pembantu itu sangat rajin.
Kata pembantu pada kalimat tersebut mengalami penyempitan makna.
Kata pembantu dahulu berarti orang yang memberi bantuan sekarang
berarti “babu atau pramuwisma“.
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
8. Pembedaan dan penggunaan kata umum dan kata khusus
a. Kata umum
Kata umum adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan gagasan atau
ide yang umum dan ruang lingkupnya umum (Hamdani, 1992:34).
Contoh: - memotong - kendaraan - merah - bunyi
b. Kata khusus
Kata khusus adalah kata yang digunakan untuk seluk-beluk atau rinciannya
dan ruang lingkupnya lebih sempit (Hamdani, 1992:34).
Contoh: - menebang (pohon) - memangkas (rambut, tanaman) - membelah (kayu, bumi) - memenggal (kepala, kalimat) - menetak (leher) - memancung (leher, kepala) - menyayat (daging) - mengiris (daging)
9. Menggunakan serta membedakan kata yang bermakna konotasi dan
denotasi.
a. Kata yang bermakna konotasi
Kata yang bermakna konotasi adalah sejumlah tautan pikiran yang
menimbulkan nilai rasa terhadap makna dasarnya (Hamdani, 1992:35).
Contoh :
- Gerombolan perampok itu lari ke dalam hutan
- Rombongan pelaut itu disambut dengan meriah
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
Kata gerombolan dan rombongan pada kedua contoh kalimat tersebut
berkonotasi. Rombongan berkonotasi positif, sedangkan gerombolan
berkonotasi negatif. Kata gerombolan dan rombongan merupakan sinonim.
Kata rombongan mempunyai sejumlah tautan pikiran dan rasa daripada
kata gerombolan.
b. Kata yang bermakna denotasi
Kata bermakna denotasi adalah kata yang mempunyai makna menunjuk
langsung pada makna dasarnya. Makna denotasi biasanya dipakai dalam
karangan ilmiah (Hamdani, 1992:35).
Contoh :
- Ladang itu luasnya 250 meter persegi.
- Benda itu beratnya 120 ton.
- Saya makan malam di rumah paman.
10. Pengembangan membaca frasa
Dalam perkembangannya menjadi pembaca yang baik, pembaca
mengorganisasi (menyusun) bahan bacaan menjadi satuan-satuan yang
bermakna antara lain berupa frasa-frasa. Beberapa pembaca yang tidak
baik tidak dapat melakukan hal ini, dan akhirnya pemahaman mereka
sangat kurang meskipun sudah dijelaskan arti tiap kata dalam bacaan
tersebut (Wiener dan Cromer dalam Zuchdi, 1993:24). Latihan membaca
frasa secara khusus mungkin tidak diperlukan oleh pembaca yang baik,
tetapi hal itu sangat menolong mereka yang tidak dapat secara spontan
membaca frasa demi frasa (mereka yang biasa membaca kata demi kata).
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
Pembaca akan mengalami kemajuan membaca secara normal dan tidak
memerlukan banyak latihan secara khusus dalam membaca frasa.
Membaca kata dalam kelompok-kelompok yang bermakna berkembang
sebagai bagian keterampilan membaca secara menyeluruh, tanpa harus
dipisahkan untuk perhatian secara khusus.
Kebiasaan membaca kata demi kata berkembang dengan dua cara.
Membaca kata demi kata sering merupakan akibat dari keterlambatan dan
ketidaktepatan pengenalan kata. Anak harus memusatkan hampir semua
perhatiannya pada pengenalan (wujud) kata dan hanya sedikit perhatian
yang tersisa untuk memahami arti. Setelah kesulitan mengenal kata itu
dapat diatasi, membaca kata sering tetap merupakan kebiasaan. Membaca
kata demi kata dapat juga diakibatkan oleh banyaknya praktik membaca
nyaring yang bersifat mekanis, jika hanya sedikit bahkan tidak ada
pembicaraan tentang makna bacaan. Beberapa cara yang berbeda dapat
digunakan untuk mengatasi kebiasaan membaca kata demi kata dan
mengelompokkan frasa secara salah. Beberapa di antaranya ialah sebagai
berikut :
a. Agar anak memusatkan perhatian pada membaca frasa dan memahami
maknanya, bacaan yang digunakan untuk latihan membaca frasa harus
hanya mengandung kesulitan dalam pengenalan kata dan makna kata
(yang baru).
b. Sebuah contoh membaca yang baik dapat diajarkan kepada anak-anak.
Guru dapat membaca sebuah kalimat dengan penggalan frasa secara
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
jelas, kemudian anak menirukannya. Membaca sejumlah kalimat secara
bergantian antara guru dan murid juga dapat menolong anak-anak.
Dengan cara ini banyak anak yang memperoleh manfaat yang cukup
besar.
c. Jika suatu bahan bacaan diketik, atau ditulis tangan, cara yang terbaik
untuk menyusun frasa ialah dengan memberikan jarak tambahan di
antara frasa-frasa yang ada.
d. Latihan dapat diberikan dalam bentuk pengenalan frasa sebagai satuan-
satuan dengan diperlihatkan dalam waktu yang singkat.
11. Mengajarkan penggunaan tanda baca
Beberapa anak sering ragu-ragu dalam membaca bahan bacaan
karena mereka tidak memanfaatkan pertolongan berupa tanda baca.
Mereka tidak belajar mengenal huruf kapital sebagai tanda permulaan
kalimat, tanda titik atau tanda tanya, tanda permulaan kalimat, atau tanda
koma sebagai bagian-bagian kalimat. Anak-anak yang memiliki
kemampuan membaca agak tinggi mungkin memerlukan bantuan dalam
menginterpretasikan tanda titik dua (:), titik koma (;), atau tanda pisah (-).
Cara yang efektif untuk menekankan penggunaan tanda baca dalam
membaca adalah dengan memberi warna yang berbeda-beda, misalnya
pada huruf pertama suatu kalimat diberi warna hijau, koma dengan warna
kuning, titik dengan warna merah, dan sebagainya.
Sebagai tindak lanjut pengajaran tanda baca, dapat digunakan
bahan latihan berupa bacaan tanpa tanda baca yang diperlukan. Jika ia
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
mengalami kesulitan, ia harus disuruh membaca bahan bacaan tersebut
dengan nyaring. Mungkin dia harus mengulanginya beberapa kali sebelum
dapat memberikan tanda-tanda baca pada bacaan tersebut. Kesalahan-
kesalahan mereka harus dibetulkan dijelaskan alasan-alasannya.
H. KERANGKA PIKIR
Pada proses belajar mengajar, berhasil tidaknya seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari siswa
itu sendiri atau dari luar diri siswa. Faktor yang berasal dari diri siswa itu sendiri
misalnya tidak adanya keinginan untuk membaca wacana guna menambah
pengetahuan kita. Seperti kita ketahui dengan membaca kita akan memperoleh
berbagai informasi karena dalam kegiatan membaca kita akan selalu berusaha
memahami isi wacana. Pertama-tama kita akan selalu berusaha mengerti arti dari
setiap kata yang ada dalam wacana, selanjutnya akan berusaha untuk mengerti
hubungan arti antar kata yang ada dalam kalimat sehingga kita akan menemukan
hubungan arti antarkalimat didalam wacana. Faktor luar juga berpengaruh dalam
keberhasilan pembelajaran siswa dan guru. Guru haruskah mengetahui bagaimana
melakukan evaluasi dengan tepat kerena hal tersebut sangat penting dalam rangka
menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Oleh karena itu pemilihan mengajar
dengan menggunakan wacana dirasa sangat membantu dalam proses mengajar
karena dilihat dari segi manfaat sangat besar keuntungannya. Selain itu
penggunaan wacana ini akan lebih menyenangkan dan bervariasi. Setelah siswa
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010
menyenangi dan memahami materi pelajaran maka siswa diharapkan memperoleh
nilai yang baik.
I. HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan latar belakang dan kerangka pikir, maka hipotesis yang
diajukan adalah: Penguasaan kosakata siswa kelas VIII B SMP Negeri 2 Kebasen
dapat ditingkatkan melalui kegiatan membaca kritis.
Upaya Meningkatkan Penguasaan…, Lutfiana Septi Susianti, FKIP UMP, 2010