Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Return Saham
a. Pengertian Return Saham
Menurut M. Hanafi dan Abdul Halim (1996), Return saham disebut
juga sebagai pendapatan saham dan merupakan perubahan nilai harga
saham periode t dengan t-1. Yang berarti bahwa semakin tinggi perubahan
harga saham secara positif maka semakin tinggi pula return saham yang
dihasilkan. Sedangkan menurut Abdul Halim (2005) “Return adalah
imbalan yang diperoleh dari investasi.
b. Jenis-jenis Return Saham
Menurut Jogiyanto (2010) Return bagi pemegang saham bisa berupa
penerimaan deviden tunai ataupun adanya perubahan harga saham. Return
merupakan hasil dari investasi. Return dapat berupa return realisasi yang
sudah terjadi atau return ekspetasi yang belum terjadi tetapi yang
diharapkan akan terjadi dimasa datang (Jogiyanto,2000). Menurut
Jogiyanto dalam penjelasan tersebut ada dua jenis return yaitu:
17
Return realisasi (Realized Return) merupakan return yang telah
terjadi. Return ini dihitung dengan menggunakan data historis. Return
realisasi penting dikarenakan digunakan sebagai salah satu pengukur
kinerja perusahaan. Return realisasi juga berguna dalam penentuan
return ekspektasi (expected retun) dan resiko yang akan datang.
Return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan
akan diperoleh oleh para investor dimasa yang akan datang.
Berdasarkan teori definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
jenis return terdiri dari:
1 Return Realisasi
Return realisasi merupakan return yang telah terjadi dan
perhitungannya menggunakan data historis perusahaan yang berguna
untuk mengukur kinerja perusahaan, sehingga sering pula disebut
sebagai return historis. Return realisasi juga berguna untuk
menentukan return ekspektasi (expected return) dan resiko dimasa
mendatang.
Dalam return realisasi terdapat berbagai pengukuran, beberapa
pengukuran return realisasi yang banyak digunakan adalah return
total, return relatif, return kumulatif, dan return yang disesuaikan
(adjusted return). Sedangkan rata-rata dari return sendiri dapat
dihitung dengan menggunakan rata-rata aritmatika (arithmetic mean)
dan rata-rata geometri (geometric mean). Metode rata-rata geomertrik
lebih tepat digunakan untuk situasi yang harus melibatkan
18
pertumbuhan, sedangkan metode rata-rata aritmatika lebih tepat
digunakan untuk menghitung rata-rata untuk satu periode yang sama
dari banyak return tanpa melibatkan pertumbuhan.
2 Return Ekspektasi
Return ini digunakan untuk pengambilan keputusan investasi.
Return ini lebih penting dibandingkan return realisasi disebabkan
return ini lah yang diharapkan oleh semua investor dimasa yang akan
datang. Return ekspektasi (expected return) dapat dihitung
berdasarkan beberapa cara berikut ini:
Berdasarkan nilai ekspektasi masa depan
Berdasarkan nilai-nilai return historis
Berdasarkan model return ekspektasi yang ada
c. Komponen Pengembalian Return Saham
Menurut Tandelilin (2010), Return saham merupakan salah satu
faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan
atas keberanian investor menanggung resiko atas berinvestasi yang
dilakukannya. Return investasi terdiri dari dua komponen utama, yaitu:
1) Yield, komponen return yang mencerminkan aliran kas atau
pendapatan yang diperoleh secara periodic dari suatu investasi.
Misalnya berupa deviden atau bunga. Yield hanya berupa angka nol
(0) dan positif (+).
19
2) Capital gain (loss), komponen return yang merupakan kenaikan
(penurunan) harga suatu keuntungan (kerugian) bagi investor. Capital
gain berupa angka minus (-), nol (0) dan positif (+). Secara
sistematika return suatu investasi dapat ditulis sebagai berikut: Return
total = yield + capital gain (loss).
Sedangkan menurut Tjiptono D. dan Hendy M. Fakhrudin (2001),
pada dasarnya terdapat dua keuntungan yang diperoleh investor dengan
membeli atau memiliki saham yaitu:
1) Deviden merupakan pembagian keuntungan yang diberikan
perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan.
2) Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual.
Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham
di pasar sekunder.
d. Penghitungan Return Saham
1. Return realisasi (actual return)
Return realisasi merupakan return yang telah terjadi. Actual return
digunakan dalam menganalisis data yang diperoleh dari investasi
dngan cara menghitung selisih harga saham individual periode
berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan deviden,
dapat ditulis dengan rumus:
20
(Jogiyanto, 2010)
Keterangan:
Ri,t = Return saham pada i waktu t
Pi,t = Harga saham i pada periode t
Pi,t-1 = Harga saham i pada periode t-1
Selain Return saham terdapat juga return pasar (Rm) yang dapat
dihitung dengan rumus:
(Jogiyanto, 2003)
Keterangan :
Rm = Return pasar
IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada Periode t
IHSGt-1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada Periode t-1
21
2. Return ekspektasi (Expected return)
Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh
oleh investor dimasa yang akan datang. Adapun perhitungan Expected
return menurut Brown dan Waren dalam (Jogianto, 2003) yaitu:
( )
Keterangan:
E(Rit) = Tingkat keuntungan saham yang diharapkan pada
hari ke t
Rmt = Tingkat keuntungan pasar pada periode t
2. Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan harga-harga untuk naik secara umum dan
terus menerus (Boediono, 2014). Kenaikan harga dari satu atau dua barang
tidak bisa disebut inflasi. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus
menerus juga perlu digaris bawahi. Kenaikan harga-harga karena, misalnya
musiman, menjelang hari raya , dan sebagainya yang sifatnya hanya sementara
tidak dapat disebut inflasi. Ada tiga faktor yang membentuk pengertian inflasi,
faktor tersebut meliputi kenaikan harga, belaku secara umum, dan terjadi
(berlangsung) secara terus menerus (Ambarini, 2015).
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-
harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme
pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antar lain, konsumsi masyarakat
22
yang meningkat atau terjadinya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata
lain inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara terus-
menerus (kontinu).
Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendah tingkat
harga. Artinya tingkat harga yang menjadi atau dianggap tinggi belum tentu
menunjukan inflasi. Inflasi dikatakan terjadi jika proses kenaikan harga
tersebut berlangsung secara terus-menerus dan saling mempengaruhi. Istilah
inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang
kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Prathama dan Mandala (2010) mengatakan ada tiga komponen yang
harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi yaitu:
1. Kenaikan harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi
dari harga periode sebelumnya.
2. Bersifat umum kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan
inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara umum
naik.
3. Berlangsung secara terus menerus kenaikan harga yang bersifat umum
juga belum akan memunculkan inflasi, jika hanya terjadi sesaat, karena
itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan.
Inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Yaitu sebagai berikut:
23
a) Berdasarkan tingkat keparahan inflasi (Boediono, 2014)
1. Inflasi ringan, yaitu dibawah 10% setahun
2. Inflasi sedang, yaitu antara 10% - 30% setahun
3. Inflasi berat, yaitu 30% - 100% setahun
4. Hiper inflasi, yaitu di atas 100% setahun
b) Berdasarkan atas dasar sebab-musabab awal inflasi
1. Demand inflation. Inflasi yang timbul karena permintaan
masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat.
2. Cost inflation. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya
produksi.
c) Berdasarkan asal dari inflasi
1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (Berdasarkan timbulnya
inflasi domestic inflation inflasi ini timbul karena defisit anggaran
belanja negara dan gagalnya pasar yang berakibat harga
kebutuhan pokok menjadi mahal)
2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation terjadi
karena kenaikan harga barang di negara lain, biaya produksi
barang luar negeri tinggi, kenaikan impor tarif barang)
Usaha untuk mengatasi terjadinya inflasi harus dimulai dari penyebab
terjadinya inflasi supaya dapat dicari jalan keluarnya. Secara teoritis untuk
mengatasi inflasi relatif mudah, yaitu dengan cara mengatasi pokok
pangkalnya, mengurangi jumlah uang yang beredar. Berikut ini kebijakan yang
diharapkan dapat mengatasi inflasi: (Ambarini, 2015:205).
24
1) Kebijakan Moneter
Segala kebijakan pemerintah di bidang moneter dengan tujuan menjaga
kestabilan moneter untuk meningk atkan kesejahteraan rakyat.
Kebijakan ini meliputi:
a. Politik diskonto, dengan mengurangi jumlah uang yang beredar
dengan cara menaik an suku bunga bank, hal ini diharapkan
permintaan kredit akan berkurang.
b. Operasi pasar terbuka, mengurangi jumlah uang yang beredar
dengan cara menjual SBI
c. Menaikan cadangan kas, sehingga uang yang diedarkan oleh bank
umum menjadi berkurang
d. Kredit selektif, politik bank sentral untuk mengurangi jumlah
uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit
e. Politik sanering, ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini
pernah dilakukan BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang
melakukan pemotongan uang dari Rp.1.000 menjadi Rp. 1
2) Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan di sektor riil, artinya penyediaan
jumlah barang yang beredar dalam masyarakat. Dapat dilakukan dengan
cara:
a. menaikkan tarif pajak, diharapkan masyarakat akan menyetor
uang lebih banyak kepada pemerintah sebagai pembayaran
pajak, sehingga dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.
25
b. Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah
c. Mengadakan pinjaman pemerintah, misalnya pemerintah
memotong gaji pegawai negeri 10% untuk ditabung, ini terjadi
pada masa orde lama.
3) Kebijakan Non Moneter Dapat dilakukan melalui:
a. Menaikan hasil produksi, pemerintah memberikan subsidi
kepada industri untuk lebih produktif dan menghasilkan output
yang lebih banyak, sehingga harga akan menjadi turun.
b. Kebijakan upah, pemerintah menghimbau kepada serikat buruh
untuk tidak meminta kenaikan upah disaat sedang inflasi.
c. Pengawasan harga, kebijakan pemerintah dengan menentukan
harga maksimum bagi barang- barang tertentu.
3. Suku Bunga
Pengertian dasar dari teori tingkat suku bunga (secara makro) yaitu
harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Bunga merupakan
imbalan atas ketidaknyamanan karena melepas uang, dengan demikian bunga
adalah harga kredit. Tingkat suku bunga berkaitan dengan peranan waktu
didalam kegiatan- kegiatan ekonomi. Tingkat suku bunga muncul dari
kegemaran untuk mempunyai uang sekarang.
Menurut Boediono (1996), Suku Bunga adalah harga yang harus di
bayar apabila terjadi pertukaran antara satu Rupiah sekarang dan satu Rupiah
nanti. Adanya kenaikan suku bunga yang tidak wajar akan menyulitkan dunia
26
usaha untuk membayar beban bunga dan kewajiban, karena suku bunga yang
tinggi akan menambah beban bagi perusahaan sehingga secara langsung akan
mengurangi profit perusahaan.
Menurut teori Keynes dalam Ambarani (2015) suku bunga ditentukan
oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang).
Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan
untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat
naik atau turun tergantung pada suku bunga (bila suku bunga naik maka surat
berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat
berharga akan menderita capital gain atau loss. Suku bunga dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini
merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini
menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang
diinvestasikan.
2. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat
inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju
inflasi.
Perubahan suku bunga dapat mempengaruhi variabilitas return pada
suatu investasi. Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara
terbalik, cateris paribus. Artinya, jika suku bunga meningkat maka harga
saham akan turun dan sebaliknya ketika suku bunga turun maka harga saham
27
akan naik. Hal ini disebabkan ketika suku bunga naik, maka return investasi
yang terkait dengan suku bunga (deposito) juga akan naik. Kondisi ini akan
menarik minat investor yang sebelumnya berinvestasi ke saham untuk
memindahkan dananya ke deposito (Tandelilin, 2010:343).
Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban bunga emiten,
sehingga labanya bisa terpangkas. Dengan trend penurunan laba maka investor
akan bersentimen negatif terhadap perusahaan sehingga akan berdampak pada
penurunan harga saham perusahaan yang bersangkutan. Selain itu, ketika suku
bunga tinggi, biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih
mahal sehingga konsumen mungkin akan menunda pernbeliannya dan
menyimpan dananya di bank.
Pohan (2008:53), mengatakan bahwa Suku Bunga yang tinggi di satu
sisi akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah
dana perbankan akan meningkat. Sementara itu, di sisi lain Suku Bunga yang
tinggi akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh dunia usaha sehingga
mengakibatkan penurunan kegiatan produksi di dalam negeri. Menurunnya
produksi pada gilirannya akan menurunkan pula kebutuhan dana oleh dunia
usaha. Hal ini berakibat permintaan terhadap kredit perbankan juga menurun
sehingga dalam kondisi Suku Bunga yang tinggi, yang menjadi persoalan
adalah ke mana dana itu akan disalurkan. Sedangkan menurut Tandelilin
(2001:213), Suku Bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang
aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan-kesempatan investasi yang ada
tidak akan menarik lagi. Suku Bunga yang tinggi juga akan meningkatkan
28
biaya modal yang akan ditanggung oleh perusahaan. Di samping itu, Suku
Bunga yang tinggi juga akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor
dari suatu investasi akan meningkat.
Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin rendahnya Suku Bunga
maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena intensitas aliran dana
yang akan meningkat. Dengan demikian Suku Bunga dan keuntungan yang
diisyaratkan merupakan variabel penting yang sangat berpengaruh terhadap
keputusan para investor, dimana berdampak terhadap keinginan investor untuk
melakukan investasi portofolio di pasar modal dengan Suku Bunga yang
rendah.
4. Nilai Tukar Rupiah
Menurut Musdholifah & Tony (2007), nilai tukar atau kurs adalah
perbandingan antara harga mata uang suatu negara dengan mata uang negara
lain. Misal kurs rupiah terhadap dollar Amerika menunjukkan berapa rupiah
yang diperlukan untuk ditukarkan dengan satu dollar Amerika.
Menurut Triyono (2008), kurs (exchange rate) adalah pertukaran antara
dua mata uang yang berbeda, yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga
antara kedua mata uang tersebut. Jadi, Nilai Tukar Rupiah adalah suatu
perbandingan antara nilai mata uang suatu negara dengan negara lain.
Heru (2008) dalam Akbar Faoriko (2013), menyatakan bahwa nilai
tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap mata
uang dalam negeri maupun mata uang asing $US. Merosotnya nilai tukar
29
rupiah merefleksikan menurunnya permintaan masyarakat terhadap mata uang
rupiah karena menurunnya peran perekonomian nasional atau karena
meningkatnya permintaan mata uang asing $US sebagai alat pembayaran
internasional. Semkin menguat kurs rupiah sampai batas tertentu berarti
menggambarkan kinerja di pasar uang semakin menunjukkan perbaikan.
Sebagai dampak meningkatnya laju inflasi maka nilai tukar domestic semakin
melemah terhadap mata uang asing. Hal ini mengakibatkan menurunnya
kinerja suatu perusahaan dan investasi di pasar modal menjadi berkurang.
Heru (2008) dalam Akbar Faoriko (2013) juga menyatakan bahwa nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing pun mempunyai pengaruh negatif
terhadap ekonomi dan pasar modal. Dengan menurunnya nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing akan mengakibatkan meningkatnya biaya impor
bahan-bahan baku yang akan digunakan untuk produksi dan juga
meningkatkan suku bunga. Walaupun menurunnya nilai tukar juga dapat
mendorong perusahaan untuk melakukan ekspor. Simorangkir dan Suseno
(2004), menyebutkan terdapat faktor-faktor utama yang mempengaruhi
permintaan valuta asing yaitu:
a. Faktor pembayaran impor. Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka
semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar akan
cenderung melemah. Sebaliknya, jika impor menurun, maka permintaan
valuta asing menurun sehingga mendorong menguatnya nilai tukar.
30
b. Faktor aliran modal keluar. Semakin besar aliran modal keluar, maka
semakin besar permintaan valuta asing dan pada lanjutannya akan
memperlemah nilai tukar. Aliran modal keluar meliputi pembayaran
hutang penduduk Indonesia (baik swasta dan pemerintah) kepada pihak
asing dan penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri.
c. Kegiatan spekulasi. Semakin banyak kegiatan spekulasi valuta asing
yang dilakukan oleh spekulan maka semakin besar permintaan terhadap
valuta asing sehingga memperlemah nilai tukar mata uang local terhadap
mata uang asing.
Penawaran valuta asing juga dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu:
a. Faktor penerimaan hasil ekspor. Semakin besar volume penerimaan
ekspor barang dan jasa, maka semakin besar jumlah valuta asing yang
dimiliki oleh suatu negara dan pada lanjutannya Nilai Tukar Rupiah
terhadap mata uang asing cenderung menguat atau apresiasi. Sebaliknya,
jika ekspor menurun, maka jumlah valuta asing yang dimiliki semakin
menurun sehingga nilai tukar juga cenderung mengalami depresiasi.
b. Faktor aliran modal masuk (capital inflow). Semakin besar aliran modal
masuk, maka nilai tukar akan cenderung semakin menguat. Aliran modal
masuk tersebut dapat berupa penerimaan hutang luar negeri, penempatan
dana jangka pendek oleh pihak asing (portfolio investment) dan investasi
langsung pihak asing (foreign direct investment).
31
B. Penelitian Yang Relevan
Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
Vidyarini
Dwita dan
Rose
Rahmidani
(2012)
Pengaruh Inflasi,
Suku Bunga, dan
Nilai Tukar
Terhadap Return
saham sektor
restoran, hotel,
dan pariwisata
- Inflasi
- Suku
Bunga
- Nilai tukar
- Return
saham
1. Terdapat pengaruh signifikan
yang negatif antara inflasi
dengan return saham perusahaan
disektor restoran, hotel dan
pariwisata.
2. Tidak terdapat pengaruh yang
signifikan antara tingkat suku
bunga dengan return saham
perusahaan di sektor restoran,
hotel dan pariwisata.
3. tidak ada pengaruh signifikan
antara nilai tukar dengan return
saham perusahaan di sektor
restoran, hotel dan pariwisata.
Ahmad dan
Mustofa
(2012)
Real stock returns
and inflation in
pakistan
- Inflasi
- Return
saham
Hubungan antara inflasi dan return
saham kembali nyata dan
pertumbuhan yang tak terduga dan
inflasi yang tidak diharapkan
adalah negatif dan signifikan
terhadap return saham.
32
Tri Hendra
Purnomo
dan Nurul
Widyawati
(2013)
Pengaruh Nilai
tukar, Suku
Bunga, dan Inflasi
Terhadap Return
Saham Pada
Perusahaan
Properti
- Nilai Tukar
- Suku
Bunga
- Inflasi
- Return
Saham
- Berdasarkan hasil uji F diketahui
bahwa nilai tukar, suku bunga,
dan inflasi secara simultan
berpengaruh terhadap return
saham.
- Berdasarkan hasil uji t diketahui
bahwa suku bunga secara parsial
berpengaruh terhadap return
saham, sedangkan nilai tukar dan
inflasi secara parsial tidak
berpengaruh terhadap return
saham. Dari hasil uji t juga dapat
diketahui bahwa pengaruh
dominan terhadap return saham
ditunjukkan oleh variabel suku
bunga.
Etna Nur
Afri
Yuyetta
(2010)
Pengaruh
Perubahan Book
to Market Value,
Nilai Tukar, dan
Ukuran
Perusahaan
terhadap
- Book to
market
value
- Nilai tukar
- Ukuran
perusahaan
- Return
Hasil menunjukkan bahwa
perubahan book-to-market value
berpengaruh terhadap perubahan
return. Penelitian ini menunjukkan
bahwa pengaruhnya bersifat
negatif. Hal ini berarti bahwa
semakin kecil nilai book-to-market
33
Perubahan Return
Saham.
saham equity, return semakin besar.
Hubungan negatif dan signifikan
antara nilai tukar dengan return
karena penurunan mata uang secara
relatif dibandingkan dengan mata
uang negara lain menunjukkan
suatu keadaan perekonomian yang
tidak diinginkan.
Akbar
Faoriko
(2013)
Pengaruh Inflasi,
Suku Bunga dan
Nilai tukar
terhadap Return
Saham di Bursa
Efek Indonesia
- Inflasi
- Suku
Bunga
- Nilai Tukar
- Return
Saham
1. Inflasi berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap Return
Saham pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di
BEI periode 2008-2010.
2. Suku Bunga berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
Return Saham pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di
BEI periode 2008-2010
3. Nilai Tukar Rupiah tidak
berpengaruh signifikan terhadap
Return Saham pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di
BEI periode 2008-2010.
34
4. Inflasi, Suku Bunga dan Nilai
Tukar Rupiah secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap
Return Saham pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di
BEI periode 2008-2010
Shofia
Labibah
(2016)
Pengaruh Inflasi,
Suku Bunga, dan
Nilai Tukar
Terhadap Return
Saham Dengan
Risiko Sistematis
(Beta) Sebagai
Variabel
Intervening
- Inflasi
- Suku
Bunga
- Nilai Tukar
- Resiko
Sistematis
(Beta)
- Return
Saham
1. Pengujian pengaruh langsung,
ditemukan hasil bahwa variabel
inflasi dan suku bunga tidak
memiliki pengaruh langsung
terhadap return saham,
sedangkan variabel nilai tukar
berpengaruh secara langsung
terhadap return saham.
2. Pengujian secara tidak langsung
ditemukan hasil bahwa variabel
inflasi dan suku bunga tidak
berpengaruh terhadap return
saham melalui variabel risiko
sitematis (beta), sedangkan
variabel nilai tukar berpengaruh
secara tidak langsung terhadap
return saham.
35
3. Hasil pengujian ditemukan
bahwa risiko sistematis (beta)
tidak berpengaruh terhadap
return saham dikarenakan tidak
semua investor menyukai risiko,
dan investor di Indonesia
cenderung bersifat risk averse
atau tidak menyukai risiko yang
tinggi
36
C. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Inflasi Terhadap Return Saham
Inflasi merupakan kecenderungan kenaikan harga barang-barang secara
umum yang terjadi terus menerus (Boediono, 2014). Tandelilin (2010:343)
mengatakan bahwa inflasi dan return memiliki hubungan yang negatif,
artinya apabila inflasi meningkat maka return yang diperoleh akan
menurun. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian Ahmed dan Mustafa
(2012) menunjukkan bahwa inflasi memiliki hubungan yang negatif dan
signifikan terhadap return saham, ini juga sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Dwita dan Rahmidani (2012) yang menyatakan
Terdapat pengaruh signifikan yang negatif antara inflasi dengan return
saham perusahaan disektor restoran, hotel dan pariwisata, dan sesuai pula
dengan penelitian Faoriko (2013) yang menyatakan Inflasi berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap Return Saham pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI periode 2008-2010. Maka berdasarkan penjelasan
diatas dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1 : Inflasi memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap return
saham.
37
2. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Return saham
Menurut Cahyono (2000:117) terdapat 2 penjelasan mengapa
kenaikan Suku Bunga dapat mendorong Return Saham ke bawah. Pertama,
kenaikan Suku Bunga mengubah peta hasil investasi. Kedua, kenaikan
Suku Bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini terjadi dengan dua
cara. Kenaikan Suku Bunga akan meningkatkan beban bunga emiten,
sehingga labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika Suku Bunga tinggi,
biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal
sehingga konsumen mungkin akan menunda pernbeliannya dan
menyimpan dananya di bank atau bisa juga menyebabkan investor menarik
investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa
tabungan atau deposito. Akibatnya penjualan perusahaan menurun.
Penurunan penjualan perusahaan dan laba akan menekan Return Saham.
Hasil penelitian Purnomo dan Widyawati (2013) menunjukkan
bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap return saham dan suku
bunga memberikan pengaruh yang dominan daripada variabel lain (nilai
tukar dan inflasi) dan hasil penelitian Faoriko (2013) juga menyatakan
bahwa Suku Bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Return
Saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2008-
2010. Berdasarkan pernyataan teori dan hasil penelitian terdahulu diatas
dapat disusun hipotesis penelitian ke-2 sebagai berikut:
H2 : Suku Bunga memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap
return saham
38
3. Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Return Saham
Menurunnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing khususnya
Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal.
Hubungan nilai tukar dan return memiliki hubungan yang negatif artinya
jika nilai tukar tinggi maka return yang akan diperoleh akan menurun
(Tandelilin, 2010). Hasil penelitian Yuyetta (2010) menunjukkan bahwa
nilai tukar dengan return memiliki hubungan negatif dan signifikan karena
penurunan mata uang secara relatif dibandingkan dengan mata uang
negara lain menunjukkan suatu keadaan perekonomian yang tidak
diinginkan. Berdasarkan pernyataan teori dan hasil penelitian terdahulu
diatas dapat disusun hipotesis penelitian ke-3 sebagai berikut:
H3 : Nilai Tukar memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap
return saham
4. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar Secara Bersama-sama
Terhadap Return Saham
Return Saham merupakan cerminan untuk melihat kondisi
perusahaan. Return Saham dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-
faktor tersebut diantaranya berupa Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar
Rupiah. Secara parsial Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah diduga
saling berhubungan dan berpengaruh pada Return Saham. Selain itu secara
simultan Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah diduga saling
berhubungan dan berpengaruh tarhadap harga saham. Hasil penelitian
yang dilakukan Faoriko (2013) serta Purnomo dan Widyawati (2013)
39
menunjukan bahwa Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah secara
simultan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Return Saham.
Berdasarkan pernyataan teori dan hasil penelitian diatas dapat disusun
hipotesis penelitian ke-4 sebagai berikut:
H4 : Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar secara simultan mempunyai
pengaruh yang positif terhadap return saham
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka konseptual disusun untuk menggambarkan hubungan
pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel
independen disimbolkan dengan (X), sedangkan variabel dependen
disimbolkan dengan (Y). Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai tukar merupakan
variabel independen (X) sedangkan return saham merupakan variabel
dependen (Y).
Pengaruh dari masing-masing variabel tersebut dapat dapat
digambarkan dalam model seperti ditunjukan pada gambar berikut:
40
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Keterangan :
X1 : Inflasi
X2 : Suku Bunga
X3 : Nilai Tukar Rupiah
Y : Return Saham
H1 : Pengaruh Inflasi Terhadap Return Saham
H2 : Pengaruh Suku Bunga Terhadap Return Saham
H3 : Nilai Tukar Rupiah Terhadap Return Saham
H4 : Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah Secara
Simultan Terhadap Return Saham.
(H4)
(H3) X 3
(H2)
X 2
(H1)
X 1
41