Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KEPEMIMPINAN SPIRITUAL
1. Hakikat Kepemimpinan dan Kepemimpinan Spiritual
Kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian
pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling
berhubungan tugasnnya. Stoner dalam handoko (1995:1)1 Begitu pula
menurut miftha thoha (2004:264) kepemimpinan adalah kegiatan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku
orang lain, atau seni mempengaruhi manusia baik perorangan kelompok.2
Dalam memimpin disebuah lembaga atau sekolah terdapat
beberapa macam gaya dalam kemimpinan, diantaranya : Kepemimpinan
Laissez-faire (gaya ini lebih banyak menekankan keputusan kelompok
dan memperbolehkan kelompok yang memimpin dalam menentukan
tujuan dan metode mereka yang akan dicapai. Dalam kondisi tertentu
pemimpin hanya berfungsi sebagai fasilitator), Kepemimpinan Otoriter
(suatu kepemimpinan dimana seorang pemimpin yang bertindak sebagai
diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya. Kepemimpian otoriter
hanya akan menyebabkan ketidak puasan dikalangan guru dan semua
1Handoko, T. Manajemen, BPFE, Yogyakarta, 1995, hal: 1
2Thoha, Miftah. Perilaku Organisasi Dasar dan Aplikasinya, PT.
Raja Grafindo, Jakarta, 2004, hal: 264
11
12
kebijakan atau keputusan ada di tangan pemimpin, semua bentuk
hukuman, larangan peraturan dapat juga berubah sesuai dengan suasana
hati pemimpin), Kepemimpinan Demokratis (Kepemimpinan Demokratis
adalah kepemimpinan yang terdapat kerjasama antara pihak atasan dan
bawahan, setiap individu mendapat pembagian kerja yang nantinya akan
dipertanggung jawabkan dalam musyawarah atau rapat penutupan
kegiatan. Kepemimpinan ini dapat menimbulkan kedisiplinan bagi setiap
individu sehingga mendapat kepuasan tersendiri terutama dikalangan
guru), Kepemimpinan Spiritual (Istilah “spiritual” berasal dari kata dasar
bahasa Inggris yakni “spirit” yang memiliki cakupan makna:
jiwa, arwah/ruh, semangat, moral dan tujuan atau makna yang hakiki,
sedangkan dalam bahasa rab istilah spiritual terkait dengan yang ruhani
dan maknawi dari segala sesuatu).
Kepemimpinan Spiritual Menurut Dr. Tobroni dalam “The
Spiritual Leadership,…” (2005:1), adalah kepemimpinan yang membawa
dimensi keduniawian kepada dimensi keilahian. Tuhan adalah pemimpin
sejati yang mengilhami, mempengaruhi, melayani dan menggerakkan
hati nurani hamba-Nya dengan sangat bijaksana melalui pendekatan etis
dan keteladanan.3 Karena itu kepemimpinan spiritual disebut juga
kepemimpinan yang berdasarkan etika religius dan kecerdasan spiritual,
mendasarkan pada iman dan hati nurani.
3Dr. Tobroni, Spiritual Leadership, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2005, hal:1
13
Kepemimpinan spiritual yang dimaksud disini adalah
kepemimpinan yang lebih banyak mengandalkan kecerdasan spiritual
(rohani, soul, ruh, hati nurani) dalam kegiatan kepemimpinan. Sinetar
mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai pemikiran yang terilhami …
yaitu ketajaman pemikiran yang tinggi yang sering kita katakan
menghasilkan sifat-sifat supernatural: intuisi, petunjuk moral yang
kokoh, kekuasaan atau otoritas batin, kemampuan membedakan yang
salah dan yang benar dan kebijaksanaan. (Marsha Sinetar, 2001:27).4
Kepemimpinan sebagai kekuatan dinamika yang pokok yang
mendorong memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam
pencapaian tujuan-tujuannya. Oleh karena itu kepemimpinan yang
didasari oleh kepemimpinan spiritual akan lebih memotivasi siapa saja
yang ada di sekitarnya untuk melakukan hal yang terbaik, karena sesuatu
hal yang dilakukan dengan dasar motivasi akan menjadi hal yang positif
dan mepengaruhi pencapaian yang diinginkan. Kepemimpinan spiritual
dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu :
1. Kepemimpinan spiritual subtantif.
Kepemimpinan spiritual subtantif yaitu kepemimpinan
spiritual yang lahir dari pengahayatan spiritual sang pemimpin dan
kedekatan pemimpin dengan realitas Ilahi dan dunia ruh.
Kepemimpinan spiritual subtantif berdasarkan pada keyakinan dan
4Marsha Sinetar, Kepemimpinan yang memotivasi, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal: 27
14
penghayatan yang dalam terhadap nilai-nilai etis religius menjadikan
keduanya memiliki integritas yang tinggi baik ketika berhubungan
dengan Tuhan maupun antar sesama manusia.
2. Kepemimpinan spiritual instrumental.
Kepemimpinan instrumental yaitu kepemimpinan spiritual
yang dipelajari dan kemudian dijadikan gaya atau model
kepemimpinannya. Gaya spiritual dalam kepemimpinannya muncul
karena tuntutan eksternal dan menjadi alat atau media untuk
mengefektifkan perilaku kepemimpinannya. Kepemimpinan spiritual
instrumental bersifat tidak abadi dan sekiranya konteks
kepemimpinannya berubah, maka model kepemimpinannya bisa jadi
berubah pula.
2. Karakteristik Kepemimpinan Spiritual
Seiring dengan ditemukannya konsep kecerdasan spiritual yang
justru dianggap sebagai kecerdasan bawaan (the ultimate
intelligence) dan sebagai pondasi yang diperlukan bagi keefektifan dua
kecerdasan yang lain yakni IQ dan EQ. Sebagaimana yang diuraikan
diatas, kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang berbasis pada
etika religius, kepemimpinan atas nama Tuhan, yaitu kepemimpinan
yang terilhami oleh perilaku etis Tuhan dalam memimpin makhluk-
makhluk-Nya.
15
Adapun karakteristik dari kepemimpinan spiritual Dalam
Pendidikan Islam.5 Sebagai berikut :
a. Kejujuran sejati.
Rahasia sukses para pemimpin besar dalam mengemban misinya
adalah memegang teguh kejujuran. Berlaku jujur senantiasa
membawa kepada keberhasilan dan kebahagiaan pada akhirnya.
b. Fairness.
Pemimpin spiritual mengemban misi sosial untuk menegakkan
keadilan di muka bumi, baik adil terhadap diri sendiri, keluarga dan
orang lain. Bagi para pemimpin spiritual, menegakkan keadilan
bukan sekedar kewajiban moral religius dan tujuan akhir dari sebuah
tatanan sosial yang adil, melainkan sekaligus menjadi proses dan
prosedurnya untuk keberhasilan kepemimpinannya.
c. Semangat amal shaleh.
Kebanyakan pemimpin suatu lembaga, mereka sebenarnya bekerja
bukan untuk orang dan lembaga yang dipimpin melainkan untuk
keamanan, kemapanan dan kejayaan dirinya. Tetapi kepemimpinan
spiritual bersikap berbeda yaitu bekerja karena panggilan dari hati
nurani yang ditujukan semata-mata untuk mengharap ridho Tuhan.
d. Membenci formalitas dan organized religion.
5Dr. Tobroni, Op-Cit, hal: 33
16
Bagi seorang spiritualis, formalitas tanpa isi bagaikan pepesan
kosong. Organized religion biasanya hanya mengedepankan
peraturan, perilaku dan hubungan sosial yang terstruktur yang
berpotensi memecah belah. Tindakan formalitas perlu dilakukan
untuk memperkokoh makna dari substansi tindakan itu sendiri dan
dalam rangka merayakan sebuah kesuksesan dan kemenangan.
Pemimpin spiritual lebih mengedepankan tindakan yang genuine dan
substantive.
e. Sedikit bicara banyak kerja dan santai.
Pemimpin yang banyak bicara banyak salahnya, banyak musuhnya,
banyak dosanya serta sedikit kontemplasinya dan sedikit karyanya.
Seorang pemimpin spiritual adalah pemimpin yang sedikit bicara
banyak kerja. Ia lebih mengedepankan pekerjaan secara efisien dan
efektif.
f. Membangkitkan yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain.
Pemimpin spiritual berupaya mengenali jati dirinya dengan sebaik-
baiknya. Upaya mengenali jati diri itu juga dilakukan terhadap orang
lain, dengan mengenali jati diri ia dapat membangkitkan segala
potensinya dan dapat bersikap secara arif dan bijaksana dalam
berbagai situasi.
g. Keterbukaan menerima perubahan.
“Perubahan” adalah kata yang paling disukai bagi kelompok
tertindas dan sebaliknya paling ditakuti oleh kelompok mapan.
17
Pimpinan biasanya dikategorikan sebagai kelompok mapan, pada
umumnya berusaha menikmati kemapanannya dengan menolak
perubahan. Kalaupun ia gencar mengadakan perubahan adalah
dalam rangka mempertahankan atau mengamankan posisinya.
Sedangkan pemimpin spiritual berbeda dengan pemimpin pada
umumnya, ia tidak alergi dengan perubahan dan juga bukan
penikmat kemapanan. Pemimpin spiritual memiliki rasa hormat
bahkan rasa senang dengan perubahan yang menyentuh diri mereka
yang paling dalam sekalipun.
h. Pemimpin yang dicintai.
Pemimpin pada umumnya sering tidak perduli apakah mereka
dicintai para karyawannya atau tidak. Bagi mereka dicintai atau
dibenci itu tidak penting, yang penting dihormati sebagai pemimpin.
Bahkan sebagian diantara mereka merasa tidak perlu dicintai karena
hal itu akan menghalangi dalam mengambil keputusan yang sulit
yang menyangkut persoalan karyawannya. Pernyataan ini
mungkin ada benarnya, akan tetapi bagi pemimpin spiritual, kasih
sayang sesama justru merupakan ruh (spirit) sebuah organisasi. Cinta
kasih bagi pemimpin spiritual bukanlah cinta kasih dalam pengertian
sempit yang dapat mempengaruhi obyektifitas dalam pengambilan
keputusan dan memperdayakan kinerja lembaga, tetapi cinta kasih
yang memberdayakan, cinta kasih yang tidak semata-mata bersifat
18
perorangan, tetapi cinta kasih struktural yaitu cinta terhadap ribuan
orang yang dipimpinnya.
i. Think Globally and act locally.
Statemen di atas merupakan visi seorang pemimpin spiritual.
Memiliki visi jauh ke depan dengan fokus perhatian kekinian dan
kedisinian. Dalam hal yang paling abstrak (spirit, soul, ruh) saja ia
dapat meyakini, memahami dan menghayati, maka dalam kehidupan
nyata ia tentu lebih dapat memahami dan menjelaskan lagi walaupun
kenyataan itu merupakan cita-cita masa depan. Ia memiliki
kelebihan untuk menggambarkan idealita masa depan secara
mendetail dan bagaimana mencapainya kepada orang lain seakan-
akan gambaran masa depan itu sebuah realitas yang ada di depan
mata.
j. Disiplin Tetapi Fleksibel dan Cerdas.
Kedisiplinan pemimpin spiritual tidak didasarkan pada sistem kerja
otoritarian yang menimbulkan kekakuan dan ketakutan, melainkan
didasarkan pada komitmen dan kesadaran yaitu kesadaran spiritual.
Pemimpin spiritual adalah orang yang berhasil mendisiplinkan diri
sendiri dari keinginan, godaan dan tindakan destruktif atau kurang
bermanfaat atau kurang patut. Kebiasaan mendisiplinkan diri ini
menjadikan pemimpin spiritual sebagai orang yang teguh memegang
prinsip, memiliki disiplin yang tinggi tetapi tetap fleksibel, cerdas.
19
k. Kerendahan Hati.
Seorang pemimpin spiritual menyadari sepenuhnya bahwa
semua kedudukan, prestasi, sanjungan dan kehormatan itu bukan
karena dia dan bukan untuk dia, melainkan karena dan untuk Dzat
Yang Maha Terpuji.
3. Kepemimpinan Spiritual Sebagai Pemecah Masalah Pendidikan
Indonesia
Pendidikan di Indonesia sekarang ini dapat diatasi melalui
spiritual leadership. Dengan kata lain pemimpin spiritual adalah faktor
utama terjadinya perubahan dari suatu lembaga pendidikan untuk meraih
prestasi. Implementasi puncak etika religius dalam kehidupan sehari-hari
akan melahirkan orang yang memiliki komitmen (kepedulian) dan
dedikasi (pengabdian), sabar, rela berkorban, berjuang tanpa kenal lelah
dan ikhlas. Peran pemimpin spiritual dalam mengembangkan Pendidikan
Islam adalah :
a. Sebagai pembaharu.
Keberhasilan pemimpin spiritual dalam mengembangkan
pendidikan tidak lepas dari perannya sebagai pembaharu. Gagasan-
gagasan atau ide-ide baru senantiasa keluar dari hasil kontemplasi,
penjelajahan dan pengembaraan intelektualnya yang luas.
b. Pemimpin Spiritual Sebagai Pemimpin Organisasi Pendidikan.
Sebagaimana dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya,
lembaga pendidikan merupakan industry yang mulia yang
20
merupakan gabungan dari lembaga yang bersifat profit seperti :
perusahaan, industri dan jasa dan lembaga non profit seperti lembaga
sosial kemasyarakatan, dan lembaga dakwah lainnya. Karena itu dari
sisi kelembagaan, kekuatan-kekuatan kepemimpinan spiritual sangat
cocok untuk memimpin lembaga pendidikan. Pemimpin spiritual
mampu memerankan diri sebagai seorang entrepreneur, corporate
dan pembisnis yang handal sehingga mampu mengefektifkan budaya
dan proses organisasi dan mengembangkan usaha.
Disisi lain, pemimpin spiritual juga mampu berperan sebagai
seorang tokoh pergerakan, seorang ruhaniawan, relawan dan
volunteer yang pandai menarik simpati dan menggerakkan massa,
tokoh spiritual dan seorang pekerja sosial. Itulah sebabnya, lembaga
pendidikan yang memiliki dimensi sebagai organisasi profit dan
organisasi sosial dan dakwah sangat tepat dipimpin oleh orang yang
mengembangkan kepemimpinan spiritual.
c. Pemimpin spiritual sebagai administrator proses pembelajaran.
Kepala sekolah selama ini lebih banyak berperan
hanya sebagai administrator pembelajaran. Tugas mereka seakan
sudah selesai apabila proses pembelajaran dapat berlangsung dengan
lancar dan tertib. Pemimpin spiritual memandang tugas sebagai
administrator sebagai tugas rutin dan karena itu diserahkan
pelaksanaannya kepada masing-masing pimpinan bidang atau unit.
Ini tidak berarti tugas sebagai administrator tidak penting, melainkan
21
secara organisatoris telah ada pembagian tugas dan sekaligus sebagai
bentuk pengkaderan. Posisi pemimpin spiritual dalam hal ini
berperan sebagai pengilham, pencerah dan pembangkit.
d. Pemimpin Spiritual Sebagai Pendidik.
Salah satu kekuatan yang menyebabkan pemimpin spiritual
berhasil dalam mengembangkan pendidikan adalah karena perannya
sebagai pendidik (murabbi). Di depan muridnya ia tetap seorang
guru yang mau menyapa dan peduli sehingga memiliki hubungan
yang harmoni, dekat, akrab. Di depan guru dan karyawan ia adalah
seorang teman sesama guru yang senasip dan seperjuangan, dengan
sesama guru ia tetap egaliter, dekat dan akrap disamping juga
peduli. Bukan hanya dengan sesama guru, dengan muridpun
pemimpin spiritual dapat bergurau dengan renyah dan riang.
Dilihat dari proses pembelajaran di lembaga pendidikan,
pemimpin spiritual terbukti mampu mengefektifkan proses
pembelajaran dan melakukan berbagai inovasi. Sedang apabila
dilihat dari substansi dan esensi pendidikan, pemimpin spiritual
terbukti mampu mengembangkan pemikiran dan ide-ide baru yang
brillian, mencerahkan dan memberdayakan sehingga pendidikan
benar-benar mampu memerankan fungsi pokoknya, bukan sekedar
fungsi formalnya.
22
4. Kelebihan dan Kelemahan Kepemimpinan Spiritual
Terlepas dari konteks internal pribadi sang pemimpin dan konteks
eksternal orang-orang yang dipimpin, kepemimpinan spiritual memiliki
kelebihan dan kelemahan. Kelebihan-kelebihan itu antara lain berupa :
a. Kepemimpinan konvesional, mengandalkan indra lahiriah dan
berorientasi pada hal-hal yang kasat mata, kepemimpinan spiritual
juga menggunakan indra batiniah dan sasarannya tidak hanya yang
kasat mata (the unseen thing).
b. Kepemimpinan dalam nama Tuhan, kepemimpinan spiritual adalah
kepemimpinan dengan semangat (ruh) Tuhan, berparagdigma nilai-
nilai ketuhanan dan berpedoman pada etika religius.
c. Kepemimpinan yang mencontoh Tuhan, pemimpin menyadari bahwa
yang lahiriah sifatnya sementara sedang yang abadi adalah batiniah.
d. Kepemimpinan profetik, kepemimpian spiritual adalah kepemimpian
yang terilhami dan terbangkitkan oleh misi dan perilaku
kepemimpinan para nabi.
e. Kepemimpinan yang tidak konvesional, berada dalam posisi sebagai
pemimpin dengan segala konsekuensinya sering kali menggoda
pemimpin pada umumnya untuk mempertahankan posisinya itu bagi
kepentingan dirinya.
f. Kepemimpinan dengan hati, pemimpin spiritual harus berusaha
menyadari bahwa potensi yang dimilikinya bisa mencerahkan dan
23
membangkitkan dengan cara tidak memerintah atau melarang,
melainkan dengan sentuhan-sentuhan hati.
g. Kepemimpinan dengan kharisma, memiliki kekuatan besar untuk
melakukan renovasi, revitalisasi, rekonstruksi dengan menciptakan
wawasan baru, perilaku baru, suasana baru, dan budaya baru.
h. Kepemimpinan entrepreneurship, kpeemimpinan spiritualitas
senantiasa menciptakan kreasi-kreasi baru dalam gaya
kepemimpinan maupun dalam bidang kepemimpnannya. Kreasi itu
mampu memberikan nilai tambah baik yang sifatnya material
maupun non material.
i. Kepemimpinan dengan keberanian yang luar biasa untuk mengambil
resiko. Pemimpin berupaya menanggung resiko yang seharusnya
ditanggung oleh orang lain.
j. Kepemimpinan dengan integritas dan disiplin moral yang tinggi.
Kualitas spiritual akan menentukan kualitas hati, dan kualitas hati
akan menentukan kualitas moral. Orang yang memiliki spiritualitas
dan moralitas adalah orang yang memiliki integritas.
Sedangkan kelemahan-kelemahan dari kepemimpinan spiritual
diantaranya berupa :
a. Kesenjangan orientasi, kalau tindakan pemimpin spiritual terlalu
idealis dalam arti berorientasi pada aspek spiritualitas dan menjadi
kurang memperhatiakan realita terutama kebutuhan aktual orang-
24
orang yang dipimpinnya, hal ini bisa melahirkan kebosanan dan
pembangkangan serta perlawanan.
b. Disfungsi manajemen, terlalu kuatnya pengaruh pribadi pemimpin
spiritual dan kecepatan pemimpin dalam mengambil keputusan
dengan segala konsekuensi yang ditimbulkan, mekanisme organisasi
seringkali tertinggal dan dianggap terlalu lama dalam proses
pengambilan keputusan.
c. Kegagalan menyadari kekurangan, keberhasilan demi keberhasilan
yang diraih pemimpin spiritual bisa menimbulkan pada diri
pemimpin itu keyakinan bahwa wawasan dan langlah-langkahnya
bebas dari kesalahan.
d. Hubungan dengan bawahan, kecerdasan spiritual yang dimiliki
pemimpin, ketajaman mata hati dan wawasan luas dan gerak
cepatnya tidak jarang dianggap terlalu maju dan menimbulkan
guncangan bagi orang-orang yang dipimpinnya.
e. Gaya kepemimpinan tidak formal, tingginya komitmen untuk
memajukan lembaga yang dipimpinnya menyebabkan pemimpin
spiritual seakan bekerja selama 24 jam baik kantor maupun dimana
saja berada.
f. Masalah keseimbangan, dalam sebuah organisasi besar, pemimpin
spiritual yang bukan top leader merupakan penganjur tidak
konvesional bagi pembaharuan radikal. Karena itu, tidak jarang akan
timbul rasa tidak senang dan tidak nyaman dengan atasan mereka.
25
g. Masalah kesuksesan, kekuatan pribadi dan pengaruh yang dominan
dalam organisasi mengakibatkan bawahan tergantung pada sang
pemimpin. Ketika kepemimpinannya harus berakhir maka kesulitan
mencari penggantinnya.
h. Pendorong mobil mogok, pemimpin spiritual sangat efektif untuk
menggerakkan sebuah organisasi yang stagnan (pendorong mobil
mogok) atau sebuah organisasi yang sedang memulai melakukan
perubahan.
Pemimpin yang baik senantiasa akan memperbaiki kelemahannya
sebelum hal itu diketahui atau dituntut untuk diperbaiki oleh orang lain.
Kemampuan pemimpin spiritual dalam melakukan perubahan dari
organisasi yang tidak efektif menjadi efektif secara revolusioner tentu
mengandung kelebihan-kelebihan bahkan keajaiban dalam
kepemimipinannya yang tidak dimiliki oleh kepemimpinan konvesional.
5. Kompetensi Kepemimpinan
Seorang pemimpin disebuah sekolah atau lembaga harus memiliki
6 kompetensi.6 Adapun kompetensi tersebut yaitu :
1. Kompetensi kepribadian dan sosial, memiliki kriteria sebagai
berikut:
6Permendiknas No 13 Tahun 2007, Tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah
26
a. Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak
mulia, menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di
sekolah/madrasah.
b. Melaksanakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebagai kepala
sekolah dengan penuh kejujuran, ketulusan komitmen dan
integritas.
c. Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi
(tupoksi) sebagai kepala sekolah/madrasah.
d. Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dan tantangan
sebagai kepala sekolah/madrasah.
e. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
f. Tanggap dan peduli terhadap kepentingan orang atau kelompok
lain.
g. Mengembangkan dan mengelola hubungan sekolah/madrasah
dengan pihak lain di luar sekolah dalam rangka mendapatkan
dukungan ide, sumber belajar dan pembiayaan
sekolah/madrasah.
2. Kompetensi kepemimpinan pembelajaran, memiliki kriteria
sebagai berikut :
a. Bertindak sesuai dengan visi dan misi sekolah/madrasah.
b. Merumuskan tujuan yang menantang ddiri sendiri dan orang lain
untuk mencapai standart yang tinggi.
27
c. Mengembangkan sekolah/madrasah menuju organisasi
pembelajar (learning organization).
d. Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif
dan inovatif bagi pembelajaran.
e. Memegang teguh tujuan sekolah dengan menjadi contoh dan
bertindak sebagai pemimpin pembelajaran.
f. Melaksanakan kepemimpinan yang inspiratif.
g. Membangun rasa saling percaya dan memfasilitasi kerjasama
dalam rangka untuk menciptakan kolaborasi yang kuat diantara
warga sekolah/madrasah.
h. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah
sebagai organisasi pembelajar yang efektif.
i. Mengembangkan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai
dengan visi, misi dan tujuan sekolah.
j. Mengelola peserta didik dalam rangka pengembangan
kapasitasnya secara optimal.
3. Kompetensi pengembangan sekolah, memiliki kriteria sebagai
berikut :
a. Menyusun rencana pengembangan sekolah/madrasah jangka
panjang, menengah dan pendek dalam rangka mencapai visi,
misi dan tujuan sekolah/madrasah.
b. Mengembangkan struktur organisasi sekolah/madrasah yang
efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan.
28
c. Melaksanakan pengembangan sekolah/madrasah sesuai dengan
rencana jangka panjang, menengah dan pendek sekolah menuuju
tercapainya visi, misi dan tujuan sekolah.
d. Mewujudkan peningkatan kinerja sekolah yang signifikan sesuai
dengan visi, misi tujuan sekolah dan standart nasional
pendidikan.
e. Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat.
f. Merencanakan dan menindaklanjuti hasil monitoring, evaluasi
dan pelaporan.
g. Melaksanakan penelitian tindakan sekolah dalam rangka
meningkatkan kinerja sekolah/madrasah.
4. Kompetensi manajemen sumber daya, memiliki kriteria sebagai
berikut :
a. Mengelola dan mendayagunakan pendidik dan tenaga
kependidikan secara optimal.
b. Mengelola dan mendayagunakan sarana dan prasarana
sekolah/madrasah secara optimal untuk kepentingan
pembelajaran.
c. Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip-
prinsip efisiensi, transparansi dan akuntabilitas.
d. Mengelola lingkungan sekolah yang menjamin
keamanan,keselamatan dan kesehatan.
29
e. Mengelola ketata usahaan sekolah/madrasah dalam mendukung
pencapaian tujuan sekolah/madrasah.
f. Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam
mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.
g. Mengelola layanan-layanan khusus sekolah/madrasah dalam
mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di
sekolah/madrasah.
h. Memanfaatkan teknologi secara efektif dalam kegiatan
pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.
5. Kompetensi kewirausahaan, memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Menciptakan inovasi yang bermanfaat bagi pengembangan
sekolah/madrasah.
b. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan
tugas pokok dan funsinya sebagai pemimpin pembelajaran.
c. Memotivasi warga sekolah untuk sukses dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya masins-masing.
d. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam
menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.
e. Menerapkan nilai dan prinsip-prinsip kewirausahaan dalam
mengembangkan sekolah/madrasah.
6. Kompetensi supervisi pembelajaran, memiliki kriteria sebagai
berikut:
30
a. Menyusun program supervisi akademik dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru.
b. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan
menggunakan pendekatan dan tekniksupervisi yang tepat.
c. Menilai dan menindak lanjuti kegiatan supervisi akademik
dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
B. MOTIVASI BELAJAR
1. Konsep motivasi belajar
Thomas L. Good dan Jere B. Braphy (1990:103) mendefinisikan
motivasi sebagai suatu energi penggerak dan pengarah, yang dapat
memperkuat dan mendorong seseorang untuk bertingkah laku. Ini berarti
perbuatan seseorang tergantung motivasi yang mendasarinya. Sedangkan
belajar merupakan suatu proses atau interaksi yang dilakukan seseorang
dalam memperoleh sesuatu yang baru dalam bentuk perilaku sebagai hasil
dari pengalaman itu sendiri.7
Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, motivasi adalah unsur yang
utama dalam proses belajar dan belajar tidak akan berlangsung tanpa
perhatian8.22 Dengan memperhatikan pendapat tersebut dapat diketahui
bahwa perhatian sangat penting dalam proses belajar.
7Thomas L. Good & Jere B. Braphy, Educational Psychology,
PT. Raja Grafindo, Jakarta, hal: 103
8Zakiah Darajat, dkk. Metodik Pengajaran Agama, Bumi Aksara,
Jakarta, hal. 142.
31
Menurut A.M. Sardiman (2005:75) motivasi belajar dapat juga
diartikan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi
tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila
ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelak
perasaan tidak suka itu.9 Oleh karena itu, motivasi akan menyebabkan
terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, dari suatu
hal yang negatif menjadi suatu hal yang positif yang berupa keberhasilan
dalam pembelajaran ataupun pendidikan.
Wahosumidjo (1992:177) mendefinisikan motivasi belajar
merupakan dorongan dan kekuatan dalam diri seseorang untuk
melakukan tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Pernyataan tersebut
dapat diartikan bahwa yang dimaksud tujuan adalah sesuatu yang berada
di luar diri manusia sehingga kegiatan manusia lebih terarah karena
seseorang akan berusaha lebih semangat dan giat dalam berbuat
sesuatu.10
Adapun konsep motivasi belajar antara lain :
a. Motivasi belajar merupakan proses internal yang mengaktifkan,
memandu dan mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu.
Individu termotivasi karena berbagai alasan yang berbeda, dengan
intensitas yang berbeda.
9Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT.
Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal: 75
10
Wahosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1992, hal: 177
32
b. Motivasi belajar bergantung pada teori yang menjelaskannya,
merupakan suatu konsekuensi dari penguatan (reinforcement), suatu
ukuran kebutuhan manusia, suatu hasil dari ketidakcocokan, suatu
harapan dari peluang keberhasilan.
c. Motivasi belajar dapat ditingkatkan dengan penekanan tujuan-tujuan
belajar.
d. Motivasi belajar dapat meningkat apabila guru membangkitkan
minat siswa, memelihara rasa ingin tahu mereka, menggunakan
berbagai macam strategi pengajaran, menyatakan harapan dengan
jelas, dan memberikan umpan balik (feedback).
e. Motivasi belajar dapat meningkat pada diri siswa apabila guru
memberikan ganjaran yang memiliki kontingen, spesifik, dan dapat
dipercaya.
2. Jenis-jenis motivasi belajar
Motivasi didasarkan atas terbentuknya motivasi bawaan (motivasi
yang sudah ada sejak lahir dan tidak perlu di pelajari) dan motivasi yang
dipelajari (motivasi yang timbul karena kedudukan atau jabatan). Dari
sudut sumber yang menimbulkan, motivasi dibedakan menjadi dua
macam. Dr. Hamzah B. Uno (2007:4).11
Motivasi tersebut yaitu :
a. Motivasi intrinsik
11
Dr. Hamzah B. Uno, Teori motivasi & Pengukurannya, PT.
Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hal: 4
33
Usaha yang timbul dari dalam diri individu sendiri sesuai
dengan kebutuhannya, tidak memerlukan rangsangan dari luar.
Motivasi intrinsik berisi :
1. Penyesuaian tugas dengan minat.
2. Perencanaan yang penuh variasi.
3. Umpan balik atas respon siswa.
4. Kesempatan respon peserta didik yang aktif.
5. Kesempatan peserta didik untuk menyesuaikan tugas
pekerjaannya.
b. Motivasi ekstrinsik
Usaha yang timbul karena adanya rangsangan dari luar
individu, misalnya dalam bidang pendidikan terdapat minat yang
positif terhadap kegiatan pendidikan timbul karena melihat
manfaatnya. Motivasi ekstrinsik berisi :
1. Penyesuaian tugas dengan minat.
2. Perencanaan yang penuh variasi.
3. Respon siswa.
4. Kesempatan peserta didik yang aktif.
5. Kesempatan peserta didik untuk menyesuaikan tugas
pekerjaannya.
6. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.
Motivasi intrinsik lebih kuat dari motivasi ekstrinsik. Oleh karena
itu pendidikan harus berusaha menimbulkan motivasi intrinsik dengan
34
menumbuhkan dan mengembangkan minat mereka terhadap bidang-
bidang studi yang relevan. Sebagai contoh, memberikan sasaran yang
hendak dicapai dalam bentuk tujuan intruksional pada saat pembelajaran
akan dimulai yang menimbulkan motivasi keberhasilan mencapai
sasaran.
3. Fungsi motivasi belajar
Motivasi sangat berperan dalam belajar. Dengan motivasi inilah
siswa menjadi tekun dalam proses belajar, dan dengan motivasi itu pulah
kualitas hasil belajar siswa juga kemungkinannya dapat diwujudkan.
Siswa yang dalam proses belajar mempunyai motivasi yang kuat dan
jelas pasti akan tekun dan berhasil belajarnya. Kepastian itu
dimungkinkan oleh sebab adanya ketiga fungsi motivasi sebagai berikut :
a. Pendorong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan.
b. Penentu arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
c. Penseleksi perbuatan sehingga perbuatan orang yang mempunyai
motivasi senantiasa selektif dan tetap terarah kepada tujuan yang
ingin dicapai.12
Berdasarkan arti dan fungsi motivasi di atas dapat disimpulkan
bahwa motivasi itu bukan hanya berfungsi sebagai penentu terjadinya
suatu perbuatan tetapi juga merupakan penentu hasil perbuatan. Motivasi
akan mendorong untuk bekerja atau melakukan sesuatu perbuatan dengan
12
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Pedoman Ilmu Jaya,
Jakarta, 1996, hal: 86
35
sungguh-sungguh (tekun) dan selanjutnya akan menentukan pula hasil
pekerjaannya.
Selain itu ada juga fungsi lain dari motivasi yaitu dapat berfungsi
sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi, karena secara
konseptual motivasi berkaitan dengan prestasi dan hasil belajar. Adanya
motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik.
Dengan kata lain, adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya
motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi
yang baik.
4. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:97)13
ada beberapa hal yang
dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa, diantaranya:
a. Cita-cita dan aspirasi siswa.
b. Kemampuan siswa.
c. Kondisi siswa
d. Kondisi lingkungan siswa
e. Upaya guru dalam membelajarkan siswa
Membangkitkan motivasi belajar siswa tidaklah mudah. Guru
merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa,
karena guru merupakan orang yang berperan penting dalam proses belajar
siswa. Namun apabila guru tidak paham dengan hal yang diinginkan oleh
13
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Perkembangan, PT. Rineka
Cipta, Jakarta, 2006, hal: 97
36
siswa, maka motivasi tersebut tidak bisa ditumbuhkan dari dalam diri siswa.
Motivasi dapat ditumbuhkan dari dalam diri siswa salah satunya dengan cara
guru menberikan reward pada siswa yang aktif dalam kegiatan belajar
mengajar.
Dr. Hamzah B. Uno, berpendapat ada beberapa cara atau teknik
untuk membangkitkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran,14
diantaranya adalah :
1. Menjelaskan kepada siswa, alasan suatu bidang studi dimasukkan dalam
kurikulum dan kegunaannya untuk kehidupan.
2. Mengkaitkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa di luar
lingkungan sekolah.
3. Menunjukkan antusias dalam mengajar bidang studi yang dipegang.
4. Mendorong siswa untuk memandang belajar di sekolah sebagai suatu
tugas yang tidak harus serba menekan, sehingga siswa mempunyai
intensitas untuk belajar dan menjelaskan tugas dengan sebaik mungkin.
5. Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai.
6. Menciptakan suasana yang menyenangkan baik di dalam kelas maupun
di luar kelas.
7. Memberikan dan menggunakan hasil ulangan dalam waktu sesingkat
mungkin sebagai pemacu keberhasilan.
8. Menggunakan bentuk .bentuk kompetisi (persaingan) antar siswa.
14
Dr.Hamzah B.Uno, Op-Cit, Hal: 34
37
9. Menggunakan pernyataan penghargaan secara verbal, seperti pujian
bagus sekali, pintar, hebat dan lain sebagainya.
10. Menimbulkan rasa ingin tahu.
11. Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa, hal ini semacam
memberikan hadiah bagi siswa pada tahap pertama belajar yang
memungkinkan siswa bersemangat untuk belajar selanjutnya.
12. Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang telah dipelajarinya.
13. Menggunakan simulasi dan permainan.
14. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya
di depan umum.
15. Memberikan contoh yang positif.
Dalam proses pembelajaran, meningkatkan motivasi belajar
melibatkan pihak-pihak sebagai berikut :
a. Siswa, seorang siswa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri untuk
meningkatkan motivasi belajar pada dirinya agar memperoleh hasil
belajar yang memuaskan. Motivasi berupa tekad yang kuat dari dalam
diri siswa untuk sukses secara akademis, akan membuat proses belajar
semakin giat dan penuh semangat.
b. Guru, seorang guru bertanggung jawab memperkuat motivasi belajar
siswa lewat penyajian bahan pelajaran, sanksi-sanksi dan hubungan
pribadi dengan siswanya. Kreativitas serta aktivitas guru harus mampu
menjadi inspirasi bagi para siswanya. Sehingga siswa akan lebih terpacu
motivasinya untuk belajar, berkarya, dan berkreasi. Usaha-usaha yang
38
digunakan dalam mengiatkan menurut Sardiman A.M, ada beberapa
bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di
sekolah. Beberapa bentuk dan cara motivasi tersebut diantaranya :
memberi angka, hadiah, saingan/kompetisi, memberi ulangan,
mengetahui hasil, pujian, hukuman, hasrat untuk belajar, minat, tujuan
yang diakui.
c. Orang tua atau keluarga dan lingkungan, ugas memotivasi belajar bukan
hanya tanggung jawab guru semata, tetapi orang tua juga berkewajiban
memotivasi anak untuk lebih giat belajar. Selain itu motivasi juga dapat
timbul dari lingkungan atau orang-orang disekitar siswa, seperti dari
tetangga, sanak saudara, atau teman bermain. Orang tua atau keluarga
adalah sebagai motivasi utama bagi peserta didik, karena memiliki
intensitas yang lebih tinggi untuk menanamkan motif-motif tertentu bagi
proses pembelajaran anak.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa motivasi
merupakan faktor yang mempunyai arti penting bagi siswa. Apalah artinya
bagi seorang siswa pergi ke sekolah tanpa mempunyai motivasi belajar,
diantara sebagian siswa ada yang mempunyai motivasi untuk belajar dan
sebagian lain belum termotivasi untuk belajar.
C. PENGARUH KEPEMIMPINAN SPIRITUAL TERHADAP MOTIVASI
BELAJAR SISWA KELAS V DI SDN KEPUHANYAR MOJOANYAR
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
39
Kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian
pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling
berhubungan tugasnnya. Adapun beberapa macam gaya kepemimpinan yang
biasanya dipakai seorang pemimpin, yaitu : kepemimpinan Laissez-faire,
kepemimpinan otoriter, kepemimpinan demokratis, kepemimpinan spiritual.
Seorang pemimpin lembaga atau kepala sekolah harus memiliki 6 kompetensi
yaitu : kompetensi kepribadian dan sosial, kompetensi kepemimpinan
pembelajaran, kompetensi pengembangan sekolah, kompetensi manajemen
sumber daya, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi pembelajaran.
Kepemimpinan Spiritual adalah kepemimpinan yang membawa
dimensi keduniawian kepada dimensi keilahian.Tuhan adalah pemimpin sejati
yang mengilhami, mempengaruhi, melayani dan menggerakkan hati nurani
hamba-Nya dengan sangat bijaksana melalui pendekatan etis dan keteladanan.
Adapun karakteristik pemimpin spiritual yakni kejujuran sejati,
adil, semangat amal shaleh, membenci formalitas dan organized
religion, sedikit bicara banyak kerja dan santai, membangkitkan yang terbaik
bagi diri sendiri dan orang lain, keterbukaan menerima perubahan, pemimpin
yang dicintai, Think Globally and act locally, disiplin tetapi fleksibel dan
tetap cerdas dan penuh gairah, dan kerendahan hati.
Peran pemimpin spiritual dalam memecahkan permasalahan
pendidikan diantaranya adalah sebagai pembaharu, sebagai pemimpin
organisasi pendidikan, sebagai administrator proses pembelajaran, pemimpin
spiritual sebagai pendidik.
40
Kepemimpinan spiritual juga memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan-kelebihan itu antara lain berupa : kepemimpinan konvesional,
kepemimpinan dalam nama Tuhan, kepemimpinan yang mencontoh Tuhan,
kepemimpinan profetik, kepemimpinan yang tidak konvesional,
kepemimpinan dengan hati, kepemimpinan dengan kharisma, kepemimpinan
entrepreneurship (menciptakan kreasi-kreasi baru), kepemimpinan dengan
keberanian yang luar biasa untuk mengambil resiko, kepemimpinan dengan
integritas dan disiplin moral yang tinggi.
Sedangkan kelemahan-kelemahannya berupa : kesenjangan orientasi,
disfungsi manajemen, kegagalan menyadari kekurangan, hubungan dengan
bawahan, gaya kepemimpinan tidak formal, masalah keseimbangan, masalah
kesuksesan, pendorong mobil mogok.
Motivasi belajar diartikan sebagai serangkaian usaha untuk
menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin
melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk
meniadakan atau mengelak perasaan tidak suka itu. Jenis motivasi belajar
dibedakan menjadi dua yaitu : motivasi intrinsik (bawaan /motivasi yang
sudah ada sejak lahir dan tidak perlu dipelajari) dan motivasi ekstrinsik
(motivasi yang timbul karena rangsangan dari luar).
Adapun fungsi dari motivasi yaitu sebagai pendorong usaha, penentu
arah perbuatan dan penseleksi perbuatan. Sedangkan faktor yang
mempengaruhinya yaitu : Cita-cita dan aspirasi siswa, kemampuan siswa,
kondisi siswa, kondisi lingkungan siswa, upaya guru dalam membelajarkan
41
siswa. Dalam meningkatkan pembelajaran juga harus melibatkan siswa, guru,
orang tua, keluarga dan lingkungan.