26
BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan pernikahan itu sendiri. Kepuasan pernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan pernikahan mereka, apakah baik, buruk, atau memuaskan (Hendrick & Hendrick, 1992). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah penilaian suami dan istri yang bersifat subjektif dan dinamis mengenai kehidupan pernikahan. 2. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan Menurut Hendrick & Hendrick (1992), ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan, yaitu: a. Premarital Factors 1) Latar Belakang Ekonomi, dimana status ekonomi yang dirasakan tidak sesuai dengan harapan dapat menimbulkan bahaya dalam hubungan pernikahan. Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

  • Upload
    lamkhue

  • View
    214

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KEPUASAN PERNIKAHAN

1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami istri

terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan

pernikahan itu sendiri.

Kepuasan pernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri

mengevaluasi hubungan pernikahan mereka, apakah baik, buruk, atau memuaskan

(Hendrick & Hendrick, 1992).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan

adalah penilaian suami dan istri yang bersifat subjektif dan dinamis mengenai

kehidupan pernikahan.

2. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan

Menurut Hendrick & Hendrick (1992), ada dua faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan pernikahan, yaitu:

a. Premarital Factors

1) Latar Belakang Ekonomi, dimana status ekonomi yang dirasakan tidak

sesuai dengan harapan dapat menimbulkan bahaya dalam hubungan

pernikahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

2) Pendidikan, dimana pasangan yang memiliki tingkat pendidikan yang

rendah, dapat merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih

banyak menghadapi stressor seperti pengangguran atau tingkat

penghasilan rendah.

3) Hubungan dengan orangtua yang akan mempengaruhi sikap anak

terhadap romantisme, pernikahan dan perceraian.

b. Postmarital Factors

1) Kehadiran anak, sangat berpengaruh terhadap menurunnya kepuasan

pernikahan terutama pada wanita (Bee & Mitchell, 1984). Penelitian

menunjukkan bahwa bertambahnya anak bisa menambah stress

pasangan, dan mengurangi waktu bersama pasangan (Hendrick &

Hendrick, 1992). Kehadiran anak dapat mempengaruhi kepuasan

pernikahan suami istri berkaitan dengan harapan akan keberadaan anak

tersebut.

2) Lama Pernikahan, dimana dikemukakan oleh Duvall bahwa tingkat

kepuasan pernikahan tinggi di awal pernikahan, kemudian menurun

setelah kehadiran anak dan kemudian meningkat kembali setelah anak

mandiri.

Holahan dan Levenson (dalam Lemme, 1995) menyatakan bahwa pria

lebih puas dengan pernikahannya daripada wanita. Pada umumnya wanita lebih

sensitif daripada pria dalam menghadapi masalah dalam hubungan pernikahannya.

Bahkan dalam penelitian Burr, 1970; Komarovsky, 1967; Renne, 1970 (dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

O’Leary, Unger & Wallstone, 1985) menemukan bahwa suami menunjukkan

kepuasaan pernikahan yang lebih besar dibandingkan dengan wanita.

Cole menyatakan bahwa pasangan menunjukkan tingkat kepuasan yang

tinggi pada awal tahun kehadiran anak dalam pernikahan, kepuasan pernikahan

yang menurun sepanjang tahun-tahun mengasuh anak dan meningkat kembali

pada tahun selanjutnya (dalam Lefrancois, 1993). Hal ini sejalan dengan Miller et

al., 1997 (dalam Cavanaugh & Blanchard-Fields, 2006) yang menyatakan bahwa

kepuasan pernikahan yang paling tinggi pada awal pernikahan, menurun sampai

anak mulai meninggalkan rumah dan meningkat kembali pada tahun selanjutnya.

Tahun pertama pernikahan biasanya diisi dengan eksplorasi dan evaluasi.

Pasangan akan mulai untuk menyesuaikan harapan-harapan dan fantasi-fantasi

mereka mengenai pernikahan dan menghubungkannya dengan kenyataan.

Pasangan yang baru menikah tidak hanya akan mengetahui peran-peran baru

dalam pernikahan mereka, namun juga mengembangkan penyesuaian diri mereka

ke dalam pekerjaan mereka (Belsky, 1997).

3. Aspek-Aspek Kepuasan Pernikahan

Kepuasan pernikahan dapat diukur dengan melihat aspek-aspek dalam

perkawinan sebagaimana yang dikemukakan oleh Olson & Fower (1989; 1993).

Adapun aspek-aspek tersebut antara lain:

a. Communication

Aspek ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu terhadap

komunikasi dalam hubungan mereka sebagai suami istri. Aspek ini

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

berfokus pada tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh pasangan dalam

membagi dan menerima informasi emosional dan kognitif. Laswell (1991)

membagi komunikasi pernikahan menjadi lima elemen dasar, yaitu:

keterbukaan diantara pasangan (opennes), kejujuran terhadap pasangan

(honesty), kemampuan untuk mempercayai satu sama lain (ability to trust),

sikap empati terhadap pasangan (empathy) dan kemampuan menjadi

pendengar yang baik (listening skill).

b. Leisure Activity

Aspek ini mengukur pada pilihan kegiatan yang dipilih untuk

menghabiskan waktu senggang. Aspek ini merefleksikan aktivitas sosial

versus aktivitas personal, pilihan untuk saling berbagi antar individu, dan

harapan dalam menghabiskan waktu senggang bersama pasangan.

c. Religious Orientation

Aspek ini mengukur makna kepercayaan agama dan prakteknya dalam

pernikahan. Nilai yang tinggi menunjukan agama merupakan bagian yang

penting dalam pernikahan. Agama secara langsung mempengaruhi kualitas

pernikahan dengan memelihara nilai-nilai suatu hubungan, norma dan

dukungan sosial yang turut memberikan pengaruh yang besar dalam

pernikahan, mengurangi perilaku yang berbahaya dalam pernikahan

(Christiano, 2000; Wilcox, 2004 dalam Wolfinger & Wilcox, 2008).

Pengaruh tidak langsung dari agama yaitu kepercayaan terhadap suatu

agama dan beribadah cenderung memberikan kesejahterahan secara

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

psikologis, norma prososial dan dukungan sosial diantara pasangan

(Ellison, 1994; Gottman, 1998; Amato & Booth, 1997 dalam Wolfinger &

Wilcox, 2008).

d. Conflict Resolution

Aspek ini mengukur persepsi pasangan mengenai eksistensi dan resolusi

terhadap konflik dalam hubungan mereka. Aspek ini berfokus pada

keterbukaan pasangan terhadap isu-isu pengenalan dan penyelesaian dan

strategi-strategi yang digunakan untuk menghentikan argumen serta saling

mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama dan membangun

kepercayaan satu sama lain.

e. Financial Management

Aspek ini berfokus pada sikap dan berhubungan dengan bagaimana cara

pasangan mengelola keuangan mereka. Aspek ini mengukur pola

bagaimana pasangan membelanjakan uang mereka dan perhatian mereka

terhadap keputusan finansial mereka. Konsep yang tidak realistis, yaitu

harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk

memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam pernikahan (Hurlock,

1999). Konflik dapat muncul jika salah satu pihak menunjukkan otoritas

terhadap pasangannya juga tidak percaya terhadap kemampuan pasangan

dalam mengelola keuangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

f. Sexual Orientation

Aspek ini mengukur perasaan pasangan mengenai afeksi dan hubungan

seksual mereka. Aspek ini menunjukan sikap mengenai isu-isu seksual,

perilaku seksual, kontrol kelahiran, dan kesetiaan. Penyesuaian seksual

dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan apabila tidak

dicapai kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat terus

meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini bisa terjadi karena kedua

pasangan telah memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama

lain, mampu mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, juga membaca

tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan

bagi pasangan suami istri.

g. Family and Friends

Aspek ini menunjukan perasaan-perasan dan berhubungan dengan

hubungan dengan anggota keluarga dan keluarga dari pasangan, dan

teman-teman. Aspek menunjukan harapan-harapan untuk dan kenyamanan

dalam menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman.

h. Children and Parenting

Aspek ini mengukur sikap-sikap dan perasaan-perasaan mengenai

mempunyai dan membesarkan anak. Aspek ini berfokus pada keputusan-

keputusan yang berhubungan dengan disiplin, tujuan-tujuan untuk anak-

anak dan pengaruh anak-anak terhadap hubungan pasangan. Kesepakatan

antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak penting halnya

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

dalam pernikahan. Orangtua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap

anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat terwujud.

i. Personality Issues

Aspek ini mengukur persepsi individu mengenai pasangan mereka dalam

menghargai perilaku-perilaku dan tingkat kepuasan yang dirasakan

terhadap masalah-masalah itu.

j. Equalitarian Role

Aspek ini mengukur perasaan-perasaan dan sikap-sikap individu mengenai

peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada pekerjaan,

pekerjaan rumah, seks, dan peran sebagai orang tua. Semakin tinggi nilai

ini menunjukan bahwa pasangan memilih peran-peran egalitarian.

4. Kriteria Kepuasan Pernikahan

Menurut Skolnick (dalam Lemme, 1995), ada beberapa kriteria dari

pernikahan yang memiliki kepuasan yang tinggi, antara lain:

a. Adanya relasi personal yang penuh kasih sayang dan menyenangkan,

dimana dalam keluarga terdapat hubungan yang hangat, saling berbagi dan

menerima antar sesama anggota dalam keluarga.

b. Kebersamaan, adanya rasa kebersamaan dan bersatu dalam keluarga.

Setiap anggota keluarga merasa menyatu dan menjadi bagian dalam

keluarga.

c. Model parental role yang baik

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

Pola orangtua yang baik akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anak

mereka. Hal ini bisa memberntuk keharmonisan dalam keluarga.

d. Penerimaan terhadap konflik-konflik

Konflik yang muncul dalam keluarga dapat diterima secara normatif, tidak

dihindari melainkan berusaha untuk diselesaikan dengan baik dan

menguntungkan bagi semua anggota keluarga.

e. Kepribadian yang sesuai

Dimana pasangan memiliki kecocokan dan saling memahami satu sama

lain. Hal yang penting juga yaitu adanya kelebihan yang satu dapat

menutupi kekurangan yang lainnya sehingga pasangan dapat saling

melengkapi satu sama lain.

f. Mampu memecahkan konflik

Levenson (dalam Lemme, 1995) mengatakan bahwa kemampuan

pasangan untuk memecahkan masalah serta strategi yang digunakan oleh

pasangan untuk menyelesaikan konflik yang ada dapat mendukung

kepuasan pernikahan pasangan tersebut.

B. DEWASA AWAL

1. Pengertian Dewasa Awal

Istilah adult berasal dari bentuk lampau kata kerja adultus yang berarti

telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna, atau telah menjadi

dewasa. Oleh karena itu, individu dewasa awal adalah individu yang telah

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat

bersama dengan individu dewasa lainnya (Hurlock, 1990).

Rosdahl & Kowalski (2007) mengatakan bahwa masa dewasa awal

dimulai pada usia 20 sampai 40 tahun. Individu pada masa dewasa awal akan

menghadapi berbagai pilihan dalam hidupnya, seperti pekerjaan, pendidikan,

hubungan dengan pasangan, lingkungan tempat tinggal dan kemandirian.

2. Tugas-tugas Perkembangan pada Masa Dewasa Awal

Rosdahl & Kowalski 2007 membagi tugas-tugas perkembangan pada masa

dewasa awal menjadi 2 yaitu:

a. Individu pada usia 20-30 tahun

Individu pada usia 20-30 tahun biasanya akan menghadapi

berbagai pilihan seperti memilih tempat tinggal, karir, mengembangkan

identifikasi diri, mengembangkan hubungan dengan orang lain dan mulai

membentuk keluarga.

Individu masa dewasa awal memilih untuk tetap tinggal dengan

orang tua atau tidak. Beberapa individu mungkin mengalami kesulitan

untuk ekonomi yang akhirnya memaksa mereka kembali ke rumah orang

tua untuk sementara waktu.

Keputusan lain yang harus dipilih adalah mengenai pemilihan karir

yang berhubungan dengan pendidikan. Pendidikan dan karir berhubungan

dengan situasi ekonomi, tujuan, kemampuan dan minat individu. Individu

yang bekerja seharusnya dapat menikmati pekerjaan mereka, yakin akan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

apa yang mereka lakukan dengan kemampuan mereka dan merasa bahwa

mereka turut memberikan kontribusi kepada lingkungan

Sheehy (dalam Rosdahl & Kowalski, 2007) menyebutkan bahwa

individu yang berusia 20-30 tahun sebagai individu yang sedang

mengembangkan “akar”. Individu dewasa awal sering merasa bahwa

mereka harus melakukan beberapa hal untuk hidup mereka. Keluarga,

teman dan perilaku budaya di sekitarnya mempengaruhi individu tersebut.

Individu dewasa awal akan menghadapi dilema ketika mereka merasa

bahwa pilihan mereka tidak dapat berubah di masa mendatang atau bahwa

keputusan mereka akan menghasilkan keadaan yang akan berlangsung

selamanya misalnya keputusan untuk menikah dan memilih pekerjaan.

Individu dewasa awal ingin membangun struktur untuk masa depan dan

memiliki komitmen dan keamanan, namun mereka juga ingin tetap

mempunyai kesempatan untuk bereksplorasi, bereksperimen dan menjaga

supaya struktur tersebut tetap fleksibel. Kemampuan individu untuk

menjaga keseimbangan antara dua keinginan yang bertolak belakang

mempengaruhi kecepatan dan kemudahan individu untuk melewati masa

ini.

Tugas perkembangan lainnya pada usia 20-30 tahun adalah

mengembangkan hubungan dengan orang lain. Individu pada masa remaja

akhir dan masa dewasa awal biasanya dikelilingi oleh teman-teman

kampus yang mempunyai usia yang sama, namun setelah menyelesaikan

pendidikan dan meninggalkan rumah orang tua, individu dewasa awal

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

akan merasakan kesepian dalam diri. Individu dewasa awal akan mulai

membentuk persahabatan baru dan hubungan yang intim dengan orang

lain yang mampu memberikan dukungan dan pengertian yang kemudian

mengarahkan ke jenjang pernikahan. Pria umumnya menikah di usia akhir

20-an, namun wanita biasanya menikah di pertengahan usia 20-an.

Tugas perkembangan terakhir adalah memulai keluarga.

Lingkungan umumnya mengharapkan individu dewasa untuk menikah dan

membentuk keluarga. Banyak individu dewasa yang menunda pernikahan

dan kehadiran anak sampai usia 30-an. Individu pada usia 20-30 tahun

biasanya lebih memilih untuk mengembangkan karir dan memperoleh

keadaan ekonomi yang aman.

Pada usia 28 sampai 32, individu dewasa awal umumnya membuat

keputusan baru dan mempertimbangkan kembali keputusan-keputusan

yang pernah diambil sebelumnya. Individu dewasa yang telah menikah

mungkin akan mempertanyakan untuk tetap tinggal dengan pasangan atau

tidak, mereka juga mungkin akan mempertanyakan diri mereka mengenai

perubahan karir mereka. Pada masa inilah, individu dewasa awal

menyadari bahwa mereka dapat membuat keputusan sesuai dengan

keinginan dan perasaan mereka, bukan didasarkan atau kepercayaan akan

hal lain.

b. Usia 30-40 tahun

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

Pada awal usia 30-an, individu dewasa mulai menetapkan pilihan

dalam hal mengembangkan karir, beberapa diantaranya memutuskan untuk

membeli rumah dan merasa lebih nyaman dengan pasangan mereka.

Kehidupan menjadi lebih rasional dan tersusun rapi.

Topik topik mengenai karir menjadi topik yang penting. Pasangan

pada usia 30-40 tahun mungkin bekerja dengan waktu yang berbeda satu

sama lain yang akhirnya dapat mempengaruhi waktu interaksi dengan

pasangan, waktu keluarga, dan tanggung jawab dalam merawat anak.

Individu yang menginginkan peningkatan karir harus mengikuti

peraturan-peraturan yang ada dalam dunia pekerjaannya. Perusahaan-

perusahaan mungkin saja menetapkan pekerja dari satu tempat ke tempat

lain. Transfer dalam pekerjaan biasanya dapat menjadi konflik bagi

pasangan dual-career, misalnya jika salah satu pasangan memperoleh

pekerjaan yang lebih baik di daerah lain, pasangan lainnya harus memilih

apakah tetap ingin tinggal bersama dengan pekerjaan sebelumnya, atau

pasangan lainnya harus ikut pindah dan mencari pekerjaan baru di tempat

lain atau pasangan dapat memilih untuk tinggal berjauhan namun tetap

menjaga hubungan mereka. Beberapa topik yang berhubungan dengan

karir adalah beberapa individu pada masa 30-40 tahun juga memutuskan

untuk memulai jenjang karir yang baru atau kembali ke sekolah untuk

meningkatkan pendidikan mereka. Perubahan dalam karir, baik atas

keinginan sendiri maupun karena kebutuhan ekonomi dapat memberikan

stress pada pasangan dan keluarga.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

Reinke, et al. (dalam Granrose & Kaplan, 1996) menjelaskan

bahwa wanita memulai periode transisi psikologis utama diantara usia 27

sampai 30-an. Masa transisi ini ditandai dengan perpecahan dalam diri ,

dilanjutkan dengan menilai ulang dan mencari perkembangan diri dan

akhirnya mengembangkan konsep diri dan kesejahterahan psikologis.

Untuk wanita yang bekerja dan mempunyai karir akan menghadapi

pemikiran untuk mempunyai anak, dimana mengharuskan wanita untuk

tinggal di dalam rumah ataupun tetap melanjutkan pekerjaan dan karir.

Wanita pada usia 30-an harus membuat keputusan mengenai kelahiran

anak. Mereka menyadari bahwa mereka harus melahirkan anak sekarang

atau tidak ada kesempatan lagi nantinya. Tujuan karir dan menjadi orang

tua dapat menjadi konflik bagi wanita pada usia 30-an. Wanita pada usia

30-an yang belum menikah merasakan tekanan yang lebih untuk mencari

pasangan yang sesuai dengan mereka untuk membentuk keluarga. Adopsi

dapat menjadi pilihan bagi wanita yang tidak menikah, namun wanita yang

memilih untuk memiliki anak di luar hubungan dengan komitmen dapat

menghadapi tanggung jawab dan tantangan menjadi orang tua tunggal.

Wanita yang mempunyai pasangan dan menunda untuk memiliki anak

mungkin akan menghadapi keputusan yang sulit mengenai pekerjaan,

penempatan anak dan tanggung jawab.

Individu pada usia 30-40 tahun juga akan menghadapi berbagai

perubahan dalam hidup mereka, diantaranya pada anak-anak yang mulai

dewasa dan meninggalkan rumah dan lebih tertarik untuk bersama teman-

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

teman sebaya dibandingkan bersama orang tua. Orang tua yang biasanya

menjaga anak-anak akan merasakan kehilangan dan kesepian, sehingga

orang tua perlu untuk mencari minat pada hal lain. Ketika anak-anak

meninggalkan rumah, para orang tua mulai memperbaiki hubungan

dengan pasangan mereka. Mereka dapat mengembangkan hubungan intim

yang lebih mendalam atau dapat memutuskan untuk kehilangan keintiman

mereka dengan pasangan mereka dan berakhir pada perceraian. Perubahan

karir dan perpindahan ke kota lain dapat membuat kehidupan keluarga dan

keintiman hubungan dengan pasangan menjadi kurang stabil. Perceraian

dapat muncul dan individu perlu melakukan penyesuaian yang

berhubungan dengan perceraian. Invidu dewasa yang bercerai akan

menghadapi tantangan dalam mencari pasangan baru dan keadaan

ekonomi yang tidak stabil, ataupun masih berusaha memahami hubungan

mereka dengan mantan pasangan mereka.

3. Karakteristik Masa Dewasa Awal

Menurut Hurlock (1990), karakteristik individu dewasa awal adalah:

a. Masa pengaturan

Individu dewasa awal mulai mencoba-coba untuk menemukan

pekerjaan dan pasangan yang tepat. sekali individu menemukan pola

hidup yang diyakininya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, maka

individu tersebut akan mengembangkan pola-pola perilaku sikap dan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

nilai-nilai yang akan cenderung akan menjadi kekhasan selama sisa

hidupnya.

b. Usia reproduktif

Individu dewasa awal yang menikah akan berperan pada sebagai orang

tua pada usia 20 atau 30-an.

c. Masa bermasalah

Masalah-masalah yang dihadapi individu masa dewasa awal

berhubungan dengan penyesuaian diri dalam berbagai aspek utama

kehidupan masa dewasa awal diantaranya penyesuaian diri dalam

kehidupan perkawinan dan karir.

d. Masa ketegangan emosional

Sekitar awal atau pertengahan usia 30-an, kebanyakan individu dewasa

awal telah mampu memecahkan masalah-masalah mereka dengan

cukup baik sehingga menjadi stabil dan tenang secara emosional.

Emosi yang menggelora yang merupakan ciri tahun-tahun awal

kedewasaan masih tetap kuat pada usia 30-an, hal ini merupakan tanda

bahwa penyesuaian diri pada kehidupan orang-orang dewasa belum

terlaksana secara memuaskan.

e. Masa keterasingan

Masa keterasingan merupakan masa individu dewasa merasakan

keterpencilan sosial atau yang disebut Erikson sebagai krisis

keterasingan. Krisis keterasingan dapat terjadi karena pada masa

sebelumnya, individu masih bergantung dengan persahabatan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

orang tua, namun pada masa dewasa awal dihadapkan pada keadaan

untuk bersaing dan hasrat yang kuat untuk mencapai karir.

f. Masa komitmen

Individu dewasa awal akan mengalami perubahan tanggung jawab dari

remaja yang sepenuhnya bergantung pada orang tua menjadi invidu

dewasa yang mandiri. Individu dewasa awal perlu menentukan pola

hidup baru, memikul tanggung jawab baru dan membuat komitmen-

komitmen baru. Pola hidup, tanggung jawab dan komitmen-komitmen

baru mungkin dapat berubah, namun pola-pola ini dapat menjadi

landasan yang akan membentuk pola hidup, tanggung jawab dan

komitmen baru di masa mendatang.

g. Masa ketergantungan

Beberapa individu pada masa dewasa awal yang sudah mandiri dan

tidak bergantung pada orang lain, namun beberapa diantaranya masih

menemui kesulitan ekonomi sehingga harus bergantung pada orang tua

atau bergantung pada beasiswa dari perguruan tinggi untuk dapat

melanjutkan pendidikannya.

h. Masa perubahan nilai

Individu masa dewasa awal harus dapat menerima perubahan nilai

yang terjadi di masyarakat supaya dapat diterima dalam kelompok

orang dewasa termasuk perubahan nilai ketika mereka menjadi orang

tua.

i. Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

Individu masa dewasa awal dihadapkan pada tugas untuk

menyesuaikan diri pada kehidupan pekerjaan dan kehidupan

pernikahan.

j. Masa kreatif

Bentuk kreatifitas yang akan terlihat pada masa dewasa awal adalah

kreatifitas yang bergantung pada minat dan kemampuan individual,

kemampuan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang

memberikan kepuasan sebesar-besarnya. Ada individu yang

menyalurkan kreatifitas melalui hobi, ada yang menyalurkannya

melalui pekerjaan yang memungkinkan untuk menyalurkan ekspresi

kreatifitasnya.

C. COMMUTER MARRIAGE

1. Pengertian Commuter Marriage

Commuter marriage adalah kesepakatan yang dilakukan dengan sukarela

oleh pasangan suami istri yang berada pada dua lokasi geografis yang berbeda

dengan pekerjaan masing-masing dan dipisahkan setidaknya tiga malam dalam

satu minggu selama sesedikitnya tiga bulan (Gerstel dan Gross, 1982).

Istilah lain commuter marriage yang digunakan Stafford (2005) adalah

dual career dual residence (DCDR), yang didefinisikan sebagai individu-

individu yang menikah, dengan atau tanpa anak, yang secara sukarela

mempertahankan kelangsungan hidup pada dua tempat tinggal yang berjauhan,

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

dengan maksud untuk mempertahankan pernikahan, dan keduanya berkomitmen

terhadap karir mereka.

Rhodes (2002) menyatakan bahwa dalam beberapa referensi, commuter

marriage didefinisikan sebagai:

a. pasangan yang melanjutkan karir dengan melibatkan pekerjaan yang

membutuhkan komitmen yang tinggi dan pelatihan khusus dengan tanggung

jawab yang besar (ini mencakup mahasiswa yang melanjutkan tingkat

pendidikan lanjutan).

b. pasangan memutuskan untuk menjaga keberlangsungan kehidupan rumah

tangga pada lokasi yang terpisah secara geografis dengan tujuan untuk

meningkatkan karir pada pasangan tersebut.

Rhodes (2002) juga menambahkan bahwa dengan demikian, sales, pekerja

dengan pekerjaan yang berhubungan dengan perjalanan, personel militer, migran

yang menjadi pekerja, pekerja konstruktif dan pramugari yang meninggalkan

rumah untuk waktu tertentu bukan termasuk dalam definisi commuter marriage.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa commuter marriage

adalah pasangan suami istri dengan atau tanpa anak yang tinggal terpisah secara

geografis karena adanya komitmen yang tinggi terhadap karir dan

mempertahankan pernikahan.

2. Karakteristik Commuter Marriage

Beberapa karakteristik yang membedakan pasangan commuter marriage

dengan pernikahan lainnya (Gerstel & Gross, 1982):

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

a. Lama pasangan tinggal di rumah yang berbeda bervariasi, mulai dari tiga

bulan sampai 14 tahun.

b. Jarak yang memisahkan pasangan tersebut antara 40-2.700 mil

c. Jarak yang bervariasi dari rumah utama, kebanyakan pasangan tersebut

menghabiskan waktu mereka di rumah yang berbeda (salah satu pasangan

di rumah utama dan pasangan lain di rumah lain di tempat lain).

d. Pasangan biasanya melakukan reuni dengan variasi periode waktu yang

berbeda-beda. Beberapa diantaranya melakukan reuni pada akhir pekan

tanpa mempertanyakan kapan akan melakukan reuni selanjutnya.

3. Karakteristik Pernikahan dan Keluarga

Rhodes (2002) menjelaskan karakteristik pernikahan dan keluarga

commuter, antara lain:

a. Adanya atau tidak-adanya kehadiran anak yang tinggal di rumah dalam

keluarga. Rotter, Barnett, & Fawcett (dalam Rhodes, 2002) setuju bahwa

pasangan commuter marriage akan mengalami pola hidup yang lebih

menyulitkan dengan adanya kehadiran anak yang tinggal di rumah.

b. Ketika pasangan setuju untuk melakukan tipe pernikahan seperti ini, salah

satu orang tua biasanya tinggal di rumah bersama dengan anak-anak,

sehingga akan mengemban tanggung jawab, stress, dan jumlah pekerjaan

yang lebih besar, dan orang tua lainnya biasanya akan pindah ke lokasi

yang lebih dekat dengan pekerjaannya (Anderson, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

c. Orang tua yang melakukan perpisahan dengan keluarga dapat lebih fokus

dengan pekerjaannya, namun orang tua yang tinggal dengan anak-anak

biasanya mengambil peran sebagai orangtua tunggal (single parent).

Biasanya orang tua yang tidak melakukan perpisahan akan merasa kecil

hati dengan perubahan dalam tanggung jawab dan pengaturan hidup

(Carter, 1992).

d. Banyak orang tua yang melakukan perpisahan merasakan rasa bersalah

telah berpisah dengan keluarga dan melewatkan bagian-bagian penting

dalam perkembangan anak-anak mereka (Johnson, 1987, Rotter et al.,

1998).

e. Untuk menutupi rasa bersalah mereka, umumnya orang tua tersebut

mengambil langkah-langkah seperti memberikan perhatian secara kualitas

ketika menghabiskan waktu dengan anak-anak mereka, memberikan

model peran alternatif untuk anak-anak dan memberikan kesempatan pada

anak-anak dalam memilih dua tempat tinggal yang berbeda (Jackson et al.,

2000; Rotter et al., 1998).

4. Kelebihan dan Kelemahan pada Pasangan Commuter Marriage

Scoot (2002) menjelaskan ada beberapa alasan mengapa pasangan dengan

dua karir memutuskan untuk memisahkan tempat tinggal mereka. Adapun

kelebihan dari pernikahan dengan tipe ini adalah:

a. Memiliki karir dan pernikahan dalam persamaan hak dalam pernikahan

(Farris, 1978; Gerstel & Gross, 1983).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

b. Memperkuat pernikahan. Beberapa pasangan percaya bahwa perpisahan

dapat memperkuat pernikahan mereka karena perpisahan memberikan

perasaaan akan kesuksesan (Rapoport et al., 1978; Gross, 1980, 1981).

c. Ketika pasangan berpisah, mereka dapat belajar untuk mengadaptasikan

jadwal mereka sesuai dengan kebutuhan mereka.

d. Memberikan waktu kerja yang lebih panjang bagi pasangan.

e. Selama perpisahan, masing-masing pasangan dapat memfokuskan diri

pada pekerjaan mereka, namun pada saat melakukan reuni, mereka

memfokuskan pada penguatan hubungannya dengan pasangan.

f. Pola hidup seperti ini menghasilkan kemampuan baru dan meningkatkan

rasa percaya diri mengenai kemampuan individu (Gerstel & Gross, 1982;

Jackson et al, 2000; Winfield, 1985).

Selain memberikan kelebihan, pola pernikahan ini juga memberikan

beberapa kelemahan, antara lain:

a. Pasangan jarak jauh mempunyai jadwal yang disesuaikan dengan

kebutuhan mereka, yaitu jadwal yang sibuk, bahkan ketika pasangan

saling menjenguk, mereka tetap tidak terlepas dari jadwal yang sibuk. Hal

ini menyebabkan pasangan tidak mampu memperkuat hubungan mereka

bahkan saat mereka sedang berkumpul. Jadwal yang sibuk menyebabkan

rendahnya kepuasan hubungan dan kehidupan keluarga (Bunker, Zubek,

Vanderslice, & Rice, 1992; Govaerts & Dixon, 1988).

b. Biaya yang lebih tinggi yang harus dibayar oleh pasangan ini (Farris,

1978; Gerstel & Gross, 1984), misalnya rekening telepon yang lebih mahal

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

karena hubungan jarak jauh, biaya perjalanan ketika saling mengunjungi

dan biaya-biaya kebutuhan kedua rumah yang ditempati masing-masing

pasangan.

c. Kurangnya kehadiran pasangan, terhambatnya kontak nonverbal

mempengaruhi keintiman dalam hubungan pernikahan jarak jauh.

d. Munculnya kecemasan dan kekhawatiran pada pasangan termasuk

ketakutan untuk hidup terpisah, perceraian dan perselingkuhan (Farrris,

1978). Kekhawatiran ini umumnya muncul pada pasangan yang lebih

muda, namun pada pasangan yang lebih tua lebih banyak mengalami

pengalaman takut akan hidup terpisah dan sedikit cemas mengenai

perceraian dan perselingkuhan (Gerstel & Gross, 1984).

D. KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN COMMUTER

MARRIAGE

Layaknya pasangan suami istri umumnya, pasangan commuter marriage

juga mengharapkan kepuasan dalam pernikahan dan mempunyai penilaian

terhadap kepuasan pernikahan. Pasangan commuter marriage umumnya menganut

peran gender yang lebih egalitarian dibandingkan yang tradisional dalam

pernikahan. Penelitian menunjukkan bahwa pasangan commuter marriage yang

sukses dalam pernikahan adalah pasangan yang menganut peran gender yang

sedikit tradisional dan lebih egalitarian, mereka umumnya mempunyai pendidikan

yang baik, dan terikat dalam rencana dan keputusan bersama dalam membuat

perpisahan (Anderson & Spruill, 1993; Fortysh & Gramling, 1987 dalam Stafford,

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

2005). Perilaku peran gender yang non-tradisional yang biasanya dianut oleh

pasangan commuter marriage adalah suami maupun istri saling berbagi perhatian

terhadap keluarga dan rumah, suami dan istri sepakat bahwa tidak ada pekerjaan

mana yang lebih penting dari pekerjaan lainnya.

Pasangan commuter marriage menyatakan bahwa perjalanan yang

merupakan bagian dari pekerjaan dapat menciptakan stress tambahan untuk

pasangan mereka, khususnya dengan adanya kehadiran anak dalam keluarga

(Roehling & Bultman, 2002). Kehadiran anak mengurangi peran egalitarian yang

biasanya dianut oleh pasangan commuter marriage (Stafford, 2005). Peran non-

tradisional ini tidak berlaku ketika salah satu pasangan melakukan perjalanan,

pasangan yang melakukan perjalanan biasanya akan menyerahkan peran mereka

yang berhubungan dengan keluarga kepada pasangan lain yang tinggal di rumah.

Pasangan yang tidak tinggal bersama anak-anak dapat fokus pada karir,

namun pasangan lain, biasanya istri yang tinggal dengan anak merasakan peran

sebagai orang tua tunggal. Roehling dan Bultman (2002) menambahkan bahwa

istri biasanya mengurangi perjalanan yang berhubungan dengan karir jika adanya

kehadiran anak dalam keluarga. Kehadiran anak meningkatkan tanggung jawab

dan pembagian kerja menurut gender di rumah sehingga membutuhkan peran

dengan waktu yang intensif dari orang tua. Hal ini dapat menyebabkan peran yang

berlebihan dan konflik peran (Barnett & Hyde, 2001 dalam Roehling & Bultman,

2002) serta dapat mempengaruhi performansi di tempat kerja dan di rumah pada

pasangan yang tinggal di rumah (Roehling & Bultman, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

Gerstel dan Gross (dalam Scoot, 2002) yang menyatakan bahwa usia

pernikahan, kehadiran anak, dan durasi perpisahan dan pertemuan kembali karena

pekerjaan memberikan pengaruh yang besar dalam pengalaman menghadapi

perpisahan pada pasangan commuter marriage. Penelitian yang dilakukan oleh

Gerstel dan Gross menunjukan bahwa pasangan yang baru menikah (tanpa

menjelaskan usia pernikahan yang dimaksud), pasangan dengan anak-anak dan

pasangan yang mengunjungi kurang dari dua kali dalam sebulan mengalami

kesulitan menangani perpisahan mereka. Semakin lama usia suatu pernikahan,

semakin besar kemampuan pasangan untuk menghadapi masalah yang muncul

ketika pasangan tidak tinggal bersama (Gerstel dan Gross, 1981, 1982, 1984;

Gross, 1980, 1981 dalam Scott, 2002).

Pasangan commuter marriage yang lebih muda dengan anak yang masih

muda dan pengalaman akan perpisahan yang tidak banyak merupakan pasangan

yang paling rapuh, namun kebanyakan pasangan yang lebih tua dan mempunyai

banyak pengalaman akan perpisahan dengan pasangan, dapat mencoba untuk

beradaptasi terhadap perjalanan dinas karena pekerjaan dan bahkan merasakan

periode yang berturut-turut antara perpisahan dan reuni kembali sebagai suatu hal

yang sangat menarik (Espino et al., 2002; Morrice et al., 1985 dalam Gustafson,

2006). Jadwal pekerjaan yang lebih fleksibel dan sumber penghasilan yang lebih

besar membuat pasangan commuter marriage merasakan kesulitan yang lebih

sedikit (Anderson, 1992 dalam Stafford, 2005). Pasangan yang merasakan

kesulitan dan tetap mencoba untuk melakukan dinas pekerjaan, semakin merasa

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

tidak puas dengan pola hidup seperti itu (Groves & Horm-Wingered, 1991 dalam

Stafford 2005).

E. PARADIGMA PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19285/3/Chapter II.pdf · peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

Membentuk keluarga Mencari pekerjaan

Commuter Marriage

Suami atau istri yang bekerja di

daerah yang terpisah karena

penempatan pekerjaan

Kelebihan Kelemahan

Suami atau istri yang bekerja di

daerah yang sama

Kehadiran anak

suami

istri

Suami melakukan perjalanan karena pekerjaan (tinggal terpisah)

Istri tinggal dengan anak dan meniti karir

Pasangan dual-career

Kepuasan pernikahan

Dewasa Awal

Universitas Sumatera Utara