Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Pendaftaran Tanah
a. Pengertian Pendaftaran Tanah
Menurut Boedi Djatmiko dalam tulisannya tentang Sistem Pendaftaran
Tanah, bahwa didunia ini dikenal ada dua model atau jenis pendaftaran tanah,
yaitu: pertama, disebut dengan model pendaftaran akta atau "registration of
deeds".1 Oleh beberapa penulis menggunakan istilah pendaftaran tanah dengan
stelsel negatif atau pendaftaran tanah negatif dan kedua, pendaftaran hak atau
"registration of title", lazim pula disebut dengan nama pendaftaran dengan
stelsel positif.2
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah adalah
“Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data
fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang - bidang
tanah dan satuan - satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti
haknya bagi bidang - bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas
satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang
- bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan”.
Pendaftaran Tanah berasal dari bahasa Belanda yakni Cadaster yang
berarti rekaman atau record yang menerapkan arti mengenai luas, nilai dan
kepemilikan terhadap suatu bidang tanah.3
Kadaster berarti suatu daftar yang melukiskan semua persil tanah yang
ada dalam suatu daerah berdasarkan pemetaan dan pengukuran yang cermat.4
Pendaftaran tanah yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum
dikenal dengan sebutan rechts cadaster/legal cadaster.Jaminan Kepastian
1 Boediharsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999, hal .463. 2Ibid. hal 463. 3 AP. Parlindungan, Pendaftaran Tanah dan Konfersi Hak Milik Atas Tanah menurut UUPA, Alumni, Bandung,
1988, hal. 2. 4 Darul Badrulzaman, Beberapa Masalah Hukum dalam Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hipoteek serta
Hambatan - Hambatannya dalam Praktek di Medan, Alumni Bandung, 1978, hal. 97.
2
Hukum yang hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah ini, meliputi
kepastian status hak yang didaftar, kepastian subyek hak, dan kepastian obyek
hak.5 Sebagai contoh Negara Kamboja oleh Ray Russel menyebutkan bahwa”
In an interview, the acting director of the department, Mr Lim Voan
(pers. comm. 1995), verified that the principle of landownership is limited to
residential land only, with all other land held as “possession”. In practice, the
distinction has little meaning since the rights of possession appear to be
exclusive, tradable, enforceable, inheritable and enduring. Mr Lim Voan also
suggested that until a cadastral mapping system is in place, accurate survey or
description of land, the means of establishing definitive title, could not be
provided. Towards the end of 1995, a German Technical Co-operation (GTZ)
team commenced working within the Land Titles Department to undertake the
cadastral survey using the Global Positioning System (GPS). This is a huge
undertaking, and detailed cadastral maps of the entire country will take
yearstoconstruct.6
Untuk menjamin kepastian hukum didalam kepemilikan tanah,
Pemerintah Kamboja melakukan terobosan besar didalam proses pendaftaran
tanah yakni memastikan dengan melakukan survei dengan Global Positioning
System (GPS) untuk mendapatkan hasil yang akurat dan terperinci. Dengan
demikian di negara manapun salahsatu tujuan dari pendaftaran tanah adalah
untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada rakyatnya.
Kegiatan pendaftaran tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh pemerintah secara terus menerus dalam rangka menginventarisasikan data
- data berhubungan dengan hak - hak atas tanah menurut Undang – Undang
Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah, sedangkan pendaftaran hak atas
tanah yang bersangkutan dan dilaksanakan secara terus menerus setiap ada
peralihan hak – hak atas tanah tersebut menurut Undang - Undang Pokok
Agraria dan Peraturan Pemerintah guna mendapatkan sertipikat tanda bukti
tanah yang kuat. Dalam memenuhi kebutuhan ini pemerintah melakukan data
penguasaan tanah terutama yang melibatkan para pemilik tanah.7Sesuai dengan
Pasal 19 Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok - Pokok Agraria dalam Pasal 19 menyatakan diselenggarakannya
pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum, yakni:
5 Urip Santoso, Op.Cit, hal. 278. 6Ray Russell, (1997),"Land law in the kingdom of Cambodia", Property Management, Vol. 15 Iss 2 pp. 109. 7Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, Jakarta, Maret 1989, hal 3.
3
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun
dan hak - hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak - pihak yang
berkepentingan, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang
tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Menurut
Pasal 3 dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
data yang tersedia di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya
bersifat terbuka bagi umum yang berkepentingan.
Di dalam Pendaftaran Tanah dilandasi adanya asas - asas yang menopang
sendi pendaftaran tanah tersebut yakni;
1. Asas Sederhana adalah ketentuan pokok dan prosedurnya mudah
dipahami.
2. Asas Aman adalah Pendaftaran Tanah perlu diselenggarakan secara
teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan
kepastian hukum sesuai tujuan Pendaftaran Tanah.
3. Asas Terjangkau adalah terjangkau oleh pihak - pihak yang
membutuhkan, khususnya golongan ekonomi lemah.
4. Asas Mutakhir adalah kelengkapan yang memadai dalam
pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan
datanya.Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang
mutakhir dan karenanya jika terjadi perubahan data wajib didaftar.
5. Asas Terbuka adalah data yang tersedia harus terbuka untuk umum.
b. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah
Adapun dasar hukum Pendaftaran Tanah di Indonesia diatur dalam Pasal
19 UUPA, kemudian dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah No. 10/1961
(PP 10/1961) yang mulai berlaku pada tanggal 23 Maret 1961, dan setelah
diberlakukan selama 36 tahun, untuk menyempurnakan kekurangan dari
Peraturan Pemerintah yang sebelumnya yang dinilai dalam pelaksanaanya
4
masih banyak kekurangan maka digantikan dengan Peraturan Pemerintah No.
24 Tahun 1997 (PP 24/1997), yang diundangkan pada tanggal 8 Juli 1997 dan
berlaku efektif sejak 8 Oktober 1997.
Guna melengkapi dan dalam pelaksanaannya di wilayah kesatuan
Republik Indonesia ini maka dikeluarkan juga Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997
(PMNA/Ka.BPN No. 3/1997) tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan
tersebut diatas diharapkan mampu memberikan perlindungan hukum, jaminan
kepastian hukum bagi para pemegang hak atas tanah, ataupun orang maupun
badan hukum yang akan melakukan proses Pendaftaran Tanah.
Kepastian hukum subyek berarti bahwa hak yang terdaftar dalam daftar
umum dijamin akan kebenarannya sebagai pemegang hak yang sah dan
sebenarnya yang pemiliknya didasarkan atas asas itikad baik. Sedangkan
jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, memerlukan tersedianya
hukum yang tertulis lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten
sesuai dengan tujuan dan isi ketentuan - ketentuannya
Ada empat alasan pokok dibuatnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997, sebagaimana yang dimuat dalam Penjelasan Umumnya, yaitu
a. Peranan Tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan, baik untuk
bermukim maupun kegiatan usaha dalam Pembangunan Jangka
Panjang Kedua akan semakin meningkat, dan meningkat pula
kebutuhan akan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang
pertanahan.
b. Pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 selama lebih 35 tahun belum
memberikan hasil yang memuaskan dan sekitar 55 juta bidang
tanah hak yang memenuhi syarat untuk didaftar, baru kurang lebih
16,3 juta bidang tanah yang didaftar.
c. Kendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah terletak pada
kekurangan anggaran, alat dan tenaga, bidang tanah yang
jumlahnya besar dan tersebar di wilayah luas dan sebagian besar
5
penguasaannya tidak didukung oleh alat - alat pembuktian yang
mudah dan dapat dipercaya kebenarannya.
d. Ketentuan hukum untuk dasar pelaksanaannya dirasakan belum
cukup memberikan kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran
tanah dalam waktu yang singkat dan hasil yang lebih memuaskan.
c. Sistem Pendaftaran Tanah.
Dalam pendaftaran tanah dikenal adanya dua macam sistem pendaftaran
tanah, yaitu Sistem pendaftaran akta (registration of deeds) dan Sistem
pendaftaran hak (registration of titles). Sistem pendaftaran tanah
mempermasalahkan apa yang didaftar, bentuk penyimpanan dan penyajian
yuridisnya, serta bentuk dan tanda buktinya.
Sistem pendaftaran akta (registration of deeds) yaitu akta - akta yang
didaftar oleh Pejabat Pendaftaran Tanah (PPT).Disini Pejabat pendaftaran
tanah bersifat pasif, maksudnya bahwa dia tidak melakukan pengujian
kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar.Tiap kali terjadi
perubahan wajib dibuatkan akta sebagai buktinya.Maka dalam sistem ini data
yuridis yang diperlukan harus dicari dalam akta - akta yang bersangkutan.
Sistem pendaftaran hak (registration of titles), dalam sistem pendaftaran
hak ini, setiap penciptaan hak baru dan perbuatan - perbuatan hukum yang
menimbulkan perubahan, juga harus dibuktikan dengan suatu akta.Tetapi
dalam penyelenggaraan pendaftarannya, bukan aktanya yang di daftar
melainkan haknya.Data tanah disimpan dalam buku tanah (register).Dalam
pendaftaran hak ini, Pejabat Pendaftaran Tanah (PPT) harus bersikap aktif
dalam memindahkan data. Sebagai tanda bukti hak, maka diterbitkan
sertipikat, yang merupakan salinan register, yang terdiri dari salinan buku
tanah yang dilampiri surat ukur yang dijilid menjadi satu dalam sampul
dokumen. Sistem pendaftaran tanah yang digunakan di Indonesia adalah sistem
pendaftaran hak (registration of titles), sebagaimana digunakan dalam
penyelenggaraan tanah menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961,
bukan sistem pendaftaran akta.Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang didaftarkan adalah Haknya.
6
Hal tersebut tampak adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat
data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya
sertipikat sebagai surat tanda bukti. Baik dalam pendaftaran pertama kali
maupun dalam kegiatan pemeliharaan data, yang didaftar adalah Akta, yaitu
akta yang menciptakan hak baru maupun akta yang membuktikan adanya
pemindahan hak atau pembebanan hak.Didaftar dalam Register Akta (Daftar
Isian).Data yuridis disimpan dan disajikan dalam bentuk Akta, sedangkan data
fisik disimpan dan disajikan dalam bentuk Surat Ukur dan Peta
Pendaftaran.Tanda bukti haknya adalah Akta dan Surat Ukur.Dalam sistem
Pendaftaran Hak yang di daftar adalah Haknya, hak yang diciptakan dan
perubahan - perubahannya kemudian.Akta merupakan sumber datanya yang
didaftar bukan aktanya, melainkan haknya di daftar dalam Register (Buku
Tanah).Data yuridis disimpan dan disajikan dalam bentuk Buku Tanah,
sedangkan data fisik disimpan dan disajikan dalam bentuk Surat Ukur dan Peta
Pendaftaran.Tanda bukti haknya adalah Sertipikat (Salinan dari Register Buku
Tanah dan Surat Ukur).
Sertipikat memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dalam Pasal 32 ayat 1
diberikan penjelasan resmi mengenai arti dan persyaratan pengertian “berlaku
sebagai alat pembuktan yang kuat”. 8Dijelaskan bahwa sertipikat merupakan
surat tanda bukti hak yang berlakusebagai alat pembuktian yang kuat mengenai
data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan
data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku
tanah yang bersangkutan. 9 Ini berarti bahwa selama tidak dapat dibuktikan
sebaliknya, data fisik dan data yuridis, yang tercantum didalamnya adalah
benar.
d. Sistem Pendaftaran Tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah,sistem kita adalah sistem negatif yang mengandung unsur positif.Hal ini
8 Boediharsono, Hukum Agraria Indonesia , Opcit, hal 464. 9Ibid, hal 464.
7
juga tersirat dari Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok - Pokok Agraria (UUPA). Sistemnya bukan negatif murni, karena
dinyatakan dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA, bahwa pendaftaran
menghasilkan surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat. Demikian juga dinyatakan dalam dalam Pasal 23 ayat
2, Pasal 32 ayat 2 dan Pasal 38 ayat 2 UUPA dan penjelasannya. Sistem
publikasi yang negatif murni tidak akan menggunakan sistem pendaftaran hak,
juga tidak akan ada pernyataan seperti dalam Pasal l UUPA tersebut.
Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa Pemerintah sebagai
penyelenggara pendaftaran tanah harus berusaha agar sejauh mungkin dapat
disajikan data yang benar dalam buku tanah dan peta pendaftaran.Selama tidak
dibuktikan sebaliknya, data yang disajikan dalam buku tanah dan peta
pendaftaran harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan
hukum sehari - hari maupun dalam berperkara di pengadilan.Demikian juga
data yang dimuat dalam sertipikat hak, sepanjang data tersebut sesuai dengan
Buku Tanah dan Peta Pendaftaran.
e. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Pelaksanaan pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 11 sampai Pasal 56
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yakni
meliputi :
1. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (initiaregistration),
yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui
pendaftaran tanah secara sistematik dan pendafataran tanah secara
sporadik.
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua
obyek pendaftaran tanah yang belum di daftar dalam wilayah atau bagian
wilayah desa/kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik
diselenggarakan pemerintah berdasarkan pada suatu rencana jangka
8
panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah - wilayah yang
ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional, dalam hal ini suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai
suatu wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, maka pendaftarannya
dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara positif.
Pendaftaran tanah secara sporadik merupakan kegiatan pendaftaran
tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran
tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara
individual atau masal.Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan
atas permintaan pihak yang berkepentingan yaitu pihak yang berhak atas
obyek.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :
a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik
b. Pembuktian hak dan pembukuannya
c. Penerbitan sertipikat
d. Penyimpanan data fisik dan data yuridis
e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen
2. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah untuk menyesuaikan
data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah,
daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertipikat dengan
perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. Perubahan tersebut
seperti yang tercantum dalam Pasal 94 Peraturan Menteri
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah yaitu :10
a. Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilaksanakan dengan
pendaftaran perubahan data fisik atau datayuridis obyek
pendaftaran tanah yang telah didaftardengan mencatatnya di
dalam daftar umum sesuai dengan ketentuan di dalam peraturan
ini.
10 Boediharsono, Himpunan Peraturan Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Penyusunan, Isi, dan
Pelaksanaannya, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1973, hal. 623.
9
b. Perubahan data yuridis sebagaimana dimaksud padaayat (1)
berupa :
1) Peralihan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya.
2) Peralihan hak karena pewarisan.
3) Peralihan hak karena penggabungan atau peleburan
perseroan atau koperasi.
4) Pembebanan hak tanggungan.
5) Hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan, hak milik
atas satuan rumah susun dan hak tanggungan.
6) Pembagian hak bersama.
7) Pengubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan
pengadilan
8) Perubahan nama akibat pemegang hak yang ganti nama,
perpanjangan jangka waktu hak atas tanah.
c. Perubahan data fisik sebagaimana yang dimaksud padaayat (1)
berupa :
1) Pemecahan bidang tanah
2) Pemisahan sebagian atau beberapa bagian dari bidang
tanah
3) Penggabungan dua atau lebih bidang tanah
Sistem pendaftaran tanah mempermasalahkan mengenai apa yang didaftar,
bentuk penyimpanan dan penyampaian data yuridisnya serta bentuk tanda bukti
haknya.
2. Tinjauan Umum tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Pada era 1960 sejak berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria
(UUPA), Badan Pertanahan Nasional mengalami beberapa kali pergantian
penguasaan dalam hal ini kelembagaan. Tentunya masalah tersebut
berpengaruh pada proses pengambilan kebijakan. Ketika dalam naungan
Kementerian Agraria sebuah kebijakan diproses dan ditindaklanjuti dari
10
struktur Pimpinan Pusat sampai pada tingkat Kabupaten, ketika dalam naungan
Departemen Dalam Negeri hanya melalui Dirjen Agraria.Disamping itu secara
kelembagaan Badan Pertanahan Nasional mengalami perubahan struktur
kelembagaan yang rentan waktunya sangat pendek.
Pada awal berlakunya UUPA, semua bentuk peraturan tentang
pertanahan termasuk Peraturan Pemerintah masih di keluarkan oleh Presiden
dan Menteri Muda Kehakiman. Kebijakan itu ditempuh oleh pemerintah
karena pada saat itu Indonesia masih mengalami masa transisi.
Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.
DalamPeraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 10 Tahun 2006 Badan
Pertanahan Nasional menyelenggarakantugas :
1. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan;
2. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;
3. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;
4. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;
5. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di
bidang pertanahan;
6. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian
hukum;
7. Pengaturan dan penetapan hak - hak atas tanah;
8. Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan
wilayah - wilayah khusus;
9. Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik
negara/daerah bekerjasama dengan Departemen Keuangan;
10. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;
11. Kerjasama dengan lembaga - lembaga lain;
12. Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program
di bidang pertanahan;
13. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;
14. Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di
bidang pertanahan;
15. Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan;
11
16. Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;
17. Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang
pertanahan;
18. Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;
19. Pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang
pertanahan;
20. Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau
badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
21. Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud tersebut diatas, Badan
Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi:
1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional.
2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi
tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.
3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship).
4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah - daerah korban bencana
alam dan daerah-daerah konflik.
5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik
pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.
6. Membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS), dan
sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.
7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat.
8. Membangun data base pemilikan dan penguasaan tanah skala besar.
9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan
Pertanahan yang telah ditetapkan.
10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional.
11. Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan
pertanahan.
12
3. Tinjauan Umum tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
a. Pengertian PPAT
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang dimaksud
dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Umum yang
diberi kewenangan untuk membuat akta - akta otentik mengenai perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun.
Selain itu dalam Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda - Benda Yang Berkaitan Dengan
Tanah dijelaskan bahwa yang disebut dengan PPAT adalah pejabat umum
yang diberikan wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah,
akta pembebanan hak atas tanah dan akta pemberi kuasa pembebanan hak
Tanggungan menurut Peraturan Perundang - undangan yang berlaku.
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Umum yang diberi
kewenangan untuk membuat akta - akta tanah tertentu sebagaimana yang
diatur dalam peraturan perundang - undangan yang bersangkutan, yaitu akta
pemindahan dan pembebanan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun, dan akta pemberian kuasa untuk Hak Tanggungan.11
PPAT mempunyai tugas yang penting dan strategis dalam
penyelenggaraan pendaftaran tanah yaitu membuat akta peralihan hak atas
tanah.Tanpa bukti berupa akta PPAT, para kepala Kantor Pertanahan dilarang
mendaftar perbuatan hukum yang bersangkutan.12Demikian juga menurut PP
No.24 Tahun 1997 menghendaki perjanjian jual beli tanah harus dibuat dalam
bentuk akta autentik yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang yakni
PPAT.13 Orang yang melakukan jual beli tanpa dibuktikan dengan akta PPAT
tidak akan dapat mendapatkan sertipikat.14
Akta PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data
Pendaftaran Tanah. 15 Maka wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
11Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Op.Cit, hal. 486. 12 Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia Op.Cit, hal. 478. 13 Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal. 127. 14Ibid, hal. 127. 15 Adrian Sutedi, Opcit, hal. 143.
13
dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan dan pembebanan hak
yang bersangkutan.Oleh karena itu, PPAT bertanggung jawab untuk
memeriksa syarat-syarat sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan.16
Fungsi Akta PPAT yang dibuat oleh para pihak melalui Pejabat Umum
ini dibuat sebagai bukti, bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum para
pihak.Berdasarkan PeraturanPemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), PPAT dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu :
1) Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
PPAT adalah pejabat umum yang diberikan wewenang untuk
membuat akta - akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu
mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun,
yang menjadi PPAT disini adalah Notaris atau mantan pejabat Badan
Pertanahan Nasional setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh
Badan Pertanahan Nasional.
2) PPAT Sementara.
PPAT Sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena
jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta
PPAT didaerah yang belum cukup terdapat PPAT.
3) PPAT Khusus.
PPAT Khusus adalah Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk
karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat
akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas
pemerintah tertentu. PPAT Khusus hanya berwenang membuat akta
mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam
penunjukannya.
16Ibid, hal. 143.
14
b. Dasar Hukum yang berhubungan dengan PPAT
1) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
Ketentuan PPAT diatur dalam Pasal 19 Undang Undang nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria yang
menyatakan bahwa :
a) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan
Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan - ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
b) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal ini meliputi :
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukaan tanah;
b. Pendaftaran hak - hak atas tanah dan peralihan hak - hak
tersebut;
c. Pemberian surat - surat tanda bukti hak, yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat.
c) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan
Negara dan Masyarakat, keperluan lalu - lintas sosial ekonomis
serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan
Menteri Agraria.
d) Dalam Peraturan pemerintah diatur biaya - biaya yang
bersangkutan dengan yang tidak mampu dibebaskan dari
pembayaran biaya - biaya tersebut, dalam Peraturan tersebut
PPAT berfungsi sebagai pembuat akta yang bermaksud
memindahkan hak atas tanah, memberikan hak baru atau
membebankan hak atas tanah, dalam rangka pendaftarannya.
2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.
PPAT sebagai pejabat umum yang ditegaskan dalam Pasal 1
angka 4 Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan atas tanah beserta benda - benda yang berkaitan dengan
tanah disebutkan bahwa : “Pejabat Pembuat Akta Tanah yang
15
selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi
wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta
pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan
Hak Tanggungan menurut peraturan perundang - undangan yang
berlaku”.
Undang - undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah
pejabat umum dan berwenang membuat akta otentik. Akta otentik
yang dimaksud menurut Pasal 1868 KUHPerdata adalah :
“suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang
ditetapkan oleh Undang - Undang, dibuat oleh atau dihadapkan
pejabat umum yang berkuasa untuk di tempat di mana akta
dibuatnya”.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah
Pengaturan tentang PPAT dalam PP Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah dituangkan dalam Pasal 37 menegaskan
bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah
susun melalui jual - beli, tukar - menukar, hibah, pemasukan dalam
perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, ini merupakan landasan
yuridis pengaturan tentang PPAT di Indonesia. Pasal 1 disebutkan
bahwa :
“PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk
membuat akta - akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu
mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun”.
16
PPAT sebagai pejabat yang berwenang membuat akta otentik
peralihan hak atas tanah diangkat dan diberhentikan oleh menteri
yang bertanggung jawab di bidang agraria/pertanahan. Segala hal
yang menyangkut tugas dan wewenang PPAT ditegaskan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dituangkan pada tanggal
5 Maret 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3746).
Akta yang dibuat PPAT sebagai pejabat umum merupakan akta
otentik. PPAT sebagai pejabat umum yang bertugas di bidang
pelaksanaan sebagian kegiatan pendaftaran tanah, yang dimaksud
adalah:
a) Notaris;
b) Camat (penunjukan sebagai PPAT sementara);
c) Kepala Kantor Pertanahan (penunjukan sebagai PPAT khusus);
5) Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan
Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah
Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang
Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah sebagai pengganti dari
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 4 Tahun
1999 tentang Pelaksanaan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
c. Tugas Pokok dan Kewenangan PPAT
Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 menetapkan
bahwa :
“Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan
dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk
melaksanakan kegiatan - kegiatan tertentu menurut Peraturan
Pemerintah ini dan Peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.”
17
Pasal 6 ayat (2) ini hanya disebutkan kegiatan - kegiatan tertentu,
tidak disebutkan secara tegas kegiatan - kegiatan apa dalam pendaftaran
tanah yang menjadi tugas PPAT untuk membantu kepala kantor
pertanahan Kabupaten/Kota.
Tugas pokok PPAT dalam membantu pelaksanaan pendaftaran
tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan ditetapkan dalam Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu :
1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran
tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan
oleh perbuatan hukum itu.
2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebagai berikut :
a) Jual beli;
b) Tukar Menukar;
c) Hibah;
d) Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e) Pembagian hak bersama;
f) Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak
Milik;
g) Pemberian Hak Tanggungan;
h) Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan
Kewenangan PPAT diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah, yaitu :
1) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat akta
otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan Hak Milik atas
Satuan Rumah Susun yang terletak di daerah kerjanya.
18
2) PPAT Khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan
hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
tanah menetapkan bahwa perbuatan hukum mengenai hak atas tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dibuktikan dengan akta PPAT,
yaitu :
1) Jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan,
dibuktikan dengan akta PPAT diatur dalam Pasal 37 ayat (1).
2) Peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi
yang didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang
bergabung atau melebur dibuktikan dengan akta PPAT diatur dalam
Pasal 43 ayat (2).
3) Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun, pembebanan Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai dan Hak Sewa untuk bangunan atas Hak
Milik dibuktikan dengan akta PPAT diatur dalam Pasal 44 ayat (1).
d. Kewajiban PPAT
Adapun Kewajiban PPAT sebagaimana yang diatur dalam Pasal 45
Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemeritah nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah :
1) Menjunjung tinggi Pancasila, UUD 1945 dan Negara Republik
Indonesia.
2) Mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai
PPAT.
3) Menyampaikan laporan bulanan kepada Kepala Kantor Pertanahan,
Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi
dan Bangunan.
4) Menyerahkan Protokol PPAT dalam hal berhenti dari jabatannya
atau melaksanakan cuti.
5) Membebaskan uang jasa bagi yang tidak mampu.
19
6) Membuka kantor setiap hari kerja kecuali cuti atau hari libur resmi.
7) Berkantor hanya di 1 kantor dalam daerah kerja sesuai dengan
keputusan pengangkatan PPAT.
8) Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, contoh paraf dan
teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah,
Bupati/Walikota, Ketua Pengadilan Negeri dan Kepala Kantor
Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT.
9) Melaksanakan Jabatannya secara nyata setelah pengambilan sumpah.
10) Memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan
ukurannya ditetapkan oleh Kepala Kantor Badan Pertanahan.
Kewajiban lain yang harus dilaksanakan oleh PPAT, satu bulan setelah
pengambilan sumpah jabatan ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
yaitu :
1. Menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf, dan
cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II,
Ketua Pengadilan Negeri, dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya
meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan.
2. Melaksanakan jabatannya secara nyata. PPAT harus berkantor di satu
suatu kantor dalam daerah kerjanya dan wajib memasang papan nama
sertamenggunakan stempel yang bentuk dan ukurannya ditetapkan oleh
Kepala Kantor Badan Pertanahan. Selanjutnya akta PPAT dibuat dengan
bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Badan Pertanahan, serta semua
jenis akta diberi satu nomor urut yang berulang pada permukaan tahun
takwim. Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli sebanyak 2 (dua) lembar,
yaitu:
a) Lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang
bersangkutan.
b) Lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih menurut banyaknya
hak atas tanah atau satuan rumah susun yang menjadi obyek perbuatan
hukum dalam akta, yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk
keperluan pendaftaran, atau dalam hal akta tersebut mengenai
20
pemberian kuasa membebankan hak tanggungan, disampaikan kepada
pemegang kuasa untuk dasar pembuatan akta pemberian hak
tanggungan, dan kepada pihak yang berkepentingan dapat diberikan
salinannya.
Setiap lembar akta PPAT asli yang disimpan oleh PPAT harus dijilid
sebulan sekali dan setiap jilid terdiri dari 50 lembar akta dengan jilid
terakhir dalam setiap bulan memuat lembar - lembar akta sisanya.Pada
sampul bukuakta asli penjilidan akta - akta itu dicantumkan daftar akta
didalamnya yang memuat nomor akta, tanggal pembuatan akta dan jenis
akta.
Berdasarkan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah ditegaskan bahwa
PPAT harus membuat satu daftar untuk semua akta yang dibuatnya. Buku
daftar akta PPAT diisi setiap akhir hari kerja dengan garis tinta yang
diparaf oleh PPAT yang bersangkutan. PPAT berkewajiban mengirim
laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya, yang diambil dari buku
daftar akta PPAT kepada Kepala Kantor Pertanahan dan kantor - kantor
lain sesuai ketentuan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang
berlaku selambat - lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
PPAT harus dapat melaksanakan tugas yang diembannya dengan
sebaik - baiknya, karena dalam Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah telah ditetapkan sanksi bagi PPAT
yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan-ketentuan
yang berlaku serta petunjuk dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
Sanksi yang dikenakan berupa tindakan administratif, berupa teguran
tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya dengan tidak mengurangi
kemungkinan dituntut ganti rugi oleh pihak - pihak yang menderita
kerugian yang diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan tersebut.
Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menegaskan bahwa :
Ayat (1) menyebutkan :
“selambat - lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya
akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya
21
berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan
untuk didaftar.”
Ayat (2) menyebutkan :
“PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai telah
disampaikannya akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada para pihak
yang bersangkutan”.
Hal tersebut jelas bahwa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh PPAT
guna membantu kelancaran proses pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan.
e. Akta PPAT
Akta PPAT menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah :
“Akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakannya
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun.”
Pasal 38 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan bahwa :
“Bentuk, Isi dan cara pembuatan akta - akta PPAT diatur oleh Menteri.”
Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah :
Pasal 21 ayat (1) :
“Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri.”
Pasal 24 :
“Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan akta
PPAT diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Pendaftaran
Tanah.”
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
nomor 3 tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah :
Pasal 96 ayat (1) :
22
“Bentuk - bentuk akta yang dipergunakan di dalam pembuatan akta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan (2) dan cara
pengisiannya sebagaimana tercantum dalam lampiran 16-23, terdiri dari:
Akta Jual Beli, Akta Tukar Menukar, Akta Hibah, Akta Pemasukan Ke
Dalam Perusahaan, Akta Pembagian Hak Bersama, Akta Pemberian Hak
Tanggungan, Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai Atas Tanah
Hak Milik, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.”
Pasal 96 ayat (2) :
“Pembuatan akta sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan
(2) harus dilakukan dengan menggunakan formulir sesuai dengan bentuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”
Pasal 96 ayat (3) :
“Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 95 ayat (1) dan pembuatan akta pemberian hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2) tidak dapat dilakukan
berdasarkan akta yang pembuatannya melanggar ketentuan pada ayat (2).”
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 23 tahun 2009
tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 1
tahun 2006 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 37
tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah :
Pasal 51 ayat (1) :
“Blangko akta PPAT dibuat dan diterbitkan oleh Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia.”
Pasal 51 ayat (2) :
“Blangko akta PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
diperoleh oleh PPAT, PPAT Pengganti, PPAT Sementara atau PPAT
Khusus.”
4. Tinjauan Umum tentang Hak –Hak Atas Tanah
Ciri khas dari Hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas
tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah
yang menjadi haknya. Hak atas tanah adalah hak untuk mempergunakan
23
tanahnya saja, sedangkan benda - benda lain di dalam tanah umpamanya bahan
- bahan mineral, minyak dan lain - lainnya tidak termasuk.
Sebagaimana sudah kita ketahui bahwa dalam ketentuan Undang -
undang nomor 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria secara jelas
menyebutkan dalam Pasal 9, bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang
boleh mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan air, bumi, dan ruang
angkasa. 17
Pasal 9 UUPA tersebut tidak membedakan antara laki - laki dan wanita &
sesama warga Negara Indonesia baik asli maupun keturunan, sama berhak
untuk mempunyai hak - hak atas tanah.
Pasal 50 ayat (1) ditentukan bahwa ketentuan-ketentuan lebih lanjut
mengenai hak milik diatur dengan undang - undang.Adanya ketentuan ini,
sebagaimana disebutkan dalam undang - undang ini hanya dimuat pokok -
pokoknya saja dari hukum agraria yang baru. Misal dalam hal ini menurut Urip
Santoso Peralihan Hak milik menurut UUPA, yaitu Hak milik dapat beralih
dan dialihkan kepada pihak lain.18
Maria S.W. Sumardjono yang dikatakan hak atas tanah adalah sebagai
suatu hubungan hukum didefinisikan sebagai hak atas permukaan bumi yang
memberi wewenang kepada pemegangnya untuk menggunakan tanah yang
bersangkutan, beserta tubuh bumi dan air serta ruang diatasnya, sekadar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan
tanah itu, dalam batas - batas menurut UUPA dan peraturan hukum lainnya.19
Dalam sistem UUPA, yang mempunyai hak tertinggi atas tanah adalah
bangsa Indonesia sebagai karunia Tuhan, untuk melaksanakan tugas tersebut,
Negara Republik Indonesia diberi wewenang untuk :20
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan,
dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa;
b. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dan bumi air,
dan ruang angkasa;
17AP. Parlindungan, Konversi Hak‐hak Atas Tanah,Mandar Maju, Bandung, 1990, hal. 6. 18 Urip Santoso, Op.Cit, hal.93. 19Maria S.W. Sumardjono, Tanah dalam Perspektif hak Ekonomi Sosial dan Budaya,Kompas, Jakarta, 2008, hal.
128. 20Sri Sayekti, Hukum Agraria Nasional, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2000hal.20.
24
c. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dan perbuatan
hukum mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
Hak Negara seperti itu disebut hak menguasai, atas dasar hak tersebut,
Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia berwenang
memberikan berbagai hak atas tanah kepada orang perseorangan atau perlu
diupayakan penyeragaman sesuai dengan hak - hak atas tanah yang diatur
dalam UUPA. Hak - hak atas tanah yang belum sesuai dengan UUPA harus
dikonversi menjadi hak - hak atas tanah yang diatur dalam UUPA.
Hak atas tanah memberikan wewenang kepada yang berhak untuk
menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.Selain itu,
yang berhak juga dibebani berbagai kewajiban yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat.
Urip Santoso menyebutkan bahwa dari segi asal tanahnya, hak atas tanah
dibedakan menjadi 2 kelompok:21
a. Hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu hak atas tanah yang berasal dari
tanah negara. Macam – macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas tanah Negara , Hak Pakai atas tanah
Negara
b. Hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu hak atas tanah yang berasal
dari tanah pihak lain. Macam – macam hak atas tanah ini adalah Hak Guna
Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan,Hak Guna Bangunan atas tanah hak
milik, Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai atas tanah hak
milik, Hak sewa untuk Bangunan, Hak Gadai(Gadai tanah), Hak Usaha
Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang, Hak Sewa Tanah
Pertanian.
Pasal 16 UUPA menyebutkan bahwa hak atas tanah terdiri dari:
1) Hak milik,
2) Hak guna - usaha,
3) Hak guna - bangunan,
4) Hak pakai,
5) Hak sewa,
21Urip Santoso, Hukum Agraria, Kencana PrenadaMedia Group, Jakarta, 2012,hal 91.
25
6) Hak membuka tanah,
7) Hak memungut – hasil - hutan,
8) Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang
ditetapkan dengan undang - undang.
Pasal 16 UUPA merupakan pelaksanaan dari ketentuan dalam Pasal 4.
Sesuai dengan asas yang diletakkan dalam Pasal 5, bahwa hukum pertanahan
nasional didasarkan pada hukum adat maka penentuan hak-hak atas tanah dan
air dalam Pasal ini didasarkan pula atas sistematik dari hukum adat. Hak guna
usaha dan Hak Guna Bangunan diadakan untuk memenuhi keperluan
masyarakat modern saat ini.
Pasal ini juga disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan
merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil
hutan karena hak–hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan
atau mengusahakan tanah tertentu.Kedua hak tersebut tetap dicantumkan
dalam Pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan
sistematikanya dengan sistematika hukum adat.Kedua hak tersebut merupakan
pengejawantahan (manifestasi) dari hak ulayat.
Selain hak – hak atas tanah yang disebut dalam Pasal 16, dijumpai juga
lembaga – lembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah
Nasional diberi sifat “sementara”. Hak – hak yang dimaksud antara lain :
1. Hak gadai,
2. Hak usaha bagi hasil,
3. Hak menumpang,
4. Hak sewa untuk usaha pertanian.
Hak – hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti
sifatnya akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak – hak tersebut
menimbulkan pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi
lemah (kecuali hak menumpang).Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan asas–
asas Hukum Tanah Nasional (Pasal 11 ayat 1). Selain itu, hak – hak tersebut
juga bertentangan dengan jiwa dari Pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah
pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri secara aktif
oleh orang yang mempunyai hak. Apabila tanah tersebut digadaikan maka
yang akan mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak
26
menumpang dimasukkan dalam hak – hak atas tanah dengan eksistensi yang
bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA menganggap hak
menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan dengan asas dari
hukum agraria Indonesia.
Satu - satunya yang mempunyai kewenangan untuk memutuskan
pencabutan hak atas tanah dan atau benda - benda yang ada diatasnya adalah
Presiden sebagai eksekusi tertinggi Negara setelah mendengar pertimbangan
Menteri Agraria (Kepala Badan Pertanahan Nasional) Menteri Kehakiman dan
Menteri yang bersangkutan.22
a. Hak Milik
Hak milik menurut Pasal 20 ayat 1 UUPA adalah hak turun - temurun,
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat
ketentuan Pasal 6 yakni fungsi sosial. Turun - temurun menunjukkan bahwa
hak tersebut dapat berlangsung terus selama pemilik masih hidup dan jika dia
meninggal dunia, hak tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang
memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik.23
Orang yang mempunyai hak milik dapat bertindak menurut kehendak
sendiri, asal saja tidak melanggar Hukum Adat setempat dan tidak melampaui
batas-batas yang diadakan oleh Pemerintah.24
Sri Sayekti mengatakan hak milik dapat beralih atau dialihkan. Beralih
adalah pemindahan hak milik kepada pihak lain karena pemiliknya meninggal
dunia. Hak milik juga dapat terjadi karena penetapan pemerintahPemerintah
memberikan hak milik atas tanah yang langsung dikuasai oleh Negara
berdasarkan suatu permohonan. Berkaitan dengan uraian diatas Ridwan Halim
dalam bukunya menyebutkan mengenai keabsahan dan kehalalan hak milik,
telah dikenal dua asas, pertama asas “ Nemo plus juris transfere potest quam
ipse habet”, artinya tidak seorangpun dapat mengalihkan atau memberikan
sesuatu kepada orang lain melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai.
Kedua asas“Nemo sibi ipse causam possesionis mutare potest”, artinya tidak
22I Wayan Suandra, Hukum Pertanahan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal. 15. 23 Urip Santoso, Op.Cit, hal.92. 24 Eddy Ruchiyat, Politik Pertanahan Nasional sampai Orde Reformasi, Alumni, Bandung, 1999, hal. 37.
27
seorangpun dapat mengubah dirinya atau kepentingan pihaknya sendiri, tujuan
dari penggunaan objek miliknya.25Hak milik juga dapat terjadi karena undang -
undang, yaitu melalui konversi (perubahan).26
Curzon mendefinisikan hak milik dengan property yakni :
The Following are examples of many definitions of “property” The
Highest Right men have to anything” ; ”a right over determinate thing either
tract of land or achattel ; “an exclusive right to control economic good”. “An
aggregate of rights guaranteed and protected by goverment”, “ everything
which is the subject of ownership”, “a social institution where by people
regulate the acquisition and use of the resources of our environment according
to a system of rules”, “ a concept thet refers to the rights, obligations
privileges and restrictions that govern the relations of men with respectto
things of value”27
Hak milik sangatlah penting bagi manusia untuk mendapatkan hidupnya
didunia.Semakin tinggi nilai hak milik atas suatu benda, semakin tinggi pula
penghargaan yang diberikan terhadap benda tersebut. Tanah adalah salah satu
milik yang sangat berharga bagi umat manusia, demikian pula untuk bangsa
Indonesia
Subyek Hak Milik :
1) Perseorangan yaitu hanya Warga Negara Indonesia yang dapat
mempunyai Hak Milik (Pasal 21 ayat 1 UUPA). Ketentuan ini
menentukan perseorangan yang hanya berkewarganegaraan
Indonesia yang dapat memiliki tanah Hak Milik.
2) Badan – Badan Hukum yaitu Pemerintah menetapkan badan-
badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik dan syarat-
syaratnya (Pasal 21 ayat (2) UUPA).
Badan- badan hukum yang dapat mempunyai tanah Hak Milik
menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963
tentang Penunjukan Badan-badan Hukum yang dapat mempunyai
Hak Milik Atas Tanah, yaitu bank-bank yang didirikan oleh
negara (bank negara), koperasi pertanian, badan keagamaan, dan
badan sosial.
25Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2013 hal 8. 26 K.Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 36. 27L.B Curzon, Land Law, Sevent edition, Great Britain, Pearson Education Limited, 1999, hal. 8-9.
28
Menurut Pasal 8 ayat (1) Permen Agraria/ Kepala BPN No. 9
Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan hak
Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, badan-badan hukum
yang dapat mempunyai tanah Hak Milik adalah bank Pemerintah,
badan keagamaan, dan badan sosial yang ditunjuk oleh
Pemerintah.28
Suatu hak milik dapat hapus, artinya dapat hilang/terlepas dari yang
berhak atasnya seperti ditentukan oleh Pasal 27 UUPA apabila :
1) Tanahnya jatuh pada Negara ;
a) Karena pencabutan,
b) Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya,
c) Karena ditelantarkan,
d) Karena jatuh kepada orang asing, berkewarganegaraan.
2) Tanahnya musnah.
Unsur - unsur yang harus dipenuhi agar pencabutan hak milik
dapat sah dilakukan, yaitu29 :
a) Adanya kepentingan umum;
b) Tersedianya Undang - Undang yang mengatur
c) Dengan memberi ganti kerugian yang layak.
b. Hak Guna Usaha
Hak Guna Usaha (HGU) merupakan hak atas tanah yang bersifat primer
yang memiliki spesifikasi.Spesifikasi Hak Guna Usaha tidak bersifat terkuat
dan terpenuh.30Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang
dikuasai Negara dalam jangka waktu tertentu guna perusahaan pertanian atau
peternakan.Hak guna usaha memberi wewenang kepada yang berhak untuk
mempergunakan tanah haknya itu tetapi dalam lingkup terbatas, yaitu hanya
untuk perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan.31
28Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah Op.Cit, hal.95. 29 Marmin M. Roosadijo, Pencabutan Hak Milik Dalam StrukturTata Bina Kota, Alumni, Bandung, 1983,
hal.71. 30Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2012,hal. 110. 31 Sri Sayekti, Hukum Agraria Nasional, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2000, hal.34.
29
Hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu lama. Pasal 29 UUPA,
menentukan jangka waktu paling lama 25 tahun, dan untuk perusahaan yang
memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan paling lama 35 tahun.
Jangka waktu tersebut masih dapat diperpanjang lagi selama 25 tahun atas
permintaan pemegang hak dengan mengingat keadaan perusahaan.
Boedi Harsono menginventarisasi ciri - ciri hak guna usaha sebagai berikut :32
1) Hak yang harus didaftarakan;
2) Dapat beralih karena warisan;
3) Mempunyai jangka waktu terbatas;
4) Dapat dijadikan jaminan hutang;
5) Dapat dialihkan kepada pihak lain;
6) Dapat dilepaskan menjadi tanah Negara.
c. Hak Guna Bangunan
Dalam Pasal 36 ayat (1) menyatakan bahwa yang dapat mempunyai Hak
Guna Bangunan adalah warga negara Indonesia dan Badan hukum yang
didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Hak Guna
Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas
tanah milik orang lain dengan jangka waktu tertentu. Begitu pentingnya Hak
Guna Bangunan merupakan hak primer yang mempunyai peran penting kedua,
setelah Hak Guna Usaha.Hal ini disebabkan Hak Guna Bangunan merupakan
pendukung sarana pembangunan perumahan yang sementara ini semakin
berkembang dengan pesat.33
Yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan adalah:
1) Warga Negara Indonesia
2) Badan Hukum Yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia. 34
Ciri - ciri Hak Guna Bangunan adalah
32 Boediharsono, Himpunan Peraturan Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Penyusunan, isi, dan
Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1973, hal. 276. 33 Supriadi, Opcit, hal. 116. 34 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hal.
26.
30
1) Harus didaftarkan;
2) Dapat beralih karena pewarisan;
3) Jangka waktunya terbatas;
4) Dapat dialihkan kepada pihak lain;
5) Dapat dijadikan jaminan hutang;
6) Dapat dilepaskan oleh pemegangnya.
Jangka waktu Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dan tanah
pengelolaan menurut pasal 25 PP No.40 Tahun 1996 adalah untuk pertama
kalinya adalah 30 tahun yang dapat diperpanjang paling lama 20 tahun,dan
dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 30 Tahun.35Salahsatu yang
paling mendasar dalam pemberian Hak Guna Bangunan adalah menyangkut
adanya kepastian hukum mengenai jangka waktu.36 Ada 3 (tiga) jenis tanah
yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan yaitu tanah negara, tanak
hak pengelolaan dan tanah hak milik. Setiap pemberian Hak Guna Bangunan
wajib didaftarkan di kantor Pertanahan.
d. Hak Pakai
Ketentuan mengenai Hak Pakai disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf
d UUPA.37 Secara Khusus diatur dalam Pasal 41 ayat (1) UUPA disebutkan
bahwa Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain,
yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam surat
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau
dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa
menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak
bertentangan dengan jiwa dan Ketentuan - ketentuan Undang - undang ini
Pasal 41 ayat (2) UUPA.38
Jangka waktu Hak Pakai dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Selama jangka waktu tertentu;
2) Selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu,
35Ibid, hal 12. 36 Supriadi, Opcit, hal 116. 37Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah Opcit, hal 118. 38Supriadi, Opcit, hal 27.
31
misalnya peribadatan atau kedutaan Negara lain.
Pasal 42 UUPA menyebutkan Subyek Hak Pakai yaitu:
a. Warga Negara Indonesia;
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia;
c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan
Pemerintah Daerah;
d. Badan-badan keagamaan dan sosial;
e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
g. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan Internasional.
2. Obyek Hak Pakai
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah:
a. Tanah Negara;
b. Tanah Hak Pengelolaan;
c. Tanah Hak Milik.
Hak Pakai diberikan atas tanah Negara untuk jangka waktu tertentu
dan Hak Pakai atas tanah pengelolaan dapat beralih dan dialihkan kepada orang
lain.39 Hak Pakai atas tanah Hak milik hanya dapat dialihkan apabila Hak Pakai
tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah
Negara yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama
digunakan unuk keperluan tertentu tidak dapat dialihkan kepada orang lain.40
e. Hak Sewa
Pengertian Hak sewa adalah Hak atas tanah milik orang lain yang
diperoleh berdasarkan perjanjian untuk keperluan bangunan selama jangka
waktu tertentu dengan membayar uang sewa, hak untuk menikmati barang
milik orang lain selama jangka waktu tertentu dengan kewajiban membayar
uang sewa dan memelihara dengan sebaik - baiknya.
39Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah Opcit , Hal 126. 40Ibid, Hal 126
32
UUPA membedakan hak sewa atas tanah menjadi dua macam, yaitu :
1) Hak sewa untuk bangunan;
2) Hak sewa untuk tanah pertanian.
Hak sewa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Jangka waktunya terbatas;
2) Bersifat perseorangan;
3) Tidak boleh dialihkan tanpa izin;
4) Dapat diperjanjikan putus karena meninggal;
5) Tidak dapat dijadikan jaminan hutang;
6) Tidak putus karena pengalihan sewa;
7) Dapat dilepaskan oleh penyewa.
f. Hak Pengelolaan
Hak Pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No.9 Tahun
1965, Peraturan Menteri Agraria No.1 Tahun 1966, Peraturan Menteri Dalam
Negeri No.5 Tahun 1973, Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 Tahun 1974
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 1977 tidak memberikan
pengertian Hak Pengelolaan.41Pengertian Hak Pengelolaan disebutkan dalam
Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 dan Hak Pengelolaan
dinyatakan dalam penjelasan Pasal 2 ayat 3 huruf f Undang- Undang Nomor 20
Tahun 2000 tentang atas perubahan Undang – Undang No. 21 Tahun 1997
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan(BPHTB), Pasal 1
Peraturan Pemerintah No.112 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan bangunan karena pemberian Hak Pengelolaan, yaitu hak
menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian
dilimpahkan kepada pemegang haknyauntuk merencanakan peruntukan dan
penggunaan tanah, untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan
bagian - bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama
dengan pihak ketiga.42
Hak atas tanah yang diatur di luar UUPA yaitu hak pengelolaan. Hak ini
pertama kali diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 tentang
41 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah Op.cit, hal 164. 42Ibid ,hal 164.
33
pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara dan Ketentuan -
Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya. Hak pengelolaan yang berasal
dari hak penguasaan itu berlangsung selama tanahnya digunakan untuk
kepentingan itu.
Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974, hak
pengelolaan adalah hak atas tanah yang memberi wewenang kepada
pemegangnya untuk :
1) Merencanakan peruntukan dan penguasaan tanah yang bersangkutan;
2) Menggunakan tanah yang bersangkutan untuk keperluan pelaksanaan
usaha;
3) Menyerahkan bagian tanah yang bersangkutan pada pihak ketiga dengan
Hak Pakai untuk jangka waktu 6 (enam) tahun;
4) Menerima uang pemasukan/ganti kerugian dari uang wajib tahunan.
g. Hak Gadai Tanah
Hak gadai sering juga disebut jual gadai atau jual sende.Hak gadai adalah
penyerahan tanah dengan pembayaran sejumlah uang dengan ketentuan bahwa
orang yang menyerahkan berhak atas pengembalian tanahnya dengan
memberikan uang tebusan.43
Pemegang gadai dapat menggunakan tanah yang dipegangnya. Hak gadai
dapat dialihkan oleh pemegangnya kepada pihak lain, baik dengan persetujuan
atau tanpa persetujuan pemilik tanah. Tanah yang digadaikan itu dapat juga
dibebani dengan hak sewa.Pemegang gadai meninggal dunia, maka hak gadai
beralih kepada ahli warisnya, yang dapat mempunyai hak gadai hanya Warga
Negara Indonesia.
h. Hak Usaha Bagi Hasil
Pada mulanya Hak Usaha Bagi Hasil diatur dalam hukum adat. Sri
Sayekti mengatakan :
hak usaha bagi hasil adalah hak seseorang atau badan hukum untuk menggarap
di atas tanah pertanian milik orang lain dengan perjanjian bahwa hasilnya akan
43Ibid, hal 43.
34
dibagi antara kedua belah pihak menurut imbangan yang telah disetujui
sebelumnya.44
Jika dibandingkan dengan sewa - menyewa, maka dalam perjanjian bagi
hasil resiko ditanggung bersama oleh pemilik tanah dan penggarap.Sedangkan
pada sewa - menyewa, resiko ditanggung oleh penyewa.Pada umumnya sewa
dalam sewa - menyewa selalu berupa uang, sedangkan pada bagi hasil
umumnya pemilik tanah mendapat hasil, dan adakala hasilnya
dipanen,sehingga pemilik tanah mendapat uang.
i. Hak Sewa Tanah Pertanian
Hak sewa tanah pertanian adalah penyerahan tanah pertanian kepada
orang lain yang memberi sejumlah uang kepada pemiliknya dengan perjanjian
bahwa setelah penyewa itu menguasai tanah selama waktu tertentu, tanahnya
akan kembali kepada pemiliknya.45
Praktiknya, pemilik tanah banyak yang menyukai cara seperti ini apabila
karena suatu keperluan pemilik tanah tersebut membutuhkan uang. Jika
dibandingkan dengan gadai tanah, untuk dapat mengembalikan tanah harus
dengan uang tebusan.
5. Tinjauan Tentang Teknologi Informasi
Teknologi Informasi (TI), atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah
Information Technology (IT) adalah istilah umum untuk teknologi apa pun yang
membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan
dan/atau menyebarkan informasi. Teknologi Informasi merupakan pengetahuan
yang mencakup berbagai hal seperti : Sistem komputer hardware, dan software,
LAN ( Local Area Network ). MAN (Metropolitan Area Network), WAN (Wide
Area Network), Sistem Informasi Manajemen (SIM), Sistem telekomunikasi dan
lain – lain.46Menurut William dan Sawyer, Teknologi Informasi adalah teknologi
yang menyatukan komputerisasi dan komunikasi berkecepatan tinggi untuk data,
44Ibid, hal. 47. 45Ibid, hal. 46. 46Lantip Dian Prasojo, Riyanto, Teknologi Informasi Pendidikan, Gava Media, Yogyakarta, 2011 hal. 1.
35
suara, dan video. 47 Contoh dari Teknologi Informasi bukan hanya berupa
komputer pribadi, tetapi juga telepon, televisi, peralatan rumah tangga elektronik,
dan piranti genggam modern (misalnya ponsel).Perkembangan bidang Teknologi
Informasi tersebut sangat cepat bahkan sekarang orang bisa melakukan transaksi
jual beli melalui online tanpa harus datang sendiri ke supermarket.Perkembangan
ini menawarkan kemudahan bagi manusia dalam memperoleh informasi.
Pemenuhan kebutuhan berupa informasi dalam waktu yang cepat. Perbedaan jarak
dan waktu sekarang tidak menjadi masalah, misal kita ingin mendapatkan
informasi, tinggal melakukan pencarian atau mencari video di halaman Youtube.
Perkembangan dunia komputer dan teknologi dikenal adanya kata “online”,
baik bisnis online, pembayaran online dan lain - lain. Online adalah keadaan
komputer yang terkoneksi/terhubung ke jaringan internet, apabila komputer kita
online maka dapat mengakses internet/ browsing, mencari informasi - informasi di
internet.Online berasal dari on berarti hidup sedangkan line berarti saluran.
Banyak ahli yang membuat kemajuan milenium ini dengan melakukan
sinkronisasi di satu bidang intern ataupun antar bidang dalam satu
lembaga.Bahkan bisa melampaui dan melewati lembaga untuk dijadikan sistem
informasi terpadu.Teknologi Informasi adalah bidang pengelolaan teknologi dan
mencakup berbagai bidang yang termasuk tetapi tidak terbatas pada hal - hal
seperti proses, perangkat lunak komputer, sistem informasi, perangkat keras
komputer, bahasa program, dan data konstruksi. Singkatnya, apa yang membuat
data, informasi atau pengetahuan yang dirasakan dalam format visual apapun,
melalui setiap mekanisme distribusi multimedia, dianggap bagian dari teknologi
informasi. TI menyediakan bisnis dengan empat set layanan inti untuk membantu
menjalankan strategi bisnis : proses bisnis otomatisasi, memberikan informasi,
menghubungkan dengan pelanggan, dan alat-alat produktivitas.
Teknologi Informasi melakukan berbagai fungsi (TI Disiplin/Kompetensi)
dari meng-instalaplikasi untuk merancang jaringan komputer dan database
informasi.Beberapa tugas yang TI lakukan mungkin termasuk manajemen data,
jaringan, rekayasa perangkat keras komputer, database dan desain perangkat
lunak, serta manajemen dan administrasi sistem secara keseluruhan. Teknologi
informasi mulai menyebar lebih jauh dari konvensional komputer pribadi dan
47Abdul Kadir , Terra Ch.Triwahyuni, Pengenalan Teknologi Informasi, Andi, Yogyakarta,2003, hal. 2.
36
teknologi jaringan, dan lebih ke dalam integrasi teknologi lain seperti penggunaan
ponsel, televisi, mobil, dan banyak lagi, yang meningkatkan permintaan untuk
pekerjaan. Penggunaan teknologi berbasis internet semakin banyak diterapkan
untuk mempercepat proses dalam semua bidang kehidupan.
Menurut Assafa Endeshaw menyebutkan Pemerintah Singapura sangat
menggunakan teknologi informasi menjadi hal yang mendasar dalam menunjang
pertumbuhan ekonomi negara itu. Singapura bergerak sebagai negara perintis yang
membuka jalan menuju era informasi “negara yang telah terhubung dalam
jaringan informasi”, “pulau yang cerdas“ dan sebutan lain, telah
terdokumentasikan dengan sangat baik dan tidak perlu dijelaskan
lagi. 48 Pemerintah Singapura tanggap dalam memanfaatkan dinamika
perkembangan teknologi informasi bahkan karena banyaknya proyek dan rencana
pemerintah untuk menggerakkan usaha yang memiliki beragam cabang baik untuk
lembaga publik ataupun swasta maupun usaha kecil dan besar dan mengubah
ekonomi berbasis pengetahuan.Pemerintah Singapura mengetahui peranan hukum
dalam teknologi informasi yang berkembang dan perlunya
memodernisasiinfrastruktur hukum untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.49
6. Pengertian Hukum.
Pengertian Hukum menurut Para Ahli Hukum :
1) Menurut P.Borst, hukum adalah keseluruhan peraturan bagi
kelakuanatau perbuatan manusia di dalam masyarakat, yang
pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan tata
atau keadilan.
Dari definisi tersebut dapat dijalankan sebagai berikut :
- Hukum, ialah merupakan peraturan atau norma yaitu petunjuk atau
pedoman hidup yang wajib ditaati oleh manusia. Dengan
demikianhukum bukan kebiasaan.
48 Assafa Endeshaw, Hukum E-Commerce dan Internet dengan Fokus di Asia Pasifik, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta 2007, hal. 40. 49Ibid,hal. 40.
37
- Norma hukum, diadakan guna ditujukan pada kelakuan atau
perbuatan manusia dalam masyarakat, dengan demikian pengertian
hukum adalah pengertian sosial.
- Pelaksanaan peraturan hukum itu dapat dipaksakan artinya hukum
mempunyai sanksi, berupa ancaman dengan hukuman terhadap si
pelanggar atau merupakan ganti rugi bagi yang menderita.50
2) Menurut penjelasan E. Utrecht mengenai pendekatan definisi
hukumadalah himpunan petunjuk - petunjuk hidup tata tertib suatu
masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang
bersangkutan. Oleh karena pelanggaran - pelanggaran petunjuk hidup
tersebut dapat menimbulkan tindakan pemerintah kepadamasyarakat.51
3)M.H Djoyodiguno, menyatakan bahwa hukum adalah suatu proses
sosial, oleh sebab itu hukum harus punya dinamika dan kontinuitas.
Dinamika artinya adanya vitalitas dan plastisitas. Vitalitas artinya
dapat atau mampu berkembang, sedangkan plastisitas berarti mampu
menyesuaikan diri dengan identitas yang ditentukan oleh keadaan
yang kongkret. Kontinuitas artinya dapat dijamin dengan peraturan
penelitian yang mencegah adanya kevakuman hukum.52
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan
mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam
terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu
pemecahan atas permasalahan - permasalahan yang timbul didalam gejala
bersangkutan.53
Pandangan yang kontroversial menyatakan bahwa penelitian hukum pada
dasarnya merupakan usaha yang diawali oleh suatu penilaian dikarenakan
kaidah-kaidah hukum itu pada dasarnya berisikan penilaian – penilaian
terhadap perilaku manusia.
50R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum,Sinar Grafika, 1993, Jakarta, hal. 27. 51Ibid hal .35-36. 52Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal. 11-12. 53Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. Rajawali Press Jakarta, 1996, hal 38.
38
Peranan hukum yang selama ini terjadi di masyarakat dalam kehidupan
sehari - hari adalah
a. Berperan dalam hidup dikeluarga
b. Dalam setiap kerja ataupun hubungan dalam pekerjaaan
c. Berperan menentukan dan memisahkan hak dan kewajiban
d. Berperan menjadi pedoman bagi perkembangan maupun perubahan
masyarakat.
Syarat - syarat agar fungsi hukum dapat terlaksana dengan baik, maka
bagi para penegak hukum dituntut kemampuannya untuk melaksanakan dan
menerapkan hukum yang baik, dengan seni yang dimiliki masing - masing
petugas, misalnya : menafsirkan hukum sesuai dengan keadilan dan
posisimasing - masing dan apabila perlu diadakan penafsiran analogis
penghalusanhukum atau memberi ungkapan. Disamping hal- hal tersebut,
dibutuhkan kecekatan dan ketrampilan serta ketangkasan para penegak hukum
dalammenerapkan hukum yang berlaku.54
7. Teori Sistem Hukum dan Penerapannya
Teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang membahas atau
menganalisis tidak sekedar menjelaskan atau menjawab pertanyaan atau
permasalahan secara kritis, ilmu hukum maupun hukum positif dengan
menggunakan metode interdisipliner.Teori hukum dapat lebih mudah
digambarkan sebagai teori – teori dengan berbagai sifat mengenai
objek,abstraksi, tingkatan refleksi dan fungsinya. 55 Banyak faktor dan daya
sosial yang mempengaruhi sistem hukum dalam masyarakat sejak terbitnya
pembuatan sampai pelaksanaannya. Peraturan yang dikeluarkan diharapkan
sesuai dengan keinginan secara efektif dari peraturan tersebut tergantung dari
kekuatan sosial seperti budaya hukum yang baik, maka hukum akan bekerja
dengan baik.56Teori ilmu hukum juga bertujuan untuk menjelaskan kejadian -
kejadian dalam bidang hukum dan mencoba untuk memberikan penilaian.Teori
hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum
54R. Soeroso,Opcit, hal.55. 55 Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Cetakan Keenam, Edisi revisi, Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta,2012,hal .78. 56M. Khozim, Sistem hukum prespektif Ilmu Sosial, CetakanKelima, Nusa Media,Bandung, 2013, hlm. 52.
39
positif.Teori hukum menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan
telaah filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang
hukum.
Pemikiran Lawrence M. Friedman tentang tiga pilar yang sangat penting
dalam pembangunan sistem hukum, yaitu struktur hukum, substansi hukum
dan kultur hukum sangatlah relevan untuk dijadikan pedoman. Menurut
Lawrence M. Friedman, bahwa modernisasi hukum biasanya hanya
menyangkut unsur struktur hukum (aparatur pembuat undang-undang dan
penegak hukum) dan substansi hukum (undang - undang, peraturan - peraturan,
norma - norma hukum, putusan pengadilan) saja, sedangkan kultur hukumnya
jarang mendapatkan perhatian yang seksama.
Komponen pertama disebut sebagai sistem substansial yang menentukan
bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.Substansi juga berarti produk yang
dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup
keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.Substansi
juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada
dalam kitab undang - undang (law books).
Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia.Salah satu
pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP.Pasal 1 KUHP
ditentukan “tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak
ada aturan yang mengaturnya”, sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan
dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan
pengaturannya dalam peraturan perundang - undangan.
Komponen yang kedua adalah struktur hukum sebagai sistem struktural
yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan
baik.Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (Lapas). Kewenangan
lembaga penegak hukum dijamin oleh undang - undang,sehingga dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah dan pengaruh - pengaruh lain. Hukum tidak dapat berjalan atau
tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan
independen.Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang - undangan bila
40
tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya
angan - angan.
Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan
hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang
mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya
lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak
transparan dan lain sebagainya. Dipertegas bahwa faktor penegak hukum
memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Peraturan sudah baik,
tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga,
apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik,
kemungkinan munculnya masalah masih terbuka.
Komponen yang ketiga, budaya hukumadalah sikap manusia terhadap
hukum dan sistem hukum, kepercayaan, nilai, pemikiran, serta
harapannya.Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial
yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau
disalahgunakan.Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum
masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta
budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai
hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap
hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.
Menurut Suratman budaya hukum merupakan nilai -nilai dan sikap -
sikap masyarakat yang dapat mempengaruhi sistem hukum.Sikap dan nilai -
nilai masyarakat ini merupakan persoalan yang paling sulit.Sifatnya yang
abstrak merupakan ciri khas yang membedakan dengan komponen substansi
dan struktur. 57 Budaya hukum suatu masyarakat akan tampak pada
penghayatan terhadap hukum yang berlaku. 58 Secara kualitatif, terdapat
beberapa alasan mengapa mereka mengetahui, memahami, dan kemudian
menghayati hukum yang telah ditetapkan.
Esmi Warrasih mengemukakan 3 (tiga) unsur sistem hukum (three
elements of legal system) dari Lawrence Mier Friedman. Ketiga unsur sistem
hukum yang mempengaruhi bekerjanya hukum tersebut yaitu :
57Suratman, Philips M Dillah, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung, 2014, hal. 7. 58Ibid, hal. 7.
41
(a) Struktur Hukum (Legal Structure), (b) Substansi Hukum (Legal Sunstance),
(c) Kultur Hukum (Legal Culture). Ketiga unsur sistem hukum tersebut adalah:
1) Komponen Struktur, yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem
hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung
bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat
bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap
penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur.
2) Komponen Substansi, yaitu sebagai output dari sistem hukum, berupa
peraturan-peraturan, keputusan - keputusan yang digunakan baik oleh
pihak yang mengatur maupun yang diatur.
3) Komponen Kultur, yaitu terdiri dari nilai - nilai dan sikap - sikap yang
mempengaruhi bekerjanya hukum atau oleh Lawrence M.Friedmen
disebut sebagai kultur hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi
sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan
tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat. Komponen kultur
hukum ini hendaknya dibedakan antara internal legal culture yaitu
kultur hukum para lawyers and judges dan external legal cultur yaitu
kultur hukum masyarakat luas. 59
Pelaksanaan di lapangan ketiga komponen tersebut saling terkait erat
dalam suatu sistem yang berhubungan erat antara penegakan hukum,
penyusunan hukum, penegakan hukum dan pendayagunaan hukum, sehingga
dapat dihindari terjadinya fenomena keterasingan akibat regulasi pada bidang
tertentu.60
9. Penelitian Yang Relevan
a. Tugas dan Fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Pendaftaran
Tanah di Kabupaten Kudus oleh Anna Ismudiyatun. Program Magister
Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2009. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat
Kudus pada khususnya, masih belum memahami benar yang dimaksud
Pendaftaran Tanah. Hal tersebut terbukti masih banyak masalah hukum yang
59Esmi Warassih, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru, Semarang, 2005, hal. 30 60Suratman, H Philip Dillah, Opcit, hal. 7.
42
timbul berkaitan dengan Pendaftaran Tanah yakni kurangnya kesadaran dalam
melakukan perbuatan hukum, contohnya melakukan perjanjian jual beli tanah
di depan PPAT. Tidak segera melakukan balik nama yang merupakan suatu
kerawanan pada masa yang akan datang dengan menimbulkan sengketa.
Permasalahan tersebut di atas masih dapat teratasi dengan peran Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) seperti termuat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan lebih
disempurnakan lagi dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor I Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), hal tersebut harus dengan kesadaran para pihak.
Adapun tesis ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui peran Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Pendaftaran Akta Tanah di Kabupaten
Kudus. Dari pembahasan tesis ini ternyata masih banyak yang harus dipahami
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) maupun masyarakat dalam
Pendaftaran Tanah di Kabupaten Kudus. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
juga dapat memberikan penerangan, pengetahuannya kepada masyarakat
bahwa Pendaftaran Tanah sangat penting untuk menghindari sengketa-sengketa
tanah yang sering timbul karena kurang pengetahuan tentang Pendaftaran
Tanah.
b. Praktek Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik di
Kabupaten Tangerang oleh Vitri Rahmawati. Program Magister Kenotariatan
Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2010. Penelitian tersebut
dilatarbelakangi tentang pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali dan cara
masyarakat melakukan pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik serta
mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
pendaftaran tanah. Hasil penelitian tentang pelaksanaan pendaftaran tanah
pertama kali secara sporadik dapat diajukan oleh pemegang haknya ataupun
melalui kuasanya ke Kantor Pertanahan. Pendaftaran tanah di masyarakat
dilakukan secara sporadik dan sistematik. Bagi masyarakat yang melakukan
pendaftaran tanah secara sporadik dapat dilakukan secara langsung oleh
pemilik tanahnya ataupun melalui Kantor PPAT. Hasil dari penelitian penulis,
43
dengan dilaksanakannya pendaftaran tanah, maka Kantor Pertanahan
Kabupaten Tangerang akan menerbitkan bukti kepemilikan yang sah, berupa
sertifikat Hak Atas Tanah kepada pemiliknya. Dengan demikian masyarakat
diberikan jaminan dan kepastian hukum terhadap bidang tanah yang dimiliki
dan dikuasainya. Kesimpulan dari penelitian adalah pelaksanaan pendaftaran
tanah pertama kali secara sporadik di Kabupaten Tangerang menunjukkan
prosentase yang signifikan dengan tingkat kebutuhan masyarakat, kondisi ini
menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
pelaksanaan pendaftaran tanah. Dalam hal ini masyarakat dapat memberikan
pembuktian yang kuat terhadap Hak Atas Tanah yang dimilikinya.
c. Analisis Hukum Terhadap Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Mengatasi
Konflik Pengaturan Pendaftaran Tanah. Harun Al Rasyid, Skripsi Strata 1
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tahun 2011. Dengan latar
belakang, Pemerintah wajib menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh
Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, ketika terjadi
konflik peraturan perundangan terkait bidang pendaftaran tanah, maka
Pemerintah dapat mengambil metode penelitian normatif menggunakan studi
hukum law in books dengan pendekatan yuridis yang bertitik tolak dari analisis
data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier, melalui
metode pengumpulan data library research dan field research maka semua
data dianalisis dengan metode pendekatan kualitatif sehingga digeneralisasi
dan disimpulkan serta dibuat saran. Berdasarkan masukan bahan dan data serta
hasil penelitian dan pembahasan terkait kebijaksanaan Pemerintah dalam
mengatasi konflik pengaturan pendaftaran tanah akhirnya disimpulkan bahwa
konflik pengaturan pendaftaran tanah yang memerlukan kebijaksanaan
Pemerintah meliputi konflik sinkronisasi, konsistensi dan stagnasi, bahwa
kebijaksanaan Pemerintahtersebut sah dan benar menurut hukum sepanjang
sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan hukum positif, disarankan kepada
pihak legeslatif dan eksekutif atau yang berkompeten sebelum membuat
peraturan perundangan agar lebih cermat dalam menginventarisasi dan meneliti
hukum positif sehingga hasilnya tidak tumpang tindih atau berpotensi konflik.
44
Perbedaan /Novelty
Peneliti dalam tesis ini bertujuan mengetahui dan menganalisis Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Melalui Pendaftaran Mandiri Akta Tanah secara Online di
Kabupaten Sukoharjo dan apa saja kendala – kendala dalam Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Melalui Pendaftaran Mandiri Akta Tanah/ PERMATA secara
Online yang dianalisis secara empiris menggunakan teori sistem hukum menurut
Lawrence Mier Friedman.
B. Kerangka Pemikiran
PPAT
PP No. 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan
PPAT
KLIEN
1.UUD 1945 Pasal 33
2.UU No 5 Tahun 1960 tentang UUPA
3.PP No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
4. PKBN No. 8 Tahun 2012 tentang Perubahan PP
No.3 Tahun 1997
---------------------------------------------------------------
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan
Pertanahan Nasional
-PENDAFTARAN TANAH PERMATA ONLINE-
Subtansi Struktur Kultur
Proses Pelaksanaan Pendaftaran
Melalui PERMATA
Kendala- Kendala Dalam
Pelaksanaan Pendaftaran
Melalui PERMATA
Teori Sistem Hukum
45
Hubungan tanah dengan manusia adalah sangat erat, tanah sebagai benda tetap,
akan selalu utuh dan selalu abadi yang tidak akan musnah di permukaan bumi kecuali
adanya hari akhir. Karena hal itu, maka setiap perbuatan hukum yang berhubungan
dengan tanah, misalnya pembuatan sertipikat tanah, di perlukan suatu instansi yang
mengurusnya, seperti PPAT dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan
Pertanahan Nasional.
PPAT selaku Pejabat yang kewenangannya diatur oleh PP No. 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk
membuat akta-akta tanah tertentu sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan, yaitu akta pemindahan dan pembebanan hak atas tanah
dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan akta pemberian kuasa untuk Hak
Tanggungan. Melalui kewenangannya itu dalam kemajuan teknologi PPAT harus
belajar dan menguasai Teknologi Informasi.
Pada awal tahun 2015 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Sukoharjo menerapkan sistem online yang memungkinkan PPAT
melakukan input data klien langsung dari komputer di kantornya. PPAT dalam
melakukan input data akan memasukkan kata sandi/ password yang sudah diberi oleh
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional,setelah mendapat
informasi data melalui komputer yang dilakukan secara online maka Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional akan mengolahnya dan membuat
jadwal serta langkah untuk melakukan verifikasi dan validasi terhadap data yang telah
dimasukkan oleh PPAT dari kantornya. Verifikasi dan validasi serta langkah - langkah
berikutnya dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional
sampai akhirnya keluar Sertipikat tanah.Dengan kemajuan inilah sehingga rasa
keadilan,kecepatan pelayanan terhadap masyarakat dapat dirasakan sehingga
meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah seperti Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional.Serta asas -asas dalam pendaftaran
tanah yakni untuk terciptanya rasa aman, sederhana, terjangkau, mutakhir dan terbuka
terkandung dalam program pemerintah ini.
46
Dilihat dari teori sistemhukum maka pelaksanaan Pendaftaran Akta Tanah secara
online melalui sistem yang dikenal dengan PERMATA dipengaruhi oleh ketiga unsur
yakni:
a. Struktur dalam kelembagaan sebagai bagian dalam lembaga dimana terdapat
tingkatan yang didalamnya terdapat norma, perilaku dan hubungan sosial.
b. Substansi adalah produk yang dihasilkan yang berupa peraturan - peraturan,
keputusan - keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun
yang diatur.
c. Kultur Hukum merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem kepercayaan,
nilai, pemikiran, etika dan harapan. Kultur hukum adalah suasana pikiran sosial dan
kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau
disalahgunakan.
47