14
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Sebelum melakukan penelitian, peneliti telah menelusuri beberapa penelitian yang berkenaan dengan tema yang akan diteliti. Berikut beberapa hasil penelitian yang dapat terdokumentasi oleh peneliti : Nur Azizah (Program Diploma III Akuntansi Fakultas Ekonomi UNS, 2009), Evaluasi Penerapan Prinsip Syariah pada Praktik Pembiayaan Muārabah atau Revenue Sharing (Studi Kasus di KJKS BMT Nuur Ummah Surakarta). Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa dalam penyelenggaraan pembiayaan di BNU telah sesuai dengan prinsip- prinsip syariah. Penelitian ini lebih terfokus pada analisis apakah akad- akad yang digunakan sudah sesuai prinsip syariah atau belum. Pembahasan muārabah-nya terlalu luas dan hanya sedikit membahas tentang revenue sharing. Penelitian ini tentang uji kehalalan produk- produk KJKS, jadi berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti nanti. Penelitian ini memberikan manfaat bagi peneliti terkait gambaran prinsip-prinsip syariah yang diterapkan dalam BMT. Rizqi Rizqiana (Skripsi Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, 2007), Pengaruh Bagi Hasil terhadap Jumlah Dana Deposito Syariah Muārabah yang Ada pada Bank Mandiri. Skripsi tersebut menyatakan bahwa adanya pengaruh bagi hasil terhadap jumlah

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustakaeprints.ums.ac.id/38989/6/BAB II.pdf · pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan penelitian, peneliti telah menelusuri beberapa

penelitian yang berkenaan dengan tema yang akan diteliti. Berikut

beberapa hasil penelitian yang dapat terdokumentasi oleh peneliti :

Nur Azizah (Program Diploma III Akuntansi Fakultas Ekonomi

UNS, 2009), Evaluasi Penerapan Prinsip Syariah pada Praktik

Pembiayaan Muḍārabah atau Revenue Sharing (Studi Kasus di KJKS

BMT Nuur Ummah Surakarta). Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa

dalam penyelenggaraan pembiayaan di BNU telah sesuai dengan prinsip-

prinsip syariah. Penelitian ini lebih terfokus pada analisis apakah akad-

akad yang digunakan sudah sesuai prinsip syariah atau belum.

Pembahasan muḍārabah-nya terlalu luas dan hanya sedikit membahas

tentang revenue sharing. Penelitian ini tentang uji kehalalan produk-

produk KJKS, jadi berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti

nanti. Penelitian ini memberikan manfaat bagi peneliti terkait gambaran

prinsip-prinsip syariah yang diterapkan dalam BMT.

Rizqi Rizqiana (Skripsi Program Studi Muamalat Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Jakarta, 2007), Pengaruh Bagi Hasil terhadap Jumlah

Dana Deposito Syariah Muḍārabah yang Ada pada Bank Mandiri. Skripsi

tersebut menyatakan bahwa adanya pengaruh bagi hasil terhadap jumlah

7

dana responden, data tersebut menunjukkan bahwa semakin besar bagi

hasil, maka semakin besan kemungkinan bank memperoleh modal berupa

dana pihak ketiga yaitu deposito syariah. Begitu juga sebaliknya, apabila

bagi hasil yang diperoleh sedikit maka kemungkinan bank memperoleh

dana deposito syariah semakin sedikit. Skripsi tersebut menekankan

penelitiannya terhadap pengaruh besarnya bagi hasil terhadap

kemungkinan bertambahnya dana deposito. Obyek penelitian bukan pada

deskripsi teknis pelaksanaan bagi hasil itu sendiri, jadi tidak sama dengan

penelitian yang akan diajukan peneliti. Penelitian tersebut menjadi salah

satu pertimbangan dalam pengambilan model penelitian dan analisis data.

Walaupun tidak menjelaskan secara spesifik terkait bagi hasil itu sendiri

namun penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis dalam hal model

penyusunan kerangka berpikir.

Hardiwinoto (Jurnal Unimus vol.7, Maret 2011-Agustus 2011),

Analisis Komparasi Revenue and Profit Sharing pada Sistem Muḍārabah

pada PT. BPRS PNM Binama Semarang (Kesesuaian dengan Fatwa DSN

No. 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang Prinsip Bagi Hasil Usaha dalam

Lembaga Keuangan Syariah). Dalam penelitiannya, dijelaskan bahwa

berdasarkan hasil analisis yang berkaitan dengan rumusan masalah dalam

penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Metode

revenue sharing lebih sesuai dan lebih menguntungkan daripada profit

sharing, sehingga BPRS PNM BINAMA menggunakan metode revenue

sharing. 2. Metode revenue sharing yang dipakai oleh BPRS PNM

8

BINAMA sudah sesuai dengan Fatwa DSN No.15/DSN-MUI/IX/2000

yang menyebutkan bahwa dilihat dari kemaslahatan. Jadi lebih kepada

perbandingan sistemnya dan hanya menyebutkan dari sisi perbedaannya,

tidak menjelaskan secara menyeluruh terkait revenue sharing. Dalam hal

ini juga studi kasus yang diambil tidak sama dengan apa yang akan diteliti

oleh peneliti. Penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti terkait

memberi gamabaran perbandingan prinsip-prinsip revenue sharing dan

profit sharing, khususnya terkait karakteristik revenue sharing itu sendiri.

Noer Azizah Fitriyah (Universitas Brawijaya, 2013), Konsekuensi

Yuridis Perubahan Bentuk BMT (Baitul Māl Wat Tamwīl) Menjadi Badan

Hukum KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) (Studi di Koperasi

Syariah Fanshob Karya, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur). Dalam

skripsi ini, penulis lebih membahas ke arah masalah konsekuensi yuridis

terhadap perubahan BMT sebagai badan hukum koperasi. Temuan

dilapangan menyatakan BMT yang telah berkonversi tersebut belum

sepenuhnya melaksanakan fungsi-fungsi perkoperasian dengan

sepenuhnya. Pada praktiknya, banyak penyimpangan dilakukan BMT

yang telah berkonversi menjadi badan hukum Koperasi. Penyimpangan

tersebut dilakukan demi mempertahankan ciri khasnya sebagai BMT.

Tinjauan ini lebih kepada pendekatan normatif-yuridis, melihat segala

sesuatu dari aspek hukumnya. Penelitian ini memberikan kontribusi bagi

peneliti terkait tinjauan-tinjauan aspek legalitas dan status hukum yang

menjadi karakteristik BMT itu sendiri.

9

Achmad Khabhibi (Program Diploma III Fakultas Eonomi UNS,

2010), Pengaruh Penerapan Strategi Promosi Produk Simpanan pada

BMT Amanah Ummah Sukoharjo. Skripsi tersebut lebih mengarah pada

mendiskripsikan bagaimana strategi promosi produk simpanan serta untuk

mengetahui sejauh mana pengaruh strategi promosi produk simpanan

terhadap perkembanagn BMT Amanah Ummah. Temuan di lapangan

menjelaskan bahwa secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa strategi

promosi produk simpanan berpengaruh terhadap peningkatan

perkembangan penghimpunan dana BMT Amanah Ummah Sukoharjo

pada periode 2008-2009. Walaupun obyek yang diteliti BMT Amanah

Ummah namun permasalahan yang diteliti berbeda. Penelitian tersebut

lebih ke arah promosi. Walaupun demikian, skripsi tersebut memberikan

kontribusi terkait pengenalan karakteristik BMT Amanah Ummah yang

notabenenya juga merupakan obyek penelitian dalam skripsi yang dibuat

peneliti ini.

Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa

objek pembahasan yang akan diteliti oleh peneliti belum pernah diteliti

sebelumnya. Oleh sebab itu penulis merasa perlu untuk melakukan

penelitian dari sudut pandang yang berbeda. Adapun penelitian yang

pernah dilakukan di BMT Amanah Ummah berkaitan dengan pengaruh

strategi promosi dan bukan pada sistem bagi hasil revenue sharing.

Walaupun demikian, penelitian-penelitian terdahulu tersebut berguna

sebagai bahan acuan serta pertimbangan dalam penyusunan skripsi ini.

10

B. Tinjauan Teoritik

1. Baitul Māl wat Tamwīl

a. Istilah BMT

BMT merupakan sebuah singkatan dari kata Baitul Māl wat

Tamwīl. BMT merupakan gabungan dari kata baitul māl dan bait

al-Tamwīl. Baitul Māl dapat diartikan sebagai sebuah lembaga

pengumpulan dana masyarakat yang disalurkan tanpa tujuan profit.

Sedangkan bait at-Tamwīl merupakan lembaga pengumpulan dana

(uang) yang disalurkan dengan orientasi profit dan komersial.8

Dalam hal ini BMT merupakan salah satu lembaga

keuangan syariah non bank yang memiliki orientasi profit dan non

profit. BMT tidak hanya bergerak dalam hal pengelolaan modal

(uang) saja, tetapi BMT juga bergerak dalam pengumpulan zakat,

infak, dan sedakah (ZIS).9

b. Latar Belakang Lahirnya BMT

Adapun alasan-alasan yang melatarbelakangi munculnya

BMT di anataranya sebagai berikut;10

1) Agar masyarakat dapat terhindar dari pengaruh

sistem ekonomi sosialis dan kapitalis yang

berorientasikan kepada pemilik modal terbanyak.

Oleh sebab itu ditawarkanlah sebuah sistem berbasis

syariah yang menjadi nilai dasar dan etika dalam

8Ahmad Sumiyanto, BMT: Menuju, hlm. 15. 9Ibid., hlm. 15 10Ibid., hlm. 23-24

11

melakukan transaksi yang tanpa ada unsur penipuan

maupun hal-hal yang merugikan salah satu pihak

lainnya.

2) Melakukan pembinaan dan pendanaan pada

masyarakat menengah ke bawah yang secara

intensif dan berkelanjutan.

3) Agar masyarakat terhindar dari praktik rentenir-

rentenir yang memberikan pinjaman dengan sistem

riba yang merugikan salah satu pihak.

4) Agar ada alokasi dana yang merata pada masyarakat

yang berfungsi untuk menciptakan keadilan sosial.

c. Landasan Konstitusi BMT

Dalam hal legalitas hukum di Indonesia, BMT berbadan

hukum koperasi. Sehingga dalam pengoperasiannya tidak boleh

bertentangan dengan ketentuan yang ada tentang perkoperasian.

Ada dua payung Hukum yang menaungi BMT;

1) Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang

perkoperasian

2) Kepmen No.91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Koperasi

Jasa Keuangan Syariah (KJKS)11

BMT harus tunduk pada kedua ketentuan perundang-

undangan yang telah disebutkan diatas tersebut.

11Ibid., hlm. 39

12

2. Muḍārabah

a. Definisi Muḍārabah

Muḍārabah berasal dari kata al-ḍarb, yang berarti

memukul, berpergian atau berjalan. Para ulama fikih

mendefinisikan muḍārabah sebagai sebuah akad antara dua

pihak, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak

lain untuk dikelola untuk berbisnis. Adapun pembagaian bagi

hasil sudah ditentukan terlebih dahulu sesuai dengan syarat-

syarat yang telah ditentukan.12

b. Rukun Muḍārabah

1) ṣāḥibul Māl (pemilik modal)

2) Muḍārib (orang yang akan menjalankan modal)

3) Māl (harta)

4) Amal (pekerjaan pengelola harta sehingga

menghasilkan laba)

5) ṣigah al-‘aqad

6) Hasil/ keuntungan13

c. Syarat Muḍārabah

1) Modal yang diserahkan dalam bentuk uang tunai

12Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 135-

136 13Muhamad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Pres,

2001), hlm. 89

13

2) Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu

taṣarruf (cakap hukum)

3) Modal harus diketahui dengan jelas

4) Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan

pemilik modal harus jelas persentasenya

5) Melafalkan ijab dari pemilik modal

6) Menurut pendapat Imam Syafi’i dan Imam Malik

muḍārabah harus bersifat mutlak, artinya pemilik

modal tidak memaksakan terkait jenis usaha yang akan

dijalankan. Sedangkan menurut pendapat Imam Hanafi

dan Hambali, muḍārabah tidak disyaratkan harus

mutlak, artinya pemilik modal boleh menentukan jenis

usaha.14

d. Jenis Muḍārabah

1) Muḍārabah Muṭlaqah

Muḍārabah muṭlaqah adalah jenis muḍārabah

dimana seorang muḍārib diberi kekuasaan penuh untuk

mengelola harta pemilik modal tanpa adanya paksaan

terkait jenis usaha, waktu, dan tempat usaha.

2) Muḍārabah Muqayyadah

Kebalikan dengan jenis sebelumnya, muḍārabah

jenis ini justru mensyaratkan adanya kepatuhan seorang

14Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm. 140

14

muḍārib kepada pemilik modal dalam hal jenis usaha,

waktu, dan tempat usaha. Intinya pada muḍārabah jenis

ini menghendaki adanya persyaratan khusus dari

pemilik modal yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha

3) Muḍārabah Musytarakah

Muḍārabah musytarakah adalah bentuk muḍārabah

dimana pengelola dana menyertakan modal atau

dananya dalam kerjasama investasi.15 Jenis muḍārabah

ini merupakan penggabungan akad muḍārabah dan

musyārakah.

3. Bagi Hasil

a. Pengertian Bagi Hasil

Dalam ilmu akutansi, istilah bagi hasil diidentikkan dengan

profit sharing/ laba kotor, namun dalam istilah lembaga

keuangan syariah, bagi hasil diartikan sebagai suatu sistem

yang meliputi pembagian hasil usaha antara pemodal dan

pengelola dana pembagian hasil usaha.16 Artinya, dalam

konteks ini, istilah bagi hasil meliputi kata profit sharing dan

revenue sharing.

b. Instrumen Bagi Hasil

15Ikatan Akuntansi Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan: Akuntansi

Muḍhārabah, (Jakarta : Graha Akuntan, 2007) hlm. 105.1 16Ahmad Ifham, Ini Lho Bank Syariah : Memahami Bank Syariah Secara Mudah,

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2015), hlm. 45

15

Ada dua instrumen/akad yang paling sering digunakan

dalam lembaga keuangan syariah terkait pembagian hasil;

yakni akad muḍārabah dan musyārakah.

1) Musyārakah

Dalam bagi hasil jenis ini kedua belah pihak sama-

sama berkontribusi mengeluarkan dana untuk keperluan

bisnis dengan kesepakatan bahwa risiko keuntungan

dan kerugian ditanggung bersama.

2) Muḍārabah

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa

bagi hasil jenis ini, salah satu pihak menjadi pemodal

sedangkan pihak yang lain sebagai pelaku usaha.

c. Pendistribusian Bagi Hasil

Ada dua jenis pendistribusian bagi hasil dalam jasa

keuangan syariah, yakni revenue sharing dan profit sharing17.

1) Profit Sharing

Profit sharing merupakan sistem perhitungan bagi

hasil didasarkan kepada hasil net dari total pendapatan

setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan

untuk memperoleh pendapatan tersebut.

2) Revenue Sharing

17 Muhamad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil Dan Pricing di Bank Syariah, (Yogyakarta

: UII Press, 2012), hlm. 97

16

Revenue sharing adalah sistem perhitungan bagi

hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang

diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang

telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan

tersebut.

4. Penerapan Revenue Sharing

Penerapan revenue sharing sebagai instrumen bagi hasil dalam

lembaga perekonomian syariah tidak terlepas dari kemunculan Bank

Islam pertama di indonesia, PT Bank Muamalah Indonesia pada 15

Februari 1992.18 Salah satu produk andalan Bank Muamalah adalah

bagi hasil.

Bagi hasil dijadikan sebagai salah satu instrumen pengganti riba.

Ketika itu, istilah bagi hasil dipakai untuk lawan kata dari riba. Dalam

penerapannya, bagi hasil tidaklah diterapkan seperti pada zaman Nabi

yang menggunakan bagi untung dan rugi (profit sharing) melainkan

menggunakan sistem revenue sharing. Hal ini dikarenakan

penggunaan sistem revenue sharing lebih menguntungkan bagi pihak

penyedia ketimbang penggunaan profit sharing.

Penggunaan revenue sharing lebih aman dari risiko kerugian bagi

pihak penyedia dana sebab yang dibagikan adalah pendapatan kotor

bukan laba bersih. Hal ini juga lebih aman dari kecurangan para

pengelola dana. Penggunaan sistem profit sharing memungkinkan

18Sofyan S. Harahap, Ekonomi, Bisnis, hlm. 95.

17

terjadinya pemalsuan anggaran, khususnya terkait biaya operasional.

Oleh sebab itu bagi pihak penyedia dana lebih memilih menggunakan

revenue sharing.

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang

disusun oleh Ikatan Akuntansi Syariah, pihak institusi lembaga

keuangan syariah dapat bertindak sebagai pemilik dana ataupun

pengelola dana.19

Pada prinsipnya dalam muḍārabah tidak mensyaratkan jaminan,

namun supaya pengelola dana tidak melakukan penyimpangan maka

pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak

ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan jika pengelola dana terbukti

melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang sudah disepakati dalam

akad (PSAK 105.3 paragraf 8).

Pengembalian dana muḍārabah dapat dilakukan secara bertahap

bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akhir

akad muḍārabah (PSAK 105.3 paragraf 9).

Jika dari pengelolaan dana muḍārabah menghasilkan keuntungan,

maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana

ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang

diperoleh selama periode akad. Apabila dari pengelolaan dana

muḍārabah tersebut menimbulkan kerugian, maka kerugian finansial

menjadi tanggungan pemilik dana (PSAK 105.3 paragraf 10).

19 IAI, Pernyataan Standar, hlm. 105.1

18

Adapun dalam pembagian hasil usaha muḍārabah dapat

menggunakan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Apabila berdasarkan

prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto

(gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset).

Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagiannya

menggunakan laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban

yang berkaitan dengan pengelolaan dana muḍārabah.20

Contoh :

Uraian Jumlah Metode bagi hasil

Penjualan (Sales) 100 -

Harga Pokok Penjualan

(Cost of Good Sold)

(65) -

Laba Kotor (Gross Profit) 35 Net Revenue Sharing

Beban (Expense) (25) -

Laba Rugi Bersih (Net

Profit)

10 Profit sharing

Terkait distribusi hasil usaha sendiri, pihak pemilik dana tidak

diperbolehkan untuk menetapkan nominal bagi hasil yang harus

dibayar oleh pengelola sebelum usaha tersebut dilakukan. Hal ini

berlaku juga dalam transaksi bagi hasil revenue sharing ketika LKS

20 Wiroso, Aukntansi Transaksi Syariah, (Jakarta: IAI, 2009), hlm. 350

19

bertindak sebagai pemilik dana maupun pengelola, begitupula

sebaliknya.21

5. Fatwa MUI tentang Revenue Sharing

Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No:15/DSN-MUI/IX/2000 tentang

Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah

Pertama : ketentuan umum

1) Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip bagi

hasil (net revenue sharing) maupun bagi untung (profit

sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra

(nasabah)-nya.

2) Dilihat dari segi kemaslahatan, saat ini, pembagian hasil

usaha sebaiknya digunakan prinsip bagi hasil (net

revenue sharing).

3) Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih

harus disepakati dalam akad.22

21 Ibid., hlm.352 22MUI, Himpunan Fatwa, hlm. 784